PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) atau penyakit kencing manis adalah penyakit
yang disebabkan karena kurangnya produksi insulin oleh pankreas didalam
tubuh tidak secara efektif. Penyebab diabetes melitus sangat kompleks, mulai
dari gaya hidup tidak sehat, lingkungan, faktor genetik, dan lainnya.
Komplikasi DM yang sering dijumpai adalah kaki diabetik yang dapat
bermanifestasi menjadi ulkus dan artropati. Ulkus diabetik merupakan
kelainan tungkai bawah pada diabetes karena gangguan pembuluh darah vena
atau arteri, gangguan persarafan/neuropati serta adanya kondisi infeksi.
Sekitar 15% penderita DM dalam perjalanan penyakitnya akan mengalami
komplikasi ulkus (Muliadi, J. Kurnoli, & Nurjanah, 2018).
Terjadi masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh
darah. Neuropati, baik neuropati sensosik maupun motorik dan autonomik
akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot. Yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan
terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang
luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah
rumitnya pengelolaan kaki diabetes [ CITATION Aru07 \l 1033 ].
Ulkus diabetik merupakan penyakit yang terjadi pada kaki penderita
diabetes melitus, dimana gangguan pada kaki ini akibat adanya gangren.
Gangguan kaki ini dapat terjadi perubahan aktivitas, disebabkan adanya
gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi, amputasi, atau
gangguan pada kaki ini dapat mempengaruhi lamanya seseorang melakukan
perawatan luka, biaya yang dikeluarkan lebih besar pada penderita diabetes
melitus dengan ulkus kaki diabetik, bahkan dapat menyebabkan kematian.
1
2
Diperkirakan setiap tahunnya satu juta pasien yang menderita Ulkus Diabetik
menjalani amputasi ekstremitas bawah (85%) dan angka kematian yaitu 15-
40% setiap tahunnya serta 39-80% setiap 5 tahunnya. Untuk itu, perlu
mengetahui faktor yang berhubungan dengan ulkus kaki diabetik agar dapat
waspada dan mencegah terjadi ulkus kaki diabetik pada penderita diabetes
melitus (Nurhanifah & Banjarmasin, 2017).
WHO dan International Working Group on the Diabetic Foot, kaki
diabetes adalah keadaan adanya ulkus, infeksi, dan atau kerusakan dari
jaringan, yang berhubungan dengan kelainan neurologi dan penyakit
pembuluh darah perifer pada ekstremitas bawah. Gangguan pada aliran darah
dan saraf ini dikarenakan hiperglikemia yang tidak terkontrol. Kejadian DM
yang mengalami ulkus menurut American Diabetes Association
memperkirakan bahwa amputasi kaki ulkus akan terus meningkat 15% orang
dengan DM akan mengalami ulkus selama hidup mereka, dan 24% orang
dengan ulkus kaki akan memerlukan amputasi (Yoyoh & Mutaqqijn, 2016).
Prevalensi penderita diabetes mellitus dengan ulkus kaki diabetik di
Indonesia sekitar 15%. Angka amputasi penderita ulkus kaki diabetik 30%,
angka mortalitas penderita ulkus kaki diabetik 32% dan ulkus kaki diabetik
merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk
diabetes melitus. Penderita ulkus kaki diabetik di Indonesia memerlukan
biaya yang tinggi sebesar Rp. 1,3 juta - Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5
juta pertahun untuk seorang penderita (Nurhanifah & Banjarmasin, 2017).
Prevalensi Diabetes Melitus yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI
Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan
Kalimantan Timur (2,3%). Dari jumlah kenaikan insidensi penyakit Diabetes
mellitus tersebut, Diabetes Mellitus Tipe II merupakan jenis yang paling
banyak ditemukan yaitu lebih dari 90% kasus (Tipe, Di, Kerja, & Juanda,
2018).
Ulkus kaki dan amputasi merupakan konsekuensi dari neuropati
diabetik dan penyakit arteri perifer yang biasa terjadi merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas pada penderita diabetes. Pengenalan dini dan
perawatan pasien yang kurang efektif dengan perawatan luka kaki akan
3
berisiko untuk amputasi. Amputasi merupakan cara yang dapat menunda atau
mencegah hasil yang lebih merugikan (Azizah, Intan, Tulak, Kurniawan, &
Iswanti, 2017).
Dampak yang diakibatkan oleh ulkus Diabetik begitu kompleksnya, hal
ini berdasarkan penelitian (Herber, Schnepp, & Rieger, 2007) di Jerman,
dalam penelitian ini dikemukakan bahwa 24% dari payusien ulkus yang
berobat memiliki masalah bau pada ulkus, ulkus Diabetik yang menimbulkan
bau memiliki efek negatif pada kehidupan sosial pasien, salah satunya
menyebabkan kecemasan yang tinggi dan depresi, maupun perubahan body
image, efek dari masalah ulkus Diabetik bisa menyebabkan hubungan dengan
lingkungan menurun, seperti merasa malu karena bau dari ulkus Diabetik.
Tujuan utama dari tatalaksana ulkus kaki diabetik adalah untuk penyembuhan
luka yang lebih baik. Permasalahan yang sering ditemukan pada pasien
pulang dari rumah sakit adalah kondisi ulkus. Diabetik belum sembuh total
karena membutuhkan waktu perawatan yang lama, besarnya biaya perawatan
dan menurunnya produktivitas yang berdampak pada pasien harus pulang
ketika kondisi luka belum sembuh total. Sehingga pasien diharapkan bisa
melanjutkan perawatan ulkus Diabetik secara mandiri di rumah, dengan
harapan terhindar terjadinya komplikasi lanjut dan amputasi (Basri, 2019).
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan
“pancung” (Bararah dan Jauhar, 2012) dalam (Suwito, 2014) menyatakan
bahwa “amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.Tindakan ini merupakan tindakan
yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang
terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti timbulnya komplikasi infeksi” (Mandiri, Rachmat, & Priangi, 2019).
Sekitar 1,6 juta orang dengan amputasi tinggal di Amerika
Serikat,dengan sekitar 65% mengalami amputasi anggota gerak bawah.
Sekitar 1 juta orang amputasi lower limb dikarenakan oleh vascular disease.
Amputasi yang paling sering dilakukan ialah amputasi pada toe (33,2%),
4
trans tibial (28,2%), transfemoral (26,1%), dan amputasi pada foot (10,6%).
Ankle disarticulation (Syme), knee disarticulation, hip disarticulation, dan
amputasi hemipelvictomy sekitar 1,5% (Mandiri et al., 2019).
Ketika divonis amputasi diterima oleh klien maka respon psikologis
yang akan muncul fase-fase sebelum masuk kepada kondisi kemampuan
dalam menyesuaikan diri saat menghadapi tekanan (resiliensi). Tahapan
tersebut terdiri dari tahap penolakan (denial), marah (anger), tawar-menawar
(bargaining), depresi (depression), dan tahap terakhir yaitu penerimaan
(acceptance). Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Tabita,
Ruri, & Kristiana (2017) pada pasien yang telah menjalani keputusan
amputasi akan melewati pengalaman psikologis yang sulit yaitu harus
menerima kondisi fisik yang tidak sempurna seperti dulu, beradaptasi dengan
lingkungan maupun kondisi fisiknya. Ketika keputusan amputasi dilakukan
akan menimbulkan permasalahan lain pada klien seperti gangguan citra
tubuh, keterbatasan dalam beraktivitas, sampai mempengaruhi kondisi
perekonomian disebabkan klien tidak produktif. Meskipun dukungan sosial
dan lingkungan tersedia untuk klien, kondisi ini tidak akan memberikan nilai
positif pada klien pasca amputasi. (Christanty, 2013).
Studi pendahuluan yang dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan
(Fasyankes) Nature Centre Indonesia (NCI) diperoleh data jumlah klien pada
tahun 2019 sebanyak 108 orang, dimana 66 orang dengan diagnosis Diabetik
foot Ulcer. Menurut Data Laporan Tahunan NCI 2019 dari 66 orang pasien
tersebut 17 diantaranya mengaku divonis amputasi di RS. Wawancara
dilakukan pada 1 orang klien untuk mengkonfirmasi secara subjektif, dan
klien mengaku menolak amputasi dengan alasan klien merasa takut
kehilangan organ tubuh dan juga mereka merasa kecewa, stress ketika divonis
amputasi, selain itu klien juga memutuskan ingin melakukan perawatan
karena telah mendengar keberhasilan dengan metode perawatan luka jauh
lebih baik tanpa amputasi.
5
B. Rumusan Masalah
Penyakit Ulkus diabetik akan mengalami gangguan pembuluh darah,
ganggguan persarafan dan infeksi. Apabila perawatan tidak dilakukan secara
baik maka akan divonis amputasi. Vonis amputasi merupakan hal yang tidak
mudah diterima oleh klien karena akan memberikan dampak negatif setelah
dilakukan tindakan amputasi. Dampak negatif inilah yang membuat klien
akan berupaya mencari alternatif perawatan luka tanpa amputasi. Proses
penerimaan keputusan menolak amputasi diperlukan kemampuan beradaptasi
pada tahapan reseliensi. Resiliensi dapat membuat seseorang lebih
memaknakan hidupnya, membuatnya mampu untuk dapat beraktivitas
walaupun dengan kondisi fisik yang sudah tidak sempurna.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipapar diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengalaman klien
dengan penyakit ulkus diabetik yang menolak amputasi di fasilitas pelayanan
kesehatan praktik perawatan luka mandiri di Kalimantan Timur”.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan proposal ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman
klien dengan ulkus diabetik yang menolak amputasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu rujukan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dengan klien ulkus diabetik yang
menolak amputasi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan ketika menghadapi klien dengan
situasi menolak vonis amputasi.
6
E. Penelitian Terkait
Penelitian terkait yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya yang berkaitan dengan studi fenomenologi, klien dengan ulkus
diabetik yang menolak amputasi :
1. Widianingsih, N., & Diantina, F. P. (2018). Gambaran Resiliensi Pasien
Komplikasi Ulkus Diabetik Pasca Amputasi. 331–338. Terdapat 14
pasien komplikasi ulkus diabetik pasca amputasi di RSUP Hasan
Sadikin. Mereka mampu bangkit dari keterpurukannya dengan
melakukan berbagai hal positif yang disebut dengan resiliensi. Wagnild
(2014) mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas yang dimiliki individu
untuk berkembang dan menyesuaikan diri secara positif meskipun
adanya stres yang dirasakan terus-menerus. Resiliensi terdiri dari 5
aspek, meaningfulness, perseverance, equanimity, self reliance dan
existential aloneness. Resiliensi dapat membuat seseorang lebih
memaknakan hidupnya, membuatnya mampu untuk dapat beraktivitas
walaupun dengan kondisi fisik yang sudah tidak sempurna.Penelitian ini
menggunakan metode studi deskriptif dengan subjek berjumlah 14 orang
pasien. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Resilience
scale 25 (RS-25), dengan reliabilitas 0,973. Dari hasil penelitian,
sebanyak 3 pasien (21,43%) memiliki resiliensi sangat tinggi, 5 pasien
(35,71%) memiliki resiliensi tinggi, 2 pasien (14,29%) memiliki
resiliensi rata-rata, 2 pasien (14,29%) memiliki resiliensi dibawah rata-
rata, 1 pasien (7,14%) memiliki resiliensi rendah dan 1 pasien (7,14%)
memiliki resiliensi sangat rendah. Perbedaan dari penelitian tersebut
terletak pada penggunaaan , teknik pendekatan, tempat penelitian, waktu
penelitian, sample penelitian, dan jenis penelitian. Persamaan dari
penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan variabel
penelitian, partisipan yang akan diteliti.
2. Basri, M. H. (2019). Pengalaman Pasien DMTIPE 2 dalam Melakukan
Perawatan Ulkusdiabetik Secara Mandiri. 4(1), 58–69. Tujuan dari
7
A. Telaah Pustaka
1. Konsep Teori Ulkus Diabetik
a. Definisi Ulkus Diabetik
Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik
Diabetes Mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang
dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus adalah
rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full thickness) dari
dermis. Ulkus kaki diabetik dapat diikuti oleh penyebaran bakteri ke
seluruh tubuh sehingga terjadi infeksi dan pembusukan, dapat terjadi
di setiap bagian tubuh terutama di bagian distal tungkai bawah
(Angkasa, 2017).
Banyak pasien kaki diabetik dimulai dengan neuropati sensorik,
neuropati otonom dan motor neuropati sensorik. Neuropati sensorik
merupakan faktor pemulai utama untuk ulkus kaki dan infeksi dan
dapat menyebabkan Peradangan dan kerusakan jaringan. Lesi sistem
saraf otonom akan menyebabkan pasien kehilangan kemampuan kulit
untuk mengatur keringat, suhu dan aliran darah, sehingga mengurangi
fl eksibilitas jaringan lokal, membentuk kepompong tebal dan retak
dan melanggar. Tanpa pengobatan yang efektif, organ-organ vital
utama pasien akan rusak. Bahkan jika amputasi terjadi Saat ini,
pengobatan kaki diabetes terutama mencakup manajemen luka,
kontrol glukosa darah, terapi suportif, antiinfeksi dan menjaga
stabilitas lingkungan internal (Lin et al., 2019).
Terjadinya ulkus diabetikum tidak terlepas dari tingginya kadar
glukosa darah pasien diabetes melitus. Tingginya kadar gula darah
yang berkelanjutan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah kemudian
menimbulkan masalah pada kaki pasien diabetes melitus. Ada tiga
9
10
d. Patofisiologi
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut
trias, yaitu: iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak
terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer
berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom. Neuropati sensorik
biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi proteksi yang
berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga
meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi
posisi kaki juga hilang.
Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa
iskemi. Hal ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya
sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut
nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea;
menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal.
Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Kelainan neurovaskular pada penderita diabetes diperberat
dengan aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan kondisi arteri
menebal dan menyempit karena penumpukan lemak di dalam
pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot
kaki karena berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman,
dan dalam jangka lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang
akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada
penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian
distal tungkai berkurang.
DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan
(hyperplasia membran basalis arteri) pembuluh darah besar dan
kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan
nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetikum. Peningkatan HbA1C
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh
12
Diabetes Melitus
Makroangeopati Mikroangeopati
Atherosklerosis Neuropati
Penyempitan okupasi
Neuropati Neuropati Neuropati
Autonom Sensosik Motorik
Iskemia
Kulit kering Kehilangan Kelainan
anhidrosis sensasi bentuk
perlindungan
Pembentukan kalus
Ulkus Diabetik
Amputasi
Sumber : https://id.pinterest.com/pin/487444359648632322/
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Fisik :
1) Pemeriksaan Ulkus Keadaan Umum Ekstremitas.
Ulkus diabetes cenderung terjadi di daerah tumpuan beban
terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari
yang menonjol (jari pertama dan kedua). Ulkus di malleolus
terjadi karena sering mendapat trauma. Kelainan lain yang dapat
15
2. Konsep Amputasi
a. Definisi
Amputasi merupakan penghilang ektremitas sebagian total.
Amputasi dapat menjadi akibat proses akut, seperti kejasian traumatic,
atau kondisi kronik, seperti penyakit vaskular perifer atau diabetes
melitus. Tanpa mempertimbangkan penyebab, amputasi melemahkan
untuk pasien. Kehilangan semua atau sebagian ekstremitas memiliki
dampak fisik dan psikososial yang signifikan pada pasien dan
keluarga. Adaptasi dapat memerlukan waktu lama dan memerlukan
lebih banyak usaha. Asuahan kesehatan antardisiplin selalu
diperlukan, tetapi diperlukan secara khusus untuk memenuhi
17
d. Jenis amputasi
Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup (flap). Amputasi
terbuka dilakukan ketika infeksi terjadi. Luka tidak menutup, tetapi
tetap terbuka untuk drain. Ketika infeksi tidak lagi terjadi,
pembedahan dilakukan untuk menutup luka. Pada amputasi tertutup,
luka di tutup dengan flap (penutup) kulit yang dihjahit diatas puntung.
e. Penyembuhan tempat amputasi
Agar prostesis pas dengan baik,tempat amputasi harus sembuh
dengan tepat. Untuk meningkatkan penyembuhan, balutan yang kaku
atau tekan diberikan untuk mencegah infeksi dan meminimalkan
edema. Balutan yang dikaku dibuat dengan meletakkan gips pada
punting dan membentuk puntung untuk prostesis yang pas. Balutan
kompresi lunak diberikan ketika pemeriksaan luka yang sering
diperlukan. Ketika balutan jenis ini digunakan, belat terkadang
dipasang untuk membantu membentuk ekstremitas agar pas dengan
prostesis. Setelah luka dibalut, pasien dianjurkan untuk mengeraskan
kulit puntung dengan menekannya pertama kali pada permukaan lunak
dan kemudian permukaan keras. Puntung dibungkus dengan Ace
bandage untuk memungkinkan bentuk kerucut untuk membentuk dan
mencegah edema. [ CITATION LeM17 \l 1033 ]
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah amputasi, antara lain
infeksi, penyembuhan terlambat, nyeri puntung kronik dan nyeri
fantom, serta kontraktur. Infeksi, Secara umum, pasien yang
mengalami amputasi traumatik memiliki risiko infeksi lebih besar
dibandingkan orang yang menjalani amputasi terencana. Akan tetapi,
meskipun amputasi terencana membawa risiko infeksi. pasien lansia,
menderita diabetes melitus, atau menderita penurunan neurovascular
perifer terutama berisiko tinggi untuk infeksi. infeksi dapat terjadi
secara lokal ataupun sistemik. Manifestasi local infeksi, antara lain
drainase, bau, kemerahan, dan peningkatan ketidaknyamanan pada
garis jahitan. Manifestasi sistemik, antara lain demam peningkatan
19
Pernyataan yang sering muncul, dalam hati (sebagai reaksi atas rasa
marah) muncul dalam bentuk “Tidak adil rasanya...”, “Mengapa kami
yang mengalami ini?” atau “Apa salah kami?” (3) Tahap bargaining
(tawar-menawar). Tahapan dimana keluarga mulai berusaha untuk
menghibur diri dengan pernyataan seperti “mungkin kalau kami menunggu
lebih lama lagi, keadaan akan membaik dengan sendirinya” dan berpikir
tentang upaya apa yang akan dilakukan untuk membantu proses
penyembuhan klien dengan ulkus diabetik; (4) Tahap depression (depresi).
Tahapan yang muncul pada fase ini adalah keputusasaan dan
hilangnya harapan. Putus asa menjadi bagian dari depresi akan muncul
saat keluarga mulai dibayangi akan masa depan yang akan dihadapi klien.
Terutama jika keluarga memikirkan sewaktu-waktu kliennya dapat
terenggut nyawanya dari sisi keluarga. Harapan atas masa depan klien
menjadi buram, dan muncul dalam bentuk pertanyaan “Akankah klien
kami mampu bertahan lebih lama dan dapat kembali hidup sehat seperti
sediakala?”. Pada tahap depresi, keluarga cenderung murung, menghindar
dari lingkungan sosial terdekat, lelah sepanjang waktu dan kehilangan
gairah hidup; (5) Tahap acceptance (penerimaan). Tahapan dimana
kelurga telah mencapai pada titik pasrah dan mencoba untuk menerima
keadaan klien dengan tenang. Keluarga pada tahap ini cenderung
mengharapkan yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan kemampuan
klien. Pada tahap ini keluarga sudah mampu menyesuaikan diri dan
mengontrol emosi dengan baik. Tahap ini menjelaskan bahwa keluarga
sudah mampu menerima segala kondisi yang ada dengan lapang dada dan
ikhlas serta siap akan semua konsekuensinya yang akan terjadi dalam
hidup (Di, Prof, & Kupang, 2018).
Wagnild (2014) mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas yang
dimiliki individu untuk berkembang dan menyesuaikan diri secara positif
meskipun adanyastres yang dirasakan terus-menerus. Wagnild (2010)
berpendapat bahwa individu yang resiliensi merespon tantangan dalam
hidup dengan keberanian dan daya tahan secara emosional walaupun ia
merasa takut. Resiliensi bukan sesuatu yang merupakan bawaan lahir tapi
24
Umpan Balik
(Tingkat Adaptasi)
1. Stimulus Focal
Input Keinginan keluarga agar klien dapat sembuh & Ulkus
beraktifitas setiap hari dengan baik Diabetik
2. Stimulus Konseptual
Kondisi dimana keluarga menggangap tidak ada
harapan bagi klien untuk sembuh seperti normal Infeksi luka
3. Stimulus Residual
Sikap keluarga dalam menghadapi klien yang
mengalami ulkus diabetik yang menolak amputasi
Vonis
amputasi
Fungsi fisiologis
Konsep Diri
Efektor
Fungsi peran Proses adaptasi
Interdependensi
Sumber : dari Roy.C. [1984] Introduction to nursing An adaptation model [edisi ke2 hal.30].
Englewood Cliffs, NJ Prentice Hall. (Widianingsih & Diantina, 2018).(Di et al., 2018).
Keterangan :
Yang ingin diteliti :
Yang tidak diteliti :
BAB III
METODE PENELITIAN
30
31
2. Intuiting, pada kegiatan ini peneliti secara utuh mengenali dan memahami
fenomena yang diteliti. Ketika melakukan intuiting, peneliti tidak
diperbolehkan memberi kecaman, evaluasi, opini, atau segala hal yang
membuat peneliti kehilangan konsentrasi terhadap data atau informasi yang
sedang diceritakan para partisipannya.
3. Analyzing, peneliti megidentifikasi dan menganalisis data atau informasi yang
ditemukan. Kegiatan analisis ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu proses
koding, proses kategorisasi, proses tematik, dan menuliskan pola hubungan
antar tema tersebut kedalam narasi untuk divalidasi dan dikenali kepada
partisipan, kemudian menuliskannya kedalam narasi akhir (hasil penelitian).
4. Describing, merupakan kegiatan akhir dari pengumpulan dan analisis data.
Peneliti menuliskan deskripsi atau interpretasinya dalam bentuk hasil-hasil
temuan dan pembahasannya dari fenomena yang diteliti untuk
mengkomunikasikan hasil akhir penelitiannya kepada pembaca dengan
memberikan gambaran tertulis secara utuh dari fenomena yang diteliti.
B. Partisipan
Subjek dalam penelitian ini adalah orang yang mengalami penyakit ulkus diabetik
yang menolak amputasi dan menggunakan teknik purpose sampling dengan
berdasarkan kriteria yang memiliki partisipan sesuai dengan tujuan penelitian
yang akan dilakukan berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Ukuran
sample dalam penelitian ini sangat dipelukan dengan tujuan diperolehnya suatu
saturasi data morse, 2000 dalam [ CITATION Yat14 \l 1033 ]. Oleh karena itu
menurut (Duken, 1984) dalam [ CITATION Yat14 \l 1033 ] . Adapun kriteria
partisipan dalam penelitian ini adalah klien yang memiliki pengalaman dan
bersedia menceritakan pengalamannya tentang penolak amputasi yang dirawat
diklinik Nature Centre Indonesia (NCI) Kalimantan Timur.
D. Instrument Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument penelitian atau alat
penelitian adalah penelitian itu sendiri, oleh karena itu peneliti harus divalidasi
seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya akan
langsung dilakukan dilapangan. penelitian kualitatif sebagai human instrument,
yang berfungsi menetapkan focus pada penelitian, memilih partisipan sebagai
sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisa data,
menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya [ CITATION sug10 \l 1033
].
1. Peneliti menggunakan sistem wawancara semi struktur dengan topik
pertanyaan yang utama, (1) Bagaimana perasaan Bapak/ibu ketika pertama kali
divonis amputasi ? (2) Apakah alasan bapak/ibu memutuskan menolak untuk
diamputasi ? (3) Bagaimana respon keluarga mendengar ketika mengetahui
vonis amputasi ? (4) Apa yang bapak/ibu lakukan ketika disuruh amputasi oleh
pihak RS dan apa tanggapan keluarga ? (5) Kenapa bapak/ibu lebih memilih
untuk menolak, setelah menolak rencana bapak/ibu pada saat itu apa ? (6)
Bagaimana tindakan bapak Kepada ketika mengetahui bapak/ibu divonis
amputasi, apakah ada dokter menyarankan untuk dirawatBagaimana cara
bapak/ibu dan keluarga dalam menghadapi masalah ? (7) Ketika ada orang
yang yang divonis amputasi apa yang ingin bapak sampaikan kepada
mereka ? (8) Apa yang bapak/ibu lakukan setelah divonis untuk amputasi ?
melaksanakan atau tidak ! (9) Bagaimana cara keluarga mengatasi klien ketika
dia merasa kurang dibutuhkan dalam keluarga ? (10) Apakah alasan bapak/ibu
33
2. Observasi
Observasi adalah suatu kegiatan berupa pengalaman secara langsung
mengenai aktivitas partisipan dalam kegiatan penumpulan data [ CITATION Yat14
\l 1033 ]. Dengan melakukan observasi, peneliti bisa mengobservasi usaha yang
telah dilakukan oleh bapak/ibu dalam mencapai reseliensi amputasi.
3. Field note
Catatan lapangan (field note) adalah catatan yang berisi deskripsi tentang
hal-hal yang diamati oleh peneliti serta sesuatu yang terjadi pada saat proses
penelitian yang dianggap dapat menunjang data. Pada catatan lapangan peneliti
menyertakan keterangan tanggal dan waktu secara lengkap. Pada saat
wawancara mencatat ekpresi wajah, bahasa tubuh, reaksi partisipan saaat
berbicara, dan kontak mata sangat penting dilakukan sepanjang wawancara
pada catatan lapangan. Oleh sebab itu, sangat penting memberikan ruang
kosong diantara pertanyaan pada pedoman wawancara agar hal-hal yang
dicatat tidak lepas dari konteks percakapan [ CITATION Yat14 \l 1033 ].
4. Dokumentasi
Penelitian ini menggunakan pengumpulan data dengan metode studi
dokumentasi yang termasuk dalam sebuah dokumen yaitu seperti buku harian
pribadi, surat, otobiografi dan biografi serta dokumen dan berbagai laporan
dinas [ CITATION Yat14 \l 1033 ]. Pengumpulan data dengan dokumentasi
dilakukan dengan cara mencari data sekunder dengan mengumpulkan
informasi dan dokumen dari klinik NCI Center samarinda. Dalam memperoleh
data menggunakan pedoman wawancara dan catatan observasi yang telah
dipersiapkan dan menggunakan alat tulis, alat perekam suara, maupun kamera
agar semua yang pertisipan sampaikan dapat terdokumentasi dengan baik.
G. Analisa Data
Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi yang dapat
menghasilkan daftar tema, model, atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang
biasanya terkait dengan tema, atau hal-hal diantara atau gabungan dari yang telah
disebutkan. Tema-tema tersebut memungkinkan interpretasi fenomena. Suatu
tema dapat diidentifikasi pada tingkat termanifestasi, yakni secara langsung dapat
terlihat. Suatu tema juga dapat ditemukan pada tingkat laten, tidak secara eksplisit
terlihat tetapi mendasari atau membayangi. Tema-tema dapat memperoleh secara
36
induktif dari informasi mentah atau diperoleh secara deduktif dari teori atau
penelitian-penelitian sebelumnya [ CITATION Yat14 \l 1033 ].
Tahapan proses analis data kualitatif terhadap beberapa model analisis. Salah
satunya mengggunakan model colaizzi. Alasan pemelihan metode analisa ini
didasarkan pada kesesuaian dengan filosofi Hussert, yaitu suatu penampakan
fenomena partisipan realitas itu sendiri tampak. Fenomena ini tentang pengalaman
klien dengan penyakit ulkus diabetik yang menolak amputasi di Fasyankes NCI .
Langkah-langkah analisis data kualitatif dari colaizzi, (1978) adalah sebagai
berikut :
1. Mendeskripsikan fenomena yang diteliti, peneliti mencoba memahami
fenomena gambaran konsep penelitiannya dengan cara memperkaya informasi
melalui studi literature.
2. Mengumpulkan deskripsi fenomena melalui pendapat atau pernyataan dan
partisipan. Dalam hal ini peneliti melkukan wawancara dan menuliskannya
dalam bentuk naskah transkip untuk dapat mendeskripsikan gambaran konsep
penelitian.
3. Membaca seluruh deskripsi fenomena yang telah disampaikan oleh semua
partisipan.
4. Membaca kembali transkip hasil wawancara dan mengutip pernyataan-
pernyataan yang bermakna dari semua partisipan. Setelah mampu memahami
pengalaman partisipan, peneliti membaca kembali transkip hasil wawancara,
memilih pernyataan-pernyataan dalam naskah transkip yang signifikan dan
sesuai dengan tujuan penelitian untuk menemukan unit analisis yang
mengandung pernyataan-pernyataan signifikan.
5. Menguraikan arti yang ada dalam pernyataan-pernyataan signifikan. Peneliti
membaca kembali unit analisis yang telah diidentifikasi dan mencoba
menemukan esensi atau makna dari koding untuk membentuk kategori.
6. Mengorganisir kumpulan-kumpulan makna yang terumuskan kedalam
kelompok tema. Peneliti membaca seluruh kategori yang ada
membandingkandan mencari persamaan diantara kategori tersebut, dan pad a
akhirnya mengelompokkan kategori-kategori yang serupa kedalam sub tema
dan tema.
37
H. Keabsahan Data
Penelitian metode kualitatif verifikasi/konfirmasi data dilakukan kepada
partisipan merupakan salah satu cara untuk menvalidasi dan memperoleh
keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi Credibility, transferability,
dependability, confirmability.
1. Credibility merupakan berbagai aktifitas yang dapat meningkatkan
kepercayaan terhadap penemuan yang dicapai, credibility hasil penelitian ini
dapat dicapai melalui upaya penelitian dalam mengklarifikasi hasil-hasil
temuan dari partisipan. Peneliti dalam penelitian ini melakukan dengan cara
merekam hasil wawancara dan mendengar secara berulang kali hasil
wawancara tersebut. Hasil rekaman menjadi bukti keabsahan data yang diteliti
dan bukan merupakan hasil rekayasa peneliti. Peneliti juga melakukan
pendalaman kemampuan wawancara menggunakan 1-2 partisipan sebagai uji
coba wawancara dengan pembimbing.
2. Transferability merupakan cara membangun keteralihan untuk menilai
keabsahan data peneliti kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti menguraikan
secara rinci hasil temuan yang didapatkan dan kemudian dibuat penjelasan
tentang hasil wawancara dalam bentuk naratif yang menceritakan rekaman
wawancara.
38
3. Dependability merupaka suatu kestabilan data atau proses penelitian dari waktu
ke waktu, untuk menjalin keabsahan hasil penelitian. Dalam hal ini peneliti
melakukan auditing (pemeriksaan) dengan melibatkan seseorang yang
kompeten dibidangnya. Pada penelitian ini peneliti melakukan kegiatan
auditing (pemeriksaan) dengan pembimbing penelitian.
4. Confirmability merupakan uji objektivitas dari hasil suatu penelitian. Ojektif
atau tidak tergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan,
pendapat dan penemuan seseorang. Dapat dikatakan bahwa pengalaman
seseorang itu subjektif sedangkan jika disepakati oleh beberapa orang dapat
dikatakan objektif. Jadi objektifitas-subjektifitasnya suatu hal tergantung pada
seseorang.
I. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung
dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia
mempunyai hak asaasi dalam kegiatan penelitian.
1. Benefience
Prinsip etik beneficence merupakan standar etik yang mengutamakan
kesejahteraan bagi partisipan. Penelitian bertujuan untuk memberikan manfaat
bagi partisipan penelitian, dimana penjelasan lengkap tentang manfaat dan
tujuan penelitian untuk menggali pengalaman klien dengan ulkus diabetik yang
menolak amputasi yang, harus merasa nyaman dan bebas dari kerugian fisik,
psikologis, social dan financial (haem and discomfort), misalnya tidak
memaksakan kehendak peneliti terkait dengan tempat dan waktu wawancara
akan dlakukan. Peneliti harus meminimalkan dampak yang dapat merugikan
subjek dalam penelitian (nonmaleficence).
Dalam penelitian ini, ketika peneliti melakukan bina hubungan saling
percaya (BHSP) peneliti menjelaskan kembali mengenai penelitian yang akan
dilakukan, bahwa peneliti ini ingin meggali pengalaman klien dengan penyakit
ulkus diabetik yang menolak amputasi. Ketika partisipan melakukan kontrak
waktu peneliti memberikan kesempatan pada partisipan untuk menentukan
39
tempat dan waktu dilakukannya wawancara, sekali lagi hai ini dilakukan untuk
memberikan rasa nyaman dan bebas dari kerugian fisik, psikologis, social,
maupun finansial.
J. Alur Penelitian
Kualitatif
Metode Pendekatan
fenomenologi
Pengumpulan Data
Wawancara
Hasil Penelitian
Kesimpulan
Azizah, N., Intan, I., Tulak, D., Kurniawan, M. A., & Iswanti, T. (2017). Diabetic
Foot Ulcer Treatment Post Autoamputation Digiti Pedis Sinistra : Case
Study. 4(1), 27–37. Tersedia : https://bit.ly/2VEZhbR.
Aini, N., A. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Endokrin dengan
Pendekatan Nanda Nic Noc. Jakarta: Salemba Medika.
Alligood, M. R. (2017). Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka. Singapore:
elservier.
Aru W. Sudoyo, B. d. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Iv. Jilid Iii.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia.
Basri, M. H. (2019). Pengalaman Pasien Dmtipe 2 dalam Melakukan Perawatan
Ulkusdiabetik Secara Mandiri. 4(1), 58–69. Tersedia : https://bit.ly/38bZ6aV
Christanty, D. A. (2013). Hubungan Persepsi Dukungan Sosial dengan
Penerimaan Diri Pasien Penderita Diabetes Mellitus Pasca Amputasi. 2(2),
55–61. Tersedia : https://bit.ly/2TdmArR.
Di, K., Prof, R., & Kupang, J. (2018). Psikologis Kubler Ross Pada Pasien. 2(2).
Empati, J., Rachmawati, S. N., & Masykur, A. M. (2016). Pengalaman ibu yang
memiliki anak down syndrome. 5(4), 822–830. Tersedia :
https://bit.ly/2PF9MZ7.
Hendra, M., Nugraha, S., Wahyuni, N., Ayu, P., & Saraswati, S. (2019).
Neuromuscular Facilitation Pada Ulkus Diabetikum The Effectiveness Of
Low Power Laser Therapy And Proprioceptive Neuromuscular Facilitation
On Grade 2 Diabetik Foot Ulcers. 43–50. Tersedia : https://bit.ly/2PDgZss.
Lemone, P., & dkk. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Lin, C., Ye, S., Ji, L., Xiaoping, S., Sebuah, Y., Yin, G., … Sebuah, L. (2019).
Saudi Journal of Biological Sciences Amputasi dan kelangsungan hidup
pasien dengan kaki diabetik berdasarkan pembentukan model prediksi.
(xxxx). https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2019.12.020.
Mandiri, J. S., Rachmat, N., & Priangi, H. (2019). Studi Kasus : Gambaran Diri
Pasien Amputasi Copart Prosthesis Akibat Trauma Kecelakan Untuk Pasien
Amputasi Ankle. 14(1), 18–28. Tersedia : https://bit.ly/2PGojUh.
Nurhanifah, D., & Banjarmasin, U. M. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Ulkus Kaki Diabetik ( factors related to diabetik Ulcers legs In
policlinic of diabetik leg ). 1(1), 32–41. Tersedia : https://bit.ly/2TucLER.
Muliadi, A., J. Kurnoli, F., & Nurjanah. (2018). Tingkat Penyembuhan Luka
Diabetik Dengan Teknik Modern Dressing Di Klinik Risky Wound Care
Center Palu. 252–267. Tersedia : https://bit.ly/2Tic56K.
Nurhanifah, D., & Banjarmasin, U. M. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Ulkus Kaki Diabetik ( factors related to diabetic Ulcers legs In
policlinic of diabetic leg ). 1(1), 32–41. Tersedia : https://bit.ly/39bOyd3.
Pb, A., Skp, I. D. I., & Kartika, R. W. (2017). Pengelolaan Gangren Kaki
Diabetik. 44(1), 18–22. Tersedia : https://bit.ly/2x3qFpX.
P.D, S. (2014). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif.pdf. In
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Sugiyono. (2010). Metode Peneliti Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Tipe, M., Di, I. I., Kerja, W., & Juanda, P. (2018). Hubungan Kepatuhan Diet
Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Wilayah Kerja
Puskesmas Juanda Samarinda. 6(1), 76–83. Tersedia : https://bit.ly/38h8Dxp.
Yati Afiyanti, I. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset
Keperawatan. Edisi 1. jakarta: Rajawali Pers.
Yoyoh, I., & Mutaqqijn, I. (2016). Kaki Diabetes Di Ruang Rawat Inap RSU
Kabupaten Organ tubuh merupakan suatu sistem yang terintegrasi , apabila
salah satu sistem terganggu akan menyebabkan gangguan terhadap organ
lainnya , salah satunya sistem organ yang kompleks dalam tubuh manusia
adal. 8–15. Tersedia : https://bit.ly/2IarTBQ.