Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunianya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Pelaksanaan Tugas Perawat Dalam Melakukan Perawatan Kaki Pada
Pasien Diabetus Militus Di Ruang Asoka RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto”

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kenaikan


pangkat perawat.

Penulis menyusun makalah dengan beragai keterbatasan sehingga masih ada


banyak kekurangan. Penulis juga menerma segala kritikdan saran dari semua
pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

09 Agustus 2019

Penulis

i
ii
BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Militus merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pancreas


tidak menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkan (WHO, 2015). Tahun 2015 International
Diabetes Federation, mencatat sebanyak 415 juta orang menderita diabetes
militus. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 642 juta pada tahun
2040.

Menurut Riskesdas 2018, penderita diabetes militus di Indonesia pada tahun


2015 sebanyak 10 juta orang dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 16 juta
orang. Sedangkan di Jawa Tengah pada tahun 2018 meningkat menjadi 2,1 %.

Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, pada tahun 2018 terdapat ……penderita
diabetes militus

(Rekam medis RSUD Prof. Dr Margono Soekarjo,Purwokerto)

Meningkatnya prevalensi penderita diabetes militus akan menambah angka


kejadian komplikasi baik pada tingkat sel maupun anatomic. Komplikasi diabetes
militus bersifat akut dan kronis. Komplikasi akut meliputi hypoglikemia dan
ketoasidosis. Komplikasi kronis umumnya terjadi akibat tingginya kadar gula
darah atau hyperglikemia yang terjadi terus menerus. Komplikasi diabetes militus
ini berhubungan dengan disfungsi makrovaskuler (akibat gangguan pembuluh
darah besar) dan mikrovaskuler (akibat gangguan pembuluh darah kecil).
Komplikasi makrovaskuler diawali diawali oleh ateroslerosis dan manifestasinya
seperti penyakit pembuluh darah perifer, stroke dan penyakit arteri coroner.
Retinopati, diabetic neuropati dan nefropati merupakan komplikasi mikrovaskuler
diabetic. ( Paneni et al.,2013 dalam Isni Hijriana, 2016)

Komplikasi yang paling sering dialami penderita diabetes militus adalah


komplikasi pada kaki yang disebut kaki diabetic (Akhtyo,2009). Adanya masalah
kaki pada penderita diabetes militus diakibatkan oleh kondisi hyperglikemi yang

1
berlangsung lama sehingga gula darah banyak menumpuk di pembuluh darah,
keadaan tersebut menyebabkan sirkulasi darah di jaringan kurang termasuk kaki.
( Alfiyah dan Virgianti,2011, Ariyanti, 2012)

Permasalahan kaki merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian


pada penderita diabetes militus. Masalah kaki pada penderita diabetes militus
menjadi cukup berat akibat adanya ulkus serta infeksi. Terjadinya ulkus
diantaranya adalah akibat ketidakpatuhan dalam melakukan tindakan pencegahan,
pemeriksaan kaki, serta kebersihan, kurang melaksanakan pengobatan medis,
aktivitas klien yang tidak sesuai, kelebihan berat badan, penggunaan alas kaki
yang tidak sesuai, kurangnya pendidikan klienn, pengontrolan gula darah dan
perawatan kaki. (Noor Diani,2013)

Perawatan kaki merupakan hal yang penting untuk pencegahan terjadinya


ulkus kaki. Strategi pencegahan akan mengurangi terjadinya masalah pada kaki
pasien yang menderita diabetes. Praktek perawatan kaki yang dapat mencegah
kaki ulkus adalah dengan menjaga kebersihan kaki, melakukan perawatan kuku,
perawatan kulit, pemeriksaan kaki dan penggunaan alas kaki (Begum et al.,2010)

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik menyusun makalah tentang”


“Pelaksanaan Tugas Perawat Dalam Melakukan Perawatan Kaki Pada
Pasien Diabetus Militus Di Ruang Asoka RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto”

2
BAB III
PEMBAHASAN

Perawatan kaki merupakan upaya pencegahan primer terjadinya luka pada


kaki diabetic. Tindakan yang harus dilakukan pada perawatan kaki untuk
mengetahui adanya kelainan kaki secara dini, memotong kuku yang benar,
pemakaian alas kaki yang baik, menjaga kebersihan kaki dan senam kaki. Hal
yang tidak boleh dilakukan adalah mengatasi sendiri bila ada masalah pada kaki
atau dengan penggunaan alat-alat atau benda yang tajam. Pasien perlu
mengetahuai perawatan kaki diabetic dengan baik sehingga kejadian ulkus
gangrene dan amputasi dapat dihindarkan. (Tambunan, 2011)

Perawatan kaki seharusnya dilakukan oleh setiap orang, terutama juga harus
dilakukan penderita diabetes militus. Hal ini dikarenakan penderita diabetes
militus sangatlah rentan terkena luka pada kaki, dimana proses penyembuhan luka
tersebut juga membutuhkan waktu yang lama. Sehingga apabila setiap orang mau
melakukan perawatan kaki dengan baik, akan mengurangi resiko terjadinya
komplikasi pada kaki.

Tanda-tanda Terjadi Gangguan pada Kaki

Kaki adalah bagian paling sensitif pada penderita diabetes melitus. Tanda-tanda
terjadi gangguan pada kaki:

1. Angiopati

3
Penderita penyakit diabetes mellitus pada umumnya mengalami angiopati perifer
atau gangguan sirkulasi darah pada bagian ujung/tepi tubuh yang lazim disebut
dengan angiopati diabetik. Peredaran darah kurang lancar karena darah terlalu
kental, banyak mengandung gula. Penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer (yang utama), sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki).

2. Neuropati

Gejala neuropati ini paling terasa pada tungkai bawah dan kaki sebelah kanan dan
kiri. Yang paling menyiksa dapat meyebabkan nyeri berdenyut terus- menerus.
Pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak
dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya
kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit
dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang
tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut
gas gangren.

3. Paraestesi

Kurang rasa atau kesemutan pada ujung anggota tubuh tangan dan kaki yang
berisiko terjadi luka pada ujung kaki tanpa terasa dan berakhir dengan gangren.

4. Anastesi (tidak berasa)

Rasa tebal terjadi di telapak kaki, penderita merasa seperti berjalan di atas kasur.

5. Gangguan imunologi

Daya tahan tubuh pasien diabetes melitus menurun, mudah infeksi pada luka
dan terserang penyakit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi praktek perawatan kaki

1. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola berpikirnya, sehingga pengetahuan dan praktek yang diperolehnya
semakin membaik.

4
2. Jenis kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain melakukan
pekerjaan sehari-hari dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini
dimungkinkan karena factor hormonal, struktur fisik maupun norma
pembagian tugas.
3. Pendidikan
Pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang.
Pengetahuan tentang perawatan kaki yang tepat secara positif dipengaruhi
oleh pendidikan klien sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya
komplikasi pada kaki
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan seseorang dan kondisi kerja seseorang akan mempengaruhi
kesehatan seseorang. Klien diabetes militus yang bekerja menggunakan
sepatu sangat beresiko terjadinya ulkus kaki apabila tidak memperhatikan
bentuk dan jenis sepatu yang digunakan. Menghindari penggunaan sepatu
pada bagian jari kakinya yang sempit, sepatu hak tinggi, sol keras dan tali
antara jari kaki. Sepatu harus nyaman, sepatu harus sesuai dengan bentuk
kaki dan terbuat dari bahan yang lembut.
5. Lama menderita diabetes militus
Klien yang mengalami diabetes militus lebih lama, memiliki perawatan
kesehatan diri yang lebih tinggi dibandingkan klien yang lama diabetes
militus lebih pendek. Klien yang mengalami diabetes militus yang lama
dapat mempelajari perilaku berdasarkan pengalaman yang diperolehnya
selama menjalani penyakit tersebut sehingga klien dapat memahami
tentang hal-hal terbaik yang harus dilakukannya tentang perawatan kaki
dalam kehidupannya sehari-hari dan melakukan kegiatan tersebut secara
konsisten dan penuh rasa tanggungjawab.
6. Penghasilan
Status sosial ekonomi mempengaruhi pengetahuan tentang perawatan kaki.
Peran penghasilan menunjukkan hubungan dengan pengetahuan perawatan
kaki.
7. Penyuluhan perawatan kaki

5
Penyuluhan diperlukan bagi klien diabetes militus bertujuan untuk
menunjang perubahan perilaku, meningkatkan pemahaman klien akan
perawatan kaki yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang
optimal dan penyesuaian keadaan psikologis. Edukasi diabetes yang
dilakukan secara adekuat akan meningkatkan kemampuan klien diabetes
militus untuk melakukan perawatan kesehatan diri secara konsisten
sehingga akan tercapai pengontrolan kadar gula darah secara optimal dan
komplikasi diabetes militus dapat diminimalkan.

6
A. LATAR BELAKANG MASALAH

Stroke adalah kerusakan fungsi syaraf akibat kelainan vascular yang


berlangsung lebih dari 24 jam atau kehilangan fungsi otak oleh berhentinya
suplai darah kebagian otak sehingga mengakibatkan penghentian suplai darah

7
kebagian otak, kehilangan sementara atau permanen gerakan berfikir,
memori, bicara atau sensasi dan mobilisasi ( Black,2005). Stroke merupakan
penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, serta
merupakan penyakit penyebab kecatatan tertinggi di dunia. Menurut WHO,
setiap tahun 15 juta diseluruh dunia mengalami penyakit stroke dan sekitar 5
juta penderita mengalami kelumpuhan permanen. Di Indonesia penyakit
stroke menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat setiap tahunnya.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia
12.1 per 1.000 penduduk. Jumlah penderita stroke di Jawa Tengah pada
tahun 2013 sebanyak 40.972 kasus terdiri dari stroke hemoragik sebanyak
12.542 dan stroke non hemoragik sebanyak 28.430 kasus. Di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo, pada tahun 2017 terdapat 2005 penderita stroke ( stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik). (Rekam medis RSUD Prof. Dr
Margono Soekarjo,Purwokerto)

Stroke dapat berdampak pada berbagai fungsi tubuh, stroke


mengakibatkan lima tipe ketidakmampuan, yaitu: 1) paralisis atau masalah
mengontrol gerakan, 2) gangguan sensori, termasuk nyeri, 3) masalah dalam
menggunakan atau mengerti bahasa, 4) masalah dalam berpikir dan memori,
dan 5) gangguan emosional (Lewis,2007). Kerusakan otak pada sisi tertentu
akan menyebabkan terjadinya kerusakan tubuh dan mengakibatkan terjadinya
disfungsi motorik yang biasa disebut hemiplegia dan hemiparase. Hemiplegia
adalah jika satu tangan atau satu kaki bahkan satu wajah menjadi lumpuh dan
tak dapat bergerak, sedangkan hemiparase adalah jika satu tangan atau satu
kaki atau sisi wajah menjadi lemah namun tidak sepenuhnya lumpuh.

Diruang Kemuning (ruang khusus pasien syaraf) RSUD Margono


Soekarjo Purwokerto pada bulan maret 2018, terdapat 41 pasien stroke
dengan 34 diantaranya mengalami defisit motorik hemiparase maupun
hemiplegia. Pasien yang mengalami hemiplegia/hemiparase akan mengalami
kesulitan saat menggerakkan kaki dan tangan, berjalan dan dapat kehilangan
keseimbangan, sehingga pasien akan kesulitan melakukan kegiatan sehari-
hari, seperti berpakaian, makan, mandi dan aktivitas lainnya.
Ketidakmampuan pasien stroke dalam melakukan mobilisasi juga akan

8
mengganggu sistem metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,
perubahan kulit, gangguan eliminasi, perubahan sisitem muskuloskeletal,
perubahan perilaku dan sebagainya (Hidayat, 2006).

Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi


kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau
penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai
dengan kapasitasnya (Harsono,1996). Terdapat 3 upaya yang dilakukan
dalam rehabilitasi yaitu, rehabilitasi medik, sosial dan vokasional.
Rehabilitasi medik merupakan upaya mengembalikan kemampuan klien
secara fisik pada keadaan semula sebelum sakit dalam waktu sesingkat
mungkin Rehabilitasi sosial merupakan upaya bimbingan sosial berupa
bantuan sosial guna memperoleh lapangan kerja, sedangkan rehabilitasi
vokasional bertujuan agar penderita menjadi tenaga produktif serta dapat
melakukan pekerjaan sesuai kemampuannya. Rehabilitasi fisik merupakan
tindakan rehabilitasi yang pertama kali dilaksanakan setelah pasien stroke
melewati masa krisis dengan memperhatikan keadaan umum dan tanda-tanda
vital pasien. Kegiatan rehabilitasi fisik salah satunya adalah mobilisasi.
Bentuk mobilisasi yang dapat diberikan pada pasien stroke adalah latihan
range of motion. Range Of Motion (ROM) adalah latihan gerakan sendi yang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot dimana pasien
menggerakkan persendiannya sesuai gerakan normal baik aktif maupun pasif
(Potter and Perry, 2006).

Latihan Range of Motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan


dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien stroke. Latihan ini adalah salah satu bentuk
intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk keberhasilan
regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya pencegahan terjadinya
kondisi cacat permanen pada pasien paska perawatan dirumah sakit sehingga
dapat menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga (Lewis,
2007). Semakin dini proses rehabilitasi dimulai maka kemungkinan pasien

9
mengalami defisit kemampuan akan semakin kecil (National Stroke
Association,1999).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik menyusun makalah tentang”


Pelaksanaan Tugas Perawat Dalam Melakukan RANGE OF MOTION (ROM)
Pada Pasien Stroke Di Ruang Kemuning RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto”.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan, adapun rumusan masalah
yang muncul adalah sebagai berikut :

1. Apa sajakah tugas dan fungsi perawat assosiet di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.

2. Bagaimanakah tugas perawat dalam melaksanakan tugas melakukan


tindakan range of motion (ROM) di Ruang Kemuning RSUD Prof Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan umum

Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui pelaksanaan tugas


perawat sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya di RSUD.Prof.Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.

2. Tujuan khusus

Secara khusus, makalah ini disusun untuk mengetahui pelaksanaan


tugas perawat dalam melakukan tindakan range of motion ( ROM)
terhadap pasien stroke di Ruang Kemuning RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.

10
D. MANFAAT PENULISAN

Penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perawat yaitu


dapat menambah ilmu dan pengetahuan dalam melakukan tindakan range of
motiom (ROM) sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya kecacatan
dan komplikasi pada pasien stroke di Ruang Kemuning RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.

11
BAB II

PERMASALAHAN

A. Tugas Pokok dan Fungsi Perawat Pelaksana di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.

Uraian tugas dan fungsi perawat mahir sesuai PERMENPAN no 25 tahun


2014 adalah sebagai berikut:

1. Melakukan imunisasi pada individu dakam rangka melakukan upaya


pereventif.

2. Melakukan restrain/fiksasi pada pasien sebagai upaya preventif.

3. Memberikan oksigenasi kompleks

4. Memberikan nutrisi enteral

12
5. Memberikan nutrisi parenteral

6. Melakukan tindakan manajemen mual muntah

7. Melakukan bl adder training

8. Melakukan bladder te-training

9. Melakukan message pada kulit tertekan

10. Memfasilitasi keluarga untuk mengeksperesikan perasaan

11. Melakukan komunikasi terapeutik dalam memberikan asuhan


keperawatan

12. Melakukan pendampingan pada pasien menjelang ajal (drying care)

13. Memfasilitasi kebutuhan spiritual klien menjelang ajal

14. Memfasilitasi suasana lingkungan yang tenang dan aman

15. Melakukan perwatan luka

16. Mendampingi pasien untuk tindakan bone marrow punction (BMP) dan
lumbal punction (LP)

17. Melakukan tindakan keperawatan pada kondisi gawat


darurat/bencana/kritikal

18. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan intervensi


pembedahan dengan resiko rendah (bedah minor) pd terhadap pre-operasi

19. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan intervensi


pembedahan dengan resiko rendah (bedah minor) pada terhadap post-
operasi

20. Melakukan range of motion (ROM) pada pasien dgn berbagai kondisi
dalam rangka upaya rehabilitatif pd individu

21. Melatih mobilisasi pada pasien dhb berbagai kondisi dalam rangka
melakukan upaya rehabilitatif pada individu

13
22. Memberikan perawatan pada pasien menjelang ajal sampai meninggal

23. Mendokumentasikan peroses keperawatan tahap pengkajian

24. Mendokumentasikan proses keperawatan tahap tindakan keperawatan

25. Menyusun rencana kegiatan individu perawat

26. Memberikan dukungan dlm proses kehilangan, berduka, dan kematian

B. Pelaksanaan Tugas Perawat Dalam Melakukan RANGE OF MOTION(ROM)


Terhadap Pasien Stroke Di Ruang Kemuning RSUD Margono Soekarjo
Purwokerto.

1. Stroke

1.1. Pengertian

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa


kelumpuhan syaraf (deficite neurologis) akibat terhambatnya aliran darah
ke otak ( Junaidi,2011).

1.2. Klasifikasi

1.2.1. Stroke Iskemik

Stroke Iskemik (non hemoragic) adalah penurunan aliran


darah kebagian otak yang disebabkan karena vasokontriksi
akibat penyumbatan pada pembuluh darah arteri sehingga
suplai darah ke otak mengalami penurunan (Mardjono &
Sidharta,2008). Stroke non hemoragik umumnya terjadi
setelah beristirahat cukup lama atau gangguan tidur, tidak
terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses
oedema oleh hipoksia jaringan otak (Price, 2006).

14
1.2.2. Stroke Haemoragik

Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh


karena adanya pendarahan suatu arteri serebralis yang
menyebabkan kerusakan otak dan gangguan fungsi syaraf.
Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk kedalam
jaringan otak sehingga terjadi hematoma (Junaidi,2011).
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun. (Corwin, 2009).

1.3. Patofisologi Stroke

Otak sangat tergantung kepada oksigen dan otak tidak mempunyai


cadangan oksigen apabila tidak adanya suplai oksigen maka metabolisme
di otak mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen
dapat terjadi dalam waktu 3 sampai 10 menit. Iskemia dalam waktu lama
menyeabkan sel mati permanen dan berakibat menjadi infark otak yang
disertai oedema otak sedangkan bagian tubuh yang terserang stroke secara
permanen akan tergantung kepada daerah otak mana yang terkena. Stroke
itu sendiri disebabkan oleh adanya arteroskleorosis (Junaidi, 2011).

1.4. Faktor resiko

1.4.1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:

- Usia

- Jenis kelamin

1.4.2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:

- Stress

- Hipertensi

- Diabetes melitus

- Hiperklolestromia

15
- Merokok

- Konsumsi alkohol

1.5. Komplikasi Stroke

1.5.1. Dekubitus.

1.5.2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah tejadi pada
kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan.

1.5.3. Kekuatan otot melemah karena tebaring cukup lama sehingga


menimbulkan kekakuan pada otot dan sendi.

1.5.4. Ostteopenia dan osteoporosis.

1.5.5. Depresi.

1.5.6.Inkontenensia dan konstipasi, penyebabnya adalah imobilitas,


kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.

1.5.7. Spastisitas dan kontraktur

1.6. Penatalaksanaan

Yaitu berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan cara :

1.6.1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan


penghisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan dengan memberikan oksigen.

1.6.2 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk


usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

1.6.3. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

16
1.6.4. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai
kateter.

1.6.5. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan


secepat mungkin harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan
latihan-latihan gerak pasif.

1.7. Pendekatan diagnosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila


dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang
diagnosis rutin dan khusus ( Sukandar,2006).

1. Pengkajian

1.1. Pengkajian Primer

1.1.1. Airway : Adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas oleh


adanya penumpukan sekret akibat kelemahan
reflek batuk.

1.1.2. Breathing : Kelemahan menelan/ batuk/melindungi jalan


nafas, timbulnya pernafasan yang sulit dan atau
tidak teratur, suara nafas terdengar ronchi/aspirasi.

1.1.3. Circulation : Tekanan darah dapat normal atau meningkat,


hipotensi terjadi pada tahap lanjut,takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disaritmia, kulit
dingi dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis
pada tahap lanjut.

17
1.2. Pengkajian Sekunder

Anamnesa harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan.


Perlu diketahui juga tentang riwayat penyakit yang diderita, aktivitas
dan istirahat pasien, kebiasaan yang merusak kesehatan, seperti
merokok, meminum alkohol.

2. Pemeriksaan Penunjang

2.1. CT Scan

Ct scan mempelihatkan adanya oedema, hematoma, iskemia dan


adanya infark.

2.2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab secara


spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

2.3. MRI: menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

2. ROM ( Range Of Motion ).

2.1. Pengertian

Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk


mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,
2005).

2.2. Tujuan ROM

2.2.1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan


otot.

2.2.2. Mempertahankan fungsi jantung dan perrnapasan.

2.2.3. Mecegah kekakuan sendi.

18
2.2.4. Merangsang sirkulasi darah.

2.2.5. Mencegah kelainan bentuk, kekauan dan kontraktur

Prinsip Latihan ROM (Range Of Motion)

- Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur


pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.

- ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan


pasien.

- Melakukan ROM harus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi


atau perawatan rutin dilakukan.

- Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah


leher, jari, lengan, siku,,bahu, tumit, kaki dan pergelangan tangan.

- ROM dapat dilakukan disemua persendian atau hanya pada bagian-


bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit.

- ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali


sehari.

2.3. Jenis-jenis ROM (Range Of Motion).

ROM dibedakan menjadi 2 jenis:

2.3.1. ROM Aktif

ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang


(pasien) dengan menggunakan energi sendiri. Perawat
memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan
rentang gerak sendi normal (klien aktif), kekuatan otot 75%.
Hal ini melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang
digerakkan pada ROM aktif adalah sendi diseluruh tubuh dari
kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif.

19
2.3.2. ROM Pasif

Rom Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan


berasal dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat
melakukan gerakan persendian klien sesuai rentang gerak yang
normal (klien pasif) kekuatan otot 50% . Indikasi latihan pasif
adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau
semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring
total atau pasien dengan paralisis ekstremitas total (Suratun,dkk
2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot
orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM
pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada
ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu
melaksanakannya secara mandiri.

2.4. Indikasi

2.4.1 Klien dengan tirah baring yang lama

2.4.2 Stroke atau penurunan kesadaran

2.4.3 Kelemahan otot

2.4.4 Fase mobilisasi fisik

2.5. Kontraindikasi

2.5.1. Klien dengan faktur

2.5.2 Klien dengan peningkatan tekanan intracranial

2.5.3 Trombus/emboli pada pembuluh darah

2.5.4 Kelainan sendi atau tulang

20
2.5.5 Klien dengan fase imobilisasi karena kasus penyakit(jantung)

2.6. Cara melakukan Range Of Motion ( ROM )

2.6.1. Latihan 1
- Angkat tangan yang kontraktur menggunakan tangan yang
sehat ke atas.
- Letakkan kedua tangan diatas kepala.
- Kembalikan tangan ke posisi semula.
2.6.2. Latihan 2
- Angkat tangan yang kontraktur melewati dada ke arah tangan
yang sehat.
- Kembalikan ke posisi semula.
2.6.3. Latihan 3
- Angkat tangan yang lemah menggunakan tangan yang sehat.
- Luruskan siku kemudian angkat ke atas
- Letakkan kembali tangan yang kontraktur ditempat tidur.
2.6.4. Latihan 4
- Tekuk siku yang kontraktur menggunakan tangan yang
sehat angkat ke dada.
- Putar pergelangan tangan ke arah dalam dan ke arah
keluar.
2.6.5. Latihan 5
- Pegang pergelangan tangan yang kontraktur
menggunakan tangan yang sehat angkat ke dada,
- Putar pergelangan tangan ke arah dalam dan ke arah
keluar.
2.6.6. Latihan 6
- Tekuk jari-jari kontraktur dengan tangan yang sehat
kemudian luruskan.
- Putar ibu jari yang lemah menggunakan tangan yang
sehat.
2.6.7. Latihan 7
- Letakkan kaki yang sehat dibawah yang kontraktur

21
- Turunkan kaki yang sehat sehingga punggung kaki yang
sehat dibawah pergelangan kaki yang kontarktur.
- Angkat kedua kaki ke atas dengan bantuan kaki yang
sehat, kemudian turunkan pelan-pelan.

2.6.8 Latihan 8
- Angkat kaki yang kontraktur menggunakan kaki yang
sehat ke atas sekitar 3 cm.
- Ayunkan kedua kaki sejauh mungkin kearah satu sisi
kemudian ke sisi yang satunya lagi.
- Kembalikan ke posisi semula dan ulang sekali lagi.
2.6.9. Latihan 9
- Anjurkan pasien untuk menekuk lututnya, bantu pegang
pada lutut yang kontraktur dengan tangan yang lain.
- Dengan tangan yang lainnya penokong memegang
pinggang pasien.
- Anjurkan pasien untuk memegang bokongnya.
- Kembalikan ke posisi semula dan ulangi sekali lagi.
3. Pelaksanaan Peran Perawat
Penderita stroke perlu penanganan yang baik untuk mencegah kecacatan
fisik dan mental. Stroke pada penderita dewasa akan berdampak pada
menurunnya produktivitas dan bahkan menjadi beban bagi orang lain.
Penderita post stroke membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan
dan memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal, dan akibat
buruknya dapat saja terjadi cacat fisik, mental, ataupun sosial, untuk itu
penderita stroke membutuhkan program salah satunya mobilisasi
persendian yaitu dengan latihan range of motion ( Sugiarto, 2008 ).
Program latihan ROM dapat mengoptimalkan kekuatan otot sehingga
meningkatkan perawatan diri secara maksimal ( Smeltzer & Bare.2004).
Perawat mempunyai peranan sangat besar dalam memberikan asuhan
keperawatan dan dukungan pada pasien stroke dan keluarganya. Peran
perawat dimulai dari tahap akut hingga tahap rehabilitasi serta
pencegahan terjadinya komplikasi pada pasien stroke ( National Institute

22
of Neurological Disorder and Stroke, 2008 ). Pada tahap rehabilitasi
dirumah sakit, fokus perawatannya adalah langsung membantu pasien
belajar kembali ketrampilan yang hilang dan dapat membantu kembali
kemungkinan kemandirian pasien. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap ini adalah kemampuan komunikasi yang efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling
bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan
melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan
kesehatan, kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi (Asmadi,
2008). Pada fase ini pasien akan dimonitor secara hati-hati
berkembangnya komplikasi yang lebih lanjut.
Saat pembuatan makalah ini, penulis sebagai perawat juga melakukan
latihan ROM untuk melihat kefektifan peningkatan kekuatan otot pada
pasien stroke. Latihan ROM dilakukan sehari 2X selama 15 menit dan
dilakukan selama 10 hari. Untuk evaluasi pada tindakan rom ini adalah
ekstremitas atas bagian kanan. Pemeriksaan kekuatan otot dilakukan
dengan menggunakan pengujian otot secars manual (Manual Muscle
Testing) dan didapatkan data sebagai berikut:
No. Pasien Sebelum ROM Sesudah ROM
1 2 3
2 0 1
3 2 4
4 1 1
5 2 3
6 2 2
7 1 1
8 3 4
Kriteria hasil MMT:
Normal(5):Mampu bergerak, melawan gravitasi, melawan tahanan maksimal.
Good(4): Mampu bergerak,melawan gravitasi,melawan tahanan sedang.
Fair (3): Mampu bergerak ,melawan gravitasi, tanpa tahanan.
Poor(2): Mampu bergerak, tanpa melawan gravitasi
Trace(1):Tidak ada gerakan sendi

23
Zero(0): Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien stroke yang mengalami kelemahan pada satu sisi anggota tubuh
disebabkan oleh karena penurunan tonus otot sehingga pasien tidak mampu
menggerakkan tubuhnya (imobilisasi). Imobilisasi yang tidak dapat mendapatkan
penanganan yang tepat akan menimbulkan komplikasi, salah satunya adalah
kontraktur. Kontraktur dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsional,
gangguan mobilisasi, gangguan aktivitas sehari-hari dan cacat yang tidak dapat
disembuhkan(Asmadi,2008). Oleh sebab itulah maka program rehabilitasi medik
sangat dianjurkan bagi penderita pasca stroke (Junaidi,2011). Salah satu latihan
rehabilitasi yang dinilai cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada
pasien stroke adalah ROM.

Range Of Motion (ROM) bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan


pergerakan pada persendian, mencegah kontraktur sendi dan atropi otot,
memperlancar aliran darah, mencegah pembentukan trombus, mempertahankan
dan meningkatkan kekuatan otot serta membantu pasien mencapai aktivitas
normal. Hal tersebut dapat dibuktikan oleh penulis yang melakukan ROM pada 8
pasien stroke, dimana terdapat 5 pasien mengalami peningkatan kekuatan otot.
Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Roring(2005), latihan ROM
selain dapat merangsang sirkulasi darah juga dapat meningkatkan rentang gerak
sendi.

Karena pentingnya ROM pada pasien stroke, maka perawat harus mempunyai
pengetahuan yang baik tentang penatalaksanaan latihan ROM, karena ROM yang
dilakukan sedini mungkin akan efektif mencegah kecacatan pada pasien stroke.
Selain itu perawat juga diharapkan dapat memberikan edukasi kepada keluarga
pasien stroke, edukasi tersebut tentang latihan ROM maupun tentang perawatan

24
pasien pasca stroke, baik tentang akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke
maupun komplikasi pasien pasca stroke.

BA B IV

PENUTUP

1. KESIMPULA N

Berdasarkan pada uraian sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai


berikut:

a. Perawat di Ruang Kemuning RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo memiliki


peran penting dalam mencegah terjadinya kecaatan pasien.

b. Upaya perawat dalam melakukan range of motion (ROM), antara lain:

- Menumbuhkan keyakinan kepada pasien dan keluarga, bahwa pasien dapat


terhindar dari kecacatan dengan dilakukannya ROM secara berulang.
Dalam melakukan ROM, perawat diharapkan melakukan secara berulang,
perlahan, berhati-hati dan tidak melelahkan pasien,

- Dalam melakukan ROM, perawat selalu melibatkan keluarga. Apabila


keluarga mampu untuk melakukan ROM pasien akan terhindar dari
kekakuan sendi maupun kontraktur.

25
c. Pelaksanaan ROM pada pasien stroke sebaiknya dilakukan secara intens,
terarah dan teratur sehingga dapat mempengaruhi kemampuan motorik
pasien untuk meningkatkan kemandirian.

2. SARAN

Adapun saran-saran yang dapat diberikan terkait dengan kesimpulan


makalah ini adalah:

a. Perawat hendaknya lebih aktif lagi dalam berinteraksi secara personal


dengan pasien dan keluarganya sehingga dapat menggali keluhan pasien,
dan perawat dapat memberikan motivasi agar keluarga pasien dapat
melakukan ROM dirumah, juga pasien melakukan kontrol secara rutin ke
poli maupun ke bagian rehabilitasi medis, sehingga diharapkan pasien
akan segera pulih kembali dan terhindar dari kecacatan..

b. Pihak rumah sakit hendaknya perlu mengadakan pelatihan tenaga


keperawatan secara terencana dan berkesinambungan terkait dengan
latihan ROM.

c. Pihak rumah sakit terutama bidang keperawatan dapat membuat SOP


(Standar Operasional Prosedur) tentang ROM yang dapat digunakan
untuk meningkatkan dan menggalakan latihan ROM bagi perawat
khususnya diruang rawat syaraf.

d. Pihak manajemen menyediakan fasilitas untuk pendidikan kesehatan


tentang latihan ROM dengan membuat, booklet maupun leaflet untuk k
eluarga pasien untuk latihan ROM pasien dirumah sebagai upaya untuk
mengurangi kecatatan pasien stroke.

26
DAFTAR PUSTAKA

27
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan (Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien). Jakarta: Salemba Medika

Black, J. M. , dan Hawks, J. H. 2005. Medical Surgical Nursing, New York.


Elsevier.

Elizabeth J. Corwin, (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya


Media.

Hidayat, A. A. A.(2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia:Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Junaidi. , 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: Andi

Lewis.(2007), Medical Surgical Nursing, Assesment and Management of Clinical.


Problem. Seventh Edition. Volume 2. St. Louis Missouri.

Perry, & Potter. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
Praktik Volume 2, Edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran. EGC.

Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses, dan Praktik. Alih Bahasa, Renata Komalasari. Ed-4, Jakarta:
EGC.

Price, S.A. dan Wilson,L, M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Edisi 6, Volume 1, Jakarta:EGC.

Sidharta P, Mardjono M, 2008. Neurologi Klinis Dasar, Jakarta: Dian Rakyat.

Sukandar, Enday. (2006). Nefrologi Klinik Edisi 111-2006., Bandung: Penerbit


PPI Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSHS.

Suratun, 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Seri Asuhan


Keperawatan : Editor Monika Ester, Jakarta:EGC

28
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian RI tahun 2013.

Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Purwokerto

29

Anda mungkin juga menyukai