Anda di halaman 1dari 37

STUDI LITERATUR : SENAM KAKI DIABETIK DALAM

MENINGKATKAN SENSITIVITAS DAN PERFUSI JARINGAN


PERIFER PADA PASIEN DIABETES MELITUS

PROPOSAL STUDI KASUS

Oleh :

FATHIMAH IBRAHIM
NIM : P00220217010

POLITEKHNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PALU


J U R U S A N K E P E R A W A T A N
PRODI D-III KEPERAWATAN POSO
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan adanya

hiperglikemia yang disebabkan oleh ketidakmampuan dari organ pankreas

untuk memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel

target tersebut, (Kerner dan Brückel, 2014). International Diabetes

Federation (IDF) tahun 2017 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke-6 dunia dengan jumlah penderita diabetes sebanyak 10,3 juta

jiwa. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan

bahwa secara nasional, prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis

dokter pada rentang usia 55-64 tahun menempati posisi tertinggi sebesar

6,3%, disusul usia 65-74 tahun sebesar 6,0%, (Kementerian Kesehatan RI,

2018). Data dari Rumah Sakit Umum Daerah Poso tercatat pada tahum 2018

kasus diabetes melitus sebanyak 53 jiwa dan ditahun 2019 meningkat

sebanyak 99 jiwa.

Meningkatnya jumlah penderita diabetes melitus juga menyebabkan

meningkatnya resiko timbulnya berbagai komplikasi. Berbagai komplikasi

yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kerusakan pada

berbagai organ. Salah satu kerusakan tubuh adalah neuropati perifer.

Neuropati perifer merupakan komplikasi yang sering dialami oleh penderita

diabetes tipe 2 sebesar 50% dari jumlah penderita diabetes tipe 2 (Waspadji,

2014). Gejala yang timbul pada pasien neuropati perifer adalah parestesia
(rasa tertusuk – tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan), rasa terbakar,

kaki terasa baal, penurunan fungsi propioseptif, penurunan sensbilitas

terhadap sentuhan ringan, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu yang

membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi

pada kaki tanpa diketahui (Smeltzer dan Bare, 2008). Kondisi neuropati

yang dialami oleh pasien diabetes melitus dapat menimbulkan masalah

keperawatan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.

Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer adalah keadaan dimana

individu mengalami suatu penurunan dalam nutrisi dan pernapasan pada

tingkat seluler perifer atau suatu penurunan dalam suplai darah kapiler. Pada

pasien dengan diabetes melitus dapat mengalami gangguan perfusi jaringan

perifer dikarenakan keadaan kadar gula darah yang tinggi dan berlangsung

lama akan mengakibatkan saraf diseluruh tubuh mengalami kerusakan.

Akibatnya pasien akan merasakan kesemutan, kram, atau nyeri di tungkai

dan kaki. Lama kelamaan bagian tersebut akan mati rasa, baik terhadap

nyeri maupun suhu.

Gangguan perfusi pada klien diabetes melitus akan menimbulkan

gejala yang dapat menggangu kenyamanan. Klien biasanya akan merasakan

Intermitten claudicatio (rasa sakit dan nyeri saat berjalan), rasa kesemutan

pada kaki saat istirahat, denyut nadi dorsalis pedis melemah, kaki tampak

pucat, bengkak (edema) dan warna kaki kebiru-biruan. Kehilangan sensasi

nyeri atau penurunan nadi perifer selain mempengaruhi aktivitas dan seluler

jaringan bila tidak segera ditangani dapat menyebabkan peningkatan resiko


terjadi cidera dan ulkus yang berujung pada diabetic foot ulcer. (Yaqin,

2012). Dampak yang diakibatkan dari masalah ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer dapat berupa ulkus diabetik. Ulkus diabetik yang tidak

ditangani dapat baik dapat berakibat amputasi pada pasien diabetes melitus.

Penanganan yang dapat dilakukan berdasarkan Nursing Intervention

Classification dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu

seperti penilaian sirkulasi perifer secara komprehensif (mis., mengecek nadi

perifer, edema, waktu pengisian kapiler, warna dan suhu kulit), nilai edema

dan nadi perifer, tinggikan kaki 200 atau lebih tinggi dari jantung, dukung

latihan ROM pasif dan aktif (terutama pada ekstremitas bawa selama

beristirahat), instruksikan pasien melakukan perawatan kaki yang benar.

Selain itu, intervensi yang dapat dilakukan pada pasien DM dengan masalah

keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer menurut Mary

Baradero (2009) manajemen sensasi perifer.

Salah satu tindakan dalam manajemen sensasi perifer adalah senam

kaki diabetik. Berdasarkan hasil penelitian (Mukholifah dan Anik, 2016) di

Rumah Sakit Islam Jemursari dengan judul Penerapan Senam Kaki Pada

Pasien Diabetes Melitus dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan

Perifer, hasil penelitian menunjukkann p value 0,000 berarti senam kaki

efektif dapat meningkatkan sensitifitas kaki pada penderita diabetes melitus

tipe 2. Oleh karena itu, senam kaki diabetik dapat menjadi salah satu

alternatif bagi pasien diabetes melitus untuk meningkatkan aliran darah dan

memperlancar sirkulasi darah, hal ini membuat lebih banyak jala-jala kapiler
terbuka sehingga lebih banyak reseptor insulin yang tersedia dan aktif.

Kondisi ini akan mempermudah saraf menerima nutrisi dan oksigen mana

yang dapat meningkatkan fungsi saraf (Mukholifah dan Anik, 2016). Untuk

itu, peran perawat dalam mengatasi masalah ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer harus dilakukan seefisien mungkin.

Peran perawat sangat penting dalam merawat pasien dengan masalah

keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer antara lain sebagai

pemberi asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan yang diberikan pada

pasien bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan yang dialami

pasien. Asuhan keperawatan mengacu pada lima tahapan asuhan

keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti,

didapatkan bahwa penanganan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan

perifer pada pasien diabetes melitus di RSUD Poso masih belum berjalan

dengan baik. Hal ini dikarenakan kurangnya peran perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif. Peneliti melihat

sebagian besar pasien dengan diabetes melitus yang mengalami masalah

keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum diberikan

intervensi keperawatan mandiri dengan baik seperti perawatan kaki.

Berdasarkan uraian latar belakang maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang studi literatur Senam Kaki Diabetik Dalam


Meningkatkan Sensitivitas Dan Perfusi Jaringan Perifer Pada Pasien

Diabetes Melitus.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mencoba melakukan

studi literatur pada beberapa jurnal penelitian untuk mengetahui lebih

mendalam yang berhubungan dengan pengaruh senam kaki terhadap perfusi

jaringan perifer pada pasien diabates melitus tipe 2

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Dapat mengidentifikasi studi literatur yang berhubungan dengan

masalah penelitian.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat mengidentifikasi pengaruh senam kaki diabetik terhadap

perfusi jaringan perifer pada pasien diabetes melitus tipe 2

D. Manfaat Studi Kasus

Manfaat penulisan proposal studi kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait

dengan intervensi keperawatan mandiri berdasarkan evidence-based

terkini dan dapat diaplikasikan dalam rangka memberikan informasi

terkini kepada mahasiswa yang akan turun praktek, serta menjadi

tambahan bacaan di perpustakaan Prodi D-III Keperawatan Poso.

2. Manfaat bagi Peneliti


Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengalaman dan

pengetahuan penulis tentang penyakit diabetes melitus khususnya

dalam menerapkan intervensi keperawatan mandiri sebagai terapi

modalitas keperawatan yang telah efektif dapat mengatasi masalah

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pada pasien diabetes melitus.

3. Manfaat bagi Ilmu Keperawatan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Diabetes

1. Pengertian Diabetes Melitus (DM)

Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya

hiperglikemia yang disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ

pankreas untuk memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas

insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan pada penderita

penyakit diabetes mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas

insulin pada sel target, (Kerner and Brückel, 2014). Diabetes melitus

adalah keadaan hiperglikemia kronik yang di sertai berbagai kelainan

metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai

komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah

(Mansjoer dan Arif, 2009).

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu keadaan hiperglikemia

yang disebabkan penurunan kecepatan insulin oleh sel-sel beta pulau

langerhans dalam pankreas (Guyton dan Hall, 2012). Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015).


2. Etiologi

Dalam kemajuan yang telah dicapai dibidang patologi, biokimia

immunologi kini di ketahui bahwa diabetes melitus adalah suatu

penyakit yang mempunyai etiologi lebih dari satu (etiologi yang

berbeda-beda), dimana faktor genetik dan faktor lingkungan

memegang peran besar. Etiologi diabetes melitus dapat di bagi dalam

dua golongan besar, yaitu : Misdiniarly, (2012).

a. Faktor genetik

Bahwa faktor keturunan pada diabetes melitus ada, sudah

lama di ketahui tetapi bagaimana terjadi transmisi-transmisi dari

seseorang penderita ke anggota keluarga lain belum di ketahui

secara pasti

b. Faktor non-genetik

Faktor non-genetik yang menyebabkan diabetes melitus antara

lain infeksi, nutrisi, stress, obat-obatan, penyakit-penyakit

endokrin (hormonal) dan penyakit-penyakit pankreas.

3. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes melitus telah disahkan oleh World Health

Organization (WHO) dan telah dicapai oleh seluruh dunia. Empat

klasifikasi gangguan toleransi glukosa:


a. Diabetes melitus tipe 1

Dikenal dengan tipe Juveniloenset dan tipe dependent

insulin. Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap

tahunnya dan dibagi oleh 2 subtipe :

1) Autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-

sel beta.

2) Idiopatik, tanpa buktiadanya autoimun dan tidak diketahui

oleh sumbenya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik

keturunan Afrika, Amerika dan Asia.

b. Diabetes Mellitus tipe 2

Diabetes Mellitus tipe 2 dikenal sebagai tipe omset

maturitas dan tipe non-dependent insulin. Insiden Diabetes

Mellitus tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya.

Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.

c. Diabetes Gestasional (GDM)

Diabetes Gestasional dikenal pertama kali setelah

kehamilan dan mempengaruhui 4% dari semua kehamilan. Faktor

resiko terjadinya GDM ada usia tua, etnik dan obesitas,

multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabets gestasional

terlebuh dahulu. Diabetes kehamilan berisiko tinggi mengalami

mordibitas dan motalitas perinatal dan mempunyai frekuensi

kematian janin yang lebih tinggi. Kebanyakan perempuan hamil


menjalani penapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24-28

minggu.

d. Diabetes tipe lain

Diabetes melitus tipe lain, disebabkan karena kelainan

genetik fungsi sel beta, kelainan genetik kerja insulin,karena obat

atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik lain yang berkaitan

dengan diabetes melitus. Beberapa hormon seperti hormon

pertumbuhan, kortisol, glukagon dan epineprine bersifat antagonis

dan melawan kerja insulin. Kelebihan jumlah hormon-hormon

tersebut dapat mengakibatkan diabetes melitus. Terjadi sebanyak

1-2% dari semua diabetes melitus (Black dan Hawks,2006)

4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala menurut Tarwoto dkk, (2012) :

a. Sering kencing / miksi atau meningkatnya frekuensi buang air

kecil (polyuria)

b. Meningkatnya rasa haus (polydipsia)

c. Meningkatnya rasa lapar (polyfagia)

d. Penurunan berat badan

e. Kelainan pada mata

f. Ketonuria

g. Kelemahan dan keletihan


5. Patofisiologi

Pada diabetes melitus tipe I terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan

oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi

glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang

berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap

berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial

(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi

maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang

tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin

(glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eksresikan ke dalam

urin, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat

dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia)

(Smeltzer dan Bare, 2012).

Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein

dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat

mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya

simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis

(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan substansi lain).


Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa

hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping

pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu

keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

Ketoasidosis yang disebabkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan

gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas

berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perunahan

kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan

dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat

kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta

ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah

yang sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer dan

Bare, 2012)

Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik

dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik.

Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan

memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya diabetes

melitus tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-

faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas

fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer dan Bare,

2012). Mekanisme terjadinya diabetes melitus tipe 2 umumnya


disebabkan karena resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa

didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 disertai

dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah

terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah

insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare, 2012).

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi

akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.

Namun demikian, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan

kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan

terjadi diabetes melitus tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi

insulin yang merupakan ciri khas diabetes melitus tipe 2, namun

masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah

pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.

Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes melitus

tipe 2. Meskipun demikian, diabetes melitus tipe 2 yang tidak

terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom


Hiperglikemik Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Smeltzer dan

Bare, 2012).

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama

bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes melitus tipe 2

dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala

tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,

polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi vagina

atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah

satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes melitus selama

bertahun-tahun adalah terjadinya komplikasi diabetes melitus jangka

panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler

perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan

(Smeltzer dan Bare, 2012)

Diabetes Melitus dapat mengganggu metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak akibat ketidakefektifan fungsi insulin, yang dapat

mempengaruhi berbagaisistem tubuh, sehingga dapat menyebabkan

komplikasi jangka Panjang dan menurunnya kualitas hidup penderita.

Salah satu komplikasi penyakit diabetes melitus yang sering dijumpai

adalah kaki diabetik (diabetic food). Yang dapat dimanifestasikan

sebagai ulkus, infeksi dan gangren (Reptuz, 2009). Komplikasi kaki

diabetik merupakan penyebab tersering dilakukannya amputasi yang

di dasari oleh kejadian non traumatik. Penderita diabetes melitus

memiliki resiko yang tinggi terhadap luka ulkus diabetikum. Ada 3


dasar penderita diabetes melitus beresiko terhadap ulkus, diantaranya :

sirkulasi darah dari kaki ke tungkai menurun, berkurangnya perasaan

pada ke dua kaki, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi

(Misdiniarly, 2012).
6. Pathway

DM Tipe II
(Faktor genetik, obesitas, usia)

Insulin tidak dapat membawa glukosa


Masuk ke dalam sel tubuh

Terjadi peningkatan glukosa dalam darah

Hiperglikemia

Viskositas darah Tubuh tidak dapat


Meningkat menggunakan glukosa
Menjadi energi

Aliran darah Tubuh menggunakan


menjadi lambat energi cadangan berupa
protein dan lemak sebagai
sumber energi

Kelainan Vaskuler
Katabolisme Lipolisis
protein meningkat meningkat
Kelainan pada
pembuluh darah kecil

Sel lambat mendapatkan Penurunan


nutrisi dengan baik berat badan

Lama kelamaan akan Ketidakseimbangan nutrisi


mengakibatkan kematian kurang dari kebutuhan tubuh
sel

Iskemik jaringan Ketidakefektifan


perfusi jaringan perifer

Neuropati sensori perifer


Ulkus diabetik Kerusakan integritas
jaringan
Nyeri Kronis
7. Komplikasi

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes

melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi diabetes

melitus terbagi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi

akut dan komplikasi kronik (PERKENI, 2015).

a. Komplikasi akut

1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah suatu kondisi diabetes

terkontrol yang kronik karena defisiensi insulin. Minimnya

glukosa akan mengakibat sel mencari sumber alternatif

untuk dapat memperoleh energi sel. Komplikasi dari

ketoasidosis diabetik meliputi adanya edema serebral

sehingga terkadang kesadaran dapat mengarah ke koma

(Smeltzer, 2010).

2) Hiperosmolar Non Ketotik (HNK)

Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat

tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis,

osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),

plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat

(PERKENI, 2015).

3) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar gula darah seseorang dibawah

normal (<50 mg/dL). Kadar gula darah yang terlalu rendah


menyababkan sel-sel otak tidak mendapatkan pasokan

energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami

kerusakan. Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar,

banyak keringat, gementar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan

kesadaran menurun sampai koma (PERKENI, 2015).

b. Komplikasi Kronik

Komplikasi makrovaskuler yang umum terjadi pada penderita

diabetes adalah trombosit otak (pembekuan otak), mengalami

penyakit jantung Koroner (PJK), gagal jantung kongestif dan

stroke. Sedangkan pada komplikasi mikrovaskuler adalah

nefropati, retinopati, neuropati dan amputasi (Fatimah, 2015).

1) Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus terjadi

akibat aterosklerosis dari pembuluh-pembuluh darah besar,

khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma.

Makroangiopati tidak spesifik pada diabetes melitus namun

dapat timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih

serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa

angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan

penderita diabetes melitus meningkat 4-5 kali dibandingkan

orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak

ada hubungan dengan kontrol kadar gula darah yang baik.

Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa


hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas

kardiovaskular dimana peninggian kadar insulin dapat

menyebabkan terjadinya risiko kardiovaskular menjadi

semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan

meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat.

Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar antara

lain adalah pembuluh darah jantung atau penyakit jantung

koroner, pembuluh darah otak atau stroke, dan penyakit

pembuluh darah. Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai

faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam

timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer & Bare,

2012)

2) Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada

pembuluh darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari

retinopati diabetik, nefropati diabetik dan neuropati

diabetik.

a) Retinopati diabetik adalah kelainan retina yang

ditemukan pada penderita diabetes melitus, biasanya

ditemukan bilateral, simetris dan progresof.

Retinopati diabetik dibagi dalam 2 kelompok, yaitu

retinopati non proliferatif dan retinopati proliferatif.

Retinopati non proliferatif merupakan stadium awal


dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan

retinopati proliferatif, ditandai dengan adanya

pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat

dan adanya hipoksia retina.

b) Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal

akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefropati

diabetik ditandai dengan adanya proteinuria persisten

(>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi.

Kerusakan ginjal yang spesifik pada diabetes melitus

mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga

molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk ke

dalam kemih (albuminuria). Akibat dari nefropati

diabetik tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal

progresif dan upaya preventif pada nefropati adalah

kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah

(Smeltzer & Bare, 2012)

c) Neuropati

Neuropati perifer adalah suatu gangguan saraf perifer,

sensoris, motorik atau campuran yang biasanya

simetris dan lebih banyak mengenai bagian distal dari

pada proksimal ekstremitas, yaitu yang terjauh dari

nukleus saraf (Rubenstein dkk, 2015). Diabetes dapat

mengakibatkan komplikasi neuropati perifer dalam


beberapa bentuk, seperti paraestesia dan disestesia),

dan dapat pula negatif (hipestesia) (Pinzon R, 2012).

8. Penatalaksanaan

Tujuan utama dari penatalaksanaan diabetes melitus adalah

mencapai kadar glukosa darah normal tanpa menjadi hipoglikemia dan

gangguan paadaa pola aktifitas pasien. Penatalaksanaa diabetes

melitus meliputi : perencanaaan makan (diet), latihan jasmani, obat

antidiabetes, dan Pendidikan kesehatan.

a. Perencanaan Makan (meal planning)

Syarat diet diabetes melitus hendaknya dapat :

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita

2) Mengarahkan pada berat badan normal

3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic

4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita

5) Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet diabetes melitus, adalah :

1) Jumlah sesuai kebutuhan

2) Jadwal diet ketat

3) Jenis : boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti

pedoman 3 J yaitu:

1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi

atau ditambah
2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya

3) Jenis makanan yang manis harus dihindari

b. Latihan Jasmani

Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, senam,

lari, dan renang. Dianjurkan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali

seminggu yang sifatnya CRIPE (continuous,rhytmical, interval

progressive, endurance).

c. Obat Antidiabetes

Tablet OAD (oral antidiabetes) meliputi : sulfanilurea, biguanide

dan inhibitor alfa glucosidase. Selain itu di berikan terapi insulin

sesuai indikasi.

d. Pendidikan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit (PKMRS)

merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan pada

penderita DM melalui berbagai macam media misalnya : leafleat,

poster, TV, kaset, diskusi kelompok, dan sebagainya.

B. Tinjauan Tentang Konsep Evidence Based Nursing (EBN)

1. Tinjauan Tentang Senam Kaki

a. Pengertian Senam Kaki

Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan

oleh penderita diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka

dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki

(Soegondo, 2008).
Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah

dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya

kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan

otot betis, otot paha, dan juga mengatasi keterbatasan

pergerakan sendi (Soegondo, 2008).

b. Manfaat Senam Kaki

1) Memperbaiki sirkulasi darah

2) Memperkuat otot-otot kecil

3) Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki

4) Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha

5) Mengatasi keterbatasan gerak sendi.

c. Indikasi dan Kontra Indikasi

1) Indikasi

Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita

diabetes melitus tipe 1 maupun 2. Tetapi sebaiknya senam

kaki ini disarankan kepada penderita untuk segera

dilakukan semenjak didiagnosamenderita diabetes melitus

sebagai tindakan pencegahan dini.

2) Kontra indikasi

a) Penderita mengalami perubahan fungsi fisiologi

seperti dyspnea atau nyeri dada

b) Orang yang depresi, khawatir atau cemas


2. Tinjauan Tentang Perfusi Jaringan Perifer

a. Pengertian Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer

Perfusi Jaringan Perifer adalah keadaan dimana individu

mengalami atau suatu penurunan dalam nutrisi dan pernapasan

pada tingkat seluler perifer suatu penurunan dalam suplai darah

kapiler.

b. Batasan Karakteristik

1) Nadi tidak ada

2) Perubahan fungsi motorik

3) Perubahan karakteristik kulit ( warna, elastisitas, rambut,

kelembapan, kuku, sensasi, suhu )

4) Indeks brankial pergelangan kaki <0,90

5) Perubahan tekanan darah di ekstremitas

6) Waktu pengisian kapiler >3 detik

7) Klaudikasi

8) Perubahan tidak kembali ketika tungkai diturunkan

9) Pelambatan penyembuhan luka perifer

10) Nadi berkurang

11) Edema

12) Nyeri ektremitas

13) Bising femoral


14) Jarak total yang dicapai dalam uji jalan selama 6 menit

lebih pendek

15) Jarak bebas nyeri dicapai dalam uji jalan selama 6 menit

lebih pendek

16) Parestesia

17) Warna kulit pucat saat peninggian ( ekstremitas )

( Diagnosis Keperawatan Edisi 10, 2016)

c. Faktor yang Berhubungan

1) Kurang pengetahuan faktor yang mengganggu ( mis.,

merokok, gaya hidup kurang gerak, trauma, obesitas,

asupan garam, imobilitas )

2) Kurang pengetahuan proses penyakit ( mis., diabetes,

hiperlipidemia )

3) Diabetes melitus

4) Hipertensi

5) Gaya hidup kurang gerak

6) Merokok

( Diagnosis Keperawatan Edisi 10, 2016 )

d. Gerakan Senam Kaki Diabetik

1) Duduklah tegak di atas sebuah kursi (jangan bersandar)

2) Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah

kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali ke

bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali


3) Dengan meletakkan tumit salah satu kaki di lantai, angkat

telapak kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki

diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas.

Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan

secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali.

4) Tumit kaki diletakkan di lantai. Kedua ujung kaki

diangkat ke atas dan buat gerakan memutar dengan

pergerakkan pada pergelangan kaki ke arah samping lalu

ke tengah masing-masing sebanyak 10 kali.

5) Jari-jari kaki diletakkan di lantai. Kedua tumit diangkat

dan buat gerakan memutar ke samping. Turunkan kembali

ke lantai dan gerakkan ke tengah, dengan pergerakkan

pada pergelangan kaki, masing-masing sebanyak 10 kali.

6) Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-

jari ke depan turunkan kembali kaki anda, bergantian kiri

dan kanan. Ulangi sebanyak 10 kali.

7) Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat

kaki tersebut dan gerakkan ujung jari kaki ke arah muka

anda lalu turunkan kembali ke lantai. Masing-masing kaki

ulangi 10 kali

8) Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi gerak keenam,

namun gunakan kedua kaki secara bersamaan. Ulangi

sebanyak 10 kali.
9) Angkat kedua kaki dan luruskan,pertahankan posisi

tersebut. Gerakan pergelangan kaki ke depan dan ke

belakang.

10) Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada

pergelangan kaki , tuliskan pada udara dengan kaki dari

angka 0 hingga 9 lakukan secara bergantian.

11) Letakkan sehelai koran di lantai. Bentuk kertas itu menjadi

seperti bola dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka

bola itu menjadi lembaran seperti semula menggunakan

kedua belah kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja

a) Lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua

bagian koran.

b) Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil

dengan kedua kaki

c) Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut

dengan kedua kaki lalu letakkan sobekkan kertas pada

bagian kertas yang utuh.

d) Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi

bentuk bola
BAB III
METODE PENULISAN

A. Metode Penelusuran

Penelitian ini merupakan sebuah studi literatur yang merangkum

beberapa literatur yang relevan dengan tema. Peneliti melakukan pencarian

literatur melalui Google Scholar. Kata kunci yang digunakan dalam

pencarian literatur antara lain: “diabetes melitus”, “sensitivitas”, “perfusi

perifer”, “perfusi kaki”, “senam kaki”.

B. Alasan Pemilihan Jurnal

Artikel ini dipilih karena jenis intervensi yang dilakukan merupakan

intervensi mandiri perawat, sederhana serta bermanfaat. Selain itu, jurnal ini

memiliki tahun publikasi yang tergolong baru (tahun 2016). Jurnal ini juga

dapat menjawab pertanyaan klinis yang diajukan peneliti.

C. Subyek Studi

1. Hoda F.S, et al (2019) “Pengaruh Terapi Senam Kaki Terhadap

Sensitivitas Dan Perfusi Jaringan Perifer Pasien Diabetes Melitus Di

Ruangan Instalasi Rawat Inap Rsud Prof. Dr.W.Z Johannes Kupang”

2. Rahayu K.I Nur (2018) “Pengaruh Senam Kaki Terhadap Perfusi Kaki

Pada Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas

Ngadiluwih Kabupaten Kediri”.

3. Diyono dan Ratna (2015) “Efektivita Senam Kaki Diabetes Melitus

Terhadap Status Sirkulasi Perifer Pada Pasien Diabetes Melitus”.


4. Paojah dan Imas Yoyoh (2019) “Pengaruh Senam Kaki Terhadap

Sensitivitas Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSU

Kabupaten Tanggerang”

D. Fokus Studi

Fokus studi dalam penelitian ini yaitu Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer.

E. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus memahami prinsip –

prinsip etika dalam penelitian karena penelitian yang akan dilakukan

menggunakan subyek manusia, dimana setiap manusia mempunyai hak

masing-masing yang tidak bisa dipaksa. Beberapa etika dalam melakukan

penelitian diantaranya adalah :

1. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)

Informed Consent adalah suatu persetujuan atau sumber izin,

yang diberikan setelah mendapatkan informasi atau pernyataan

pasien/keluarga yang berisi persetujuan atas rencana tindakan medis

yang diajukan setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat

penolakan atau persetujuan.

2. Anonimity (tanpa nama)

Anonimity adalah kiasan yang menggambarkan seseorang tanpa

nama atau tanpa identitas pribadi. Dalam pendokumentasian asuhan

keperawatan istilah Anonimity dipakai untuk menyembunyikan


identitas pasien. Contoh : nama klien Nona Maryam, dapat

pendokumentasian asuhan keperawatan nama klien di tulis dalam

inisial yaitu Nn. M.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentiality atau kerahasiaan adalah pencegahan bagi mereka

yang tidak berkepentingan dapat mencapai informasi, berhubungan

data yang diberikan ke pihak lain untuk keperluan tertentu dan hanya

diperbolehkan untuk keperluan tertentu.

4. Prinsip Autonomi

Prinsip autonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu

mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Tidak

ada paksaan ataupun ancaman. kesediaan berasal dari keputusan klien

setelah di jelaskan prosedur dan tujuan dari pemberian tindakan

keperawatan yang akan dilakukan.

5. Prinsip Beneficience

Beneficience berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik.

Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,

penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh

diri dan orang lain. Dalam penelitian ini diharapkan tindakan

keperawatan yang diberikan kepada klien untuk mencegah terjadinya

luka diabetik karena kurangnya monitoring perawat.

6. Non Maleficience
Non malafiesien adalah Prinsip yang berarti segala tindakan

keperawatan yang dilakukan pada klien diabetes melitus dengan

masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer tidak

menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.

7. Prinsip Justice

Nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat

bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan

keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan

kesehatan. tidak memilih pasien berdasarkan status sosial, RAS, suku

dan agama dalam memberikan tindakan keperawatan.


BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis

No Peneliti Tujuan Desain Responden Pengumpulan Data Hasil Penelitian


(Tahun & Penelitian Penelitian
Judul)
1 Hoda F.S, et al Tujuan: Responden Hasil penelitian
(2019) untuk sebanyak 17 yang didapatkan
“Pengaruh mengidentifi orang yang yaitu ada
Terapi Senam kasi diperoleh pengaruh yang
Kaki Terhadap pengaruh dengan tekhnik signifikan antara
Sensitivitas senam kaki accidental sensitivitas dan
Dan Perfusi terhadap sampling perfusi jaringan
Jaringan sensitivitas perifer sebelum
Perifer Pasien dan perfusi dan setelah
Diabetes jaringan diberikan senam
Melitus Di perifer kaki di Ruangan
Ruangan Instalasi Rawat
Instalasi Inap RSUD
Rawat Inap Prof. Dr. W.Z.
Rsud Prof. Johannes
Dr.W.Z Kupang, dimana
Johannes nilai ρ <0,05.
Kupang”
2 Rahayu K.I. Tujuan: Responden Data demografi
Nur (2018), untuk sebanyak 15 yang dikumpulkan:
“Pengaruh mengidentifi orang, dengan umur, jenis
Senam Kaki kasi kriteria kelamin,pekerjaan,
Terhadap pengaruh penderita DM tingkat pendidikan,
Perfusi Kaki senam kaki berumur 30-60 tingkat sensitivitas
Pada Pasien pada pasien tahun, menderita
Diabetes diabetes diabetes selama
Melitus Di melitus >10 tahun, tidak
Wilayah Kerja terhadap ada luka
Puskesmas perfusi kaki diabetik,
Ngadiluwih mengalami
Kabupaten kesemutan di
Kediri” kaki atau jari
kaki dan tidak
ada kecacatan
dalam
ekstremitas
3 Diyono dan Tujuan: Responden Data demografi
Ratna (2015) untuk sebanyak 30 yang dikumpulkan:
“Efektivitas mengidentifi responden umur, jenis kelamin
Senam Kaki kasi
Diabetes efektivitas
Melitus senam kaki
Terhadap terhadap
Status sirkulasi
Sirkulasi perifer pada
Perifer Pada penderita
Pasien diabetes
Diabetes melitus di
Melitus”. Joho
Pracimantor
o wonogiri
4 Paojah dan Tujuan:
Imas Yoyoh untuk
(2019) mengidentifi
“Pengaruh kasi
Senam Kaki
Terhadap
Sensitivitas
Kaki Pada
Pasien
Diabetes
Melitus Tipe 2
Di RSU
Kabupaten
Tanggerang”

B. Pembahasan

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi lateral kanan efektif untuk

meningkatkan kualitas tidur pasien chf. Hal ini sejalan dengan

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senam kaki efektif

meningkatkan perfusi kaki. Diyono dan Ratna (2015) melakukan

penelitian kepada 30 pasien diabetes melitus, pada penelitian ini

responden diberikan senam kaki sebanyak 3 kali dalam sehari dan

dilakukan selama 2 minggu. Dari hasil penelitian diperoleh data pre

senam kaki dengan nilai 0-4 sebanyak 30 orang dengan presentase

100%. Artinya, semua responden berada dalam sirkulasi buruk. Hasil

pengukuran sirkulasi perifer setelah dilakukan senam kaki untuk nilai


0-4 yang berada dalam sirkulasi buruk sebanyak 4 orang dengan

presentase13.3% sedangkan untuk nilai 5-6 sebanyak 26 orang dengan

presentase 86.7% berada dalam sirkulasi yang baik. Data tersebut

menunjukkan perbaikan atau dengan kata lain senam kaki dapat

bermanfaat memperbaiki sirkulasi perifer pada penderita diabetes

melitus.

C. Hambatan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai