Anda di halaman 1dari 31

UNIVERSITAS JEMBER

APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING (EBN) LATIHAN PERAWATAN


KAKI TERHADAP PENCEGAHAN ULKUS KAKI DIABETIK DAN
KOMPLIKASINYA PADA PASIEN DENGAN
DIABETES MELLITUS

Disusun oleh:
Doni Purwansyah, S.Kep NIM 192311101001
Andrita Asida, S.Kep NIM 192311101013
Prepty Dwi Ariyanti, S.Kep NIM 192311101014
Rizqi Nur Aini, S.Kep NIM 192311101018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dikenal
oleh masyarakat Indonesia dengan nama penyakit kencing manis. DM adalah penyakit
gangguan metabolik yang terjadi secara kronis atau menahun karena tubuh tidak
mempunyai hormon insulin yang cukup akibat gangguan pada sekresi insulin, hormon
insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes RI, 2014).
Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan bahwa DM adalah penyakit gangguan
metabolik dengan ciri ditemukan konsentrasi glukosa yang tinggi di dalam darah
(hiperglikemia). World Health Oragnization atau WHO (2016) menyebutkan bahwa
Penyakit ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan
poliuria serta sebagian mengalami kehilangan berat badan. DM merupakan penyakit
kronis yang sangat perlu diperhatikan dengan serius. DM yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan beberapa komplikasi seperti kerusakan mata, ginjal pembuluh darah, saraf
dan jantung.
Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa sekitar 150 juta orang menderita
diabetes mellitus di seluruh dunia, dan jumlah ini diperkirakan dapat menjadi dua kali
lipat pada tahun 2025. Sebagian besar kenaikan ini akan terjadi di negara-negara
berkembang dan disebabkan oleh pertumbuhan populasi, penuaan, diet tidak sehat,
obesitas dan gaya hidup yang kurang baik. Sementara pada tahun 2025, kebanyakan
penderita diabetes di negara maju berusia 65 tahun atau lebih, di negara-negara
berkembang kebanyakan berada di kelompok usia 45-64 tahun dan dipengaruhi pada usia
produktif mereka (WHO, 2018). Sedangkan International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada
tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 (IDF, 2013).
Penderita DM di Indonesia berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014 berjumlah
9,1 juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk penderita DM yang
telah terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum terdiagnosis. Indonesia
merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita DM terbanyak pada tahun
2014. Indonesia pada tahun 2013 berada diperingkat ke7 penderita DM terbanyak di
dunia dengan jumlah penderita 7,6 juta (Perkeni, 2015).
DM tipe 2 menyebabkan tubuh mengalami penurunan untuk menghasilkan
insulin dan menghambat hati memproduksi glukosa yang disebabkan adanya
hipersulinemia tetapi insulin tidak bisa menyalurkan glukosa masuk ke jaringan
disebabkan adanya resisten insulin. Dimana resisten insulin menyebabkan defisiensi
relatif insulin yang akan menyebabkan kurangnya sekresi insulin pada glukosa dengan
bahan sekresi insulin lainnya sehingga sel β pankreas terjadi desensitisasi 15 pada
glukosa. Resisten insulin akan secara perlahan menyebabkan sensitivitas reseptor glukosa
berkurang. Komplikasi merupakan diagnosis yang sering pada DM tipe 2.
Penyakit kaki diabetes, komplikasi diabetes mellitus tipe 2 (DM), dapat
menyebabkan bisul kaki dan gangren saat ditinggalkan tidak diobati, dan akhirnya
mengarah ke kaki amputasi, mempengaruhi kualitas hidup (QOL) pasien. Kasus dengan
kaki dan amputasi tungkai bawah sering terjadi pada pasien dengan risiko tinggi penyakit
kaki (Shinjo, T, 2000) Dilaporkan bahwa banyak dari pasien ini tidak memiliki
pengetahuan dan kesadaran perawatan kaki (Yokota, K. and Doi, Y., 2008) Dalam
edukasi perawatan kaki untuk pasien DM tipe 2, juga diketahui bahwa tidak ada
perbaikan jangka pendek atau jangka panjang jika edukasi hanya memberikan pasien
informasi penyakit yang obyektif, dan bahwa tidak ada peningkatan jangka panjang. Jika
hanya pengetahuan tentang diabetes dan keterampilan perawatan kaki disediakan (Singh,
N., Armstrong, et all , 2005).
Sebuah studi intervensi sebelumnya tentang pendidikan pendidikan perawatan
kaki melaporkan bahwa banyak program pendidikan diberikan sebagai instruksi satu-ke-
satu, dan mencakup penilaian risiko kaki, instruksi menggunakan model perawatan kaki,
DVD, dan selebaran tercetak, instruksi bagaimana pasien periksa kaki mereka sendiri,
instruksi praktis dalam perawatan kaki, instruksi memasukkan saran untuk peningkatan
posisi berdiri, dan kemampuan berjalan, dan tindak lanjut melalui telepon dan rumah
(Yokota, K., 2018). Efek dari program pendidikan telah dievaluasi dalam hal pengetahuan
perawatan kaki, perilaku perawatan diri, kualitas hidup, tingkat ulkus dan amputasi kaki,
dan pengetahuan tentang perawatan kaki (Frank, K.L., 2003) Penting untuk memberikan
edukasi perawatan kaki pada tahap awal setelah diagnosis DM tipe 2 karena ada efek
terbatas ketika pasien telah mencapai tahap risiko tinggi dari kondisi tersebut. Untuk
alasan ini, penting untuk memberikan pendidikan perawatan kaki pre-ventive (Yokota,
K., 2018). Pentingnya pendidikan yang menekankan perawatan kaki sendiri pada
peningkatan yang memungkinkan dalam kesadaran pasien akan perawatan kaki, dan
untuk menjadi mampu melakukan perawatan secara sukarela dan terus menerus telah
dilaporkan (Borges, W.J. and Ostwald, S.K., 2008).
Temuan dalam jurnal menunjukkan perlunya memberikan pendidikan perawatan
kaki yang meningkatkan kesadaran pencegahan penyakit kaki diabetik, dan
memungkinkan pasien untuk melakukan perawatan kaki yang tepat dengan percaya diri
dan juga secara rutin, serta memberikan pengetahuan dan keterampilan. Studi sebelumnya
tentang pendidikan pasien dengan penyakit kronis telah melaporkan bahwa program
pendidikan perawatan kaki sendiri untuk pencegahan penyakit kaki diabetik yang
menggabungkan pemantauan diri dan umpan balik menunjukkan efek pendidikan seperti
peningkatan gejala dan perubahan perilaku (Yamamoto, Y., 2014). Pada pengaplikasian
Evidance-Based Nursing (EBN) yaitu perawatan kaki mandiri untuk pencegahan penyakit
kaki diabetik tipe 2 pada pasien DM, yang menggabungkan perawatan kaki sendiri dan
pemantauan diri sebagai elemen dalam kaki. - Pendidikan perawatan untuk meningkatkan
kesadaran pasien akan penyakit kaki diabetik sehingga pasien akan dapat melakukan
perawatan kaki secara rutin, dan mengubah perilaku mereka untuk mencegah terjadinya
penyakit. Yang akan dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan Profesi Ners Angkatan 24,
FakultasKeperawatan Universitas Jember sehingga dapat memberikan manfaat terhadap
intervensi yang akan dilakukan kepada pasien DM.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk meningkatkan kesadaran pasien akan penyakit kaki diabetik sehingga


pasien akan dapat melakukan perawatan kaki secara rutin, dan mengubah
perilaku mereka untuk mencegah terjadinya penyakit.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi respon pasien sebelum, selama, dan


setelah pemberian perawatan kaki DM

b. Mengidentifikasi pengaruh perawatan kaki DM dalam pencegahan


penyakit kaki diabetik tipe 2 pada pasien DM.

1.3 Manfaat Penerapan EBN


1.3.1 Bagi Pasien
Pencegahan penyakit kaki diabetik tipe 2 pada pasien DM.
sehingga pasien akan melakukkan perawatan kaki secara rutin.
1.3.2 Bagi Pelayanan Keperawatan
Memberikan pengetahuan tambahan, terutama dalam mengatasi
pencegahan penyakit kaki diabetik sehingga meningkatkan pelayanan
keperawatan yang profesional.
13.3 Bagi Perkembangan IlmuKeperawatan
Hasil penerapan EBN ini diharapkan dapat memperkaya ilmu dan
pengetahuan dalam bidang keperawatan sehingga dapat menjadi salah satu acuan
dalam mengatasi pasien DM.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus


Diabetes adalah penyakit kronik serius yang disebabkan akibat kegagalan
organ pankreas dalam menghasilkan hormon insulin (hormon yang mengatur gula
darah), atau ketika tubuh tidak bisa memanfaatkan insulin secara efisien sehingga
dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat (hiperglikemia), yang
merupakan ciri khas dari diabetes melitus (Internasional Diabetes Federation,
2017). Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang memiliki ciri khusus
yang di tandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah yang disebabkan oleh
produksi insulin tidak maksimal (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
[PERKENI], 2015). Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme heterogen
yang terjadi ketika kadar glukosa darah mengalami peningkatan, akibat produksi
insulin yang tidak memadai (Punthakee, et al., 2018).

2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus


Internasional Diabetes Federation (IDF) (2017), mengklasifikasikan
diabetes melitus ke dalam beberapa tipe sebagai berikut:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 umunya terjadi akibat reaksi auto imun saat sistem kekebalan
tubuh menyerang sel beta di pulau Langerhans sehingga kadar insulin yang di
produksi oleh tubuh menjadi sedikit dengan defisiensi insulin relatif atau
absolut. Sampai saat ini penyebab DM tipe 1 masih belum diketahui secara
pasti, namun diduga ada keterlibatan antara kombinasi genetik, infeksi virus
dan faktor diet. Pasien DM tipe 1 memerlukan terapi insulin secara kontinu
untuk tetap mempertahankan gula darah agar tetap normal.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 adalah penyakit yang paling sering di jumpai, dengan gejala
yang paling umum ditemukan yakni hiperglikemia. Hiperglikemia disebabkan
karena produksi insulin yang tidak memadai dan resistensi insulin. Kemudian
ketika terjadi resistensi insulin, insulin menjadi tidak efektif hingga tubuh akan
terus meningkatkan produksi insulin untuk menurunkan gula darah. Diabetes
melitus tipe 2 ini sangat erat kaitannya dengan obesitas, kelebihan berat badan,
etnik, usia, dan riwayat keluarga DM. Kemudian beberapa faktor risiko yang
bisa di ubah yaitu pola nutrisi yang buruk, obesitas, aktivitas fisik dan
merokok.
c. Diabetes Melitus Gestasional
DM gestasional adalah kondisi hiperglikemia yang dideteksi saat pertama
kali seorang ibu hamil atau selama kehamilan. Diabetes jenis ini yang
memengaruhi wanita hamil selama trimester kedua ataupun ketiga. Meskipun
gestasional bersifat sementara selama seseorang hamil dan akan sembuh
setelah kehamilan selesai. Faktor risiko diabetes gestasional antara lain yaitu
kelebihan berat badan, obesitas, riwayat keluarga diabetes atau melahirkan bayi
dengan kelainan bawaan.

2..3 Etiologi Diabetes Melitus


Menurut Riyadi dan Sukarmin (2008) penyebab resistensi insulin
disebabkan oleh beberapa faktor:
a. Kelainan Genetik
Seseorang yang menderita DM bisa terjadi karena faktor keturunan atau
riwayat keluarga dengan diabetes. Seseorang yang menderita diabetes akan
menurunkan fungsi insulin dengan menginformasikan DNA terhadap
keturunan berikutnya.
b. Usia
Individu yang mengalami penuaan atau usianya lebih dari 40 tahun
memiliki risiko penurunan fungsi organ pankreas dalam menghasilkan hormon
insulin.
c. Gaya Hidup Stres
Seseorang yang sedang mengalami stres akan mudah mengalami
perubahan perilaku dalam mengonsumsi makanan cepat saji. Sehingga tubuh
akan memerlukan energi lebih besar karena proses metabolisme yang
meningkat. Ketika metabolisme meningkat dapat berefek pada kerja pankreas
karena insulin akan mengalami penurunan kinerja.
d. Pola Makan yang Salah
Saat tubuh mengalami malnutrisi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
insulin dan kelebihan berat badan juga dapat menyebabkan gangguan kinerja
insulin atau mengakibatkan resistensi insulin. Kemudian kebiasaan makan yang
buruk serta tidak terkontrol dapat berdampak pada kerja organ pankreas.
e. Obesitas
Obesitas atau kegemukan dapat menyebabkan hipertrofi sel beta pankreas
dan hal ini dapat menyebabkan insulin yang dihasilkan pankreas menurun. Hal
ini dapat terjadi akibat meningkatnya metabolisme glukosa karena tubuh
membutuhkan energi sel dalam jumlah banyak.
f. Infeksi
Kerusakan sel-sel pada pankreas dapat disebabkan oleh masuknya kuman
bakteri maupun virus ke dalam pankreas hingga dapat menurunkan fungsi dari
pankreas.

2.4 Patofisiologi Diabetes Melitus


Diabetes melitus tipe 2 memiliki beberapa persoalan utama yakni
gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin. Ketika insulin gagal di sekresikan
oleh pankreas hal tersebut akan mengakibatkan sel target tidak mampu untuk
menangkap gula dalam darah yang selanjutnya akan di olah menjadi energi, jika
hal ini berlangsung dalam waktu yang lama sel target insulin dapat menjadi
resisten terhadap insulin atau bahkan mengabaikan sinyal yang diberikan insulin
untuk mengambil gula dari darah ke dalam sel (Fatimah, 2015).
Menurut Kaku (2010) gangguan resistensi insulin terjadi ketika sel dalam
lemak, hati, dan otot mulai menolak respons insulin untuk mengambil suplai gula
dari aliran darah menuju sel dan hal ini dapat berakibat pada peningkatan glukosa
dalam darah. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya obesitas, penuaan, dan
kurang aktivitas fisik hingga dalam waktu yang lama tanpa disadari sel beta akan
mengalami kerusakan (Fatimah, 2015).
2.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Menurut Price dan Wilson (2005), berikut beberapa manifestasi klinis
yang sering dialami oleh pasien DM:
a. Poliuria (sering berkemih)
Poliuria terjadi saat ginjal tidak mampu mengabsobsi partikel gula sehingga
urin yang dikeluarkan banyak mengandung glukosa. Hal ini terjadi ketika
ambang batas ginjal normal untuk mengeluarkan glukosa mencapai 180mg/dl.
b. Polidipsi (sering haus)
Polidipsi terjadi ketika penderita DM merasakan haus secara berlebihan karena
volume urin meningkat akan berakibat pada dehidrasi ekstra sel.
c. Polifagia (sering lapar)
Polifagia terjadi ketika penderita DM merasakan lapar berlebihan, hal tersebut
disebabkan karena glukosa dalam darah tidak mampu berpindah ke dalam sel.
Sementara bagian tubuh seperti otak dan organ lainnya membutuhkan suplai
glukosa yang cukup.

2.6 Komplikasi Diabetes Melitus


Internasional Diabetes Federation (IDF) (2017) menyatakan bahwa
semua jenis DM dapat mengakibatkan komplikasi yang beragam jenisnya jika
DM tidak di tangani dengan baik. Seseorang yang mengalami penyakit kronik
seperti DM memiliki risiko yang dapat menyebabkan komplikasi penyakit serius
dan mengancam jiwa serta masalah yang dapat meningkatkan biaya perawatan
medis dan penurunan kualitas hidup manusia. Komplikasi yang sering muncul
sebagai berikut (IDF, 2017):
a. Penyakit Kardiovaskuler
Merupakan penyakit yang mengakibatkan kerusakan pada organ jantung dan
pembuluh darah. Jika kadar gula dalam darah tinggi hal tersebut dapat
membuat sistem bekuan darah menjadi cepat. Kemudian DM juga berkaitan
dengan hipertensi dan kolesterol yang dapat meningkatkan komplikasi sistem
kardiovaskuler meliputi penyakit arteri koroner, gagal jantung, stroke dan
infark miokard.
b. Penyakit Ginjal Kronis
Diabetes dapat menjadi faktor penyebab gagal ginjal kronis secara tidak
langsung. Kejadian hiperglikemia dapat menstimulasi hiperfiltrasi dan
perubahan morfologi pada ginjal yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan podosif dan hilangnya permukaan filtrasi ginjal. Jika hal tersebut
terjadi maka fungsi kerja ginjal menjadi tidak optimal lagi.
c. Penyakit Mata Diabetes
penyakit ini terjadi ketika kadar gula darah tinggi hingga menyebabkan
kerusakan kapiler retina pada mata dan terjadinya kebocoran serta
penyumbatan kapiler mata. Jika hal tersebut berlangsung lama dapat
mengakibatkan hilangnya penglihatan dan kebutaan, penyakit mata diabetes
terdiri dari glukoma, katarak, dan penglihatan ganda.
d. Kerusakan Saraf (neuropati) dan Kaki Diabetik
Kejadian hiperglikemia dapat berdampak pada kerusakan saraf. Ketika saraf
mengalami kerusakan dapat menyebabkan terjadinya ulserasi, infeksi dan kasus
amputasi. Neuropati diabetik adalah gangguan aktivitas saraf yang dapat
mengubah fungsi otonom, sensorik, dan motorik tubuh. Neuropati perifer
merupakan hal umum yang terjadi dari neuropati diabetik, neuropati perifer
memiliki pengaruh terhadap saraf bagian distal terutama kaki dan hal ini dapat
mengubah fungsi sensorisnya hingga menyebabkan mati rasa progresif.
e. Kesehatan Mulut
Ketika gula darah tidak di kontrol akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit
radang gusi (periodontitis). Penyakit periodontitis dapat menyebabkan
kerusakan gigi dan kandidiasis. Komplikasi tersebut mungkin disebabkan oleh
imunosupresi kronis.

2.7 Diagnosis Diabetes Melitus


Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) (2015),
diagnosa diabetes dapat diketahui dari pemeriksaan gula darah dengan alat
glukometer (alat pemeriksaan gula darah kapiler). Untuk menegakkan diagnosa
diabetes tidak bisa dilakukan dalam sekali pemeriksaan namun diperlukan
pemeriksaan berulang pada hari berikutnya Seseorang yang mengalami DM dapat
ditandai dari berbagai macam keluhan yang terjadi seperti poliuria, polidipsia,
polifagia, badan terasa lemas, gatal, kesemutan, mata kabur, penurunan berat
badan drastis, dan disfungsi seksual. Diagnosis DM dapat segera ditegakkan
ketika dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa selam 8 jam tanpa asupan
makanan dengan hasil pemeriksaan ≥ 126 mg/dL (≥ 7,0 mmol/L), selanjutnya
hasil pemeriksaan glukosa darah plasma 2 jam setelah diberikan beban glukosa 75
gram didapatkan hasil ≥ 200 mg/dL (≥ 11,1 mmol/L), dan hasil pemeriksaan
HbA1c (Hemoglobin A1c) ≥ 6,5% (48 mmol/mol) (PERKENI, 2015).

2.8 Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Salah satu sasaran penatalaksanaan diabetes adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup penderitanya. Tujuan penatalaksanaan DM ada dua yakni tujuan
jangka pendek dan jangka panjang. Memperbaiki kualitas hidup, meminimalisir
keluhan dan mengurangi terjadinya komplikasi merupakan tujuan jangka pendek,
kemudian menghambat faktor progresivitas mikroangiopati dan makroangiopati
merupakan tujuan jangka panjang penatalaksanaan diabetes (PERKENI, 2015).
Berikut beberapa proses penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada penderita DM,
yaitu:
a. Edukasi Kesehatan
Edukasi kesehatan adalah upaya promosi kesehatan untuk menghindari
berbagai macam komplikasi yang terjadi pada pasien DM. Edukasi kesehatan
harus diberikan secara holistik pada pasien DM agar mampu merawat dirinya.
Adapun hal yang perlu diperhatikan saat memberikan edukasi kesehatan
meliputi kemampuan pasien menerima informasi, keadaan psikologis, etnis dan
budaya. Edukasi yang harus diberikan meliputi konsep dasar penyakit dan
penatalaksanaannya untuk meminimalisir kejadian komplikasi, pengontrolan
gula darah mandiri untuk menghindari kejadian hiperglikemia maupun
hipoglikemia (PERKENI, 2015).
b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi ini harus diberikan sesuai dengan kebutuhan dan sasaran pasien DM
yang mana terapi nutrisi medis ini akan melibatkan seluruh anggota dalam tim
meliputi dokter, ahli gizi, perawat, farmasi dan petugas lain termasuk pasien
dan keluarganya. Hal yang harus diperhatikan dalam TNM adalah jumlah
makanan, jadwal makan, jumlah kalori dan penggunaan obat gula darah/insulin
dan hal tersebut harus diatur sesuai kebutuhan tiap individu (PERKENI, 2015).
c. Latihan Fisik
Latihan fisik sangat berguna untuk menambah kebugaran tubuh serta dapat
meningkatkan kepekaan insulin untuk membantu sel dalam menyerap glukosa.
Latihan fisik yang dianjurkan yaitu bersepeda, berenang, jalan cepat dan
jogging. Kegiatan tersebut dianjurkan teratur dilakukan sekitar 3 sampai 5 kali
dalam seminggu dengan durasi waktu lebih kurang 30 menit (PERKENI,
2015).
d. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis pada pasien DM terdapat dua jenis pengobatan yakni obat
oral dan obat suntikan. Obat oral yang sering digunakan antara lain obat
pemacu pengeluaran insulin yakni obat sulfonylurea dan glinid, dan obat untuk
peningkatan sensitivitas insulin yakni metformin dan tiazolidindion serta obat
anti hiperglikemia suntik terdiri dari insulin dan agonis atau kombinasi
keduanya (PERKENI, 2015).
BAB 3. METODOLOGI PENCARIAN JURNAL

3.1 PICO (Problem, Intervention, Comparative, Outcome)

3.1.1 Problem (Masalah yang ditemukan di Tempat Praktik)

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi


Pendidikan Profesi Ners Stase Medikal di ruang Melati RSUD dr. Haryoto
Lumajang, kasus yang sering ditemukan pada bulan Oktober 2019 adalah
Diabetes Mellitus. Mayoritas pasien yang menjalani perawatan di ruang
Melati mengeluhkan adanya kekakuan pada kaki dan luka yang tidak
kunjung sembuh. Penerapan asuhan keperawatan pada pasien diabetes
mellitus selama ini lebih terfokus pada terapi pada fase kuratif dan
perawatan luka saja, dan kurang menunjukkan peranan asuhan
keperawatan pada fase preventif, dan sedikit yang menerapkan hasil
penelitian terbaru terkait kombinasi terapi yang dapat mencegah resiko
penyakit kaki dan resiko komplikasi pada pasien dengan diabetes mellitus
seperti perawatan kaki.
3.1.2 Intervention

Tugas perawat adalah memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan


respon pasien yang dimunculkan. Perawat juga mempunyai tindakan
kolaborasi seperti dalam pemberian terapi medis yang sudah diresepkan
dokter. Salah satu respon yang muncul pada pasien diabetes mellitus
adalah adanya resiko ulkus kaki. Berdasarkan identifikasi kami, intervensi
mandiri keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus hanya sebatas
perawatan luka pada pasien diabetes mellitus, monitor tanda vital, dan
monitor gula darah pasien. Seringkali tindakan mandiri keperawatan dalam
mengurangi respon yang muncul tidak dilakukan. Intervensi mandiri
keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko ulkus diabetik
dan resiko komplikasi yang muncul pada pasien dengan diabetes mellitus
adalah dengan melakukan perawatan kaki.
3.1.3 Comparasion Intervention
Tindakan yang biasanya dilakukan di ruangan.
3.1.4 Outcome
Dengan penerapan intervensi mandiri keperawatan latihan perawatan kaki,
diharapkan dapat mengurangi resiko ulkus diabetik dan resiko komplikasi
yang muncul pada pasien dengan diabetes mellitus

3.2 Pertanyaan klinis


Apakah latihan perawatan kaki dapat mengurangi resiko ulkus diabetik
dan resiko komplikasi yang muncul pada pasien dengan diabetes mellitus
di ruang perawatan?
3.3 Metode Penelusuran Jurnal
Unsur
PICO Analisis Kata Kunci
(Terapi)
P Pasien diabetes mellitus Diabetes mellitus
I latihan perawatan kaki Footcare intervention
C Tindakan yang dilakukan di ruangan -
Mengurangi resiko ulkus diabetik dan
Preventing Diabetic ulcer
O resiko komplikasi yang muncul pada
and its complications
pasien dengan diabetes mellitus

3.4 Jurnal Database yang digunakan


Menggunakan kata kunci dan beberapa sinonimnya dari analisa PICO,
peneliti memasukkannya ke dalam search engine jurnal sebagai berikut:
a. https://journals.sagepub.com/
b. https://www.hindawi.com/search/
c. http://scholar.google.co.id/
d. http://www.sciencedirect.com/
e. https://www.springer.com/gp/search?query=&submit=Submit

Berdasarkan hasil pencarian menggunakan kata kunci, kami memilih 3


artikel yang sesuai dengan topik yang kami bahas, 1 artikel sebagai jurnal
utama dan 2 jurnal lainnya sebagai jurnal pendukung.
3.5 Temuan artikel pilihan dari kata kunci PICO yang digunakan untuk
digunakan sebagai rujukan
a. Penjelasan jurnal utama pelaksanaan EBN

Effectiveness of a self-foot-care Educationak Program for Prevention of


Diabetic Foot Disease
Efektivitas Program Pendidikan Perawatan Kaki secara Mandiri untuk
Pencegahan Penyakit Kaki Diabetik

Latar Belakang :
Penyakit kaki diabetik merupakan suatu komplikasi dari diabetes melitus tipe 2
(DM), yang mungkin menyebabkan luka kaki dan gangren bila tidak diobati, dan
akhirnya menyebabkan amputasi pada kaki yang akan mempengaruhi kualitas
hidup (QOL) pasien. Dalam pendidikan perawatan kaki untuk pasien DM tipe 2,
diketahui tidak menunjukkan adanya perbaikan jangka pendek atau jangka
panjang jika hanya berupa pemberian informasi objektif penyakit, dan tidak ada
manfaat jangka panjang jika hanya pengetahuan tentang penyakit diabetes yang
diberikan
Tujuan :
Untuk memverifikasi keefektifan “program pendidikan perawatan kaki sendiri”
sebagai pencegahan penyakit kaki diabetes tipe 2.
Metode :
Penelitian Randomized Controlled Trial dilakukan pada lima puluh lima pasien
dengan DM tipe 2 yang berusia 40 - 75 tahun yang diminta kembali untuk
menindaklanjuti kunjungan rumah sakit dibagi menjadi kelompok intervensi
(SFCEP) (n = 29) dan kelompok pendidikan kesehatan saja (n = 26). Kedua
kelompok itu diberikan pendidikan perawatan kaki, setiap bulan selama empat
kali dalam kelompok SFCEP dan pada kelompok CEP dilakukan sebanyak satu
kali hanya dengan pemberian brosur . Kedua kelompok tidak memiliki status
perbedaan yang sangat signifikan dalam latar belakang pasien dengan riwayat
diabetes tipe 2. Penelitian ini mengevaluasi tingkat penghapusan puing-puing
kulit, dan gejala dan kondisi kaki.
Hasil :
Terdapat perbedaan nyata antara SFCEP dan CEP dalam tingkat penghapusan
puing-puing kulit (p <0,05), dan kondisi kaki, kekeringan (p <0,001), jaringan
terangsang (p <0,001) dan akral dingin (p <0,05). SDCEP secara signifikan lebih
baik daripada CEP.
Kesimpulan :
Penelitian ini sangat menyarankan efektivitas SFCEP dalam mencegah terjadinya
atau memburuknya penyakit kaki diabetik
b. Penjelasan jurnal pendukung pelaksanaan EBN

Effects of an Outpatient Diabetes Self-Management Education on Patients with


Types 2 Diabetes in China: A Randomized Controlled Trial
Efek dari Pendidikan Self-Management pada Pasien Rawat Jalan dengan
Diabetes Tipe 2 di Cina: Uji Coba Terkontrol Acak

Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) adalah yang terbesar ketiga di dunia, kronis, penyakit
tidak menular setelah penyakit kardiovaskular dan kanker . DM dan
komplikasinya mengancam kesehatan individu dan membawa beban keuangan yang
berat bagi keluarga dan masyarakat. Intervensi pendidikan yang melibatkan
kolaborasi pasien lebih efektif daripada intervensi pendidikan kesehatan dalam
meningkatkan kontrol glikemik
Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas program edukasi swa-
manajemen rawat jalan diabetes sederhana.
Metode :
Dalam penelitian ini, 60 pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dibagi secara acak
ke dalam kelompok kontrol ( n = 30) dan kelompok intervensi ( n = 30). Program
pendidikan kesehatan reguler dan 2 sesi disediakan. Ringkasan aktivitas
perawatan diri pada diabetes , area masalah dalam skala diabetes, glukosa darah
puasa, glukosa darah postprandial 2 jam, dan HbA1c diukur sebelum dan sesudah
intervensi untuk menilai efek dari program pendidikan diabetes 2-sesi ini.
Hasil :
Skor rata-rata total ringkasan ukuran kegiatan perawatan-diri diabetes adalah 17
60 ± 6 63 poin. Area masalah dalam skala diabetes mengungkapkan bahwa skor
total rata-rata adalah 29 82 ± 15 22 poin; 27% dari pasien mengalami tekanan
terkait diabetes, sementara 9% menderita tekanan emosional yang
parah. Dibandingkan dengan kelompok kontrol, skor ringkasan perawatan diri
diabetes, area masalah dalam skala diabetes, glukosa darah puasa, glukosa darah 2
jam postprandial, dan HbA1c secara signifikan meningkat pada kelompok intervensi
setelah intervensi ( P <0 01).
Kesimpulan :
Penelitian ini menunjukkan bahwa program pendidikan diabetes 2 sesi dapat
secara efektif meningkatkan tingkat manajemen diri yang dilaporkan sendiri,
mengurangi tekanan psikologis, dan kontrol glikemik pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2
Effects of Short Educational Program for the Prevention of Foot Ulcers in
High Risk Patients: A Randomized Controlled Trial
Pengaruh Program Pendidikan Pendek untuk Pencegahan Ulkus Kaki pada
Pasien Berisiko Tinggi: Uji Coba Terkontrol Acak

Latar Belakang :
Pendidikan pasien mampu mengurangi risiko ulkus kaki diabetik. Namun,
pendidikan khusus tentang pencegahan ulkus kaki dimasukkan dalam program
yang lebih luas untuk menangani berbagai bagian perawatan diabetes dengan
diberikan waktu dan sumber daya sesuai kurikulum.
Tujuan :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kelayakan dan kemanjuran
program pendidikan singkat untuk pencegahanulkus kaki diabetik pada pasien
berisiko tinggi.
Metode :
Penelitian ini dilakukan pada pasien diabetes tipe 2, secara acak dalam 1: 1rasio
baik intervensi atau kelompok kontrol. Titik akhir utama adalah insiden ulkus
kaki. Intervensi yang dilakukan adalah dua program jam disediakan untuk
kelompok 5-7 pasien, termasuk 30 menit tatap muka tentang faktor risiko untuk
ulkus kaki, dan 90 menit Sesi interaktif dengan latihan praktek tentang perilaku
untuk mengurangi risiko.
Hasil :
Penelitian ini dihentikan sebelum waktunya karena perbedaan yang sangat
signifikan dalam hasil antara kedua kelompok perlakuan. Sampel akhir karena itu
terdiri dari 121 pasien.
Kesimpulan :
Program pendidikan singkat, 2 jam, dan terfokus efektif dalam mencegah ulkus
kaki diabetik pada pasien berisiko tinggi

3.6 Critical Apraisal

Citation: Effectiveness of a self-foot-care Educationak Program for Prevention


of Diabetic Foot Disease
Was the assignment of patients Data sebanyak 55 pasien diabetes mellitus
to treatments randomized? And dikumpulkan untuk dianalisa menggunakan
was the randomization list SPSS menggunakan chi square dan Paired t-
concealed? test
Was follow-up of patients Tindak lanjut penggunaan metode
sufficiently long and complete? nonfarmakologi untuk perawatan kaki secara
mandiri dan monitor kaki secara berkala ini
dapat dilakukan secara berkelanjutan
sehingga dapat dipraktekkan oleh pasien
secara mandiri selama fase rehabilitatif
And were they analyzed in the Penelitian ini mengelompokkan menjadi 2
groups to which they were kelompok, yaitu kelompok intervensi yaitu
randomized? kelompok yang diberi edukasi menganai
diabetes mellitus dan latihan perawatan kaki
dan kelompok yang hanya diberikan brosur
saja
Were patients and clinicians kept Pasien sebelumnya diberikan informed
“blind” to treatment received? consent tertulis yang diperoleh dari pasien
setelah dijelaskan isinya untuk berpartisipasi
dalam penelitian.
Were the groups treated equally, Semua sesi yang akan dilakukan ke pasien
apart to treatment received? dipersiapkan sama oleh peneliti sesuai
dengan desain penelitian.
Were the groups similiar at the Target populasi penelitian ini adalah pasien
start of the trial? rawat jalan dari dua klinik perawatan kaki
medis rumah sakit daerah di Prefektur Osaka
di Jepang, yang didiagnosis dengan DM tipe 2.
55 sampel dipilih secara acak dan dibagi
menjadi 2 kelompok (n=19 kelompok
intervensi; n=26 kelompok kontrol) setelah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan
mendapatkan persetujuan untuk berpartisipasi
dalam penelitian
BAB 4. PROSEDUR APLIKASI EVIDANCE BASED NURSING (EBN)

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki aliran darah tungki bawah,


pergelangan kaki, telapak kaki, dan jari-jari kaki. Responden dalam penelitian ini
sebelumnya mendapatkan inform consent tertulis setelah responden setuju untuk
berpartisipasi dalam penerapan EBN dan responden dapat menolak ikut dalam
penelitian kapan saja tanpa menanyakan alasannya.
4.1 Responde Penelitian
Sampel dalam penelitian ini disesuaikan dengan banyaknya pasien yang
memiliki penyakit Diabetes Mellitus di Ruang Asoka. kriteria inklusi dalam
penelitian ini yaitu:
a. Pasien Diabetes Mellitus tipe 2
b. Tingkat kesadaran pada nilai 14 sampai 16 berdasarkan FOUR (Full
Outline of Unresponsiveness)
c. Usia >18 tahun
d. Tanda-tanda vital stabil
e. Tidak terdapat fraktur dan kecacatan pada ekstremitas
f. Tidak dalam kondisi yang mengancam hidup
g. Tidak ada kontraindikasi mobilitas
h. Keluarga pasien menyetujui pasien untuk menjadi responden dengan
menandatangani informed consent
Kriteria ekslusi meliputi pasien yang meninggal selama periode
intervensi, intoleransi latihan, pasien yang KRS sebelum menyelesaikan
intervensi, pasien dengan kondisi yang tidak stabil.
4.2 Penatalaksanaan
PERAWATAN KAKI PADA KLIEN DIABETES MELLITUS

PERAWATAN KAKI PADA KLIEN


DIABETES MELLITUS
PSIK
UNIVERSITAS
JEMBER
PROSEDUR NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
TETAP TANGGAL DITETAPKAN OLEH:
TERBIT:
Pengertian Perawatan kaki adalah perawatan pada kaki klien untuk
memberikan rasa nyaman dan mencegah terjadinya infeksi
pada kaki
Tujuan a. Memperbaiki aliran darah tungki bawah, pergelangan
kaki,telapak kaki, dan jari-jari kaki.
b. Mencegah terjadinya truma atau luka kaki.
Indikasi a. Pada klien diabetes mellitus
b. Klien dengan dermatitis kontak yang sudah membaik
Kontraindikasi Luka kaki gangren DM
Persiapan Pasien diinstruksikan tentang cara memeriksa secara teratur
Pasien kaki (menggunakan cermin atau meminta bantuan orang lain),
mencari kemungkinan adanya lesi. Informasi berikut adalah
juga disediakan:
a. Ulkus: goresan kecil atau luka yang sembuh perlahan,
atau luka dari sepatu yang tidak layak, dapat terinfeksi,
menyebabkan bisul.
b. Kulit kering: pasien disarankan untuk menggunakan
pelembab sabun dan lotion / minyak melembabkan, tanpa
menggunakannya antara jari kaki.
c. Blister: mereka bisa menjadi tanda sepatu tidak layak,
dan mereka tidak boleh dibuka (untuk risiko infeksi).
d. Jagung / kapalan: harus dihilangkan dengan lembut
papan ampelas atau batu apung, tanpa menggunakan
apapun jenis pisau.
e. Kuku kaki yang tumbuh ke dalam: kuku jari kaki harus
dipangkas secara teratur.
f. Kuku kaki yang berubah warna / menguning: itu adalah
tanda yang mungkin infeksi kuku jamur.
Persiapan Alat a. Air hangat dan tempatnya (bak)
b. Sabun dan emollient angent
c. Dua buah handuk
d. Stik potong kuku
e. Lotion
f. Sarung tangan
Cara Kerja a. Letakan handuk atau kain dilantai didepan klien
b. Letakkan tempat air hangat diatas handuk
c. Bantu klien meletakakan kakinya didalam bak air
hangat

d. Tambahkan sabun kedalam air bila dibutuhkan


e. Bantu klien dalam aktivitas hygien selama kakinya
direndam, biarkan kaki terndam selama 10 menit

f. Gunakan kain pencuci bersihkan kaki klien dengan


sabun dan air(perawat menggunakan sarung tangan)
g. Keringkan kaki klien menggunakan handuk kedua,
bersihkn sela-sela jari kaki

h. Gunakan pemotong kuku, potong kuku, hindari


terjadinya trauma atau luka pada klien
i. Bersihkan disela-sela kuku menggunakan stik
pembersih kuku, ratakan dan haluskan kuku yang
dipotong
j. Gunakan lotion untuk kaki, fokuskan pada daerah
/kulit yang kering, bila kulit klien terlalu kering
sarankan klien penggunakan pelembab yang sesuai
dan tidak alergi untuk klien

k. Pindahkan alat-alat dari hadapan klien


l. Bantu klien ke tempat tidur atau pada posisi nyaman
di kursi
m. Perawat mencuci tangan
Anjurkan klien untuk melakukan perawatan kaki ini
setiap 2 minggu sekali(sesuai kondisi)
Hasil a. Subyektif
1) Klien merasa nyaman pada kedua kaki
2) Klien mematuhi perawatan tiap 2 minggu sekali
3) Tingkat pengetahuan klien meningkat
b. Obyektif
1) Kulit bersih, kering dan tampak lembab
2) Tidak terdapat luka pada kaki
3) Peredaran darah pada tungkai bawah, pergelangan kaki,
telapak kaki, dan jari-jari kaki lancer
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden


Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik n(%) Mean ± SD

Jenis Kelamin

- Perempuan 3(100%)

Usia + 4,359

5.2 Resiko Luka Kaki Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus


Diabetes melitus dapat berdampak pada berbagai fungsi tubuh, salah
satunya luka kaki. Umumnya, neuropati perifer dan sirkulasi darah yang buruk
akan menyebabkan rentannya infeksi pada luka kaki. Kerusakan saraf ini akan
menyebabkan pasien tidak bisa merasakan nyeri. Selain itu sirkulasi darah yang
buruk akan menyebabkan kaki tidak mampu melawan infeksi dan tidak memiliki
kemampuan untuk penyembuhan luka (Swari, 2017)
Berdasarkan hasil pelaksanaan EBN dengan jurnal yang berjudul
“Effectiveness of a self-foot-care Educationak Program for Prevention of Diabetic
Foot Disease” menunjukkan rata rata usia pasien yaitu 58 tahun. Hal ini sesuai
dengan penelitian Aisyah et al bahwa mayoritas angka kejadian DM terjadi pada
usia 45-55 tahun (Aisyah, 2018). demikian pula menurut Balakristman dalam
Amalia (2014) yang mengatakan angka kejadian DM meningkat seiring dengan
bertambahnya usia seseorang, seseorang yang berusia diatas 50 tahun berisiko 5
kali lebih besar terkena diabetes dibanding usia 20-30 tahun. Penelitian yang
dilakukan oleh Amalia (2014) menemukan bahwa lansia yanag berusia 56-65
tahun beresiko 2,28 kali lebih besar dibandingkan kelompok usia lainnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang mengalami DM berjenis
kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian Irawan (2010) yang
menyatakan bahwa wanita lebih beresiko terkena DM daripada laki-laki secara
fisik wanita mengalami peluan peningkatan IMT yang lebih besar. Sindroma
siklus bulanan dan pasca menopause membuat distribusi lemak tubuh menjadi
mudah terakumulasi akibat proses hormonal, sehingga wanita lebih beresiko
menderita DM tipe 2. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian oleh Amalia
(2014) yang menyatakan bahwa perempuan lebih beresiko mengidap DM
dibanding laki-laki.
5.3 Pengaruh Perawatan Kaki pada Pasien dengan Diabetus Melitus
Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan bahwa DM adalah penyakit
gangguan metabolik dengan ciri ditemukan konsentrasi glukosa yang tinggi di
dalam darah (hiperglikemia). Penyakit kaki diabetes, komplikasi diabetes mellitus
tipe 2 (DM), dapat menyebabkan bisul kaki dan gangren saat ditinggalkan tidak
diobati, dan akhirnya mengarah ke kaki amputasi, mempengaruhi kualitas hidup
(QOL) pasien. Kasus dengan kaki dan amputasi tungkai bawah sering terjadi pada
pasien dengan risiko tinggi penyakit kaki (Shinjo, T, 2000). Banyak program
pendidikan diberikan sebagai instruksi satu-ke-satu, dan mencakup penilaian
risiko kaki, instruksi menggunakan model perawatan kaki, DVD, dan selebaran
tercetak, instruksi bagaimana pasien periksa kaki mereka sendiri, instruksi praktis
dalam perawatan kaki, instruksi memasukkan saran untuk peningkatan posisi
berdiri, dan kemampuan berjalan, dan tindak lanjut melalui telepon dan rumah
(Yokota, K., 2018).
Efek dari program pendidikan telah dievaluasi dalam hal pengetahuan
perawatan kaki, perilaku perawatan diri, kualitas hidup, tingkat ulkus dan
amputasi kaki, dan pengetahuan tentang perawatan kaki (Frank, K.L., 2003)
Penting untuk memberikan edukasi perawatan kaki pada tahap awal setelah
diagnosis DM tipe 2 karena ada efek terbatas ketika pasien telah mencapai tahap
risiko tinggi dari kondisi tersebut. Untuk alasan ini, penting untuk memberikan
pendidikan perawatan kaki pre-ventive (Yokota, K., 2018). Pentingnya
pendidikan yang menekankan perawatan kaki sendiri pada peningkatan yang
memungkinkan dalam kesadaran pasien akan perawatan kaki, dan untuk menjadi
mampu melakukan perawatan secara sukarela dan terus menerus telah dilaporkan
(Borges, W.J. and Ostwald, S.K., 2008).
Pelaksanaan Perawatan Kaki pada pasien DM secara intens, terarah, dan
teratur. Maka dapat meningkatkan kesadaran pencegahan penyakit kaki diabetik,
dan memungkinkan pasien untuk melakukan perawatan kaki yang tepat dengan
percaya diri dan juga secara rutin, serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan. Setelah perawatan kaki ini dilakukan maka pasien dapat melakukan
aktivitas sehari-hari sehingga pasien pulang tidak lagi ketergantungan pada
perawat dan keluarga ataupun orang lain.
Hasil aplikasi pada jurnal ”Effectiveness of a self-foot-care Educationak
Program for Prevention of Diabetic Foot Disease” yang dilakukan di ruang asoka
RSUD dr. Haryoto Lumajang, selama 3 hari (Senin, 4 September 2019 – Rabu, 6
September 2019) yang dilakukan 2 kali dalam sehari diperoleh: Hasil
Pengetahuan terhadap Perawatan Kaki pada Pasien Diabetus Melitus didapat
Hasil dengan Skore :
No Indikator Tujuan
1 2 3 4 5
1. Mengerti akan √
pengertian
Perawatan kaki
2. Mengerti dan paham √
akan tujuan, indikasi
dan kontraindikasi
perawatan kaki
3. Mengerti alat yang √
akan digunakan
untuk perawatan
kaki
4. Dapat mengerti cara √
atau tahapan
melakukan
perawatan kaki
Jumlah skore hasil pengetahuan terhadap perawatan kaki pada pasien diabetus
melitus didapat dengan jumlah :

1. Skore 4-8 : Memiliki pengetahuan kurang


2. Skore 9-12 : Memiliki pengetahuan Cukup
3. Skore 13-20 : Memiliki pengetahuan Bagus

Pada responden dengan jumlah 3 orang didapat hasil berturut-urut selama 3 hari
dengan setiap harinya meningkat. Jadi hasil akhir pada penerapan EBN untuk
pengetahuan mengenai perawatan kaki memasuki rentan 9-12 dimana 3 responden
memiliki pengetahuan yang cukup dan meningkat setiap harinya. Hal tersebut
menunjukkan pengaruh perawatan kaki pada pasien DM berpengaruh ketika
pemberian intervensi hanya 3 hari pada pasien DM.
BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Responden pada penerapan EBN dalam makalah ini berjumlah 3 orang yang
terdiri dari 3 orang perempuan dengan rata-rata berusia 52 tahun yang terdapat di
ruang Asoka
b. Responden pada kelompok intervensi berjumlah 3 orang merasa nyaman pada
kedua kaki karena kulit menjadi bersih serta tampak lembab. Pengetahuan klien
meningkat dan klien mematuhi perawatan tiap 2 minggu sekali.
6.2 Saran
Adapun saran dari kami yang dapat disampaikan pada berbagai pihak,
diantaranya:
1. Saran bagi manajemen rumah sakit
Manajemen rumah sakit diharapkan dapat menjadikan terapi perawatan
kaki pada klien diabetus melitus type II. Manajemen rumah sakit juga diharapkan
dapat memberikan fasilitas berupa standart operasional prosedur pemberian
perawatan kaki serta menyediakan fasilitas yang dibutuhkan pada pasien dengan
diabetus melitus.
2. Saran bagi perawat
Perawat di RSUD dr. Haryoto Lumajang diharapkan memiliki kemauan
dan kemampuan dalam melakukan tindakan mandiri keperawatan, termasuk
pemberian perawatan kaki dalam meningkatkan dan memperbaiki aliran darah
tungki bawah, pergelangan kaki, juga jari-jari kaki dan dapat pula untuk mecegah
terjadinya trauma atau luka pada kaki. Selain itu, perawat diharapkan selalu
mengupdate pengetahuan terkait tindakan mandiri keperawatan, sehingga dapat
menunnjukkan jati diri dari perawat yang sesungguhnya.
3. Saran bagi mahasiswa keperawatan
Mahasiswa keperawatan diharapkan dapat mencari, menggali, dan
menerapkan EBN sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan yang terjadi,
khususnya di Indonesia, sehingga dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang
keperawatan yang terbaru dan menjadi modal dalam penerapan asuhan
keperawatan yang mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R. F (2014). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus pada Lansia di


Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan Tahun
2014.Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI
Aisyah, S., Yesi, H., & Febriana, S. (2018). Hubungan antara Dukungan
Keluarga dengan Kontrol Gula Darah dan Olahraga pada Penderita
Diabetes Melitus. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Keperawatan. 5 (2).
Diakses melalui 21057-40806-1-SM.pdf
Azzahra, Nasha. 2012. Apa Sih Penyakit Diabetes Melitus Itu. Diakses dari
https://diabetics1.com/2012/03/apa-sih-penyakit-diabetes-melitus-itu.html
pada tanggal 14 Januari 2018 pukul 21.40 WIB.
Balakrishman et al. (2013). Risk Factor of Type 2 Diabetes Melitus in the Rural
Population of North Kerala, India: a Case Control Study . Diabetologia
Croatica. India
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J. M., & Wagner, C.M. 2013.
Nursing Intervention Classification (NIC). Indonesia: Elsevier.
International Diabetes Federation (IDF). 2013. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition,
International Diabetes Federation (IDF).
Irawan, Dedy. (2010). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadia Diabetes Melitus
Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisis Data Sekunder Riskesdas
20017. Tesis. Depok: FKM UI
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Indonesia: Elsevier
PERKENI. 2015. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Tipe 2 di
Indonesia. PB Perkeni
The Global Diabetes Community. 2018. Diabetes Symptomps. Diakses dari
https://www.diabetes.co.uk/diabetes-symptoms.html pada tanggal 14
Januari 2018 pukul 21.35 WIB.
WHO. 2018. Diabetes Mellitus. Diakses dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/ pada tanggal 14
Januari 2018 pukul 16.43 WIB
Dokumentasi Foto Kegiatan

Anda mungkin juga menyukai