Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang di tandai dengan

hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,

lemak yang di sebabkan oleh penurunan sekresi insulin dan penurunan sensitivitas

insulin atau keduannya menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler,

makrovaskuler, dan neuropati (Huda, 2016). Proses hiperglikemi dari proses

penyakit diabetes melitus mengakibatkan produksi insulin menurun sampai

menimbulkan manifestasi klinis. Salah satu masalah tersebut adalah

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer merupakan masalah utama yang muncul

pada pasien diabetes melitus. Penyakit ini paling sering dijumpai dan prevalensi

setiap tahunnya mengalami peningkatan di seluruh dunia (Hartono, 2013).

Penderita diabetes di dunia sepanjang 2017 dari data yang diperoleh

sebanyak 425 juta jiwa yang didominasi 327 juta jiwa penderita diabetes pada usia

20-64 tahun dan 98 juta jiwa pada usia 65-79 tahun dan diprediksi pada tahun

2045 mengalami kenaikan sebanyak 48% atau 629 juta jiwa menurut

Internasional of Diabetic Ferderation (Nam Han Cho et all, 2017). Indonesia

merupakan Negara dengan urutan ke-7 dalam 10 besar dengan penderita diabetes

sejumlah 10 juta jiwa sampai tahun 2015 (Depkes, 2015). Wilayah Jawa Timur

pada rumah sakit tipe A didominasi penyakit diabetes mellitus sebanyak 49.785

kasus pada urutan ke-2 setelah hipertensi (Dinkes Jatim, 2014) dan menurut hasil

(Riskesdas, 2018).

1
Dampak yang timbul akibat penanganan diabetes melitus yang tidak tepat

adalah ketoasidosis diabetik dan sindrom hiperglikemik hyperosmolar non ketosis

(HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi

mikrovaskuler kronis (penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi neoropatik.

Diabetes juga berkaitan dengan suatu peningkatan kejadian makrovaskuler,

termasuk infark miokard,stroke dan penakit vascular perifer (Baughman, 2000).

Oleh karena itu pencegahan penyakit diabetes melitus yang sangat penting yaitu

melalui pengobatan diabetes mellitus untuk menormalkan kadar glukosa darah.

Penatalaksanaan ini di capai dengan melalui berbagai cara yaitu : diet , latihan ,

pemantauan , terapi dan pendidikan kesehatan (Elisabeth J. 2009)

Melihat fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan Asuhan

keperawatan pada pasien dengan diabetes melitus, dengan upaya yang dapat

dilakukan pada pasien dengan diabetes melitus adalah dengan menjaga sirkulasi

darah ke perifer terutama pada pasien dengan masalah perfusi jaringan perifer

tidak efektik, meningkatkan jumlah insulin yang disekresikan dengan cara

mengubah pola makan. oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih

lanjut tentang penyakit perfusi jaringan perifer tidak efektif khususnya diabetes

melitus dalam sebuah penelitian yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gerontik

Pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Gangguan Ketidakefektifan Perfusi

Jaringan Perifer di Wilayah Kerja Puskesmas Tawangsari Mojokerto”

2
1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulis membatasi penelitian fokus pada

intervensi Pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Gangguan Ketidakefektifan

Perfusi Jaringan Perifer di Wilayah Kerja Puskesmas Tawangsari Mojokerto.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Pasien Diabetes

Mellitus dengan Gangguan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer di Wilayah

Kerja Puskesmas Tawangsari Mojokerto?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan ini adalah Mengetahui Asuhan Keperawatan

Gerontik Pada Pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Gangguan Ketidakefektifan

Perfusi Jaringan Perifer di Wilayah Kerja Puskesmas Tawangsari Mojokerto.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian Pada Pasien Diabetes Mellitus dengan

Gangguan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer di Wilayah Kerja

Puskesmas Tawangsari Mojokerto.

2. Mampu membuat diagnosa keperawatan Pada Pasien Diabetes Mellitus

dengan Gangguan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer di Wilayah Kerja

Puskesmas Tawangsari Mojokerto.

3
3. Mampu menyusun rencana keperawatan Pada Pasien Diabetes Mellitus

dengan Gangguan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer di Wilayah Kerja

Puskesmas Tawangsari Mojokerto.

4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan Pada Pasien Diabetes Mellitus

dengan Gangguan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer di Wilayah Kerja

Puskesmas Tawangsari Mojokerto.

5. Mampu Melaksanakan evaluasi Pada Pasien Diabetes Mellitus dengan

Gangguan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer di Wilayah Kerja

Puskesmas Tawangsari Mojokerto.

6. Mampu menyusun pendokumentasian keperawatan Pada Pasien Diabetes

Mellitus dengan Gangguan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer di

Wilayah Kerja Puskesmas Tawangsari Mojokerto.

1.5 Manfaat Penelitian

Penulisan makalah ini ini diharapkan agar dapat memberikan sesuatu yang

berharga dan bermanfaat bagi:

1. Bagi Rumah Sakit

Dapat menerapkan peningkatan dukungan untuk pemulihan Pasien Diabetes

Mellitus dengan Gangguan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer.

2. Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan bahan pembelajaran dalam penanganan Pada Pasien Diabetes

Mellitus dengan Gangguan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer.

4
3. Bagi Pembaca

Menambah wawasan dan sebagai sumber informasi mengenai pemberian

dukungan bagi Pasien Diabetes Mellitus dengan Gangguan Ketidakefektifan

Perfusi Jaringan Perifer.

4. Bagi Penulis

Dapat mengaplikasikan tindakan keperawatan berdasarkan pemberian

dukungan pasien diabetes mellitus.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperklemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau

penurunan sensitivitas insulin atau kedua dan menyebabkan komplikasi kronis

mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Huda, 2016)

Diabetes Melitus merupakan penyakit yang berhubungan dengan produksi

energy di dalam sel yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau karena keduanya dan menunjukkan peningkatan kadar glukosa darah

(Hiperglikemia) (PERKENI, 2011). Diabetes melitus adalah suatu gangguan

metabolik yang yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat

kerusakan pada sekresi insulin dan kerja insulin (Kowalak, 2011; Smeltzer and

Bare, 2013).

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar

glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau

menggunakan insulin secara adekuat. Kadar glukosa darah setiap hari berbeda-

beda, kadar gula darah akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam

waktu 2 jam. Kadar glukosa darah normal pada pagi hari sebelum makan atau

berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah normal biasanya kurang

dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setel;ah makan atau minum yang mengandung

gula maupun mengandung karbohidrat (Irianto, 2015).

6
2.1.2 Etiologi Diabetes Melitus

Menurut Nanda (2016) menyebutkan Etiologi diabetes mellitus sebagai

berikut:

1. DM Tipe I

Diabetes yang bergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta

pancreas yang disebabkan oleh :

a. faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic ke arah

terjadinya diebetes tipe I

b. Faktor imunologi (autoimun)

c. Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang menimbulkan estruksi isi beta

2. DM Tipe II

Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta resistensi insulin. Faktor resiko

yang berhubungan dengan proses terjadinya diebetes tipe II : usia, obesitas,

riwayat dan keluarga.

Terjadinya diabetes melitus diakibatkan beberapa penyebab, yaitu

(Kowalak, 2011) :

1. Hereditas adalah pewaris atau keturunan dari induknya atau orang tua atau

keluarga sebelum yang memiliki riwayat diabetes melitus dan akhirnya turun

menjadi pembawa atau pewaris. Riwayat keluarga dengan diabetes melitus

tipe 2, akan mempunyai peluang menderita diabetes melitus sebesar 15% dari

resiko mengalami intoleransi glukosa yaitu ketidakmampuan dalam

memetabolisme karbohidrat secara normal sebesar 30% (Damayanti, 2017).

7
2. Lingkungan dapat menyebabkan diabetes melitus karena pengeruh

lingkungan social yang dapat membuat seorang individu stress. Lingkungan

yang tercemar seperti paparan racun yang mengandung logam berat seperti

arsenic dan dioksin, pencemaran air yang mengandung poluchrinated

biphenyls (PCBs) yang menyebabkan kerusakan gen (Kowalak, 2011).

3. Perubahan gaya hidup dapat menyebabkan terjadinya diabetes melitus

dikarenakan gaya hidup individu atau seseorang jaman sekarang tinggi akan

fruktosa atau gula. Dan banyak individu menggunakan gaya hidup modern

yang menyebabkan pemicunya (Kowalak, 2011).

4. Usia merupakan slah satu pemicu terjadinya diabetes melitus dikarenakan

pada saat lanjut usia system kekebalan tubuh penderita menyerang dan

menghancurkan sel-sel pancreas yang berfungsi untuk memproduksi insulin.

Akibatnbya terjadi peningkatan kadar glukosa sehingga terjadinya kerusakan

lebih lanjut pada organ-organ tubuh. Proses menua yang berlangsung setelah

usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia.

Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan

akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homestasis

(Damayanti, 2017).

5. Obesitas adalah kondisi dimana tubuh memiliki kadar lemak yang terlalu

tinggi. Obesitas terjadi karena pola hidup yang kurang gerak atau melakukan

aktivitas fisik. Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan lebih

dari 20% dari berat ideal atau BMI (Body Mass Index) lebih dari 27 kg/m2.

Kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor insulin yang dapat

bekerja di dalam sel otot dan jaringan lemak. Kegemukan dapat merusak sel

8
beta untuk melepas insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah

(Damayanti, 2017).

2.1.3 Patofisiologi Diabetes Militus

Beberapa penyebab yang menyebabkan defisiensi insulin, kemudian

menyebabkan glikogen meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula dan

menyebabkan metabolisme lemak meningkatkan. Kemudian terjadi proses

pembentukan keton. Peningkatan keton di dalam plasma akan mengakibatkan

ketonuria dan kadar natrium akan menurun serta pH serum menurun dan terjadi

asidosis ( Price Sylvia A and Wilson Lorraine M., 2012).

Defisiensi insulin mengakibatkan penggunaan glukosa menurun, sehingga

menyebabkan kadar glukosa dalam plasma tinggi (Hiperglikemi). Jika

hiperglikemia lebih dari ambang ginjal maka akan menyebabkan glukosuria.

Glukosuria akan menyebabkan dieresis osmotic yang meningkatkan air kencing

(Polyuria) dan akan timbul rasa haus (Polidipsi) yang menyebabkan seorang

dehidrasi (Kowalak, 2011).

Glukosuria juga menyebabkan keseimbangan kalori negative sehingga

menimbulkan rasa lapar yang tinggi (Polifagia). Penggunaan glukosa oleh sel

mengakibatkan produksi metabolism energy menurun sehingga akan menjadi

lemah. Hiperglikemia dapat berpengaruh pada pembuluh darah kecil, sehingga

menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen ke perifer berkurang. Kemudian bisa

mengakibatkan luka tidak kunjung sembuh karena terjdi infeksi dan gangguan

pembuluh darh akibat kurangnya suplai nutrisi dan oksigen (Price Sylvia A and

Wilson Lorraine M., 2012).

9
2.1.4 Maninfestasi Diabetes Melitus

Manifestasi klinis yang sering muncul adalah Poliuria, Polidipsia (rasa

haus berlebihan), penurunan berat badan, kadang mengalami Polifagia serta

penglihatan kabur, sakit kepala, pusing keram kaki (Association American

Diabetes, 2014). Beberapa tanda-tanda dan gejala yang timbul pada penderita

diabetes melitus (Kowalak, 2011; PERKENI, 2011; Smeltzer and Bare, 2013):

1. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan Polydipsia (Rasa haus yang

berlebihan) yang disebakan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat

kadar glukosa serum yang meningkat (Kowalak, 2011).

2. Anoreksia (rasa takut berlebihan terhadap peningkatan berat badan) dan

Polifagia (rasa lapar yang berlebihan) yang terjadi karena Glukosuria yang

menyebabkan keseimbangan kalori negative ( Smeltzer and Bare, 2013).

3. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan

glukosa oleh sel menurun. Penderita diabetes melitus cepat mengalami

kelelahan saat melakukan aktivitas baik aktivitas berat maupun ringan

(Kowalak, 2011; PERKENI, 2011).

4. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal pada

kulit. Disebabkan karena aliran darah menjadi kental karena glukosa dalam

darah tinggi yang menyebabkan aliran darah tidak sampai ke perifer untuk

proses penyembuhan (Kowalak, 2011; PERKENI, 2011).

5. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh kadar

glukosa intrasel yang rendah. Dikarenakan tubuh tidak menerima kadar

glukosa yang cukup, yang berakibatkan otak tidak menerima dengan cukup

atau kurang (Kowalak, 2011; PERKENI, 2011).

10
6. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kebur yang disebabkan karena

pembengkakan akibat glukosa. Disebabkan karena kadar gula darah yang

tinggi menyebabkan lensa mata membengkak hingga mengubah kemampuan

untuk melihat (Kowalak, 2011).

7. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan kerusakan

jaringan saraf karena kadar gula darah atau glukosa tinggi. Kerusakan saraf

ini dikenal dengan neuropati perifer, karena dapat mempengaruhi saraf yang

jauh dari otak dan sumsum tulang belakang, seringkali pada tangan dan kaki

(Kowalak, 2011; PERKENI, 2011).

2.1.5 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi yang disebabkan diabetes melitus diklasifikasikan menjadi

komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut terjadi disebabkan oleh

intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu yang pendek,

komplikasinya (Association American Diabetes, 2014; Smeltzer and Bare, 2013):

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaaan dimana glukosa dalam darah

mengalami penurunan dibawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan gejala

pusing, gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat dingin, serta penurunan

kesadaran (Association American Diabetes, 2014).

2. Ketoasidosis Diabetes (KAD)

11
KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic

akibat pembentukan keton yang berlebihan. Tingginya asam darah dalam

tubuh yang disebut keton. Ketika dalam tubuh kekurangan insulin tubuh tidak

bisa mengolah gula darah atau glukosa sehingga sebagai pengganti glukosa

tubuh menggunakan lemak (Association American Diabetes, 2014; Smeltzer

and Bare, 2013).

3. Sindroma nonketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH)

SNHH adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan metabolisme

yang menyebabkan kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, menyebabkan

dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum (Smeltzer and Bare, 2013).

Komplikasi kronik biasanya terjadi pada pasien yang menderita diabetes

melitus lebih dari 10-15 tahun, komplikasinya (Anani, Udiyono, and Ginanjar,

2012; Smeltzer and Bare, 2013) :

1. Penyakit Makrovaskular (pembuluh darah besar) mempengaruhi arteri

koroner yang disebabkan karena peningkatan insidensi infark miokard pada

penderita diabetes melitus. Mempengaruhi pembuluh darah perifer

mengakibatkan insiden gangreng dan amputasi karena sirkulasi menjadi

buruk dan menyebabkan proses penyembuhan menjadi lama (Anani,

Udiyono, and Ginanjar, 2012).

2. Penyakit Mikrovaskular (pembuluh darah kecil) mempengaruhi mata seperti

katarakdan glukoma atau meningkatkan tekanan pada bola mata (Retinopati)

dan mempengaruhi ginjal biasanya dialami penderita diabetes melitus yang

sudah cukup lama (Nefropati) (Smeltzer and Bare, 2013).

12
3. Penyakit Neuropatik mempengaruhi saraf sensori motorik dan otonom yang

mengakibatkan beberapa masalah seperti impotensi dan ulkus kaki.

Neuropatik biasnya menyerang saraf perifer (Sensorimotor), otonom dan

spinal (Smeltzer and Bare, 2013).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus

Pemeriksaan penunjang untuk penderita diabetes melitus ada beberapa yang

harus dilakukan, yaitu (Smeltzer and Bare, 2013) :

1. Pemeriksaan laboratorium GDS (Gula Darah Sewaktu) dapat dilakukan

pada individu tanpa waktu tertentu, GDP (Gula Darah Puasa) dapat

dilakukan pada individu dipuasakan selama 8-10 jam sebelum pemeriksaan

dilakukan, dilakukan untuk pemeriksaan dapat menyaring, memastikan

diagnostic atau mamantau penendalian diabetes melitus dan GD2PP (Gula

Darah 2 jam Post Prandial) dapat dilakuakn pada individu dengan syarat 2

jam setelah makan atau mengkonsumsi sesuatu, untuk menunggu individu

dianjurkan untuk duduk, istirahat yang tenang, tidak melakukan kegiatan

jasmani yang berat dan merokok (Smeltzer and Bare, 2013).

2. Pemeriksaan urine, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan kultur pus untuk

mengertahui jenis kuman pada luka yang akan diobservasi untuk rencana

tindakan selanjutnya (Smeltzer and Bare, 2013).

13
2.1.7 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Penatalaksaan pada penderita diabetes melitus dibagi menjadi beberapa

yaitu (PERKENI, 2011; Sugondo, S 2009) :

1. Diit 3J (jenis makanan, Jumlah dan Jadwal diit)

a. Jenis

Penderita diabetes melitus harus mengetahui makanan apa yang

dibatasi dan makanan yang harus dibatasi secara ketat. Makanan yang

dianjurkan adalah makanan yang mengandung sumber karbohidrat

kompleks (nasi, roti, mie, kentang, singkong, ubi dan sagu), mengandung

protein rendah lemak (ikan, ayam tanpa kulit, tempe, tahu dan kacang-

kacangan) dan sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan

yang diolah dengan cara dipanggang, dikukus, direbus dan dibakar

(PERKENI, 2011).

Makanan yang perlu dihindari yaitu makanan yang mengandung

karbohidrat sederhana (gula pasir, gula jwa, susu kental manis, minuman

botol manis, es krim, kue-kue manis dan sebagainya), mengandung banyak

kolestrol, lemak trans, dan lemak jenuh (cake, makanan siap saji, goreng-

gorengan) serta tinggi natrium (ikan asin, telur asin dan makanan yang

diawetkan) (PERKENI, 2011).

b. Jumlah

Standart diet diabetes melitus menurut kandungan energy 1100,

1300, 1500, 1700, 1900 ,2100, 2300 dan 2500 kalori. Standart diet untuk

penderita yang gemuk adalah 1100-1600 kalori, penderita dengan berat

14
badan normal 1700-1900 kalori dan 2100-2500 kalori untuk penderita

yang kurus (Sugondo S, 2009).

c. Jadwal

Penderita diabetes melitus makan sesuai dengan jadwal, yaitu 3 kali

makan utama dan 3 kali makan selingan dengan interval waktu 3 jam.

Makan pagi pada pukul 07.00 selingan pada pukul 10.00, kemudian makan

siang pada pukul 13.00 lalu selingan pada pukul 14.00 dan makan sore

atau malam pada pukul 19.00 lalu disellingi pada pukul 21.00 (PERKENI,

2011; Sugondo S, 2009).

2. Latihan dapat dilakukan dalam 3 sampai 5 hari dalam seminggu selama 30

menit sampai 45 menit dapat dilakukan dengan olaraga kecil, jalan sore,

senam diabetic untuk mencegah ulkus (Sugondo S, 2009).

3. Pemantauan dilakukan untuk mengontrol kadar gula darah dalam penderita

diabetes agar tidak meningkat atau rendah. Pemantauan dilakukan dengan

memantau diit dan konsumsi obat secara teratur (Sugondo S, 2009).

4. Terapi insulin diberikan untuk mengatur kadar glukosa dalam darah serta

membantu mengubah gula darah (glukosa) menjadi energy. Insulin dapat

membantu menyimpan gula berlebihan didalam otot, sel-sel lemak, serta hati

untuk kemudian digunakan saat tubuh membutuhkan (Sugondo S, 2009).

5. Penyuluhan Kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi penderita

ulkus dan supaya penderita mampu mengetahui tanda gejala komplikasi pada

dirinya dan mampu mencegah atau menghindari agar tidak bertambah parah

(PERKENI, 2011).\

15
2.1.8 Patway Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus tipe I Diabetes Melitus tipe II

Faktor genetik / herediter Faktor imunologi Infeksi virus / lingkungan Usia Obesitas Stres Hormonal

Resistensi Hiperglikemia Sindrom


Kerentanan Antibody Memicu sementara cushing
reseptor insulin
pada sel beta ↑ menyerang sel rusaknya
pulau langerhan sel beta
dianggap Insulin tidak bisa Konsentrasi
abnormal bekerja secara efektif glukagon
dalam darah ↑
Glukosa dalam darah
Sel beta pankreas hancur tidak bisa diangkut Glukagon melepas
ke sel glikogen pada hepar

Produksi insulin ↓

Gula darah ↑ (Hiperglikemia)

DM

Kurang mengertinya pasien dengan B1 B2 B3 B4 B5 B6


prognosis, pengobatan dan kondisinya (Breathing)
(Blood) (Brain) (Bladder) (Bowel) (Bone)
Kurang Pengetahuan

16

18
B1 B2 B3 B4 B5 B6
(Breathing) (Blood) (Brain) (Bladder) (Bowel) (Bone)

Glukosa dalam darah ↑ Glukosa di dalam sel ↓

Proses metabolisme terganggu


Kompensasi Konsentrasi
pada ginjal darah ↑
Sel-sel dalam tubuh lapar

Sirkulasi
Poliuria Fungsi darah ↓
ginjal ↓ Polifagia Lemak Protein ATP ↓
Dehidrasi Polidipsi lisis lisis di
otot
Eritropoitin ↓
Kekurangan
volume cairan Eritrosit ↓ Lemah Letih Lesu
BB ↓ Badan keton ↑

Hb ↓ (Anemia) Asidosis Keletihan


Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari keton
Oksihemoglobin ↓ kebutuhan tubuh KAD

Hipoksia jaringan perifer


Masuk ke ginjal

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


Filtrasi, reabsobsi,
Ketonuria
sekresi dan eksresi
17

19
Sirkulasi darah ↓

Protein di darah ↓ O2 ke sel ↓ Suplai O2 ke otak ↓ Organ reproduksi Sistem sensori persepsi

Kesadaran ↓ Suplai O2 ↓ Suplai O2 ↓


Luka
Glukosa ↑

Proses penyembuhan luka ↓ Pusing, rasa ingin Hipoksia jaringan perifer


pingsan dan lemas
Luka ganggren Gangguan Keputihan Mempengaruhi
Risiko ereksi sistem saraf tepi
Cidera atau perifer
Gangguan Gangguan
integritas kulit mobilitas fisik
Kesemutan Pengelihatan
kabur / ganda

Gambar 2.1 Phatway Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Pasien Diabetes Mellitus
dengan Gangguan Konsep Diri di Pesanggrahan PMKS Mojopahit Mojokerto tahun 2020 (Nanda, NIC, NOC, 2016)

18

20
2.1 Diagnosa Medis Terkait Dengan Gangguan Konsep Diri

1. Stroke
2. CAD
3. Gagal ginjal Kronik
4. Kelumpuhan
5. Post operasi
6. Penyakit-penyakit terminal
7. Penyakit infeksi yang membutuhkan isolasi pasien

2.2 Konsep Dasar Lansia

2.2.1 Definisi Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas.

Lansia merupakan kelompok umur manusia yang telah memasuki tahapan akhir

dari fase kehidupannya. Kelompok yang di kategorikan lansia ini akan terjadi

suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan (WHO, 2010).

2.2.2 Batasan Usia Lansia

Menurut World Health Organization (WHO, 2010) ada beberapa batasan

umur lansia, yaitu:

1) Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun.

2) Usia lanjut (fiderly) : 60-74 tahun.

3) Lansia tua (old) : 75-90 tahun

4) Lansia sangat tua (very old) : > 90 tahun.

Berbeda dengan WHO, menurut Dapartemen Kesehatan RI (2013)

pengelompokkan lansia menjadi :

19
1) Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan

kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).

2) Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang lain mulai memasuki usia

lanjut dini (usia 60-64 tahun).

3) Lansia yang berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratife

(usia > 65 tahun).

2.2.3 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia ada lima adalah:

1) Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2) Lansia sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3) Lansia berisiko tinggi, seseorang yang berisiko 70 tahun atau lebih/ seseorang

yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

4) Lansia potensial, lansia yang mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan

sehari-hari.

5) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.2.4 Masalah-masalah Kesehatan pada Lansia

Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia akibat perubahan

sistem, antara lain:

1) Lansia dengan masalah kesehatan pada Sistem Pernafasan, antara lain :

Penyakit Paru, Obstruksi Kronik, Tuberculosis, Influenza dan Pneumonia.

2) Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem Kardiovaskuler, antara lain :

Stroke, Hipertensi, Penyakit Jantung Kroner.

20
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Mellitus

2.3.1 Pengkajian

1. Riwayat kesehatan saat ini atau keluhan saat pengkajian biasanya meliputi :

a. Adanya gatal pada kulit disertai luka yang tidak sembuh

b. Kesemutan

c. Menurunnya berat badan

d. Nafsu makan meningkat (polifagia)

e. Sering haus (polidipsi)

f. Banyak kencing (poliuria)

g. Ketajaman penglihatan menurun

2. Riwayat kesehatan dahulu biasanya pasien pernah mengalami atau tidak

penyakit pankreas, hipertensi, infeksi saluran kencing berulang

3. Riwayat kesehatan keluarga biasanya keluarga memiliki riwayat penyakit

diabetes sehingga pasien lebih berat faktor resiko terjadinya diabetes melitus

4. Pemeriksaan fisik (heas to toe) dilakukan terutama melihat adanya luka

diabetik, mengalami neuropati atau tidak dan kemungkinan komplikasi

(hipertensi, gagal ginjal, dan lainnya)

a. Aktivitas dan istirahat

Kelemahan, susah berjalan atau bergerak, kram otot, gangguan istirahat

dan tidur, tachicardi atau tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan

koma.

21
b. Sirkulasi

Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti AMI, nyeri, kesemutan pada

ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola

mata cekung.

c. Eliminasi

Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.

d. Nutrisi

Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

e. Neurosensori

Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,

disorientasi, letargi, koma dan bingung.

f. Nyeri

Pembengkakan perut, meringis.

g. Respirasi

Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.

h. Keamanan

Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.

i. Seksualitas

Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan

terjadi impoten pada pria.

22
5. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu dengan:

a. Kadar glukosa darah

1) Gula darah sewaktu/random >200mg/dl

2) Gula darah puasa/nuchter >140mg/dl

3) Gula darah 2 jam pp (post prandial) >200mg/dl

b. Aseton plasama dengan hasil (+) mencolok

c. Asam lemak bebas dilihat dari peningkatan lipid dan kolesterol

d. Osmolaritas serum dengan hasil >330 osm/l

e. Urinaritis mencari apakah mengalami protein uria, ketonuria, glukosuria

2.3.2 Diagnosa

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan terrjadinya


pengeluaran cairan dan elektrolit berlebih melalui urin
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan terganggunya metabolisme protein dan lemak dalam tubuh
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan sirkulasi
dalam darah
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka ganggren pada
ekstremitas
e. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal informasi
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi
g. Keletihan berhubungan dengan kekurangan nutrisi pada sel
h. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran dan
penurunan suplai O2 ke otak

23
No. Diagnosa NOC NIC

3. Ketidakefektifan perfusi NOC : Perfusi jaringan perifer


jaringan perifer berhubungan 1. Suhu ujung kaki dan tangan → sedang dari 1. Monitor cairan
dengan hipoksia jaringan dan kisaran normal 2. Monitor TTV
penurunan kadar oksigen 2. Edema perifer → cukup berat dari kisaran 3. Monitor ekstremitas bawah
dalam darah normal 4. Pengaturan posisi
3. Nekrosis → cukup berat dari kisaran normal 5. Penvegahan luka tekan
Definisi : Penurunan 4. Kelemahan otot → sedang dari kisaran normal 6. Pengajaran : proses
sirkulasi darah ke perifer 5. Kerusakan kulit → sedang dari kisaran normal penyakit
yang dapat mengganggu NOC : Integritas jaringan : kulit dan membran 7. Manajemen pengobatan
kesehatan mukosa
1. Suhu kulit → cukup terganggu dari kisaran
normal
2. Perfusi jaringan → banyak terganggu dari
kisaran normal
3. Lesi pada kulit → sedang dari kisaran normal
4. Nekrosis → sedang dari kisaran normal
NOC : Manajemen diri : diabetes
1. Mencari tentang metode untuk mencegah
komplikasi → kadang - kadang menunjukan
2. Melaporkan luka yang tidak sembuh kepada
pelayanan primer → kadang - kadang
menunjukan
3. Mengobati gejala hiperglikemia → kadang -
kadang menunjukan
4. Ikut diet yang direkomendasikan →

24
No. Diagnosa NOC NIC

konsistensi menunjukan
5. Memantau BB → kadang - kadang
menunjukan

2.3.3 Intervensi

NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda vital. 1. Untuk mengetrahui adanya
keperawatan selama ... x 24 jam Hipovolemia dapat ditandai
diharapkan kebutuhan cairan dengan hipotensi dan takikardi.
pasien terpenuhi dengan kriteria 2. Kaji suhu, warna kulit dan 2. Untuk mengetahui keadaan pasien
hasil : kelembaban. demam, kulit kemerahan, kering
1. Tanda vital stabil karena dehidrasi.
2. Turgor kulit baik 3. Pantau masukan dan 3. Memberikan perkiraan kebutuhan
3. Haluan urin normal pengeluaran, catat berat akan cairan pengganti, fungsi
4. Kadar elektrolit dalam batas jenis urine. ginjal dan keefektifan terapi.
normal 4. Ukur BB setiap hari. 4. Memberikan hasil pengkajian
yang terbaik dan status cairan
yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan
cairan pengganti.
5. Pertahankan cairan ± 2500 5. Mempertahankan hidrasi atau
cc/ hari jika pemasukan sirkulasi.
secara oral sudah dapat
diberikan.

25
NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
6. Tingkatkan lingkungan yang 6. Menghindari pemanasan yang
nyaman dengan selimut berlebihan pada pasien yang akan
tipis. menimbulkan kehilangan cairan.
7. Catat hal-hal yang 7. Kekurangan volume cairan dan
dilaporkan seperti mual, elektrolit mengubah motilitas
muntah, nyeri abdomen, lambung, yang sering
distensi lambung. menimbulkan muntah, sehingga
terjadi kekurangna cairan atau
elektrolit.
8. Kolaborasi pemberrian 8. Tipe dan jumlah caiarn tergantung
terapi caiaran sesuai pada derajat kekurangan caiaran
indikasi. dan respon pasien secara
individual.
9. Kolaborasu pemasangan 9. Mendekompresi lambung dan
selang NGT dan lakukan menghilangkan muntah.
penghisapan sesuai indikasi.
2 2 Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang BB setiap hari. 1. Mengkaji pemasukan makanan
keperawatan selama ...x24 jam yang adekuat.
diharapakan nutrisi kebutuhan 2. Tentukan program diet dan 2. Mengidentifikasi kekurangan dan
pasien terpenuhi dengan kriteria pola makan pasien penyimpangan dari kebutuhan.
hasil : bandingkan dengan
1. Mencerna jumlah nutrient makanan yang dihabiskan
yang tepat pasien.
2. Menunjukan tingkat energy 3. Auskulatsi bising usus, catat 3. Untuk mengetahui adanaya
biasanya adanya nyeri abdomen, Hiperglikemi karena dapat
3. BB stabil atau meningkat mula, muntah. menurunkan motalitas atau fungsi
lambung (distensi atau ileus

26
NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
paralitik) yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi.
4. Identifikasi makanan yang 4. Jika makanan yang disukai dapat
disukai. dimasukan dalam pencernaan
makanan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang.
5. Libatkan keluarga pada 5. Memberikan informasi pada
perencanaan makan sesuai keluarga untuk memahami
indikasi. kebutuhan nutrisi pasien.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi. 6. Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuain diet
untuk memenuhi kebutuhan
pasien.
3 3 Setelah dilakukan tindakan 1. Tingkatkan kaki saat berdiri 1. Meminimalkan gangguan aliran
keperawatan selama ...x24 jam dari kursi, hindari periode darah, mengurangi pengumpulan
diharapkan sirkulasi perifer tetap lama pada kaki yang cidera. vena.
normal 2. Tekankan tindakan 2. Panas meningkatkan kebutuhan
Kriteria hasil : kewaspadaan mengenai metabolic jaringan yang sakit.
1. Denyut nadi perifer teraba penggunaan bantalan Insufisiensi vaskuler menganggu
kuat dan reguler pemanas, botol, rendaman sensasi nyeri sehingga
2. Warna kulit sekitar luka air hangat. meningkatkan resiko cedera.
tidak pucat dan sianosis 3. Ajarkan pasien untuk 3. Dengan mobilisasi dapat
3. Odema tidak terjadi dan luka melakukan mobilisasi. meningkatkan sirkulasi darah.
tidak bertambah parah 4. Ajarkan tentang mofikasi 4. Kolesterol tinggi dapat
4. Memperhatikan kesadaran faktor-faktor risiko berupa mempercepat terjadinya
tentang factor keamanaan/ hindari diet tinggi kolestrol, arterosklerosis, dan rileksasi untuk
perawatan kaki yang tepat teknik relaksasi. mengurangi stress.

27
NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
dalam 72 jam 5. Berikann obat sesuai 5. Digunakan untuk menurunkan
indikasi. gejala.

4 4 Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan perawatan luka 1. Untuk mengevaluasi


keperawatan selama ... x 24 jam secara teratur. penyembuhan dan komplikasi.
diharapkan tidak ada gangguan 2. Bantu latihan rentan gerak 2. Mencegah perubahan bentuk.
mobilitas fisik, dengan kriteria khusus untuk area yang sakit
hasil : dan yang tidak sakit mulai
1. Menyatakan pemahaman secara dini.
individual dan tindakan 3. Dorong latihan aktif atau 3. Meningkatkan kekuatan otot untuk
keamanan isometrik untuk paha atas pemindahan.
2. Menunjukan keinginan dan lengan atas.
berpartisipasi dalam 4. Kaji derajat imobilitas yang 4. Pasien mungkin dibatasi oleh
aktivitas. dihasilkan oleh adanya pandangan diri atau persepsi
3. Mempertahankan posisi ganggren di ektremitas tentang keterbatasan fisik.
fungsi. bawah.
5. Bantu atau dorong 5. Meningkatkan kekuatan otot dan
perawatan diri. sirkulasi.
6. Berikan atau bantu dalam 6. Mobilisasi dini menurunkan
mobilisasi dengan kursi komplikasi tirah baring.
roda.

28
NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
5 5 Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan bimbingan 1. Pasien mengetahui dan dapat
keperawatan selama ... x 24 jam mengenai penyakit. mengenali gejala dini dari
diharapkan pasien dan keluarga penyakitnya.
mengetahui tentang penyakitnya,
prognosis, kebutuhan
pengobatannya demgan kriteria
hasil :
1. Pasien dan keluarga mampu 2. Berikan strategi penyuluhan 2. Penyuluhan dapat membantu
mengidentifikasi kebutuhan pada DM. pasien memahami informasi yang
terhadap informasi mengenai berhubungan dengan proses
penyakitnya penyakit.
2. Memperlihatkan kemampuan 3. Berikan informasi tentang 3. Mencegah dan melakukan deteksi
mengenali penyakit perlindungan infeksi. dini infeksi pada pasien berisiko.
4. Berikan informasi tentang 4. Mempersiapkan pasien untuk
program aktivitas latihan mencapai atau mempertahankan
dan program diet. tikat aktivitas yang dianjurkan dan
secara benar mengikuti program
diet.
6 6 Setelah dilakukan tindakan 1. Dapatkan kultur drainase 1. Mengidentifikasi pathogen dan
keperawatan selama ...x24 jam luka saat masuk. terapi pilihan.
diharapakan gangguan integritas 2. Rendam kaki dalam air steril 2. Germisidal local efektif untuk
kulit dapat teratasi dengan pada suhu kamar dengan permukaan luka.
kriteria hasil : larutan betadine 3x sehari
1. Memperlihatkan perbaikan selama 15 menit
status metabolic yang 3. Kaji area luka setiap 3. Memberikan informasi tentang
dibuktikan oleh gula darah mengganti balutan. efektivitas terapi dan
dalam batas normal dalam 36 mengidentifikasi kebutuhan

29
NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
jam tambahan.
4. Pijat area sekitar sisi luka. 4. Merangsang sirkulasi dan
mengalirkan sel darah putih,
fibroblast, dan nutrisi yang
dibutuhkan untuk penyembuhan
dan membuang debris yang
terfagositasi.
5. Balut luka dengan kasa 5. Menjaga kebersihan luka atau
kering steril gunakan plaster meminimalkan kontaminasi
kertas. silang. Plester adesif dapat
membuat abrasi terhadap jaringan
mudah rusak.
6. Berikan diklosasilin 500mg 6. Pengobatan infeksi atau
per oral setiap 6 jam, mulai pencegahan komplikasi. Makanan
jam 10 malam, amati yang mengganggu absorbsi
tanbda-tanda memerlukan penjadwalan sekitar
hipersensitivitas seperti jam makan. Meskipun tidak ada
pruritus, urikaria, ruam. riwayat reaksi penicillin tetapi
dapat terjadi kapan saja
7. Berikan 15 unit insulin 7. Mengobati disfungsi metabolic
Humulin N SC pada pagi yang mendasari, menurunkan
hari setelah contoh darah hiperglikemia dan meningkatkan
harian di ambil. penyembuhan.
7 7 Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau nadi, frekuensi nafas, 1. Mengindikasikan tingkat aktivitas
keperawatan selama ... x 24 jam serta tekanan darah sebelum yang dapat ditoleransi secara
diharapkan kelelahan dapat dan sesudah melakukan fisiologis.
teratasi dengan kriteria hasil : aktivitas.

30
NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Mengidentifikasikan pola 2. Diskusikan kebutuhan akan 2. Pendidikan dapat memberikan
keletihan setiap hari. aktivitas. Buat jadwal motivasi untuk meningkatkan
2. Mengidentifikasi tanda dan perencanaan dan identifikasi tingkat aktivitas meskipun pasien
gejala peningkatan aktivitas aktivitas yang menimbulkan sangat lemah.
penyakit yang kelelahan.
mempengaruhi toleransi 3. Diskusikan penyebab 3. Dengan mengetahui penyebab
aktivitas. keletihan seperti nyeri sendi, keletihan, dapat menyusun jadwal
3. Mengungkapkan penurunan efisiensi tidur, aktivitas.
peningkatan tingkat energi. peningkatan upaya yang
4. Menunjukkan perbaikan diperlukan untuk ADL.
kemampuan untuk 4. Bantu mengidentivikasi pola 4. Mengidentifikasi waktu puncak
berpartisipasi dalam energi dan buat rentang energi dan kelelahan membantu
aktivitas yang diinginkan. keletihan. Skala 0-10 dalam merencanakan akivitas
(0=tidak lelah, 10= sangat untuk memaksimalkan konserfasi
kelelahan). energi dan produktivitas.
5. Berikan aktivitas alternatif 5. Mencegah kelelahan yang
dengan periode istirahat berlebih.
yang cukup atau tanpa
diganggu.
6. Ajarkan untuk 6. Membantu dalam mengantisipasi
mengidentifikasi tanda dan terjadinya keletihan yang
gejala yang menunjukkan berlebihan.
peningkatan aktivitas
penyakit dan mengurangi
aktivitas, seperti demam,
penurunan berat badan,
keletihan makin memburuk.

31
NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
8 8 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ulang adanya faktor- 1. Menentukan faktor cidera yang
keperawatan selama ... x 24 jam faktor resiko cidera pada sesuai untuk klien.
diharapkan pasien pasien.
memperlihatkan upaya 2. Tulis dan laporkan adanya 2. Untuk memeudahkan mengingat
menghindari cedera atau cedera faktor-faktor resiko. dan melaporkan kembali atau
tidak terjadi, dengan kriteria mengevaluasi.
hasil : 3. Lakukan modifikasi 3. Lingkungan yang nyaman dan
lingkungan agar lebih aman sesuai untuk pasien dengan
1. Mengidentifikasi bahaya (memasang pinggiran harapan meminimalkan risiko
lingkungan yang dapat tempat tidur, dll). terjadinya cedera.
meningkatkan kemungkinan 4. Ajarkan klien tentang upaya 4. Untuk menajarkan kepada klien
cidera. pencegahan cidera maupun keluarganya agar bias
2. Mengidentifikasi (menggunakan pencahayaan bersama – sama untuk memamtau
tindakan preventif atas yang baik, memasang keadaan pasien.
bahaya tertentu, penghalang tempat tidur,
3. Melaporkan penggunaan menempatkan benda
cara yang tepat dalam berbahaya ditempat yang
melindungi diri dari cidera. aman).
5. Kolaborasi dengan dokter 5. Untuk dapat memberikan terapi
untuk penatalaksanaan farmakologi yang sesuai dengan
glaukoma dan gangguan kondisi pasien.
penglihatannya, serta
pekerja sosial untuk
pemantauan secara berkala.

32
2.3.4 Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan

dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan

independen (mandiri) dan kolaborasi.

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau

tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya,

dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu

dilakukan perubahan intervensi.

33
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian mencakup rancangan penelitian yang direncanakan

dalam melakukan studi kasus.

3.1 Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.

Studi kasus merupakan studi yang mengeksplorasi suatu masalah keperawatan

dengan batasan terperinci serta memiliki pengambilan data yang mendalam dan

menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian studi kasus dibatasi oleh

waktu dan tempat serta mempelajari kasus berupa peristiwa aktivitas atau

individu.

Penelitian dalam studi kasus ini adalah Asuhan Keperawatan Gerontik

Pada Pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Gangguan Ketidakefektifan Perfusi

Jaringan Perifer di Wilayah Kerja Puskesmas Tawangsari Mojokerto.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Panti Wreda Mojokerto dan waktu penelitian

dilaksanakan pada tanggal awal pasien masuk di UPT Pesanggarahan PMKS

Mojopahit Mojokerto.

3.3 Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 pasien

dengan masalah Gangguan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer di Wilayah

Kerja Puskesmas Tawangsari Mojokerto.

34
3.4 Pengumpulan data

Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang

digunakan yaitu sebagai berikut:

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang – dahulu keluarga dan lain-lain). Sumber data dari

pasien, keluarga lainnya.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik pada sistem tubuh pasien

3. Studi dokumentasi dan angket

3.5 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data digunakan untuk menguji kualitas data maupun

informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan

validitas tinggi. Disamping integritas dari peneliti, uji keabsahan data dilakukan

dengan memperpanjang waktu pengamatan / tindakan, sumber informasi

tambahan menggunakan triangulasi dati tiga sumber data utama yaitu pasien,

perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.6 Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak peneliti di tempat penelitian, dengan waktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan

dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang

ada dengan sebelumnya dituangkan dalam opini di pembahasan. Teknik analisis

yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban dari penelitian yang

didapat dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan menjawab

rumusan masalah penelitian. Teknik analisis digunakan dengan cara obervasi oleh

35
peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya

diinterpretasikan oleh peneliti dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan

untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis

penelitian ini adalah:

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil wawancara mendalam. Hasil ditulis dalam bentuk

catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkip.

2. Mereduksi dengan membuat koding dan kategori

Dari hasil wawancara dan obervasi yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dijadikan dalam bentuk transkrip. Data yang terkumpul kemudian

dibuat koding yang dibuat oleh peneliti dan mempunyai arti tertentu sesuai

dengan topik penelitian yang diterapkan. Data obyektif dianalisis berdasarkan

hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan dengan nilai normal.

3. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, gambar serta bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan responden dijamin dengan jalan mengaburkan identitas

dari responden.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian dibahas dan dibandingkan dengan hasil-

hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan metode perilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.

36
3.7 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian peneliti mendapat ijin dari intitusi tempat

penelitian . Setelah mendapat ijin kemudian instrumen penelitian diberikan

kepada responden yang akan diteliti dengan menekankan masalah etika. Peneliti

memperhatikan beberapa masalah etika, yaitu :

3.7.1 Informed consent (lembar persetujuan menjadi responden)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang

memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian serta manfaat penelitian,

bila subjek menolak untuk menjadi responden maka peneliti tidak memaksa, tetap

menghormati hak-hak subjek.

3.7.2 Anomility (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam pengisian peneliti tidak akan

mencatumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, cukup dengan

memberi nomer kode pada masing-masing lembar tersebut.

3.7.3 Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti hanya data tertentu yang

akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.

37
DAFTAR PUSTAKA

Association American Diabetes. (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus, 15(4), 299–301. https://doi.org/10.2337/dc14-S081di akses 24
Mei 2020

Carpenito, Lynda Juall, 2007. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan, Edisi 10, Alih
Bahasa Yasmin Asih. Jakarta: EGC

Damayanti, S. (2015). Diabetes Meliitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika

Irianto K, 2014 .Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan


Klinis. Bandung: Alfabeta.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta : Balitbang


Kemenkes RI

Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kozier,. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik
(7 ed., Vol. I). Jakarta: EGC.

Nam Han Cho et all, 2017. IDF Diabetes Atlas Eighth Edition 2017.
International Diabetes Federation. Available at:
www.diabetesatlas .org. di akses 25 Mei 2020.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 4. Jakarta :
EGC

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Militus Tipe 2 Di Indonesia

Potter and Perry. 2005. Fundamental Of Nurshing. Salemba Medika: Jakarta.

Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.


Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta

Riskesdas, 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai