FARMAKOTERAPI IV
DIABETES MELITUS
(Diabetic Nephropathy)
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul DIABETES MELITUS (DM) ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ibu
apt. Ari Susiana Wulandari M.,Sc. pada Praktikum Mata Kuliah
Farmakoterapi IV Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang DM bagi para pembaca dan juga bagi penyusun.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A DEFINISI PENYAKIT
Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme
yang ditandai dengan hiperglikemia dan kelainan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein.(Kincade 2008). Nefropati diabetic adalah menurunnya
fungsi organ ginjal akibat tingginya gula darah. Nefropati Diabetik adalah
komplikasi mikrovaskular yang terjadi pada perjalanan penyakit Diabetes
Melitus (DM), bermula dari adanya hiperfiltrasi, mikroalbuminuria dan
hipertensi serta berkembang menjadi penyakit ginjal diabetes atau Nefropati
Diabetik.
Diabetes Melitus Tipe 1
• Gejala awal tersering adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan, dan kelesuan disertai hiperglikemia. Individu seringkali
kurus dan cenderung mengalami ketoasidosis diabetikum jika insulin
ditahan atau dalam kondisi stres berat. Antara 20% dan 40% pasien
datang dengan ketoasidosis diabetik setelah beberapa kali hari poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan.
Diabetes Melitus Tipe 2
• Pasien sering asimtomatik dan dapat didiagnosis sekunder akibat darah
yang tidak berhubungan pengujian. Gejala ditemukan lesu, poliuria,
nokturia, dan polidipsia. Penurunan berat badan yang signifikan kurang
umum; lebih sering, pasien kelebihan berat badan atau obesitas.(Kincade
2008)
Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional adalah intoleransi glukosa, yang merupakan
deteksi dini diabetes selama kehamilan.
Diabetes Tipe Lain
Jenis diabetes lain termasuk penyakit genetik yang spesifik untuk
sekresi atau tindakan insulin, kelainan metabolik yang mengganggu sekresi
insulin, kelainan mitokondria, dan beberapa faktor patogen lain yang
mengganggu toleransi glukosa.
B EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang
akibat peningkatan angka kemakmuran di negara yang bersangkutan akhir-
akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan
gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan meningkatnya angka
kejadian penyakit degeneratif, salah satunya adalah penyakit diabetes melitus.
Diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak
pada produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia.
1. Pada sel beta pankreas terjadi kegagalan untuk mensekresikan insulin yang
cukup dalam upaya mengkompensasi peningkatan resistensi insulin.
2. Pada hepar terjadi peningkatan produksi glukosa dalam keadaan basal oleh
karena resistensi insulin.
3. Pada otot terjadi gangguan kinerja insulin yaitu gangguan dalam
transportasi dan utilisasi glukosa.
4. Pada sel lemak, resistensi insulin menyebabkan lipolisis yang meningkat
dan lipogenesis yang berkurang.
5. Pada usus terjadi defisiensi GLP-1 dan increatin effect yang berkurang.
6. Pada sel alpha pancreas penderita DMT2, sintesis glukagon meningkat
dalam keadaan puasa.
7. Pada ginjal terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2 sehingga reabsorpsi
glukosa meningkat.
8. Pada otak, resistensi insulin dikaitkan dengan peningkatan nafsu makan.
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa klit putih berkisar antara 3%-6% dari
jumlah penduduk dewasanya. Di Singapura, frekuensi diabetes meningkat
cepat dalam 10 tahun terakhir.3 Di Amerika Serikat, penderita diabetes
meningkat dari 6.536.163 jiwa di tahun 1990 menjadi 20.676.427 jiwa di
tahun 2010.4 Di Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,4%-1,6%,
kecuali di beberapa tempat yaitu di Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%.
(Ndraha 2014)
C PATOFISIOLOGI
a. DM tipe 1 (5% -10% kasus) biasanya berkembang pada masa kanak-
kanak atau awal masa dewasa dan hasil dari kerusakan sel β pankreas
yang dimediasi oleh autoimun, mengakibatkan defisiensi absolut insulin.
Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan limfosit T dengan
autoantibodi ke antigen sel β (misalnya, antibodi sel pulau, antibodi
insulin).
b. DM tipe 2 (90% kasus) ditandai dengan kombinasi beberapa derajat
resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin
dimanifestasikan oleh peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak
bebas, peningkatan produksi glukosa hati, dan penurunan serapan glukosa
pada otot rangka.
c. Penyebab diabetes yang tidak umum (1% -2% kasus) termasuk gangguan
endokrin (misalnya, akromegali, sindrom Cushing), diabetes mellitus
gestasional (GDM), penyakit pankreas eksokrin (misalnya, pankreatitis),
dan obat-obatan (misalnya, glukokortikoid, pentamidin, niacin, α-
interferon).
d. Komplikasi mikrovaskuler meliputi retinopati, neuropati, dan nefropati.
Komplikasi makrovaskular termasuk penyakit jantung koroner, stroke,
dan perifer penyakit vaskular (Kincade 2008)
D ETIOLOGI
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari
penyakit DM dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung
terjadinya Nefropati Diabetika. Hipertensi yang tak terkontrol dapat
meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase Nefropati Diabetika yang
lebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).
E DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis DM mencakup salah satu dari yang berikut:
1. A1C 6,5% atau lebih.
2. Puasa (tidak ada asupan kalori selama minimal 8 jam) glukosa plasma
126 mg / dL (7.0 mmol / L) atau lebih.
3. Glukosa plasma dua jam 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih selama
oral tes toleransi glukosa (OGTT) menggunakan beban glukosa yang
mengandung ekuivalen 75 g glukosa anhidrat dilarutkan dalam air.
4. Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg / dL (11.1 mmol / L) atau lebih
dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemik.
Dengan tidak adanya hiperglikemia tegas, kriteria 1 sampai 3 harus
dikonfirmasi dengan pengujian ulang.
• Glukosa plasma puasa normal (FPG) kurang dari 100 mg / dL (5,6 mmol /
L).
• Gangguan glukosa puasa (IFG) adalah FPG 100 sampai 125 mg / dL (5,6–
6,9 mmol / L).
• Toleransi glukosa yang terganggu (IGT) didiagnosis saat sampel pasca-
pemuatan 2 jam dari OGTT adalah 140 sampai 199 mg per dL (7,8-11,0
mmol / L).
• Wanita hamil harus menjalani penilaian risiko GDM pada kunjungan
prenatal pertama dan menjalani tes glukosa jika berisiko tinggi (misalnya,
riwayat keluarga positif, riwayat pribadi GDM, obesitas berat, atau
anggota kelompok etnis berisiko tinggi).(Kincade 2008)
2. Terapi Farmakologi
Lansia dengan DM tipe 2 tetap memiliki kemampuan
memproduksi insulin, sehingga penatalaksanaan DM dengan diet dapat
mengendalikan kontrol glukosa darah. Namun, apabila penderita tidak
melakukan pembatasan makan dengan ketat atau apabila penyakit
tidak terdeteksi dari awal maka terapi farmakologi dapat diberikan.
A. PEMAPARAN KASUS
Tn. EF, umur 42 tahun, berat 65 kg datang ke klinik diabetes untuk
periksa perkembangan penyakitnya. Tn EF menderita DM tipe 2 selama 10
tahun. Pada awalnya, Tn EF kurang mengontrol gula darahnya, akhir-akhir
ini lebih memperhatikan perkembangan penyakitnya ternyata menurut dokter
yang memeriksa didapatkan proteinuria dan tekanan darahnya 165/95. Pak EF
adalah seorang pengusaha makanan ringan yang sangat sibuk sehingga tidak
sempat memperhatikan kesehatanya. Walaupun beliau mengidap diabetes
selama 10 tahun tapi kurang menjaga pola makan dan kurang patuh dalam
meminum obat sehingga progesivitas penyakit penyerta seperti hipertensi dan
nefropathy sudah menyertai DMnya. Namun belakangan karena ada keluhan-
keluhan seperti sering lemas, kesemutan, dan mudah ngantuk, Pak EF mulai
memperhatikan kesehatannya terutama penyakit DMnya. Karena tidak boleh
mengkonsumsi gula berlebih maka Pak EF lebih suka mengkonsumsi
makanan yang asin-asin agar nafsu makannya tetap ada. Ternyata ini
membawa dampak pada hipertensinya.
Riwayat Penyakit : Diabetes Mellitus tipe II selama 10 tahun.
Riwayat obat sebelumnya : OHO (Glikazid + Rosiglitazon)
Pemeriksaan fisik
ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan
edema skrotum, disertai hipertensi indikasi nefropati.
Pemeriksaan Penunjang
pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (+3 sampai +4), yang dapat
disertai hematuria. pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia
(<2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat. kadar
ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
indikasi nefropati.
Data Laboratorium
TD : 165/95 mmHg
Suhu Tubuh : 36,50 C
GDP(gula darah puasa) : 140 mg/dL
GDPP(post prandial) : 190 mg/dL
HbA1C : 8,5 %
Tes Toleransi Glukosa Oral : 225 mg/dL
Kolesterol Total : 220 mg/dL
HDL : 40 mg/dL
LDL : 155 mg/dL
TG : 150 mg/dL
Protein urin : 315 mg (+++)
Kadar Kreatinin : 1200 mg/hari
AST : 33 IU/L
ALT : 27 IU/L
Albumin : 2,3 g/dL
Diagnosis : DM tipe II, hipertensi, nefropati
1. Apakah yang dimaksut dengan DM nefropati ? Sebutkan tanda dan
gejalanya?
2. Berikan rekomendasi terapi yang tepat untuk Tn. EF ?
3. Bagaimana penanganan non farmakologinya dan KIEnya serta
monitoringnya ?
4
4. PLANNING
No Problem Tujuan Terapi Planning Farmasis (Rekomendasi Terapi & Monitoring Efektifitas Terapi)
Medis
Monitoring terapi:
HbA 1C normal adalah ( < 7%)
Dipantau kadar glukosa darah pasien, periksakan gula darah pasien secara
rutin gula darah puasa(sehabis bangun dar tidur/ pahi hari), gula darah
acak, gula darah sebelum makan, gula darah sesudah makan
Pemakaian harus rutin dan teratur
Jika gula draah pasien turun secara drastic atasi dengan memberikan
makanan ataupun minuman yang manis
Efek samping obat
Kadar glukosa darah pasien harus :
1-2 jam Sesudah makan (<180 mg/dl)
kadar glukosa plasma puasa ( < 126 mg/dl )
Glukosa darah sewaktu ( < 200 mg/dl)
Terapi Non-Farmakologi :
Diet rendah kalori, disarankan untuk mengatur pola makan teratur,
mengontrol makannan yang menjadi sumber karbohidrat seperti makan
nasi (mengurangi asupan nasi) dan bahan karbohidrat seperti roti,umbi
singkong, umbi-umbian dll. Disarankan untuk mengkonsumsi gandum
saja, atau mengkonsumsi nasi merah
Olahraga teratur,1 minggu minimal 5 hari olahraga, setiap hari selama 30
menit, olahraga seperti jalan santai, jogging. setidaknya berjemur
Mengurangi stress
Tidak makan makanan yang manis-manis
2. Hipertensi Menurunkan tekanan Terapi Farmakologi :
darah hingga 130/80
Penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE) dan penghambat reseptor
mmHg, menurunkan
morbiditas dan angiotensin (ARB) telah menunjukkan kemanjuran dalam mencegah
mortalitas ,mengindari
perkembangan klinis penyakit ginjal pada pasien dengan diabetes. Diuretik
hipotensi,menghindari
efek samping odengan sering diperlukan karena keadaan volume yang membesar dan
obat lain, mencegah
direkomendasikan sebagai terapi lini kedua.
keruskan organ lain
dan mencegah Direkomendasikan ialah obat golongan ACE-I yaitu captopril 25 mg 3 Kali
komplikasi
sehari atau setiap 8 jam, 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan
dikombinasikan dengan antihipertensi golongan CCB non-dihidropiridin
yaitu diltiazem 30mg 2 kali sehari
Monitoring :
Perlu monitoring terhadap kadar serum kreatinin normal dan kalium serum
tetap normal, karena mengkonsumsi ACE-I
Tekanan darah normal yaitu (130/80 mmHg)
Terapi Non-Farmakologi :
Menurunkan berat badan
Olahraga teratur, tetapi sesuai aturan dokter, olahraga yang aman
Tidak mengkonsumsi alcohol
Mengurangi asupan garam (Na 2,4 g dan NaCl 6 g/ Hari)
Mempertahankan asupan kalium
Mengurangi asupan lemak (menghindari makan makanan berlemak)
3. Nefropati Memperbaiki fungsi Terapi Farmakologi :
Diabetik ginjal, mengurangi
Mengendalikan gula darah, dengan mengkonsumsi obat gula darah secara
perburukan fungsi
ginjal rutin dan sesuai anjuran dokter, menjalankan terapi non-farmakologi yang
disarankan hingga HbA1C < 7%
Diet Rendah Protein (0,6-0,8 gram per kg BB per hari) sangat penting
untuk mencegah progresivitas penurunan faal ginjal
Mengendalikan tekanan darah normal (130/80 mmHg) minum obat secara
rutin dan sesuai dengan anjuran dokter
Mengendalikan atau mengontrol kadar kolestrol dalam darah dalam kedaan
normal
Apabila kolestrol meningkat atau tinggi, rekomendasi terapi yang
diberikan adalah simvastatin 20 mg diminum rutin satu kali sehari atau
setiap 24 jam
Penghambat enzim angiotensin-converting (EAC) sebagai terapi tunggal
atau kombinasi dengan antagonis kalsium non-dihydropiridine dapat
mengurangi proteinuria disertai stabilisasi faal ginjal
Montoring :
Monitoring terhadap kadar serum kreatinin normal dan kalium serum tetap
normal
Protein dalam urine
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
Albumin dalam urine
Apabila serum kreatinin ≥2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut
dilibatkan
C. EDUKASI PENGOBATAN
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,
perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok,
meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi
lemak.(Ndraha 2014)
a. Pengobatan dini dengan glikemia mendekati normal mengurangi risiko
penyakit mikrovaskuler komplikasi, tetapi manajemen agresif faktor risiko
kardiovaskular (yaitu, merokok penghentian, pengobatan dislipidemia,
kontrol tekanan darah [BP] intensif, dan terapi antiplatelet) diperlukan
untuk mengurangi risiko penyakit makrovaskular.
b. Perawatan yang tepat membutuhkan penetapan tujuan untuk kadar
glikemia, TD, dan lipid; reguler memantau komplikasi; modifikasi diet
dan olahraga; pemantauan mandiri yang sesuai glukosa darah (SMGD);
dan penilaian laboratorium.
c. secara fisiologis mengatur pemberian insulin dengan diet seimbang untuk
dicapai dan menjaga berat badan yang sehat. Rencana makan harus
mengandung karbohidrat dalam jumlah sedang dan rendah lemak jenuh,
dengan fokus pada makanan seimbang. Pasien dengan tipe 2 DM
seringkali membutuhkan pembatasan kalori untuk menurunkan berat
badan.
d. Latihan aerobik dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan kontrol
glikemik dan dapat mengurangi faktor risiko kardiovaskular, berkontribusi
pada penurunan atau pemeliharaan berat badan, dan meningkatkan
kesejahteraan.(Kincade 2008)
Edukasi perawatan kaki :
Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang
dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease
(PAD):
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasirdan di air.
2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit
terkelupas, kemerahan, atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan
mengoleskan krim pelembab pada kulit kaki yang kering.
5. Potong kuku secara teratur.
6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar
mandi.
7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkanlipatan
pada ujung-ujung jari kaki.
8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secarateratur.
9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat
khusus.
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak
tinggi.
11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk
menghangatkan kaki.(Soelistijo et al. 2015)
BAB III
KESIMPULAN
Bhatt, H., Saklani, S., & Upadhayay, K. (2016). Anti-oxidant and anti-diabetic
activities of ethanolic extract of Primula Denticulata Flowers.
Indonesian Journal of Pharmacy, 27(2), 74–79.
https://doi.org/10.14499/indonesianjpharm27iss2pp74
Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., & Scwinghammer, T.L.
2008.Pharmacoteraphy Handbook Seventh Edition. USA : McGraw-
Hill Company
Federation, I. D. (2011). A . Latar Belakang.halaman 1–11.
Hartanti, Jatie K. Pudjibudojo, Lisa Aditama, and Retno Pudji Rahayu. 2013.
“Pencegahan Dan Penanganan Diabetes Mellitus.” Fakultas Psikologi
Universitas Surabaya: 96.
Kincade, Kathy. 2008. 44 Laser Focus World Satellite Sensors Zero in on
Resource and Disaster Planning.
Ndraha, Suzanna. 2014. “Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini.”
Medicinus 27(2): 9–16.
Puspita, Ratih, Tri sholikah agusti, Dyonisa pakha nasirochim, and Strefanus putra
erdana. 2020. “Buku Saku Diabetes Melitus.” (November): 70.
Soelistijo, Soebagijo et al. 2015. Perkeni Konsesus Pengelolaan Dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe2 Di Indonesia 2015.