Anda di halaman 1dari 71

FORMULASI SEDIAAN MATA

apt. Annisa Fatmawati, M.Farm


SEDIAAN MATA

• Adalah sediaan steril yang berupa


salep, larutan atau suspensi,
digunakan untuk mata dengan jalan
meneteskan, mengoleskan pada
selaput lendir mata di sekitar
kelopak mata dan bola mata.
• Ocular administration of drug is primarily
associated with the need to treat ophthalmic
diseases.
• Major classes of drugs used are
Miotics - cholinergic agents (ACh)
Mydriatics – anticholinergics (atropine)
anti-inflamatories
Anti-infectives
Surgical adjuvents
Diagnostics

• These drugs are meant for local therapy and


not for systemic action.
 Human eye
 Diameter of 23 mm
 Structure comprises of three layers
Outermost coat : The clear, transparent cornea and the
white, opaque sclera
Middle layer : The iris anteriorly, the choroid posteriorly,
and the ciliary body at the intermediate part
Inner layer : Retina (extension of CNS)
• Cornea
 Epithelium-stroma-endothelium
(fat-water-fat structure)
 Penetration of the drug depends on Oil-water
partition coefficient

• Corneal cross section


• Fluid systems in eye-
1. Aqueous humor:
 Secreted from blood through epithelium of the ciliary body.
 Secreted in posterior chamber and transported to anterior
chamber.

2. Vitreous humor:
 Secreted from blood through epithelium of the ciliary body.
 Diffuse through the vitreous body.

• Lacrimal glands:
 Secrete tears & wash foreign bodies.
 Moistens the cornea from drying out.
IDEAL OPHTHALMIC DELIVERY
SYSTEM
Good corneal penetration.

Prolong contact time with corneal tissue.

Simplicity of instillation for the patient.

Non irritative and comfortable form

Appropriate rheological properties


Factors Affecting Intraocular Bioavailability:
1. Inflow & Outflow of Lacrimal fluids.

2. Efficient naso-lacrimal drainage.

3. Interaction of drug with proteins of Lacrimal fluid.

4. Dilution with tears.


5. Limited and poor corneal permeability
6. Metabolism
TIPE (JENIS) PREPARASI
OPTHALMIC
a. Solutions (Larutan)
Larutan opthalmic lebih mudah ditempatkan
ke dalam mata. Bagaimanapun,
kekhawatiran harus diperhatikan untuk
memastikan sisa larutan pada mata agar
menghasilkan efek terapetik (efek obat yang
diinginkan). Larutan opthalmic biasanya
tidak rusak atau bercampur dengan
penglihatan pasien.
b. Suspensi
Suspensi opthalmic juga dengan mudah
ditempatkan ke dalam mata. Pada umumnya,
suspensi menghasilkan efek lebih panjang
dibandingkan larutan. Suspensi mempunyai
satu kerugian; yaitu sulit untuk memastikan
bahwa suspensi tidak mengandung partikel
yang cukup besar untuk menghasilkan iritasi
mata.
c. Ointment
Salep opthalmic (antara lain, salep antibiotik
tertentu) biasanya yang terpakai.
Mereka secara relatif mudah untuk diterapkan
(terkecuali pada mata anak-anak). Salep opthalmic
tersisa dalam kontak dengan jaringan mata selama
periode yang berkelanjutan.
Karenanya, mereka biasanya menghasilkan efek
terapetik dalam jangka waktu yang lama (long
duration). Satu kerugian utama dari obat salep
adalah mereka meninggalkan film diatas mata
pasien. Dengan demikian, penglihatan pasien dapat
rusak.
• Solution
 Dilute with tear and wash away through lacrimal
apparatus.
 Usually do not interfere with vision of patient.
To be Administered at frequent intervals.

• Suspension
 Longer contact time.
Irritation potential due to the particle size of the drug.

• Ointment
 Longer contact time and greater storage stability.
Producing film over the eye and blurring vision.
Interfere with the attachment of new corneal epithelial
cells to their normal base.
Komposisi Inactive pada Larutan
Opthalmic dan Bentuk Sediaan
Suspensi
1. Tonicity – Adjusting Agent
Komposisi Tonicity-adjusting
biasanya meliputi NaCl, KCl, garam2
buffer,dextrose, glycerin dan propylen
glycol.
2. pH Adjustment dan buffer
Idealnya, setiap produk akan dibuffer
pada pH 7,4, yang dipertimbangkan
pH fisiologi normal air mata.
3. Stabilizer (penstabil)
 Ditambahkan pada suatu formula untuk
menurunkan dekomposisi (penguraian) dari
komposisi aktif.
 Antioksidan:
- Sodium bisulfite atau metabisulfite (sampai
0,3%).
- Ascorbic acid dan acetylcysteine.
- Sodium thiosulfate.
4. Surfaktan
 Penggunaan dari surfaktan yang sangat
besar terbatas dalam formulasi larutan
opthalmic.
 Contoh:
- polysorbate 20 dan 80
- polyoxyl 40 stearate
5. Viskositas-Imparting Agent
 Digunakan untuk meningkatkan viskositas
larutan opthalmic dan suspensi.
 Mengurangi tegangan muka secara signifikan,
sehingga meningkatkan waktu kontak ocular,
dengan demikian menurunkan tingkat drainase
dan meningkatkan bioavailabilitas obat.
 Contoh: polyvinyl alcohol, methylcellulose,
hydroxypropyl methylcellulose, carbomer.
6. Vehicles
 Opthalmic drop (obat tetes opthalmic) adalah,
dengan sedikit pengecualian, cairan
menggunakan air murni menurut USP sebagai
pelarut.
 Minyak telah digunakan sebagai pembawa untuk
beberapa produk tetes mata topikal (topical
eyedrop) yang sangat sensitif kelembapannya.
 Ketika minyak digunakan sebagai pembawa
dalam cairan opthalmic, mereka harus memiliki
kemurnian yang paling tinngi.
 Contoh: olive oil, castor oil, sesami oil.
PERMASALAHAN
• Berbeda dengan mukosa usus,
permukaan mata bukanlah suatu
tempat yang baik untuk proses
penyerapan obat oleh mata.
• Hal ini disebabkan karena:
1. Pengeluaran dan pengaliran air mata
bertentangan dengan arah
penembusan obat.
2. Struktur kornea mata yang khas
SYARAT SEDIAAN MATA
1. STERIL
2. ISOTONIS
3. ISOHIDRI
4. JERNIH
5. BEBAS PARTIKEL ASING,
SERAT ATAU BENANG
6. TAK IRITATIF PADA MATA
YANG PERLU DIPERHATIKAN
UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN
TERSEBUT
1. Kecermatan & kebersihan selama proses
pembuatan
2. Pelaksanaan pembuatan dilaksanakan
seaseptis mungkin
3. Adanya bahan antimikroba yang tepat
untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme baik selama pembuatan
ataupun pemakaian obat tetes mata
4. Formula yang tepat mencakup larutan
isotonis, PH yang sesuai (obat tetes
mata)
5. Teknologi pembuatan serta peralatan
yang menunjang
BEBERAPA PERTIMBANGAN
DALAM PEMBUATAN OBAT MATA

A. PERTIMBANGAN UMUM
1. STERILITAS
a. Seaseptis mungkin
b. Dilakukan proses sterilisasi
c. Disesuaikan dengan bentuk sediaannya
d. Dievaluasi, bahwa benar-benar sediaan
tersebut steril
CARA STERILISASI

• CARA BASAH
• CARA KERING
• CARA FILTRASI
• CARA GAS EtO
• CARA RADIASI IONISASI
PADA UMUMNYA STERILISASI
OBAT TETES MATA DILAKUKAN
SEBAGAI BERIKUT:

1. Obat dilarutkan dalam cairan


pembawa, mengandung salah satu
bahan pengawet atau bahan
pengawet lain yang cocok dan larutan
dijernihkan dengan penyaringan
masukkan ke dalam wadah, tutup
wadah dan sterilkan dengan cara
otoklaf pada suhu 115C-116C selama
minimal 30 menit, tergantung volume
cairan yang akan disterilkan.
2. Obat dilarutkan dalam cairan
pembawa berair yang mengandung
salah satu bahan pengawet yang
cocok dan larutan disterilkan
kemudian di filling kedalam wadah
yang sudah steril secara aseptis dan
tutup rapat.
3. Obat dilarutkan ke dalam pembawa
berair yang mengandung salah
satu bahan pengawet yang cocok
dan larutan dijernihkan dengan
jalan penyaringan. Larutan
masukkan ke wadah tutup rapat
dan sterilkan dengan uap air
mengalir pada suhu 98-100C
selama 30 menit, tergantung
volume cairan yang akan
disterilkan.
2. IRITASI
Disebabkan oleh:
a. Bahan aktif
b. Bahan pembantu atau
c. PH yang tidak cocok dari pembawa

Akibat samping:
a. Akan terjadi perubahan pada bagian-
bagian tertentu dari mata
b. Akan menimbulkan air mata yang
arahnya bertentangan dengan difusi obat
ke dalam mata
3. PENGAWET
Semua obat tetes mata harus dalam
keadaan steril.
 pengawet perlu ditambahkan
khususnya untuk obat tetes mata yang
digunakan dalam dosis ganda.

Silang kontaminasi dapat terjadi pada


Waktu:
a. Pengisian dalam wadah karena
peralatan yang tidak tepat.
b. Selama pemakaian obat karena bentuk
wadah yang tidak cocok.
Untuk mencegah silang
kontaminasi, maka:
• Perlu penambahan bahan pengawet
yang cocok.
• Isi obat tetes mata dalam batas
pemakaian (Fornas 8 ml), (FI 10 ml).
• Peringatan pada pemakai, bahwa
obat tetes mata ini dapat
dipergunakan maksimal 30 hari
setelah tutup dibuka.
SYARAT PENGAWET DALAM
TETES MATA ADALAH :

1. Harus efektif dan efisien.


2. Tidak berinteraksi dengan bahan
aktif atau pembantu lainnya.
3. Tidak iritan terhadap mata.
4. Tidak toksis
PENGAWET YANG BIASA
DIGUNAKAN :
1. BENZALKONIUM KLORIDA
a. Efektivitas yang tinggi bila ditambah Na EDTA
b. Efektif dalam dosis kecil, bereaksi sebagai
antimikroba sangat cepat
c. Stabilitas yang tinggi pada jarak PH yang
lebar
d. Merupakan garam dari basa lemah, bersifat
surfaktif kationik
e. Tidak tercampurkan dengan senyawa nitrat,
salisilat, fluserin natrium dan surfaktan
anionik.
Interaksi dengan bahan aktif atau
bahan pembantu lainnya
menyebabkan kurang efektif
sebagai pengawet.
Penggunaan: dalam tetes mata
0,004-0,02 %, pada umumnya
digunakan dalam konsentrasi 0,01
%
2. GARAM RAKSA
Benzalkonium klorida tidak dapat
digunakan untuk pilocarpine nitrat,
pisostigmina salisilat atau fluoresin
natrium.
Digunakan senyawa raksa antara
lain: PMN, PMA, thiomersal.
Konsentrasi yang digunakan:
PMN 0,002 – 0,004 %
PMA 0,005 – 0,02 %
Tiomersal 0,01 %
Efektifitas tinggi pada pembawa yang
sedikit asam
Senyawa raksa dapat berinteraksi
dengan senyawa halogen membentuk
senyawa yang kurang larut dalam air dan
mengurangi aktivitas pengawetnya.
Tiomersal mempunyai kelarutan dalam
air yang besar dengan stabilitas yang
tinggi serta tidak menimbulkan penyakit
merkurialentis
3. KLORBUTANOL
 bahan pengawet ini efektif pada
kondisi-kondisi tertentu.
Stabil pada suhu kamar pada PH 5
atau kurang
Dengan pemanasan dapat
menyebabkan penguraian
menghasilkan HCL.
Pada proses sterilisasi dengan cara
otoklaf pengurai dapat terjadi
sampai 30 %.
Digunakan hanya wadah gelas
karena klorbutanol dapat
berpenetrasi dalam wadah plastik.
Digunakan pada konsentrasi 0,5 %,
meskipun kelarutannya dalam air
hanya 0,7 %.
Larut sangat perlahan-lahan.
Pemakaian air panas dapat
mempercepat kalrutan tetapi hati-
hati terhadap kemungkinan
penguraian.
4. METIL DAN PROPILPARABEN
↔ Merupakan ester dari asam p-
hidroksibenzoat.
↔ Digunakan untuk mencegah
pertumbuhan jamur.
↔ Dosis yang tinggi mempunyai sifat
antimikroba yang lemah.
Kelemahannya:
 Kelarutan yang rendah
 Menimbulkan rasa pedih pada mata
 Dapat berinteraksi dengan surfaktan
nonionik dan polimer sehingga
menyebabkan turunnya sifat pengawet.
......lanjutan

♫ Digunakan dalam bentuk campuran


antara metal dan propil paraben
♫ Metilparaben antara 0,03 – 0,1 %
♫ Propil paraben 0,01 – 0,02 %
5. FENIL ETIL ALKOHOL
♣ Mempunyai aktivitas yang lemah,
mudah menguap.
♣ Dapat berpenetrasi dalam wadah
plastik sehingga mengurangi
aktivitasnya.
♣ Kelarutan dalam air sangat kecil,
mudah didesak kelarutannya (salting
out).
♣ Memberikan rasa pedih pada mata.
♣ Digunakan pada konsentrasi 0,5 %.
PERTIMBANGAN PADA
PROSES PEMBUATAN

1. LINGKUNGAN KERJA
Berpengaruh pada :
a. Keamanan
b. Stabilitas
c. Kemanjuran sediaan yang
dihasilkan
Kontaminasi silang/kontaminasi
zarah asing sangat berpengaruh
terhadap kualitas sediaan akhir:

a) Kontaminasi zarah asing misalnya


berupa bahan kimia dapat berpengaruh
pada stabilitas bahan aktif dan
keamanan sediaan akhir.
b) Kontaminasi mikroorganisme dapat
berpengaruh terhadap sterilitas sediaan
akhir, khususnya sediaan yang dibuat
atau dimasukkan dalam wadah secara
aseptis tanpa melalui sterilisasi akhir.
Efektivitas sterilisasi tergantung dari
kandungan mikroba awal, oleh sebab
itulah pada pembuatan sediaan steril
bahan-bahan baku atau peralatan harus
sudah disterilkan terlebih dahulu.

 Proses pembuatan secara aseptis


persyaratan kandungan mikroorganisme
 Syarat jumlah partikel harus dipenuhi,
mis: kandungan partikel pada kubik foot
udara tidak boleh lebih dari 100 partikel
dengan ukuran > 0,5 mikrometer.
Sterilitas udara, tekanan udara
harus diperhitungkan.
Tekanan udara di ruang steril harus
lebih tinggi dari 1,5 mm kolom air,
sehingga tidak ada aliran udara dari
luar ke ruangan steril.
Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah jumlah dan keamanan
karyawan:
Karyawan yang berlebihan dapat
menyebabkan turbulensi udara
sehingga menimbulkan kontaminasi
partikel pada larutan.
Pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan karyawan hendaknya
disesuaikan dengan persyaratan
kualifikasi tugas.
2. TEHNIK PEMBUATAN
TETES MATA
a. bahan aktif atau bahan pembantu
lain dilarutkan dengan sebagian atau
seluruh air yang ada.
b. Setelah larutan dijernihkan dengan
cara penyaringan, disterilkan dengan
otoklaf atau uap air mengalir atau
dengan cara filtrasi aseptis
SUSPENSI
a. Sama dengan tetes mata
b. Bahan aktif yang tidak larut dalam air
c. Bahan aktif disterilkan baik dengan cara:
a) Sterilisasi kering
b) Sterilisasi dengan gas
c) Cara filtrasi, bahan aktif dilarutkan dalam pelarut
yang tepat yang sudah steril, filtrasi dan lakukan
rekristalisasi.
 Mata sangat sensitif terhadap adanya partikel
yang ukurannya ≥ 20μm
Suspensi steril yang ditambahkan air
steril sampai volume tertentu dimasukkan
dalam wadah steril.
Sterilisasi wadah dapat dilakukan dengan
cara:
a. sterilisasi kering
b. sterilisasi dengan EtO
c. radiasi kobalt-60
3. BAHAN BAKU
A. Bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan obat tetes mata yang
berkualitas tinggi.
B. Setiap bahan baku harus
dievaluasi, disesuaikan dengan
persyaratan yang ada baik
persyaratan fisiko kimia maupun
persyaratan mikrobiologis.
Bagian terbesar bahan pembantu
dalam pembuatan obat tetes mata
adalah air.
Air yang digunakan dalam pembuatan
obat tetes mata adalah air murni
(purified water)
Air untuk injeksi (WFI) tepat digunakan
sebagai pembawa obat tetes mata.
4. PERALATAN
A. Peralatan pada proses pembuatan
harus terbuat dari bahan yang
tahan terhadap korosif.
B. Bahan tahan karat AISI 316 adalah
bahan logam yang tepat dengan
atau tanpa pelapisan baik secara
elektroda maupun elektropolis.
C. Peralatan yang telah digunakan
harus segera dibersihkan.
Agar mudah dibersihkan,
maka rancang bangun alat
haruslah:
 Bagian yang harus dibersihkan setelah
pengolahan mudah dibongkar dan dipasang
kembali.
 Tidak terdapat bagian yang tidak terjangkau
pada waktu pembersihan
 Tidakada bagian yang dapat menahan sisa
produk atau larutan pencucian.
 Bagian dalam peralatan yang tidak boleh
berkarat atau mudah tergores
permukaannya.
PENETRASI OBAT DARI
SEDIAAN OBAT MATA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENETRASI OBAT DARI SEDIAAN OBAT MATA:
1. FAKTOR FISIOLOGIS
 Kondisi kornea dan konjungtiva merupakan bagian
yang penting terhadap penetrasi obat ke dalam
mata.
 Luka akibat adanya partikel asing berupa bahan
kimia atau mekanik dapat menyebabkan naiknya
permeabilitas kornea dan konjungtiva (menaikkan
jumlah obat yang berpenetrasi dalam kornea atau
konjungtiva.
 Air mata terdiri dari protein, kolagen dan elektrolit. Adanya
protein dalam air mata kadang-kadang dapat mengikat
suatu bahan aktif sehingga kecepatan penetrasi bahan
aktif tersebut menjadi kecil.
2. FAKTOR FISIKA KIMIA
1). TONISITAS
►Tekanan osmotik air mata sama dengan
tekanan 0,93% b/v NaCl dalam air.
►Larutan NaCl tidak menyebabkan rasa
sakit dan tidak mengiritasi mata, bila
konsentrasi NaCl terletak antara 0,7-1,4%
b/v, telah terbukti bahwa larutan hipertonis
lebih dapat diterima daripada larutan
hipotonis.
►Sehingga dalam kenyataan biasanya
bahan aktif dilarutkan dalam larutan NaCl
0,8-0,9% (atau pelarut lain dengan
tonisitas sama).
►Konsentrasi zat-zat yang terkandung dalam obat
tetes mata tidak menyebabkan hipertonisitas yang
melampaui batas yang dapat diterima (1,5 % NaCl).
►Pengenceran yang cepat oleh air mata dapat
mengurangi resiko iritasi
►Konsentrasi NaCl 0,9-10 % NaCl tidak ada pengaruh
terhadap permeabilitas kornea dan konjungtiva.
Konsentrasi NaCl yang hipertonis ini akan
mempertinggi koefisien partisi bahan aktif dalam
larutan tersebut.
►Larutan hipotonis berpengaruh terhadap
permeabilitas kornea dan konjungtiva tetapi pengaruh
terhadap penetrasi bahan aktif akan lebih kecil
dibandingkan dengan larutan hipertonis.
2)PERANAN PH
Ditinjau dari sudut fisiologis PH ideal
suatu obat tetes mata adalah 7,4 - 7,65.
Pemilihan biasanya mendahulukan
masalah stabilitas dalam batasan PH
terbaik yang dapat diterima oleh mata
Jadi sangat diperlukan mencari kondisi
PH yang dapat memenuhi syarat
stabilitas, toleransi dan efektivitas.
♠ Larutan dapar isotonik pada PH 7,4 –
9,6 tidak memberikan efek iritasi
terhadap mata.
♠ Perasaan sakit yang timbul mungkin
disebabkan karena sifat aktifnya sendiri.
♠ Cairan lakrimal mempunyai sistem
dapar 7,4 yang dengan cepat dapat
mengubah derajat keasaman sediaan
dengan PH 3,5 – 10,5 dengan kapasitas
dapar rendah ke PH yang dapat
diterima, yaitu sekitar 7,4.
♠ Semakin besar nilai koefisien partisinya
maka jumlah atau kecepatan penetrasi
bahan aktif tersebut akan semakin
besar.

3)PERANAN KONSENTRASI BAHAN AKTIF


♪ Penetrasi bahan aktif dari sediaan obat tetes
mata ke dalam mata mengikuti cara difusi
pasif
♪ Bila kita menganggap bahwa satu tetes obat
tetes mata bervolume 0,05 ml – 0,075 ml,
maka pengenceran oleh air mata sebesar
0,01ml
4)KEKENTALAN
Penggunaan bahan pengental pada obat
tetes mata bertujuan:
Sebagai air mata buatan
Sebagai bahan pelicin untuk lensa
kontak
Untuk meningkatkan kekentalan larutan
yang berakibat waktu kontak antara
sediaan dengan lensa kornea semakin
lama
5)SURFAKTAN
Pemakaian surfaktan pada obat tetes mata
harus memenuhi berbagai aspek:
 Sebagai antimikroba
 Menurunkan tegangan permukaan antara
obat mata dengan kornea
 Meningkatkan ketercampuran antara obat
mata dengan kornea
 Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air
mata, tidak boleh iritan, danmerusak kornea.
EVALUASI SEDIAAN OBAT TETES
MATA

 STERILITAS
Memenuhi persyaratan uji sterilitas seperti
yang tertera pada uji keamanan hayati FI III.
 KEJERNIHAN
Dengan alat khusus untuk uji ini tidak
terlihat adanya partikel asing.
 VOLUME
Volume isi netto tiap wadah harus sedikit
lebih dari volume yang ditetapkan.
Kelebihan volume yang dianjurkan:

Volume pada Volume tambahan yang dianjurkan


etiket
Cairan encer Cairan kental
(ml) (ml)

0,5 0,1 0,12

1,0 0,1 0,15

2,0 0,15 0,25


5,0 0,30 0,50

10,0 0,50 0,70


STABILITAS BAHAN AKTIF
Stabil selama sterilisasi dan
penyimpanan sampai waktu tertentu
KEMAMPUAN DIFUSI BAHAN
AKTIF DARI SEDIAAN
Pengaruh PH pada koefisien partisi
obat
Tahap difusi bahan aktif dari
sediaan obat tetes mata
Kemampuan perubahan PH sediaan obat
tetes mata akibat penambahan sejumlah
volume tertentu dari sediaan.
Kecepatan difusi bahan aktif dari sediaan
Kecepatan difusi bahan aktif dari sediaan
setelah penambahan sejumlah volume
tertentu larutan dengan PH 7,4
FORMULASI SEDIAAN OBAT
MATA
• Semakin kental sediaan maka kontak
akan semakin lama, tetapi kekentalan
yang lebih besar dari kekentalan normal
tidak dapat menjamin keefektifan
sediaan.
• Formulasi salep mata dapat berbeda
dengan sediaan tetes mata karena
perbedaan struktur jaringan yang akan
diobati, sifat fisik-farmakologi bahan aktif.
OLEH KARENA ITU PERLU
DIPERHATIKAN HAL-HAL BERIKUT:

1. Kekentalan dan reologi salep mata


harus optimal.
2. Harus dapat melebur atau mencair
pada suhu kira-kira 32,9 C.
3. Sifat basis salep mata harus lebih
bersifat hidrofil sehingga dengan
cepat dapat bercampur atau
tersuspensi dengan cairan lakrimal
hanya dengan beberapa kedipan
mata.
Pelepasan bahan aktif dari sediaan
mata dipengaruhi:
 Kedipan kelopak mata
 Kondisi bahan aktif yang terlarut /
tersuspensi dalam basis
 Ukuran partikel bahan aktif
PEMBUATAN SALEP
MATA
Bahan aktif ditambahkan sebagai larutan
steril atau sebagai serbuk steril
termikronisasi dalam basis salep mata
steril.
Hasil akhir dimasukkan dalam tube steril
secara aseptis.
Sterilisasi basis salep dg cara kering pada
suhu 120C, 2 jam, 150C, 1 jamtergantung
sifat fisik salep yang digunakan.
Sterilisasi tube dengan otoklaf suhu 115-
116 C < 30 menit.
FORMULASI SEDIAAN MATA

Dwi Nurahmanto
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai