Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS FARMASI
Percobaan 1 - 7

Disusun oleh :

Nama : Lidiawati
Nim : 170500073
Gol/kel : 2/A
Dosen : apt. Emelda M.,Farm
Tanggal :

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA
YOGYAKARTA
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum Analisis Farmasi
Telah Memenuhi Syarat Untuk Praktikum Analisis Farmasi

Disahkan oleh

Apt. Emelda M.,Farm


PERCOBAAN I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa dapat menganalisis sediaan tablet paracetamol dan
menganalisis kadar tablet paracetamol
b. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui menganalisis sediaan tablet
paracetamol menggunakan spektrofotometri.

B. Dasar Teori
Parasetamol, juga dikenal sebagai acetaminophen, banyak digunakan
sebagai analgesic dan obat antipiretik. Itu bisa diperoleh dalam formulasi
farmasi yang berbeda. Itu banya digunakan sebagai alternatif untuk pasien
yang rentan terhadap asam asetilsalisilat (aspirin) dalam pengobatan nyeri dan
demam.

Namun, overdosis parasetamol dapat menyebabkan hepatotoksisitas


dan nefrotoksisitas yang fatal2 dengan cara ini, beberapa metode telah
digunakan untuk penentuan parasetamol dalam bentuk murni, formulasi dan
kombinasi dengan bahan lain. Pencapaian besar telah diberikan pada metode
kolorimetri dan spektrofotometri. Spektrofotometri prosedur berdasarkan
pengukuran absorbansi langsung dalam media alkali. Metode kinetika
spektrofotometik juga digunakan untuk penentuan parasetamol yang
teroksidasi dengan peroxydisulphate. Survei literatur menunjukkan metode
lain seperti chemiluminescence, metode elektrokimia, terutama dengan
pengukuran amperometry. (NAGWA H.S. AHMIDA*, 2009)

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara titrimetri dengan


metode diazotasi, spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara
spektrofotometri visibel) dan dengan teknik berdasarkan kromatografi . (Grace
Pricilia Tulandi1), 2015)
Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi
cahaya olehsuatu sistem kimia itu sebagai suatu fungsi daripanjang gelombang
radiasi, demikian pula pengukuran penyerapanyang menyendiri pada suatu
panjang gelombang tertentu,Keuntungan utama pemilihan metode
spektrofotometri bahwa metode ini memberikan metode sangat sederhana
untukmenetapkan kuantitas zat yang sangat kecil (Purwadi, 2007).
Baru-baru ini, berbagai metode simultan untuk penentuan parasetamol
dengan komponen lain telah dilaporkan. Kolorimetri menggunakan tiron
digunakan untuk penentuan parasetamol dalam kombinasi p-aminofenol.
Sandulescu et memiliki mengembangkan metode spektrofotometik dan
elektroanalitik untuk kedua parasetamol dan asam askorbat dalam bentuk
sediaan berbuih. Metode Vierordt`s dan spektrum rasio Metode turunan
digunakan untuk mengatasi tumpang tindih parasetamol dengan aktif lain
komponen . Spektrofotometri Derivatif Pertama dan Spektrofotometri Beda
dan HPLC23, juga digunakan. Ide dari pekerjaan ini adalah untuk
memberikan penentuan spektrofotometri sederhana yang sensitif dan cepat
dari parasetamol, metode ini bebas dari interferensi. bila eksipien atau
komponen lain seperti kafein ada. Fitur penting dari assay spekrofotometri
perbedaan adalah bahwa nilai yang diukur adalah perbedaan absorbansi (∆A)
antara dua larutan ekuimolar analit dalam bahan kimia yang berbeda bentuk,
yang menunjukkan karakteristik spektrum yang berbeda. Yang paling
sederhana dan paling Teknik yang umum digunakan untuk mengubah sifat
spektral analit adalah penyesuaian pH dengan menggunakan larutan asam,
alkali atau buffer2 berair.dengan komponen lain telah dilaporkan. Kolorimetri
menggunakan tiron digunakan untuk penentuan parasetamol dalam kombinasi
p-aminofenol memiliki mengembangkan metode spektrofotometik dan
elektroanalitik untuk parasetamol dan asam askorbat dalam bentuk sediaan
berbuih (NAGWA H.S. AHMIDA*, 2009)
BAB II

A. Alat dan bahan


Alat :
a. Spektrofotometer UV-VIS.
Kegunaan Spektrofotometer UV-Vis sebagai alat yang digunakan untuk
mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau yang biasa disebut kuvet
a. Labu ukur 25-100 mL.
Kegunaan sebagai wadah untuk ukuran seberapa banyak larutan yang
akan digunakan.
b. Mortir stamper
Kegunaannya untuk menghaluskan sediaan yang akan digunakan
praktikum, yaitu tablet.
c. Timbangan.
Kegunaan untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan.
d. Magnetic stirrer .
Kegunaan untuk mengaduk larutan secara magnetic.
e. Kertas saring.
Kegunaan untuk menyaring larutan yang sudah diaduk dengan magnetic
stirer.
f. pH universal
Kegunaan untuk mengukur pH larutan.

Bahan :
a. Tablet paracetamol 500 mg
Kegunaan suatu sediaan yang digunakan untuk bahan uji praktikum.
b. Kalium dihidrogen ortofosfat
Kegunaan untuk mengatur keasaam suatu sediaan.
c. Paracetamol ekstra
Kegunaan zat aktif yang digunakan untuk bahan uji.
d. Fevadol plus (pct 500 mg, kafein 35 mg, kodein fosfat 8 mg) Kegunaan
suatu zat aktif yang diuji.
e. Amol ekstra (pct 500 mg, kafein 65 mg)
Kegunaan sebagai bahan uji yang digunakan untuk praktikum.
f. HCL 0,1 M
Kegunaan sebagai penstandarisasi suatu larutan.
g. NaOH 0,1 M
Kegunaan sebagai penstandarisasi suatu larutan.
h. Aquadest
Kegunaan sebagai pelarut untuk sediaan yang akan diarutkan sebagai
bahan uji praktikum.

B. Prosedur Kerja
a. Buffer fosfat pH 7 (0,1 M):
1. Timbang kalium dihidrogen ortofosfat 1,361 gr.
2. Larutkan menggunakan aquadest sampai 100 mL.
3. Sesuaikan pH menggunakan larutan di-natrium hidrogen fosfat 3,5%
b. Kalibrasi (pembuatan larutan induk/stok):
1. Timbang parasetamol murni 12,5 mg.
2. Kemudian larutkan menggunakan aquadest sampai 100 mL.
3. Ukur volume larutan stok dengan konsentrasi mulai dari 2,5-45 μg /
mL dalam air.
4. Kemudian volume paracetamol disesuaikan dengan 0,1 M HCl dan
0,1 M NaOH.
c. Uji parasetamol dalam tablet:
1. 10 tablet paracetamol dihaluskan menggunakan mortir.
2. Paracetamol yang sudah dihaluskan ditimbang dengan bobot 12,5
mg.
3. Kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dilarutkan
menggunakan aquadest sampai tanda batas air.

4. Aduk larutan paracetamol menggunakan magnetic stirrer selama 10


menit, kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring
Whatmann No. 1.
5. Setelah larutan disaring ambil 3 ml filtrat dipindahkan dan dilarutkan
menjadi 25 ml.
6. Kemudian Volume disesuaikan dengan 0,1 M HCl dan 0,1 M NaOH

C. Perhitungan :
1 mg = 1000 mcg
Larutan induk = 12,5 mg / 100 ml = 12.500 mcg/100 ml = 125 mcg/ml
Larutan induk : 125 mcg/ml buatlah seri kadar larutan untuk kurva baku

Konsentrasi (mcg/ml) Ml yang diambil Absorbansi


50 M1.V1= M2.V2 125.X
125.X= 50.25 =

1250
X= 1250/125
X= 10ml
60 125.X= 60.25
125.X= 1500
X= 1500/125
X= 12ml
70 125.X= 70.25
X= 1750/125
X= 14 ml
80 125.X= 80.25
X= 2000/125
X= 16 ml
90 125.X= 90.25
X= 2250/125
X= 18ml

Lalu diukur seri kadar (diukur serapan absorbansinya)


Dihitung regresi linier (buat grafik disertai regresi)? Pembuatan larutan
sampel:
Contoh obat Bodrex migra Menimbang 10 tablet: digerus

Mau mengambil 12,5 mg setara pct


Tab pct: 350 mg/581,3 mg x 12,5 mg= 7,52 mg
Larutan sampel tab pct : 7,52 mg/100 ml= 7,520 mcg/100 ml= 75,2 mcg/ml
D. Lembar Kerja
Sampel yang digunakan :
Paramex nyeri otot :
R/ Paracetamol 350 mg
Ibuprofen 200 mg
Data Hasil Percobaan :
Berat masing-masing tablet
No2 Berat Tablet

1 560 mg
2 558 mg
3 562 mg
4 559 mg
5 559 mg
6 565 mg
7 580 mg
8 568 mg Gerus Homogen
9 558 mg
10 557 mg
Rata-Rata 562,6

5.626
Rata – Rata Bobot Tablet = =562,6 mg
10

Serbuk Paracetamol yang ambil (setara dengan 12,5 mg pct) = 7.8 mg


jumlah PCT 350
x 12,5= x 12,5
rata rata 562,6

= 0,622 x 12,5
= 7,775  7.8 mg
Data Hasil Pembacaan Absorbansi :
Kurva Baku
Konsentrasi Absorbansi
(ppm)
5 0,251
7 0,334
9 0,457
11 0,578
13 0,765
Regresi linear dari kurva baku tersebut disertai dengan grafik nya?
A = 0,1908 Didapat Persamaan Regresi : y = bx + a
B = 0,1272 y = 0,1272 x + 0,1908
R = 0.99

kurva baku
0.9
0.8
0.7 f(x) = 0.06 x − 0.1
0.6 R² = 0.98
Absorbansi

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
konsentrasi

Sampel
Sampel Absorbansi
(replikasi)
1 0,432
2 0,446
3 0,442
Berapakah kadar obat Paracetamol dari sampel tersebut??
Replikasi Sempel :
1. y = bx + a
0,432 = 0,1272x + 0,1908
0,1272x = 0,432 – 0,1908
0,1272x = 0,2412
x = 0,2412 / 0,1272
= 1,89 ppm
2. y =bx + a
0.446 = 0,1272x + 0,1908
0, 1272x = 0,446 – 0, 1908
0, 1272x = 0,2552
x = 0,2552 / 0,1272
x = 2,006 ppm
3. y = bx + a
0,442 = 0,1272x = 0,1908
0,1272x = 0,442 – 0,1908
0,1272x = 0,2512
x = 0,2513 / 0,1272
x = 1,97 ppm

1,89+ 2,006+1,97
rata- rata : =1,95 ppm
3

E. Pembahasan :
Pada praktikum kali ini penentuan kadar paracetamol dalam sediaan
tablet paramex, dimana diketahuin dalam sediaan terdapat ibuprofen dengan
menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-Vis
mempunyai prinsip dimana penyerapan sinar tampak untuk ultraviolet dengan
suatu molekul dapat menyebapkan terjadinya eksitasi molekul tingkat energi
dasar ketingkat energi yang paling tinggi.

Paracetamol di analisis kadarnya dengan menggunakan


spektrofotometer karena secara struktur diketahui bahwa paracetamol
mempunyai gugus kromofor dan gugus auksokrom yang menyebapkan
senyawa ini dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet dalam suasana
asam pada Panjang gelombang 245 nm.

Paracetamol ini menentukan Panjang gelombang maksimal kurva baku


dan kadar paracetamol secara spektrofotometer ultra viole. Dari hasil
praktikum disapatkan kadar rata rata 1,95 ppm

F. KESIMPULAN :
Jadi serbuk paracetamol yang di ambil setara dengan 12,5 mg yaitu
sebanyak 7,8 mg PCT, data absorbansi yang di dapat persamaan yaitu :
0.1272x + 0,1908 dan kadar yang di dapat dari sepal tersebut yaitu :
1,89ppm , 2,006 ppm dan 1,97ppm dengan rata-rata 1,95ppm
DAFTAR PUSAKA
Grace Pricilia Tulandi1), S. S. W. A. L., 2015. ULTRAVIOLET, VALIDASI
METODE
ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SEDIAAN
TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI. urnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol.
4.
NAGWA H.S. AHMIDA*, M. S. A.-N. a. Y. S. D. H. A. M. S. A.-N. a. Y. S. D.,
2009. Determination of Paracetamol in Tablet by Difference Spectrophotometric
Method. Asian Journal of Chemistry.
PERCOBAAN II

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa dapat melakukan analisis kimia dalam jamu pegal linu dan
rematik.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasI mengetahui kandungan kadar asam
mefenamat dalam jamu pegal linu dan jamu rematik

B. Dasar teori
Asam mefenamat merupakan suatu senyawa organik dengan rumus
kimia C15H15NO2, dengan nama lain Asam N-2,3- xililantranilat acid.
Memiliki massa molekuler 241.29 g/mol, dengan berbentuk Serbuk hablur
putih atau hampir putih. Melebur pada Suhu lebih kurang 2300C disertai
peruraian. Asam mefenamat Larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut
dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan metanol, praktis tidak larut
dalam air (Anonim, 1995). Asam mefenamat merupakan salah satu bahan obat
yang memiliki efek analgesik. Asam mefenamat merupakan derivat asam
antranilat dan termasuk kedalam golongan obat Anti Inflamasi Nonsteroid
(Supardi, et al., 2017)

Jamu adalah bahan atau ramuan yang berupa tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sedian serian ( genetic ) atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat (biofarmaka IPB 2013)

Jamu pegal linu merupakan salah satu jamu yang banyak digemari
masyarakat di Indonesia dan sering kali oleh oknum produsen jamu
ditambahkan bahan kimia obat (BKO) supaya efek terapi yang dihasilkan
lebih efektif. Salah satu BKO yang ditambahkan yaitu asam mefenamat.
Adanya kandungan asam mefenamat yang ditambahkan dapat menimbulkan
efek samping membahayakan seperti kejang bahkan bisa menyebabkan koma.
Penambahan BKO tersebut bertentangan dengan aturan Permenkes No. 007
Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional pasal 7 menyatakan bahwa
Obat tradisional dilarang mengandung bahan kimia obat yang merupakan
hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat. Penambahan bahan kimia obat
merupakan senyawa kimia obat yang ditambahkan dengan sengaja kedalam
jamu dengan tujuan memberikan efek yang diinginkan tercapai lebih cepat
dari biasanya (Rusmalina, et al., 2020)

Validasi metode analisis menurut United States Pharmacopoeia (USP)


dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang digunakan akurat,
spesifik dan reproduksibel serta tahan pada kisaran analit yang akan di
analisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi
bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi
problem analisis (Supardi, et al., 2017)

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi


antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia.
Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi
spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom.
Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 200-400 nm,
daerah cahaya tampak 400-800 nm (Supardi, et al., 2017)
BAB II

A. Alat Dan Bahan


Alat:
• Mortir
• Stemper
• Alat alat gelas
• Neraca analitik (KERN AC 22 – 4M)
• Chamber
• Mikropipet
• plat silika GF254
• spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu 00787).

Bahan :

• 5 merek jamu pegal linu dan rematik


• Asam Mefenamat murni
• Metanol
• Etil asetat
• Aseton
• Kloroform
• Toluene
• Diklorometan
• Etanol

B. Prosedur kerja
a. Pembuatan larutan baku
Siapkan 5 sampel jamu pegal linu dan rematik dengan berbagai merek
yang berbeda
b. Penetapan panjang gelombang
Timbang terlebih dahulu 12,5 mg zat aktif asam mefenamat. Masukan
kedalam labu ukur dan tambakan 50ml metanol, kocok hingga homogen
hingga diperoleh konsentrasi 250ppm digunakan untuk pembuatan seri
konsentrasi
c. Penetapan panjang gelombang maksimum
Larutan baku asam mefenamat 250 ppm yang telah diencerkan diambil
0,36 mLKemudian diencerkan kembali dengan metanol sampai volume
10
d. mL hingga diperoleh konsentrasi 9 ppm.Larutan dengan konsentrasi 9
ppm tersebut dikocok hingga homogen dan dimasukkan kedalam kuvet
kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 200 – 400 nm
e. Penetapan operating time
Larutan baku asam mefenamat 250 ppm yang telah diencerkan diambil
lagi 0,44ml.Kemudian diencerkan kembali dengan metanol sampai
volume 10 mL hingga diperoleh konsentrasi 11 ppm.kocok hingga
homogen lalu dibaca absorbansinya sampai hasil absorbansi yang
diperoleh relatif konstan dengan rentang waktu 1 menit.
f. Pembuatan kurva baku
Dari larutan baku 250 ppm dibuat 5 seri konsentrasi yaitu 5, 7, 9, 11 dan
13 ppm Untuk konsentrasi 5 ppm di encerkan dengan 10 ml methanol
dengan cara mengambil 0,2 ml,selanjutnya untuk konsentrasi 7, 9, 11 dan
13 ppm dilakukan cara yang sama,Kemudian dibaca absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum. Dari data hasil absorbansi dapat dihitung
persamaan kurva bakunya sehingga diperoleh persamaan garis y = ax + b.
C. Perhitungan Sementara
Larutan baku
12,5 mg/50 mL= 12,500 mcg/50 ml= 250 mcg/mL

Konsentrasi(ppm) Ml yang di ambil Absorbansi


5 M1.V1=m2.v2
250.V1= 5. 10
250X=50
X= 50/250
X= 0,2

7 M1.V1= m1.v2
250.V1= 7.10
250X= 70
X=70/250
X= 0,28
9 M1.V1= m1.v2
250.V1= 9.10
X= 90/250
X= 0,36 ml
11 M1.V1= m1.v2
250.V1= 11.10
X= 110/250
X=0,44
12 M1.V1= m1.v2
250.V1= 13.10
X=130/250
X= 0,52 ml
D. Lembar Kerja
Data Hasil Kurva Baku
Konsentrasi Absorbansi
(ppm)
5 0,351
7 0,395
9 0,497
11 0,586
13 0,795

Sampel Absorbansi
(Replikasi)
I 0,351
II 0,395
III 0,385
Data Sampel

Regresi linear kurva baku disertai grafik nya : .….


Persamaan Regresi yang di peroleh : y = bx + a
A : 0,039 y = 0,053x + 0.039
B : 0,053
r : 0,966
0.9
0.8
0.7 f(x) = 0.05 x + 0.04
R² = 0.93
0.6
absorbansi

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
konsentrasi

Perhitungan Kadar Asam Mefenamat dalam jamu pegal linu :


Replikasi Sampel :
1. y = bx + a
0,351 = 0,053x + 0,039
0.053x= 0,351 – 0,039
0.053x= 0,312
x=0,312 / 0,053
= 5,88 ppm
2. y = bx + a
0,395 = 0,053x + 0,039
0,053x = 0,395 – 0,039
0,053x = 0,356
x= 0,356 / 0,053
= 6,71 ppm
3. y = bx + a
0,385 = 0,053x + 0,039
0,053x =0,385 – 0,039
0,053x = 0,346
x= 0,346 / 0,053
= 6,52 ppm
5,88+6,71+6,52 19.11
Rata – Rata : = =6,37 ppm
3 3

E. Pembahasan :
Pada praktikum kali ini melakukan analisis asam mefenamat dalam
jamu pegal linu dan rematik menggunakan spektrofotometri Uv-Vis. Jamu
ditambahkan bahan kimia obat (BKO) supaya efek terapi yang dihasilkan
lebih efektif Salah satu BKO yang ditambahkan yaitu asam mefenamat.
Adanya kandungan asam mefenamat yang ditambahkan dapat menimbulkan
efek samping yang tidak di inginkan membahayakan seperti kejang bahkan
bisa menyebabkan koma.

Praktikum kali ini kami mengidentifikasi Sampel jamu pegal linu dan
rematik yang diduga mengandung bahan kimia obat asam mefenamat. Dan
diperoleh persamaan regresi y = 0,053x + 0.039 dan kadar rata-rata : 6,37
ppm.

F. Kesimpulan :
Dapat disimpulkan bahwa kadar asam mefenamat yang diperoleh
dalam sempel jamu pegal linu yaitu 5,88ppm ; 6,71ppm dan 6,52ppm dan
diperoleh rata-rata kadar 6,37ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Rusmalina, S., Khasanah, K. & Nugroho, D. K., 2020. Deteksi Asam Mefenamat
pada Jamu Pegel Linu yang beredar di Wilayah Pekalongan. Jurnal Farmasi
Indonesia. Edisi Khusus.
Supardi, R. H., Sudewi, S. & Wewengkang, D. S., 2017. ANALISIS BAHAN
KIMIA
OBAT ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU PEGAL LINU DAN JAMU
REMATIK YANG BEREDAR DI KOTA MANADO. Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT Vol. 6.
PERCOBAAN III

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menentukan kadar
hidrokuinon menggunakan spektrofometri
b. Mahasiswa dapat mengetahui apakah terdapat kandungan
hidroquinon dalam sediaan kosmetik

B. Dasar Teori
Kosmetik berasal dari kata Yunani “kosmetikos” yang berarti
keterampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sebagai
berikut: Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai
(Depkes RI, 1979).

Krim malam biasanya mempunyai tekstur yang lebih tebal.Krim


malam umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk meresap dalam
kulit dan meninggalkan kesan lengket. Karena mempunyai tekstur tebal
dan menutup lapisan kulit, Night cream harus mempunyai kandungan aktif
yang memiliki fungsi mencegah penuaan dini dan mengoptimalkan proses
regenerasi kulit seperti retinol, ceramide, atau hyaluronic acid.

Hidrokuinon merupakan senyawa golongan fenol. Fenol ialah


senyawa yang mudah dioksidasi. Apabila dibiarkan di udara terbuka dapat
epatt berubah warna karena pembentukan hasil oksidasi. Ciri-ciri sediaan
yang mengandung Hidrokuinon jika dibiarkan dalam udara bebas
warnanya akan berubah menjadi bewarna kecoklatan (Hart, H. 1983).
Hidrokuinon adalah senyawa yang sering digunakan sebagai
pemutih pada kosmetik. Pemakaian apabila berlebih bisa mengakibatkan
efek berbahaya pada kulit karena bisa menyebabkan kelainan kulit bahkan
dapat mengakibatkan kanker kulit (Nurfitriani, et al. 2015).

Mekanisme kerja dari hidrokuinon adalah sebagai pencerah


dengan menghambat oksidasi tirosin secara enzimatik sehingga menjadi
DOPA, menghambat aktivitas enzim tirosinase dalam melanosit dan
mengurangi jumlah melanin secara langsung (Sarah et al, 2014).
Kandungan hidrokuinon pada krim malam dapat dianalisis
menggunakan Spektrofotometer UV VIS. Alat ini digunakan untuk
analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra
violet dekat (190-380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai
instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV VIS pada molekul
yang dianalisis membutuhkan energi yang cukup besar (Mulyasuryani et
al, 2015)
Mengingat akan kandungan hidrokuinon dalam krim malam yang
masih banyak beredar terutama pada krim yang tidak teregistrasi BPOM
RI dan dijual secara online, sehingga menimbulkan efek karsinogen dan
teratogen bagi tubuh maka dari itu penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai analisis hidrokuinon pada beberapa sediaan krim malam yang
dijual secara online dengan menggunakan metode Spektrofotometri UV
VIS.
Pemakaian yang berlebih dapat menimbulkan iritasi kulit, tetapi
jika dihentikan seketika bisa berefek lebih buruk. Kadar Hidrokuinon
dalam krim beredar di pasaran diperbolehkan 2%, apabila lebih dari itu
dapat dipergunakan sebagai obat (BPOM RI, 2007).
Spektrofotometri UV VIS bisa melakukan penentuan pada sampel
yang berupa larutan, gas dan uap. Perlu diperhatikan pelarut yang dipaka
untuk sampel berupa larutan, antara lain: Pelarut yang dipakai tidak
mengandung ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan
tidak berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang
dianalisis, dan kemurniannya harus tinggi untuk analisis (Mulyasuryani et
al, 2015).
Agen kosmetik adalah sediaan yang digunakan untuk tujuan
meningkatkan kecantikan dan menyembunyikan cacat dari sesuatu
terutama bagian wajah. Kosmetik sediaan meliputi sediaan perawatan
kulit; (krim, lotion, emolien dan agen depigmentasi seperti hydroquinone,
preparat rambut, parfum dan wewangian). Kosmetik digunakan pada kulit
dan kulit agen terapeutik termasuk pelembab tabir surya dan produk anti
penuaan topikal. Terapi dermatologis agen termasuk obat topikal kuno
(tanpa theo-dasar retikal untuk tindakan) seperti tar batubara untuk
psoriasis dan agen dikembangkan melalui studi struktur-aktivitas mereka
hubungan dan parameter farmakokinetik in-vitro seperti absorpsi,
distribusi, metabolisme, ekskresi dan toksisitas. Produk yang ditujukan
untuk pengobatan abnormal kondisi umumnya tidak diklasifikasikan
sebagai kosmetik tetapi sebagai obat. Hydroquinone diindikasikan secara
klinis sebagai salep 2 - 5% untuk pemutihan bertahap pada kulit yang
terhipepigmentasi dalam kondisi seperti melasma, bintik-bintik dan pikun
lentigines serta chloasma. Di mata, konjungtiva perubahan dan
depigmentasi, serta kekeruhan dan pewarnaan pada kornea.
Hydroquinone, dioleskan ke kulit, bisa menyebabkan dermatitis dan
alergi. Toksisitas kulit lokal lainnya termasuk korosi, pemutihan, milium
koloid berpigmen dan ochronosis. Administrasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (OSHA) U.S.A mengkategorikannya sebagai mutagen.
Ketika diberikan pada tikus, benzena dan metabolitnya,
hidrokuinon menyebabkan diferensiasi granulositik myeloblasts.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hydroquinone menggelapkan
area kulit tertentu secara permanen, dan memiliki berpotensi
menyebabkan kanker sehingga berpotensi berbahaya.
Badan Perlindungan Lingkungan AS belum menetapkan dosis
referensi (RfD) untuk hidrokuinon. Namun, EPA telah menghitung RfD
sementara sebesar 0,04 mg / kg / hari. EPA memperkirakan konsumsi
dosis ini atau kurang selama seumur hidup kemungkinan tidak akan
mengakibatkan terjadinya efek non- kanker kronis. RfD bukan penaksir
langsung risiko melainkan, titik referensi mengukur efek potensial.
Karena jumlah dan frekuensi eksposur yang melebihi RfD meningkat,
kemungkinannya efek kesehatan yang merugikan juga meningkat. Mual,
muntah, kram perut dan diare terjadi pada manusia yang mengonsumsi
air secara kronis terkontaminasi hydroquinone.
BAB II

A. Alat Dan Bahan


a. Alat :
1. Labu ukur 250 ml
2. Spektrofotometri UV
3. Timbangan analitik
4. Pipet tetes
5. Kuvet
b. Bahan :
1. Hydroquinone
2. Methanol
3. Khloroform
4. Cream kosmetik

B. Prosedur Kerja
a. Identifikasi kualititatif hidrokuinon dengan reaksi warna Sampel krim
ditimbang sebanyak 0,1 gr dan dilarutkan dengan etanol 96 % sebanyak 5
ml sampai larut kemudian ditambahkan 4 tetes FeCL3 1 %
b. Pembuatan larutan baku hidrokuinon
a) timbang hidrokuinon sebanyak 5 mg da dilarutkan dalam 2ml
metanol.
b) Kemudian larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml
dan di tambahkan metanol sampai tanda batas 100 ml,
c) Kemudian di aduk hingga homogen hingga diperoleh konsentrasi
baku hidrokuinon 50 ppm dalam methanol.
c. Pembuatan kurva standar
a) Dari larutan baku 50 ppm, dipipet sebanyak 0,4 , 0,8 , 1,2 , 1,6 , 2,0
ml.
b) Kemudian masing-masing dimasukan ke dalam gelas ukur 10 ml
dan ditambahkan dengan laurtan metanol sampai tanda lalu di aduk
hingga homogen hingga memperoleh konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 ppm.

C. Perhitungan
Pembuatan Kurva Baku
1. Pembuatan larutan induk/stok 5 mg / 100 mL = 5000 mcg/100
ml= 50 mcg/mL
0,05 gr / 100 mL = 0,05 %
Ket :1mg = 1000 mcg
2. Pembuatan larutan sampel Perhitungan seri kadar : (2, 4, 6, 8, 10 ppm)
a. 2 ppm
M1 . V1 = M2 . V2
0.4 . V1 = 2 . 10
0,4 . V1 = 20
V1 = 20/0,4
V1 = 50 Ml
b. 4 ppm
0,8 . V1 = 4 . 10
0,8 . V1 = 40
V1 = 40/0,8
V1 = 50 ML
c. 6 ppm
1,2 . V1 = 6 .10
1,2 . V1 = 60
V1 = 60 / 1,2
V1 = 50 ML
d. 8 ppm
1,6 . V1 = 8 .10
1,6. V1 = 80
V1 = 80/1,6
V1 = 50 ML
D. Lembar Kerja

Analisis Hydroquinon secara kualitatif

15
cm

3 cm
1 2 3 4

Keterangan :
1 : Standar Hydroquinone (Hasil elusi : 10 cm)
2 : Sampel 1 (hasil elusi : 8 cm)
3 : Sampel 2 (hasil elusi (9 cm)
4 : Sampel 3 (hasil elusi 10,5 cm)
1. Berapakah Rf Standar :
jarak tempuh sampel
Rf =
jarak tempuh eluen
10
Rf = =0,83
12
2. Berapakah Rf Sampel 1
8
Rf = =0,66
12
3. Berapakah Rf sampel 2
9
Rf = =0,75
12
4. Berapakah Rf sampel 3
10,5
Rf = =0,875
12
5. Sampel yang positif mengandung Hydroquinone sampel adalah no : 3 (tiga)

Analisis Hydroquinone Secara Kuantitatif


Data Hasil Kurva Baku
Konsentrasi Absorbansi
(mcg/ml)
10 0,322
20 0,395
30 0,467
40 0,689
50 0,792

Data Sampel
Sampel Absorbansi
(replikasi)
1 0,451
2 0,422
3 0,435
Regresi linear kurva baku disertai dengan Kurva : .….
A : 0,163 persamaan regresi yang di peroleh : y =bx + a
B : 0,012 y = 0,012x + 0,163
R : 0,977
0.9
0.8
0.7 f(x) = 0.01 x + 0.16
R² = 0.96
0.6
absorbansi

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
konsentrasi

Perhitungan Kadar Hydroquinone :……


Replikasi sampel :
1. y = bx + a
0,451 = 0,012x + 0,163
0,012x = 0,451 – 0.163
0,012x = 0,288
x= 0,288 / 0,012
x= 2,4 ppm
2. y = bx + a
0,422 = 0,012x + 0,163
0,012x = 0,451 - 0,163
0,012x = 0,295
x= 0,295 / 0,012
x= 21,58 ppm
3. y = bx + a
0,435 = 0,012x + 0,163
0,012x = 0,435 – 0,163
0,012x = 0,272
x= 0,272 / 0,012 = 22,66 ppm

24+21,58+22,66
rata- rata : =22,74 ppm
3

E. Pembahasan :
Pada praktikum kali ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan
menentukan kadar hidrokuinon menggunakan spektrofometri dan dapat
mengetahui apakah terdapat kandungan hidroquinon dalam sediaan kosmetik.
Bahan yang digunakan adalah Hydroquinone, Methanol, Khloroform,Cream
kosmetik.

Hidrokuinon adalah senyawa yang sering digunakan sebagai pemutih


pada kosmetik. Pemakaian apabila berlebih bisa mengakibatkan efek
berbahaya pada kulit karena bisa menyebabkan kelainan kulit bahkan dapat
mengakibatkan kanker kulit (Nurfitriani, et al. 2015). Mekanisme kerja dari
hidrokuinon adalah sebagai pencerah denganmenghambat oksidasi tirosin
secara enzimatik sehingga menjadi DOPA, menghambat aktivitas enzim
tirosinase dalam melanosit dan mengurangi jumlah melanin secara langsung
(Sarah et al, 2014).

Hasil yang di dapatkan yaitu larutan standar Hydroquinone Hasil


elusinya 10 cm, sampel 1 hasil elusinya 8 cm, sampel 2 hasil elusinya 9 cm,
dan sampel 3 hasil elusi 10,5 cm. Di keteahui sampel yang mengadung
hydroquinone adalah sampel 3. Hasil RF yang didapatkan untuk larutan
standar adalah o,83, sampel 1 adalah 0,66 sampel 2 adalah o,75 dan sampel 3
adalah o,875.

persamaan regresi yang di peroleh y = 0,012x + 0,163, dari perhitungan


kadar hydroquinone diperoleh kadar 24 ppm ; 21,58 ppm dan 22,66 ppm dan
Rata rata kadarnya diperoleh 22,74 ppm.

F. Kesimpulan :
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa sampel yang positif
mengandung hydroquinone adalah sampel nomor 3, dan dari perhitungan kadar
hydroquinone diperoleh kadar 2,4 ppm ; 21,58ppm dan 22,66ppm. Rata- rata
yang diperoleh : 22,74 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
P. O. Odumosu, a. T. (Vol. 4(5), pp. 231-234, May 2010). Identification and
spectrophometric determination of hydroquinone levels in some
cosmetic creams. African Journal of Pharmacy and Pharmacology .
Rahma Yulia*, M. I. (SCIENTIA J. Far. KesVOL. 10 NO. 2, Agustus 2020 ).
Analisis Hidrokuinon Pada Beberapa Sediaan Krim Malam Dengan
Spektrofotometri Uv-Vis
SCIENTIA Jurnal Farmasi dan Kesehatan
PERCOBAAN IV

BAB I

PEMBAHASAN

A. Tujuan praktikum
a. Mahasiswa dapat menganalisis dan menteapkan kadar kafein dalam
minuman berenergi

B. Dasar Teori
Minuman berenergi adalah minuman ringan yang dapat
meningkatakan energi, mengurangi atau mencegah kelelahan, meningkatkan
ketahanan fisik, memperbaiki mood dan kemampuan kognitif melalui
stimulasi sistem metabolik dan sistem saraf pusat .Efek minuman berenergi
tersebut dapat dirasakan 30-60 menit setelah pemakaian dan dipertahankan
selama sekurang- kurangnya 90 meni. Minuman berenergi adalah minuman
yang mengandung kafein, taurin, vitamin B kompleks, ekstrak herbal dan
gula atau pemanis yang dapat memberikan efek yang diinginkan oleh
penggunanya seperti meningkatkan energi, konsentrasi, kewaspadaan,
mempertahankan kekuatan fisik, mengurangi kantuk serta membuat daya
pikir menjadi lebih jernih. (Marpaung, et al., 2018)

Kafein merupakan stimulansia system saraf pusat dan metabolik.


Kefein.menghambat phosphodiesterase dan mempunyai efek antagonis pada
reseptor adenosine sentral. Pengaruh pada sistem syaraf pusat terutama pada
pusat-pusat yang lebih tinggi, yang menghasilkan peningkatan aktivitas
mental dan tetap terjaga atau bangun. Invalid source specifie.
Gamba 1.Struktur Kimia Kafein

Kafein merupakan alkaloid putih dengan rumus senyawa kimia


C8H10N4O2, dan rumus bangun 1,3,7-trimethylxanthine. Kafein
mempunyai kemiripan struktur kimia dengan 3 senyawa alkaloid yaitu
xanthin, theophylline, dan theobromine. C8H10N4O (Buysse D.J
Reynolds, 1989). Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara
alami di dalam makanan contohnya biji kopi, teh, biji kelapa, buah
kola (cola nitide) guarana, dan mate. Teh adalah sumber kafein yang
lain, dan mengandung setengah dari kafein yang dikandung kopi.
Beberapa tipe teh yaitu teh hitam mengandung lebih banyak kafein
dibandingkan jenis teh yang lain. Kafein juga merupakan bahan yang
dipakai untuk ramuan minuman non alkohol seperti cola, yang semula
dibuat dari kacang kola.

Kafein yang dikonsumsi dalam dosis kecil mempunyai efek


positif. Penelitian secara radiologi oleh Innsbruck Medical University
(2005) menemukan bahwa kafein pada dosis 100 mg dapat
menigkatkan kinerja otak depan dimana jaringan memori berada
( Clarke, R. dan R. Macrae, 1989). kofein pada minuman berenergi
yaitu SNI No 01-6684-2002 tentang minuman berenergi. Tujuan dari
SNI tersebut adalah untuk melindungi konsumen dari efek negatif
kafein yang berlebih. Namun disisi lain, konsentrasi kofein yang telah
ditentukan tersebut tidak memberikan efek stamina yang instan bagi
konsumen, sehingga dimungkinkan ada produsen yang meningkatkan
kadar kafeinnya untuk mengthasilkan efek yang cepat bagi
pengkonsumsinya. Kadar maksimum pada minuman berenergi
berdasarkan peraturan menurut SNI No 01-6684- 2002 yaitu 50 mg
persaji (SNI, 2002).
BAB II

A. Alat dan bahan


Alat :

a. Neraca Analitik
b. Pipet Volumetrik 10 Ml
c. Labu Ukur 100 Ml
d. Erlenmeyer 250 Ml
e. Buret
f. Statif Dan Klem
g. Beaker Gelas 250 Ml
h. Pipet Tetes
i. Corong Pisah
j. Botol Akuades Dan Penangas Air.
Bahan :
1. Sampel minuman yang ada dipasar.
2. Kalium iodat
3. Asam sulfat 2N
4. Kalium iodida 10%
5. Natrium tiosulfat
6. indikator amilum 1%
7. kloroform
8. larutan NaCl jenuh dan akuades

B. Prosedur Kerja
1. Standarisasi Larutan NaS2O3
Dipipet sebanyak 25 ml larutan Kalium dikromat dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 5 ml Asam klorida pekat dan 5 ml
larutatn Kalium iodide 1N, dikocok hingga homogen, setelah
homogen ditambahkan larutan amilum 1 ml, kemudian larutan dititrasi
dengan larutan Natrium tiosulfat 0,1 N hingga warna larutan berubah
menjadi biru.
2. Penetapan kadar kafein dalam minuman berenergi.
a) Ditimbang sampel sebanyak 5 gr lalu dimasukan kedalam
erlenmeyer selanjutnya dilarutka dengan 100 ml akuades, lalu
diaduk, setelah itu dimasukkan ke dalam corong pisah.

b) Setelah di peroleh filtrat kemudian filtrat tersebut diekstraksi


sebanyak 3 kali dengan menggunakan kloroform.

c) Untuk ekstrak pertama kedalam corong pisah ditambah 20 ml


kloroform lalu dikocok selama 15 menit setelah itu di diamkan,
lapisan bawah tdiambil dimasukan kedalam Erlenmeyer.

d) Untuk ekstrak kedua lapisan atas tadi ditambahkan lagi 20 ml


kloroform, dengan cara yang sama dilakukan esktrak yang ketiga.
Hasil ekstrak dtikumpulkan ke dalam Erlenmeyer lalu diuapkan
diatas penangas air tsampai kering, setelah itu ditambahan 5 ml
Asam sulfat 4N dan 50 ml Iodium 0,1N serta 20 ml larutan NaCl
jenuh.

e) Selanjutnya cukupkan volumenya sampai garis tanda. Diaduk dan


dibiarkan selama 5 menit ditempat gelap dan ditutup dengan plastik.
Titrasi dengan larutan baku Natrium tio sulfat 0,1N hingga
berwarna kuning muda, tambahkan 2 ml indikator amilum lalu
lanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang. Dititrasi
blangko. 1 ml Na2S2O3 0,1N setara dengan 4,85 mg kafein.

Untuk menentukan persentase kadar kafein, dapat menggunakan


persamaan berikut :
C. Perhitungan
1. Pembuatan larutan KIO3 0,1 N 250
MI
N mg x valensi / BM x vol
0,1 = mg x 6 / 214 x 250
0,1 = mg x 6 / 53.500
Mg x 6 = 53.500 x 0,1
Mg = 5.350 / 6 Mg = 891,67 mg → 0,892 Gram
2. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N 250 mL
N = mg x valensi / BM x vol
0,1 = mg x 2 / 248,21 x 250
0,1 = mg x 2 / 62.052,2
Mg x 2 = 62.052,2 x 0,1
Mg = 6.205,25 / 2 → 3,1 Gram
3. Standarisasi Na2S2O3 KIO30,1 N
N = mg KIO3 x Valensi KIO3 / ml Na2S2O3 x BM KIO3
0,1 = 0,892 x 6 / ml x 214
0,1 = 5,352 / ml x 214
Ml x 214 = 5,352
mL = 5,352 / 214

mL = 0,25 mL
4. Penentuan Kadar Kafein
Vb1 : 1,5 ml
Vb2 : 1,75 ml
Vb3 : 2 ml
Vs1: 0,5 ml

C. Lembar Kerja
STANDARISASI LARUTAN NATRIUM THIOSULFAT

1) Indikator yang digunakan adalah Amilum 1%


2) Larutan Standar sekunder adalah Natrium tiosulfat (Na2S2O3 0,1 N)
3) Larutan Standar Primer adalah Kalium dikromat 1N (Larutan primer KIO3
0,1 N)
4) Titik Akhir titrasi
Larutan sampel dititrasi dengan Natrium tiosulfat 0,1 N, pada waktu dititrasi
larutan berubah menjadi kuning muda, setelah kuning muda lalu
ditambahakan indikator amilum 1 ml larutan berubah menjadi biru kemudiaan
di titrasi kembali dengan Natrium tiosulfat 0,1 N, pada saat di titrasi larutan
yang tadi berwarna biru berubah menjadi tidak berwarna atau warna biru
menjadi hilang.

5) Berapa Hasil standarisasi Larutan Natrium tiosulfat ? (tunjukkan


dengan perhitungan)
Sampel yang dianalisis adalah minuman berenergi sediaan sachet sebanyak 3
sampel yang diambil secara acak (random). Pada jurnal penelitian P4 metode
analisa yang digunakan adalah metode Iodometri. Dan hasil yang diperoleh
berdasarkan penelitian tersebut Berat kafein untuk kode sampel BA = 49,89
mg, berat kafein untuk kode BS = 47,97 mg, berat kafein untuk kode sampel
BJ = 46,32 mg, jadi kadar kafein pada sampel BA, BJ dan BS masih sesuai
menurut Farmakope Indonesia Edisi Ke IV Tahun 1995 yaitu rentang antara
90-110%, dan berdasarkan Dirjen POM No.PO.04.02.3.01510 dan SNI No
01-6684-2002 yaitu 50 mg persaji, kadar kafein pada sampel BA, BJ, BS
masih memenuhi syarat yang ditetapkan.

Hasil data praktikum Standarisasi larutan Na.Tiosulfat


Replikasi Volume Titran (ml)
1 12 ml
2 11,5 ml
3 11,7 ml

Dik: Kalium dikromat sebanyak 250 mg

Rumus standarisasi:

mg K 2 Cr 2 O7
Replikasi I N= X Total ml Na2S2O3
49,03 x 100/25
250 mg
N= x 12 ml
49,03 x 100/25
N = 0,109 N
mg K 2 Cr 2 O7
Replikasi II N= X Total ml Na2S2O3
49,03 x 100/25
250 mg
N= x 11,5 ml
49,03 x 100/25
N = 0,11 N
mg K 2 Cr 2 O7
Replikasi III N= X Total ml Na2S2O3
49,03 x 100/25
250 mg
N= x 11,7 ml
49,03 x 100/25
N = 0,108 N
Rata-rata normalitasnya sebesar = 0,1 N

0,1 N
Rata-rata normalitas
PENETAPAN KADAR CAFEIN
Hasil Titrasi Penetapan kadar Cafein

Sampel Volume Titran (ml)


(replikasi)
1 10 ml
2 9,9 ml
3 10,2 ml

Penetapan Kadar Cafein (Disertai perhitungan)


Rumus kadar kafein
N Na 2 S 2 O3
( Vb−Vs ) x x 4,85
Replikasi I % kadar kafein  0,1
x 100 %
Bs teritis sampel ( mg )
0,1
( 50−10 ) x x 4,85
0,1 x 100% = 3,88%
5000 mg
N Na 2 S 2 O3
( Vb−Vs ) x x 4,85
Replikasi II % kadar kafein  0,1 x 100%
Bs teritis sampel ( mg )

0,1
( 50−9,9 ) x x 4,85
0,1 x 100% = 3,90%
5000mg
N Na 2 S 2 O3
( Vb−Vs ) x x 4,85
Replikasi III % kadar kafein  0,1 x 100%
Bs teritis sampel ( mg )
0,1
( 50−10,2 ) x x 4,85
0,1 x 100% = 3,86%
5000 mg

Rata-rata  3,88% setara dengan 3,88 mg dalam 100 ml

D. Pembahasan :
Tujuan praktikum kali ini adalah mahasiswa dapat menganalisis dan
menteapkan kadar kafein dalam minuman berenergi. Indikator yang
digunakan adalah Amilum 1%, Larutan Standar sekunder adalah Natrium
tiosulfat (Na2S2O3 0,1 N) dan Larutan Standar Primer adalah Kalium
dikromat 1N (Larutan primer KIO3 0,1 N).
Larutan sampel dititrasi dengan Natrium tiosulfat 0,1 N, pada waktu
dititrasi larutan berubah menjadi kuning muda, setelah kuning muda lalu
ditambahakan indikator amilum 1 ml larutan berubah menjadi biru kemudiaan
di titrasi kembali dengan Natrium tiosulfat 0,1 N, pada saat di titrasi larutan
yang tadi berwarna biru berubah menjadi tidak berwarna atau warna biru
menjadi hilang.
Sampel yang dianalisis adalah minuman berenergi sediaan sachet
sebanyak 3 sampel yang diambil secara acak (random). Pada jurnal penelitian
P4 metode analisa yang digunakan adalah metode Iodometri.
Hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian tersebut Berat kafein
untuk kode sampel BA = 49,89 mg, berat kafein untuk kode BS = 47,97 mg,
berat kafein untuk kode sampel BJ = 46,32 mg, jadi kadar kafein pada sampel
BA, BJ dan BS masih sesuai menurut Farmakope Indonesia Edisi Ke IV
Tahun 1995 yaitu rentang antara 90-110%, dan berdasarkan Dirjen POM
No.PO.04.02.3.01510 dan SNI No 01-6684-2002 yaitu 50 mg persaji, kadar
kafein pada sampel BA, BJ, BS masih memenuhi syarat yang ditetapkan.Rata
rata normalitasnya 0,1 N dan hasil data diatas rata-rata kadar kafein yang
terdapat dalam minuman bernergi adalah 3,88% setara dengan 3,88 mg dalam
100 ml.

E. Kesimpulan:
Berdasarkan hasil data diatas rata-rata kadar kafein yang terdapat
dalam minuman bernergi adalah 3,88% setara dengan 3,88 mg dalam 100 ml
yang artinya tidak melebihi dari standar nilai yang dipersyaratkan baik
menurut Farmakope Indonesia Edisi Ke IV Tahun 1995 yaitu rentang antara
90-110%, dan berdasarkan Dirjen POM No.PO.04.02.3.01510 dan SNI No
01-6684-2002 yaitu 50 mg persaji, kadar kafein pada sampel masih memenuhi
persyaratan.
DAFTAR ISI
Arel, A., Martinus, B. & Nofiandri, R., n.d. PENETAPAN KADAR KOFEIN
DALAM MINUMAN BERNERGI YANG BEREDAR DI PASARAN
DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI.
Marpaung, D. R., Samosir, A. S., S. M. P. & Fitri., K., 2018. EFEK
PEMBERIAN MINUMAN ENERGI YANG MENGANDUNG KAFEIN
DAN TAURIN TERHADAP DAYA TAHAN DAN KADAR ASAM
LAKTAT SAAT MELAKUKAN AKTIFITAS FISIK PADA MAHASISWA
ILMU KEOLAHRAGAAN
2016. Jurnal Ilmiah Ilmu Keolahragaan, Volume volume 2.
Novita, L. & Aritonang, B., 2017. PENETAPAN KADAR KAFEIN PADA
MINUMAN BERENERGI SEDIAAN SACHET YANG BEREDAR DI
SEKITAR PASAR PETISAH MEDAN. Jurnal Kimia Saintek
dan Pendidikan, Volume volume 1.
PERCOBAAN V

BAB I

PEMBAHASAN

A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Analisis Cafein Dalam Tablet Dengan Iodometri agar
mahasiswa dapat menganalisa tablet yang mengandung kafein secara
kualitatif kadar kafein dalam bentuk sediaan tablet dengan iodometri

B. Dasar Teori
Kafein merupakan senyawa alkaloid turunan xantin dengan nama
kimianya 1,3,7-trimetilxantin memiliki rumus molekul C6H10N4O2 berat
molekul 194,19 g / mol, titik leleh 237 ºC, densitas 1,05 g / cm dan pKa 10.4
pada 40ºC (Abdalla, 2015).
C.

Gambar 1. Struktur Kimia Kafein (C6H10N4O2)


Kafein adalah zat alami yang ditemukan pada daun, biji atau buah
dari 63 spesies tumbuhan di seluruh dunia. Sumber kafein yang paling
umum adalah kopi, biji kakao, kacang cola, dan daun teh. Jumlah kafein
bervariasi menurut spesies dan asal tumbuhan (Andrews et all, 2007)

Kafein merupakan bahan yang banyak digunakan sebagai bahan


tambahan yang ditambahkan pada bahan minuman non alkohol seperti cola
dan minuman ringan. Kandungan kafein dalam minuman ringan bervariasi
menurut merek, mulai dari 10 hingga 50 mg kafein per porsi. Sekitar 120.000
ton kafein dikonsumsi di seluruh dunia setiap tahun (Oliveira et all, 2015).
digunakan sebagai obat analgesik untuk mengurangi rasa sakit dan
menurunkan demam. Kafein adalah salah satu obat yang paling umum
dikonsumsi dengan lebih dari 80 persen populasi dunia mengonsumsi kafein
setiap hari. Kafein dalam obat yang dikombinasikan dengan asam asetilsalisilat
digunakan sebagai tambahan analgesik untuk pereda nyeri, umumnya
ditambahkan kisaran 15-65 mg per tablet. Konsumsi kafein dalam kombinasi
dengan analgesik meningkatkan keefektifannya sebanyak 40% tergantung pada
jenis nyeri tertentu yang terlibat (Feibich, 2000).

Kafein memiliki banyak efek fisiologis penting, bertindak sebagai


stimulan sistem saraf pusat, meningkatkan detak jantung dan meningkatkan
aktivitas otak. Kafein bekerja sebagai stimulan psikoaktif dan diuretik ringan,
secara medis mengurangi kelelahan fisik dan mengembalikan kewaspadaan saat
kantuk terjadi. Jumlah kafein yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan
perasaan gugup, cemas, gemetar, insomnia, mual, kejang dan efek mutasi seperti
penghambatan DNA. Dosis fatal kafein telah dinilai lebih dari 10 g (sekitar 170
mg / kg berat badan). Ini juga dianggap sebagai spesies risiko penyakit
kardiovaskular, kerusakan ginjal, asma, dan juga dapat menyebabkan hiperaktif
(Evans and Griffiths, 1992).

Berbagai metode telah dikembangkan untuk menentukan secara


kuantitatif kafein dalam bentuk sediaan farmasi. Metode yang paling banyak
digunakan adalah HPLC, tetapi instrumen canggih ini memiliki akses terbatas,
biaya tinggi, dan pengoperasian yang lebih rumit. Metode lain yang digunakan
seperti GC, ekstraksi fase padat (SPE), elektrokimia, voltametri, spektrofotometri
dan titrasi. Spektrofotometri merupakan salah satu metode yang mempunyai
jangkauan yang luas digunakan oleh banyak peneliti dan mahasiswa karena
biayanya yang relatif murah dan mudah dalam pengoperasiannya. Meskipun
metode titrimetri adalah teknik yang sederhana, namun memiliki kelebihan
karena lebih efisien, lebih murah, dan tetap akurat untuk digunakan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kadar kafein dalam bentuk sediaan tablet
menggunakan metode spektrofotometri dan metode iodometri dengan teknik
titrasi balik (Diverdi, 2013).
BAB II
A. Alat Dan Bahan
Kegunaanya Alat

a. Spektrofotometer UV
b. Timbangan analitik
c. Hot plate
d. Magnetic stirrer
e. Satu set peralatan gelas untuk titrasi
f. Mortir dan stemper
g. Kertas saring
Bahan
a. Sampel tablet obat
b. Yodium
c. Natrium tiosulfat
d. Kalium iodat
e. Kalium iodida
f. Asam sulfat
g. Asam klorida
h. Pati
i. Etanol
B. Prosedur Kerja
a. Persiapan Solusi
1. Indikator pati disiapkan, kemudian larutkan 1,0 gram pati kedalam 10
ml air suling ganda, aduk larutan sampai homogen, setelah homogen
kemudian pindahkan kedalam air yang sudah mendidih 100 ml.
2. Aduk dan rebus solusi selama 1 menit lalu biarkan hingga dingin
pada suhu kamar dan saring.
3. Asam klorida diukur sampai 33,3 ml HCI 37% dan tuangkan
kedalam 100 ml air suling ganda.

4. Sulfur asam (10%) dibuat dengan mengukur 10,2 ml H2SO4 98% dan
tuangkan kedalam 100 ml air suling ganda.
5. Kalium iodida (10%) ditimbang sebanyak 10 gram KI dan
diencerkan dalam 100 ml air suling ganda.

6. Kalium iodat (0,1000 N) dirimbang sebanyak 1,7833 gram KIO 3


kemudian encerkan dalam 500 ml air suling ganda.
7. Sodium tiosulfat (0,1 N) timbang sebanyak 24,8 gram encerkan
dalam 1000 ml air suling ganda, kemudian rebus dan dinginkan.
8. Yodium (0,1 N), 20 gram KI pindahkan kedalam gelas kimia 100 ml
dan 40 ml air suling ganda kemudian panaskan sebentar.
9. Kemudian dinginkan campuran yang dipanaskan dalam suhu kamar.
10. Yodium padat ditimbang sebanyak 12,7 gram dilarutkan
menggunakan air suling ganda sebanyak 1000 ml, aduk sampai
homogen.
b. Persiapan Larutan Standar Kafein
1. Stok standar kafein (1000 μg/ml) larutkan 100 mg kafein dalam 100
ml air suling ganda.
2. Larutan standar kafein (100 μg/ml) tambahkan dengan 10 ml alikuot
masukkan kedalam labu ukur 100 ml, kemudian encerkan dengan air
suing ganda.
c. Persiapan Kurva Kalibrasi

1. Larutan standar kafein disiapkan dengan konsentrasi 1,6-8,0 μg/ml.

2. Larutan kafein diambil secara berurutan dengan mengambil 0,4 ml; 0,5
ml; 0,8 ml; 1,0 ml; 1,5 ml; dan 2,0 ml, kemudain pindahkn kedalam
labu ukur 25 ml dan encerkan menggunakan air suling ganda.

3. Absorbansi tiap larutan standar diukur pada panjang gelombang


maksimum 272 nm terhadap air suling ganda sebagai blanko
menggunakan kuvet kuarsa 10 mm.
d. Preparasi Sampel

1. Timbang 20 tablet sediaan farmasi kemudian gerus menggunakan


mortir hingga menjadi serbuk halus.
2. Serbuk yang diperoleh dianalisis sesuai dengan metode yang
digunakan.
e. Penentuan Kafein dengan Spektrofotometer UV

1. Serbuk tablet ditimbang setara dengan 50 gram kafein, kemudian


masukkan kedalam gelas kimia 100 ml dan larutkan dengan air suing
ganda sebanyak 50 ml.
2. Larutan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit.
3. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman
no.42, alkukan sebanyak 2x penyaringan.
4. Filtrat yang diperoleh diambil sebanyak 2 ml dan diencerkan sampai
100 ml untuk mendapatkan larutan sampel.
5. Absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang maksimum 272 nm.
f. Penentuan Kafein Dengan Titrasi Iodometri

1. Standarisasi Larutan Tiosulfat

a) Ambil larutan KIO3 sebanyak 10 ml pindahkan kedalam erlenmeyer


100 ml, kemudian tambahkan 10 ml larutan KI 10% dan larutan
HCI 4,0 N 2,5 ml.

b) Lakukan titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 N sampai


berubah warna menjadi warna kuning (kuning pucat).

c) Tambahkan beberapa tetes indikator pati dan lanjutkan titrasi


sampai berubah warna menjadi warna biru.

d) Lakukan analisis sebanyak 3x.

2. Penentuan Kadar Kafein

a) Bubuk tablet ditimbang sebanyak 50 gram masukkan kedalam


erlenmeyer 100 ml.
b) Tambahkan etanol 10 ml dan kocok selama 10 menit, kemudian

tambahkan 5 ml larutan H2SO4 10% dan 20 ml larutan iodium


standar
c) Larutan dikocok selama 10 menit hingga terbentuk endapan
berwarna merah kecoklatan, kemudian saring dengan kertas saring
whatman no.42
d) Filtrat yang diperoleh segera lakukan titrasi dengan larutan standar
natrium tiosulfat sampai berubah warna menjadi warna kuning
(kuning pucat)
e) Tambahkan beberapa tetes indikator pati dan lanjutkan titrasi
sampai berubah warna menjadi warna biru.
f) Lakukan titrasi sebanyak 3x.
C. Perhitungan Sementara
1. Pembuatan Seri Larutan
Dibuat seri larutan konsentrasi 1,6-8 mcg/ml dari larutan standar 100
mcg/ml 1,6 mcg/ml.
1.6 mcg/ml
M1 . V1 = M2 . V2
100mcg/ml x V1 = 1,6 mcg/ml x 25 ml
100mcg x V1 = 40 mcg/ml
V1 = 40/1000
V1 = 0,4 ml
2mcg/ml
100mcg/ml x V1 = 2 mcg/ml x 25 ml
100mcg x V1 = 50mcg/ml
V1 = 50/100
V1 = 0,5
3,5 mcg/ ml
100mcg/ml x V1 = 3,5 mcg /ml
100mcg x V1 = 80 mcg/ml
V1 =80/100
V1 = 0,8 ml
4 mcg/ ml
100mcg/ml x V1 = 4 mcg/ml x 25 ml
100 mcg x V1 = 100mcg / ml
V1 = 100/100
V1 = 1ml
6 mcg /ml
M1 x V1 = M2 x V2
100mcg/ml x V1 = 6 mcg/ml x 25 ml
100mcg x V1 = 150 mcg/ml
V1 = 150 / 100
V1= 1,5 ml
8 mcg/ml
M1 x V1 = M2 x V2
100mcg/ml x V1 = 8 mcg/ml x 25 ml
100mcg x V1 = 200 ml
V1 = 200 / 100
V1= 2 ml
2. Perhitungan sampel
Sampel : paramex (pct 250 mg, propyphenazone 150 mg, kafein 50mg,
dexa 1mg)
No Berat tablet
1 650
2 655
3 653
4 648
5 647
6 654
7 649
8 651
9 659
10 646
11 650
12 651
13 653
14 652
15 653
16 655
17 648
18 649
19 650
20 647
Rata rata 650,95 = 651
Paramex ( cafein 50 g)

Diambil serbuk sampel yang setara dengan 50 g cafein

= 50 mg/651 x 50.000mg

= 3.840= 3.8g

3. Pembuatan larutan NaS2O3 ),1 N 250

ml N =0,1

Mg 2 = 62.052,5 x 01

Mg = 6.205,25/2

= 3,1026

D. Lembar kerja
Sampel yang digunakan :
Paramex nyeri otot :
R/ Paracetamol 500 mg
Cafein 65 mg
Data Hasil Percobaan :
No Berat Tablet

1 601 mg
2 580 mg
3 595 mg
4 598 mg
5 580 mg
6 600 mg
Gerus Homogen
7 575 mg
8 590 mg
9 580 mg
10 570 mg
Rata-Rata 586,9 mg

Berat masing-masing tablet


5,869
Rata – rata Bobot Tablet = =586,9 mg
10
Serbuk yang ambil (setara dengan 12,5 mg cafein ) = 0.008 mg
jumlahcafein 65
x 12,5= x 12,5
rata−rata 586,9
0,110
= =0,008 mg
12,5
Data Hasil Pembacaan Absorbansi :
Konsentrasi Absorbansi
(ppm)
5 0,342
7 0,447
9 0,495
11 0,593
13 0,678
Kurva Baku
Sampel
Sampel Absorbansi
(replikasi)
1 0,432
2 0,476
3 0,485
Regresi linear dari kurva baku tersebut disertai dengan grafik nya?
A : 0,142 Diperoleh persamaan regresi : y = bx + a
B : 0,040 Y = 0,040x + 0,142
R : 0,990
0.8
0.68
0.7
f(x) = 0.04 x + 0.14 0.59
0.6 R² = 0.99
0.5
0.5 0.45
ABSORBANSI

0.4 0.34
0.3

0.2

0.1

0
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
KONSENTRASI

Berapakah kadar cafein dari sampel tersebut??


Replikasi sempel :
1. Replikasi 1
Y = bx + a
0,432 = 0,040x + 0,142
0,040x = 0,432 – 0,142
0,040x = 0,29
x = 0,29 / 0,040
= 7,25 ppm
2. Replikasi 2
Y = bx + a
0,476 = 0,040x + 0.142
0,040x = 0,476 – 0,142
0,040x = 0,325
x = 0,325 / 0,040
= 8,125 ppm
3. Replikasi 3
y= bx + a
0,458 = 0,040x + 0,142
0,040x = 0,458 – 0,142
0,040x = 0,343
x= 0,343 / 0,040 x= 8,575 ppm

7,27+8,125+8,575
rata-rata = = 23,95 / 3
3
= 7,98  8 ppm

E. Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk menganalisis Cafein Dalam
Tablet Dengan Iodometri agar mahasiswa dapat menganalisa tablet yang
mengandung kafein secara kualitatif kadar kafein dalam bentuk sediaan tablet
dengan iodometri
Kafein merupakan senyawa alkaloid turunan xantin dengan nama
kimianya 1,3,7 trimetilxantin memiliki rumus molekul C6H10N4O2 berat
molekul 194,19 g / mol, titik leleh 237 ºC, densitas 1,05 g / cm dan pKa 10.4
pada 40ºC (Abdalla, 2015
Kafein adalah zat alami yang ditemukan pada daun, biji atau buah dari
63 spesies tumbuhan di seluruh dunia. Sumber kafein yang paling umum
adalah kopi, biji kakao, kacang cola, dan daun teh. Jumlah kafein bervariasi
menurut spesies dan asal tumbuhan.
Dari hasil data praktikum kali ini yaitu diperoleh hasil rata rata bobot
tablet 586,9 kemudian serbuk diambil dan starakan dengan 12,5 mg lalu
kemudian dilakukan rata rata yang dihasilkan 0.008 mg. Dari data yang
didapatkan pada kurva baku dihasil diperoleh persamaan regresi : y = bx + a
kemudian dilakukan replikasi dari kadar cafein pada replikasi pertama di
hasilkan 7,25 ppm, replikasi kedua8,125 ppm dan replikasi yang ketiga 8,575
ppm
F. Kesimpulan
Jadi serbuk cafein yang di ambil setara dengan 12,5 mg yaitu 0,008 cefein.
Data absorbansi didapat persamaan y=0,040x + 0,142 dan kadar yang didapat
7,25 ppm, 8,125ppm, 8,575 ppm. Rata-rata yang didapat adalah : 7.98ppm
PERCOBAAN VI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menentukan kadar rodamin
dalam sediaan lipstik menggunakan spektrofotometri
b. mahasiswa dapat mengetahui apakah terdapat kandungan rodamin
dalam lipstick

B. Dasar Teori
Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan
pada bagian luar badan (epidemis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin
luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya
tarik,mengubah penampakan, melindungi kulit supaya tetap dalam keadaan
baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit (Anonim,1998).
Lipstik adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai
bibirdengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata
rias wajah, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada bibir (Mukaromah,
2008).
Menurut Tranggono dan Latifah (2007) bahan-bahan utama dalam
lipstik yaitu lilin, minyak, lemak, acetoglycerides, zat-zat pewarna, surfaktan,
antioksidan, bahan pengawet, bahan pewangi. Pewarna pada lipstik
berdasarkan sumbernya ada 2 yaitu, pewarna alami merupakan zat warna yang
diperoleh dari akar, daun, bunga dan buah. Seperti zat warna hijau dari daun
suji dan zat warna orange dari wortel. Sedangkan pewarna sintetis berasal dari
reaksi antara dua atau lebih senyawa kimia contohnya seperti rhodamin B.
Pemerintah Indonesia melalui peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes)
No.239/MenKes/Per/V/1985 menetapkan 30 lebih zat pewarna berbahaya,
salah satunya rhodamin B, Rhodamin B merupakan pewarna yang dipakai
untuk industri cat, tekstil dan kertas. Rodamin B merupakan zat warna sintetis
berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam bentuk
larutan berwarna merah terang berpendar (berfluoresensi). Zat warna ini dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik
(dapat menyebabkan kanker)serta Rhodamin dalam konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kerusakan pada hati.

Menurut Cahyadi (2008) bahan pewarna sintetis yang dilarang di


Indonesia yang didasarkan pada Permenkes RI No.722 /Menkes/ Per/ IX/
1988 tentang bahan pewarna, tidak diizinkan menggunakan zat warna
rhodamin B karena pewarna ini hanya digunakan untuk pewarna industri
tekstil seperti kain, kertas dan cat. Rhodamin B mengandung senyawa klorin
(Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan
berbahaya. Senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh
dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal Inilah yang bersifat
racun bagi tubuh (Depkes, 1999).

Kromatografi adalah teknik pemisahan diantara dua fase, yaitu fase


diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Kromatografi lapis tipis
merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi
dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran Kromatografi Lapis Tipis. Spektrofotometri UV/Vis Penyerapan
sinar tampak atau ultraviolet oleh suatu molekul yang dapat menyebabkan
eksitasi electron dalam orbital molekul tersebut dari tingkat energy dasar ke
tingkat energi yang lebih tinggi (Khopkar, S. M., 1990)
BAB II

A. Alat dan Bahan


Alat :

1. Erlenmeyer
2. Tabung reaksi
3. Timbangan Analitik
4. Corong
5. Labu takar
6. Gelas kimia
7. Gelas ukur
8. Pipet tetes dan pipet kapiler
9. Sendok tanduk
10. Batang pengaduk
11. Kertas saring
12. Lempeng KLT
13. Oven
14. Chamber
15. Spektrofotometer UV-Vis
16. Hot plate
17. Benang wol
Bahan :
1. Lipstik berwarna merah

2. Aquadest

3. Arutan HCI

4. Larutan amonia

5. N-butanol
B. Prosedur Kerja
a. Tahap Ektraksi dan Pemurnian
1. Timbang sampel (lipstik) sebanyak 1 gram masukkan ke dalam
erlenmeyer dan tambahkan 10 ml larutan amonia 2% (amonia yang
sudah dilarutkan menggunakan etanol 70%)
2. Saring larutan sampel yang dilarutkan dalam amonia 2%
menggunakan kertas saring whatman no.1
3. Pindahkan larutan yang sudah disaring kedalam gelas kimia
kemudian panaskan diatas hot plate. Hasil dari pemanasan sampel
yang berupa endapan dilarutkan dengan aquadest 10 ml yang
mengandung asam (aquadest asam berupa penambahan asam asetat
10%).
4. Potong benang wol sepanjang 15 cm dan masukkan kedalam larutan
asam dan didihkan selama 10 menit, larutan asam akan mewarnai
benang wol, setelah 10 menit angkat benang wol kemudian cuci
dengan aquadest. Kemudian lakukan hal yag sama dengan larutan
yang berbeda yaitu yang bersifat basa sebanyak 10 ml amonia
(larutannya berupa amonia 10% yang dilarutkan dalam etanol 70%)
kemudian didihkan.
5. Benang wol akan melepaskan warna (yang didapat dari larutan asam
yang dididihkan selama 10 menit) warna akan larut dalam larutan
basa. Larutan basa yang didapat akan digunakan sebagai larutan
cuplikan sampel pada analisis KLT (Kromatografi Lapis Tipis).
b. Pembuatan Larutan Baku Utuk Pembuatan Linieritas Kurva
Kalibrasi
1. Larutan rhodamin B dibuat dengan konsentrasi 200 ppm.
2. Dari larutan baku dibuat larutan dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2; 5;
6; 7,5 ppn.
3. Pelarut yang digunakan adalah larutan HCI 0,1 N
c. Identifikasi Sampel
1. Lempeng KLT berukuran 20x20 cm diaktifkan dengan cara
dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C selama 30 menit.
2. Sampel ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan pipet
kapiler pada jarak 2 cm dari bagian bawah plat, jaran antara noda
adalah 1,5 cm.
3. Kemudian dibiarkan beberapa saat sampai mengering.
4. Lempeng KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan
kedalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase gerak berupa
n-butanol:etil asetat:amonia (10:4:5).
5. Dibiarkan sampai lempeng KLT terelusi sempurna, kemudian
lempeng KLT diangkat dan dikeringkan.
6. Amati warna secara visual dan dibawah sinar UV, jika visual noda
berwarna merah jambu dan jika dibawah sinar UV 254 nm dan 366
nm berfluoresensi kuning atau ornage, hal ini menunjukkan bahwa
adanya kandungan rhodamin B.
d. Penetapan Kadar Zat Warna Rhodamin B
1. Penetapan kadar rhodamin B dilakukan dengan spektrofotometri
cahaya tampak pada panjang gelombang 400-800 nm.
2. Sedangkan untuk menghitung kadar rhodamin B dalam sampel
dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan
regresi: y= ax+b

C. Perhitungan Sementara
1. Pembuatan larutan induk 200 ppm
1 ppm = 1 mg/L
200 ppm = 200mg/L
Maka untuk membuat larutan induk 200 ppm dalam 500ml dibutuhkan :
200 mg/L = 100 mg/500 ml
2. Pembuatan larutan baku dengan konsentrasi 0,5 , 1 , 1,5 , 2, 5, 6, 7,5
ppm
0,5 ppm 5 ppm
M1 x V1 = M2 x V2 M1 x V1 = M2 x V2
200 x V1 = 0,5 x 100ml 200 x V1 = 5 x 100ml
V1 = 50/200 V1 = 500/200
V1 = 0,25 ml V1 = 2,5 ml

1 ppm 6 ppm
M1 x V1 = M2 x V2 M1 x V1 = M2 x V2
200 x V1 = 1 x 100ml 200 x V1 = 6 x 100ml
V1 = 100/200 V1 = 600/200
V1 = 0,5 ml V1 = 3 ml

1,5 ppm 7,5 ppm


M1 x V1 = M2 x V2 200 x V1 = 7,5 x 100
200 x V1 = 1,5 x 100ml V1 = 750/200
V1 = 150/200 V1 = 3,75 ml
V1 = 0,75 ml

2 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
200 x V1 = 2 x 100ml
V1 = 200/200
V1 = 1 ml
D. Lembar Kerja
Analisis Rhodamin- B secara kualitatif dengan Metode KLT

15
cm

3 cm 1
2 3 4

Keterangan :
1 : Standar Rhodamin-B (Hasil elusi : 7 cm)
2 : Sampel 1 (hasil elusi : 7 cm)
3 : Sampel 2 (hasil elusi (10 cm)
4 : Sampel 3 (hasil elusi 5 cm)
1. Fase Diam yang digunakan (Dari Laporan sementara): lempeng KLT
2. Fase Gerak yang digunakan (Dari Laporan Sementara): n-butanol: etil
asetat : dan amonia (10:4:5)
3. Berapakah Rf Standar
jarak tempuh sampel
Rf =
jarak tempuh eluen
7
Rf = =0,66
12
4. Berapakah Rf Sampel 1
7
Rf = =0,66
12
5. Berapakah Rf sampel 2
10
Rf = =0,83
12
6. Berapakah Rf sampel 3
5
Rf = =0,41
12
7. Sampel yang positif mengandung Rhodamin B sampel No : 1 (satu)

E. Pembahasan :
Pada praktikum kali ini dapat mengidentifikasi dan menentukan kadar
rodamin dalam sediaan lipstik menggunakan spektrofotometri dapat
mengetahui apakah terdapat kandungan rodamin dalam lipstick.
Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan
pada bagian luar badan (epidemis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin
luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya
tarik,mengubah penampakan, melindungi kulit supaya tetap dalam keadaan
baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit
F.
Lipstik adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai
bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam
tata rias wajah, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada bibir.

Pada praktikum kali ini Analisis Rhodamin- B secara kualitatif dengan


Metode KLT dengan cara notolkan pada plat klt yang sudah di jenuhkan yaitu
yang terdiri dari fase gerak dan fase diam didapatkan nilai yaitu
jarak tempuh sampel
Rf =
jarak tempuh eluen

RF Standar 0,66 dan Rf pada sampel 1 yaitu 0,66 sampel kedua 2


0,88 dan sampel ketika 0.41
Kesimpulan :
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan sampel lipstick yang
mengandung rodamin B adalah sampel no 1 karena hasi nilai elusi Rf nya
mendekati nilai dari standar rodamin B
PERCOBAAN VII

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum
Melakukan Uji Aktivitas Antioksidan pada ekstrak etanol alga hijau(Ulva
lactucaLinn) yang diperoleh dari Pantai Sepanjang Gunung Kidul.

B. Dasar teori
Rumput laut atau algae dikenal dengan nama seaweed merupakan
bagian terbesar dari tanaman laut. Rumput laut adalah tanaman tingkat
rendah yang tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang
dan daun yang sejati dan lebih dikenal dengan nama tumbuhan talus
(Berhimpon, 2001)
Manfaat lain dari rumput laut yaitu sebagai sumber antioksidan alami,
antioksidan berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua yaitu antioksidan
alami dan antioksidan sintesis. Antioksidan sintesis telah banyak digunakan,
namun penggunaan dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan efek
samping (Cahyadi, 2006)
Antioksidan primer yaitu sebagai antioksidan utama pemberi atom
hidrogen (AH), karena senyawa ini memberikan atom hidrogen secara cepat
ke senyawa radikal, dimana radikal yang terbentuk menghasilkan derivat
lipida dan radikal antioksidan (A*). Peranannya sebagai donor atom hidrogen
pada radikal bebas lemak untuk membentuk kembali molekul lemak. Dengan
demikian jika antioksidan diberikan mencegah pembentukan radikal baru,
maka akan menghambat proses autooksidasi (Dewanti, 2006; Eitenmiller,
2008). Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan non enzimatis atau
eksogenus yaitu kelompok senyawa yang berperan dalam system pertahanan
preventif. Antioksidan ini dapat mengkelat logam prooksidan dan
mendeaktifasinya. Pengkelatan terjadi dalam sistem cairan ekstraseluler.
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan non enzimatis atau eksogenus
yaitu kelompok senyawa yang berperan dalam sistem pertahanan preventif.
Antioksidan ini dapat mengkelat logam prooksidan dan mendeaktifasinya.
Pengkelatan terjadi dalam sistem cairan ekstraseluler.

Peran radikal bebas terhadap kerusakan jaringan tubuh manusia


diketahui menjadi faktor penyebab yang cukup tinggi. Jika jumlah radikal
bebas meningkat maka sistem pertahanan tubuh terhadap radikal bebas
menjadi tidak memadai (1). Ada banyak jenis radikal bebas, antara lain
radikal hidroksil (-OH), anion superoksida (O2), oksigen singlet, dan
hidrogen peroksida (H2O2). Radikal bebas yang menumpuk di dalam sel
menyebabkan beberapa reaksi patologis seperti infark miokard,
aterosklerosis, rheumatoid arthritis, gangguan neurodegenrative, dan kanker
(2). Kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia dengan jumlah
penderitanya yang terus meningkat. Berdasarkan IARC (International
Agencies for Research on Cancer) selama tahun 2008 terdapat 12,7 juta
kasus kanker dan 7,6 juta kematian akibat kanker (3). Salah satu tumbuhan
yang berfungsi sebagai antioksidan sekaligus antikanker yang berasal dari
alga laut adalah alga hijau (Ulva lactuca L.) yang merupakan jenis selada laut
dengan spesies dari genus “ulva”. Penelitian yang dilakukan oleh Febriansah
et al (4) menunjukkan adanya senyawa antioksidan yang dianalisis secara
kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis dan kromatografi kuantitatif
dengan DPPH menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Pada hati mencit
yang diinduksi CCl4, ekstrak etanol alga hijau memiliki aktivitas antioksidan
dengan menurunkan kadar malonylaldehyde (MDA) dan meningkatkan
aktivitas enzyme superoxid dismutase (SOD) (5).
BAB II

A. Alat Dan Bahan


a. Alat :
1. Spektrofotometer UV-VIS
2. Evaporator Putar
3. Corong Buchner
4. Cangkir Porselen
5. Corong Pisah
6. Kertas Saring
7. Oven
8. Flakon
9. Glassware
10. Maserasi Kapal
11. Listrik Keseimbangan
b. Bahan :
1. Bubuk Alga Hijau
2. Etanol 96 %
3. Larutan DPPH 0,15 Mm ( Kontrol Negatif )
4. Asam Aksorbat 1000 Μg / Ml ( Kontrol Positif )
5. Metanol ( Sebagai Blanko Dan Pelarut )
6. HCL 0,5 N
7. Pereaksi Mayer, Dragendrof, Bauchardat.
8. Serbuk Mg
9. Kloroform
10. Larutan Lieberman – Bauchard
B. prosedur Kerja
a. Pengambilan dan penyiapan sampel
Sampel yang digunakan adalah alga hijau yang di dapat dari pantai
sepanjang gunung kidul kemudian dikeringkan dan dijadikan bubuk alga
hijau.
b. Ekstraksi Alga Hijau dengan metode maserasi

1. Timbang 250 gram bubuk alga hijau dan ditambahkan etanol


96% dan diaduk kurang lebih selama 3 jam.

2. Maserat disaring menggunakan corong Buncher dan di maserasi


ulang 2 kali.

3. Kemudian maserat di uapkan menggunakan rotary evaporator pada


suhu 40 derajat celcius sampai ekstrak kental diperoleh kemudian
hasil dihitung.
c. Skrining fitokimia
1. Identifikasi kandungan kimia ( alkaloid, flavonoid, steroid,
triterpenoid) dalam ekstrak alga hijau.
2. Cara uji skrining fitokimia : - Flavonoid
1) Ekstrak dilarutkan kemudian dipipet 1 ml dan ditambahkan
serbuk Mg ( magnesium ) secukupnya lalu ditetesi dengan
larutan HCL pekat sebanyak 10 tetes, jika positif
mengandung flavonoid maka akan terjadi perubahan warna
merah tua.
2) Alkaloid
- Ekstrak di masukkan ke dalam masing-masing tabung
reaksi kemudian di tetesi : HCL 0,5 N dan peraksi
mayer, jika mengandung alkaloid maka akan
menghasilkan endapan kuning.
- HCL 0,5 N dan pereaksi Bauchardat, jika mengandung
alkaloid maka akan menghasilkan endapan coklat.
- HCL 0,5 N dan pereaksi Dragendrof, jika mengandung
alkaloid akan menghasilkan endapan jingga.

3) steroid
Ekstrak di larutkan kemudian di pipet sebanyak 1 ml dan
ditambahkan 2 ml kloroform lalu di kocok, kemudian
ditambahkan 2 tetes larutan lieberman – bauchard.
Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali
kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukan
reaksi positif
4) Saponin
Uji busa : larutan uji dicampur dengan air dan dikocok. Diamati
pembentukan buih, buih stabil selama 15 menit maka
menandakan adanya saponin
Pengujian metode DPPH
Uji kualitatif antioksidan :
a) Sebanyak 1 ml larutan sampel direaksikan dengan 1 ml larutan
0,15 mM
b) Amati perubahan warna yang terjadi, jika perubahan dari
warna ungu menjadi kuning maka senyawa dari sampel
tersebut bersifat sebagai antioksidan.
Uji kuantitatif antioksidan:
1. Pembuatan larutan DPPH : Sebanyak 3,5 mg DPPH
dilarutkan dengan metanol dalam labu ukur sampai 100
ml sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 35
ppm.
2. Pembuatan larutan sampel : Sebanyak 10 mg sampel
masing- masing dilarutkan dengan 10 ml pelarut
metanol dalam labu ukur 10 ml sehingga diperoleh
konsentrasi 1000 ppm. Kemudian dilakukan
pengenceran dalam labu ukur 10 ml dengan
menambahkan metanol sehingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80,100 ppm.
3. Pembuatan larutan asam aksorbat ( sebagai
pembanding ) : Sebanyak 5 mg larutan perbandingan
dilarutkan dengan 50 ml metanol dalam labu ukur 50 ml
sehingga diperoleh konsentrasi 100 ppm. Kemudian
dilakukan pengenceran dalam labu ukur 50 ml dengan
menambahkan metanol sehingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi 2,4,6,8,10 ppm.
4. Penentuan panjang gelombang maksimal : Sebanyak 3,5
ml larutan DPPH 35 ppm dan ditambahkan dengan 1 ml
metanol .serapan larutan di ukur dengan
spektrofotometri uv-vis pada panjang gelombag 517 nm
5. Penentuan aktivitas antioksidan : 4 ml larutan DPPH
1000 ppm ditambahkan dengan masing- masing 1 ml
larutan uji konsentrasi 20,40,60,80,100 ppm. Larutan
ini kemudian di ukur absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum. Sebagai pembanding
digunakan asam aksorbat dengan konsentrasi
2,4,6,8,10 ppm dengan perlakuan yang sama dengan
larutan uji.
6. Penentuan persentase peredaman
% h = 1-2 x 100%
1
A1 = absorbansi kontrol
A2 = absorbansi sampel
Nilai IC50 merupakan bilangan yang
menunjukkan konsentrasi sampel uji yang
memberikan peredaman sebesar 50% (mampu
menghambat atau meredam proses oksidasi sebesar
50%). Nilai IC50 ditentukan dengan cara dibuat
kurva linear antara konsentrasi larutan uji (sumbu x)
dan % peredaman (sumbu y) dari persamaan y = a +
bx dapat di hitung nilai IC50 dengan menggunakan
rumus : diuji dikatakan mempunyai efek toksik
apabila harga LC50 < dari 1000 mg/mL

C. Perhitungan Sementara
Pembuatan Larutan Baku Sampel dengan Konsentrasi 20, 40, 60, 80, 100 ppm

Konsentrasi (ppm) mL yang di ambil

20 M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 20 x 10
1000 x V1 = 200
V1 = 200/1000
V1 = 0,2 mL

40 M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 40 x 10
1000 x V1 = 400
V1 = 400/1000
V1 = 0,4 mL
60 M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 60 x 10
1000 x V1 = 600
V1 = 600/1000
V1 = 0,6 mL

80 M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 80 x 10
1000 x V1 = 800
V1 = 800/1000
V1 = 0,8 mL

100. M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 100 x 10

1000
x V1
=
1000
V1 =
1000/
1000
V1 =
1 mL

Bdalam
Pembuatan Larutan Pembanding (Asam Asorbat 100 ppm
50 mL) 100 50 = 0,1 50 = 5 mg

1000
Di buat dalam seri konsentrasi 2,4,6,8,10 dalam 50 mL

Konsentrasi (ppm) mL yang di ambil

2 M1 x V1 = M2 x V2
100 x V1 = 2 x 50
100 x V1 = 100
V1 = 100/100
V1 = 1 mL

4 M1 x V1 = M2 x V2
100 x V1 = 4 x 50
100 x V1 = 200
V1 = 200/100
V1 = 2 mL

6 M1 x V1 = M2 x V2
100 x V1 = 6 x 50
100 x V1 = 300
V1 = 300/100
V1 = 3 mL

8 M1 x V1 = M2 x V2
100 x V1 = 8 x 50
100 x V1 = 400
V1 = 400/100

V1 = 4 mL

j. M
1 x V1 =
M2 x V2
100 x
V1 = 10
x 50 100
x V1 =
500 V1
=
500/100
V1 = 5 mL
Lembar Kerja :
1) Reagen yang ditambahkan yaitu Larutan DPPH
2) Perubahan warna yang terjadi jika positif mengandung senyawa antioksida
yaitu perubahan warna terjadi dari ungu menjadi kuning
Data Absorbansi :

Absorbansi Kontrol : 0,989

Konsentrasi Absorbansi Rata-Rata


1 2 3
(mcg/ml)
4 0,438 0,437 0,435 0,437
8 0,487 0,490 0,489 0,489
12 0,572 0,587 0,572 0,577
16 0,595 0,593 0,594 0,594
20 0,723 0,731 0,729 0,728

1) Perhitungan Persen Inhibisi (tunjukkan dengan perhitungan) :


A kontrol− A sampel
% inhibisi = x 100 %
A kontrol

- Konsentrasi 4

0,989−0,437
% inhibisi = x 100 %
0,989

0,552
= x 100 %
0,989

= 55,813 %

- Konsentrasi 8

0,989−0,489
% inhibisi = x 100 %
0,989

0,5
= x 100 %
0,989
= 50,556 %

- Konsentrasi 12

0,989−0,577
% inhibisi = x 100 %
0,989

0,412
= x 100 %
0,989

= 41,658 %

- Konsentrasi 16

0,989−0,594
% inhibisi = x 100 %
0,989

0,395
= x 100 %
0,989

= 39,939 %

- Konsentrasi 20

0,989−0,728
% inhibisi = x 100 %
0,989

0,261
= x 100 %
0,989

= 26,390 %

2) Perhitungan IC50
Data Konsentrasi vs inhibisi
Konsentrasi Persen
(mcg/ml) Inhibisi
4 55,813
8 50,556
12 41,658
16 39,939
20 26,390

a. Regresi linear Konsentrasi vs Persen Inhibisi (tunjukkan disertai dengan


grafik

Grafi k Konsentrasi vs %Inhibisi


60
f(x) = − 1.74 x + 63.71
50 R² = 0.95

40
Persen Inhibisi

30

20

10

0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Konsentrasi

Diketahui :

- Slope (b) = -1,7366

- Intercept (a) = 63,71

- R Hitung = 0,9743

b. Perhitungan IC50 (Tunjukkan dengan perhitungan) :


Y = bx + a

50 = -1,7366x + 63,71

1,7366x + 63,71 = 50

1,7366 x = 50 + 63,71

1,7366 x = 113,71

113,71
x=
1,7366

IC50 = 65,47 ppm

PEMBAHASAN
Radikal bebas yang menumpuk di dalam sel menyebabkan beberapa reaksi
patologis seperti infark miokard, aterosklerosis, artritis reumatoid, gangguan
neurodegenrative, dan kanker.Salah satu metode yang digunakan untuk pengujian
aktivitas antioksidan adalah metode DPPH (2,2-difenil-1- pikrilhidrazil). Metode
DPPH didasarkan pada kemampuan antioksidan untuk menghambat radikal bebas
dengan mendonorkan atom hidrogen. Perubahan warna ungu DPPH menjadi ungu
kemerahan dimanfaatkan untuk mengetahui aktivitas senyawa antioksidan. Tujuan
dari percobaan kali yaitu untuk identifikasi pada alga hijau sebagai antioksidan
dengan metode DPPH.

Analisis data secara kualitatif pada sampel menjukan adanya aktivitas


antoksidan pada alga hijau hal ini di tunjukan adanya perubahan warna dari ungu
menjadi kuning, setelah dilakukannya analisis selanjutnya dilakukan analisis
kauantitatif dengan menggunakan spektrofotometri UV-VIS, hasil yang diperoleh
data IC50 sebesar 65,47ppm atau dengan kata lain alga hijau mempunyai aktivitas
antioksidan kuat
KESIMPULAN :

Dari analisis data yang telah dilakukan pada percobaan aktivitas


antioksidan ekstrak etanolik alga hijau dengan metode DPPH, maka dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etanolik alga hijau mempunyai aktivitas antioksidan kuat
yaitu dengan intensitas IC50 sebesar 65,74ppm. Hasil dari uji kualitatif juga
menunjukan adanya perubahan warna ungu menjadi kuning.
DAFTAR PUSTAKA
Mewengkang2 Alindra Podungge1 Lena J. Damongilala2HannyW.
KANDUNGAN ANTIOKSIDAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma
spinosum YANG DIEKSTRAK(Antioxidant Activity of Seaweed
Eucheuma Spinosum Extracted [Journal] // Jurnal Media Teknologi Hasil
Perikanan . - Vol. 6, No. 1, Januari 2018.
Wahyuono2 Sri Wahdaningsih1 Erna Prawita Setyowati 2 Subagus
AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL BEBAS DARI BATANG
PAKIS(Alsophila glauca J. Sm)FREE RADICAL SCAVENGING
ACTIVITY OF (Alsophila glauca J. Sm) [Journal] // Majalah Obat
Tradisional, 16(3), 156 – 160, 2011. - 2011.

Anda mungkin juga menyukai