SPEKTOFOTOMETRI UV-VIS
Oleh :
BANDUNG
2020/2021
BAB I
Prinsip kerja spektrofotometri UV-VIS adalah interaksi yang terjadi antara energy
yang berupa sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang berupa molekul.
Besar energy yang diserap tertentu dan menyebabkan electron tereksitasi dari ground state ke
keadaan tereksitasi yang memiliki energy lebih tinggi.
Obat merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Dalam proses pembuatan obat dibutuhkan bahan atau campuran
bahan zat aktif lain yang apabila digunakan dapat menciptakan khasiat farmakologi atau efek
langsung dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit,
atau untuk memengaruhi struktur dan fungsi tubuh (Badan Pengawas Obat dan Makanan,
2011).
Parasetamol (asetaminofen) adalah obat analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri) dan
anti-piretik (penurun panas atau demam) yang aman, efektif, dapat ditoleransi dengan baik,
dan murah dengan efek samping yang relatif sedikit bila digunakan pada dosis terapeutik
yang dianjurkan. Parasetamol pertama kali diperkenalkan pada tahun 1955 untuk aplikasi
klinisnya dalam menyembuhkan demam, sakit kepala dan rasa nyeri, kemudian sejak saat itu
mulai banyak digunakan secara luas hampir di seluruh dunia (Ibrahim, dkk, 2013).
Parasetamol sering sekali di resepkan dalam bentuk campuran dengan obat lain. Obat ini
dapat ditemukan dalam berbagai macam sediaan seperti tablet, kaplet, kapsul, sirup, dan
serbuk.
Pada industri farmasi, pengawasan mutu merupakan salah satu bagian dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memberikan kepastian bahwa produk mempunyai
mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, agar hasil produksi yang dipasarkan
memenuhi persyaratan CPOB. Pada persyaratan ini perlu dilakukan penetapan kadar
parasetamol dalam tablet, yang menurut persyaratan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV
tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%. Besarnya kadar zat aktif
parasetamol dalam sediaan obat tablet yaitu 500 mg (Werner, dkk, 2010). Kadar yang tidak
sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan pada suatu senyawa obat akan mempengaruhi efek
terapi yang diharapkan dan dapat menimbulkan hal-hal buruk, baik ditunjukan dengan
timbulnya efek samping yang tidak diinginkan ataupun timbulnya efek toksisitas yang dapat
membahayakan bagi konsumen obat tersebut. Oleh karena itu, penetapan kadar parasetamol
sangat penting dilakukan untuk mengetahui ketepatan kadar parasetamol dalam sediaan tablet
tersebut.
Metode yang digunakan untuk penetapan kadar parasetamol dalam penelitian ini yaitu
metode spektrofotometri UV-Visible. Spektrofotometri UV-Visible merupakan suatu metode
yang tidak baku. Oleh karena itu, sebelum metode yang digunakan untuk penetapan suatu
kadar diterapkan dalam suatu pengujian laboratorium, terlebih dahulu dilakukan validasi.
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya (Tetrasari, 2003). Metode analisis dapat memberikan data
yang dipercaya jika memenuhi beberapa parameter validasi yang telah disyaratkan, yaitu
ketelitian (presisi), kecermatan (akurasi), linieritas, batas deteksi (LOD), batas kuantitasi
(LOQ), selektivitas, dan ketangguhan metode.
Bahan
Baku pembanding paracetamol yang diperoleh dari industri farmasi, bahan baku paracetamol,
metanol, air destilasi, HCl 0,1N dalam metanol.
Alat
Perhitungan pembuatan larutan HCl 0,1N dalam metanol (1 dalam 100) dibuat
1
sebanyak 500ml = HCl 0,1N = ×500 ml=5 ml
100
5ml HCl 01N dimasukkan dalam labu takar 500ml dan ditambahkan metanol ad tanda
batas.
Hasil pengukuran :
Perhitungan pembuatan larutan HCl 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100) dibuat sebanyak
500ml.
1
5ml HCl 0,1 N ( ×500 ml=5 ml
100
Dimasukkan dalam labu takar 500ml dan ditambahkan metanol ad tanda batas.
Hasil pengukuran :
Diperoleh serapan maksimum untuk bahan baku paracetamol yaitu 248,2 nm.
VII.II SPEKTOFOTOMETER UV-VIS (ANALISIS KUANTITATIF
PARACETAMOL)
W (mg)
Ppm =
V ( L)
29,9 mg
Ppm =
0,1 L
Hasil pengukuran
W ( mg ) 75 mg
Ppm = = =750 ppm
V ( L) 0,1 L
C1V1 = C2V2
750 . 1 = C2 . 100
C2 = 7,5 ppm
Hasil pengukuran
Y = 0,06377 x + 0,02457
R = 0,96996
X = (Y-a) / b
X = - 0,0246 ppm
Au
Cu = × Cs
As
0,023
Cu = × 2,99 ppm=0,34 ppm
0,200
VIII. Pembahasan
Kurva baku atau kurva kalibrasi adalah kurva yang diperoleh dengan memplotkan
nilai absorban dengan kosentrasi larutan standar yang bervariasi menggunakan panjang
gelombang maksimum. Kurva ini merupakan hubungan antara absorbansi dengan kosentrasi.
Bila hukum LambertBeer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.
Pada pembuatan kurva baku ini digunakan persamaan garis yang diperoleh dari
metode kuadrat terkecil yaitu y = bx +a (Grace et al, 2015). Pembuatan kurva kalibrasi
didasarkan pada konsentrasi yang bervariasi untuk larutan standar parasetamol yang
dievaluasi pada panjang gelombang maksimum. Sehingga pada Gambar menunjukkan respon
absorbansi untuk larutan parasetamol standar pada rentang konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm,
4 ppm dan 5 ppm pada panjang gelombnag 248,2 nm yang digunakan pada penelitian ini.
Dari perhitungan diperoleh nilai R2 = 0,96996. Dimana nilai koefisien korelasi tersebut yang
memenuhi persyaratan karena mendekati dari 0,9770. Sehingga, dari nilai R tersebut kurva
kalibrasi tersebut dapat digunakan.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Dari hasil penelitian yang diperoleh panjang gelombang maksimum adalah 248,2 nm.
Secara teoritis serapan maksimum untuk parasetamol adalah 244 nm, terjadi
pergeseran karena pada parasetamol memiliki gugus auksokrom yang terikat pada
gugus kromofor.
2) Dari hasil penelitian menunjukkan respon absorbansi untuk larutan parasetamol
standar pada rentang konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm dan 5 ppm pada
panjang gelombnag 248,2 nm yang digunakan pada penelitian ini. Dari perhitungan
diperoleh nilai R2 = 0,96996. Dimana nilai koefisien korelasi tersebut yang
memenuhi persyaratan karena mendekati dari 0,9770. Sehingga, dari nilai R tersebut
kurva kalibrasi tersebut dapat digunakan.
3) Metode spektrofotometri UV-Visible yang digunakan dalam penelitian telah
memenuhi parameter yang telah ditetapkan dalam uji validasi sehingga metode ini
dapat diterapkan untuk analisis penetapan kadar parasetamol di suatu laboratorium.
X. Daftar Pustaka
Badan pengawasan obat dan makanan (BPOM), 2011. Peraturan kepala badan pengawasan
obat dan makanan Republik Indonesia nomor HK.04.1.33.12.11.09937 tentang tata
cara sertifiksi cara pembuatan obat yang baik (CPOB), Jakarta : BPOM
Grace, P.T., Sri, Sudewi, Widya, Astuty L, (2015). Validasi Metode Analisis Untuk
Penetapan Kadar Paracetamol Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri
Ultraviolet, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT, Vol 4, 2302-2493
Ibrahim, T., Agnihotri, S., Agnihotri, A.K., 2013, Paracetamol Toxicity-An Overview
Emergency Med, Vol. 3 : 158.
Tetrasari dan Hermini., 2003, Validasi Metode Analisis. Pusat Pengkajian Obat dan Makanan
BPPOM.
Werner, D., thuman, C., maxwell, J., 2010, Apa yang anda kerjakan bila tidak ada dokter
(where there is not doctor). Yogyakarta: C.V. Andi Offset (penerbit andi).
Grace, P.T., Sri, Sudewi, Widya, Astuty L, (2015). Validasi Metode Analisis Untuk
Penetapan Kadar Paracetamol Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri
Ultraviolet, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT, Vol 4, 2302-2493
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA
HPLC/KCKT
Oleh :
BANDUNG
2020/2021
BAB II
Prinsip kerja KCKT adalah tekhnik dimana solute atau zat terlarut terpisah perbedaan
kecepatan elusi, dikarenakan solute-sout ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan
solute-solut ini diatur oleh distribusi solute dalam fase gerak dan fase diam.
Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun
teh, dan biji cokelat. Kafein termasuk kelompok senyawa “metilxantin”. Metilxantin
merupakan senyawa yang terbentuk secara alami dan termasuk ke dalam derivat xantin yang
merupakan golongan senyawa alkaloid. Anggota kelompok metilxantin lainnya adalah
teofilin yang terkandung di dalam teh, dan teobromin yang terkandung dalam cokelat. Kopi
mengandung senyawa aktif yang secara farmakologi merupakan turunan metilxantin, yakni
kafein. Perbedaan pengaruh dari produk-produk tersebut kemungkinan dimungkinkan adanya
perbedaan senyawa yang dikandungnya (Weinberg, 2010).
Untuk analisis kandungan kafein di dalam produk teh hijau digunakan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor PDA (Photo Diode Array).
Sampel dideteksi pada panjang gelombang 272 nm dan dipisahkan dengan menggunakan
kolom C-18 μbondapak dengan fase gerak air: metanol: asam asetat 2% = 65:30:5 (v/v/v).
Sebelum dilakukan penetapan kadar kafein menggunakan metode KCKT, dilakukan validasi
metode analisis yang akan digunakan. Validasi menjadi faktor penting untuk membuktikan
bahwa hasil analisis dapat dipertanggung jawabkan. Beberapa parameter validasi yang diuji
dalam penelitian ini meliputi linieritas, selektivitas, akurasi, presisi, LOD dan LOQ.
Alat
Bahan
a. Siapkan larutan campuran metanol : aquadest (60 : 40) sebagai fase gerak. Seluruh
pelarut wajib difiltrasi menggunakan mikrofilter.
b. Timbang sebanyak 50mg kafein murni. Larutkan dala labu ukur 50ml menggunakan
fase gerak. Didapatkan konsentrasi larutan kafein 1000 ppm.
c. Dibuat variasi konsentrasi kafein yaitu 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 ppm.
Pengoperasian KCKT
a. Nyalakan perangkat instrumen (stabilizer, komputer dan alat KCKT).
b. Nyalakan alat KCKT dengan urutan tombol bawah kemudian tombol atas. Tunggu
hingga seluruh parameter siap.
c. Klik LC SOLUTION klik icon no 1 admin ok <LC REAL TIME
ANALISIS>
d. Lakukan purging (menghilangkan gelembung pada selang) buka knop pada alat. Pada
layar pump a flow masukan angka ex 5.
e. Klik tombol ok. Klik icon pump on/off (menu bar kanan atas). Setelah gelembung
hilang pump a flow masukan angka 0 download ok
f. Membilas kolom menggunakan aquadest tersaring selama 30 menit. Pastikan knop
lang tertutup. Kemudian pindah selang ke aquadest tersaring. Pada layar pump
flow masukan angka 1 download ok
g. Bilas kolom selama 30 menit. Setelah 30 menit pump a flow masukkan angka 0
download ok
Injeksi Larutan Standar dan Sampel Kafein
a. Memasukan metode yang akan dilakukan. Buka LC SOLUTION klik icon teratas
no 1 akan muncul nama program “LC ANALYSIS EDITOR”. Buat metode
b. Buat metode : masukan panjang gelombang ; waktu = 30 menit ; pump a flow = 1 ;
klik advence preasure limit max 20 save
c. Klik batch tabel isi sesuai urutan injeksi save
d. Pada LC REAL TIME open metode. Pada batch tabel klik start. Injek larutan
sesuai urutan
e. Posisikan larutan sebagai urutan, siapkan syringe untuk injeksi sample ke alat KCKT.
f. Ambil larutan sebanyak 50 mikroliter, pastikan tidak ada gelembung di dalam
syringe.
g. Masukkan jarum syringe ke tempat sampel. Kemudian angkat tuas. Keluarkan isi
sampel. Turunkan tuas kembali ke posisi awal.
h. Sudah muncul peak ganti waktu di menu bar (change analysis time).
i. Setelah sampel selesai, akan muncul perintah untuk menginjeksi sampel berikutnya.
Pengolahan Data
a. Klik LC SOLUTION. Klik tombol post run ambil file di project in (table hards
pada posisi data). Klik file 2x
b. Klik compound tabel wizard. Klik program comand edit width & slope hingga
pas.
c. Klik next klik area yang diinginkan next
d. Pada level kalibrasi masukkan sesuai jumlah larutan standart. Pada unit diganti % ;
window diganti 10%.
e. Ganti nama area masukkan konsentrasi finish.
f. Ulangi sampai semua data selesai.
Metanol 60 : aquadest 40
60
Metanol = ×600=360 ml
100
40
Aquadest = ×600=240 ml
100
50
50mg/50ml = =1000 ppm
0,05
Pengenceran standar kafein 5 ppm Kafein standar 20 ppm
V1.1000=10.5 V1.1000=10.20
V1.1000=50 200
V1= =0,2 ml ×1000=200 m
1000
50
V1= =0,05 m×1000=50
1000 Kafein standar 25 ppm
V1.N1=V2.N2 V1.1000=10.25
V1.1000=10.15 250
V1= =0,25 ml ×1000=250 m
1000
150
V1= =0,15 ml ×1000=150 m
1000
Y= luas area
Y=bx + a
511586,6 = 104186 x
511586,6
X= =4,910320004 ppm
104186 x
2500000
2000000
Luas Daerah
1500000
1000000
Luas Daerah
500000
0
5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm 25 ppm
Konsentrasi zat Standar
5 ppm V1.N1=V2.N2
V1.N1=V2.N2 V1.1000=10.20
V1.1000=10.5 1000.V1=200
1000.V1=50 200
V1= 0,2 ml=200 m
1000
50
V1= =0,05 ml=50 ml
1000 25 ppm
10 ppm V1.N1=V2.N2
V1.N1=V2.N2 V1.1000=10.25
V1.1000=10.10 1000.V1=250
1000.V1=100 250
V1= =0,25 ml=250 m
1000
100
V1= =0,1 ml=100 ml
1000 30 ppm
15 ppm V1.N1=V2.N2
V1.N1=V2.N2 V1.1000=10.30
V1.1000=10.15 1000.V1=300
1000.V1=150 300
V1= =0,3 ml=300 m
1000
150
V1= =0,15 ml=150 ml
1000
Perhitungan perbandingan
Metanol 60 : aquadest 40
60
Metanol = ×600=600=360 ml
100
40
Aquadeest = ×600=240 ml
100
Y=bx + a
6,579=104186x-474919
6,579+474919=x 104186
474,925,579/104186= X
X = 4,559 ppm
2500000
2000000
Luas Daerah
1500000
1000000
Luas Daerah
500000
0
5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm 25 ppm
Konsentrasi zat Standar
VIII. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada sistem HPLC fase terbalik menggunakan komposisi
fase gerak campuran aquadest : metanol (40 : 60). Melalui tahap validasi diperoleh
parameter-parameter validasi yang telah memenuhi syarat meliputi selektivitas, spesifisitas,
linearritas, akurasi, presisi, dan rentang.
Sampel yang digunakan adalah kafein murni dari industri farmasi dengan nomor
batch yang sama. Pengambilan sampel dari nomor batch yang sama untuk mendapatkan
kriteria homogenitas karena diasumsikan bahwa sampel dengan nomor batch sama setiap
sampel memperoleh perlakuan yang sama pada saat proses produksi. Selain itu, kriteriaa
lainnya yang harus dipenuhi yaitu representatif, yakni sampel yang dianaisis benar-benar
mencerminkan populasi yang diwakilinya, yaitu dengan menggunakan dua sampel kafein A
dan B, enam kali replikasi. Pengambilan sampel dilakukan dari berbagai titik yang berbeda.
Berdasarkan hasil data yang diperoleh terlihat bahwa luas area pada sampel kafein A
yaitu 36667,6 dan pada sampel kafein B yaitu 58556,8. Secara teoritis, menurut Snyder
(2010), disebutkan bahwa pengujian panjang gelombang maksimum dapat digunakan jika
serapan maksimum tersebut tepat atau dalam batas 3 nm dari panjang gelombang yang
ditentukan.
Pembuatan kurva baku bertujuan untuk melihat korelasi antara seri konsentrasi
kurva baku dengan respon AUC yang dihasilkan sehingga diperoleh persamaan regresi linear
yang selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar kafein. Linearitas suatu kurva baku
menunjukkan bahwa kenaikan respon yang terjadi dikarenakan deteksi instrumen sebanding
dengan kenaikan konsentrasi baku yang digunakan. Parameter linearitas suatu kurva baku
ditentukan dengan nilai koefisien korelasi (r) lebih besar dari 0,99 (AOAC, 2013), sedangkan
hasil praktikum menunjukkan koefisien korelasi (r) yang mendekati yaitu sebesar 0,9792
Enam seri konsentrasi yang dibuat untuk pembuatan kurva baku yaitu pada sampel
kafein A 50, 100, 150, 200, dan 250 µg/mL dan pada sampel kafein B 50, 100, 150, 200, 250,
300 µg/mL diinjeksikan ke sistem HPLC dan dibaca oleh detektor. Persamaan regresi linear
yang didapatkan merupakan hubungan antara konsentrasi kafein vs AUC yang dihasilkan dari
pengukuran pada sistem HPLC.
Berdasarkan persamaan kurva baku yang diperoleh, dipilih persamaan kurva baku
yang paling linear yaitu dari sampel kafein A dengan persamaan y = 104196x – 474919 dan
nilai r = 0,9792. Hal ini menunjukan bahwa metode ini telah memenuhi kriteria linearitas
yaitu ≥ 0,99 (AOAC, 2013), sedangkan nilai koefisien korelasi yang didapatkan mendekati
0,99. Kurva hubungan antara konsentrasi dengan AUC dapat dilihat pada gambar.
IX. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan pada sistem HPLC fase terbalik menggunakan komposisi
fase gerak campuran aquadest : metanol (40 : 60). Penentuan panjang gelombang maksimum
dilakukan menggunakan konsentrasi larutan baku konsentrasi pada kafein A 50, 100, 150,
200, dan 250 µg/mL dan kafein B 50, 100, 150, 200, 250, 300 µg/mL . Berdasarkan hasil data
yang diperoleh terlihat bahwa pada konsentrasi kafein A yaitu 4,910320004 ppm dan pada
kafein B 4,559 ppm.
X. Daftar Pustaka
Gardjito, Murdijati., dan Abdul Rohman, 2015. Kimia farmasi analisis. Yogyakarta: Pustaka
pelajar
Weinberg, Bennett Alan & Bonnie K. Bealer, 2010. The miracle of coffeine: manfaat tak
terduga kafein berdasarkan penellitian paling mutakhir. Bandung: Qanita.
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA
SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM
Oleh :
BANDUNG
2020/2021
BAB III
Prinsip dasar spektrometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik
dengan sampel. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan
dari lampu katoda (Hollow Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditemukan.
Pencemaran logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang berasal dari
limbah industri. Limbah industri yang mengandung logam berat akan masuk ke wilayah
perairan kemudian logam berat tersebut akan diencerkan sehingga kekuatan mencemarnya
akan menjadi lemah, namun bila bahan cemarnya tersebut secara terus-menerus memasuki
wilayah perairan secara perlahan-lahan akan menjadi penumpukan logam berat yang akan
terjadi pada sediment laut. Hal ini akan mempengaruhi berbagai organisme di sekitarnya
(Darmono, 1995).
Logam Cu merupakan logam berat essensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
jumlah yang kecil, namun bila jumlah yang masuk ke dalam tubuh berlebihan akan berubah
fungsi menjadi zat racun bagi tubuh. Keracunan Cu dapat menyebabkan gangguan pada jalur
pernapasan (Frank, 1991).
Metode Spektrofotometri Serapan Atom berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom.
Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu mempunyai energi yang cukup untuk
mengubah tingkat elektron suatu atom. Transisi elektron suatu unsur bersifat spesifik.
Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan
dasar akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi(Mithami, 2015).
Alat
Instrument serapan atom, alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.
Bahan
a. Siapkan larutan standar logam yang akan diuji (konsentrasi 1000 ppm), pelarut dan
HNO3.
b. Buat pengenceran larutan standar 100 ppm kemudian buat variasi konsentrasi 1,2,3,4
dan 5 ppm dalam labu ukur 25 mL.
Pengoperasian Instrument Spektrometer Serapan Atom
a. Nyalakan alat spektrometer serapan atom (SSA), kemudian buka aplikasi “wizard
AA”, lalu klik gambar instrumen SSA, masukkan login id “admin” klik OK.
b. Pada box “wizard selection” pilih “element selection” dan pilih jenis logam yang akan
diuji. Kosongkan pilihan “using ASC”
c. Klik “next” pada bos “calibration selection” diisi, sesuaikan dengan jumlah larutan
standar yang akan diuji. Kemudian klik “next”.
d. Pada box “connect to instrumen/send parameters’ klik “connection/send parameter”
dan tunggu hingga program memeriksa seluruh parameter yang diperlukan oleh SSA.
e. Pada box “gas adjustment” klik “PURGE C2H2” hal ini dilakukan untuk membilas
selang gas asetilen, kemudian klik “purge air” untuk membilas selang udara yang
terkoneksi ke alat SSA. Lakukan pembilasan masing-masing sebanyak 5 kali. Setelah
itu klik “close”.
f. Pada box “winAAzd” dilakukan pemeriksaan berupa “burner select sensor”, “drain
sensor”.
g. Pada box “parameters” dilakukan pemeriksaan “support gas preasure monitor
check(air)”, klik OK untuk memulai pemeriksaan.
h. Pada box “parameters” dilakukan pemeriksaan “support gas preasure monitor check
(N2O), klik NO (karena alat tidak mengunakan gas nitrogen) kemudian pada box
berikutnya klik OK untuk membatalkan pemeriksaan ulang gas nitrogen.
i. Selanjutnya pemeriksaan pasokan gas asetilen. Klik OK pada box
j. Pemeriksaan seluruh paremeter telah selesai dilaksanakan. Checklist seluruh
checkbox untuk memastikan seluruh parameter telah diperiksa dan meminimalisir
kesalahan pada alat.
k. Selanjutnya pada box “object parameters” pastikan seluruh parameter logam yang
dipilih sudah sesuai dengan baku panduan.
l. Kemudian checklist “lamp on”. Tunggu beberapa saat, lalu klik “line search”.
m. Setelah “line search” dan “beam balance” OK, klik “close” lalu “next”.
n. Atur tinggi burner sesuai panduan. Apabila sudah selesai klik “finish”.
Pengukuran Larutan Standar Oleh Spektrometer Serapan Atom
a. Masukan sampel ID untuk larutan standar (pastikan posisi “action” adalah STD),
masukan True Value sesuai konsentrsi yang telah dibuat.
b. Nyalakan api dengan menekan tombol “purge” dan “ignite” secara bersamaan selama
beberapa detik hingga api muncul.
c. Bilas pipa menggunakan aquadest selama 10-30 detik.
d. Masukkan larutan sesuai urutan pada layar. Diamkan beberapa detik hingga nilai
absorban terlihat stabil, kemudian klik “start”.
e. Setelah pembacaan absorban selesai, bilas kembalik dengan aquadest dan dilakukan
terhadap seluruh larutan standar.
f. Setelah selesai pengukuran seluruh larutan standar, bilas pipa menggunakan aquadest
selama 30-60 detik. Kemudian matikan api dengan menekan tombol “extinguish”, lalu
matikan blower.
g. Save as data hasil pengukuran.
h. Kliik “instrument” lalu pilih “connect”, kemudian tutup layar windows.
i. Matikan alat SSA, matikan kompresor dan tutup gas asetilen. Tidak lupa untuk
membuang udara di dalamnya dengan membuka tutup di bagian bawah kompresor,
dan tutup kembali setelah udara habis.
VII. Hasil dan Pengolahan Data
Perhitungan larutan standar dari 1000 ppm menjadi 100 ppm divariasi menjadi 1,2,3,4 dan 5
ppm dengan volume 25ml dengan menggunakan rumus pengenceran M1.V1 = M2.V2.
100
1. 1000 ppm = ×25=2,5 ml=2.500 u
1000
1
2. 100 ppm = ×25=0,25 ml=250 u
100
2
3. 100 ppm = ×25=0,5=500u
100
3
4. 100 ppm = 25=0,75 ml=750 u
100
4
5. 100 ppm = ×25=1 ml=1000u
100
5
6. 100 ppm = ×25=1,25 ml=1.250u
100
0,0058800+0,42128
Conc =
0,0386
0,42716
= =11 , 066
0,0386
VII.II Hasil Data Spektroskopi Setapan Atom (Analisis Kadar Logam Cu B)
Calibration curve :
Sampel ID Absorbansi
1 ppm 0,2009
2 ppm 0,3584
3 ppm 0,5530
4 ppm 1,2337
5 ppm 1,3460
R = 0,9623
Konsentrasi
Cons = 0,0956
Conc = 0,4297
VIII. Pembahasan
Kurva kalibrasi larutan standar tembaga (Cu) dibuat dengan membuat larutan baku
dengan konsentrasi 1000 ppm menjadi 100 ppm. Selanjutnya dibuat seri larutan baku dengan
konsentrasi masingmasing 1, 2, 3, 4 dan 5 ppm, kemudian diukur serapannya dengan panjang
gelombang yang telah ditentukan.
Dari grafik diatas menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi
pula absorbansinya. Hasil perhitungan persamaan regresi kurva kalibrasi di atas diperoleh
pada analisi kadar logam Cu A persamaan Abs = 0,0058800 conc + 0,42128 dengan koefisien
korelasi (r) sebesar 0,0209. Pada analisis kadar logam Cu B didapatkan Abs = 0,31655 conc –
0,21125 dengan koefisien korelasi (r) = 0,9623.
IX. Kesimpulan
1. Konsentrasi logam berat tembaga (Cu) dalam sampel A sebesar 11,066, B sebesar 0,0956,
kel 4 sebesar 0,4297.
2. Hasil perhitungan persamaan regresi kurva kalibrasi di atas diperoleh pada analisi kadar
logam Cu A persamaan Abs = 0,0058800 conc + 0,42128 dengan koefisien korelasi (r)
sebesar 0,0209. Pada analisis kadar logam Cu B didapatkan Abs = 0,31655 conc – 0,21125
dengan koefisien korelasi (r) = 0,9623.
X. Daftar Pustaka
Darmono. 1995. Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. U I Press. Jakarta
Gandjar, I. G, & Rohman, A. (2007). Kimia farmasi analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar