Dosen Pengampu :
KELOMPOK 1/C
Anggota :
Mellia Fajar PSW (23175105A)
Ratih Haryanti (23175106A)
Andi Setiawan (23175107A)
Ratna Fikriyah (23175108A)
Andika Cahya CP (2317511 A)
S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI-SURAKARTA
2019
TUJUAN
DASAR TEORI
Uji disolusi tablet merupakan faktor penting dalam pengendalian mutu obat. Uji Disolusi
didefenisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan.
Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat melarut. Secara prinsip, proses ini
dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Ansel, 1989). Menurut Depkes RI (1995),
ada dua metode alat uji disolusi sesuai dengan yang monografi, yaitu tipe 1 pengaduknya
berbentuk keanjang dan tipe 2 pengaduknya berbentuk dayung. Pada praktikum untuk
menentukan kelarutan atau disolusi tablet parasetamul kali ini, digunakan tipe2 dengan pengaduk
dayung. Uji disolusi tablet parasetamol memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV
apabila dalam waktu 30 menit (Q30) tablet parasetamol larut tidak kurang dari Q +5% = 85% ; Q
= 80% dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 1995). Parasetamol dapat ditentukan
kadarnya dengan metode nitrimetri, spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara
spektrofotometri visibel) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Sudjadi dan Rohman,
2008). Pada praktikum kali ini digunaka metode spektrofotometri ultraviolet karena memiliki
banyak keuntungan antara lain dapat digunakan untuk analisis zat dalam jumlah kecil,
pengerjaan mudah, sederhana, cukup sensitif, selektif, biayanya murah dan mempunyai kepekaan
analisis yang cukup tinggi (Munson,1991).
ALAT DAN BAHAN
CARA KERJA
1. Pembuatan dapar fosfat
Menimbang 12 g NaOH
2. Up Disolusi
Hitung kadar
HASIL
AUC5 =
5 0X 15,83 0 =39,575
2
AUC10=
10 5X 25,57 15,83 =103,5
2
AUC15=
15 10X 22,84 25,57 =121,025
2
AUC20=
20 15X 36,01 22,84 =147,125
2
AUC30=
30 20X 54,99 36,01 =455
2
Luas total=30x100=3000
AUCtotal
DE30 = x100%
luastotsl
866,225
= x100% =28,87%
3000
PEMBAHASAN
Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan terlepasnya zat-zat
aktif dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan dan terjadi kontak dengan
cairan tubuh.
Pada praktikum kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap tablet paracetamol.
Tujuan dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa cepat kelarutan
suatu tablet ketika kontak dengan cairan tubuh, sehingga dapat diketahui seberapa cepat
keefektifan obat yang diberikan tersebut.
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah membuat kurva baku.
Seperti sudah diketahui bahwa panjang gelombang maksimum untuk paracetamol adalah
257 nm sehingga dilakukan pengukuran absorbansi zat dengan berbagai variasi konsentrasi
pada λ maksimum tersebut. . Dalam percobaan ini dibuat variasi konsentrasi zat sebesar 4
ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm. Setelah semua variasi konsentrasi selesai dibuat
maka dilakukan pengukuran serapan/absorbansi dengan spektroskopi sinar UV. Saat
pengukuran sampel dengan spektrofotometer ultraviolet, kuvet yang akan digunakan
dikalibrasi terlebih dahulu. Pertama, kuvet diisi dengan aquadest, lalu disesuaikan nilai
absorbansinya hingga menunjukkan angka nol. Tujuan melakukan kalibrasi adalah untuk
menghindari kesalahan perhitungan konsentrasi. Kemudian didapatkan nilai absorbansi
untuk 4 ppm=0,205; 6ppm=0,426; 8ppm=0,564; 10ppm=0,694; 12ppm=0,860. Setelah
dilakukan pengukuran absorbansi dengan berbagai variasi konsentrasi didapatkan nilai
regresi linier untuk a=0,0086; nilai b=0,0699; nilai r=0,998.
Pada uji disolusi ini diakukan pengujian terhadap kadar paracatemol dengan tablet
paracetamol. Tablet Paracetamol kemudian diuji disolusi dengan alat disolusi dengan
menggunakan tipe dayung. Sebanyak 1 tablet paracetamol 500 mg dimasukkan ke dalam alat
yang diisi larutan dapar fosfat yang telah dibuat. Alat dayung kemudian dijalankan dan rpm
di set pada angka 50 rpm pada suhu 37oC, kemudian pada menit ke 5, 10, 15, 20, dan 30
diambil cuplikan sampel dengan alat penghisap sebanyak 5 ml. Pada cuplikan sampel mulai
menit ke 5 hingga ke 30 dilakukan pengenceran 50 kali karena cuplikan sampel yang diukur
memberikan serapan yang sangat besar hingga tidak terdeteksi pada alat spektrofotometer
UV.
Hasil yang didapat adalah konsentrasi pada menit 5 sebesar 87,97 ppm ; pada menit
10 sebesar 141,59 ppm; pada menit 15 sebesar 125,65 ppm ; pada menit 20 sebesar 198,11
ppm; pada menit 30 sebesar 302,46. Kemudian dilakukan juga pengukuran kadar terhadap
tablet paracetamol, hasil yang didapat adalah konsentrasi pada menit 5 sebesar 79,173 mg ;
pada menit 10 sebesar 127,43 mg; pada menit 15 sebesar 113,08 mg ; pada menit 20
sebesar 178,29 mg; pada menit 30 sebesar 272,21 mg. Kemudian dilakukan juga koreksi
kadar terhadap tablet paracetamol, hasil yang didapat adalah pada menit 5 sebesar 0 ; pada
menit 10 sebesar 0,439; pada menit 15 sebesar 0,707 ; pada menit 20 sebesar 0,628; pada
menit 30 sebesar 0,990. Kemudian dilakukan juga total koreksi kadar terhadap tablet
paracetamol, hasil yang didapat adalah pada menit 5 sebesar 0 ; pada menit 10 sebesar
0,439; pada menit 15 sebesar 1,146 ; pada menit 20 sebesar 1,774; pada menit 30 sebesar
2,764. Kemudian dilakukan juga kadar total koreksi terhadap tablet paracetamol, hasil
yang didapat adalah pada menit 5 sebesar 79,17; pada menit 10 sebesar 127,86; pada menit
15 sebesar 114,226 ; pada menit 20 sebesar 180,064; pada menit 30 sebesar 274,97.
Kemudian dilakukan juga kadar (%) terhadap tablet paracetamol, hasil yang didapat adalah
pada menit 5 sebesar15,83 ; pada menit 10 sebesar 25,57; pada menit 15 sebesar 22,84 ;
pada menit 20 sebesar 36,01; pada menit 30 sebesar 57,99. Berdasarkan hasil uji diatas
dihitung nilai AUC total dan nilai DE, nilai AUC total didapatkan nilai 866,225 dan nilai
DE didapat 28,87%.
KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa tablet paracetamol didapatkan
nilai Q30=28,87%, tablet yang diujikan tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia
Edisi Ke Empat, dimana persyaratan kadar uji disolusi tiap unit sediaan adalah tidak
kurang dari Q + 5% (Q = 80%).
Yang artinya, semakin banyak waktu yang dibutuhkan suatu obat untuk berdisolusi,
maka semakin tinggi konsentrasi (Kadar) zat tersebut dalam media pelarut.
Daftar Pustaka
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta Hal. 648-651
Sudjaji., dan Rohman, A. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta:UGM Press
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
LAMPIRAN
CHAMBER