SPEKTROFOTOMETRI UV
SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014
MODUL
PEMBIMBING
PEMBUATAN
PENYERAHAN
: SPEKTROFOTOMETRI UV
: Dra.Dewi Widyaningsih, MT
: 3 APRIL 2014
: 10 APRIL 2014
DISUSUN OLEH
KELOMPOK
IRFANTY WIDIASTUTI
IRMA NURFITRIANI
ISHNA NUR FATHONAH
M. AGUNG FURQON
KELAS
: 4
131411012
131411013
131411014
131411015
: 1A
MODUL PRAKTIKUM
: SPEKTROFOTOMETRI UV
NAMA PEMBIMBING
: Dra.Dewi Widyaningsih, MT
TANGGAL PRAKTEK
: 3 APRIL 2014
Spektrofotometri
UV
memang
lebih
simple
dan
mudah
dibanding
spektrofotometri visible, terutama pada bagian preparasi sample. Namun harus hatihati juga, karena banyak kemungkinan terjadi interferensi dari senyawa lain selain
analat yang juga menyerap pada panjang gelombang UV. Hal ini berpotensi
menimbulkan bias pada hasil analisa.
2. Kafein
Kafein adalah basa sangat lemah dalam larutan air atau alkohol tidak terbentuk
garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai jarum
mengkilat putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Kafein larut dalam air (1:50),
alkohol (1:75) atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik
dalam air panas (1:6 pada 80C) atau alkohol panas (1:25 pada 60C) (Wilson and
Gisvold, 1982). Berikut ini adalah struktur dari kafein :
Struktur Kafein
Kafein merupakan alkaloid yang terdapat dalam teh, kopi, cokelat, kola, dan
beberapa minuman penyegar lainnya. Kafein dapat berfungsi sebagai stimulant dan
beberapa aktifitas biologis lainnya. Kandungan kafein dalam teh relative lebih besar
daripada yang terdapat dalam kopi, tetapi pemakaian teh dalam minuman lebih encer
dibandingkan dengan kopi (Sudarmi, 1997).
Kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat yang dapat menimbulkan
dieresis, merangsang otot jantung dan melemaskan otot polos bronchus. Secara klinis
biasanya digunakan berdasarkan khasiat sentralnya, merangsang semua susunan saraf
pusat mula-mula korteks kemudian batang otak, sedangkan medulla spinalis hanya
dirangsang dengan dosis besar.
C. Prosedur Kerja
a. Alat
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Nama Alat
Labu ukur
Labu ukur
Gelas kimia
Gelas kimia
Botol semprot
Pipet tetes
Pipet ukur
Pipet ukur
Bola hisap
Spatula
Corong
Batang pengaduk
Spesifikasi
100ml
50ml
50 ml
400 ml
10 ml
5 ml
Jumlah
1 bh
8 bh
1 bh
1 bh
1 bh
1 bh
2 bh
1 bh
2 bh
1 bh
1 bh
1 bh
D. Skema Kerja
A Persiapan Larutan
Membuat Larutan Induk
(100 ppm) dalam larutan
HCl 0,1 N.
0,5 ppm
2 ppm
4 ppm
6 ppm
8 ppm
10 ppm
Menekan tombol
yang berada di
samping kanan
Membuka monitor,
setelah layar tampak
biru, memutar tombol
sebelah kanan
Menunggu sampai
proses inisialisasi selesai
hingga keluar tampilan
mode menu
Mengganti kuvet
blanko pada posisi
sample (pada bagian
depan) dengan kuvet
isi larutan standar
yang diinginkan
Menekan tombol
Base Corr F1,
sampai dengan
0,000 A (Alat
berbunyi bip)
(Untuk mengukur A atau %T, jika panjang gelombang maksimum sudah diketahui)
Pengukuran Quantitative
Masukkan
isilarutan
larutan
Ganti kuvetkuvet
dengan
blanko
kedua sisi
standar
yangpada
berikutnya,
tekan
Tekan
start,
masukkan
nilai
reference
sample
Lalu
start.
Lalu ulangi
hingga
konsentrasi
larutantunggu
standar,
selesai
Tekan autozero
tekan
enter
sampai dengan 0.000A
Mengulangi dengan
beberapa sampel maka
muncul tampilan konsentrasi
sampel pada sample table
E. Data Pengamatan
1. Pengenceran Larutan Kafein 100 ppm
V1N1 = V2N2
100 ml . 100 ppm = V2 . 1000 ppm
V2 = 10 ml
2. Konsentrasi Larutan Standar
a. Kafein 0 ppm
V1N1 = V2N2
V1 . 100 ppm = 50 ml . 0 ppm
V1 =
0
100
V1 = 0 ml
b. Kafein 0,5 ppm
V1N1 = V2N2
V1 . 100 ppm = 50 ml . 0,5 ppm
V1 =
25
100
V1 = 0,25 ml
c. Kafein 2 ppm
V1N1 = V2N2
V1 . 100 ppm = 50 ml . 2 ppm
V1 =
100
100
V1 = 1 ml
d. Kafein 4 ppm
V1N1 = V2N2
V1 . 100 ppm = 50 ml . 4 ppm
V1 =
200
100
V1 = 2 ml
e. Kafein 6 ppm
V1N1 = V2N2
V1 . 100 ppm = 50 ml .6 ppm
V1 =
300
100
V1 = 3 ml
f.
Kafein 8 ppm
V1N1 = V2N2
V1 . 100 ppm = 50 ml . 8 ppm
V1 =
400
100
V1 = 4 ml
g. Kafein 10 ppm
V1N1 = V2N2
V1 . 100 ppm = 50 ml . 10 ppm
V1 =
500
100
V1 = 5 ml
N
o
.
1
Kosent
Absorb
rasi (c)
ansi (A)
0,00
.
2
ppm
0,50
.
3
ppm
2,00
.
4
ppm
4,00
.
5
ppm
6,00
.
6
ppm
8,00
.
7
ppm
10,0
ppm
-0,001
0,105
0,306
0,577
0,873
0,983
1,214
R ==0.99
f(x)
0.21x - 0.27
1
0.8
Absorbansi
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
0.5
Konsentrasi (ppm)
Sampel
Absorban
Kosentrasi (ppm)
10
1
2
3
1
2
3
0,513
0,948
1,126
3,8058
7,4085
8,8882
Berdasarkan perhitungan
Konsentrasi sampel berdasarkan perhitungan :
R = 0.9872 (y: absorbansi, dan x: konsentrasi)
y = 0,12065 x + 0,053
Sampel 1
Abs = 0,513
y = 0,12065 x + 0,053
Sampel 2
Abs = 0,948
0,5130, 05 3
=3,8127 ppm
0,12065
y = 0,12065 x + 0,053
Sampel 1
Abs = 1,126
0,9480,053
=7,4181 ppm
0,12065
y = 0,12065 x + 0,053
1,1260,053
=8,8934 ppm
0,12065
KONSENTRASI SAMPEL
Sampel
1
Berdasarkan Perhitungan
Berdasarkan Kurva
3,8058 ppm
Berdasarkan Alat
3,8127 ppm
3,85 ppm
7,4085 ppm
7,4181 ppm
7,40 ppm
8,8882 ppm
8,8934 ppm
8,85 ppm
F. Pembahasan
Oleh : Irfanty Widiastuti
Pada percobaan kali ini, dilakukan penentuan kadar kafein dengan metode
Spektrofotometri-UV. Metode spektrometri-uv ini didasarkan pada penyerapan sinar tidak
tampak (panjang gelombang 190-380nm) oleh suatu larutan tidak berwarna dan pada
percobaan ini larutan standar kafein dan sampel merupakan larutan tidak berwarna.
Spektrofotemeter-UV yang digunakan adalah Spektrofotometer UV-1700 Shimadzu dan
kuvet yang digunakan memiliki bagian yang buram dan yang bening. Bagian yang bening
dengan ditandai dengan adanya tulisan PT dan dihadapkan pada sinar datang. Setiap
proses pengukuran, kuvet dibilas dengan larutan yang diukur dan dilap dengan tisu
khusus yang memiliki serat halus agar tidak menggores permukaan kuvet yang akan
mempengaruhi pengukuran absobansi larutan.
Pada pengerjaan awal, dibuat terlebih dahulu larutan deret standar kafein.
Pembuatan larutan standar dilakukan dengan tepat dan teliti karena larutan standar akan
menjadi kurva standar pada penentuan sampel, jika pada pembuatan larutan standar tidak
dilakukan secara teliti dan tepat maka penentuan kadar sampel pun akan terjadi
kesalahan. Larutan blanko yang digunakan hanya larutan HCl karena pelarut/reagen yang
digunakan hanya larutan HCl. Pengukuran larutan blanko yaitu untuk mengukur serapan
pereaksi (HCl) sehingga jumlah serapan kafein sendiri adalah nilai absorbansi larutan
standar atau sampel (mengandung pereaksi dan kafein) dikurangi serapan pereaksinya.
Dari larutan induk kafein 100 ppm ini dibuat larutan deret standar 0 (blanko) ;
0,5 ; 2 ; 4 ; 6 ; 8 ; 10 ppm. Setelah pemipetan larutan induk, kemudian kafein
ditandabataskan menggunakan larutan HCl 0,1 N. Pelarutan kafein menggunakan HCl ini
dikarenakan kafein dapat larut dalam HCl dan juga untuk membuat suasana asam pada
larutan kafein. Kafein dibuat asam karena pada suasana asam panjang gelombang yang
dihasilkan kafein maksimum. Panjang gelombang maksimum memiliki kepekaan
maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar serta pada panjang
gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer. Pada
panjang gelombang maksimum pun apabila dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan
yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil, ketika
digunakan panjang gelombang maksimum (Rohman, Abdul, 2007).
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan menggunakan
larutan standar konsentrasi sedang, yaitu larutan standar kafein 6 ppm. Dengan
spektrofotometer yang digunakan, penentuan panjang gelombang maksimum tidak perlu
membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang tetapi sudah
terbaca dan ditentukan oleh spektrofotometernya. Menurut literature, panjang gelombang
maksimum kafein adalah 210 nm (Oxford Higher Education, 2005), namun yang
ditunjukkan oleh alat ada 2 panjang gelombnag maksimum yang terukur yaitu pada 272,4
nm dan 205 nm. Pada panjang gelombnag 272,4 nm absorbansinya sebesar 0,318
sedangkan pada panjang gelombang 205 nm absorbansinya sebesar 0,896 sehingga
panjang gelombang maksimum yang digunakan adlaah 205 nm karena memiliki
absorbansi yang lebih besar.
Panjang gelombang maksimum yang telah didapat, digunakan pada pengukuran
larutan deret standar dan sampel. Langkah pertama adalah pengukuran larutan blanko
terlebih dahulu kemudian pengukuran larutan standar. Alat spektrofotometer akan
mengukur dan manampilkan absorbansi setiap larutan pada display monitor.
N
o
.
1
Kosent
Absorb
rasi (c)
ansi (A)
0,00
.
2
ppm
0,50
.
3
ppm
2,00
.
4
ppm
4,00
.
5
ppm
6,00
.
6
ppm
8,00
.
7
ppm
10,0
-0,001
0,105
0,306
0,577
0,873
0,983
1,214
ppm
Dilihat dari data pengukuran absorbansi larutan deret standar, semakin besar
konsentrasi larutan standar maka semakin besar pula absorbansinya. Hal ini sesuai
dengan Hukum Lambert Beer dimana konsentrasi sebanding dengan absorbansinya :
A=a.b.c
A = absorbansi
b = ketebalan medium
(kuvet)
a = absorptivitas
c = konsentrasi larutan
Kosentras
Absorbansi
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
i (c)
0,00 ppm
0,50 ppm
2,00 ppm
4,00 ppm
6,00 ppm
8,00 ppm
10,0 ppm
(A)
-0,001
0,105
0,306
0,577
0,873
0,983
1,214
Hasil pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan
standar maka akan semakin besar pula nilai absrobannya. Hal ini membuktikan persamaan
Lambert-Beer bahwa absorban (A) berbanding lurus dengan konsentrasi (c).
Setelah diketahui absroban masing-masing larutan standar diperoleh kurva kalibrasi yang
digunakan
untuk
menentukan
konsentrasi
sampel.
Namun,
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV-1700 Shimadzu dapat diperoleh konsentrasi sampel, selain itu digunakan
dua metode penentuan konsentrasi yang lainnya, yaitu berdasarkan perhitungan dan berdasarkan
kurva. Maka data yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Sampel
1
Berdasarkan Alat
Berdasarkan Perhitungan
Berdasarkan Kurva
3,8058 ppm
3,8127 ppm
3,85 ppm
7,4085 ppm
7,4181 ppm
7,40 ppm
8,8882 ppm
8,8934 ppm
8,85 ppm
Berdasarkan tabel diatas, nilai konsentrasi tiga buah sampel yang telah ditentukan
didapatkan nilai konsentrasi hampir sama meskipun dengan menggunakan metode yang berbeda.
Pada praktikum ini digunakan larutan standar yaitu kafein, dengan konsentrasi
kafein 100 ppm. Larutan standar 100 ppm diencerkan dengan berbagai variasi konsentrasi
yaitu 0 ppm, 0,5 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10ppm. Larutan standar dengan
konsentrasi 0 ppm digunakan untuk larutan blanko sebagai pembanding.
Pada pengenceran larutan standar di tambahkan larutan HCl 0,1N. HCl digunakan
karena dapat melarutkan kafein dan bersifat asam sehingga dapat membuat suasana
kafein menjadi asam, karena pada suasana asam panjang gelombang yang dihasilkan
maksimum. Media yang digunakan untuk pengukuran adalah kuvet. Sebelum proses
pengukuran dilakukan, kuvet yang dipergunakan dibilas terlebih dahulu dengan larutan
yang akan diukur, proses pembilasan dilakukan 2 kali. Setelah dibilas, larutan yang
akan diukur dimasukan secukupnya ke dalam kuvet dan kuvet dilap dengan
menggunakan tisu sampai tidak terdapat butiran air diluar permukaan kuvet, agar cahaya
yang terserap oleh larutan maksimal. Terakhir kuvet dilap dengan menggunakan tisu
khusus yang memiliki serat halus sehingga tidak merusak permukaan luar dari kuvet.
Pengukuran larutan standar dilakukan secara bertahap dari larutan dengan
konsentrasi rendah sampai yang tertinggi untuk membuat kurva standar sehingga pada
penentuan konsentrasi sampel, dapat diketahui kadar sampel setelah dilakukan
pengukuran absorbannya berdasarkan kurva deret standar yang telah dibuat. Panjang
gelombang maksimum di dapatkan dari konsentrasi larutan standar 6 ppm dengan
panjang gelombang maksimum yang terukur adalah 205,0 nm.
Alat yang di gunakan pada penentuan kadar kafein adalah spektrofotometri UV
Shimadzu. Hasil pengukuran absorban :
Konsentrasi (ppm)
0
0,5
2
4
6
8
10
Absorban
-0,001
0,105
0,306
0,577
0,873
0,983
1,214
Sampel
1
2
3
Absorban
0,513
0,948
1,126
Kosentrasi (ppm)
3,8058
7,4085
8,8882
Setelah pengukuran, hasil konsentrasi dan absorban di buat kurva kalibrasi .Kurva
kalibrasi diatas memiliki R2 0,9872 hal ini di sebabkan oleh beberapa faktor antara lain
larutan standar kafein yang di buat tidak tepat dan teliti dalam pembuatannya.
Oleh : M. Agung Furqon
Dalam percobaan ini, dilakukan penentuan kadar kafein menggunakan
spektrofotometer ultraviolet Shimadzu. Karena percobaan ini dilaksanakan untuk
menentukan kadar kafein, maka larutan standar yang digunakan dalam pengukuran pun
merupakan larutan standar kafein yang telah diketahui konsentrasinya (0,5, 2, 4, 6, 8, 10
ppm). Pengukuran menggunakan spektrofotometer adalah dengan memasukkan cairan
(tanpa endapan ataupun suspensi) ke dalam kuvet kuarsa yang kemudian dimasukkan ke
dalam alat spektrofotometer. Cara memasukkan cairan ke kuvet adalah dengan terlebih
dahulu menghomogenisasi (membilas) kuvet dengan larutan yang akan diukur, proses
pembilasan dilakukan 2 kali. Setelah dibilas, larutan yang akan diukur dimasukan
hingga tanda batas pada kuvet. Badan luar kuvet dilap dengan menggunakan tisu sampai
tidak terdapat butiran air diluar permukaan kuvet, terakhir kuvet dilap dengan
menggunakan kertas pembersih lensa yang memiliki serat halus sehingga tidak
mengakibatkan permukaan luar dari kuvet tergores. Sebelum mengukur larutan standar,
terlebih dahulu dilakukan standarisasi alat dengan memasukkan blanko, yaitu HCl 0,1 N,
ke dalam 2 buah kuvet dan kemudian dimasukkan kedalam alat (spektrofotometer).
Setelah itu, kuvet yang terletak di depan diambil dan diganti isinya dengan larutan
standar yang akan digunakan sebagai penentu panjang gelombang maksimum. Pada
percobaan ini, digunakan larutan standar 6 ppm kemudian diikuti dengan pengukuran
larutan standar konsentrasi lainnya dari yang terendah sampai yang tertinggi. Larutan
standar sendiri dibuat dari larutan induk kafein 100 ppm dan HCl 0,1 N sebagai
pelarut/pengencer. HCl digunakan dengan tujuan untuk membuat kafein berada pada
keadaan asam, karena keadaan asam akan membuat pengukuran panjang gelombang
kafein mencapai titik maksimum. Panjang gelombang yang maksimum memiliki
kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar. Pengukuran
panjang gelombang maksimum pada spektrofotometri Shimadzu menunjukkan bahwa
didapat panjang gelombang maksimum sebesar 205,0 nm. Pada panjang gelombang
maksimum pun bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer. Apabila
dilakukan pengukuran ulang, ketika panjang gelombang dalam keadaan maksimum,
maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil
sekali. Larutan standar ini diukur untuk membentuk suatu kurva kalibrasi yang kemudian
akan digunakan sebagai acuan untuk menentukan kadar kafein dalam sampel yang telah
dibuat (dengan ekstraksi ataupun tanpa estraksi). Oleh karena itu pengukuran dan
pembuatan
kurva
harus
baik
dan
benar.
Dari
hasil
pengukuran
tersebut,
diperoleh absorban:
0 ppm
= -0,001
0,5 ppm
= 0,105
2 ppm
= 0,306
4 ppm
= 0,577
6 ppm
= 0,873
8 ppm
= 0,983
10 ppm
= 1,214
G. Kesimpulan
-
Berdasarkan
Alat
Berdasarkan
Perhitungan
Berdasarkan
Kurva
3,8058 ppm
3,8127 ppm
3,85 ppm
7,4085 ppm
7,4181 ppm
7,40 ppm
8,8882 ppm
8,8934 ppm
8,85 ppm
Nilai absorbansi berbanding lurus dengan nilai konsentrasi, dapat dilihat dari kurva
kalibrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Instrumen. 2011. Jurusan Teknik Kimia. Politekni
Negeri Bandung.
Seran, Emel. 2011., Spektrofotometri UV (Ultraviolet). http://wanibesak.wordpress.com. Diakses
pada tanggal 7 April 2014.
Hermanto, Sindhu. 2007., Kafein, Senyawa Bermanfaat atau Beracunkah?. http://www.chem-istry.org. Diakses pada tanggal 7 April 2014.
Wikipedia., Kafeina. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 7 April 2014.
Sylvana, Nina. 2012., Spektrofotometri UV. http://silvana-nina.blogspot.com. Diakses pada tanggal 7
April 2014.
Lampiran Gambar
No.
Gambar
Keterangan
1.
2.
3.
4.
Pengaturan parameter
5.
6.
7.