GOLONGAN Y
Kelompok : D
1. Sumy Refianti Herlina Polly 2443019097
2. Widia Triutami 2443019110
3. Alizah Azzahrah 2443019114
4. Antonia Beatriz De Padua 2443019115
5. Serianti Wiyatno 2443019123
Asisten :
Bu Farida
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Parasetamol
Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit dari fenasetin dengan efek
antipiretik yang sama. Efek antipiretik ini ditimbulkan oleh gugus aminobenzen.
Asetaminofen atau parasetamol ini tersedia sebagai obat bebas. Tetapi perlu
diperhatikan laporan kerusakan fatal hepar akibat takar lajak akut. (Syarif, A., dkk,
2009)
Parasetamol merupakan obat yang bekerja secara non selektif dengan menghambat
enzim siklooksigenase (COX–1 dan COX–2). COX–1 memiliki efek cytoprotektif yang
artinya memiliki efek untuk melindungi mukosa lambung, sehingga apabila terjadi
penghambatan maka akan menimbulkan efek samping pada gastrointestinal. Berbeda
dengan COX–2, ketika terjadi penghambatan COX–2 maka akan terjadi penurunan
produksi dari 20 prostaglandin. Prostaglandin ini merupakan mediator dari nyeri,
demam dan anti inflamasi, sehingga apabila obat parasetamol menghambat
prostaglandin maka akan menyebabkan penurunan rasa nyeri. Sebagai antipiretik,
parasetamol ini bekerja dengan menghambat COX–3 pada hipotalamus. Parasetamol
dengan sifat lipofilnya mampu untuk menembus Blood Brain Barrier, sehingga
parasetanmol ini menjadi first line pada golongan antipiretik. Pada obat golongan ini
tidak menimbulkan ketergantungan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang
merugikan. (Goodman & Gilman, 2012)
2.2 Kafein
Kafein adalah stimulan psikoaktif yang paling umum digunakan di seluruh dunia. Ini
mengurangi tidur dan kantuk dengan memblokir akses ke reseptor adenosin. Tingkat
adenosin meningkat selama kurang tidur, dan dianggap menyebabkan kantuk dan
memulai tidur. Pergeseran fase yang diinduksi cahaya dari ritme sirkadian aktivitas
istirahat dimediasi oleh neuron responsif cahaya dari nukleus suprachiasmatic (SCN)
hipotalamus, tempat jam sirkadian mamalia berada. Penelitian sebelumnya telah
menunjukkan hal itu kurang tidur mengurangi kapasitas pergeseran fase jam sirkadian
dan menurunkan aktivitas saraf SCN. Selain itu, penerapan agonis dan antagonis
adenosin meniru dan memblokir, masing-masing, efek kurang tidur pada pergeseran
fase yang diinduksi cahaya dalam perilaku, menunjukkan peran adenosin. (Hester, C.,
dkk, 2014)
2.3 Karakteristik Profil Parasetamol
a. Struktur
b. Pemerian
Serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.
(Farmakope Indonesia VI, hal.1359)
c. Kelarutan
Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut
dalam etanol.(Farmakope Indonesia VI, hal.1359)
d. Data Absorbansi Parasetamol
A(nm) A1% 1cm Pelarut
243 679 0,1 N HCl
243 679 H2O
248 920 95% EtOH
257 750 0,1N NaOH
Rancangan perhitungan harga C1 dan C5 berdasarkan nilai a 1% 1cm
dan λ max sebagai batas konsentrasi terendah dan tertinggi untuk
kurva baku / linieritas :
Larutan induk: Jumlah yang dipipet sebanyak …. Kemudian 0,1N HCl ad 100
ml (ppm = (jumlah dipipet/ad) x 500 ppm)
C1: 2 =>0,4ml
C2: 5 =>1 ml
C3: 8 =>1,6ml
C4: 11 =>2,2ml
C5: 14 =>2,8ml
Pustaka : AOAC
e. Dosis
- Dosis untuk dewasa 300 mg - 1 g per kali, dengan maksimum 4 g per hari;
- Dosis untuk anak 6-12 tahun : 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2
g/hari.
- Dosis untuk anak 1-6 tahun : 60-120 mg/kali
- Dan dosis untuk bayi di bawah 1 tahun : 60 mg/kali; pada keduanya
diberikan maksimum 6 kali sehari.
( Farmakologi dan Terapi Edisi 4, hal. 214)
f. Kadar tablet parasetamol
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%
C8H9NO2, dihitung terhadap zat kering. (Farmakope Indonesia VI, hal.1359)
b. Pemerian
Serbuk putih, bentuk jarum mengkilat,biasanya menggumpal; tidak berbau;
rasa pahit; larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus; bentuk hidratnya
mengembang di udara.(Farmakope Indonesia VI, hal.955)
c. Kelarutan
Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol; mudah larut dalam kloroform;
sukar larut dalam eter. (Farmakope Indonesia VI, hal.955)
d. Data Absorbansi Kafein
A(nm) A1% 1cm Pelarut
273 400 0,5 N NaOH
273 510 0,1 N NaOH
273 400 0,5 N H2SO4
273 532 CHCl3
275 611 0,1 N HCl
C1 min: 0,1 / 611 x 10.000 ppm = 1,63ppm
C5 max: 1,0 / 611 x 10.000 ppm = 16,36ppm
Range = 1,63ppm- 16,36ppm (berdasarkan A 1% 1cm)
Range = 2ppm-60ppm ( Berdasarkan Jurnal acuan)
Overlaping = 2ppm- 16,36ppm
50 𝑚𝑔
Baku Induk = 100 𝑚𝐿 × 1000 µ𝑔 = 500 𝑝𝑝𝑚
Larutan induk: Jumlah yang dipipet sebanyak …. Kemudian 0,1N HCl ad 100
ml (ppm = (jumlah dipipet/ad) x 500 ppm)
C1: 2 =>0,4ml
C2: 5 =>1 ml
C3: 8 =>1,6ml
C4: 11 =>2,2ml
C5: 14 =>2,8ml
e. Dosis
Dosis terapetik lazim kafein adalah 6-31 mg/kgBB.(Isnatin Miladiyah,2017)
HASIL TELAAH
Nama produk Oskadon
Bahan aktif / kandungan obat Parasetamol dan Kafein
Dosis yang tertera di etiket 500 mg Parasetamol dan 35 mg Kafein
Kategori produk Obat Bebas
Bentuk sediaan Tablet
Nama pabrik SUPRA FERBINDO FARMA - Indonesia
No Registrasi DBL8730700110A1
Batas kadaluwarsa 5 tahun
BAB III
METODEOLOGI PENELITIAN
3.2.2 Bahan
Sampel Sediaan Tablet Oskadon
HCl 37%
Parasetamol
Kafein
Aquadest
V1xN1=V2xN2
V1x 12,06 N=100ml x 0,1N
V1=0,83ml
b. Pembuatan
1. Menyediakan 0,83 ml HCl pekat 37 % dalam gelas ukur
2. Kemudian memindahkannya ke dalam labu ukur 100 ml untuk diencerkan
menggunakan aquades.
3. Aquades ditambahkan sampai tanda batas.
4. Kemudian labu ukur yang berisi larutan tersebut dikocok hingga homogen.
5. Maka jadilah larutan standar HCl 0,1.
c. Skema Kerja
Ambil 0,83ml HCl pekat 37% menggunakan mikropipet dan masukan kedalam labu ukur
100ml
μl X 500ppm = 2 ppm μl X 500ppm = 5 ppm μl X 500ppm = 8 ppm μl X 500ppm = 11 ppm μl X 500ppm = 14 ppm
100ml 100ml 100ml 100ml 100ml
μl =>0,4ml = 400 μl μl =>1ml = 1000 μl μl =>1,6ml = 1600 μl μl =>2,2ml = 2200μl μl =>2,8ml = 2800 μl
HCl 0,1N
b. Pembuatan
1. Menimbang Paracetamol sebanyak 50 mg menggunakan botol timbang
2. Lalu masukkan dalam labu takar 100 ml
3. Larutkan Paracetamol ke dalam labu ukur dan HCl 0,1 N ad 100 ml, homogenkan
4. Siapkan 5 labu takar 10 ml
5. Siapkan HCl 0,1 N
6. Masukkan kedalam labu takar hasil pengenceran larutan induk 400 μl ; 1000 μl;
1600 μl ; 2200 μl ; dan 2800 μl .
7. Lalu tambahkan sampai ad tanda setiap labu takar dengan larutan HCl 0,1N
sampai 10 ml
8. Lalu homogenkan
9. Amati masing-masing absorbansi pada λ maks 243 nm
c. Skema Kerja
Timbang Paracetamol 50mg dengan timbangan analitik
Masukan ke dalam labu takar 100ml
Larutkan Paracetamol ke dalam labu ukur dan HCl 0,1 N ad 100 ml, homogenkan
Masukkan kedalam labu takar hasil pengenceran larutan induk 400 μl ; 1000 μl; 1600 μl ;
2200 μl ; dan 2800 μl .
Tambahkan sampai ad tanda setiap labu takar dengan larutan HCl 0,1N sampai 10 ml,
Lalu homogenkan
μl X 500ppm = 2 ppm μl X 500ppm = 5 ppm μl X 500ppm = 8 ppm μl X 500ppm = 11 ppm μl X 500ppm = 14 ppm
100ml 100ml 100ml 100ml 100ml
μl =>0,4ml = 400 μl μl =>1ml = 1000 μl μl =>1,6ml = 1600 μl μl =>2,2ml = 2200μl μl =>2,8ml = 2800 μl
HCl 0,1N
b. Pembuatan
1. Menimbang Kafein sebanyak 50 mg menggunakan botol timbang
2. Lalu masukkan dalam labu takar 50 ml
3. Larutkan Paracetamol ke dalam aquadest ad 50 ml, homogenkan
4. Siapkan 5 labu takar 10 ml
5. Siapkan Etanol
6. Masukkan kedalam labu takar hasil pengenceran larutan induk 400 μl; 1000 μl;
1600 μl; 2200 μl; dan 2800 μl .
7. Lalu tambahkan sampai ad tanda setiap labu takar dengan larutan Etanol sampai
10 ml
8. Lalu homogenkan
9. Amati masing-masing absorbansi pada λ maks 275 nm
c. Skema Kerja
Timbang Kafein 50mg dengan timbangan analitik
Larutkan Paracetamol ke dalam labu ukur dan HCl 0,1 N ad 100 ml, homogenkan
Masukkan kedalam labu takar hasil pengenceran larutan induk 400 μl ; 1000 μl; 1600 μl ;
2200 μl ; dan 2800 μl .
Tambahkan sampai ad tanda setiap labu takar dengan larutan HCl 0,1N sampai 10 ml,
Lalu homogenkan
Massa yang sesuai dengan tablet dilarutkan dalam 0,1 M HCl dalam 100
mL dikalibrasi labu.
Setelah 0,5 jam pengocokan mekanis, larutan disaring dalam 100 mL labu
dikalibrasi melalui kertas saring Whatmann no. 40.
Sampel 1
372,858 CPST + 416,774 CKFN = 0,530 x 527,809→ 196797,8081 CPST + 219977,0682 CKFN = 279,789
292,917 CPST + 527,809 CKFN = 0,425 x 416,774→ 122080,1898 CPST + 219977,0682 CKFN = 177,129 ˗
Sampel 2
372,858 CPST + 416,774 CKFN = 0,540 x 527,809→ 196797,8081 CPST + 219977,0682 CKFN = 285,017
292,917 CPST + 527,809 CKFN = 0,420 x 416,774→ 122080,1898 CPST + 219977,0682 CKFN = 175,045 ˗
Sampel 3
372,858 CPST + 416,774 CKFN = 0,532 x 527,809→ 196797,8081 CPST + 219977,0682 CKFN = 280,794
292,917 CPST + 527,809 CKFN = 0,415 x 416,774→ 122080,1898 CPST + 219977,0682 CKFN = 172,961 ˗
Bobot masing-masing
tablet (mg)
596 Bobot rata-rata per tablet
600 = 599 mg = 0,599 g
605
595
599
4.1.7 Tabel Perhitungan Kadar Sampel
W C sampel teoritis Absorbansi pada Faktor C sampel Kadar (%)
sampel (ppm) Pengenceran observasi (ppm)
(mg) (kali)
PCT KFN 244 nm 273 nm PCT KFN PCT KFN PCT KFN
100 10,434 0,730 0,53 0,425 80 80 13,74 0,4319 131,68 59,13
105 10,956 0,767 0,54 0,42 80 80 14,72 0,2159 134,36 28,15
102 10,642 0,744 0,532 0,415 80 80 14,43 0,1439 135,59 19,31
S2 𝟎,𝟓𝟗𝟗 𝟎,𝟓𝟗𝟗
𝟏𝟎𝟎
× 𝟏𝟑𝟒, 𝟑𝟔 𝒈 = 𝟎, 𝟖𝟎𝟒 𝒈 = 𝟖𝟎𝟒 𝒎𝒈 𝟏𝟎𝟎
𝒈 × 𝟐𝟖, 𝟏𝟓 𝒈 = 𝟎, 𝟏𝟔𝟖 𝒈 = 𝟏𝟔𝟖 𝒎𝒈
S3 𝟎,𝟓𝟗𝟗 𝟎,𝟓𝟗𝟗
× 𝟏𝟑𝟓, 𝟓𝟗 𝒈 = 𝟎, 𝟖𝟏𝟐 𝒈 = 𝟖𝟏𝟐 𝒎𝒈 𝒈 × 𝟏𝟗, 𝟑𝟏 𝒈 = 𝟎, 𝟏𝟏𝟓 𝒈 = 𝟏𝟏𝟓 𝒎𝒈
𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎
4.1.8 Perhitungan 4D
a. Parasetamol
Kadar yang diperoleh :
1. 131,68%
2. 134,36%
3. 135,59%
14,1708 x 100
KV = = 10,585 % > 2% ( Lanjut perhitungan 4D)
133,876
131,68%*
134,36% Rata-rata
135,59% 134,975%
D1 = 134,975 -134,36 = 0,615
D2 = 135,59-134,975= 0,615
Rata-rata D = 0,615
4D = 2,46
D* = 134,975-131,68 = 3,295
D*>4D ( maka data ketiga ditolak)
Jadi, kadar sampel parasetamol adalah 134,975%
b. Kafein
Kadar yang diperoleh :
1. 59,13%
2. 28,15%
3. 19,31%
7,3x 100
KV = = 20,546 % > 2% ( Lanjut perhitungan 4D)
35,533
19,31% Rata-rata
28,15% 23,73%
59,13%*
1. Tjay, T. H., dan Rahardja, K. (2010). Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-efek Sampingnya. Edisi Keenam. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. Halaman 730, 734.
2. Syarif, A., dkk, 2009, Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5, Editor Utama Sulistia Gan
Gunawan, Editor Rianto Setiabudy & Nafrialdi, Editor Pelaksana Elysabeth,
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
3. Goodman & Gilman, 2012, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G.
Hardman & Lee E. Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman,
Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
4. Hester, C., dkk, 2014, Caffeine Increases Light Responsiveness of The Mouse
Circadian Pacemaker, European Journal of Neuroscience, 40, 3504–3511