KELOMPOK 2 (FARMASI G)
I. TUJUAN PERCOBAAN
Disolusi adalah proses melarutnya suatu bahan padat. Proses ini sangat
penting, terutama untuk bahan aktif yang digunakan secara per oral untuk tujuan
pemakaian sistemik.
Laju disolusi dapat didefinisikan sebagai jumlah bahan aktif yang terlarut per
unit waktu pada kondisi antar muka cair/padat, suhu dan komposisi pelarut yang
standar. Untuk bahan aktif dengan kelarutan rendah, laju disolusi sering merupakan
tahap pembatas yang mengendalikan absorpsi bahan aktif tersebut.
Secara kuantitatif, berdasarkan hukum difusi Fick II, laju disolusi
dirumuskan oleh Noyes-Whitney sebagai berikut:
dc = K. S. (Cs − Ct)......................................... (1)
Dt
dc/dt = laju disolusi, K = tetapan disolusi, S = luas permukaan zat aktif
Ct = kadar zat aktif yang larut pada waktu tertentu, Cs = kadar larutan jenuh
Tetapan disolusi adalah fungsi dari tebal lapisan difusi, sedangkan tebal lapisan difusi
adalah fungsi dari kecepatan pengadukan.
Jika volume media relatif besar sehingga Ct <<< Cs, maka akan tercapai
kondisi “sink”, dari persamaan (1) dapat disederhana`kan menjadi :
dc = K. S. (Cs).................................................... (2)
dt
Uji disolusi dilakukan untuk tujuan-tujuan antara lain :
1. Jumlah bahan aktif yang harus terlarut pada suatu waktu tertentu.
2. Efisiensi disolusi
A. ALAT
- Spektrofotometer uv-vis
- Alat suntik
B. BAHAN
Prosedur dan peralatan uji disolusi yang digunakan umumnya sudah tertera
dalam farmakope. Pemilihan alat disolusi, media disolusi, kecepatan pengadukan
untuk suatu bahan aktif, umumnya telah tercantum dalam monografi yang tertera
pada farmakope. Untuk sediaan tablet dan kapsul, alat yang biasa digunakan adalah
alat tipe 1 (rotating basket/keranjang) dan tipe 2 (paddle/dayung).
Masukkan media disolusi ke dalam kuvet dengan pelarut kemudian scan untuk
mendapatkan “baseline” pada panjang gelombang 200 – 400nm.
↓
Isi kuvet dengan larutan sampel, dan ukur absorbannya pada panjang gelombang
maksimum.
V. DATA DAN PERHITUNGAN
A. Data Hasil Percobaan
Panjang gelombang maksimum : 243,0 nm
5 0,460 0,496
10 0,320 0,504
15 0,328 0,621
20 0,147 0,640
25 0,203 0,654
30 0,238 0,609
B. Pengolahan Data
1. Obat Paracetamol Generik
● Konsentrasi 5 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,460 = 0,06740x - 0,01610
0,460 + 0,01610 = 0,06740x
x = 7,06 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
7,06 ppm x 50 = 353 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
353 ppm x 900 mL/1000 mL = 317,7 mg
% Kelarutan
317,7 mg/500 mg x 100 % = 63,54 %
● Konsentrasi 10 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,320 = 0,06740x - 0,01610
0,320 + 0,01610 = 0,06740x
x = 4,99 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
4,99 ppm x 50 = 249,5 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
249,5 ppm x 900 mL/1000 mL = 224,55 mg
% Kelarutan
224,55 mg/500 mg x 100 % = 44,91 %
● Konsentrasi 15 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,328 = 0,06740x - 0,01610
0,328 + 0,01610 = 0,06740x
x = 5,11 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
5,11 ppm x 50 = 255,5 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
255,5 ppm x 900 mL/1000 mL = 229,95 mg
% Kelarutan
229,95 mg/500 mg x 100 % = 45,99 %
● Konsentrasi 20 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,147 = 0,06740x - 0,01610
0,147 + 0,01610 = 0,06740x
x = 2,42 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
2,42 ppm x 50 = 121 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
121 ppm x 900 mL/1000 mL = 108,9 mg
% Kelarutan
108,9 mg/500 mg x 100 % = 21,78 %
● Konsentrasi 25 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,203 = 0,06740x - 0,01610
0,203 + 0,01610 = 0,06740x
x = 3,25 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
3,25 ppm x 50 = 162,5 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
162,5 ppm x 900 mL/1000 mL = 146,25 mg
% Kelarutan
146,25 mg/500 mg x 100 % = 29,25 %
● Konsentrasi 30 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,238 = 0,06740x - 0,01610
0,238 + 0,01610 = 0,06740x
x = 3,77 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
3,77 ppm x 50 = 188,5 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
188,5 ppm x 900 mL/1000 mL = 169, 65 mg
% Kelarutan
169,65 mg/500 mg x 100 % = 33,93 %
2. Obat Paracetamol Paten
● Konsentrasi 5 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,496 = 0,06740x - 0,01610
0,496 + 0,01610 = 0,06740x
x = 7,60 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
7,60 ppm x 50 = 380 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
380 ppm x 900 mL/1000 mL = 342 mg
% Kelarutan
342 mg/500 mg x 100 % = 68,4 %
● Konsentrasi 10 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,504 = 0,06740x - 0,01610
0,504 + 0,01610 = 0,06740x
x = 7,72 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
7,72 ppm x 50 = 386 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
386 ppm x 900 mL/1000 mL = 347,4 mg
% Kelarutan
347,4 mg/500 mg x 100 % = 69,48 %
● Konsentrasi 15 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,621 = 0,06740x - 0,01610
0,621 + 0,01610 = 0,06740x
x = 9,45 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
9,45 ppm x 50 = 472,5 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
472,5ppm x 900 mL/1000 mL = 425,25 mg
% Kelarutan
425,25 mg/500 mg x 100 % = 85,05 %
● Konsentrasi 20 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,640 = 0,06740x - 0,01610
0,640 + 0,01610 = 0,06740x
x = 9,73 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
9,73 ppm x 50 = 486,5 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
486,5 ppm x 900 mL/1000 mL = 437,85 mg
% Kelarutan
437,85 mg/500 mg x 100 % = 87,57 %
● Konsentrasi 25 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,654 = 0,06740x - 0,01610
0,654 + 0,01610 = 0,06740x
x = 9,94 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
9,94 ppm x 50 = 497 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
497 ppm x 900 mL/1000 mL = 447,3 mg
% Kelarutan
447,3 mg/500 mg x 100 % = 89,46 %
● Konsentrasi 30 menit
Persamaan garis
y = 0,06740x - 0,01610
0,609 = 0,06740x - 0,01610
0,609 + 0,01610 = 0,06740x
x = 9,27 ppm
Konsentrasi x Pengenceran
9,27 ppm x 50 = 463,5 ppm
Konsentrasi (dalam 900 mL)
463,5 ppm x 900 mL/1000 mL = 417,15 mg
% Kelarutan
417,15 mg/500 mg x 100 % = 83,43 %
Generik
Paten
● Paracetamol Paten
D. Pembahasan
Pada percobaan ini, sebanyak 1 tablet Paracetamol paten dan Paracetamol generik
dimasukkan ke dalam 900 mL larutan dapar fosfat 5,8. Kemudian diaduk dengan kecepatan 50
rpm pada suhu konstan 37 ± 0,5°C. Alat pengaduk yang berbentuk dayung/paddle dimasukkan
ke bejana. Setiap selang waktu 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit larutan di ambil sebanyak 5 mL
menggunakan spuit dan disaring dengan filter holder 0,45μm dan di masukkan kedalam vial.
Kemudian larutan yang ada di dalam vial dipipet dengan menggunakan mikropipet sebanyak 0,5
mL. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 mL dan diencerkan secara kuantitatif (di ad
kan dengan dapar fosfat 5,8 hingga 25,0 mL/ ad garis tanda). Dilakukan pengamatan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan dihasilkan absorbansi larutan. Kemudian dihitung
konsentrasi larutan (ppm), konsentrasi x pengenceran, konsentrasi (dalam 900 mL), dan %
terlarut.
Dari data yang diperoleh, pada Paracetamol generik didapatkan kurva yang tidak linear.
Hal ini dikarenakan, tablet Paracetamol generik merupakan hasil produksi dari laboratorium
sehingga pada saat proses melarutnya tablet tidak merata dan banyak partikel kasar yang
melayang pada larutan di dalam bejana. Sehingga hal tersebut berpengaruh pada perolehan
absorbansi yang juga tidak linear. Kemudian pada tablet Paracetamol paten didapatkan data yang
linier namun, pada menit ke-25 % kadar yang dihasilkan menurun karena tablet sudah terlarut
sempurna pada menit ke-25 sehingga pada menit ke-30 % kadar menurun.
E. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa pada tablet
Paracetamol paten memiliki hasil yang lebih linear karena pada produksi tabletnya sudah
memenuhi standar prosedur yang telah ditetapkan. Jika semakin lama waktu pengambilan larutan
dari bejana, maka semakin tinggi % terlarut yang didapatkan. Kadar Paracetamol yang
terdisolusi pada menit ke-30 adalah 83,43%. Hal ini sesuai dengan nilai standar yang telah
ditentukan pada Farmakope Indonesia Edisi V halaman 1001, yaitu dalam waktu 30 menit zat
aktif yang harus terlarut tidak kurang 80% dari yang tertera pada etiket. Sedangkan, pada tablet
Paracetamol generik % kadar pelarut tidak linier dan tidak memenuhi kriteria pada Farmakope
Indonesia Edisi V halaman 1001 karena tablet tersebut merupakan hasil percobaan dari
laboratorium, sehingga kemungkinan tidak memenuhi standart prosedur yang telah ditetapkan.
PERCOBAAN 2 : EMULSIFIKASI
I. TUJUAN PERCOBAAN
𝑣 =18 𝜂
dimana :
𝑣 : laju pengendapan
𝑟 : jari-jari partikel
𝑔 : gravitasi
𝜂 : viskositas
Jika 𝜌𝑜 > 𝜌𝑡, maka nilai 𝑣 adalah negatif dan akan terjadi pemisahan ke atas.
Tetapi jika fase terdispersi lebih berat daripada medium pendispersi (𝜌𝑡 −
𝜌𝑜), maka nilai 𝑣 positif dan terjadi pemisahan ke bawah atau pengendapan. Dari
persamaan Stokes dapat diketahui bahwa: jari-jari partikel dan viskositas medium
pendispersi dapat mempengaruhi stabilitas fisik emulsi.
III. ALAT DAN BAHAN
ALAT
- Pengaduk listrik
- Pemanas listrik
- Thermometer
- Beaker glass
- Batang pengaduk
- Gelas ukur
BAHAN
- Parafin cair
- Span
- Tween
IV. PROSEDUR
Disiapkan Parafin cair 30% , Span dan Tween 5% , Air suling ad 150ml
Dicari HLB butuh dari parafin cair, kemudian tentukan jumlah span dan tween sesuai
dengan harga HLBnya
- Pembuatan Emulsi Parafin
Parafin cair ditambah span dipanaskan 70ºC dan Air suling ditambah tween, dipanaskan 70ºC
Dituangkan perlahan-lahan fasa parafin ke dalam fasa air pada suhu 70ºC.
Pada beaker glass berbeda, buat campuran yang sama tanpa dipanaskan
Keduanya diaduk dengan pengaduk listrik pada kecepatan 500 rpm selama 10 menit,
kemudian dinginkan sampai suhu kamar.
Diulangi seperti prosedur di atas dengan kecepatan pengadukan 300 rpm selama 10’.
Dimasukkan dalam botol dan sebagian untuk uji stabilitas emulsi dan uji tipe emulsi.
II. DATA DAN PERHITUNGAN
HLB tween 80 : 15
Metode aligasi :
8,6 3
12
15 3,4
Span
3/6,4 x 5% = 2,34 %
Tween
30 % x 150 = 45 g
Aquadest
1. Metode pewarnaan
· 5 tetes emulsi + pewarna methyline blue à emulsi menjadi warna biru dan
mengalami koalescence (berkumpul di tengah / tidak homogen).
Cara Panas
III. Pembahasan
Pada percobaan diatas, dilakukan pembuatan emulsi tanpa menggunakan pemanasan.
Pada praktikum emulsifikasi kali ini bertujuan untuk menghitung jumlah emulgator
golongan surfaktan yang digunakan untuk pembuatan emulsi. Membuat emulsi dengan
menggunakan emulgator golongan surfaktan, diperlukan untuk menentukan HLB butuh
minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi dan mengevaluasi ketidakstabilan emulsi.
HLB ( hidrophile lipophile balance ) adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara
kelompok senyawa hidrofilik ( suka air ) dengan kelompok senyawa lipofil ( suka minyak ).
Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok senyawa yang suka air, artinya
emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya.
Dalam percobaan ini digunakan surfaktan tween 80 dan span 20 yang kemudian dihitung
dengan metode aligasi untuk menentukan bobot bahan. Lalu, ditimbang sesuai hasil yang
didapat dan mencampur bahan berdasarkan kelarutannya. Dalam fase minyak, parafin cair
dicampur dengan span karena sifatnya yang nonpolar diketahui dari HLB-nya 8,6.
Sedangkan, tween dicampur dengan air yang menandakan sebagai fase air karena sifatnya
yang polar diketahui berdasarkan HLB-nya 15. Setelah pencampuran, diaduk dengan
pengaduk eletrik untuk menghomogenkan emulsi.
Dalam menentukan tipe emulsi digunakan methylene blue yang merupakan pewarna yang
berwarna biru dan bersifat larut di dalam air. Penambahan methylene blue pada krim tipe
M/A menyebabkan fase air berwarna biru dan fase minyak tidak berwarna. Pada gambar 1
(dengan thickening agent) merupakan emulsi minyak dalam air (O/W) dimana air menjadi
fase luar. Selain itu, juga dilakukan pengenceran dengan menambahkan air suling sebanyak
10 kali bobotnya (6 tetes emulsi dengan 60 tetes aquadest) untuk melihat kelarutan emulsi
dalam air.
IV. Kesimpulan
Pada percobaan yang kami lakukan yaitu emulsi tanpa pemanasan, didapatkan jenis
emulsi minyak dalam air (O/W). ketika emulsi di amati melalui mikroskop, dihasilkan
ukuran partikel tidak teratur, renggang satu sama lain, dan lebih besar. Setelah 7 hari,
didapat bahwa emulsi ini tidak dapat tercampur sempurna dan dalam prosesnya mengalami
cracking / koalescence → memecah dan memisah menjadi 2 zat dan berwarna putih tulang.
Maka emulsi dengan pemanasan lebih homogen dan stabil dari pada emulsi dengan cara
dingin.
V. LAMPIRAN
1. Penimbangan Bahan
I. TUJUAN PERCOBAAN
BAHAN :
- Granul
- Amilum
7. Ukur tinggi timbunan bahan di bawah corong hasil penentuan kecepatan alir (h cm).
tan-1
8. Ukur jari-jari alas kerucut timbunan bahan tersebut (r cm).
9. Hitung sudut istirahat dengan rumus:
−1 ℎ
α = 𝑡𝑎𝑛 𝑟
BAGAN ALIR
● DISTRIBUSI UKURAN
Timbang 25 gram granul dan amylum
↓
Timbang bobot masing-masing pengayak serta pan penampung yang akan digunakan
↓
Susun pengayak dan diameter lubang terbesar diletakkan diatas pan penampung dibawah
↓
Letakkan susunan pengayak diatas mesin penggetar
↓
Letakkan granul yang sudah ditimbang pada pengayak paling atas, tutup dan kencangkan
↓
Getarkan pengayak dengan kecepatan getaran 5 rpm selama 10 menit
↓
Timbang bobot masing-masing pengayak beserta granul
↓
Hitung bobot granul yang terdapat pada masing-masing pengayak serta pan penampung
↓
Buat label serta hitung diameter rata-rata sampel tanpa sampel pada pengayak paling atas
↓
Buat kurva distribusi ukuran granul serta kurva frekuensi kumulatif
● KECEPATAN ALIR
Pasang corong pada statif dengan jarak ujung pipa bagian bawah ke bidang datar
=10,0 ± 0,2cm.
↓
Timbang teliti 25 gram bahan (w)
↓
Tuang bahan tersebut ke dalam corong dengan dasar lubang corong di tutup.
↓
Buka tutup dasar lubang corong sambil jalankan stopwatch
↓
Catat waktu yang diperlukan mulai bahan mengalir sampai bahan dalam corong
habis (t detik)
↓
Hitung kecepatan alir dengan rumus:
Kecepatan alir = w/t gram/ detik
↓
Ukur tinggi timbunan bahan di bawah corong hasil penentuan kecepatan alir
(h cm).tan-1
↓
Ukur jari-jari alas kerucut timbunan bahan tersebut (r cm)
↓
Hitung sudut istirahat dengan rumus:
a = tan -1 h/r
V. DATA DAN PERHITUNGAN
A. Kurva Histrogen Frekuensi Ukuran Hasil Penentuan Kecepatan Alir
➢ Data perhitungan sudut istirahat granul
1. tan = de/sa = 2cm/4cm = 0,5
tan a = 26,56°
2. tan = de/sa = 2cm/4,2cm = 0,47
tan a = 25,17°
3. tan = de/sa = 2cm/4cm = 0,5
tan a = 26,56°
( literaur: USP )
➢ Granul
1 2 cm 8 cm/2 = 4 cm 26,56°
3 2 cm 8 cm/2 = 4 cm 26,56°
= 47.402,5/100 =474,025
> AMYLUM
UK. RATA-RATA BOBOT % BOBOT BxD
LUBANG UK. SAMPEL (g) SAMPEL
AYAKAN LUBANG
(µm) AYAKAN
(µm)
A B C D E
850 850 0,43 1,67 1419,5
600 725 0,39 3,24 2349
425 512,5 1,09 7,48 3833,5
300 362,5 1,68 14,01 5078.625
250 275 0,48 15,88 4367
180 215 1,02 19,84 49,6
bawah(pan 20,64 100,0
penampung)
JUMLAH 25,73 17097.225
= 17097.225/100
= 170,97225
PEMBAHASAN
Pengujian selanjutnya yang dilakukan adalah uji homogenitas dengan mesh. Mesh
yang digunakan mulai dari mesh terbesar hingga terkecil, yaitu no. 80, 60, 50, 40, 30 dan
20. Mesh harus dibersihkan terlebih dahulu agar tidak terdapat partikel-partikel yang
menempel pada ayakan dari proses sebelumnya saat pembuatan granul, sehingga tidak
akan terjadi kesalahan penimbangan. Setelah semua mesh dibersihkan dilakukan
penimbangan pada semua mesh dan hasil timbangan dicatat. Kemudian, timbang serbuk
yang akan dilakukan uji homogenitas dengan mesh (granul dan amylum).
Semua serbuk di masukkan ke dalam mesh paling atas (mesh dengan lubang
diameter paling besar berada di atas) dan mulai di ayak pada kecepatan 5rpm dalam
10menit. Setelah selesai diayak, masing-masing mesh ditimbang lagi untuk mencatat hasil
bobot pengayak dan bahan yang ditimbang (granul dan amylum). Hasil persentase
kumulatif yang di dapat dilihat dari persen bobot tertahan pada mesh no. 80 adalah
mendominasi jika hasilnya 100%, dengan itu dapat dikatakan homogen.
KESIMPULAN
Bobot awal penimbangan amylum yaitu 25g sedangkan setelah dilakukan
pengayakan diperoleh bobot akhir sebanyak 25,73g. Penambahan bobot tersebut
dikarenakan mungkin pada saat pembersihan pada pengayakan granul kurang bersih
sehingga dapat menambahkan bobot akhir pada sampel amylum