Anda di halaman 1dari 28

http://farmaidnet.blogspot.co.id/2010/11/uji-disolusi.

html

Prosedur untuk kapsul, tablet tidak bersalut tablet bersalut bukan


enteric Masukkan sejumlah volume media disolusi seperti yang tertera dalam
masing-masing monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkanmedia
disolusi hingga suhu 3700,50, dan angkat thermometer. Masukkan 1 tablet
atau 1 kapsul ke dalam alat, hilangkan gelembung udara dari permukaan
sediaan yang diuji dansegera jalankan alat pad laju kecepatan masing-masing
monografi. Dalam interval waktu yang ditetapkan atau pada tiap waktu yang
dinyatakan, ambil cuplikan pada bagiab pertengahan antara permukaan media
disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat gayung,
tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Lakukan penetapan seperti yang tertera
dalam masing-masing monografi. Lanjutkan pengujian terhadap bentuk sediaaan
tambahan.
Bila cangkamg kapsul mengganggu penetapan, keluarkan isi tidak kurang
dari 6 kapsul sesempurna mungkin, larutkan cangkang kapsul dalam sejumlah
volume media disolusi seperti yang dinyatakan. Lakukan penetapan seperti yang
tertera dalam masing-masing monografi. Buat koreksi seperlunya. Factor koreksi
lebih besar 25% dari kadar pada etiket tidak dapat diterima.
Interpretasi Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji
sesuai dengan table penerimaan. Lanjutkan pengujian samapai tiga tahap
kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S 1 atau S2. Harga Q adalah jumlah
zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi,
dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam table
adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang
sama dengan Q.

http://ndesdres.blogspot.co.id/2012/03/pembahasan-uji-disolusi-tablet-ctm_07.html

Pembahasan Uji Disolusi (Tablet CTM)


UJI DISOLUSI TABLET CTM

I. Pendahuluan
1.2.Teori
Disolusi parameter fisiko kimia dan fisikomekanik dari preformulasi obat yang
melibatkan berbagai investigasi suatu bahan obat untuk mendapatkan informasi
yang berguna, yang selanjutnya dimanfaatkan untuk membuat formulasi
sediaannya yang secara fisiko stabil dan secara biofarmasi sesuai dengan tujuan
dan bentuk sediaan.
Menentukan kecepatan disolusi intrinsik obat pada rentang PH cairan fisiologis
sangat penting karena dapat digunakan untuk melakukan preduksi absorpsi dan
sifat fisiko kimia.
Kecepatan disolusi ditentukan dengan berbagai cara. Nernst ( 1904 )
memodifikasi persamaan Neyes Whitney ( 1897 ) yang secara umum
diaplikasikan untuk disolusi sebagai berikut :
dc =

DA

dt

h.V ( Cs C )

Dimana :
D : Koefesien difusi
h : Ketebalan lapisan difusi pada antarmuka padat cair
A : Luas permukaan obat yang di ekspose pada medium disolusi
C : Konsentrasi obat dalam larutan pada waktu t
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi
yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul,
kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi
tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masingmasing monografi. Bila pada etiket dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik,
sedangkan dalam masing-masing monografi, uji disolusi atau uji waktu hancur
tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut enterik, maka digunakan
cara pengujian untuk sediaan lepas lambat seperti yang tertera pada uji

pelepasan obat, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. Dari


jenis alat yang diuraikan disini, pergunakan salah satu sesuai dengan yang
tertera dalam masing-masing monografi.
Media disolusi biasanya bila berbentuk larutan dapar harus datur dahulu pH
larutan sedemikian hingga berada dalam batas 0,05 satuan pH yang tertera
pada masingmasing monografi. Untuk dingat bahwa gas terlarut dapat
membentuk gelembung yang dapat merubah hasil pengujian. Oleh karena itu,
gas terlarut harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum pengujian dimulai.
Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pengujian dapat diakhiri dalam
waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum yang terlarut telah
dipenuhi. Bila dinyatakan dua waktu atau lebih, cuplikan dapat diambil hanya
pada waktu yang ditentukan dengan toleransi + 2%.

1.1. Prinsip Percobaan


Berdasarkan kecepatan laju kelarutan suatu zat pada media disolusinya

1.2. Monografi
CTM (Chlorpeniramini Maleat)

Tablet klorfeniramin maleat mengandung klorfeniramin Maleat,


C16H19ClN2.C4H4O4, tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0 % dari
jumlah yang tertera pada etiket.
Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau. Larutan mempunyai pH antara 4
dan 5.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan kloroform; sukar larut
dalam eter dan dalam benzena. (FI IV: 210 )
Inkomtabilitas : CTM akan mengendap bila direaksikan dengan meglumine
iodipamide.

II. Metoda Disolusi


Metoda yang digunakan dengan uji disolusi dengan alat yang pengaduk
berbentuk dayung.

III. Prosedur Kerja


Media disolusinya menggunakan air sebanyak 500 ml dengan alat tipe 2
(dayung) 50 rpm, selama 45 menit.
Buat pengenceran CTM untuk kurva Baku.
Timbang CTM 0.05 mg larutkan dengan 100 ml aquadest pada labu ukur.Ukur
Adsorbansinya pada spektrofotometri dengan 262 nm pada pengenceran
beberapa kali sampai menemukan absorbansi pada rentang 0,2 0,8 minimal
enam titik absorbansi dari hasil pengenceran yang didapat untuk membuat
bentuk kurva baku.
Uji disolusi tablet CTM :
1 Tablet CTM yang kandungan zat aktifnya (CTM) 4 mg masukkan kedalam alat
disolusi yang telah diisi larutan aquadest 500 ml dan satu tabung lagi juga diisi
dengan larutan aquadest 500 ml, atur suhunya 370 C. Setelah alat dinyalakan
selang 1 menit larutan buffer asetat yang berisi tablet CTM diambil 5 ml dengan
pipet volum lakukan sampai menit kelima, kemudian untuk selanjutnya diambil 5
ml dengan selang waktu 5 menit lakukan sampai menit ke 45 dan setiap
pengambilan 5 ml larutan aquadest yang berisi CTM harus ada penambahan 5
ml aquadest juga dari tabung satunya yang telah berisi larutan aquadest agar
larutan tersebut tetap 500 ml.
Dari larutan disolusi yang telah diambil 5 ml tersebut semuanya masukkan ke
vial beri tanda untuk selang waktu menitnya dan ada 12 cuplikan dengan selang
waktu yang berbeda yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45.
Diamkan beberapa menit agar pengotor lainnya mengendap.
Setelah didiamkan masukkan kedalam kuvet dengan mengambil bagian atasnya
supaya pengotor tidak ikut kedalamnya, kemudian ukur Adsorbansinya pada
spektrofotometri dengan 262 nm.

IV. Hasil pengamatan


Pada kurva baku :

Konsentrasi (mg/ml)

Absorbansi

0,00013

0,717

0,000104

0,550

0,0000624

0,344

0,0000416

0,279

0,0000312

0,185

Pada Uji disolusi tablet CTM :


Waktu (menit)

Absorbansi

0,096

0,277

0,187

0,188

0,165

10

0,228

15

0,168

20

0,253

25

0,266

30

0,234

35

0,204

40

0,253

45

0,205

3.2. Perhitungan Evaluasi


Larutan induk 50 mg CTM dalam 100 ml air.
N = Gram x 1000
BE

= 0,05 x 1000
391

100

= 0,0013 mol/L

A = 2,511

Perhitungan konsentrasi dalam pembuatan kurva baku


a. 1 ml larutan induk + aquadest ad 10 ml
V1 . N1 = V2 . N2
1 . 0,0013 = 10 . N2
N2 = 0,00013 mol/L

A = 0,717

b. 4 ml larutan induk + aquadest ad 50 ml


V1 . N1 = V3 . N3
4 . 0,0013 = 50 . N3
N3 = 0,000104 mol/L

A = 0,550

c. 6 ml larutan 2 + aquadest ad 10 ml
V3 . N3 = V4 . N4
6 . 0,000104 = 10 . N
N4 = 0,0000624 mol/L

A = 0,344

d. 4 ml larutan 2 + aquadest ad 10 ml
V3 . N3 = V5 . N5
4 . 0,000104 = 10 . N5
N5 = 0,0000416 mol/L

A = 0,279

e. 3 ml larutan 2 + aquadest ad 10 ml
V3 . N3 = V6 . N6
3 . 0,000104 = 10 . N6
N6 = 0,0000312 mol/L

A = 0,185

Dari persamaan kurva baku didapat :


y = 0,002x 0,000007
Untuk Absorbansi 0,096
y = 0,002x 0,000007
y = 0,002 (0,096) 0,000007
y = 0,000185

maka konsentrasi terukur = 0,000185

Untuk Absorbansi 0,277


y = 0,002 (0,277) 0,000007
y = 0,000547

maka konsentrasi terukur = 0,000547

Untuk Absorbansi 0,187


y = 0,002 (0,187) 0,000007
y = 0,000367

maka konsentrasi terukur = 0,000367

Untuk Absorbansi 0,188


y = 0,002 (0,188) 0,000007
y = 0,000369
Untuk Absorbansi 0,165

maka konsentrasi terukur = 0,000369

y = 0,002 (0,165) 0,000007


y = 0,000323

maka konsentrasi terukur = 0,000323

Untuk Absorbansi 0,228


y = 0,002 (0,228) 0,000007
y = 0,000449

maka konsentrasi terukur = 0,000449

Untuk Absorbansi 0,168


y = 0,002 (0,168) 0,000007
y = 0,000329

maka konsentrasi terukur = 0,000329

Untuk Absorbansi 0,253


y = 0,002 (0,253) 0,000007
y = 0,000499

maka konsentrasi terukur = 0,000499

Untuk Absorbansi 0,266


y = 0,002 (0,266) 0,000007
y = 0,000525

maka konsentrasi terukur = 0,000525

Untuk Absorbansi 0,234


y = 0,002 (0,234) 0,000007
y = 0,000461

maka konsentrasi terukur = 0,000461

Untuk Absorbansi 0,204


y = 0,002 (0,204) 0,000007
y = 0,000401

maka konsentrasi terukur = 0,000401

Untuk Absorbansi 0,253


y = 0,002 (0,253) 0,000007
y = 0,000499
0,000499

maka konsentrasi terukur =

Untuk Absorbansi 0,205


y = 0,002 (0,205) 0,000007
y = 0,000403

Menentukan konsentrasi sebenarnya

maka konsentrasi terukur = 0,000403

Konsentrasi Sebenarnya = Konsentrasi terukur + [( konsentrasi terukur (n-1))


Vol ambil ]
Vol essel
Dik :

Volume ambil = 5
Volume essel = 500

mL
mL

Menentukan Persentase Kelarutan ( % Kelarutan )


% Kelarutan = Konsentrasi sebenarnya
Kadar zat terlarut
Dik :

Kadar Zat terlarut = 4 mg CTM dalam 500 mL air


Jadi kadar zat terlarut = 0,008 mg/mL

Wakt
u

Konsentra
si

Faktor
koreksi

terukur

Faktor
koreksi
komulatif

Konsentrasi
Sebenarnya

% Kelarutan

0,000185

0,000185

2,31 %

0,000547

0,00000185

0,00054885

6,86 %

0,000367

0,000001
85

0,00000732

0,00037432

4,67 %

0,000369

0,00001099

0,00037999

4,79 %

0,000323

0,00001468

0,00033767

4,22 %

10

0,000449

0,000003
67

0,00001791

0,00046691

5,83 %

15

0,000329

0,000003
69

0,0000224

0,0003514

4,39 %

20

0,000499

0,00002569

0,00052469

6,56 %

25

0,000525

0,00003068

0,00055568

6,95 %

30

0,000461

0,00003593

0,00049693

6,21 %

35

0,000401

0,00004054

0,00044154

5,52 %

40

0,000499

0,00004455

0,00054355

6,79 %

45

0,000403

0,00004954

0,00045254

5,66 %

0,000005
47

0,000003
23
0,000004
49
0,000003
29
0,000004
99
0,000005

25
0,000004
61
0,000004
01
0,000004
99

VI. Pembahasan
Pada pembuatan kurva baku diusahan absorbansi yang dihasilkan diantara 0,2
dan 0,8 karena pada absorbansi tersebut dihasilkan maksimum, dan pada
absorbansi tersebut dihasilkan konsentrasi yang lebih akurat.
Medium disolusi yang digunakan adalah aquadest karena CTM mudah sekali larut
dalam aquadest dan di dalam tubuh kita sebagian besar merupakan molekul air.
Suhu pada uji disolusi di setting 37 0C karena pada suhu tersebut sama dengan
suhu tubuh manusia karena diupayakan pada pengujian ini kondisi pada saat
pengujian harus diupayakan sama dengan kondisi pada saat
Pada uji disolusi, 1 tablet CTM masukkan pada tabung yang telah berisi aquadest
dan tabung satunya juga berisi aquadest setelah alat dinyalakan pada selang

waktu 1 menit diambil cuplikannya 5 ml dilakukan sampai menit kelima


kemudian dilanjutkan dengan selang waktu 5 menit sampai menit ke 45.
Setiap cuplikan yang diambil 5 ml diencerkan 2 kalinya mengikuti acuan
pengenceran pertama pada kurva baku.
Setiap pengambilan cuplikan 5 ml harus ada penambahan 5 ml aquadest juga
dari tabung satunya supaya jumlah air sama dalam tabung pada menit
pengukuran pertama sampai pada pengukuran terakhir atau 45 menit.
Sebelum pengukuran, cuplikan dibiarkan dahulu beberapa menit supaya
pengotor lainnya dapat mengendap sehingga faktor kesalahan dalam
pengukuran seminimal mungkin.
Seharusnya dalam pengambilan cuplikan harus disaring dahulu dengan
mengunakan bakteri filter sehinga dalam pengukuran nilai Absorbansi, faktor
kesalahan dapat diminimalisasi, berhubungan bakteri filternya tidak ada jadi
cuplikan sebelum diukur dibiarkan beberapa menit agar kotoran yang lain dapat
mengendap.
Pada pengambilan cuplikan tempat pengambilan cuplikan harus di tempat yang
sama supaya kondisi juga sama karena jika kita ketika diambil di tempat yang
berbeda kemungkinan akan menghasilkan konsentrasi yang berbeda pula
sehingga pada pengkuran ini tidak akurat hasil yang didapat.
Pada pemipetan sebaiknya pengambilan sampel dengan pipet harus tegak lurus
karena dengan tegak lurus akan dihasilkan pemipetan tang baik karena cara
pemipetan yang baik adalah tegak lurus tidak boleh miring.
Pada grafik persentase kelarutan dihasilkan grafik naik turun akan tetapi
sebaiknya grafik yang diperoleh adalah naik yang kemudian konstan atau turun.
Hal itu disebabkan karena adanya beberapa kesalahan diantaranya: pemipetan
yang salah, pengambilan cuplikan ditempat yang berbeda-beda dan waktu
pengambilan yang tidak tepat.
Sebaiknya dalam proses disolusi untuk menghindari banyak kesalahan adalah
dengan pembagian tugas dengan teman-teman praktikan, yaitu satu orang
mempunyai satu tugas, misalnya ada orang yang khusus untuk mengambil
cuplikan, menambah air ke dalam cuplikan, menghitang waktu, mengkur dalam
spektrofotometri.

VII. Kesimpulan
Dalam proses disolusi CTM dihasilkan persentase kelarutan terhadap waktu :
Waktu (menit)

% Kelarutan

2,31 %

6,86 %

4,67 %

4,79 %

4,22 %

10

5,83 %

15

4,39 %

20

6,56 %

25

6,95 %

30

6,21 %

35

5,52 %

40

6,79 %

45

5,66 %

Dari hasil proses disolusi dapat ditarik kesimpulan semakin lama maka
kelarutannya semakin banyak akan tetapi pada titik tertentu kelarutannya turun
lagi. Dan juga dapat ditarik kesimpulan dalam pembuatan kurva baku bahwa
absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi.

VIII. Daftar Pustaka


Departemen Kesehatan RI.,1979., Farmakope Indonesia., edisi 3., Jakarta.

Departemen Kesehatan RI.,1995., Farmakope Indonesia., edisi 4., Jakarta.

Howard C Ansel., 1989., Pengantar Bentuk Sediaan., Ed 4., Universitas Indonesia


press., Jakarta.

Reynold, James E.F (editor)., 1882., Martindale, The Extra Pharmacopoeia.,


Twenty-eight edition., London., The Pharmaceutical.

Lachman, Leon., 1994., Teori dan Praktek Farmasi Industri., Jilid 2., Jakarta., UIpress.

http://pharmacistuwh.blogspot.co.id/
IV CARA KERJA :
Disiapkan tabung disolusi yang telah diisi dengan HCl 0,1 N sebanyak 900 ml. suhu diatur pada
37 0,5C.

Masing-masing sampel dimasukan dalam pengaduk keranjan, pengaduk keranjang dicelupkan dalam
tabung disolusi dan pengaduk diputar dengan kecepatan 100 rpm.

Larutan HCl 0,1 N dalam tabung disolusi diambil pada menit ke 5, 15, 30 dan 60 sebanyak 5 ml, HCl
0,1 N yang diambil (cuplikan) segera diganti dengan HCl 0,1 N sebanyak 5 ml.

Cuplikan yang diperoleh ditentukan kadarnya dengan spektrofotometri pada 276,4 nm setelah
diencerkan 25x

Dilakukan analisis data dengan cara :

http://laporanakhirpraktikum.blogspot.co.id/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-UJIDISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html

UJI DISOLUSI TABLET RANITIDIN


I.
TUJUAN
Mengetahui laju disolusi tablet ranitidin sebagai salah satu tahap dalam evaluasi
obat, dalam hubungannya dengan kecepatan absorpsi pada saluran cerna dan
bioavaibilitas dalam tubuh.
II.
PRINSIP
Prinsip kerja alat uji disolusi
Sediaan obat dibiarkan tenggelam ke dasar labu sebelum diaduk. Labu itu
berbentuk silindris dengan dasar berbentuk hemisferik. Suhu labu dipertahankan
pada 37oC 0,5oC, dengan penangas bersuhu tetap. Motor yang menggerakkan
pengaduk diatur dengan kecepatan yang ditentukan, kemudian cairan sampel
diambil pada selang waktu tertentu untuk menentukan jumlah obat di dalam cairan
tersebut.
Prinsip kerja alat Spektrofotometri
Penyerapan panjang gelombang dengan metode penyebaran spektrum

III.

TEORI

Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya
ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan
zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam
media sekelilingnya.
Disolusiadalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan
transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke pelarut
dari permukaan padat.
Teori disolusi yang umum adalah:
1. Teori film (model difusi lapisan)
2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3. Teori Solvasi terbatas/Inerfisial
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk
sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri.
Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan
sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar
permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan. Kecepatan
pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu.
Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun
1897 dan diformulasikan secara matematik.
Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk lapisan tipis
larutan jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu ke dalam bagian sisa dari
larutan di sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di bawah pengamatan kelambatan
difusi ini dapat menjadi persamaan dengan menggunakan hukum difusi. Dengan
mensubtitusikan hukum difusi pertama Ficks ke dalam persamaan Hernsi Brunner
dan Bogoski, dapat memberikan kemungkinan perbaikan kecepatan pelarutan
secara konkret.
Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat, koefisien difusi,
serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t. Kecepatan pelarutan ini juga
berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat
dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan oleh
kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif ditentukan oleh
kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya.

Lapisan difusi adalah lapisan molekul-molekul air yang tidak bergerak oleh
adanya kekuatan adhesi dengan lapisan padatan. Lapisan ini juga dikenal sebagai
lapisan yang tidak teraduk atau lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini bervariasi dan
sulit untuk ditentukan, namun umumnya 0,005 cm (50 mikron) atau kurang.
Hal-hal dalam persamaan Noyes Whitney yang mempengaruhi kecepatan melarut:
Kenaikan dalam harga A menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga D menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga Cs menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga Ct menyebabkan naiknya kecepatan melarut

Kenaikan dalam harga d menyebabkan naiknya kecepatan melarut


Hal-hal lainnya yang juga dapat mempengaruhi kecepatan melarut adalah :
a. Naiknya temperatur menyebabkan naiknya Cs dan D
b. Ionisasi obat (menjadi spesies yang lebih polar) karena perubahan pH akan
menaikkan nilai Cs.
UJI DISOLUSI OBAT
Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah
menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas,
dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun, sebenarnya uji
hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang
ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan
obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan
ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat
bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan
dengan laju larut obat dalam tablet.
Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat dan tablet
melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat berhubungan langsung
dengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena itu,
dilakukannya evaluasi mengenai apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau
tidak bila berada di saluran cerna, menjadi minat utama dari para ahli farmasi.
Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet diperoleh dengan
mengukur bioavaibilitas in vivo. Ada berbagai alasan mengapa penggunaan in vivo menjadi
sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk merencanakan, melakukan, dan
mengitepretasi; tingginya keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian pada manusia.;
ketepatan yang rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran; besarnya biaya yang
diperlukan; pemakaian manusia sebagai obyek bagi penelitian yang nonesensial; dan
keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna antara manusia yang sehat dan
tidak sehat yang digunakan dalam uji. Dengan demikian, uji disolusi secara in vitro dipakai
dan dikembangkan secara luas, dan secara tidak langsung dipakai untuk mengukur
bioavabilitas obat, terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan
berbagai metoda pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas. Seperti pada
setiap uji in vitro, sangat penting untuk menghubungkan uji disolusi dengan tes
bioavaibilitas in vitro. Ada dua sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu
untuk menunjukkan :

1. Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%


2. Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju
penglepasan dari batch yang telah dibuktikan bioavaibilitas dan efektif secara
klinis.
Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan zat aktif
dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu diketahui
sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan informasi sangat berharga tentang
konsistensi dari batch satu ke batch lainnya. Tes disolusi ini didesain untuk
membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada di dalam suatu sediaan
pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi.

Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari


kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat
aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap
kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin
cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul,
serbuk, suppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau
sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi dalam
media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi
sistemik.
Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan
kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran
cerna, mama terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif
tersebut, yaitu :
Zat aktif mula-mula harus larut
Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis yang
penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi telah
masuk persyaratan wajib USP untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak tahun
1960. Berbagai studi telah berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan disolusi
invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien terapi, tetapi
disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan informasi
berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk.
Pengembangan dan penggunaan uji disolusi invitro untuk mengevaluasi dan
menggambarkan disolusi dan absorbsi invitro bertujuan :
a) Untuk mengetahui kepentingan bahwa sifat-sifat fisikokimia yang ada dalam
model disolusi dapat berarti atau berpengaruh dalam proses invivo apabila
dikembangkan suatu model yang berhasil meniru situasi invivo
b) Untuk menyaring zat aktif penting dikaitkan dengan formulasinya dengan sifat
disolusi dan absorbsinya sesuai.
c) Sistem uji disolusi invitro dapat digunakan sebagai prosedur pengendalian
mutu untuk produk akhir.
d) Menjamin kesetaraan hayati (bioekivalen) dari batch yang berbeda dari bentuk
sediaan solid apabila korelasi antara sifat disolusi dan ketersdiaan hayati telah
ditetapkan.
e) Metode yang baik sekali dan handal untuk memantau proses formulasi dan
manufaktur.
f) Penetapan kecepatan disolusi intrinsik berguna untuk mengetahui sifat disolusi
zat aktif yang baru.
g) Agar sistem disolusi invitro bernilai maka system harus meniru secara dekat
sistem invivo sampai tingkat invitro-invivo yang konsisten tercapai. Oleh karena
itu keuntungan dalam biaya, tenaga kerja, kemudahan dapat diberikan dengan
penggunaan sistem.
Disolusi dapat terjadi langsung pada permukaan tablet, dari granul-granul bilamana
tablet telah pecah atau dari partikel-partikel halus bilamana granul-granul telah
pecah. Pada tablet yang tidak berdesintegrasi, kecepatan disolusinya ditentukan

oleh proses disolusi dan difusi. Namun demikian, bagi tablet yang berdesintegrasi,
profil disolusinya dapat menjadi sangat berbeda tergantung dari apakah
desintegrasi atau disolusinya yang menjadi penentu kecepatan.
Faktor yang mempengaruhi Disolusi

1.Suhu
Suhu akan mempengaruhi kecepatan melarut zat. Perbedaan sejauh lima persen
dapat disebabkan oleh adanya perbedaan suhu satu derajat.
2.Medium
Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 N HCl. Dalam beberapa hal zat
tidak larut dalam larutan air, maka zat organik yang dapat merubah sifat ini atau
surfaktan digunakan untuk menambah kelarutan. Gunanya adalah untuk membantu
kondisi sink sehinggan kelarutan obat di dalam medium bukan merupakan faktor
penentu dalam proses disolusi. Untuk mencapai keadaan sink maka
perbandingan zat aktif dengan volume medium harus dijaga tetap pada kadar 3-10
kali lebih besar daripada jumlah yang diperlukan bagi suatu larutan jenuh.
Masalah yang mungkin mengganggu adalah adanya gas dari medium sebelum
digunakan. Gelembung udara yang terjadi dalam medium karena suhu naik dapat
mengangkat tablet, sehingga dapat menaikkan kecepatan melarut.
3.Kecepatan Perputaran
Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya kecepatan
pengadukan adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100 rpm tidak
menghasilkan data yang dapat dipakai untuk membeda-bedakan hasil kecepatan
melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan pengadukan perlu lebih dari 100 rpm
maka lebih baik untuk mengubah medium daripada menaikkan rpm. Walaupun 4%
penyimpangan masih diperbolehkan, sebaiknya dihindarkan.
4.Ketepatan Letak Vertikal Poros
Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang, tinggi dan
ketepatan posisi dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak yang kurang sentral
dapat menimbulkan hasil yang tinggi, karena hal ini akan mengakibatkan
pengadukan yang lebih hebat di dalam bejana.
5. Goyangnya poros
Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena dapat
menimbulkan pengadukan yang lebih besar di dalam medium. Sebaiknya
digunakan poros dan bejana yang sama dalam posisi sama bagi setiap percobaan
karena masalah yang timbul karena adanya poros yang goyang akan dapat lebih
mudah dideteksi.
6. Vibrasi
Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir semua
masalah vibrasi berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau adanya
penyebab dari luar. Alas dari busa mungkin dapat membantu, tetapi kita harus hatihati akibatnya yaitu letak dan kelurusan harus dicek.
7. Gangguan pola aliran
Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran di dalam bejana disolusi dapat
mengakibatkan hasil disolusi yang tinggi. Alat pengambil cuplikan serta adanya

filter pada ujung pipet selama percobaan berlangsung dapat merupakan


penyebabnya.
8. Posisi pengambil cuplikan
Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara bagian
puncak dayung (atau keranjang) dengan permukaan medium (code of GMP).
Cuplikan harus diambil 10-25 mm dari dinding bejana disolusi, karena bagian ini
diperkirakan merupakan bagian yang paling baik pengadukannya.
9. Formulasi bentuk sediaan
Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh tidaklah
selalu disebabkan oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa mungkin juga
disebabkan oleh kualitas atau formulasi produknya sendiri. Beberapa faktor yang
misalnya berperan adalah ukuran partikel dari zat berkhasiat, Mg stearat yang
berlebih sebagai lubrikan, penyalutan terutama dengan shellak dan tidak
memadainya zat penghancur. Ada juga yang menambahkan faktor kekerasan tablet.
10. Kalibrasi alat disolusi
Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal ini
merupakan salah satu faktor yang paling penting. Tanpa melakukannya tidak dapat
kita melihat adanya kelainan pada alat. Untuk mencek alat disolusi digunakan
tablet khusus untuk kalibrasi yaitu tablet prednisolon 50 mg dari USP yang beredar
di pasaran. Tes dilakukan pada kecepatan dayung atau keranjang 50 dan 100 rpm.
Kalibrasi harus dilakukan secara teratur minimal setiap enam bulan sekali.
Perbaikan kelarutan

Untuk menghasilkan kerja terapetik yang optimal maka kelarutan bahan obat
dalam konsentrasi yang memadai seringkali menjadi persyaratan penting. Prinsip
untuk perbaikan kelarutan:
v Usaha Teknis
a Penghalusan
Melalui penghalusan, yang mengarahkan kepada pembesaran permukaan yang
tidak terelakkan, dapat sangat mendukung kepada suatu perbaikan perbandingan
kelarutan. Hal tersebut berlaku terutama untuk bahan suakr larut, dimana dapat
diperlukan suatu mikronisasi.
b. Pengeringan sembur
Pada pengeringan sembur dari larutan cair umumnya membentuk pola
berongga 920-200 m), yang memiliki suatu karakter busa kering dan disebabkan
oleh pembesaran permukaan yang dihasilkan dengan demikian, memberikan suatu
kelarutan yang cepat.
a. Pemancang sembur
Peningkatan kecepatan melarut bahan obat sangat sukar larut dihasilkan melalui
semburannya bersama-sama dengan polimer hidrofil (metilselulosa, natrium
karboksi metilselulosa, polietilenglikol, polivinilpirolidon). Meningkatnya
kecepatan melarut terdapat dalam perbandingan langsung terhadap bagian bahan
aktif yang terdapat secara kristalografis amof dalam produk sembur.
b. Pemancang leburan, kopresipitas

Juga melalui leburan bersama suatu bahan obat dengan suatu bahan pembawa
(misalnya polietilenglikol 6000 atau urea) dan akhirnya leburan dibekukan
(pemancang leburan) dapat meningkatkan kelarutan.
c. Penarikan pada pembawa padat
Dengan prosedur teknik ini juga dapat dihasilkan suatu peningkatan nyata
kecepatan melarut pada suatu deret bahan obat sukar larut (misalnya digitoksin,
benzokain).
v Pembentukan garam larut air
Metode yang telah lama digunakan ini dijumpai penggunaannya secara luas pada
bahan obat base seperti alkaloida (misalnya pilokarpin hidroklorida, morfin
hidroklorida) dan asam (misalnya natrium benzoat).
v Pemasukan gugus polar ke dalam molekul
Untuk penghidrofiliksasian dapat dimasukkan gugus polar ke dalam molekul. Hal
tersebut berlangsung melalui karboksilasi, sulfurisasi, sulfonisasi, aminsai,
amidasi, metansulfonisasi hidroksilasi, alkilasi, polioksietilasi dan sebagiannya.
v Pembentukan kompleks
Pembentukan kompleks sering dikaitkan dengan suatu perubahan sifat yang lebih
penting dari baha obat, seperti ketetapan, daya resorpsinya, dan tersatukannya,
sehingga dalam setiap kasus diperlukan suatu pengujian yang cermat dan cocok.
v Penambah senyawa hidrotropi
Efek yang dinyatakan sebagai hidrotropi pada hakekatnya adalah diarahkan
kembali terhadap efektifnya ikatan jembatan hidrogen, sebagian terdapat
pembentukan kompleks dan terhadap turunnya tergangan permukaan.
v Penglarutan dari larutan tensid
Pada bahan yang nyata-nyata hidrofob (misalnya fenasetin, propifenazon) suatu
penghalusan partikel tidak mengarahkan kepada suatu peningkatan, melainkan
kepada suatu penurunan dari perbandingan kelarutannya. Hal ini mempunyai
penyebabnya, bahwa dengan berlangsungnya pembesaran permukaan sekaligus
batas antarpermukaan yang tidak dapat dibasahi meninggi, di mana masuknya ke
dalam larutan sangat dihambat.
v Pensolubilisasian
Pensolubilisasian adalah suatu perbaikan kelarutan melalui senyawa aktif
permukaan, yang pada tempatnya, untukmerubah bahan obat kurang larut air atau
bahan obat tak larut air menjadi larutan dalam air jernih, setinggi-tingginya
beropalesensi, tanpa menjalani suatu perubahan struktur kimia obat.
RANITIDIN
Merupakan H2-Blocker pertama yang menduduki reseptor histamin H 2 di mukosa
lambung yang memicu produksi asam lambung. Penggunaanya pada terapi dan
profilaksis lambung-usus, reflux oesophagitis ringan sampai sedang, dan
sindroma Zollinger-Ellison. Efek samping jarang terjadi dan berupa diare
(sementara), nyeri otot, pusing-pusing dan reaksi kulit.
Senyawa furan ini daya menghambat terhadap sekresi asam lebih kuat
daripada simetidin, tetapi lebih ringan dibandingkan penghambat pompa proton
(omeprazol, dll).

Bioavailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral hanya 50% dan


meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira0kira 1,7 3 jam pada
orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal.
IV.
ALAT dan BAHAN
a. Alat-alat yang digunakan, yaitu :
1. Alat uji disolusi
2. Alat Spektrofotometri
b. Bahan-bahan yang digunakan yaitu :
1. Tablet Ranitidin
2. Baku pembanding Ranitidin
V.
PROSEDUR
1. Dicari panjang gelombang serapan maksimum untuk baku pembanding
ranitidin.
2. Sebuah tablet dicelupkan ke dalam medium aquadest sampai ke dasar yang
terdapat dalam labu sebanyak 900mL, suhu dipertahankan pada 37 0,5oC, motor
diatur pada kecepatan konstan 50 rpm. Kemudian cairan sample diambil pada
selang waktu ke-0 menit, 1 menit, 5 menit, 10 menit , 20 menit, 30 menit, 45
menit, dan 50 menit untuk menentukan jumlah obat dalam cairan itu. Ganti
kehilangan air pada setiap pengambilan cuplikan
3. Encerkan 1 mL dari setiap cuplikan menjadi 10 mL dengan medium dan
tentukan absorbansinya pada lamda (panjang gelombang) maksimum yang didapat
pada percobaan.
4. Untuk menentukan kadar obat maka digunakan alat spektrophotometri dengan
mengukur tingkat absorbansi-nya.
5. Dilakukan sampai dengan batas waktu 50 menit.
VI.
DATA PENGAMATAN
Pembuatan larutan baku standar Ranitidine
* Pembuatan larutan Ranitidine 100 ppm
100 ppm = 100 mg/L = 50 mg/500ml
* Pembuatan larutan Ranitidine 5 ppm
V1. N1 = V2. N2
V.100 ppm = 20ml. 5ppm
V = 1 ml
volume aquadest yang ditambahkan 20 ml 1 ml = 19 ml
* Pembuatan larutan Ranitidine 4 ppm
V1. N1 = V2. N2
V.100 ppm = 25ml. 4ppm
V = 1 ml
volume aquadest yang ditambahkan 25 ml 1 ml = 24 ml
* Pembuatan larutan Ranitidine 2 ppm

V1. N1 = V2. N2
V.100 ppm = 50ml. 2ppm
V = 1 ml
volume aquadest yang ditambahkan 50 ml - 1 ml = 49 ml
* Pembuatan larutan Ranitidine 1 ppm
V1. N1 = V2. N2
V.100 ppm = 100ml. 1ppm
V = 1 ml
volume aquadest yang ditambahkan 100 ml - 1 ml = 99 ml
Pembuatan kurva baku dengan 314 nm
Konsentrasi (ppm)
0.00
1.00
2.00
4.00
5.00
100.00

Y = ax + b
Persamaan linier yang didapat dari gafik
Y = 0,0167x + 0,0779

Waktu

Absorban
0
1
3
5
10
20
30
45
50

Perhitungan konsentrasi obat (dalam ppm)


Y = ax + b
Y = absorbansi; x = konsentrasi
Dari grafik diketahui, a = 0,0167 dan b = 0.0779
Konsentrasi pada tiap selang waktu, rumusnya :
Untuk t = 0 menit
X = 0.14-0.0779 = 3.7186 ppm
0.0167
Untuk t = 1 menit
X = 0.19-0.0779 = 6.71 ppm
0.0167
Untuk t = 3 menit
X = 0.3-0.0779 = 13.2994 ppm
0.0167
Karena dilakukan pengenceran 10x maka konsentrasi yang diperoleh juga dikali
10, sehingga pada t = 3 menit konsentrasinya adalah 132.994 ppm
Untuk t = 5 menit
X = 0.36-0.0779 = 16.892 ppm
0.0167
Karena dilakukan pengenceran 10x maka konsentrasi yang diperoleh juga dikali
10, sehingga pada t = 5 menit konsentrasinya adalah 168.92 ppm
Untuk t = 10 menit
X = 0.535-0.0779 = 27.371 ppm
0.0167

Karena dilakukan pengenceran 10x maka konsentrasi yang diperoleh juga dikali
10, sehingga pada t = 10 menit konsentrasinya adalah 273.71 ppm
Untuk t = 20 menit
X = 0.64-0.0779 = 33.6586 ppm
0.0167
Karena dilakukan pengenceran 10x maka konsentrasi yang diperoleh juga dikali
10, sehingga pada t = 20 menit konsentrasinya adalah 336.586 ppm
Untuk t = 30 menit
X = 0.635-0.0779 = 33.359 ppm
0.0167
Karena dilakukan pengenceran 10x maka konsentrasi yang diperoleh juga dikali
10, sehingga pada t = 30 menit konsentrasinya adalah 333.59 ppm
Untuk t = 45 menit
X = 0.675-0.0779 = 35.754 ppm
0.0167
Karena dilakukan pengenceran 10x maka konsentrasi yang diperoleh juga dikali
10, sehingga pada t = 45 menit konsentrasinya adalah 357.54ppm
Untuk t = 50 menit
X = 0.675-0.0779 = 35.754 ppm
0.0167
Karena dilakukan pengenceran 10x maka konsentrasi yang diperoleh juga dikali
10, sehingga pada t = 50 menit konsentrasinya adalah 357.64 ppm

VII.

PEMBAHASAN
Agar suatu obat dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menghasilkan efek terapeutik, obat tersebut tentunya harus memiliki daya hancur

yang baik dan laju disolusi yang relatif cukup cepat. Dalam percobaan ini,
dilakukan uji disolusi terhadap tablet Simetidin. Dalam percobaan ini, tidak
didapatkan data serapan dari masing-masing konsentrasi sampel yang diukur.
Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan
disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan
kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah.
Alat yang digunakan pada uji disolusi kali ini berbentuk dayung yang terletak tepat
di tengah-tengah media agar tidak terjadi turbulensi aliran. Tinggi dasar dayung ke
dasar media adalah 2,5 cm tujuannya untuk memperkecil kemungkinan tablet
melayang-layang antara dasar media dengan dasar dayung bergesekan dengan alat
uji (dayung).
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah membuat
kurva baku dari zat ranitidin. Seperti sudah diketahui bahwa panjang gelombang
maksimum untuk ranitidin adalah 314 nm sehingga dilakukan pengukuran
absorbansi zat dengan berbagai variasi konsentrasi pada maksimum tersebut.
Dalam percobaan ini dibuat variasi konsentrasi zat sebesar 1 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 5
ppm, dan 100 ppm. Serbuk ranitidine diambil sebanyak 50 mg lalu dilarutkan di
dalam air sebanyak 500ml untuk memperoleh konsentrasi sebesar 100 ppm. Dari
konsentrasi sebesar 100 ppm tersebut kemudian dilakukan pengenceran hingga
diperoleh variasi konsentrasi yang diinginkan.
Setelah semua variasi konsentrasi selesai dibuat maka dilakukan
pengukuran serapan/absorbansi dengan spektroskopi sinar UV. Saat pengukuran
sampel dengan spektrofotometer ultraviolet, kuvet yang akan digunakan dikalibrasi
terlebih dahulu. Pertama, kuvet diisi dengan aquadest, lalu disesuaikan nilai
absorbansinya hingga menunjukkan angka nol. Tujuan melakukan kalibrasi adalah
untuk menghindari kesalahan perhitungan konsentrasi. Kuvet dibilas dengan
larutan yang akan dihitung konsentrasinya sebanyak tiga kali, sehingga kuvet
hanya berisi larutan uji tanpa pengotor. Adanya pengotor dapat menyamarkan
perhitungan konsentrasi karena pengotor dapat memberikan absorbansi. Sebelum
dimasukkan ke dalam spektrofotometer ultraviolet, kuvet dibersihkan
menggunakan kertas tissue bersih. Jika tidak dibersihkan, mungkin pengotor yang
berasal dari praktikan, seperti uap air dapat menempel pada kuvet dan
memberikan absorbansi, sehingga hasil akhir absorbansi dapat keliru.
Pengukuran dilakukan pada maksimum supaya dihasilkan serapan yang
maksimum juga. Untuk melakukan pengukuran dengan metode spektrofotometri
UV, sampel dimasukkan ke dalam kuvet. Alat spektrofotometri yang digunakan
memiliki dua tempat kuvet (double beam). Kuvet pertama berfungsi untuk tempat
blanko. Kuvet kedua berfungsi untuk tempat sampel. Sampel kemudian diukur
absorbansinya. Pengukuran absorbansi hendaknya dimulai dari sampel yang
konsentrasinya kecil agar tidak mempengaruhi pengukuran konsentrasinya lainnya.
Setiap akan mengganti sampel dengan konsentrasi yang berbeda, kuvet hendaknya
dibilas dengan larutan sampel agar tidak ada sisa sampel yang sebelumnya yang
dapat mempengaruhi nilai dari absorbansi.
Setelah dilakukan pengukuran absorbansi dengan berbagai variasi
konsentrasi senyawa baku, maka dari data yang ada dibuat persamaan regresi

linearnya. Persamaan regresi linear yang didapat dari hasil pengukuran adalah y =
0.0167x + 0.0779. Persamaan regresi linear yang didapat ini nantinya digunakan
untuk mencari konsentrasi tablet ranitidine yang telah diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer UV.
Tablet ranitidine kemudian diuji disolusi dengan alat disolusi dengan
menggunakan tipe dayung. Sebanyak 1 tablet ranitidine 150 mg dimasukkan ke
dalam alat yang diisi aquades sebanyak 900 ml. Alat dayung kemudian dijalankan
dan rpm di set pada angka 50rpm, kemudian pada menit ke 0, 1, 3, 5, 10, 20, 30,
45, dan 50 diambil cuplikan sampel dengan alat penghisap sebanyak 10 ml.
Cuplikan sampel dimasukkan ke dalam botol vial untuk kemudian diukur
absorbansinya. Pada cuplikan sampel mulai menit ke 3 hingga ke 50 dilakukan
pengenceran 10 kali karena cuplikan sampel yang diukur memberikan serapan
yang sangat besar hingga tidak terdeteksi pada alat spektrofotometer UV.
Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml cuplikan sampel,
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml lalu ditambahkan aquades hingga batas labu
ukur.
Pada saat dilakukan pengukuran absorbansi cuplikan dengan
spektrofotometer, prosedur yang dilakukan sama dengan prosedur ketika
melakukan pengukuran terhadap larutan baku. Langkah pertama yaitu meng-nol
kan blanko yaitu pelarut, dan setelah itu melakukan pengukuran absorbansi sampel.
Ketika akan mengganti sampel, kuvet juga terlebih dahulu harus dibilas dengan
larutan yang akan diuji untuk meminimalisir kontaminasi dari zat-zat lain sebanyak
tiga kali.
Kuvet yang digunakan dalam percobaan ini memiliki 2 macam sisi, yaitu
yang halus dan yang kasar. Bagian yang halus nantinya akan disinari oleh sinar UV
sehingga pada bagian tersebut tidak boleh tersentuh tangan. Alasan tidak boleh
tersentuh oleh tangan karena dikhawatirkan akan ada kotoran yang berasal dari
tangan (berupa keringat ataupun lemak lainnya) yang menempel pada kuvet yang
nantinya dapat mempengaruhi/mengganggu hasil dari pengukuran absorbansi
karena kontaminan yang ada akan ikut memberikan serapan.
Setelah semua cuplikan sampel diukur absorbansinya, maka hasil absorbansi yang
didapat diplotkan ke dalam persamaan regresi linier untuk dicari konsentrasi pada
masing-masing cuplikan. Hasil yang didapat adalah konsentrasi pada menit 0
sebesar 3,7186 ppm; pada menit 1 sebesar 6.71ppm; pada menit 3 sebesar 132.994;
pada menit 5 sebesar 168.92 ppm; pada menit 10 sebesar 273.92 ppm; pada menit
20 sebesar 336.586 ppm; pada menit 30 sebesar 333.59 ppm; pada menit 45
sebesar 357.94 ppm; pada menit 50 sebesar 357.94 ppm. Konsentrasi yang didapat
menunjukkan peningkatan dari menit ke menit karena semakin lama tablet akan
hancur dan bercampur dengan aquades dan meningkat konsentrasinya. Hasil
konsentrasi yang diperoleh kemudian dibuat grafik disolusi ranitidine yaitu grafik
konsentrasi terhadap waktu.
Ketidaktepatan dalam percobaan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu :

Ketidaktepatan pembuatan larutan simetidin standar

Pengenceran larutan sampel yang tidak akurat

Ketidaktepatan penimbangan

Kesalahan pembacaan pada penggunaan spektrofotometer

Faktor lingkungan
VIII. KESIMPULAN
Tablet ranitidin memiliki laju disolusi yang cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan
kurva laju disolusi ranitidin yang hampir sama dengan kurva laju disolusi zat yang
seharusnya

DAFTAR PUSTAKA
Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima.
Jakarta: Gaya Baru
Ansel, C Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.
Penerjemah
Farida Ibrahim. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Anonymous. 2002. United State Pharmacopeia 25. Volume 2. Washington DC :
USP Convention, Inc.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan.
1995. Farmakope Indonesia. Edisi ke-4. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Lachman, Leon, Lieberman, Hebert, Kahig, Joseph. 1994. Teori dan
Praktek Farmasi Industri. Edisi ketiga. Penerjemah Siti Suyatmi. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Shargel, Leon, dan Andrew B.C.Y.U. 1988. Biofarmasi dan Farmakokinetika
Terapan.
Edisi II. Penerjemah Dr. Fasich, Apt. dan Dra. Siti Sjamsiah, Apt.
Surabaya :
Airlangga University Press.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-efek Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia
Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada Press.

Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-UJIDISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html#ixzz3vei0N2Ov

Anda mungkin juga menyukai