Anda di halaman 1dari 15

FARMASI PRAKTIS

EKSTRAKSI, KLT-DENSITOMETRI, DAN UJI POTENSI ANTIBIOTIK


(Tugas Sebelum Praktikum)

Oleh:

Marwah Utama 192211101129


Zidni Hafizha 192211101130
Lathifatul Maulidah 192211101138
Alvareza Shafira Viesta 192211101139
Norma Justika Elma Shuvia 192211101140

Dosen:
Dr. Apt. Evi Umayah Ulfa, M.Si

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2020
EKSTRAKSI, KLT-DENSITOMETRI, DAN UJI POTENSI ANTIBIOTIK
A. Tugas Sebelum Praktikum
a. Prosedur Pembuatan Ekstrak Etanol Jambu Biji
1. Alat:
Maserator, Batang pengaduk, Rotavapor, Beaker glass, Gelas ukur, Timbangan analitik,
Mortir dan stamper
2. Bahan
Simplisia daun jambu biji Etanol 96%
3. Prosedur Ekstraksi
Cara Pembuatan Ekstrak
b. Senyawa Marker
Senyawa marker dari ekstrak etanol daun jambu biji adalah Kuersetin
c. Prosedur Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Dengan KLT-Densitometri
1. Prosedur Analisis Kualitatif
• Pembuatan larutan pembanding kuersetin :

• Pembuatan larutan uji :


• Kondisi optimum
✓ Pelarut =Etanol 96%
✓ Fase gerak = Kloroform: P-aseton: P-asam formiat (10:2:1)
✓ Fase diam = Silica gel 60 F254
✓ Larutan uji = 1% dalam larutan uji etanol P
✓ Larutan pembanding = Kuersetin 0,1% dalam etanol P
✓ Deteksi = Alumunium Klorida LP
✓ Warna noda = Kuning
✓ Rf Kuersetin = ±0,70
✓ Volume penotolan = Totolkan 20µL Larutan uji dan 2µL Larutan
pembanding
✓ Panjang gelombang = 425 nm

• Penotolan:

Rumus Rf:
Rf standar = Jarak tempuh larutan pembanding / Batas jarak rambat
Rf sampel = Jarak tempuh larutan uji / Batas jarak rambat
2. Prosedur Analisis Kuantitatif:
• Perhitungan :

Kadar kuersetin dalam ekstrak kering dihitung dari kurva baku pada larutan
pembanding yang dinyatakan dalam (mg) kuersetin atau (g) ekstrak.

Linieritas
Diperoleh dari pengukuran larutan pembanding (standar) yang sudah
ditotolkan, kemudian diamati noda yang diperoleh dengan densitometer dan
dihitung persamaan

Kurva standar menunjukkan adanya hubungan antara konsenrasi laurtan (sumbu


x) dengan absorbansi larutan (sumbu y).

Kurva baku dihasilkan dari persamaan regresi, yaitu: y = bx + a, koefisien


korelasi (r), dan koefisien variasi fungsi (Vxo).
NB: b = kemiringan garis
c = konstanta

Selektivitas dengan menetukan


a. Derajat keterpisahan (Rs) faktor resolusi R, tidak kurang dari 2, dan
simpangan baku relatif perbandingan respons pada enam kali penyuntikan
ulang tidak lebih dari 4,0%. Faktor puncak tidak lebih dari 1,5
b. Panjang gelombang

Menentukan batas deteksi (BD) dan batas kuantitasi (BK)


Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung menggunakan metode simpangan
baku reidual dan kurva baku sehingga didapatkan nilai alod dan LOQ dari
kuersetin.
Rumus: LOD = 3 x sy dan LOQ = 10 x sy
slope slope

Replikasi :
Mengulangi proses penetapan kadar sebanyak tiga kali dengan menetukan nilai
koefisien variasi (KV) kadar kuersetin dari tiga replikasi

Rumus :
SD=

KV =
d. Prosedur Uji Cemaran Bakteri dengan Metode Angka Lempeng Total

Prosedur uji cemaran bakteri dengan metode Angka Lempeng Total (ALT) untuk sediaan
obat tradisional berbentuk cair:

1. Prinsip Uji
Uji cemaran mikroba yang dilakukan dengan menghitung pertumbuhan koloni bakteri
aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara
tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.
2. Alat dan Bahan
a. Alat
▪ Stomacher atau blender
▪ Alat hitung koloni
b. Bahan
▪ Media
▪ Plate Count Agar (PCA)
▪ Pereaksi
▪ Pepton Dilution Fluid (PDF)
▪ Fluid Casein Digest Soy Lecithin Polysorbate (FCDSLP)
▪ Minyak mineral (parafin cair)
▪ Tween 20 dan 80
3. Cara Kerja
a. Persiapan
• Homogenisasi sampel
Tujuan dilakukan homogenisasi sampel yaitu untuk membebaskan sel-sel bakteri
atau jamur yang masih terlindungi oleh partikel dari sampel yang akan diperiksa,
artinya distribusi mikroba akan merata dalam sampel sehingga mudah untuk
diamati.

Diambil sejumlah sampel kemudian ditambahkan pengencer PDF sehingga


diperoleh pengenceran 10-1.

Dihomogenisasi dengan menggunakan stomacher atau blender selama


beberapa detik.
• Pengenceran sampel
Pengenceran sampel bertujuan untuk membantu perhitungan koloni. Apabila
tidak dilakukan pengenceran, maka suspensi akan terlalu pekat yang
mengakibatkan pertumbuhan bakteri atau jamur saling menumpuk dan sulit
untuk dihitung.

Disiapkan 5 buah tabung yang masing-masing telah diisi dengan 9 mL


pengencer PDF

Dipipet 1 mL pengenceran 10-1 ke dalam tabung yang berisi pengencer


PDFpertama hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok homogen

Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai yang diperlukan

Dipipet 1 mL dari setiap pengenceran ke dalam cawan petri dan dibuat duplo

Dituangkan 15-20 mL media PCA ke dalam setiap cawan petri (45±1oC)

Segera cawan petri digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi
tersebar merata

Diinkubasi cawan petri (setelah media memadat) pada suhu 35-37oC selama
24-48 jam dengan posisi terbalik

Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung


• Perhitungan
Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni
antara 30-300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu
dikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai Angka
Lempeng Total dalam tiap gram. Bila ditemui jumlah koloni kurang dari 30
atau lebih dari 300 maka diikuti petunjuk sebagai berikut:
1) Bila hanya satu diantara kedua cawan yang menunjukkan jumlah
antara 30-300 koloni, dihitung rata-rata dari kedua cawan dan
dikalikan dengan faktor pengenceran.
2) Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berurutan
menunjukkan jumlah antara 30-300 koloni, maka dihitung jumlah
koloni dan dikalikan faktor pengenceran kemudian diambil angka rata-
rata. Jika pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapati jumlah
koloni lebih besar dari 2 kali jumlah koloni yang seharusnya, maka
dipilih tingkat pengenceran terendah (misal pada pengenceran 10-2
diperoleh 140 koloni dan pada pengenceran 10-3 diperoleh 32 koloni
maka dipilih jumlah koloni pada tingkat pengenceran 10-2
3) Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satu pun yang menunjukkan
jumlah antara 30-300 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari
tingkat pengenceran terendah dan dihitung sebagai Angka Lempeng
Total perkiraan
4) Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan
karena faktor inhibitor, maka Angka Lempeng Total dilaporkan
sebagai kurang dari 1 dikalikan faktor pengenceran terendah
5) Bila jumlah koloni lebih dari 3.000, maka cawan dengan tingkat
pengenceran tertinggi dibagi dalam beberapa sektor (2, 4 atau 8).
Jumlah koloni dikalikan dengan pembagi dan faktor pengencerannya,
hasil dilaporkan sebagai Angka Lempeng Total perkiraan
6) Bila jumlah koloni lebih dari 200 pada 1/8 bagian cawan, maka jumlah
koloni adalah 200 x 8 x faktor pengenceran. Angka Lempeng Total
perkiraan dihitung sebagai lebih besar dari jumlah koloni yang
diperoleh
e. Prosedur Uji Potensi Antibiotik Gentamisin Sesuai FI VI

Penetapan potensi gentamisin tertera pada lampiran berupa Penetapan Potensi Antibiotik
secara Mikrobiologi. Pengujian gentamisin dilakukan dengan “Cara lempeng”, penetapan
cara lepeng dilakukan dalam silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat
dalam cawan petri atau lempeng, sehingga pertumbuhan mikroba spesifik yang
diinokulasikan dapat dihambat pada daerah disekeliling silinder yang berisi larutan
antibiotic berupa lingkaran atau zona.

• Metode lempeng-Silinder

1. Pengendalian suhu : menggunakan suhu 36 – 37,5 oC


2. Lempeng: Cawan Petri kaca atau plastik sekali pakai (berukuran 20x100 mm atau
ukuran lain yang sesuai) dengan penutup.
3. Silinder: Silinder besi tahan karat atau porselen; diameter luar 8 ± 0,1 mm; diameter
dalam 6 ± 0,1 mm; tinggi 10 ± 0,1 mm.
4. Larutan baku
Tabel 2

(e Huruf D menyatakan Dapar seperti tertera pada Media dan Larutan, Dapar untuk
menjelaskan setiap Dapar dalam tabel ini.)

Untuk menyiapkan larutan persediaan, larutkan sejumlah baku pembanding yang sesuai
dengan antibiotik seperti tertera pada Tabel 2. Simpan pada suhu 2-8 oC, dan gunakan
dalam waktu yang disarankan. Pada hari penetapan, siapkan pengenceran dari larutan
persediaan 5 atau lebih larutan untuk pengujian dengan dosis bertahap, umumnya dengan
perbandingan 1:1,25. Gunakan pengencer akhir yang dinyatakan dan urutan dosis dengan
dosis tengah seperti tertera pada Tabel 2.

5. Larutan sampel
Tentukan perkiraan potensi per bobot atau volume sampel. Pada hari penetapan, siapkan
larutan persediaan serta enceran larutan sampel setiap antibiotik dengan pengencer
akhir yang sama seperti untuk baku pembanding seperti tertera pada Tabel 2. Encerkan
larutan persediaan sampel dengan pengencer akhir untuk mendapatkan dosis setara
dengan dosis tengah larutan baku (S3).

6. Inokula
Suspensikan mikroba uji dari biakan segar agar miring atau biakan lain dalam 3 mL
salin LP steril. Butiran kaca dapat digunakan untuk memudahkan pembuatan suspensi.
Sebarkan suspensi ke permukaan lapisan dari dua atau lebih lempeng agar atau
permukaan media agar dalam botol Roux (menutupi seluruh permukaan) yang berisi
250 mL media seperti tertera pada Tabel 3.

Tabel 3

Setelah inkubasi, mikroba uji dipanen dari biakan lempeng agar atau botol Roux dengan
lebih kurang 50 mL salin LP steril menggunakan batang kaca bengkok steril atau butiran
kaca steril. Suspensi dipipet ke dalam wadah kaca steril, dan disebut suspensi persediaan.
Encerkan sejumlah suspensi persediaan dengan salin LP steril, ukur transmitan pada
panjang gelombang 580 nm menggunakan spektrofotometer UV-Visibel. Target nilai
transmitan lebih kurang 25% pada panjang gelombang 580 nm. Nilai ini digunakan untuk
membakukan volume suspensi persediaan yang ditambahkan ke dalam lapisan agar
inokula.
Dimulai dengan volume yang tertera pada Tabel 3, penentuan proporsi dari suspensi
persediaan yang ditambahkan ke dalam media inokula yang menghasilkan diameter zona
hambatan yang memuaskan lebih kurang 14-16 mm pada dosis tengah baku (S3)
dilakukan selama verifikasi metode. [Catatan Ukuran zona diluar kisaran 11-19 mm tidak
diinginkan, karena dapat menambah variabilitas penetapan.] Jika transmitan pengenceran
diatas 25%, untuk menormalkannya dengan meningkatkan perbandingan mikroba uji pada
lapisan inokula. Faktor normalisasi ditentukan dengan membagi transmitan yang diperoleh
dari pengenceran dengan 25. Perbandingan ini kemudian dikalikan dengan jumlah inokula
yang disarankan untuk memperoleh volume (mL) dari suspensi persediaan yang
dibutuhkan untuk ditambahkan ke dalam lapisan inokula. Jika diperlukan, sesuaikan
jumlah inokula berdasarkan perhitungan harian untuk memperoleh hubungan dosis–
respons yang optimum. Cara lain, selama verifikasi metode tentukan bagian suspensi
persediaan yang akan dimasukkan sebagai inokula, dimulai dengan volume seperti yang
tertera dalam Tabel 3, yang hasilnya memenuhi batas zona hambatan dengan diameter 14-
16 mm pada dosis tengah baku (S3), dan memberikan suatu hubungan dosis – respons
yang reprodusibel. Siapkan inokula dengan menambahkan sejumlah suspensi persediaan
ke dalam media agar yang telah dicairkan dan didinginkan hingga suhu 45 sampai 50 oC,
putar campuran tanpa menimbulkan gelembung hingga diperoleh suspensi homogen.

7. Analisis
Siapkan terlebih dahulu media agar. Media yang digunakan terdapat pada tabel 11
dengan volume target 21 mL

Biarkan media memadat membentuk lapisan dasar rata dengan ketebalan seragam.
Siapkan sejumlah inokula sesuai lapisan inokula pada Tabel 5 sesuai dengan antibiotik
seperti yang tertera pada Tabel 3 dengan memperhitungkan berdasarkan pada uji
pendahuluan. Putar lempeng ke depan-belakang untuk menyebarkan inokula di atas
permukaan lapisan dasar, dan kemudian biarkan memadat.
Jatuhkan 6 buah silinder pada permukaan yang telah diinokulasi dari ketinggian 12 mm,
menggunakan alat mekanik atau alat lain untuk menjamin penempatannya pada radius
2,8 cm, kemudian tutup cawan untuk mencegah kontaminasi. Isikan keenam silinder
pada tiap lempeng dengan enceran antibiotik dengan tingkat dosis (S1 – S5 dan U3)
seperti yang tertera dalam bab berikut. Inkubasi lempeng seperti tertera pada Tabel 6
selama 16-18 jam, kemudian seluruh silinder dikeluarkan dari lempeng. Ukur dan catat
diameter antar zona hambatan pertumbuhan mendekati 0,1 mm.
Baku (S1–S5) dan tingkat dosis tunggal sampel U3 yang sesuai dengan S3 kurva baku
seperti tertera pada Penyiapan Baku dan Penyiapan Sampel Uji yang akan digunakan
untuk penetapan. Untuk memperoleh kurva baku, isi silinder selang-seling pada tiap
tiga cawan dengan dosis tengah baku (S3) dan tiap silinder dari sembilan silinder
sisanya dengan satu dari empat pengenceran larutan baku. Lakukan hal yang sama
untuk tiga pengenceran baku lainnya. Untuk sampel, isi silinder selang-seling pada tiap
tiga cawan dengan dosis tengah baku (S3) dan sembilan silinder sisa dengan enceran
larutan sampel yang sebanding (U3).
8. Perhitungan
Pendahuluan: Potensi antibiotik dihitung dengan menginterpolasikan dari suatu kurva
baku dengan menggunakan metode garis lurus yang telah di transformasi menjadi
bentuk log, dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil.
a. Penetapan cara lempeng: Bab ini menjelaskan analisis data sampel dan penetapan
potensi dari data sampel yang tidak diketahui dengan menggunakan Penetapan
cara lempeng.
Data sampel: Tabel 13 menggambarkan data dari satu penetapan yang akan
digunakan sebagai contoh pada Bab ini. Untuk setiap 12 lempeng, zona 1, 3, dan 5
adalah dosis pembanding dan tiga zona lainnya merupakan salah satu dosis dari
empat dosis lainnya. Kolom lain yang diperlukan untuk penghitungan seperti
dijelaskan berikut ini.
Langkah 1: Lakukan penghitungan awal dan periksa kesesuaian variasi. Untuk
setiap tiga lempeng, rata-ratakan sembilan nilai pembanding dan sembilan nilai
baku. Untuk kriteria kesesuaian variasi, setiap laboratorium harus menetapkan nilai
keberterimaan maksimum untuk simpangan baku relatif. Jika ada dari 8 simpangan
baku relatif (4 untuk pembanding dan 4 untuk baku) melebihi nilai maksimum yang
telah ditetapkan, maka data penetapan yang tidak sesuai harus dibuang. [Catatan
Batas yang dianjurkan untuk simpangan baku relatif adalah tidak lebih dari 10%.]
Langkah 2: Lakukan koreksi variasi lempeng ke lempeng. Koreksi ini diterapkan
untuk merubah hasil pengukuran rerata zona dari tiap dosis ke nilai yang hanya bisa
jika hasil pengukuran rerata dosis pembanding dari 3 lempeng sama seperti nilai
angka koreksi yang dihitung dengan rumus.
Langkah 3: Penentuan garis kurva baku, buatlah garis kurva baku dengan
menempatkan titik-titik hasil koreksi pengukuran zona terhadap nilai log dosis baku.
Hitung persamaan garis kurva baku dengan menerapkan garis regresi linear
(unweighted linear regretion), menggunakan perangkat lunak yang sesuai atau
penghitungan manual pada Lampiran 1. [Catatan Gunakan log natural atau log 10
untuk menggambar kurva baku dan tentukan persamaan regresinya, keduanya
memberikan hasil yang sama.] Tiap laboratorium harus menentukan nilai minimum
koefisien determinasi (%R2) untuk regresi yang dapat diterima. Regresi dapat
diterima hanya jika perolehan %R2 melebihi nilai yang ditentukan. [Catatan Batas
minimum koefisien determinasi disarankan tidak kurang dari 95%.]

b. Penentuan potensi sampel: Untuk menghitung potensi sampel yang tidak diketahui,
rata-ratakan ukuran zona baku dan zona sampel pada tiga lempeng yang digunakan.

Bagan Prosedur Kerja Uji Potensi Antibiotik Gentamisin


Ditetapkan pengujian yang sesuai dengan antibiotic gentamisin yaitu “metode
lempeng”

Disiapkan alat uji yang sudah disterilkan

Disiapkan mikroba yang akan digunakan untuk pengujian pada media agar

Disiapkan larutan baku Dapar D3 dan larutan sampel yang berisi Gentamisin.

Disiapkan cawan petri yang berisi media yang akan digunakan (berikan tanda
untuk meletakkan silinder uji), kemudian inokulasikan mikroorganisme uji yang
sensitif terhadap antibiotic secara merata

Disiapkan silinder yang akan digunakan,kemudian tetesi Gentamisin yang akan


diuji pada cawan petri

Keenam silinder diletakkan pada tiap tanda yang pada cawan petri

Inkubasikan pada suhu 36-37,5 oC dan waktu16-18 jam

Hitunglah zona hambat yang terbentuk


Sumber:

1. Bachtiar, R., P.I. Putri, A. R, dan F. S. Alvan. 2019. Validasi Metode KLT-
Densitometriuntuk Analisis Kuersetin dalam Ekstrak dan Produk Jamu yang
Mengandung Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Pharmaceutical Journal Of
Indonesia. 5 (1): 445-51
2. Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Farmakope Herbal Indonesia
II. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai