2
Percobaan 1
DIFUSI
Tujuan:
Menentukan jumlah zat aktif yang terdifusi dari sediaan semipadat.
Teori:
Absorpsi perkutan adalah masuknya bahan obat dari luar kulit ke dalam jaringan di
bawah kulit, untuk kemudian memasuki sirkulasi dalam darah. Penetrasi melalui stratum
korneum, dapat terjadi karena adanya proses difusi.
Difusi adalah perpindahan partikel secara spontan dari daerah berkonsentrasi lebih
tinggi ke daerah berkonsentrasi lebih rendah sampai konsentrasi sistem sama. Difusi secara
langsung diakibatkan pergerakan Brown.
Hukum Fick: jumlah dq zat yang berdifusi pada waktu dt melalui luas S sebansing dengan
perubahan konsentrasi dc per jarak tempuh dx.
dc/dx disebut gradient konsentrasi. D adalah koefisien difusi, jumlah zat yang berdifusi per
satuan waktu melewati satuan luas ketika dc/ct = 1.
Untuk partikel halus yang tidak bermuatan listrik, berlaku persamaan Stokes-
Einstein sebagai berikut:
3
dibandingkan sistem in vivo yaitu kondisi percobaan dapat lebih diatur karena hanya
sedikit variabel pada sistem ini.
4
CONTOH PERHITUNGAN FLUKS SALEP AMINOFILIN
1. Kadar dihitung berdasarkan kurva baku aminofilin dalam dapar fosfat pH 7,4 yaitu:
Y 0,035179
X= xP
0,514107
Keterangan: X = kadar aminofilin (mg%)
Y = absorbansi
P = faktor pengenceran
Misalnya:
0,337 0,035179 1, 757 mg
X15= x3 1, 757 mg%; W15= x70ml 1, 229mg
0,514107 100ml
5
2. Koreksi Wn (KW) = xWn 1
70
5
KW30= x8, 784mg 0, 088mg TKW30= 0 0, 088mg 0, 088mg
70
5
t = waktu
Dibuat regresi linear (M/S) = y versus t = x sehingga diperoleh B (slope)= J= 0,024
mg/cm2.menit
6
Percobaan:
Menentukan kecepatan difusi obat secara in vitro dengan metode Flow Through.
Cara Kerja:
a. Pembuatan larutan dapar fosfat pH 7,4
a. Buat larutan kalium dihidrogen fosfat 0,2 M dengan cara melarutkan 27,218 gram
kalium dihidrogen fosfat dalam aqua bebas CO2 hingga 1 liter.
b. Buat larutan NaOH 0,2 N dengan cara melarutkan 8,001 gram NaOH dalam aqua
bebas CO2 hingga 1 liter.
c. Campur 50 ml larutan kalium dihidrogen fosfat 0,2 M dengan 39,1 ml larutan
natrium hidroksida 0,2 N.
d. Encerkan dengan aqua bebas CO2 sampai 200 ml.
e. Larutan tersebut diukur pH-nya dengan pH meter dengan atau tanpa penambahan
larutan natrium hidroksida 0,2 N sehingga pH larutan mencapai 7,4 ± 0,1.
e. Pengolahan data
1. Kadar sampel diukur dengan menggunakan kurva kalibrasi Na. diklofenak yang
sudah dibuat sebelumnya.
2. Jumlah Na. diklofenak yang terdifusi dihitung sebagai konsentrasi terdifusi per
satuan luas membran (µg/cm2). Buat kurva na. diklofenak terdifusi vs waktu.
8
LEMBAR KERJA
P1. DIFUSI SEDIAAN NA DIKLOFENAK
NIM/NAMA
GOLONGAN/KELOMPOK
TANGGAL PRAKTIKUM
2. Tentukan fluks sediaan gel natrium diklofenak berdasarkan data berikut ini!
DATA UJI DIFUSI
Koreksi W Total Total W
Sampling A Kadar(mg/100mL) W (mg) (mg) koreksi(mg) (mg) W/S)
15
30
45
60
90
120
Tuliskan perhitungan data dalam kolom-kolom tersebut dibawah ini sebagaimana contoh
sehingga diperoleh nilai fluks sediaan gel natrium diklofenak!!
Asisten jaga, Praktikan,
..................................................................... .......................................................................
.. ..
NIM. NIM.
9
Percobaan 2
UKURAN PARTIKEL
Tujuan:
Mengukur partikel-partikel zat dengan metode mikroskopi dan pengayakan
(sleving).
Teori:
Ukuran partikel adalah diameter purata partikel suatu paket sampel. Karena
umumnya sediaan obat yang digunakan dalam farmasi mengandung komponen bahan yang
berupa partikel-partikel, baik sendirian atau terdispersi sebagai partikel-partikel halus
dalam medium yang lain. Maka penentuan ukuran partikel (obat) menjadi sangat
menentukan. Pengecilan ukuran partikel hingga batas tertentu sangat menguntungkan,
sejak pembuatan sediaan hingga efek obat yang bersangkutan.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan metode fisis maupun metode kimiawi.
Kominusi (comminution) adalah suatu proses memperkecil ukuran partikel sayuran
(vegetables), obat-obat berasal dari hewani atau obat-obat berasal dari bahan kimiawi yang
dilakukan secara fisis. Prinsip metode kimiawi yang digunakan adalah dengan
pengendapan dari suatu larutan dengan jalan mereaksikan zat satu dengan zat lainnya
untuk menghasilkan senyawa kimia yang diinginkan dalam bentuk partikel-partikel halus.
Metode kominusi meliputi: pemotongan, pemarutan, pememaran, penggerusan,
pembuatan serbuk dengan cara levigasi. Umumnya proses-proses ini dilakukan dengan
menggunakan alat mekanis seperti penggiling atau mortir dan stamper.
Pengukuran ukuran partikel biasanya cukup sukar kecuali jika partikel tersebut
mempunyai bentuk yang tetap atau teratur dan hal ini jarang terjadi. Pengetahuan statistic
berguna sekali dalam pengukuran partikel karena alasan tersebut diatas dan umumnya
diasumsikan sebagai diameter bola ekuivalen.
Metode pengukuran ukuran partikel ada bermacam-macam, mulai dari yang
sederhana sampai yang sangat kompleks dan tergantung ukuran partikel yang diselidiki.
Beberapa metode yang digunakan adalah mikroskopi, pengayakan, pengendapan, adsorpsi,
permeametri, dan pancaran radiasi atau transmisi. Metode yang sederhana adalah
mikroskopi, pengayakan dan pengendapan (sedimentasi).
Percobaan:
Mengukur diameter partikel secara mikroskopi.
Cara kerja:
1. Kalibrasi skala okuler, dengan cara: tempatkan micrometer di bawah mikroskop.
Himpitkan garis awal skala okuler dengan garis awal obyektif, kemudian tentukan
garis kedua yang tepat berimpit. Tentukan harga skala okuler.
10
2. Buat suspensi encer partikel yang dianalisis dan buat sediaan yang cukup (3-5 sediaan)
diatas obyek-glass.
3. Lakukan grouping: tentukan ukuran partikel yang terkecil dan terbesar untuk seluruh
sediaan, bagilah jarak ukur yang diperoleh menjadi beberapa bagian yang gasal (paling
sedikit 5 bagian).
4. Ukur partikel dan golongkan ke dalam grup yang telah ditentukan dan ukurlah >500
partikel jika sampel bersifat monodispers, serta ukurlah >1000 partikel jika polidispers.
Penentuan sistem monodispers atau polidispers adalah sebagai berikut:
a. Tentukan 20-25 partikel dari seluruh sediaan.
b. Tentukan harga logaritma masing-maisng partikel.
c. Tentukan purata harga logaritma partikel dan harga standard deviasi (SD) purata
ybs.
d. Tentukan harga anti logaritma purata partikel ( = dgeometrik ) dan antilog SD purata
ybs (SDgeometrik).
e. Sistem disebut polidispers jika harga antilog SD > 1,2 dan monodispers jika
SDgeometrik < 1,2.
5. Buat kurva distribusi ukuran partikel dan tentukan harga diameter-diameter seperti
tersebut dibawah ini:
Length-Number Mean dengan rumus:
Keterangan:
n: jumlah partikel dalam tiap range ukuran partikel (size range).
d: rata-rata range ukuran (mid size) dalam micron.
Bahan yang dipakai adalah: amylum atau lycopodium.
11
Data Percobaan 2
Ukuran Partikel
NIM/NAMA
GOLONGAN/KELOMPOK
TANGGAL PRAKTIKUM
Size range Mid size Jml partikel dalam n.d n.d2 n.d3 n.d4
(µ) (d) tiap size (n)
..................................................................... .......................................................................
.. ..
NIM. NIM.
12
Percobaan 3
KOEFISIEN PARTISI
Tujuan:
Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah
dalam campuran kloroform-air.
Teori:
Koefisien partisi lipida-air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase
lipoid dan fase air setelah dicapai kesetimbangan.
Peranan koefisien partisi obat dalam bidang farmasi sangat penting. Teori-teori
tentang absorpsi, ekstraksi dan kromatografi banyak terkait dengan koefisien partisi.
Kecepatan absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini
disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida. Dengan
demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipida akan dengan mudah melaluinya.
Sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan sukar diabsorpsi. Obat-obat yang
mudah larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi lipida-air
yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan memiliki koefisien
partisi yang kecil.
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut
dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan
tergantung pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan (unionized) lebih mudah larut
dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis
tidak larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat
asam lemah atau basa lemah sangat besar.
Untuk menghitung fraksi obat yang tidak terionkan dapat digunakan persamaan
Handerson-Hasselbach, yaitu:
Untuk Asam Lemah:
13
Ada dua macam koefisien partisi:
Untuk koefisien partisi ini pada percobaannya harus memenuhi persyaratan kondisi
sebagai berikut:
a. Antara kedua pelarut benar-benar tidak dapat campur satu sama lain.
b. Bahan obatnya (solute) tidak mengalami ionisasi dan disosiasi.
c. Kadar obatnya relatif kecil (<0,01 M).
d. Kelarutan solute pada masing-masing pelarutan kecil.
Jika semua persyaratan tersebut dipenuhi, maka berlaku persamaan:
Apabila persyaratan TPC tidak terpenuhi, maka hasilnya adalah koefisien partisi
semu.
Dalam biofarmasetika dan pada berbagai tujuan yang lain, umumnya memiliki
kondisi non ideal dan tidak disertai koreksinya sehingga hasilnya adalah koefisien partisi
semu. Biasanya sebagai fase lipoid adalah oktanol, kloroform, sikloheksan, isopropil
miristat dan lain-lain. Fase air yang biasa digunakan adalah larutan dapar. Pada keadaan ini
berlaku persamaan:
14
Contoh perhitungan larutan asam salisilat yang dibuat pada pH 3,5 (Ka = 1,6×10-3).
Jika kadar total asam dan garamnya 0,01 M.
→ (H+) = 3,16×10-4
, jika (asam) = X → (garam) = 0,01 – X
15
e. Perlakukan dengan sama untuk larutan asam salisilat pH.4 dan pH.5.
f. Hitung masing-masing koefisien partisinya pada ketiga macam pH tersebut.
g. Buatlah kurva hubungan antara APC sebagai fungsi pH.
C
Jam (t)
Gambar 1. Kadar salisilat dalam fase air sebagai fungsi waktu pada percobaan
koefisien partisi
16
Cara perhitungan :
Hasil Percobaan
Volume Fase Air (mL) 25
Volume Fase Lipid (mL) 10
Kurva baku y = 0,1022x + 0,0048
1. ) X = = 0,716 mg /L
2.) C20 =
pH = - log [ H+ ]
3,00 = - log [ H+ ]
[ H+ ] = 1 x 10-3
[ H+ ] = Ka x
0,02 berasal dari molaritas asam salisilat pada larutan baku 400 ppm
Jika [ asam ]= x , dan [ garam ]= 0,02-x
1 x 10-3 = 1,06 x 10-3 x
= 0,943
= 0,002-0,943x
1,943x = 0,002
x = 0,001 M
Jadi konsentrasi asam salisilat pada pH 3 adalah 0,001
17
Kadar asam salisilat = M x BM
= 0,001 M x 138,12 gram/L
= 0, 14 gram/L = 140 mg/L
3.) APC
APC = = 0,486
1. ) Plot pH denga APC yang menunjukan kestabilan
Ex : pH 3 dengan APC yang stabil 0,19
Perhitungan APC pada pH 4 dan pH 5 sama seperti diatas
18
NIM/NAMA
GOLONGAN/KELOMPOK
TANGGAL PRAKTIKUM
Kurva APC Vs pH
pH APC
3
4
5
19
Gambar Grafik
Kadar Vs Waktu (pH 3)
APC vs Ph
20
Asisten jaga, Praktikan,
..................................................................... .......................................................................
.. ..
NIM. NIM.
21
Percobaan 4
Tujuan:
Mempelajari sifat alir suatu sedian cair.
Teori:
Rheology (Rheo = mengalir, logos = ilmu) adalah ilmu yang mempelajari sifat alir
berbagai cairan serta perubahan bentuk berbagai benda padat (Bingham dan Craford,
1929).
Dalam bidang farmasi peranan rheologi penting karena mengangkut stabilitas,
keseragaman dosis, keajekan hasil produksi serta tinjauan praktis dalam penggunaan
sediaan suspensi atau emulsi.
Pada dasarnya rheologi mempelajari hubungan antara tekanan gesek (shearing
stress) dengan kecepatan gesek (shearing rate) pada cairan, atau hubungan antara strain
dan stress pada benda padat.
Pada cairan newton hubungan antara shearing rate dan shearing stress memiliki
hubungan linear, dengan suatu tetapan yang dikenal dengan viskositas atau koefisien
viskositas. Namun demikian, pada cairan Non Newton, kedua besaran tersebut tidak
memiliki hubungan linear, dengan perkataan lain viskositasnya akan berubah-ubah
tergantung dari besarnya tekanan yang diberikan. Disamping itu beberapa tipe zat cair, jika
tekanan tersebut dihentikan, viskositas cairan tidak segera kembali ke keadaan semula.
Dalam hal yang demikian maka penentuan viskositas cairan kurang sekali manfaatnya,
sedangkan penentuan sufat alirnya justru banyak memberikan manfaat.
Untuk pengukuran sifat alir ini perlu suatu alat yang dapat diubah-ubah besarnya
shearing stress sehingga shearing rate nya dapat diamati atau shearing rate yang dapat
diatur, sehingga shearing stress nya yang diamati yang masing-masing dikenal sebagai
rotating viscosimeter, yaitu meliputi cup and bob viscosimeter dan cone and plate
viscosimeter. Bagan pokok komponen cup and bob viscosimeter ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
22
Gambar 1. Bagan komponen penting pada cup and bob viscosimeter. 1 = cup,
berupa wadah sampel yang tetap; 2 = bob, berupa rotor yang berputar; 3 = sampel;
4 = aliran yang dihasilkan; X = jarak antara cup dan bob; v = kecepatan alir; dy/dx =
kecepatan gradien atau shearing rate.
Dari hubungan antara shearing rate (dy/dx) dengan shearing stress dapat
dihasilkan rheogram. Berdasarkan tipe alir, cairan dapat dibagi menjadi:
1. Cairan Newton.
2. Cairan Non Newton.
a. Time independent: pseudoplastik, plastic, dilatan.
b. Time dependent: tiksotropi, reopeksi.
1. Aliran Newton
Disebut Aliran Newton jika shearing stress dengan shearing rate memiliki
hubungan tertentu yang disebut viskositas atau koefisien viskositas (ŋ) seperti yang
diuraikan pada percobaan 6.
Rheogram untuk tipe aliran Newton ini dapat dilihat pada gambar 2.
2. Aliran Pseudoplastik
Hubungan antara shearing rate (γ) dengan shearing stress (τ) dapat dinyatakan
dalam suatu persamaan berikut:
(1)
Dimana, N merupakan suatu bilangan yang harganya lebih dari satu dan tertentu. ŋ=
viskositas pseudoplastik.
23
Jika persamaan (1) dilogkan maka akan didapat persamaan:
(2)
(3)
Dari data percobaan dapat dibuat suatu kurva hubungan antara log γ dan log τ sehingga
didapat suatu persamaan garis, sehingga log η’ dan η’ dapat dihitung.
Grafik hubungan antara γ dengan τ untuk aliran pseudoplastik dapat dilihat pada gambar 3.
Terjadinya penurunan viskositas ini, disebabkan oleh ikatan antar partikel terlepas
oleh adanya pengadukan dihentikan.
Banyak bahan sediaan farmasi yang menunjukkan sifat alir pseudoplastik, misalnya
gom, tragakan, CMC, beberapa sediaan suspensi dan emulsi.
3. Aliran Plastik
Cairan dengan tipe alir plastik sering disebut sebagai Bingham Bodies dengan
rheogram seperti dilihat gambar 4.
24
Gambar 4. Tipe alir plastik (I), tipe alir Newton (II dan III).
Adanya shearing stress sampai x (yield value) dalam cairan belum ada aliran. Pada
kondisi ini system dianggap bersifat padat. Aliran baru terkjadi setelah shearing stress
melampaui yield value. Tipe alir ini dijumpai pada suspensi dan gel.
4. Aliran Dilatan
Suatu cairan yang menunjukkan bertambahnya tahanan waktu shearing rate
dipertinggi atau viskositasnya meningkat dengan naiknya kecepatan pengadukan. Hal ini
terjadi karena pengaruh pengadukan menyebabkan terbentuknya struktur dari hasil
penggabungan antar partikel.
Rheogram aliran tipe dilatan dapat dilihat pada gambar 5.
25
5. Aliran Tiksotropi
Beberapa zat, partikel-pertikelnya ada kecenderungan untuk membentuk ikatan
dalam suatu struktur gel. Jika zat tersebut diaduk, struktur bentuknya pecah, rusak dan
setelah pengaruh pengadukan ditiadakan, pembentukan kembali struktur semula tidak
segera terbentuk. Untuk pembentuk tersebut perlu waktu. Pembentukan gel-gel tergantung
dari besarnya gangguan mekanik.
Rheogram tipe alir tiksotropi ini dapat dilihat pada gambar 6a dan 6b.
Gambar 6a. Aliran tipe pseudoplastik tiksotropi (1) dan plastic tiksotropi (2).
Gambar 6b. Pengaruh lama pengadukan terhadap rheogram suatu cairan yang memiliki
sifat tiksotropi.
26
dilakukan menggunakan berbagai spindel dan kecepatan putar. Persyaratan uji viskositas
untuk lotion calamine yang ditentukan oleh internal perusahaan adalah 2000-4000 cps.
Prosedur :
1. Bebaskan lotion dari udara yang terperangkap dengan cara mengetuk-ngetuk wadah
dengan lembut di atas meja. Letakkan di tempat sampel.
2. Hidupkan daya.
3. Autozero viskometer.
4. Di Layar Uji Viskositas, pilih spindle (no. 3) dan kecepatan (30 rpm).
5. Konfirmasi pengukuran single point dengan mengatur waktu akhir di 00:00:00.
6. Celupkan spindel ke dalam sampel hingga batas yaitu pertengahan lekukan poros.
7. Pasang spindel ke mur kopling.
8. Tekan tombol Run. Layar akan berubah menjadi Running Viscosity Test
9. Saat siap merekam hasil pengukuran, tekan Stop Test
10. Konfirmasi kesesuaian hasil viskositas yang diperoleh dengan persyaratan.
27
Data Percobaan 4
NIM/NAMA
GOLONGAN/KELOMPOK
TANGGAL PRAKTIKUM
28
5. Pilih kondisi uji (no. spindel dan rpm) yang mempunyai KR terkecil.
..................................................................... .......................................................................
.. ..
NIM. NIM.
29
Percobaan 5
PENENTUAN KELARUTAN
TUJUAN
Menentukan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
TEORI
Kelarutan mempunyai dua pengertian. Secarakuantitatif,kelarutanadalah
konsentrasi solutedalamlarutanjenuhnyapadasuhudantekanantertentu. Sedangkan
secara kualitatif, kelarutan adalah interaksi spontan dua atau lebih bahan untuk
membentu suatu disperse molekuler yang homogen. Larutan jenuh adalah larutan
dimana solute berada dalam kesetimbangan dengan fase padat. Kelarutan dinyatakan
dalam satuan milliliter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat. Misalnya 1 gram
asam salisilat akan larut dalam 550 ml air. Kelarutan juga dapat dinyatakan dalam
satuan molalitas, molaritas, dan persen. Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan
pasti, kelarutan dapat ditunjukan dengan istilah sebagai berikut :
Satuan sediaan obat yang diberikan secara oral di dalam saluran cerna harus
mengalami proses pelepasan dari bentuk sediaannya kemudian zat aktifnya melarut
baru kemudian zat tersebut diabsorpsi. Proses pelepasan zat aktif dari bentuk
sediaannya dan bentuk dan proses pelarutan zat aktif sangat dipengaruhi oleh sifat –
sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasi sediaannnya. Salah satu sifat zat aktif
30
yang penting untuk diperhatikan adalah kelarutan, karena pada umumnya zat baru
dapat diabsorpsi setelah zat tersebut terlarut dalam cairan saluran cerna. Oleh karena
itu salah satu usaha untuk mempertinggi ketersediaan hayati suatu sediaan adalah
dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain:
1. pH dantemperatur
2. jenispelarut
3. bentukdanukuranpartikel
4. konstantadilelektrikpelarut
5. adanya zat lain: surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis
PengaruhKonstantaDielektrik
Telah diketahui bahwa kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas
pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat
– zat polar, sedangkan zat – zat non polar sukar larut di dalamnya. Begitu pula
sebaliknya.
Besarnya tetapan dielektrik ini menurut Moore dapat diatur dengan
penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil
penjumlahan dari tetapan dielektrik masing – masing yang sudah dikalikan dengan %
volume masing – masing komponen pelarut.
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan
dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan
pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat
disebut co-solvent.
Kosolven umumnya merupakan pelarut semi polar yang memiliki gugus polar
(hidroksil) dan gugus non polar (rantai karbon).
Suatupelarutdapatdijadikankosolvendengansyarat:
1. Memiliki perbandingan yang seimbang antara gugus polar dengan gugus
non polarnya.
2. Memiliki harga tetapan dielektrik yang terletak antara harga tetapan
dielektrik zat dan pelarut.
Pelarut yang dapat digunakan sebagai kosolven antara lain: alkohol, gliserin,
dietilenglikol, propilenglikol, dan sorbitol.
31
Cara Kerja
1. Buat campuran pelarut seperti yang tertera pada tabel dibawah ini :
Pelarut Air (%v/v) Alkohol (%v/v) Propilenglikol (%v/v)
A 60 0 40
B 60 5 35
C 60 10 30
D 60 15 25
E 60 20 20
F 60 30 10
G 60 35 5
H 60 40 0
32
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
PERCOBAAN . PENENTUAN KELARUTAN
NIM/NAMA
GOLONGAN/KELOMPOK
TANGGAL PRAKTIKUM
33
0,07
0,08
Kesimpulan : Pelarut yang akan digunakan untuk meningkatakan kelarutan teofilin adalah
pelarut A/B/C/D/E* Alasanya :
..................................................................... .......................................................................
.. ..
NIM. NIM.
34
Percobaan 6
STABILITAS OBAT
Tujuan:
Mempelajari kinetika suatu reaksi kimia dan menentukan waktu kadaluarsa obat.
Teori:
Para pembuat obat harus tau waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat ada
hubungannya dengan stabilitas obat, yaitu dengan kecepatan terurainya obat atau
kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya dan
faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat
disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies atau perpindahan atom-atom
dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi.
Kecepatan dekomposisi obat ditunjukkan oleh kecepatan perubahan konsentrasi
mula-mula satu atau lebih reaktan dan ini dinyatakan sebagai harga resiprok dari detik,
menit, atau jam.
Dalam suatu orde reaksi kecepatan terurainya suatu zat dapat diikuti reaksi orde I
ataupun orde II, yang persamaan reaksinya seperti tercantum di bawah ini:
Dimana:
K = tetapan kecepatan reaksi
C0 = konsentrasi mula-mula zat
C = konsentrasi pada waktu t
X = jumlah obat yang terurai pada waktu t
C = C0-X = konsentrasi mula-mula jumlah yang terurai pada waktu t
Pada tahun 1889 Arrhenius menemukan persamaan yang menyatakan hubungan antara
pengaruh temperature terhadap kecepatan reaksi suatu reaksi orde-I:
35
Dimana:
Ea = tenaga aktivasi (tenaga yang dibutuhkan agar suatu molekul dapat
bereaksi).
A = suatu tetapan yang berhubungan dengan frekuensi tabrakan antara
reaktan-reaktan.
R = tetapan gas (2,0 kalori/derajat/molar)
T = temperature absolute (C0 + 273)
Untuk menentukan kecepatan dekomposisi suatu zat atau obat, digunakan metode
elevated, terurainya zat atau obat tersebut dipercepat dengan memanaskannya pada
temperature yang lebih tinggi. Log k versus 1/T dinyatakan dalam grafik dan dengan
menentukan persamaan garis regresi linear akan didapatkan harga k pada temperature
kamar untuk menentukan waktu kadaluwarsa obat. Metode ini dikenal sebagai studi
stabilitas yang dipercepat.
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
Untuk t90%:
ln (100)%/(100-10)% (11)
ln 100/90 = kt90% (12)
0,105 = kt90% (13)
t90% = 0,105/k (14)
Cara kerja:
A.1. Timbang 0,2 g asetosal, larutkan dalam 15 ml alkohol, kemudiam diencerkan dengan
aquadestilata sampai 250 mililiter. Masukkan masing-masing 10,0 ml larutan di atas
ke dalam 5 tabung reaksi, panaskan di atas penangas air pada suhu 40oC. Setelah
tercapai suhu yang dikehendaki, setiap 10 menit ambil 1 tabung kemudian dinginkan
dalam es, demikian seterusnya hingga tabung ke-5. Pada tiap-tiap tabung tambahkan
36
0.1 ml larutan ferri nitrat 5 % dalam asam nitrat 10% , gojog hingga homogen, baca
resapan tiap larutan tersebut pada λ 525 nm. Lakukan juga percobaan tersebut
menggunakan suhu penangas air 55oC.
37
Data Percobaan 7
Stabilitas Obat
NIM/NAMA
GOLONGAN/KELOMPOK
TANGGAL PRAKTIKUM
Data:
Pemanasan 40o/55o C
Sampel Waktu Resapan (Y) Asetosal (X)
1
2
3
4
5
..................................................................... .......................................................................
.. ..
NIM. NIM.
38
39
Lampiran 1
Jadwal Pelaksanaan Praktikum
40
Lampiran 2
Nama Asisten Jaga
41
Lampiran 3
Nama Asisten Pendamping Materi
42
Lampiran 3
Laporan Sementara / Laporan Akhir
Praktikum Farmasi Fisika
P 1/2/3/4/5/6:……………………………….(dituliskan judul praktikum)
Nama :
NIM :
Golongan :
43