Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

1. C (konsentrasi) = = = 1000 μg/ml ~ 1000 ppm

2. C setelah pengenceran = x konsentrasi awal

= x 1000 ppm

= 20 ppm

3. a =

= 0,0352

4. Cmin =

= 5,6818 ~ 6

Cmax =

= 22,7272 ~ 23

5. Perhitungan Kurva

Volume baku primer yang diambil = x 100 ml


 Labu 1 = x 100 ml = 0,7 ml

 Labu 2 = x 100 ml = 1,1 ml

 Labu 3 = x 100 ml = 1,5 ml

 Labu 4 = x 100 ml = 1,9 ml

 Labu 5 = x 100 ml = 2,3 ml

6. Kurva Kalibrasi

X Y
7 0,285
11 0,447
15 0,551
19 0,650
23 0,849
a = 0,0572
b = 0,0332
r = 0,9919

y = bx ± a

0,412 = 0,0332x + 0,0572


0,412 – 0,0572 = 0,0332x
0,3548 = 0,0332x
x = 10,6867 μg/ml
mg dalam sampel = x . faktor pengenceran

= 10,6867 μg/ml x 100 ml x

= 35622,3333 μg
= 35,6225 mg

%kadar = x 100%
= x 100%

= 35,6225%

%kesalahan = x 100%

= x 100%

= -11,8909%

B. Pembahasan
Praktikum kali ini membahas tentang Penetapan Kadar pada Spektrofotometer UV. Dimana
tujuan dari percobaan ini yang harus dipakai adalah pembuaatan spektrum untuk menentukan
panjang gelombang maksimum, kurva kalibrasi, dan penetapan kadar tetrasiklin secara
spektrofotometer UV.
Pada percobaan pertama yaitu pembuatan spektrum yang dilakukan untuk menentukan
panjang gelombang maksimum. Cara kerjanya yaitu dibuat tetrasiklin 20 ppm, diukur pada panjang
gelombang 200-400 nm. Dengan melihat data yang ada, dapat disimpulkan panjang gelombang
maksimum adalah 270,40 nm, karena memiliki nilai absorbansi tertinggi dan mendekati literatur
yang menyatakan bahwa tertrasiklin mempunyai spektrum ultra violet dalam suasana asam pada
panjang gelombang 270 nm.
Pada percobaan ini, panjang gelombang 270,40 nm digunakan sebagai panjang gelombang
untuk menganalisis kadar tetrasiklin di dalam larutan karena pada panjang gelombang ini
absorbansi sinar mempunyai nilai maksimal. Dengan kata lain, pada panjang gelombang ini, sinar
yang dipancarkan oleh spektrofotometer paling banyak diserap oleh larutan. Oleh karena itu,
pengukuran pada panjang gelombang 270,40 nm in menghasilkan pengukuran yang akurat. Panjang
gelombang ini juga termasuk dalam rentang panjang gelombang daerah ultra violet (200-400 nm).
Alat yang digunakan untuk menentukan kadar tetrasiklin ini adalah spektrofotometer UV.
Spektrofotometer UV merupakan salah satu metode analisis yang dilakukan dengan panjang
gelombang 200-400 nm. Pada pengukuran kali ini tidak diberikan reaksi warna karena zat yang
dapat dianalisis menggunakan spektrofotometer UV adalah zat dalam bentuk larutan dan zat
tersebut tidak tampak berwarna.
Prinsip spektrofotometer UV yaitu jika suatu molekul dikenai suatu radiasi ultra violet pada
panjang gelombang yang sesuai, maka molekul tersebut akan mengabsorpsi cahaya UV yang
mengakibatkan transisi elektronik yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar
berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang saat absorpsi yang terjadi bergantung pada kekuatan
elektron yang terikat dalam molekul.
Tetrasiklin merupakan obat antibiotik. Pemerian tetrasiklin yaitu serbuk hablur, kuning dan
tidak berbau. Tetrasiklin sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam larutan asam encer dan
larutan alkali hidroksida, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.
(Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995)

Struktur Tetrasiklin

Tetrasiklin dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer karena dalam strukturnya


diketahui bahwa tetrasiklin memiliki gugus kromofor dan ausokrom yang menyebabkan senyawa
dapat menyerap radiasi UV ataupun visible.
Gugus kromofor adalah ikatan atau gugus fungsi spesifik dalam molekul yang bertanggung
jawab atas penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu. Gugus kromofor pada tetrasiklin
yaitu C=O dan C=C (memiliki ikatan rangkap terkonjugasi). Sedangkan gugus ausokrom adalah
gugus fungsi dalam suatu molekul yang dapat mempengaruhi absorpsi radiasi gugus kromofor.
Gugus ausokrom pada tetrasiklin yaitu –OH dan –NH 2. Jika gugus ausokrom terdelokalisasi ke
gugus kromofor maka intensitas absorbansi akan meningkat dan terjadi pergeseran batokromik atau
hipsokromik.
Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa konsentrasi suatu zat berbanding lurus dengan
jumlah cahaya yang diabsorpsi.

A = a.b.c
Ket;
A = absorbansi
a = daya serap
b = tebal kuvet (1 cm)
c = konsentrasi
Pada penentuan daya serap (a) diperoleh sebesar 0,0352
Pada percobaan kedua yaitu pembuatan kurva kalibrasi. Larutan awal dipipet dengan
volume yang berbeda , yaitu 0,7 ml; 1,1 ml; 1,5 ml; 1,9 ml dan 2,3 ml ke dalam labu ukur 100 ml
hingga diperoleh larutan baku dengan 5 variasi konsentrasi berturut-turut, yaitu 7 ppm; 11 ppm; 15
ppm; 19 ppm; dan 23 ppm. Ke dalam masing-masing labu ukur tersebut ditambahkan HCL 0,1 N
hingga volume 100 ml. HCL 0,1 N digunakan sebagai pelarut karena sesuai dengan literatur
Farmakope Indonesia Edisi IV yang menyatakan bahwa tetrasiklin mudah larut dalam larutan asam
encer.
Dari data yang didapatkan, dibuat table kurva kalibrasi standar. Dari data pada tabel, terlihat
bahwa semakin besar konsentrasi suatu larutan, semakin besar pula nilai absorbansinya, sehingga
kurva yang dihasilkan linear dengan persamaan y = 0,0332x + 0,0572. Persamaan ini digunakan
untuk menghitung kadar tetrasiklin dalam sampel. Dimana (y) menyatakan nilai pengukuran
absorbansi dan (x) menyatakan kadar tetrasiklin dalam sampel.
Konsentrasi tetrasiklin dalam sampel dapat diketahui dari absorbansinya, dengan
menghitung nilai x dari persamaan linear kurva standar, sehingga diperoleh sebesar 10,6867 μg/ml
dan %kadar yang didapatkan sebesar 35,6225%.

Kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi


Absorbansi

0,849

0,650
0,551
0,447

0,285

7 11 15 19 23 konsentrasi

Dari kurva diatas, terlihat bahwa semakin besar konsentrasi suatu larutan, semakin besar pulai nilai
absorbansinya.

Anda mungkin juga menyukai