ANALISIS FISIKOKIMIA
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan
dalam menyelesaikan laporan ini dengan judul “Analisis kualitatif dan kuantitatif bahan baku paracetamol
dengan metode spektrofotometri uv-vis” Tujuan kami membuat laporan ini adalah untuk menambah
wawasan dan pengetahuan serta untuk lebih memahami tentang materi yang kami praktikumkan pada
mata kuliah Analisis Fisikokimia. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai
Kami menyadari bahwa dalm penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan baik dari segi penyajian, bahasa maupun dari segi materi. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun dari asisten maupun
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaklumi. Atas
Penyusun
I. TUJUAN PRATIKUM
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan analis kualitatif dan kuantitatif bahan baku dengan
metode kromatografi cair kinerja tinggi
II. TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan dari percobaan ini :
1. Melakukan analisis kualitatif bahan baku dengan metode spektrofotometri UV-Visible.
3. Menyimpulkan mutu bahan baku dengan data spectrum UV-Visible dan hasil penetapan kadar.
1. Aspek Kualitatif
Data spektra UV-Vis bila digunakan secara tersendiri, tidak dapat digunakan unutk
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi, bila digabung dengan cara lain
seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan spektroskoppi massa, maka
dapat digunakan untuk maksud analisis kualitatif suatu senyawa tersebut.
Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang
maksimal, intensitas, efek, pH, dan pelarut yang kesemuanya dapat dibandingkan dengan
data yang sudah dipublikasikan.
Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya :
a. Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah bagaimana
perubahannya apakah batokromik ke hipsokromik dan sebaliknya atau dari hipokromik
ke hiperkromik, dsb.
b. Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol atau obat-obat yang berisi
ausokrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin, siklizin, dan pensiklidin.
2. Aspek Kuantitatif
Suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel (cuplikan) dan intensitas sinar
radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding
dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang per detik.Serapan dapat
terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan
energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga.
Parasetamol:
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesic dan antipiretik yang populer
dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam.
Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesic salesma dan flu. Ia aman dalam
dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja
sering terjadi. Struktur molekul parasetamol Parasetamol (Asetaminofen) merupakan salah
satu obat yang paling banyak digunakan sehari-hari. Obat ini berfungsi sebagai pereda
nyeri dan penurun panas. Setelah berpuluh tahun digunakan, parasetamol terbukti sebagai
obat yang aman dan efektif. Tetapi, jika diminum dalam dosis berlebihan (overdosis),
parasetamol dapat menimbulka kematian. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti
aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak
tergolong dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti
permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus
pada janin.
Parasetamol dapat dijumpai di dalam berbagai macam obat, baik sebagai bentuk
tunggal atau berkombinasi dengan obat lain, seperti misalnya obat flu dan batuk.
Antidotum overdosis parasetamol adalah N-asetilsistein (N-acetylcysteine, NAC).
Antidotum ini efektif jika diberikan dalam 8 jam setelah mengkonsumsi
parasetamol dalam jumlah besar. NAC juga dapat mencegah kerusakan hati jika diberikan
lebih dini. Overdosis parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati. Jika kerusakan
sangat berat, mungkin perlu transplantasi hati agar korban bisa bertahan hidup.
B. Spektrofotometri ultra violet dan visibel adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultra
violet (200-350) dan sinar tampak (350-800 nm) oleh suatu senyawa. Gugusan atom pada
molekul yang mengabsorpsi radiasi disebut gugus kromofor yang merupakan ikatan kovalen
tidak jenuh.
C. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm)
dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Spektroskopi UV/VIS merupakan metode penting yang mapan, andal dan akurat.
Dengan menggunakan spektroskopi UV/VIS, substansi tak dikenal dapat
diidentifikasi dan konsentrasi substansi yang dikenal dapat ditentukan. Pelarut
untuk spektroskopi UV harus memiliki sifat pelarut yang baik dan memancarkan
sinar UV dalam rentang UV yang luas.
Spektrofotometer Uv-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Spektrofotometer sesuai dengan namanya merupakan alat yang terdiri
dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan
untuk mengukur energi cahaya secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu
spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar tampak yang sinambung dan
monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk mengukur perbedaan absorbsi antara
cuplikan dengan blanko ataupun pembanding.
Spektrofotometer Uv-Vis merupakan spektrofotometer yang digunakan untuk
pengukuran didaerah ultra violet dan didaerah tampak. Semua metode
spektrofotometri berdasarkan pada serapan sinar oleh senyawa yang ditentukan,
sinar yang digunakan adalah sinar yang semonokromatis mungkin.
Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari sekian
banyak instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.
Spektrofotometer umum digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa
begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel
apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa.
Spektrofotometri UV/Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spetrofotometer UV/Vis lebih banyak dpakai
ntuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif.
Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet
(200–350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan
cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi
elektron- elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.
D. Absorbsi
Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi
electron-electron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang
sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan
radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi
yang disumbangkan oleh foton-foton memungkinkan electron-electron itu
mengatasi kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital baru yag lebih tinggi
energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak karena
mereka mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat
dieksitasi ke
tingkat energi yang lebih tinggi.
Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang
diskrit sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam namun ternyata berbeda.
Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang
gelombang yang lebar. Ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan
eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi
elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke subtingkat
apa saja dari keadaan eksitasi. Karena berbagi transisi ini berbeda energi sedikit
sekali, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan
menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spectrum itu.
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada
konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.
Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang
gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika
satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar
-1
dan disimbolkan dengan ε dengan satuan M cm-1 atau liter.mol-1cm-1. Jika c
dinyatakan dalam persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat
1% 1%
ditulis dengan
1cm E A (Gandjar dan Rohman, 2007).
a. Single-beam instrument
Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif
dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang
tunggal. Single-beam instrument mempunyai beberapa
keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi
biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa
instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk
pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang
gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling
tinggi adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1996).
b. Double-beam instrument
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang
190 sampai 750 nm. Double-beaminstrument dimana mempunyai
dua sinar yang dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V
yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan
blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel,
mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan
yang ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat
pembaca (Skoog, DA, 1996)
V. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
B. Bahan
Baku pebanding parasetamol yang diperoleh dari industri farmasi, bahan baku
A. ANALISIS KUALITATIF
1. Larutan Standar
labu takar 100 Ml. Larutkan dalam HCL 0,1 N dalam metanol ( 1 dalam 100).
Kocok larutan hingga homogen. Pipet 1,0 ml larutan tersebut ke dalam labu
takar 10 ml. Encerkan dengan HCL 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100).
takar 10 ml.
2. Larutan uji
takar 100 ml. Larutkan dalam HCl 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100).
Kocok larutan hingga homongen. Pipet 1,0 ml larutan tersebut ke dalam labu
takar 10 ml. Encerkan dengan HCl 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100). Pipet
larutan standar dan larutan uji harus menunjukkan panjang gelombang (λ)
1. Larutan Standar
labu takar 100 ml. Tambahkan 10 ml metanol ke dalam labu takar. Encerkan
dengan air destilasi hingga tanda batas. Kocok larutan hingga homogen
baku pembanding ke dalam labu takar 100 ml. Encerkan dengan air destilasi
hingga tanda batas. Diperoleh satu seri larutan standar dengan konsentrasi
2. Larutan uji
PARACETAMOL)
= 12, 3554 g
= 0, 0506 g = 50, 6 mg
1
= HCL 0,1 N x 500 ml = 5 ml
100
Hasil pengukuran :
= 0,0501 g = 50,1 mg
1
= 5 ml HCL 0,1 N ( x 500 ml = 5 ml )
100
batas.
Hasil pengukuran :
nm.
PARACETAMOL)
= 12,3345 g
W (mg)
Ppm : PPM nyata berdasarkan penimbangan baku pembanding
V (L)
paracetamol
29,9 mg
Ppm :
0,1 L
a. C1 V1 = C2 V2
299. 0,1 = C2 . 10
C2 = 2,99 Ppm
b. C1 V1 = C2 V 2
299. 0,15 = C2 . 10
C2 = 4,485 Ppm
c. C1 V1 = C2 V2
299. 0,2 = C2 . 10
C2 = 5,98Ppm
d. C1 V1 = C2 V2
299. 0,25 = C2 . 10
C2 = 7,475 Ppm
e. C1 V1 = C2 V2
299. 0,3 = C2 . 10
C2 = 8,97 Ppm
f. C1 V1 = C2 V2
299. 0,35 = C2 . 10
C2 = 10,465 Ppm
g. C1 V1 = C2 V2
299. 0,4 = C2 . 10
C2 = 11,96 Ppm
Hasil pengukuran
kalibrasi :
Y = 0,06377 x + 0,02457
R = 0, 96996
X = (y-a) / b
X = (0,023-0,02457) / 0,06377
X = - 0,0246 ppm
one point.
Cu = Au x Cs
As
Cu = 0,34 ppm
Keterangan :
Cu = kons. Sampel
Cs = kons. Standar
Au = abs. sampel
Cs = abs. standar
VIII. PEMBAHASAN
Pada pratikum kali ini dilakukan Analisis secara Kualitatif dan Kuantitatif
dari bahan baku yang digunakan yaitu bahan baku pembanding parasetamol yang
diperoleh dari industry farmasi. Dalam percobaan ini digunakan alat yaitu gelas ukur, kuvet,
neraca analitik, spektrofotometri UV-VIS, spatel, kaca arloji, corong. Sedangkan bahan yang
digunakan yaitu aquadest, parasetamol HCL 0.1 N dalam metanol. Penggunaam metanol
sebagai pelarut karena paracetamol larut dalam metanol. Selain itu juga, diketahui methanol
memiliki serapan pada panjang gelombang dibawah 210 nm, sehingga metanol akan
meneruskan atau tidak akan menyerap sinar dengan panjang gelombang diatas 210 nm,
akibatnya methanol tidak akan mengganggu spectrum serapan dari paracetamol. Penggunaan
HCl untuk pembuatan larutan dalam analisis kualitatif ini sebagai pereaksi geser karena
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Bahan Baku Parasetamol dengan Metode Spektrofotometri
UV-Sinar Tampak didapatkan kadar sampel parasetamol yang diuji sebesar – 0,245 %. Dalam
praktikum ini, dilakukan uji kualitatif terlebih dahulu yang bertujuan untuk mendapatkan
panjang gelombang maksimum dari zat aktif parasetamol yang diuji menggunakan larutan baku
membuat kurva baku larutan standar dari beberapa seri konsentrasi larutan yang dibuat. Setelah
itu, dilakukan analisis kuantitatif untuk menguji kadar sampel parasetamol. Hasil yang
didapatkan bernilai negatif yang artinya sangat kecil kadar sampel parasetamol yang diuji. Hal
ini dapat disebabkan oleh kurang telitinya praktikan pada saat penimbangan ataupun pemipetan,
sehingga kadar sampel parasetamol yang didapatkan bernilai negatif. Jika dilihat dari data
penimbangan bahan baku standar parasetamol dan sampel, ketelitian dalam penimbangan sudah
cukup baik. Jadi bisa dikatakan kesalahan bisa terletak pada saat pemipetan dan pengenceran.
Analisis kuantitatif pada praktikum ini dilakukan dengan menggunakan metode kurva
kalibrasi dan metode one point. Pada metode kurva kalibrasi didapatlah kadar sampel
paracetamol yaitu 0,74596 ppm, sedangkan pada metode one point didapatlah kadar
IX. KESIMPULAN
https://www.academia.edu/29772706/LAPORAN_MAI_1_Analisis_Kualitatif_Dan_Kuantita
tif_Bahan_Baku_Parasetamol_.doc
http://zhenarifin2014.blogspot.co.id/2015/12/laporan-praktikum-analisis-
fisikokimia_38.htmldiakses pada 20 Desember 2016 jam 14.00
http://nespharma.blogspot.co.id/2015/02/laporan-spektrofotometri-uv-vis.htmldiakses pada
20 Desember 2016 jam 14.50
http://pratiwiary.blogspot.co.id/2014/06/v-behaviorurldefaultvmlo.htmldiakses pada 20
Desember 2016 jam 17.00
https://www.academia.edu/29772706/LAPORAN_MAI_1_Analisis_Kualitatif_Dan_Kuantita
tif_Bahan_Baku_Parasetamol_.doc
TINGGI
III. PRINSIP
kepolarannya , alatnya terdiri dari kolom (sebagai fase diam) dan larutan tertentu
perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantaranya dua fase, yaitu
fase diam (stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat padat
atau zat cair, sedangkan fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas. Dalam
kromatografi fase bergerak dapat berupa gas atau zat cair dan fase diam dapat berupa
kromatografi, campuran tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada salah
satu ujung media porus seperti adsorben, yang disebut alas atau landasan
kromatografi. Zona campuran kemudian digerakan dengan larutan suatu cairan atau
gas yang bergerak sebagai pembawa, melaui media porus tersebut, yang berupa
yang berbeda (differential migration) dan dengan demikian, akan sampai pada ujung
lain dari alas tersebut pada waktu yang berlainan, dan dengan demikian terjadilah
pada zaman instrumen dan elektronika. Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap
campuran dimana semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti, suhu
tekanan uap yang dipakai untuk proses pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian
diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu teknik kromatografi yang
dimana fasa gerak dan fasa diamnya menggunakan zat cair adalah HPLC (High
maupun analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada
pengukuran luas area standar. Pada prakteknya, metode pembandingan area standar
dan sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu
dimeter. KCKT berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC menggunakan kolom
dengan diameter kecil, 2-8mm dengan ukuran partikel penunjang penunjang 50mm,
HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan, keinginan
memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum era peralatan yang
sampel yang lebih kecil, waktu elusi yang beberapa jam (Underwood, Day. 2002 :
553).
4. Kolom (Column)
Kolom merupakan jantung dari HPLC, sebab kunci keberhasilan analisis
sangat tergantung pada efisiensi kolom sebagai alat untuk memisah-misahkan
senyawa dalam campuran yang kompleks. Kolom terbuat dari stainless steel
yang dibor halus atau dari gelas. Ada dua jenis packing kolom yang telah
digunakan dalam kromatografi cair. yaitu berupa partikel porous dan partikel
pelliculer.
5. Detektor
Setelah sampel melewati kolom maka komponen-komponennya akan terpisah-
pisah dan keluar dari kolom dengan waktu yang berbeda-beda. Komponen
yang sudah terpisah ini secara berturut-turut akan melewati suatu detektor dan
akan dibaca kadarnya. Detektor yang digunakan harus sesuai dengan jenis zat
yang dianalisis.
a. Detektor UV
Prinsip kerja detektor ini adalah spektrophotometri abssorbsi. Sampel yang
dianalisis harus menyerap sinar UV. Panjang gelombang sinar UV yang
biasa digunakan adalah 254 nm.
b. Detektor Fluoresensi
Prinsip kerja detektor ini adalah spektrophotometri. Detektor ini lebih
sensitif daripada detektor UV. Pemakaian sumber sinar laser akan
memberikan sensitivitas yang sangat tinggi. Derivatisasi sering dilakukan
terhadap asam amino.
c. Detektor Indeks Refraksi (Refraksi Index Detector = RID)
Detektor ini bekerja atas dasar perbedaan indeks refraksi sampel dengan
solvent. Semua larutan suatu zat mempunyai indeks bias yang spesifik,
oleh karena itu detektor ini dapat digunakan untuk hampir semua zat.
6. Recorder
Hasil pembacaan detektor kemudian diolah oleh suatu processor
kemudian dikirim ke recorder. Recorder akan membuat suatu tampilan. Dalam
kromatografi tampilan ini disebut chromathogram. Untuk HPLC dilengkapi
seperangkat software yang dapat menghitung luas kromatogram dan bahkan
sekaligus menghitung kadarnya.
HPLC sering digunakan antara lain untuk menetapkan kadar senyawa
aktif pada obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk- produk
degradasi dalam sediaan farmasi. Keterbatasan metode HPLC ini adalah untuk
identifikasi senyawa, kecuali jika HPLC dihubungkan dengan spektometer
massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah sampel sangat kompleks maka
resolusi yang baik sulit diperoleh.
Parasetamol adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus
kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar
UV. Karakteristik senyawa ini memungkinkan analisis dengan teknik HPLC
menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar seperti
methanol/ air. Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Konsentrasi tertinggi plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa
paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh tubuh. Dalam
plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma. Parasetamol digunakan
sebagai analgesik dan antipiretik (Sumar, 1994)
1. Alat Percobaan
HPLC Agillent, alat alat gelas yag lazim digunakan di laboratorium analisis.
2. Bahan
Baku pembanding paracetamol yang di peroleh dari industry farmasi, bahan baku
Untuk menilai apakah sistem kromatografi yang diset sudah memenuhi syarat
atau tidak, maka dilakukan uji kesesuaian sistem. Uji dilakukan dengan
KCKT, selanjutnya luas area standar, waktu retens, factor ikutan dhitung nilai
simpangan baku relative luas area standar, waktu retensi, factor ikutan dihitung
nilai simpangan baku relatf (SBR)nya. Uji kesesuaian sistem dinyatakan memenuhi
2. Analisis kualitatif
a. Larutan standar
Timbang dengan seksama 25 mg bahan baku pembanding paracetamol ke
dalam labu takar 50 ml. encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Kocok
larutan hingga homogen. Pipet 1,0 ml larutan kedalam labu takar 10 ml.
encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Saring larutan dengan
b. Larutan uji
50 ml. encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Kocok larutan hingga
homogeny. Pipet 1,0 ml larutan ke dalam labu takar 10 ml. Encerkan dengan
fase gerak hingga tanda batas. Saring larutan dengan membran filter PTFE
uji dan larutan standar. Waktu retensi puncak larutan uji harus sama dengan
3. Analisis kuantitatif
a. Larutan standar
kedalam labu takar 50 ml. encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas.
kalibrasi. Pipet masing masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; dan 1,2 ml larutan stok
baku pembanding kedalam labu takar 10 ml. encerkan dengan fase gerak hingga
tanda batas. Saring larutan dengan membrane filter PTFE ukururan 0,45µm.
larutan siap untuk di injeksikan kedalam alat KCKT. Hitung konsentrasi masing
b. Larutan uji
50 ml.encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Kocok larutan hingga
homogeny. Pipet 1,0 ml larutan kedalam labu takar 10 ml. encerkan dengan fase
gerak hingga tanda batas. Saring larutan dengan membrane filter nilon ukuran
uji. Catat luas area kromatogram. Masing masing larutan standar dan larutan uji
Lu
Cu = ×Cs
Ls
Metanol 60 : aquadest 40
Fase gerak 600ml
60
Metanol = ×600=360 ml
100
40
Aquadest = ×600=240 ml
100
50
50mg/50ml = =1000 ppm
0,05
V1.1000=10.5 V1.1000=10.20
V1.1000=50 200
V1= =0,2 ml ×1000=200 m
1000
50
V1= =0,05 m×1000=50
1000 Kafein standar 25 ppm
V1.N1=V2.N2 V1.1000=10.25
V1.1000=10.15 250
V1= =0,25 ml ×1000=250 m
1000
150
V1= =0,15 ml ×1000=150 m
1000
Dik :
Y= luas area
Y=bx + a
511586,6 = 104186 x
511586,6
X= =4,910320004 ppm
104186 x
2500000
2000000
Luas Daerah
1500000
1000000
Luas Daerah
500000
0
5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm 25 ppm
Konsentrasi zat Standar
5 ppm V1.1000=10.15
V1.N1=V2.N2 1000.V1=150
V1.1000=10.5 150
V1= =0,15 ml=150 ml
1000
1000.V1=50
20 ppm
50
V1= =0,05 ml=50 ml
1000 V1.N1=V2.N2
10 ppm V1.1000=10.20
V1.N1=V2.N2 1000.V1=200
V1.1000=10.10 200
V1= 0,2 ml=200 m
1000
1000.V1=100
25 ppm
100
V1= =0,1 ml=100 ml
1000 V1.N1=V2.N2
15 ppm V1.1000=10.25
1000.V1=250
250
V1= =0,25 ml=250 m
1000
30 ppm
V1.N1=V2.N2
V1.1000=10.30
1000.V1=300
300
V1= =0,3 ml=300 m
1000
Perhitungan perbandingan
Metanol 60 : aquadest 40
60
Metanol = ×600=600=360 ml
100
40
Aquadeest = ×600=240 ml
100
Y=bx + a
6,579=104186x-474919
6,579+474919=x 104186
474,925,579/104186= X
X = 4,559 ppm
2500000
2000000
Luas Daerah
1500000
1000000
Luas Daerah
500000
0
5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm 25 ppm
Konsentrasi zat Standar
VIII. PEMBAHASAN
Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan
dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Yang paling membedakan HPLC
dengan kromatografi lainnya adalah pada KCKT digunakan tekanan tinggi untuk mendorong
fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya, dan kecepatannya untuk
sampai ke detektor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini akan teramati pada spektrum yang
puncak-puncaknya terpisah.
Prinsip dasar dari KCKT adalah suatu pemisahan senyawa berdasarkan sifat kepolarannya.
Prinsip dari metode ini pada umumnya sama dengan metode kromatografi, yaitu didasarkan
pada perbedaan kecepatan migrasi solut yang dipengaruhi oleh perbedaan afinitas solut
terhadap fase gerak dan fase diam (Gandjar dan Rohman,2007 hal 120).
Pada analisis kuantitatif dilakukan perhitungan kafein sebanyak 50mg, dengan konsentrasi
5; 10; 15; 20; 25; 30 ppm. Kadar analit dapat ditentukan dengan mnghitung konsentrasi analit
menggunakan persamaan garis y= bx + a yang diperoleh dari kurva kalibrasi deret standar.
Namun apabila luas area puncak analit tidak masuk dalam area sederet makan digunakan
Berdasarkan data pengamatan diperoleh konsentrasi kafein A 4,910320004 ppm dan kafein
B 4,559 ppm. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi selama analisis pada percobaan ini di
antaranya, masih terdapat sisa sampel yang telah ditimbang yang tidak ikut dilarutkan sehingga
pengijeksian atau pengoperasian instrument yang kurang tepat sehingga mempengaruhi hasil
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan kali ini dari hasil kedua kromatogram tersebut dapat dilihat
keduanya menunjukkan konsentrasi kadar kafein dalam sampel obat masing-masing sebesar
4,910320004 ppm untuk data kafein A dan 4,559 ppm untuk data kafein B.
X. DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit Andi Offset.
Yogyakarta.
Day, R. A. and A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif edisi Keenam. Jakarta.
Hayun, Ibnu Ganjar Dan Abdul Rahman. 2006. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
I. JUDUL
PENENTUAN KONSENTRASI LOGAM Cu DENGAN MENGGUNAKAN METODE
II. TUJUAN
a. Mahasiswa mampu mengoperasikan alat dan memahami prinsip (AAS) Shimadzu AA-7000.
b. Mahasiswa dapat menentukan konsentrasi dan kadar Logam Cu A & B dengan
spektrofotometri serapan atom (AAS) Shimadzu AA-7000.
III. PRINSIP DASAR :
Prinsip dasar spektrometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik
dengan sampel. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari
lampu katoda (Hollow Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditemukan.
DASAR TEORI
Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau Atomic Absorbtion Spectroscophy (AAS)
adalah metode spektrometri yang didasari oleh adanya serapan/absorpsi cahaya ultra violet (uv)
atau visible (vis) oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan dasar yang berada di dalam nyala api.
Cahaya UV atau vis yang diserap berasal dari energi yang diemisikan oleh sumber energi tertentu.
Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat
unsurnya. Misalnya Natrium menyerap pada 589 nm, Uranium pada 358,5 nm, sedangkan Kalium
pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah
tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorbansi
energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat
energinya ke tingkat eksitasi. Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar
sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan Hukum Lambert-Beer yang secara
A=abC
Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linier antara absorbansi (sumbu Y) dan konsentrasi
Ada tiga komponen alat yang utama dalam SSA, yaitu (1) unit atomisasi, berupa nyala api
dari pembakaran bahan bakar tertentu dengan oksidan ; (2) sumber energi, berupa hollow cathode;
dan (3) unit pengukur fotometrik, terutama berupa detektor yang dapat mendeteksi intensitas
Spektroskopi serapan atom ini didasarkan pada interaksi materi dengan cahaya melalui
absorpsi cahaya materi atau senyawa. Ketika suatu atom pada keadaan dasar dikenai sinar maka
atom tersebut akan tereksitasi dari keadaan dasarnya ke tingkat energi yang lebih tinggi. Energi
dari atom yang tereksitasi tersebut dijadikan sebagai dasar pengukuran untuk AAS. Atom-atom
dari sampel yang berbeda menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu sesuai dengan
energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut. Hal ini sesuai dengan hukum mekanika kuantum yang
menyatakan bahwa atom tidak naik ke tingkat energi yang lebih tinggi secara bertahap (tanpa
harus menjadi intermeditnya). Dan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi , atom akan menyerap
energi yang banyak. Saat absorbansi ini dilewatkan pada sinar UV, beberapa dari sinar akan
terserap. Serapan dari sinar UV iini yang menimbulkan panjang gelombang yang spesifik. Dengan
menyerap energi, atom dalam keadaan dasar mengalami eksitasi dan keadaan ini bersifat labil,
sehingga atom akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk
radiasi. Atom-atom dari unsur-unsur yang berbeda menyerap cahaya yang berasal dari lampu
katoda. Analisis dari suatu sampel yang mengandung unsur menggunakan cahaya hasil emisi dari
unsur tersebut. Misalnya tembaga, lampu yang mengandung unsur tembaga memancarkan berkas
cahaya hasil emisi yang diserap oleh tembaga dari sampel. Kemudian cahaya menuju ke copper
dilewatkan kedalam nyala api. Dalam AAS, sampel diatomisasi menjadi atom-atom bebas keadaan
dasar dalam bentuk uap, dan sebuah cahaya radiasi elektromagnetik dihasilkan dari emisi atom-
atom tembaga yang tereksitasi pada lampu, yang diarahkan pada sampel yang diuapkan. Sebagian
radiasi diserap oleh atom pada sampel, semakin banyak atom dalam keadaan bentuk uap semakin
besar radiasi yang diserap oleh atom pada sampel. Jumlah cahaya yang diserap sebanding dengan
monokromator. Dari detektor menuju amplifier yang dipakai untuk membedakan kembali radisi
yang berasal dari sumber radiasi dan radiasi yang berasal dari nyala api. Selanjutnya sinar masuk
menuju read out untuk mencatat hasil. Kurva kalibrasi dibentuk dari perjalanan sampel yang
diketahui konsentrasinya.
1. Sumber Sinar Berfungsi memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi
absorbsi, yang diikuti peristiwa eksitasi atom. Energi eksitasi atom bersifat terkuantisasi, oleh
karena itu sumber sinar harus memberikan radiasi sinar yang spesifik pula. Energi sinar yang
khas dapat diperoleh dari peristiwa emisi sinar dari lampu katoda berongga (Hollow Cathode
Lamp).Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0,001 nm, maka tidak mungkin untuk
menggunakan sumber cahaya kontinyu, seperti pada spektrometri molekuler dengan dua alasan
utama sebagai berikut : a)Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih sempit
dari pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika sumber cahaya kontinyu
digunakan, maka pita radiasi yang diberikan oleh monokromator jauh lebih lebar dari pada pita
absorpsi, sehingga banyak radiasi yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang
mengakibatkan sensitifitas atau kepekaan SSA menjadi jelek. b)Karena banyak radiasi dari
sumber cahaya yang tidak terabsorpsi oleh atom, maka sumber energi cahaya kontinyu yang
sangat kuat diperlukan untuk menghasikan energi yang besar didalam daerah panjang
gelombang yang sangat sempit atau perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif
dibandingkan detektor photomultiplier biasa, akan tetapi didalam prakteknya hal ini tidak
efektif sehingga tidak dilakukan. Dengan melakukan sumber cahaya tunggal, monokromator
konvensional dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra saja yang biasanya disebut
dengan pita resonanasi. Pita resonanasi ini menunjukkan transisi atom dari keadaan dasar ke
keadaan transisi pertama, yang biasanya sangat sensitif untuk mendeteksi logam yang diukur.
Pada umumnya sumber cahaya yang digunakan adalah Hollow Cathode Lamp (HCL) yang
memberikan energi sinar khas untuk setiap unsur. Elektroda Hollow Cathode Lamp biasanya
terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapasi dengan unsur murni atau campuran dari unsur
murni yang dikehendaki. Hollow Cathode Lamp dapat berupa unsur tunggal atau kombinasi
beberapa unsur (Ca, Mg, Al, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, dan Sn). Lampu katode terbuat dari gelas
yang membungkus suatu katode (suatu logam berbentuk silinder yang bagian dalamnya dilapisi
dengan logam yang jenisnya sama dengan unsur logam analit yang akan dieksitasi). Anoda
tungsten berbentuk kawat / batang, kedua elektrode diselubungi oleh tabung gelas yang diisi
gas inert seperti argon atau neon pada tekanan rendah (1-5 torr). Lampu ini mempunyai
potensial 500 V, sedangkan arus berkisar antara 2-20 MA. Sumber sinar berfungsi untuk
memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi absorbsi yang diikuti peristiwa
eksitasi atom. Keunggulan dari HCL adalah menghasilkan radiasi yang sinambung dengan
monokromator resolusi yang baik, sehingga hukum Lambert-Beer dapat dipakai menghasilkan
intensitas radiasi yang kuat. Pemancaran radiasi resonansi (sinar) terjadi bila kedua elektroda
diberi tegangan, arus lustrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion yang
bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan
tereksitasinya atom-atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan
kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi
2. Chopper Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari sumber sinar
menjadi berselangseling (untuk membedakan sinar dari emisi atom dalam nyala yang bersifat
kontinyu). Isyarat selangseling oleh detektor diubah menjadi isyarat bolak-balik, yang oleh
amplifier akan digandakan, sedang emisi kontinyu bersifat searah dan tidak digandakan oleh
amplifier.
3. Alat Pembakar (Proses Atomisasi) Alat pembakar terdiri dari udara (O2), campuran O2 dan
N2O, dan gas alam seperti propana, butana, asetilen, dan H2 dan asilen. Ada tiga cara atomisasi
dalam AAS : a) Memakai Nyala (pembakar) Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-
atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang dipancarkan oleh lampu katode tabung. Pada cara
ini larutan dikabutkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke pembakar atau burner. Udara
sehingga akan mengisap larutan sampel dan membentuk aerosol kemudian dicampur dengan
bahan bakar, diteruskan ke pembakar sedangkan butir-butir yang besar akan mengalir keluar
melalui pembuangan (waste). Keunggulannya adalah memberikan hasil yang bagus dan mudah
cara kerjanya. Sedangkan kekurangannya adalah efesiensi pengatoman didalam nyala rendah,
sehingga membatasi tingkat kepekaan analisis yang dapat dicapai.Ada tiga jenis nyala dalam
spektrometer serapan atom yaitu: · Udara – Propana Jenis nyala ini relatif lebih dingin (18000
C) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik, jika
elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu. · Udara – Asetilen Jenis nyala ini
adalah yang paling umum dipakai dalam AAS, nyala ini menghasilkan temperatur sekitar
23000 C yang dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida- oksida yang stabil seperti
Ca,Mo juga dapat dianalisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah
bahan bakar terhadap gas pengoksidasi. · Nitrous – Oksida – Asetilen Jenis nyala ini paling
panas (30000 C) dan sangat baik digunakan untuk menganalisis sampel banyak mengandung
logam-logam oksida seperti Al, Si, Ti, W. B) Tanpa Nyala (memakai tungku Grafit) Tungku
grafit dipanaskan dengan listrik (electrical thermal). Suhu dari tungku dapat diprogram,
Panas (dengan penguapan) Digunakan untuk menetapkan raksa (Hg) karena raksa pada suhu
4. Nebulizer Berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan ukuran
partikel 15-20 μm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler dengan pengisapan gas bahan
bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus
kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan
5. Spray Chamber Berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan,
bahan bakar, dan aerosol yang mengandung sampel sebelum memasuki burner.
6. Ducting Merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran AAS,
yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap
7. Kompresor Merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk
mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS pada waktu pembakaran atom.
8. Burner Burner merupakan sistem tempat terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut/uap garam
yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala. Merupakan bagian paling
terpenting didalam main unit, karena burner berfungsi sebagai tempat pencampuran gas
asetilen, dan aquabides agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secdara
baik dan merata. Lubang yang berada pada burner merupakan lubang pemantik api, dimana
pada lubang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api. Warna api yang dihasilkan
9. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom didalam nyala,
energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan
dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh
monokromator. Berkas cahaya dari lampu katode berongga akan dilewatkan melalui celah
sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator. Monokromator dalam alat
AAS akan memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke
detektor. Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diperlukan (salah satu atau
lebih garis-garis resonansi dengan λ tertentu) dari sinar (spektrum) yang dihasilkan oleh lampu
katoda berongga, dan meniadakan λ yang lain. Monokromator dalam AAS diletakkan setelah
tempat sampel, hal tersebut guna menghilangkan gangguan yang berasal dari spektrum
kontinyu yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas bahan bakar yang tereksitasi didalam
nyala.
10. Detektor Berfungsi untuk menentukan intensitas radiasi foton dari gas resonansi yang keluar
dari monokromator dan mengubahnya menjadi arus listrik. Detektor yang paling banyak
digunakan adalah photo multifier tube. Terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat
peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk
katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda
yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik.
11. Rekorder Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat
12. Buangan pada AAS Buangan pada AAS disimpan didalam drigen dan diletakkan terpisah pada
AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa,
agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi keatas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan
proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel sehingga kurva yang dihasilkan
Labu ukur, Gelas baker, Pipet tetes, Mikropipet, Spektrometri serapan atom
V. PROSEDUR KERJA
1. Disiapkan larutan standar logam yang akan diuji ( konsentrasi 1000 ppm) pelarut HNO3
2. Dibuat pengenceran larutan standar 100 ppm kemudian buat variasi konsentrasi 1,2,3,4,
1. Dimasukkan sampel ID untuk larutan standar ( pastikan posisi “ Action” adalah STD),
2. Dinyalakan api dengan menekan tombol “ Purge ‘’ dan “ Ignite” secara bersamaan selama
4. Dimasukkan larutan sesuai urutan pada layar. Diamkan beberapa detik hingga nilai
6. Setelah selesai pengukuran seluruh larutan standar, bilas pipa menggunakan aquades
selama 30-60 detik. kemudian matikan api dengan menekan tombol “ Extinguish”, lalu
matikan Blower
9. Dimatikan alat SSA, matikan kompresor dan tutup gas asetilen tidak lupa untuk
membuang udara didalamnya dengan membuka tutup dibagian bawah komresor, dan
M1 x V1 = M2 x V2
1000 V1 = 2.500
V1 = 2,5 ml
= M2 x 100 x V1 = 4 x 25
V1 = 1 x
25
100 V1 = 25
V1 = 0,25 mL (250 ppm) V1 = 1 mL (1000 ppm)
= M2 x V2 100 x V1 = 5
V2 100 x x 25
V1 = 2 x 100 V1 = 125
25 V1 = 1,25 mL (1250
ppm)
100 V1 = 50
= M2 x
V2 100 x
V1 = 3 x
25
100 V1 = 75
3 ppm
Abs = - 0,0058800 conc + 0,42128
0,1221 = - 0,0058800 conc + 0,42128
0,1221– 0,42128 = - 0,0058800 conc
-0,29918 = - 0,0058800 conc
Conc = - 0,29918 : -0,0058800
= - 0,30506
1.2
1
0.8
0.6
0.4 y = -0.0059x + 0.4213 Abs
R² = 0.0004
0.2
Linear (Abs)
0
0246
ppm
1.2 R² = 0.9259
1
0.8
Absorbansi
0.6
Linear (Absorbansi)
0.4
0.2
0 012 3 4 5 6
ppm
Sampel kel 4
y = 0,3166 x − 0,2113
0,5350 = 0,3166 x − 0,2113
0,5350 + 0,2113 = 0,3166 x
0,7463 = 0,3166 x
x = 0,7463 ∶ 0,3166
x = 2,357
51
VII. PEMBAHASAN
Pada pengujian linieritas penentuan regresi dari standar kurva kalibrasi pada logam
digunakan sudah mewakili jumlah sampel. Hasil dari kurva kalibrasi standar diperoleh
nilai korelasi R sebesar 0,209 yang menunjukkan ada hubungan linier yang erat antara
konsentrasi yang diukur dengan absorban yang dihasilkan. Dan Pada uji linieritas
penentuan regresi dari standar kurva kalibrasi pada logam Cu B, diperoleh koefisien
korelasi dan Hasil dari kurva kalibrasi standar diperoleh nilai korelasi R sebesar 0,9623
yang menunjukkan ada hubungan linier yang erat antara konsentrasi yang diukur dengan
Pada penelitian ini telah diperoleh hasil pada larutan standar untuk logam Cu A dimana
nilai absorbansi meningkat dan menurun seiring dengan peningkatan nilai konsentrasi
(ppm), dapat dilihat dimana pada konsentrasi 1 ppm diperoleh nilai absorbansi sebesar
0,4623, konsentrasi 2 ppm diperoleh nilai abasorbansi sebesar 0,2876, konsentrasi 3 ppm
diperoleh nilai absorbansi 0,1221, konsentrasi 4 ppm diperoleh nilai absorbansi 1,1390 dan
pada konsentrasi 5 ppm diperoleh absorbansi 0,0072. Pada kurva kalibrasi terdapat nilai
absorbansi yang kurang baik, Dikarenakan ada Gangguan pada pengerjaan sampel, yaitu
terjadinya pencampuran bahan-bahan kimia lain pada sampel atau Pengaruh antar unsur,
yang paling nyata disebabkan oleh reaksi kimia dalam nyala. Unsur yang dapat
Sedangkan Pada penelitian ini telah diperoleh hasil pada larutan standar untuk
konsentrasi (ppm), dapat dilihat dimana pada konsentrasi 1 ppm diperoleh nilai
diperoleh nilai absorbansi 1,2337 dan pada konsentrasi 5 ppm diperoleh absorbansi
52
1,3460. Dan Pada perhitungan absorbansi untuk logam Cu A adalah 11,066 sedangkan
HNO3 mengandung banyak asam dan kemungkinan saat pengenceran larutan standar di
dihasilkan absorban yang kecil pada Panjang gelombang 324 nm logam Cu dan dalam
absorbansi kelompok logam Cu B larutan standar yang dilarutkan dengan HNO3 dan
dibandingkan dengan sampel mendapatkan hasil absorbansi yang baik hal ini meungkinkan
pada preparasi sampel yang baik dan tingkat keasaman yang sesuai.
VIII. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
53