Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PRATIKUM

ANALISIS FISIKOKIMIA

SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Disusun Oleh :

Ni Kadek Devi Puspita Sari (D1A200009)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS AL-GHIFARI

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan

dalam menyelesaikan laporan ini dengan judul “Analisis kualitatif dan kuantitatif bahan baku paracetamol

dengan metode spektrofotometri uv-vis” Tujuan kami membuat laporan ini adalah untuk menambah

wawasan dan pengetahuan serta untuk lebih memahami tentang materi yang kami praktikumkan pada

mata kuliah Analisis Fisikokimia. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai

penyusun maupun bagi pembaca.

Kami menyadari bahwa dalm penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan

kelemahan baik dari segi penyajian, bahasa maupun dari segi materi. Oleh karena itu dengan segala

kerendahan hati kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun dari asisten maupun

dosen demi penyempurnaan laporan ini.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaklumi. Atas

perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Bandung, 10 Februari 2021

Penyusun
I. TUJUAN PRATIKUM
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan analis kualitatif dan kuantitatif bahan baku dengan
metode kromatografi cair kinerja tinggi
II. TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan dari percobaan ini :
1. Melakukan analisis kualitatif bahan baku dengan metode spektrofotometri UV-Visible.

2. Melakukan analisis kuantitatif bahan baku dengan metode spektrofotometri UV-Visible.

3. Menyimpulkan mutu bahan baku dengan data spectrum UV-Visible dan hasil penetapan kadar.

III. PRINSIP PERCOBAAN


Adapun prinsip dari percobaan ini :
Prinsip percobaan Analisis Kualitatif dan Kuantitatif bahan baku parasetamol didasari pada metode
spektrofotometri UV-sinar tampak berdasarkan atas interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi
(atom, ion, atau molekul).

IV. TEORI DASAR


A. Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis
Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat

digunakan untuk analisis kuantitatif.

1. Aspek Kualitatif
Data spektra UV-Vis bila digunakan secara tersendiri, tidak dapat digunakan unutk
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi, bila digabung dengan cara lain
seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan spektroskoppi massa, maka
dapat digunakan untuk maksud analisis kualitatif suatu senyawa tersebut.
Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang
maksimal, intensitas, efek, pH, dan pelarut yang kesemuanya dapat dibandingkan dengan
data yang sudah dipublikasikan.
Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya :
a. Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah bagaimana
perubahannya apakah batokromik ke hipsokromik dan sebaliknya atau dari hipokromik
ke hiperkromik, dsb.
b. Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol atau obat-obat yang berisi
ausokrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin, siklizin, dan pensiklidin.

2. Aspek Kuantitatif
Suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel (cuplikan) dan intensitas sinar
radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding
dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang per detik.Serapan dapat
terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan
energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga.
Parasetamol:
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesic dan antipiretik yang populer
dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam.
Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesic salesma dan flu. Ia aman dalam
dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja
sering terjadi. Struktur molekul parasetamol Parasetamol (Asetaminofen) merupakan salah
satu obat yang paling banyak digunakan sehari-hari. Obat ini berfungsi sebagai pereda
nyeri dan penurun panas. Setelah berpuluh tahun digunakan, parasetamol terbukti sebagai
obat yang aman dan efektif. Tetapi, jika diminum dalam dosis berlebihan (overdosis),
parasetamol dapat menimbulka kematian. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti
aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak
tergolong dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti
permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus
pada janin.
Parasetamol dapat dijumpai di dalam berbagai macam obat, baik sebagai bentuk
tunggal atau berkombinasi dengan obat lain, seperti misalnya obat flu dan batuk.
Antidotum overdosis parasetamol adalah N-asetilsistein (N-acetylcysteine, NAC).
Antidotum ini efektif jika diberikan dalam 8 jam setelah mengkonsumsi
parasetamol dalam jumlah besar. NAC juga dapat mencegah kerusakan hati jika diberikan
lebih dini. Overdosis parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati. Jika kerusakan
sangat berat, mungkin perlu transplantasi hati agar korban bisa bertahan hidup.
B. Spektrofotometri ultra violet dan visibel adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultra

violet (200-350) dan sinar tampak (350-800 nm) oleh suatu senyawa. Gugusan atom pada

molekul yang mengabsorpsi radiasi disebut gugus kromofor yang merupakan ikatan kovalen

tidak jenuh.

Kelebihan spektrofotometri dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dan


sinar putih dapat terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, glatung,
ataupun celah optis. Pada spektrofotometri panjang gelombang yang benar-benar terseleksi
dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahay seperti prisma suatu spektrofotometer
tersususn dari sumber spektrum tampak yang kontinu. Monokromator sel pengabsorbsian
untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar,
1990: 225 – 226).

C. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm)
dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Spektroskopi UV/VIS merupakan metode penting yang mapan, andal dan akurat.
Dengan menggunakan spektroskopi UV/VIS, substansi tak dikenal dapat
diidentifikasi dan konsentrasi substansi yang dikenal dapat ditentukan. Pelarut
untuk spektroskopi UV harus memiliki sifat pelarut yang baik dan memancarkan
sinar UV dalam rentang UV yang luas.
Spektrofotometer Uv-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Spektrofotometer sesuai dengan namanya merupakan alat yang terdiri
dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan
untuk mengukur energi cahaya secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu
spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar tampak yang sinambung dan
monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk mengukur perbedaan absorbsi antara
cuplikan dengan blanko ataupun pembanding.
Spektrofotometer Uv-Vis merupakan spektrofotometer yang digunakan untuk
pengukuran didaerah ultra violet dan didaerah tampak. Semua metode
spektrofotometri berdasarkan pada serapan sinar oleh senyawa yang ditentukan,
sinar yang digunakan adalah sinar yang semonokromatis mungkin.
Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari sekian
banyak instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.
Spektrofotometer umum digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa
begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel
apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa.
Spektrofotometri UV/Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spetrofotometer UV/Vis lebih banyak dpakai
ntuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif.
Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet
(200–350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan
cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi
elektron- elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.

D. Absorbsi
Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi
electron-electron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang
sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan
radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi
yang disumbangkan oleh foton-foton memungkinkan electron-electron itu
mengatasi kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital baru yag lebih tinggi
energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak karena
mereka mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat
dieksitasi ke
tingkat energi yang lebih tinggi.
Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang
diskrit sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam namun ternyata berbeda.
Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang
gelombang yang lebar. Ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan
eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi
elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke subtingkat
apa saja dari keadaan eksitasi. Karena berbagi transisi ini berbeda energi sedikit
sekali, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan
menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spectrum itu.
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada
konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.
Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang
gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika
satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar
-1
dan disimbolkan dengan ε dengan satuan M cm-1 atau liter.mol-1cm-1. Jika c
dinyatakan dalam persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat
1% 1%
ditulis dengan
1cm E A (Gandjar dan Rohman, 2007).

E. Cara kerja spektrofotometer


Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan
larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan larutan yang
akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih foto sel yang cocok 200nm-650nm
(650nm-1100nm) agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto
sel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer didapat dengan menggunakan
tombol dark-current. Pilih h yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas
cahaya pada blangko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol
sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya
pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis.
Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel.
F. Keuntungan Spektrofotometer
Keuntungan dari spektrofotometer adalah yang pertama penggunaannya luas,
dapat digunakan untuk senyawa anorganik, organik dan biokimia yang diabsorpsi di
daerah ultra lembayung atau daerah tampak. Kedua sensitivitasnya tinggi, batas
deteksi untuk mengabsorpsi pada jarak 10-4 sampai 10-5 M. Jarak ini dapat
diperpanjang menjadi 10-6 sampai 10-7 M dengan prosedur modifikasi yang pasti.
Ketiga selektivitasnya sedang sampai tinggi, jika panjang gelombang dapat
ditemukan dimana analit mengabsorpsi sendiri, persiapan pemisahan menjadi tidak
perlu. Keempat, ketelitiannya baik, kesalahan relatif pada konsentrasi yang ditemui
dengan tipe spektrofotometer UV-Vis ada pada jarak dari 1% sampai 5%.
Kesalahan tersebut dapat diperkecil hingga beberapa puluh persen dengan
perlakuan yang khusus. Dan yang terakhir mudah, spektrofotometer mengukur
dengan mudah dan kinerjanya cepat dengan instrumen modern, daerah
pembacaannya otomatis (Skoog, DA, 1996).

G. Komponen-komponen Pada spektrofotometer


Yang pertama adalah sumber cahaya, Sebagai sumber cahaya pada
spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya
tinggi.Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan
inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari
wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang
gelombang ( λ) adalah 350 – 2200 nanometer (nm). sumber cahaya ini digunakan
untuk radiasi kontinyu.
Hal kedua yang diperlukan adalah pembaur cahaya yang kerennya disebut
monokromator yang di video memberikan sinar pelangi, karena dari sana lah
kemudian kita bisa memilih panjang gelombang yang diinginka/diperlukan. Pada
video yang diperlihatkan sinar tampak atau untuk spektro visible, tapi untuk UV
pun kerjanya sama, hanya saja tidak akan terlihat oleh mata kita.
Hal ketiga adalah tempat sampel atau kuvet, pada praktikum tempat meletakan
kuvet ada dua karena alat yang dipakai tipe double beam, disanalah kita menyimpan
sample dan yang satu lagi untuk blanko. Pada pengukuran di daerah sinar tampak
digunakan kuvet kaca dan daerah UV digunakan kuvet kuarsa serta kristal garam
untuk daerah IR. Keempat adalah detektor atau pembaca cahaya yang diteruskan
oleh sampel,
disini terjadi pengubahan data sinar menjadi angka yang akan
ditampilkan pada reader (komputer). Komponen lain yang nampak penting
adalah cermin-cermin dan tentunya slit (celah kecil) untuk membuat sinar
terfokus dan tidak membaur tentunya, jadi satu hal penting dalam pekerjaan
dengan spektrofotometer Uv-Vis adalah harus dihindari adanya cahaya yang
masuk ke dalam alat, biasanya pada saat menutup tenpat kuvet, karena bila
ada cahaya lain otomatis jumlah cahaya yang diukur menjadi bertambah.

H. Tipe Instrumen Spektrofotometer


Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu
single- beam dan double-beam.

a. Single-beam instrument
Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif
dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang
tunggal. Single-beam instrument mempunyai beberapa
keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi
biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa
instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk
pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang
gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling
tinggi adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1996).

b. Double-beam instrument
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang
190 sampai 750 nm. Double-beaminstrument dimana mempunyai
dua sinar yang dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V
yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan
blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel,
mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan
yang ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat
pembaca (Skoog, DA, 1996)
V. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Spektrofotometer Shimadzu UV Mini-1240/ Thermo Genesys 10 UV, alat-alat

gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.

B. Bahan

Baku pebanding parasetamol yang diperoleh dari industri farmasi, bahan baku

parasetamol, metanol, air destilasi, HCL 0,1 N dalam metanol.

VI. METODE KERJA

A. ANALISIS KUALITATIF

1. Larutan Standar

Ditimbang dengan seksama 50 mg baku pembanding parasetamol ke dalam

labu takar 100 Ml. Larutkan dalam HCL 0,1 N dalam metanol ( 1 dalam 100).

Kocok larutan hingga homogen. Pipet 1,0 ml larutan tersebut ke dalam labu

takar 10 ml. Encerkan dengan HCL 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100).

Pipet 1,0 ml larutan tersebut kemudian encerkan hingga 10 ml dalam labu

takar 10 ml.

2. Larutan uji

Ditimbang dengan seksama 50 mg bahan baku parasetamol ke dalam labu

takar 100 ml. Larutkan dalam HCl 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100).

Kocok larutan hingga homongen. Pipet 1,0 ml larutan tersebut ke dalam labu

takar 10 ml. Encerkan dengan HCl 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100). Pipet

1,0 ml larutan hasil pengenceran kemudian encerkan hingga 10 ml.

Bandingkan spektrum UV larutan standar dan larutan uji. Spektrum UV

larutan standar dan larutan uji harus menunjukkan panjang gelombang (λ)

yang memberikan absorbansi maksimum dengan nilai yang sama.


B. ANALISIS KUANTITATIF

1. Larutan Standar

Ditimbang dengan seksama 30 mg baku pembanding parasetamol ke dalam

labu takar 100 ml. Tambahkan 10 ml metanol ke dalam labu takar. Encerkan

dengan air destilasi hingga tanda batas. Kocok larutan hingga homogen

(larutan stok baku pembanding 300 ppm).

Dipipet masing-masing larutan 1, 1.5, 2, 2.5, 3, 3.5, dan 4 ml larutan stok

baku pembanding ke dalam labu takar 100 ml. Encerkan dengan air destilasi

hingga tanda batas. Diperoleh satu seri larutan standar dengan konsentrasi

masing-masing 3; 4.5; 6; 7.5; 9; 10.5; 12 ppm.

2. Larutan uji

Ditimbang dengan seksama 75 mg bahan baku parasetamol yang akan

ditentukan kadarnya. Masukkan ke dalam labu takar 100 ml. Tambahkan 10

ml metanol kemudian encerkan dengan air destilasi hingga tanda batas.

Kocok larutan hingga homogen. Pipet 1,0 ml larutan kemudian encerkan

hingga 100 ml.

3. Cara Kurva Kalibrasi

Pada panjang gelombang absorban maksimumnya, ukur absorbansi setiap

larutan pembanding dan juga larutan sampel. Dengan menggunakan kurva

kalibrasi atau persamaan garis.

4. Cara One Point

Ambillah absorban salah satu larutan pembanding kemudian gunakan untuk

menghitung kadar larutan sampel dengan mengunakan metode “One Point”.


VII. HASIL DAN PENGOLAHAN DATA

A. SPEKTROMETER UV-VIS (ANALISIS KUALITATIF

PARACETAMOL)

1. Data Pengamat Baku Pembanding

 Penimbangan baku pembanding parasetamol :

Wkaca arloji = 12,3054 g

Wzat yang harus ditimbang = 12,3054 g + 0,05 g

= 12, 3554 g

W kaca arloji + zat = 12, 3561 g

W Kaca arloji + sisa zat = 12, 3055 g

W zat yang ditimbang = 12, 3561 g – 12, 3055 g

= 0, 0506 g = 50, 6 mg

 Perhitungan pembuatan larutan HCL 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100)

Dibuat sebanyak 500 m

1
= HCL 0,1 N x 500 ml = 5 ml
100

 5 ml HCL 0,1 N dimasukkan dalam labu takar 500 ml dan ditambahkan

metanol ad tanda batas.

 Diperoleh larutan standar yang jernih.

 Hasil pengukuran :

Diperoleh serapan maksimum untuk parasetamol yaitu 251,6 nm.

2. Data Pengamatan Sampel :

 Penimbangan bahan baku parasetamol :

W kaca arloji = 12, 3040 g

W zat yang harus ditimbang = 0, 05 g + 12, 3040 g


= 12, 3540 g

W kaca arloji + zat = 12, 3548 g

W kaca arloji + sisa zat = 12, 3047 g

W zat yang ditimbang = 12, 3548 g – 12, 3047 g

= 0,0501 g = 50,1 mg

 Perhitungan pembuatan larutan HCL 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100)

dibuat sebanyak 500 ml.

1
= 5 ml HCL 0,1 N ( x 500 ml = 5 ml )
100

Dimasukkan dalam labu takar 500 ml dan ditambahkan metanol ad tanda

batas.

 Larutan uji yang dibuat terlihat jernih.

 Hasil pengukuran :

Diperoleh serapan maksimum untuk bahan baku parasetamol yaitu 248,2

nm.

B. SPEKTROMETER UV-VIS (ANALISIS KUANTITATIF KADAR

PARACETAMOL)

1. Data pengamatan baku pembanding

 Penimbangan baku pembanding parasetamol :

W kaca arloji = 12, 3045 g

W zat yang harus ditimbang = 0, 03 g + 12, 3045 g

= 12,3345 g

W kaca arloji + zat = 12, 3353 g

W kaca arloji + sisa zat = 12, 3054 g

W zat yang ditimbang = 12, 3353 g – 12, 3054 g


= 0,0299 g = 29,9 mg

 Perhitungan larutan stok baku pembanding 300 ppm

W (mg)
Ppm : PPM nyata berdasarkan penimbangan baku pembanding
V (L)

paracetamol

29,9 mg
Ppm :
0,1 L

Ppm (nyata) = 299 ppm

 Perhitungan C nyata (larutan deret baku standar)

a. C1 V1 = C2 V2

299. 0,1 = C2 . 10

C2 = 2,99 Ppm

b. C1 V1 = C2 V 2

299. 0,15 = C2 . 10

C2 = 4,485 Ppm

c. C1 V1 = C2 V2

299. 0,2 = C2 . 10

C2 = 5,98Ppm

d. C1 V1 = C2 V2

299. 0,25 = C2 . 10

C2 = 7,475 Ppm

e. C1 V1 = C2 V2

299. 0,3 = C2 . 10

C2 = 8,97 Ppm

f. C1 V1 = C2 V2

299. 0,35 = C2 . 10
C2 = 10,465 Ppm

g. C1 V1 = C2 V2

299. 0,4 = C2 . 10

C2 = 11,96 Ppm

 Hasil pengukuran

Cstandar Absorban Standar


2,99 ppm 0,200
4,485 ppm 0,306
5,98 ppm 0,407
7,475 ppm 0,487
8,97 ppm 0,654
10,465 ppm 0,734
11,96 ppm 0,764

2. Data pengamatan sampel

 Penimbangan sampel parasetamol

Wkaca arloji = 12,5497 g


Wzat yang harus ditimbang = 12,5497 g + 0,075 g
= 12,6247 g
Wkaca arloji + zat = 12,6249 g
Wkaca arloji + sisa zat = 12,5499 g
Wzat yang ditimbang = 12,6249 g – 12,5499 g
= 0,075 g = 75 mg
 Perhitungan Cnyata larutan
sampel (ppm) w (mg)
V (L)
ppm =
0,075 mg
= = 750 ppm
0,1 L

Perhitungan Cnyata larutan sampel (ppm) pengenceran


C1v1 = C2v2
750.1 = C2.100
C2 = 7,5 pp
Hasil pengukuran

Csampel = 7,5 ppm; Absorban sampel = 0,025.

Perhitungan kadar sampel paracetamol berdasarkan kurva

kalibrasi :

Y = 0,06377 x + 0,02457

R = 0, 96996

X = (y-a) / b
X = (0,023-0,02457) / 0,06377

X = - 0,0246 ppm

Perhitungan kadar sampel paracetamol menggunakan metode

one point.

Cu = Au x Cs
As

Cu = 0,023 x 2,99 ppm


0,200

Cu = 0,34 ppm

Keterangan :

Cu = kons. Sampel

Cs = kons. Standar

Au = abs. sampel

Cs = abs. standar

VIII. PEMBAHASAN

Pada pratikum kali ini dilakukan Analisis secara Kualitatif dan Kuantitatif

menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Alalisis ini bertujuan untuk mengetahui hasil

dari bahan baku yang digunakan yaitu bahan baku pembanding parasetamol yang

diperoleh dari industry farmasi. Dalam percobaan ini digunakan alat yaitu gelas ukur, kuvet,

neraca analitik, spektrofotometri UV-VIS, spatel, kaca arloji, corong. Sedangkan bahan yang

digunakan yaitu aquadest, parasetamol HCL 0.1 N dalam metanol. Penggunaam metanol

sebagai pelarut karena paracetamol larut dalam metanol. Selain itu juga, diketahui methanol

memiliki serapan pada panjang gelombang dibawah 210 nm, sehingga metanol akan

meneruskan atau tidak akan menyerap sinar dengan panjang gelombang diatas 210 nm,

akibatnya methanol tidak akan mengganggu spectrum serapan dari paracetamol. Penggunaan

HCl untuk pembuatan larutan dalam analisis kualitatif ini sebagai pereaksi geser karena

diharapkan dapat meningkatkan pengukuran panjang gelombang maksimumnya. Selain itu


untuk memperjelas gugus kromofor yang ada pada parasetamol sehingga dapat terukur

abbsorbansinya untuk analisis kualitatif menggunakan spektrofotometri UV-sinar tampak.

Sedangkan berdasarkan data hasil pengamatan praktikum analisis fisikokimia tentang

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Bahan Baku Parasetamol dengan Metode Spektrofotometri

UV-Sinar Tampak didapatkan kadar sampel parasetamol yang diuji sebesar – 0,245 %. Dalam

praktikum ini, dilakukan uji kualitatif terlebih dahulu yang bertujuan untuk mendapatkan

panjang gelombang maksimum dari zat aktif parasetamol yang diuji menggunakan larutan baku

pembanding. Jika sudah didapatkan panjang gelombang maksimumnya, dilanjutkan dengan

membuat kurva baku larutan standar dari beberapa seri konsentrasi larutan yang dibuat. Setelah

itu, dilakukan analisis kuantitatif untuk menguji kadar sampel parasetamol. Hasil yang

didapatkan bernilai negatif yang artinya sangat kecil kadar sampel parasetamol yang diuji. Hal

ini dapat disebabkan oleh kurang telitinya praktikan pada saat penimbangan ataupun pemipetan,

sehingga kadar sampel parasetamol yang didapatkan bernilai negatif. Jika dilihat dari data

penimbangan bahan baku standar parasetamol dan sampel, ketelitian dalam penimbangan sudah

cukup baik. Jadi bisa dikatakan kesalahan bisa terletak pada saat pemipetan dan pengenceran.

Analisis kuantitatif pada praktikum ini dilakukan dengan menggunakan metode kurva

kalibrasi dan metode one point. Pada metode kurva kalibrasi didapatlah kadar sampel

paracetamol yaitu 0,74596 ppm, sedangkan pada metode one point didapatlah kadar

paracetamol yaitu 26 ppm.

IX. KESIMPULAN

1. Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran


serapan sinar mono kromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang
gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau
kisidifraksi dan detector vacuum phototube atau tabung foto hampa.
2. Analisis kualitatif paracetamol dilakukan dengan menggunakan metode
spektrofotometri uv-sinar tampak dan didapatlah panjang gelombang maksimum
pada larutan baku pembanding yaitu 251,6 nm dan panjang gelombang maksimum
pada larutan sampel yaitu 248,2 nm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
tersebut masih mengandung paracetamol.
3. Kadar sampel parasetamol yang diuji yakni – 0,245%.
4. Berdasarkan hasil kadar yang didapatkan bernilai negatif yang artinya
sangat kecil kadar sampel parasetamol yang diuji.
5. Analisis kuantitatif paracetamol dilakukan dengan menggunakan metode
kurva kalibrasi dan metode one point.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/29772706/LAPORAN_MAI_1_Analisis_Kualitatif_Dan_Kuantita
tif_Bahan_Baku_Parasetamol_.doc

http://zhenarifin2014.blogspot.co.id/2015/12/laporan-praktikum-analisis-
fisikokimia_38.htmldiakses pada 20 Desember 2016 jam 14.00

http://nespharma.blogspot.co.id/2015/02/laporan-spektrofotometri-uv-vis.htmldiakses pada
20 Desember 2016 jam 14.50

http://pratiwiary.blogspot.co.id/2014/06/v-behaviorurldefaultvmlo.htmldiakses pada 20
Desember 2016 jam 17.00

https://www.academia.edu/29772706/LAPORAN_MAI_1_Analisis_Kualitatif_Dan_Kuantita
tif_Bahan_Baku_Parasetamol_.doc

Modul praktikum analisis fisikokimia


I. JUDUL

PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI

II. TUJUAN PRATIKUM

Mahasiswa dapat memahami dan melakukan analis kualitatif dan kuantitatif

bahan baku dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi

III. PRINSIP

Berdasarkan prinsip kerja HPLC yaitu pemisahan analit-analit berdasarkan

kepolarannya , alatnya terdiri dari kolom (sebagai fase diam) dan larutan tertentu

sebagai fase gerak.

IV. DASAR TEORI

Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas

perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantaranya dua fase, yaitu

fase diam (stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat padat

atau zat cair, sedangkan fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas. Dalam

kromatografi fase bergerak dapat berupa gas atau zat cair dan fase diam dapat berupa

zat padat atau zat cair (Adnan M, 2010).

Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk

memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam

kromatografi, campuran tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada salah

satu ujung media porus seperti adsorben, yang disebut alas atau landasan

kromatografi. Zona campuran kemudian digerakan dengan larutan suatu cairan atau

gas yang bergerak sebagai pembawa, melaui media porus tersebut, yang berupa

partikel-partikel yang ”diam“ (tidak bergerak, statisiones). Sehingga akibatnya

masing-masing komponen dari campuran tersebut akan terbagi (terdistribusi) secara


tidak merata antara alas yang “diam” dan cairan atau gas yang membawanya. Akibat

selanjutnya, masing-masing komponen akan bergerak (bermigrasi) pada kecepatan

yang berbeda (differential migration) dan dengan demikian, akan sampai pada ujung

lain dari alas tersebut pada waktu yang berlainan, dan dengan demikian terjadilah

pemisahan diantara komponen-komponen yang ada. (Hayun, dkk, 2006).

Banyaknya macam-macam kromatografi yang salah satunya adalah

kromatografi gas, yang merupakan metode kromatografi pertama yang dikembangkan

pada zaman instrumen dan elektronika. Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap

campuran dimana semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti, suhu

tekanan uap yang dipakai untuk proses pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian

memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama-sama dengan fase gerak

yang berupa gas (Adnan M, 1997).

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen

campuran yang berdasarkan distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel

diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu teknik kromatografi yang

dimana fasa gerak dan fasa diamnya menggunakan zat cair adalah HPLC (High

Performance Liquid Chromatography) atau didalam bahasa Indonesia disebut KCKT

(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).Teknik HPLC merupakan suatu metode

kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan

maupun analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada

pengukuran luas area standar. Pada prakteknya, metode pembandingan area standar

dan sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu

konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan  menggunakan teknik kurva

kalibrasi. 9Hayun, dkk. 2006).


Pada kromatografi cair ini digunakan kolom tabung gelas dengan bermacam

dimeter. KCKT berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC menggunakan kolom

dengan diameter kecil, 2-8mm dengan ukuran partikel penunjang penunjang 50mm,

sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi.(Khopkar, 1990)

HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan, keinginan

manusia untuk meminimalis pekerjaan, kemampuan teknologi, dan teori untuk

memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum era peralatan yang

modern bahwa LC (Liquid Chromatography) memiliki kekuatan pemisahan yang

sangat ampuh, bahkan untuk komponen-komponen yang berhubungan sangat erat. LC

harus ditingkatkan kecepatannya, diotomasasi, dan harus disesuaikan dengan sampel-

sampel yang lebih kecil, waktu elusi yang beberapa jam (Underwood, Day. 2002 :

553).

Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam yaitu :


a. Fase Normal HPLC
HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi kolom. Meskipun
disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari HPLC. Kolom ini diisi dengan partikel
silika yang sangat kecil dan pelarut nonpolar seperti heksan sebuah kolom
sederhana memiliki diameter internal 4,6 mm (dan kemungkinan kurang dari nilai
ini) dengan panjang 120 nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar dalam campuran
melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar dibanding dengan
senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang non polar kemudian
akan lebih cepat melewati kolom. Apabila pasangan fasa diam lebih polar daripada
fasa geraknya maka sistem ini disebut HPLC fase normal.
b. Fase Balik HPLC
Pada HPLC jenis ini, ukuran kolomnya sama, tetapi silika dimodifikasi menjadi
non polar melalui pelekatan hidrokarbon dengna rantai panjang pada
permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Dalam kasus
ini, akan terdapat interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar dalam
campuran yang melalui kolom. Interaksi yang terjadi tidak sekuat interaksi antara
rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fasa diam) dan molekul-
molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu molekul-molekul polar akan lebih
cepat bergerak melalui kolom. Sedangkan molekul-molekul non polar akan
bergerak lambat karena interaksi dengan gugus hidrokarbon.
Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan komponen-komponen terjadi karena
perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Keunggulan
menggunakan HPLC dibandingkan kromatografi gas yaitu terletak pada
kemampuannya untuk menganalisis cuplikan yang tidak menguap dan labil pada suhu
tinggi. HPLC tidak terbatas pada senyawa organik tapi mampu menganalisis senyawa
anorganik, mampu menganalisis cuplikan yang mempunyai molekul tinggi (beratnya),
mampu menganalisis cuplik yang mempunyai titik didih yang sangat tinggi seperti
polimer.
1. Cara kerja instumentasi HPLC
Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui kolom
kedetektor dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke dalam aliran
fasa gerak dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan
komponen-komponen campuran karena perbedan kekuatan interaksi antara solut-
solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa
diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut yang
interaksinya kuat dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap
komponen yang campuran yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian
direkam dalam bentuk kromatogram.
Larutan sampel yang akan dianalisis diinjeksi kemudian sampel akan turun
ke dalam kolom dan di elusi oleh eluen yang disediakan. Lalu detector akan
mendeteksi waktu retensi dalam bentuk kromatogram. Dari kromatogram itu kita
dapat meganalisis sampel. (Ibnu Ghalib, 2012)
HPLC memiliki kekuatan pemisahan yang sangat ampuh bahkan untuk
komponen-komponen yang berhubungan sangat erat; pemisahan penukar ion yang
sukses dari logam tanah yang langka dan asam-asam amino telah memperlihatkan
ini. Komposisi fase gerak dalam HPLC memberikan suatu dimensi untuk
memanipulasi eksperimen yang tidak dijumpai dalam kromatografi gas. Dalam
kromatografi gas faktor pemisahan untuk sepasang komponen sampel tergantung
pada sifat dasar stationer, sedangkan dalam HPLC faktor itu juga bergantung pada
fase gerak. Seringkali pelarut campuran merupakan fase gerak yang lebih baik
daripada cairan murni untuk memisahkan campuran yang rumit dan
pengoptimasian komposisi pelarut dengan cara coba-coba dapat menjadi lebih
rumit (Khopkar, 1990)
Pemilihan detektor pada HPLC umumnya didasarkan pada persyaratan
sensitivitas, jenis senyawa yang ada di dalam sampel dan faktor lainnya seperti
biaya. Detector yang paling umum didasarkan pada indeks bias dan eluat kolom,
karena hampir semua zat terlarut akan menghasilkan larutan dengan indeks bias
yang berbeda dengan indeks bias pelarut murni (Day, 2002)
Pada dasarnya instrumen HPLC terdiri dari tandon (reservoir) cairan fase
gerak, pompa, injector, kolom, detektor dan rekorder. 
1. Tandon (Reservoir)
Reservoir yang baik disertai degessing system yang berfungsi untuk mengusir
gas-gas terlarut dalam solvent. Degassing dilakukan dengan mengalirkan gas
inert dengan kelarutan yang sangat kecil, misalnya helium. Degassing dapat
juga dibuat sendiri dengan erlermeyer yang dilengkapi dengan pengaduk
magnet, pemanas dan pompa vacum.
2. Pompa
Fungsi pompa adalah untuk memompa fase gerak (solvent) ke dalam kolom
dengan aliran yang konstan dan reproducible. Pompa harus memenuhi
persyaratann seperti dapat memberi tekanan sampai 6000 psi (360 atm),
tekanan yang dihasilkan bebas pulsa, dapat mengalirkan fase gerak dengan
kecepatan 0,1 sampai 10 ml/ menit, dapat mengalirkan fase gerak dengan
reprodusibilitas yang tinggi, tahan terhadap korosi (biasanya terbuat dari baja
atau teflon). Ada beberapa jenis pompa, antara lain : 
a. Reciprocating pump
b. Displacement Pump
c. Pneumatic Pump
3. Katup Injector
Bagian ini merupakan tempat dimana sampel diinjeksikan untuk selanjutnya
dibawa oleh fase gerak ke dalam kolom.

4. Kolom (Column)
Kolom merupakan jantung dari HPLC, sebab kunci keberhasilan analisis
sangat tergantung pada efisiensi kolom sebagai alat untuk memisah-misahkan
senyawa dalam campuran yang kompleks. Kolom terbuat dari stainless steel
yang dibor halus atau dari gelas. Ada dua jenis packing kolom yang telah
digunakan dalam kromatografi cair. yaitu berupa partikel porous dan partikel
pelliculer. 
5. Detektor 
Setelah sampel melewati kolom maka komponen-komponennya akan terpisah-
pisah dan keluar dari kolom dengan waktu yang berbeda-beda. Komponen
yang sudah terpisah ini secara berturut-turut akan melewati suatu detektor dan
akan dibaca kadarnya. Detektor yang digunakan harus sesuai dengan jenis zat
yang dianalisis.
a. Detektor UV
Prinsip kerja detektor ini adalah spektrophotometri abssorbsi. Sampel yang
dianalisis harus menyerap sinar UV. Panjang gelombang sinar UV yang
biasa digunakan adalah 254 nm. 
b. Detektor Fluoresensi
Prinsip kerja detektor ini adalah spektrophotometri. Detektor ini lebih
sensitif daripada detektor UV. Pemakaian sumber sinar laser akan
memberikan sensitivitas yang sangat tinggi. Derivatisasi sering dilakukan
terhadap asam amino. 
c. Detektor Indeks Refraksi (Refraksi Index Detector = RID)
Detektor ini bekerja atas dasar perbedaan indeks refraksi sampel dengan
solvent. Semua larutan suatu zat mempunyai indeks bias yang spesifik,
oleh karena itu detektor ini dapat digunakan untuk hampir semua zat. 
6. Recorder
Hasil pembacaan detektor kemudian diolah oleh suatu processor
kemudian dikirim ke recorder. Recorder akan membuat suatu tampilan. Dalam
kromatografi tampilan ini disebut chromathogram. Untuk HPLC dilengkapi
seperangkat software yang dapat menghitung luas kromatogram dan bahkan
sekaligus menghitung kadarnya. 
HPLC sering digunakan antara lain untuk menetapkan kadar senyawa
aktif pada obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk- produk
degradasi dalam sediaan farmasi. Keterbatasan metode HPLC ini adalah untuk
identifikasi senyawa, kecuali jika HPLC dihubungkan dengan spektometer
massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah sampel sangat kompleks maka
resolusi yang baik sulit diperoleh.
Parasetamol adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus
kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar
UV. Karakteristik senyawa ini memungkinkan analisis dengan teknik HPLC
menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar seperti
methanol/ air. Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Konsentrasi tertinggi plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa
paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh tubuh. Dalam
plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma. Parasetamol digunakan
sebagai analgesik dan antipiretik (Sumar, 1994)

V. ALAT DAN BAHAN

1. Alat Percobaan

HPLC Agillent, alat alat gelas yag lazim digunakan di laboratorium analisis.

2. Bahan

Baku pembanding paracetamol yang di peroleh dari industry farmasi, bahan baku

paracetamol, methanol pro HPLC, air bidestilasi, kolom HPLC C18+

VI. PROSEDUR KERJA

1. Uji kesesuaian sistem

Untuk menilai apakah sistem kromatografi yang diset sudah memenuhi syarat

atau tidak, maka dilakukan uji kesesuaian sistem. Uji dilakukan dengan

menginjeksikan berturut turut sebanyak 7 kali larutan standar kedalam instrument

KCKT, selanjutnya luas area standar, waktu retens, factor ikutan dhitung nilai

simpangan baku relative luas area standar, waktu retensi, factor ikutan dihitung

nilai simpangan baku relatf (SBR)nya. Uji kesesuaian sistem dinyatakan memenuhi

syarat apabila nilai SBR ˂2.0%

2. Analisis kualitatif

a. Larutan standar
Timbang dengan seksama 25 mg bahan baku pembanding paracetamol ke

dalam labu takar 50 ml. encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Kocok

larutan hingga homogen. Pipet 1,0 ml larutan kedalam labu takar 10 ml.

encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Saring larutan dengan

membrane filter PTFE ukurang 0.45µm. larutan siap untuk di ijneksikan

kedalam alat KCKT.

b. Larutan uji

Timbang dengan seksama 25 mg bahan baku paracetamol ke dalam labu takar

50 ml. encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Kocok larutan hingga

homogeny. Pipet 1,0 ml larutan ke dalam labu takar 10 ml. Encerkan dengan

fase gerak hingga tanda batas. Saring larutan dengan membran filter PTFE

ukuran 0,4µm. larutan siap di injeksikan ke dalam alat KCKT

Injeksi masing masing larutan standard an larutan uji kedalam alat

KCKT.rekam kromatogram yang terbentuk. Bandingkan kromatogram larutan

uji dan larutan standar. Waktu retensi puncak larutan uji harus sama dengan

waktu retensi puncak larutan standar.

3. Analisis kuantitatif

a. Larutan standar

Timbang dengan saksama 25 mg baku pembanding paracetamol

kedalam labu takar 50 ml. encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas.

Kocok larutan hingga homogen (larutan stok baku pembanding paracetamol)

Buat serangkaian pengenceran larutan standar untuk pembuatan kurva

kalibrasi. Pipet masing masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; dan 1,2 ml larutan stok

baku pembanding kedalam labu takar 10 ml. encerkan dengan fase gerak hingga

tanda batas. Saring larutan dengan membrane filter PTFE ukururan 0,45µm.
larutan siap untuk di injeksikan kedalam alat KCKT. Hitung konsentrasi masing

masing larutan kurfa kalibrasi.

b. Larutan uji

Timbang dengan seksama 25 mg bahan baku paracetamol kedalam labu takar

50 ml.encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Kocok larutan hingga

homogeny. Pipet 1,0 ml larutan kedalam labu takar 10 ml. encerkan dengan fase

gerak hingga tanda batas. Saring larutan dengan membrane filter nilon ukuran

0,45µm. larutan siap untuk di injeksikan kedalam alat KCKT.

c. Cara kurva kalibrasi

Injeksikan masing masing serangkaian konsentrasi larutan standard an larutan

uji. Catat luas area kromatogram. Masing masing larutan standar dan larutan uji

dengan menggunakan kurva kalibrasi atau persaman garis, hitunglah kadar

larutan sampel (jangan lupa factor pengencerannya).

d. Cara one point

Ambillah luas area kromatogram salah satu larutan pembanding kemudian

gunakan untuk menghitung kadar larutan sampel dengan menggunakan metode

“one point” ( jangan lupafaktor pengencerannya)

Lu
Cu = ×Cs
Ls

Cu = konsentrasi larutan uji

Lu = luas area kromatogram larutan standar

Ls = luas area kromatogram larutan uji

Cs = konsentrasi larutan standar

VII. HASIL DAN PENGOLAHAN DATA

Metanol 60 : aquadest 40
Fase gerak 600ml

60
Metanol = ×600=360 ml
100

40
Aquadest = ×600=240 ml
100

Menghitung ppm  1000 ppm

50
50mg/50ml = =1000 ppm
0,05

Pengenceran standar kafein 5 ppm Kafein standar 20 ppm

V1.N1 = V2.N2 V1.N1=V2.N2

V1.1000=10.5 V1.1000=10.20

V1.1000=50 200
V1= =0,2 ml ×1000=200 m
1000
50
V1= =0,05 m×1000=50
1000 Kafein standar 25 ppm

Kafein srandar 10 ppm V1.N1=V2.N2

V1.N1=V2.N2 V1.1000=10.25

V1.1000=10.15 250
V1= =0,25 ml ×1000=250 m
1000
150
V1= =0,15 ml ×1000=150 m
1000

konsentrasi waktu L. Area height


5 ppm 11,692 2754,2 8,1
10 ppm 12,351 601271 12705,6
15 ppm 14,695 1027723,8 31494,3
20 ppm 11,688 1799124,5 38821,1
25 ppm 10,05 2008474,6 47429
Sampel 8,941 36667,6 1106,2

Dik :

Y = 104186x – 474919 r2 = 0,9792

Y= luas area

Y=bx + a

36667,6 = 104186 x – 474919


36667,6 + 474919 = 104186 x

511586,6 = 104186 x

511586,6
X= =4,910320004 ppm
104186 x

2500000

2000000
Luas Daerah

1500000

1000000
Luas Daerah
500000

0
5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm 25 ppm
Konsentrasi zat Standar

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Analisis Kadar Kafein B)

Perhitungan pengenceran larutan standar V1.N1=V2.N2

5 ppm V1.1000=10.15

V1.N1=V2.N2 1000.V1=150

V1.1000=10.5 150
V1= =0,15 ml=150 ml
1000
1000.V1=50
20 ppm
50
V1= =0,05 ml=50 ml
1000 V1.N1=V2.N2

10 ppm V1.1000=10.20

V1.N1=V2.N2 1000.V1=200

V1.1000=10.10 200
V1= 0,2 ml=200 m
1000
1000.V1=100
25 ppm
100
V1= =0,1 ml=100 ml
1000 V1.N1=V2.N2

15 ppm V1.1000=10.25
1000.V1=250

250
V1= =0,25 ml=250 m
1000

30 ppm

V1.N1=V2.N2

V1.1000=10.30

1000.V1=300

300
V1= =0,3 ml=300 m
1000
Perhitungan perbandingan

Metanol 60 : aquadest 40

Fase gerak 600ml

60
Metanol = ×600=600=360 ml
100

40
Aquadeest = ×600=240 ml
100

konsentrasi Waktu L. Area height


5 ppm 11,692 2754,2 8,1
10 ppm 12,351 601271 12705,6
15 ppm 14,695 1027723,8 31494,3
20 ppm 11,688 1799124,5 38821,1
25 ppm 10,05 2008474,6 47429
30 ppm 7,461 1501825,9 47664,4
sampel B 6,579 58556,8 2265
Perhitungan konsentrasi

Y=bx + a

6,579=104186x-474919

6,579+474919=x 104186

474,925,579/104186= X

X = 4,559 ppm

2500000

2000000
Luas Daerah

1500000

1000000
Luas Daerah
500000

0
5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm 25 ppm
Konsentrasi zat Standar
VIII. PEMBAHASAN

Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High

Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan

dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Yang paling membedakan HPLC

dengan kromatografi lainnya adalah pada KCKT digunakan tekanan tinggi untuk mendorong

fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya, dan kecepatannya untuk

sampai ke detektor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini akan teramati pada spektrum yang

puncak-puncaknya terpisah.

Prinsip dasar dari KCKT adalah suatu pemisahan senyawa berdasarkan sifat kepolarannya.

Prinsip dari metode ini pada umumnya sama dengan metode kromatografi, yaitu didasarkan

pada perbedaan kecepatan migrasi solut yang dipengaruhi oleh perbedaan afinitas solut

terhadap fase gerak dan fase diam (Gandjar dan Rohman,2007 hal 120).

Pada analisis kuantitatif dilakukan perhitungan kafein sebanyak 50mg, dengan konsentrasi

5; 10; 15; 20; 25; 30 ppm. Kadar analit dapat ditentukan dengan mnghitung konsentrasi analit

menggunakan persamaan garis y= bx + a yang diperoleh dari kurva kalibrasi deret standar.

Namun apabila luas area puncak analit tidak masuk dalam area sederet makan digunakan

peradningan kosnentrasi dan luas area deret standar dengan sampel.

Berdasarkan data pengamatan diperoleh konsentrasi kafein A 4,910320004 ppm dan kafein

B 4,559 ppm. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi selama analisis pada percobaan ini di

antaranya, masih terdapat sisa sampel yang telah ditimbang yang tidak ikut dilarutkan sehingga

pengijeksian atau pengoperasian instrument yang kurang tepat sehingga mempengaruhi hasil

kromtogram yang akan didapat.

IX. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan kali ini dari hasil kedua kromatogram tersebut dapat dilihat

keduanya menunjukkan konsentrasi kadar kafein dalam sampel obat masing-masing sebesar

4,910320004 ppm untuk data kafein A dan 4,559 ppm untuk data kafein B.
X. DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit Andi Offset.

Yogyakarta.

Day, R. A. and A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif edisi Keenam. Jakarta.

Penerbit Erlangga. Hal 394.

Hayun, Ibnu Ganjar Dan Abdul Rahman. 2006. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka

Belajar 

Ibnu Ghalib. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press: Jakarta

Sumar, Hendayana. 1994. Parasetamol. Jakarta: UI Press Supardani. 20011. Ilmu Kimia

Analitik Dasar. PT Gramedia: Jakarta.

Modul praktikum analisis fisikokimia

I. JUDUL
PENENTUAN KONSENTRASI LOGAM Cu DENGAN MENGGUNAKAN METODE

SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM (SSA)

II. TUJUAN
a. Mahasiswa mampu mengoperasikan alat dan memahami prinsip (AAS) Shimadzu AA-7000.
b. Mahasiswa dapat menentukan konsentrasi dan kadar Logam Cu A & B dengan
spektrofotometri serapan atom (AAS) Shimadzu AA-7000.
III. PRINSIP DASAR :

Prinsip dasar spektrometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik

dengan sampel. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari

lampu katoda (Hollow Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditemukan.

DASAR TEORI

Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau Atomic Absorbtion Spectroscophy (AAS)

adalah metode spektrometri yang didasari oleh adanya serapan/absorpsi cahaya ultra violet (uv)

atau visible (vis) oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan dasar yang berada di dalam nyala api.

Cahaya UV atau vis yang diserap berasal dari energi yang diemisikan oleh sumber energi tertentu.

Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat

unsurnya. Misalnya Natrium menyerap pada 589 nm, Uranium pada 358,5 nm, sedangkan Kalium

pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah

tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorbansi

energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat

energinya ke tingkat eksitasi. Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar

sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan Hukum Lambert-Beer yang secara

sederhana dirumuskan sebagai berikut :

A=abC

Keterangan : A = absorbansi/daya serap a = absorftivitas b = lebar kuvet (cm) C = konsentrasi

Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linier antara absorbansi (sumbu Y) dan konsentrasi

(sumbu X) , kita dapat menentukan konsentrasi suatu sempel.

Ada tiga komponen alat yang utama dalam SSA, yaitu (1) unit atomisasi, berupa nyala api

dari pembakaran bahan bakar tertentu dengan oksidan ; (2) sumber energi, berupa hollow cathode;
dan (3) unit pengukur fotometrik, terutama berupa detektor yang dapat mendeteksi intensitas

cahaya yang melaluinya.

Spektroskopi serapan atom ini didasarkan pada interaksi materi dengan cahaya melalui

absorpsi cahaya materi atau senyawa. Ketika suatu atom pada keadaan dasar dikenai sinar maka

atom tersebut akan tereksitasi dari keadaan dasarnya ke tingkat energi yang lebih tinggi. Energi

dari atom yang tereksitasi tersebut dijadikan sebagai dasar pengukuran untuk AAS. Atom-atom

dari sampel yang berbeda menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu sesuai dengan

energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut. Hal ini sesuai dengan hukum mekanika kuantum yang

menyatakan bahwa atom tidak naik ke tingkat energi yang lebih tinggi secara bertahap (tanpa

harus menjadi intermeditnya). Dan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi , atom akan menyerap

energi yang banyak. Saat absorbansi ini dilewatkan pada sinar UV, beberapa dari sinar akan

terserap. Serapan dari sinar UV iini yang menimbulkan panjang gelombang yang spesifik. Dengan

menyerap energi, atom dalam keadaan dasar mengalami eksitasi dan keadaan ini bersifat labil,

sehingga atom akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk

radiasi. Atom-atom dari unsur-unsur yang berbeda menyerap cahaya yang berasal dari lampu

katoda. Analisis dari suatu sampel yang mengandung unsur menggunakan cahaya hasil emisi dari

unsur tersebut. Misalnya tembaga, lampu yang mengandung unsur tembaga memancarkan berkas

cahaya hasil emisi yang diserap oleh tembaga dari sampel. Kemudian cahaya menuju ke copper

dilewatkan kedalam nyala api. Dalam AAS, sampel diatomisasi menjadi atom-atom bebas keadaan

dasar dalam bentuk uap, dan sebuah cahaya radiasi elektromagnetik dihasilkan dari emisi atom-

atom tembaga yang tereksitasi pada lampu, yang diarahkan pada sampel yang diuapkan. Sebagian

radiasi diserap oleh atom pada sampel, semakin banyak atom dalam keadaan bentuk uap semakin

besar radiasi yang diserap oleh atom pada sampel. Jumlah cahaya yang diserap sebanding dengan

jumlah atom-atom tembaga. Kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui

monokromator. Dari detektor menuju amplifier yang dipakai untuk membedakan kembali radisi

yang berasal dari sumber radiasi dan radiasi yang berasal dari nyala api. Selanjutnya sinar masuk
menuju read out untuk mencatat hasil. Kurva kalibrasi dibentuk dari perjalanan sampel yang

diketahui konsentrasinya.

1. Sumber Sinar Berfungsi memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi

absorbsi, yang diikuti peristiwa eksitasi atom. Energi eksitasi atom bersifat terkuantisasi, oleh

karena itu sumber sinar harus memberikan radiasi sinar yang spesifik pula. Energi sinar yang

khas dapat diperoleh dari peristiwa emisi sinar dari lampu katoda berongga (Hollow Cathode

Lamp).Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0,001 nm, maka tidak mungkin untuk

menggunakan sumber cahaya kontinyu, seperti pada spektrometri molekuler dengan dua alasan

utama sebagai berikut : a)Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih sempit

dari pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika sumber cahaya kontinyu

digunakan, maka pita radiasi yang diberikan oleh monokromator jauh lebih lebar dari pada pita

absorpsi, sehingga banyak radiasi yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang

mengakibatkan sensitifitas atau kepekaan SSA menjadi jelek. b)Karena banyak radiasi dari

sumber cahaya yang tidak terabsorpsi oleh atom, maka sumber energi cahaya kontinyu yang

sangat kuat diperlukan untuk menghasikan energi yang besar didalam daerah panjang

gelombang yang sangat sempit atau perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif

dibandingkan detektor photomultiplier biasa, akan tetapi didalam prakteknya hal ini tidak

efektif sehingga tidak dilakukan. Dengan melakukan sumber cahaya tunggal, monokromator

konvensional dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra saja yang biasanya disebut

dengan pita resonanasi. Pita resonanasi ini menunjukkan transisi atom dari keadaan dasar ke

keadaan transisi pertama, yang biasanya sangat sensitif untuk mendeteksi logam yang diukur.

Pada umumnya sumber cahaya yang digunakan adalah Hollow Cathode Lamp (HCL) yang

memberikan energi sinar khas untuk setiap unsur. Elektroda Hollow Cathode Lamp biasanya

terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapasi dengan unsur murni atau campuran dari unsur

murni yang dikehendaki. Hollow Cathode Lamp dapat berupa unsur tunggal atau kombinasi

beberapa unsur (Ca, Mg, Al, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, dan Sn). Lampu katode terbuat dari gelas

yang membungkus suatu katode (suatu logam berbentuk silinder yang bagian dalamnya dilapisi
dengan logam yang jenisnya sama dengan unsur logam analit yang akan dieksitasi). Anoda

tungsten berbentuk kawat / batang, kedua elektrode diselubungi oleh tabung gelas yang diisi

gas inert seperti argon atau neon pada tekanan rendah (1-5 torr). Lampu ini mempunyai

potensial 500 V, sedangkan arus berkisar antara 2-20 MA. Sumber sinar berfungsi untuk

memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi absorbsi yang diikuti peristiwa

eksitasi atom. Keunggulan dari HCL adalah menghasilkan radiasi yang sinambung dengan

monokromator resolusi yang baik, sehingga hukum Lambert-Beer dapat dipakai menghasilkan

intensitas radiasi yang kuat. Pemancaran radiasi resonansi (sinar) terjadi bila kedua elektroda

diberi tegangan, arus lustrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion yang

bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan

tereksitasinya atom-atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan

kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi

ini yang dilewatkan melalui atom yang berada dalam nyala.

2. Chopper Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari sumber sinar

menjadi berselangseling (untuk membedakan sinar dari emisi atom dalam nyala yang bersifat

kontinyu). Isyarat selangseling oleh detektor diubah menjadi isyarat bolak-balik, yang oleh

amplifier akan digandakan, sedang emisi kontinyu bersifat searah dan tidak digandakan oleh

amplifier.

3. Alat Pembakar (Proses Atomisasi) Alat pembakar terdiri dari udara (O2), campuran O2 dan

N2O, dan gas alam seperti propana, butana, asetilen, dan H2 dan asilen. Ada tiga cara atomisasi

dalam AAS : a) Memakai Nyala (pembakar) Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-

atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang dipancarkan oleh lampu katode tabung. Pada cara

ini larutan dikabutkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke pembakar atau burner. Udara

bertekanan (kompresor) sebagai oksidan ditiupkan ke dalam ruang pengkabut (nebulizer)

sehingga akan mengisap larutan sampel dan membentuk aerosol kemudian dicampur dengan

bahan bakar, diteruskan ke pembakar sedangkan butir-butir yang besar akan mengalir keluar

melalui pembuangan (waste). Keunggulannya adalah memberikan hasil yang bagus dan mudah

cara kerjanya. Sedangkan kekurangannya adalah efesiensi pengatoman didalam nyala rendah,
sehingga membatasi tingkat kepekaan analisis yang dapat dicapai.Ada tiga jenis nyala dalam

spektrometer serapan atom yaitu: · Udara – Propana Jenis nyala ini relatif lebih dingin (18000

C) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik, jika

elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu. · Udara – Asetilen Jenis nyala ini

adalah yang paling umum dipakai dalam AAS, nyala ini menghasilkan temperatur sekitar

23000 C yang dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida- oksida yang stabil seperti

Ca,Mo juga dapat dianalisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah

bahan bakar terhadap gas pengoksidasi. · Nitrous – Oksida – Asetilen Jenis nyala ini paling

panas (30000 C) dan sangat baik digunakan untuk menganalisis sampel banyak mengandung

logam-logam oksida seperti Al, Si, Ti, W. B) Tanpa Nyala (memakai tungku Grafit) Tungku

grafit dipanaskan dengan listrik (electrical thermal). Suhu dari tungku dapat diprogram,

sehingga pemanasan larutan dilakukan secara bertahap: · Tahap pengeringan (desolvasi) ·

Tahap pengabuan (volatilisasi, disosiasi) · Tahap pendinginan · Tahap atomisasi c) Tanpa

Panas (dengan penguapan) Digunakan untuk menetapkan raksa (Hg) karena raksa pada suhu

biasa mudah menguap dan berada dalam keadaan atom bebas.

4. Nebulizer Berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan ukuran

partikel 15-20 μm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler dengan pengisapan gas bahan

bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus

kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan

titik kabut yang besar dialirkan ke saluran pembuangan.

5. Spray Chamber Berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan,

bahan bakar, dan aerosol yang mengandung sampel sebelum memasuki burner.

6. Ducting Merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran AAS,

yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap

yang dihasilkan oleh AAS tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar.

7. Kompresor Merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk

mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS pada waktu pembakaran atom.
8. Burner Burner merupakan sistem tempat terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut/uap garam

yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala. Merupakan bagian paling

terpenting didalam main unit, karena burner berfungsi sebagai tempat pencampuran gas

asetilen, dan aquabides agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secdara

baik dan merata. Lubang yang berada pada burner merupakan lubang pemantik api, dimana

pada lubang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api. Warna api yang dihasilkan

berbeda-beda tergantung pada konsentrasi logam yang diukur.

9. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom didalam nyala,

energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan

dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh

monokromator. Berkas cahaya dari lampu katode berongga akan dilewatkan melalui celah

sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator. Monokromator dalam alat

AAS akan memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke

detektor. Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diperlukan (salah satu atau

lebih garis-garis resonansi dengan λ tertentu) dari sinar (spektrum) yang dihasilkan oleh lampu

katoda berongga, dan meniadakan λ yang lain. Monokromator dalam AAS diletakkan setelah

tempat sampel, hal tersebut guna menghilangkan gangguan yang berasal dari spektrum

kontinyu yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas bahan bakar yang tereksitasi didalam

nyala.

10. Detektor Berfungsi untuk menentukan intensitas radiasi foton dari gas resonansi yang keluar

dari monokromator dan mengubahnya menjadi arus listrik. Detektor yang paling banyak

digunakan adalah photo multifier tube. Terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat

peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk

katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda

terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron

yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik.
11. Rekorder Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat

menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.

12. Buangan pada AAS Buangan pada AAS disimpan didalam drigen dan diletakkan terpisah pada

AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa,

agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi keatas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan

proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel sehingga kurva yang dihasilkan

akan terlihat buruk.

IV. ALAT DAN BAHAN


A. Alat yang digunakan

Labu ukur, Gelas baker, Pipet tetes, Mikropipet, Spektrometri serapan atom

B. Bahan yang digunakan

Baku Cu standar, HNO3, Aqua pro injeksi, Syringe filter unit

V. PROSEDUR KERJA

A. Pembuatan larutan standar

1. Disiapkan larutan standar logam yang akan diuji ( konsentrasi 1000 ppm) pelarut HNO3

2. Dibuat pengenceran larutan standar 100 ppm kemudian buat variasi konsentrasi 1,2,3,4,

dan 5 ppm dalam labu ukur 25 ml

B. Pengukuran larutan standar oleh SSA

1. Dimasukkan sampel ID untuk larutan standar ( pastikan posisi “ Action” adalah STD),

masukkan true value sesuai konsentrasi yang telah dibuat.

2. Dinyalakan api dengan menekan tombol “ Purge ‘’ dan “ Ignite” secara bersamaan selama

beberapa detik hingga api muncul

3. Dibilas pipa menggunakan aquades selama 10-30 detik

4. Dimasukkan larutan sesuai urutan pada layar. Diamkan beberapa detik hingga nilai

absorban terlihat stabil, kemudian klik “ start”.


5. Setelah pembacaan absorbansi selesai, bilas kembali dengan aquades dan dilakukan

terhadap seluruh larutan standar

6. Setelah selesai pengukuran seluruh larutan standar, bilas pipa menggunakan aquades

selama 30-60 detik. kemudian matikan api dengan menekan tombol “ Extinguish”, lalu

matikan Blower

7. Disave as data hasil pengukuran

8. Diklik “ instrument” lalu pilih “ Connect”, kemudian tutup layar windows

9. Dimatikan alat SSA, matikan kompresor dan tutup gas asetilen tidak lupa untuk

membuang udara didalamnya dengan membuka tutup dibagian bawah komresor, dan

tutup kembali setelah udara habis.

VI. DATA PENGAMATAN

HASIL PENGAMATAN & PENGOLAHAN DATA

A. Data Pengamatan / Hasil Percobaan Kelompok 3 SPEKTROSKOPI


SERAPAN ATOM (ANALISIS KADAR LOGAM Cu A)
1. Perhitungan pembuatan larutan standar Cu 100 ppm dalam 25 mL :

M1 x V1 = M2 x V2

1000 x V1= 100 x 25

1000 V1 = 2.500

V1 = 2,5 ml

2. Perhitungan pengenceran larutan standar ( perhitungan 1,2,3,4, dan 5 ppm)

Perhitungan 1 ppm Perhitungan 4 ppm


M1 x V1 M1 x V1 = M2 x V2

= M2 x 100 x V1 = 4 x 25

V2 100 x 100 V1 = 100

V1 = 1 x

25

100 V1 = 25
V1 = 0,25 mL (250 ppm) V1 = 1 mL (1000 ppm)

Perhitungan 2 ppm Perhitungan 5 ppm


M1 x V1 M1 x V1 = M2 x

= M2 x V2 100 x V1 = 5

V2 100 x x 25

V1 = 2 x 100 V1 = 125

25 V1 = 1,25 mL (1250
ppm)
100 V1 = 50

V1 = 0,5 mL (500 ppm)


Perhitungan 3 ppm
M1 x V1

= M2 x

V2 100 x

V1 = 3 x

25

100 V1 = 75

V1 = 0,75 mL (750 ppm)

3. Hasil pengukuran Absorban larutan deret standar yang mengandung logam Cu


Action Sampel Conc (%) Abs
Standar 1 1 ppm 1,0000 0,4623
Standar 2 2 ppm 2,0000 0,2876
Standar 3 3 ppm 3,0000 0,1221
Standar 4 4 ppm 4,0000 1,1390
Standar 5 5 ppm 5,0000 0,0072
Didapat : y = - 0,0058800 conc
+ 0,42128 r = 0,0209
Konsentrasi dari masing-masing ppm
1 ppm 4 ppm
y = - 0,0058800 conc + Abs = - 0,0058800 conc + 0,42128
0,42128, r = 0,0209 1,1390 = - 0,0058800 conc + 0,42128
1,1390 – 0,42128 = - 0,0058800 conc
Abs = - 0,0058800 conc + 0,71772 = - 0,0058800 conc
0,42128 0,4623 = - 0,0058800 conc Conc = 0,71772 : - 0,0058800
+ 0,42128 = 0,71184
0,4623 – 0,42128 = - 0,0058800 conc
0,04102 = - 0,0058800 conc
Conc = 0,04102 : - 0,0058800
= 6.9761
2 ppm 5 ppm
Abs = - 0,0058800 conc + 0,42128 Abs = - 0,0058800 conc + 0,42128
0,2876 = - 0,0058800 conc + 0,42128 0,0072 = - 0,0058800 conc + 0,42128
0,2876 – 0,42128 = - 0,0058800 conc 0,0072 – 0,42128 = - 0,0058800 conc
-0,13368 = - 0,0058800 conc -0,41408 = - 0,0058800 conc
Conc = - 0,13368 : -0,0058800 Conc = - 0,41408 : -0,0058800
= -0,13956 = -0,41996

3 ppm
Abs = - 0,0058800 conc + 0,42128
0,1221 = - 0,0058800 conc + 0,42128
0,1221– 0,42128 = - 0,0058800 conc
-0,29918 = - 0,0058800 conc
Conc = - 0,29918 : -0,0058800
= - 0,30506

4. Kurva kalibrasi persamaan regresi

Kurva kalibrasi Persamaan regresi


Logam
Cu A
Absorbansi

1.2
1
0.8
0.6
0.4 y = -0.0059x + 0.4213 Abs
R² = 0.0004
0.2
Linear (Abs)
0
0246
ppm

Didapatkan persamaan Y= -0,0059 x + 0,4213


R2 = 0,0004
B. Data Pengamatan / Hasil Percobaan Kelompok 4 MODUL : SPEKTROSKOPI
SERAPAN ATOM (ANALISIS KADAR LOGAM Cu B)
*Perhitungan pembuatan larutan standar Cu 100 ppm dalam 25 mL &
Perhitungan pengenceran larutan standar ( perhitungan 1,2,3,4, dan 5 ppm)
Sama tetapi abseorban yang didapat berbeda.

Action Sampel Conc (%) Abs


Standar 1 1 ppm 1,0000 0,2009
Standar 2 2 ppm 2,0000 0,3584
Standar 3 3 ppm 3,0000 0,5530
Standar 4 4 ppm 4,0000 1,2337
Standar 5 5 ppm 5,0000 1,3460
Sampel Kel.4 0,5350
Didapat : y = 0,31655Conc - 0,21125
r = 0,9623
1. Konsentrasi dari masing-masing ppm
1 ppm 4 ppm
y = 0,31655 conc - 0,21125
r = 0,9623 Abs = 0,31655 conc - 0,21125
1,2337 = 0,31655 conc - 0,21125
Abs = 0,31655 conc - 0,21125 1,2337 + 0,21125 = 0,31655 conc
0,2009 = 0,31655 conc - 0,21125 1,44495 = 0,31655 conc
0,2009 + 0,21125 = 0,31655 conc Conc = 1,44495 : 0,31655
0,4124 = 0,31655 conc = 4,56468
Conc = 0,4124 : 0,31655
= 1,30279
2 ppm 5 ppm
Abs = 0,31655 conc - 0,21125 Abs = 0,31655 conc - 0,21125
0,3584 = 0,31655 conc - 0,21125 1,3460 = 0,31655 conc - 0,21125
0,3584 + 0,21125 = 0,31655 conc 1,3460 + 0,21125 = 0,31655 conc
0,56965 = 0,31655 conc 1,55725 = 0,31655 conc
Conc = 0,56965 : 0,31655 Conc = 1,55725 : 0,31655
= 1,79955 = 4,91944

3 ppm Sampel Kel.4


Abs = 0,31655 conc - 0,21125 Abs = 0,31655 conc - 0,21125
0,5530 = 0,31655 conc - 0,21125 0,5350 = 0,31655 conc - 0,21125
0,5530 + 0,21125 = 0,31655 conc 0,5350 + 0,21125 = 0,31655 conc
0,76425 = 0,31655 conc 0,74625 = 0,31655 conc
Conc = 0,76425 : 0,31655 Conc = 0,74625 : 0,31655
= 2,4143 = 2,35744

2. Kurva kalibrasi persamaan regresi

Kurva Kalibrasi persamaan regresi Logam


1.6 Cu B
1.4 y = 0.3166x -
0.2113
Absorbansi

1.2 R² = 0.9259
1
0.8
Absorbansi
0.6
Linear (Absorbansi)
0.4
0.2
0 012 3 4 5 6
ppm

Didapatkan y = 0,3166x – 0,2113


R2 = 0,9259

Sampel kel 4
y = 0,3166 x − 0,2113
0,5350 = 0,3166 x − 0,2113
0,5350 + 0,2113 = 0,3166 x
0,7463 = 0,3166 x
x = 0,7463 ∶ 0,3166
x = 2,357

51
VII. PEMBAHASAN

Pada pengujian linieritas penentuan regresi dari standar kurva kalibrasi pada logam

Cu A, diperoleh koefisien korelasi dan diketahui kondisi alat spektrofotometer yang

digunakan sudah mewakili jumlah sampel. Hasil dari kurva kalibrasi standar diperoleh

nilai korelasi R sebesar 0,209 yang menunjukkan ada hubungan linier yang erat antara

konsentrasi yang diukur dengan absorban yang dihasilkan. Dan Pada uji linieritas

penentuan regresi dari standar kurva kalibrasi pada logam Cu B, diperoleh koefisien

korelasi dan Hasil dari kurva kalibrasi standar diperoleh nilai korelasi R sebesar 0,9623

yang menunjukkan ada hubungan linier yang erat antara konsentrasi yang diukur dengan

absorban yang dihasilkan

Pada penelitian ini telah diperoleh hasil pada larutan standar untuk logam Cu A dimana

nilai absorbansi meningkat dan menurun seiring dengan peningkatan nilai konsentrasi

(ppm), dapat dilihat dimana pada konsentrasi 1 ppm diperoleh nilai absorbansi sebesar

0,4623, konsentrasi 2 ppm diperoleh nilai abasorbansi sebesar 0,2876, konsentrasi 3 ppm

diperoleh nilai absorbansi 0,1221, konsentrasi 4 ppm diperoleh nilai absorbansi 1,1390 dan

pada konsentrasi 5 ppm diperoleh absorbansi 0,0072. Pada kurva kalibrasi terdapat nilai

absorbansi yang kurang baik, Dikarenakan ada Gangguan pada pengerjaan sampel, yaitu

terjadinya pencampuran bahan-bahan kimia lain pada sampel atau Pengaruh antar unsur,

yang paling nyata disebabkan oleh reaksi kimia dalam nyala. Unsur yang dapat

menyebabkan gangguan itu berasal dari larutan itu sendiri.

Sedangkan Pada penelitian ini telah diperoleh hasil pada larutan standar untuk

logam Cu B dimana nilai absorbansi meningkat seiring dengan peningkatan nilai

konsentrasi (ppm), dapat dilihat dimana pada konsentrasi 1 ppm diperoleh nilai

absorbansi sebesar 0,2009, konsentrasi 2 ppm diperoleh nilai abasorbansi sebesar

0,3584, konsentrasi 3 ppm diperoleh nilai absorbansi 0,5530, konsentrasi 4 ppm

diperoleh nilai absorbansi 1,2337 dan pada konsentrasi 5 ppm diperoleh absorbansi

52
1,3460. Dan Pada perhitungan absorbansi untuk logam Cu A adalah 11,066 sedangkan

pada logam Cu B absorbansinya adalah 0,4297.

Dalam absorbansi kelompok logam Cu A larutan standar yang dilarutkan dengan

HNO3 mengandung banyak asam dan kemungkinan saat pengenceran larutan standar di

encerkan kurang telitinya praktikan, sehingga pembacaan dalam spektrofotometri AAS

dihasilkan absorban yang kecil pada Panjang gelombang 324 nm logam Cu dan dalam

absorbansi kelompok logam Cu B larutan standar yang dilarutkan dengan HNO3 dan

dibandingkan dengan sampel mendapatkan hasil absorbansi yang baik hal ini meungkinkan

pada preparasi sampel yang baik dan tingkat keasaman yang sesuai.

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Konsentrasi logam berat tembaga (Cu) dalam sampel A sebesar 11,066, B


sebesar 0,0956, kel 4 sebesar 0,4297.
2. Hasil perhitungan persamaan regresi kurva kalibrasi di atas diperoleh pada
analisi kadar logam Cu A persamaan Abs = 0,0058800 conc + 0,42128 dengan
koefisien korelasi (r) sebesar 0,0209. Pada analisis kadar logam Cu B
didapatkan Abs = 0,31655 conc – 0,21125 dengan koefisien korelasi (r) =
0,9623.

DAFTAR PUSTAKA

Modul praktikum analisis fisikokimia

53

Anda mungkin juga menyukai