Anda di halaman 1dari 58

MODUL 1

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA


ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF BAHAN BAKU
PARACETAMOL DENGAN SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET

Dosen Pengampu :
Dr. Syulastri Effendi, M.Si

Disusun Oleh :

Jianshy Fernando (D1A220223)


Merry Gartika (D1A220006)
Rini Mutiarawati (D1A220109)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Prinsip Kerja


Pengukuran intensitas radiasi elektromagnetik pada area energy ultraviolet
berdasarkan adanya penyerapan energy radiasi oleh molekul analit uji.

1.2 Tujuan Praktikum


Praktikan mampu memahami prinsip kerja, mampu mengoperasikan instrument
dan menganalisis sampel menggunakan instrument spektrofotometri UV.

1.3 Tujuan Percobaan


Praktikan mampu menganalisis dengan benar, baik secara kualotatif maupun
secara kuantitatif bahan baku menggunakan instrument spektrofotometri UV.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis


Spektrofotometri UV dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus
dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.

2.1.1 Aspek Kualitatif


Data spektra UV bila digunakan secara tersendiri, tidak dapat digunakan unutk
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi, bila digabung dengan cara
lain seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan spektroskoppi
massa, maka dapat digunakan untuk maksud analisis kualitatif suatu senyawa
tersebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi UV adalah panjang gelombang
maksimal, intensitas, efek, pH, dan pelarut yang kesemuanya dapat dibandingkan
dengan data yang sudah dipublikasikan.
Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya :
a. Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah
bagaimana perubahannya apakah batokromik ke hipsokromik dan sebaliknya
atau dari hipokromik ke hiperkromik, dsb.
b. Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol atau obat-obat yang berisi
ausokrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin, siklizin, dan pensiklidin.

2.1.2 Aspek Kuantitatif


Suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel (cuplikan) dan intensitas
sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya
sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang per detik.
Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang
sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan
tenaga.
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesic dan antipiretik yang
populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan,
dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesic salesma dan flu. Ia
aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja
atau tidak sengaja sering terjadi. Struktur molekul parasetamol Parasetamol
(Asetaminofen) merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan sehari-hari.
Obat ini berfungsi sebagai pereda nyeri dan penurun panas. Setelah berpuluh tahun
digunakan, parasetamol terbukti sebagai obat yang aman dan efektif. Tetapi, jika
diminum dalam dosis berlebihan (overdosis), parasetamol dapat menimbulka
kematian. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen,
parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam
obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan
dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada
janin.
Parasetamol dapat dijumpai di dalam berbagai macam obat, baik sebagai bentuk
tunggal atau berkombinasi dengan obat lain, seperti misalnya obat flu dan batuk.
Antidotum overdosis parasetamol adalah N-asetilsistein (N-acetylcysteine, NAC).
Antidotum ini efektif jika diberikan dalam 8 jam setelah mengkonsumsi
parasetamol dalam jumlah besar. NAC juga dapat mencegah kerusakan hati jika
diberikan lebih dini. Overdosis parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati. Jika
kerusakan sangat berat, mungkin perlu transplantasi hati agar korban bisa bertahan
hidup.

2.2 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan
spektrofotometer. Spektriofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer
dan fotometer. Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi
secara relative jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan
sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari
spectrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya
yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer
dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih lebih dapat
terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah
optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan
diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin
diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu
trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang
gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai
cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak
yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko
dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko
ataupun pembanding (Khopkar SM,1990).

2.3 Spektrofotometer Ultraviolet


Spektrofotometri UV merupakan salah satu metode analisis yang dilakukan
dengan pangjang gelombang 200-400 nm atau 595–299 kJ/mol. Sinar ultraviolet atau
sinar ungu terbagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Ultraviolet jauh
b. Ultaviolet dekat
Ultraviolet jauh memiliki rentang panjang gelombang ± 10– 200 nm, sedangkan
ultraviolet dekat memiliki rentang panjang gelombang ± 200- 400 nm. Cahaya UV
tidak bisa dilihat oleh manusia, namun beberapa hewan, termasuk burung, reptil dan
serangga seperti lebah dapat melihat sinar pada panjang gelombang UV.
Pada spektrofotometer UV biasanya menggunakan lampu deuterium atau
disebut juga heavi hidrogen sebagai sumber cahaya. Deuterium merupakan salah satu
isotop hidrogen yang memiliki 1 proton dan 1 neutron pada intinya. Deuterium
berbeda dengan hidrogen yang hanya memiliki 1 neutron tanpa proton. Air yang atom
hidrogennya merupakan isotop deuterium dinamakan air berat (D2O).
Air berat digunakan sebagai moderator neutron dan pendingin pada reaktor
nuklir. Deuterium juga berpotensi sebagai bahan bakar fusi nuklir komersial. Perlu
diketahui air berat yang dibekukan (es) dapat tenggelam dalam air karena massa
jenisnya lebih besar dari massa jenis air. Hal ini, tentu berbeda dengan es yang dibuat
dari air (H2O) yang mengapung bila dimasukan dalam air karena massa jenisnya lebih
kecil dari air.
Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri UV adalah zat dalam
bentuk larutan dan zat tersebut tidak tampak berwarna. Jika zat tersebut berwarna
maka perlu direaksikan dengan reagen tertentu sehingga dihasilkan suatu larutan
tidak berwarna. Namun biasanya zat yang berwarna lebih banyak dianalisis
menggunakan spektrofotometri sinar tampak.
Senyawa-senyawa organik sebagian besar tidak tidak berwarna sehingga
spektrofotometer UV lebih banyak digunakan dalam analisis senyawa organik
khususnya dalam penentuan struktur senyawa organik. Larutan-larutan tidak
berwarna yang dianalisis menggunakan spektrofotometer UV tidak boleh ada partikel
koloid ataupun suspensi. Karena adanya partikel-partikel koloid ataupun suspensi
akan memperbesar absorbansi, akibatnya bila dihubungkan dengan rumus yang
diturunkan dari hukum Lambaert-Beer konsentrasi zat yang dianalisis makin besar
dan apabila digunakan untuk penentuan struktur suatu senyawa maka pita pada
spektrum akan melebar dari yang sesungguhnya.
Analisis menggunakan sinar ultraviolet biasanya dilakukan menggunakan
ultraviolet dekat, sedangkan analisis menggunakan ultraviolet jauh maka instrumen
yang digunakan harus dalam keadaan vakum. Hal ini disebabkan jika digunakan
ultraviolet jauh maka udara akan ikut menyerap panjang gelombang yang digunakan.
Akbatnya kesalahan yang dilakukan makin fatal, karena jika udara ikut menyerap
maka absorbansi yang dihasilkan akan makin besar, jika hal ini dihubungkan dengan
hukum Lamber-Beer maka konsentrasi zat yang dianalisis lebih tinggi dari yang
seharusnya.

2.4 Absorbsi
Absorbsi cahaya UV mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron-
electron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan
tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai
cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi
ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang
disumbangkan oleh foton-foton memungkinkan electron-electron itu mengatasi
kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital baru yag lebih tinggi energinya. Semua
molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka
mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke
tingkat energi yang lebih tinggi.
Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang
diskrit sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam namun ternyata berbeda.
Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang
gelombang yang lebar. Ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi
sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik
dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke subtingkat apa saja dari
keadaan eksitasi. Karena berbagi transisi ini berbeda energi sedikit sekali, maka
panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar
yang tampak dalam spectrum itu.
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada
konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.
Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang
gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c
dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar dan
-1
disimbolkan dengan ε dengan satuan M cm-1 atau liter.mol-1cm-1. Jika c dinyatakan
dalam persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat ditulis dengan
E1%1cmA1%1cm (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5 Cara kerja spektrofotometer


Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan
larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan larutan yang
akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih foto sel yang cocok 200nm-650nm
(650nm-1100nm) agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto
sel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer didapat dengan menggunakan tombol
dark-current. Pilih h yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada
blangko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas.
Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%.
Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi
menunjukkan absorbansi larutan sampel.

2.6 Keuntungan Spektrofotometer


Keuntungan dari spektrofotometer adalah yang pertama penggunaannya luas,
dapat digunakan untuk senyawa anorganik, organik dan biokimia yang diabsorpsi di
daerah ultra lembayung atau daerah tampak. Kedua sensitivitasnya tinggi, batas
deteksi untuk mengabsorpsi pada jarak 10-4 sampai 10-5 M. Jarak ini dapat
diperpanjang menjadi 10-6 sampai 10-7 M dengan prosedur modifikasi yang pasti.
Ketiga selektivitasnya sedang sampai tinggi, jika panjang gelombang dapat
ditemukan dimana analit mengabsorpsi sendiri, persiapan pemisahan menjadi tidak
perlu. Keempat, ketelitiannya baik, kesalahan relatif pada konsentrasi yang ditemui
dengan tipe spektrofotometer UV ada pada jarak dari 1% sampai 5%. Kesalahan
tersebut dapat diperkecil hingga beberapa puluh persen dengan perlakuan yang
khusus. Dan yang terakhir mudah, spektrofotometer mengukur dengan mudah dan
kinerjanya cepat dengan instrumen modern, daerah pembacaannya otomatis (Skoog,
DA, 1996).
2.7 Komponen-komponen Pada spektrofotometer
Komponen yang pertama adalah sumber cahaya, Sebagai sumber cahaya pada
spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya
tinggi.Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan
inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari
wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang
gelombang (λ) adalah 350– 2200 nanometer (nm). sumber cahaya ini digunakan
untuk radiasi kontinyu:
a. Untuk daerah UV dan daerah tampak
b. Lampu wolfram (lampu pijar) menghasilkan
Hal kedua yang diperlukan adalah pembaur cahaya yang kerennya disebut
monokromator yang di video memberikan sinar pelangi, karena dari sana lah
kemudian kita bisa memilih panjang gelombang yang diinginka/diperlukan. Pada
video yang diperlihatkan sinar tampak atau untuk spektro visible, tapi untuk UV pun
kerjanya sama, hanya saja tidak akan terlihat oleh mata kita.
Hal ketiga adalah tempat sampel atau kuvet, pada praktikum tempat meletakan
kuvet ada dua karena alat yang dipakai tipe double beam, disanalah kita menyimpan
sample dan yang satu lagi untuk blanko. Pada pengukuran di daerah sinar tampak
digunakan kuvet kaca dan daerah UV digunakan kuvet kuarsa serta kristal garam
untuk daerah IR.
Keempat adalah detektor atau pembaca cahaya yang diteruskan oleh sampel,
disini terjadi pengubahan data sinar menjadi angka yang akan ditampilkan pada
reader (komputer). Komponen lain yang nampak penting adalah cermin-cermin dan
tentunya slit (celah kecil) untuk membuat sinar terfokus dan tidak membaur tentunya,
jadi satu hal penting dalam pekerjaan dengan spektrofotometer Uv-Vis adalah harus
dihindari adanya cahaya yang masuk ke dalam alat, biasanya pada saat menutup
tenpat kuvet, karena bila ada cahaya lain otomatis jumlah cahaya yang diukur
menjadi bertambah.
2.8 Tipe Instrumen Spektrofotometer
Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu single-beam
dan double-beam. gambar Single-beam instrument dan Double-beam instrument.

a. Single-beam instrument
Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur
absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai
beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya yang
ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa instrumen menghasilkan single-
beam instrument untuk pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang
gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800
sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1996).

b. Double-beam instrument
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750
nm. Double-beaminstrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh
potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama
melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel,
mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan
secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog, DA, 1996)
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


a. Spektrofotometer UV j. Rak tabung
b. Kuvet k. Botol semprot
c. Pipet mikro 5 dan 10 ml l. Spatula
d. Labu ukur 10 dan 100 ml m. Pipet tetes
e. Ball pipet n. Paracetamol
f. Batang pengaduk o. HCl 0,1N
g. Kaca arloji p. Metanol
h. Gelas kimia 100, 250 ml q. Aquades
i. Gelas ukur 10, 25 ml

3.2 Prosedur

ANALISIS KUALITATIF

a. Pembuatan Larutan Standar


Timbang dengan seksama 30 mg baku pembanding paracetamol ke dalam labu
takar 100 ml, Larutkan dalam HCl 0,1 N dalam methanol (1 dalam 100) sampai
tanda batas. Kocok larutan hingga homogen. Pipet 1 mL larutan tersebut ke
dalam labu takar 10 mL dan encerkan kembali hingga 10 mL dalam labu takar
10 mL.
b. Pembuatan Larutan Uji
Timbang dengan seksama 30 mg bahan baku parasetamol ke dalam labu takar
100 mL, larutkan dalam HCL 0,1 N dalam methanol (1 dalam 100), kocok
larutan hingga homogen. Pipet 1mL larutan tersebut ke dalam labu takar 10
mL. Encerkan dengan HCL 0,1 N dalam methanol (1 dalam100). Pipet kembali
1mL larutan hasil pengenceran, kemudian encerkan hingga 10 mL.
c. Pengujian Larutan Uji
Bandingkan spektrum UV larutan standar dan larutan uji. Spektrum UV larutan
standar dan larutan uji harus menunjukan Panjang gelombang (λ) yang
memberikan absorbansi maksimum dengan nilai yang sama.

ANALISIS KUANTITATIF
a. Pembuatan Larutan Standar
Timbang paracetamol 30 mg masukkan ke dalam labu takar 100 mL, larutkan
dalam HCl 0,1 N dalam methanol (1 dalam 100) sampai tanda batas, Kocok
larutan hingga homogen (larutan stok baku pembanding 300 ppm). Pipet
masing-masing larutan 100 µl, 150 µl, 200 µl, 250 µl, 300µl, 350 µl, 400 µl
larutan stok baku pembanding ke dalam labu takar 10 mL. Encerkan dengan air
destilasi hingga tanda batas. (Konsentrasi laurtan baku pembanding yang
diperoleh masing-masing 3 ppm; 4.5 ppm; 6 ppm, 7.5 ppm; 9 ppm; 10.5 ppm;
12 ppm).
b. Pembuatan Larutan Uji
Timbang 30 mg sampel masukan ke dalam labu takar 100 mL, larutkan dalam
HCl 0,1N dalam methanol (1 dalam 100), kocok ad homogen. Pipet 1 mL
larutan tersebut ke dalam labu takar 10 mL. Encerkan dengan HCl 0,1 N dalam
methanol (1 dalam 100). Kemudian pipet kembali 1 mL larutan hasil
pengenceran, kemudian encerkan Kembali hingga 10 mL dalam labu takar 10
mL.
c. Pengujian Sampel
Cara kurva kalibrasi
Pada Panjang gelombang absorban maksimum hasil pengujian kualitatif, ukur
absorbansi setiap larutan baku pembanding beserta larutan blanko. Buat kurva
kalibrasi berdasarkan data yang diperoleh dari pembacaan standar blanko.
Ukur larutan sampel pada panjeng gelombang maksimum, kemudian hiting
konsentrasi sampel berdasarkan data absorban yang diperoleh terhadap kurva
kalibrasi baku pembanding (berdasarkan persamaan regresi linear y = a+bx).
Perhatikan factor pengenceran!
Cara One Point
Ambillah absorban salah satu larutan pembanding kemudian gunakan untuk
menghitung konsentrasi larutan sampel dengan menggunakan metode “one
point”. (Perhatikan factor pengenceran)

Cu = konsentrasi larutan uji


𝐴𝑢 Cs = konsentrasi larutan standar
𝐶𝑢 = 𝑥 𝐶𝑠
𝐴𝑠 Au = Absorbans larutan uji
As = Absorbans larutan standar
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

 Perhitungan Larutan Seri Konsentrasi standar = = 300 ppm

C1.V1 = C2.V2
300 ppm .1 mL = C2 . 10 mL
300 ppm/mL = C2 . 10 mL

V1 = = 30 ppm

3 ppm 4.5 ppm


C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
300 ppm .V1 = 3 ppm . 10 mL 300 ppm.V1 = 4.5 ppm . 10 mL
300 ppm. V1 = 30 ppm/mL 300 ppm.V1 = 45 ppm/mL

V1 = = 0,1 Ml V1 = = 0,15 mL

6 ppm 7.5 ppm


C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
300 ppm.V1 = 6 ppm . 10 mL 300 ppm.V1 = 7.5 ppm . 10 mL
300 ppm.V1 = 60 ppm/mL 300 ppm.V1 = 75 ppm/mL

V1 = = 0,2 mL V1 = = 0,25 mL

9 ppm 10.5 ppm


C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
300 ppm.V1 = 9 ppm . 10 mL 300 ppm.V1 = 10.5 ppm . 10 mL
300 ppm.V1 = 90 ppm/mL 300 ppm.V1 = 105 ppm/mL

V1 = = 0,3 mL V1 = = 0,35 mL
12 ppm
C1.V1 = C2.V2
300 ppm.V1 = 12 ppm . 10 mL
300 ppm.V1 = 120 ppm/mL

V1 = = 0,4 mL

Tabel 4.1. Absorbansi Larutan Standar Paracetamol


Konsentrasi (ppm) Absorbansi
3 0.122
4,5 0.273
6 0.397
7,5 0.560
9 0.646
10,5 0.800
12 0.911

Tabel 4.2. Absorbansi Larutan Uji Paracetamol


Sampel ID Absorbansi
Sampel 1 0.398
Sampel 2 0.402
Sampel 3 0.406

 Larutan standar Uji Kualitataif


 Panjang gelombang teoritis paracetamol = 247 nm ( maksimum )
NO P/V Wavelenght Abs. Description
1 250.20 0.245 Standard

Larutan uji
NO P/V Wavelenght Abs. Description
1 248.80 0.551 Sample
Kurva Kalibrasi
1
0.8 y = 0.1311x + 0.0056
R² = 0.9967
Absorbansi
0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8
Konsentrasi Standar Paracetamol (ppm)

Gambar 1. Standard Curve Parasetamol

 Perhitungan Konsentrasi Standard

3 ppm 4.5 ppm


y = ax + b y = ax + b
y = 0.1311x + 0.0056 y = 0.1311x + 0.0056
0.122 = 0.1311x + 0.0056 0.273 = 0.1311x + 0.0056
0.122 – 0.0056 = 0.1311x 0.273 – 0.0056 = 0.1311x
0.1164 = 0.1311x 0.2674 = 0.1311x
x = 0.887 ppm x = 2.039 ppm

% Rec = x 100% = 29.56 % % Rec = x 100% = 45.32 %

6 ppm 7.5 ppm


y = ax + b y = ax + b
y = 0.1311x + 0.0056 y = 0.1311x + 0.0056
0.397 = 0.1311x + 0.0056 0.560 = 0.1311x + 0.0056
0.397 – 0.0056 = 0.1311x 0.560 – 0.0056 = 0.1311x
0.3914 = 0.1311x 0.5544 = 0.1311x
x = 2.985 ppm x = 4.228 ppm

% Rec = x 100% = 49.75 % % Rec = x 100% = 56.37 %


9 ppm 10.5 ppm
y = ax + b y = ax + b
y = 0.1311x + 0.0056 y = 0.1311x + 0.0056
0.646 = 0.1311x + 0.0056 0.800 = 0.1311x + 0.0056
0.646 – 0.0056 = 0.1311x 0.800 – 0.0056 = 0.1311x
0.6404 = 0.1311x 0.7944 = 0.1311x
x = 4.884 ppm x = 6.059 ppm

% Rec = x 100% = 54.26 % % Rec = x 100% = 57.70 %

12 ppm
y = ax + b
y = 0.1311x + 0.0056
0.911 = 0.1311x + 0.0056
0.911 – 0.0056 = 0.1311x
0.9054 = 0.1311x
x = 6.906 ppm

% Rec = x 100% = 57.55 %

 Perhitungan Konsentrasi Larutan Uji

Sampel 1 Sampel 2
y = ax + b y = ax + b
y = 0.1311x + 0.0056 y = 0.1311x + 0.0056
0.398 = 0.1311x + 0.0056 0.402 = 0.1311x + 0.0056
0.398 – 0.0056 = 0.1311x 0.402 – 0.0056 = 0.1311x
0.3924 = 0.1311x 0.3964 = 0.1311x
x = 2.993 ppm x = 3.023 ppm

% Rec = x 100% % Rec = x 100%

= 99,76 % = 100,76 %
Sampel 3
y = ax + b
y = 0.1311x + 0.0056
0.406 = 0.1311x + 0.0056
0.406 – 0.0056 = 0.1311x
0.4004 = 0.1311x
x = 3.054 ppm

% Rec = x 100%

= 101,8 %

Rata-rata konsentrasi =

= 3.023 ppm

% Rec = x 100%

= 100,76 %

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif bahan baku
parecetamol dengan metode spektrofotometri Ultraviolet (UV). Pada setiap analisis,
baik kualitatif dan kuantitatif, masing-masing dibuat larutan standar dan larutan uji.
Larutan standar ini digunakan untuk memastikan penetapan yang dialakukan pada
praktikum sesuai ataupun tidak. Pada analisis kuantitatif kadar paracetamol
ditentukan kadarnya dengan menggunakan kurva kalibrasi.
Pertama, pada praktikum ini dilakukan analisis kualitatif bahan baku
paracetamol dengan dibuat larutan standar dan larutan uji, baku pembanding dan
bahan baku paracetamol dicampurkan dengan HCL 0,1 N dalam methanol.
Penggunaan HCL untuk pembuatan larutan dalam analisis kualitatif ini sebagai
pereaksi geser karena diharapkan dapat meningkatkan pengukuran panjang
gelombang maksimumnya. Selain itu, untuk memperjelas gugus kromofor yang ada
pada paracetamol sehingga dapat terukur absorbansinya untuk analisis kualitatif
menggunakan spektrofotometri -UV (Tulandi, 2015).
Pada analisis kuantitatif, di buat larutan larutan standard dengan seri
konsentrasi masing-masing 3 ; 4.5 ; 6 ; 7.5 ; 9 ; 10.5 ; 12 ppm dan larutan uji
sebanyak 3 sampel (triplo). Dalam pembuatan larutan standar dan larutan uji,
paracetamol yang dilarutkan dengan masing-masing pelarutnya, dikocok hingga
homogeny. Tujuan larutan dikocok yaitu agar homogeny sehingga dapat larut
sempurna. Pengocokan ini juga dapat memperkecil ukuran partikel sehingga
memperbesar luas permukaan kontak sampel dengan pelarut.
Spektrofotometri Ultraviolet (UV) adalah suatu metode analisi dengan
menggunakan spektrofotometer Ultraviolet. Penggunaan absorbansi atau transmitansi
dalam spektro UV dan daerah tampak dalam analisis kualitatif dan kuantitatif spesies
kimia. Absorbansi jenis ini berlangsung dalam dua tahap yang pertama yaitu eksitasi
spesies akibat absorbansi foton dengan waktu terbatas. Tahap berikutnya adalah
relaksasi dengan relaksasi berhubungan M+ menjadi spesies baru dengan reaksi
fotokimia (Khopkar, 1990).
Pada pengujian kualitatif dan kuantitatif paracetamol menggunakan
spektrofotometri UV terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang
maksimum agar absorbansi lebih optimal. Panjang gelombang ini memang sudah
terdapat dalam literatur, namun kembali dilakukan karena disetiap pengujian yang
berbeda akan memiliki panjang gelombang maksimum yang berbeda pula. Namun
biasanya tidak jauh berbeda dengan literatur. Penentuan panjang gelombang
dilakukan dengan menggunakan larutan baku pembanding pada konsentrai 7.5 ppm
dan dibandingkan dengan larutan baku paracetamol. Pada larutan baku pembanding
didapat absorbansi maksimum 0.254 Abs pada panjang gelombang maksimum
250.20 nm. Untuk larutan uji paracetamol didapat absorbansi maksimum 0.501 Abs
pada panjang gelombang maksimum 248.80 nm.
Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum keduanya digunakan untuk
analisis kuantitatif larutan standar dan larutan uji paracetamol. Pada pengukuran
daerah sinar UV digunakan kuvet kaca kuarsa karena kuvet gelas tidak tembus
cahaya daerah ini. Cara meletakkan kuvet dalam alat spektrofotometer adalah dengan
menghadapkan kuvet bagian bening ke alat detector dan monokromator. Hal ini
karena bagian bening kuver itu ialah tempat dimana cahaya diserap. Pengukuran
pertama dilakukan terhadap blanko. Blanko dibuat untuk mengetahui besaranya
serapan yang disebabkan oleh zat yang bukan sampel, baik hanya pelarut untuk
melarutkan atau mengencerkan larutan. Hal ini diahrapkan pada saat pengukuran
hanya sampel uji saja yang terukur, dan pelarut yang digunakan tidak terukur
absorbansinya (Watson, 2005).
Menurut Rohman 2012, nilai absorbansi yang baik berkisar antara 0.2 – 0.8.
hubungan anrara absorbansi terhadap konsentrasi akan linear apabila nilai absorbansi
larutan antar 0.2-0.8 (0.2 ≤ A ≥ 0.8) atau sering disebut sebagai daerah hokum
Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubungan absorbansi
tidak linear lagi.
Hasil praktikum didapatkan nilai absorbansi larutan standar paracetamol 3 ppm
absorbansinya 0.122 Abs dan 12 ppm absorbansinya 0.911 Abs (Tabel 4.1). Nilai
yang didapat tidak sesuai dengan range dan literatur, dimana nilai absorbansi yang
baik ialah berkisar 0.2-0.8 (Rohman, 2012). Tidak sesuai dengan hal ini terjadi karena
beberapa factor kesalahan diantaranya kesalahan pada prosedur pengerjaan,
ketidaktelitian pada proses penimbangan dan pada saat pemipetan larutan.
Dari data hasil percobaan dibuat kurva kalibrasi larutan standar berdasarkan
gambar 4.1 hubungan antara konsentrasi larutan (ppm) dengan absorbansi, diperoleh
persamaan regresi y = 0.1311x + 0.0056, dengan nilai R2 = 0.9967. Nilai R2 yang
diperoleh tersebut dapat diartikan bahwa dari larutan standar memiliki koefisien
determinasi hampir mendekati +1 (bernilai positif) menunjukan korelasi yang baik
antara konsentrasi larutan (ppm) dan Absorbansi (Parwati, 2014).
Dari data absorbansi dan persamaan regresi kemudian dilakukan perhitungan
konsentrasi larutan dan % Recovery sampel. Hasil perhitungan konsentrasi larutan
standar 3 ppm didapat hasil (0.887 ppm) dan % Rec = 29.56 % ; 4.5 ppm (2.039 ppm)
dan % Rec = 45.32 % ; 6 ppm (2.985 ppm) dan % Rec = 49.75 % ; 7.5 ppm (4.228
ppm) dan % Rec = 56.37 % ; 9 ppm (4.884 ppm) dan % Rec = 54.26 % ; 10.5 ppm
(6.059 ppm) dan % Rec = 57.70 % ; 12 ppm (6.906 ppm) dan % Rec = 57.55 %. Nilai
% Recovery yang diperoleh tidak sesuai dengan range dan literatur, dimana hasil
persentase recovery untuk keperluan analisis dikatakan memenuhi syarat jika
menunjukan persentase antara 80-110 % (Emer et al., 2005). Hasil perhitungan untuk
larutan uji sampel 1 didapat hasil 2.993 ppm dan % Rec = 99.76 % ; sampel 2 didapat
hasil 3.023 ppm dan % Rec = 100.76 % ; sampel 3 didapat hasil 3.054 ppm dan %
Rec = 101.8 %. Rata-rata konsentrasi ketiga sampel ialah 3.023 ppm dan rata-rata %
Rec = 100.76 %. Diamana nilai % Recovery larutan uji memenuhi persyaratan yaitu
antara antara 80-110 %.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


1. Semakin besar nilai absorbansi suatu sampel maka semakin besar pula
konsentrasi sampel yang didapat.
2. Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna
pada panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator
prisma atau kisidifraksi dan detector vacuum phototube atau tabung foto
hampa.
3. Prinsip metode spekrofotometri adalah menganalisis larutan dengan skala
kecil.
4. Persamaan regresi hubungan antara konsentrasi larutan (ppm) dengan
absorbansi, diperoleh y = 0.1311x + 0.0056, dengan nilai R2 = 0.9967.
5. Hasil rata-rata perhitungan ketiga konsentrasi larutan uji ialah 3.023 ppm dan
rata-rata % Rec = 100.76 %
.
DAFTAR PUSTAKA

Ermer, J., and Miller, J.H., Method Validation in Pharmaceutical Analysis, Willey
VCH Verlag GmbH an Co.Weinheim, 2005.
http://nespharma.blogspot.co.id/2015/02/laporan-spektrofotometri-uv-vis.htmldiakses
pada 20 Desember 2016 jam 14.50
http://pratiwiary.blogspot.co.id/2014/06/v-behaviorurldefaultvmlo.htmldiakses pada
20 Desember 2016 jam 17.00
http://zhenarifin2014.blogspot.co.id/2015/12/laporan-praktikum-analisis-
fisikokimia_38.htmldiakses pada 20 Desember 2016 jam 14.00
https://www.academia.edu/29772706/LAPORAN_MAI_1_Analisis_Kualitatif_Dan_
Kuantitatif_Bahan_Baku_Parasetamol_.doc
Khopkar, S M. 2003. Kosep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Mulja, M S. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.

Parwati, N. K. F., Napitulu, M. & Wahid, M. D. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan


Ekstrak Daun Bihonang (Andredera Cardifolia (Steenis) ) Dengan Metode
DPPH Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS. J. Akad. Kim .Vol 3 (4) : 206-
2013.
Rohman, A. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Roth J., Hermann dan Blaschke, Goffried. 1985. Analisis Farmasi.


Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Watson, David G. 2005.Analisis Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.


LAMPIRAN GAMBAR
MODUL 3

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA


ANALISIS KADAR TEMBAGA (Cu) DENGAN MENGGUNAKAN
INSTRUMENT ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETER
(AAS)

Dosen Pengampu :
Dr. Syulastri Effendi, M.Si

Disusun Oleh :

Jianshy Fernando (D1A220223)


Merry Gartika (D1A220006)
Rini Mutiarawati (D1A220109)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Prinsip Kerja


Pengukuran intensitas cahaya berdasarkan kepada adanya penyerapan energy
cahaya oleh atom bebas.

1.2 Tujuan Praktikum


Praktikan mampu memahami prinsip kerja, mampu mengoperasikan instrument
dan menganalisis sampel menggunakan instrument AAS.

1.3 Tujuan Praktikum


Praktikan mampu menganalisis dengan benar, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif logam pada sampel menggunakan instrument AAS.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Spektometri absorbansi atom (AAS)


Spektometri absorbansi atom (AAS) merupakan suatu teknik analisis unsur
yang didasarkan pada absorbansi sinar oleh atom bebas. Dalam teknik ini, partikel
logam akan diubah kedalam bentuk atom-atomnya didalam nyala api (gas asetilen),
yang selanjutnya atom-atom tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang
dipancarkan dari sumber sinar berupa Hollow Cathode Lamp (HCL) yang merupakan
cahaya UV atau VIS yang penggunaannya hanya untuk analisis satu unsur saja..
AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrometri absorbsi
atom juga dikenal sebagai sistem single beam dan double beam layaknya
sperktofotometer UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat
menganalisis unsur yang dapat memancarkan sinar, terutama unsur golongan IA dan
IIA.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pad panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan komposisi oksida dengan
fuel dan tidak tergantung pada temperatur.
Absorpsi atom dan spektra emisi memiliki pita yang sangat sempit di
bandingkan spektrometri molekuler. Emisi atom adalah proses di mana atom yang
tereksitasi kehilangan energi yang disebabkan oleh radiasi cahaya. Misalnya, garam-
garam logam akan memberikan warna di dalam nyala ketika energi dari nyala
tersebut mengeksitasi atom yang kemudian memancarkan spektrum yang spesifik.
Sedangkan absorpsi atom merupakan proses di mana atom dalam keadaan energi
rendah menyerap radiasi dan kemudian tereksitasi. Energi yang diabsorpsi oleh atom
disebabkan oleh adanya interaksi antara satu elektron dalam atom dan vektor listrik
dari radiasi elektromagnetik. Ketika menyerap radiasi, elektron mengalami transisi
dari suatu keadaan energi tertentu ke keadaan energi lainnya. Misalnya dari orbital 2s
ke orbital 2p. Pada kondisi ini, atom-atom di katakan berada dalam keadaan
tereksitasi (pada tingkat energi tinggi) dan dapat kembali pada keadaan dasar (energi
terendah) dengan melepaskan foton pada energi yang sama. Atom dapat
mengadsorpsi atau melepas energi sebagai foton hanya jika energi foton (hν) tepat
sama dengan perbedaan energi antara keadaan tereksitasi (E) dan keadaan dasar (G)
seperti gambar dibawah :
Absorpsi dan emisi dapat terjadi secara bertahap maupun secara langsung
melalui lompatan tingkatan energi yang besar. Misalnya, absorpsi dapat terjadi secara
bertahap dari G E1 E2 .
Panjang gelombang yang diserap oleh atom dalam keadaan dasar akan sama
dengan panjang gelombang yang diemisikan oleh atom dalam keadaan tereksitasi,
apabila energi transisi kedua keadaan tersebut adalah sama tetapi dalam arah yang
yang berlawanan.
Lebar pita spektra yang diabsorpsi atau diemisikan akan sangat sempit jika
masing-masing atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi mempunyai
energi transisi yang sama. Berdasarkan hukum ketidakpastian Heisenberg, lebar pita
alami spektra atom berkisar 10-4– 10-5 nm. Akan tetapi, terdapat beberapa proses yang
dapat menyebabkan pelebaran pita hingga 0.001 nm yang akan dijelaskan lebih lanjut
dalam efek Doppler.
a. Efek Doppler
Efek Doppler juga terjadi pada atom, dimana dalam suatu kumpulan atom,
beberapa atom akan bergerak maju dan sebagian lagi menjauh dari detektor ketika
emisi terjadi, sehingga daerah panjang gelombang yang diamati menjadi lebih besar.
Efek ini akan semakin besar pada temperatur tinggi karena pergerakan atom akan
semakin meningkat yang menyebabkan terjadinya pelebaran pita absorpsi.
b. Pelebaran tekanan (Pressure Broadening)
Jika suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi bertumbukan
dengan atom lain, tumbukan tersebut akan mempengaruhi panjang gelombang foton
yang diradiasikan karena terjadi perubahan tingkat energi dalam yang menyebabkan
perbedaan keadaan transisi. Tumbukan yang terjadi antara suatu atom yang
mengabsorpsi atau memancarkan radiasi dengan atom gas lain disebut dengan
pelebaran Lorentz (Lorentz Broadening). Jika atom-atom yang mengabsorpsi dan
memancarkan radiasi juga terlibat tumbukan, maka disebut pelebaran Holzmark
(Holzmark Broadening). Dalam semua hal, semakin tinggi temperatur, maka
tumbukan akan semakin sering terjadi sehingga terjadi pelebaran pita yang disebut
dengan pelebaran tekanan (Pressure Broadening). (Wiryawan, A, dkk.,2008 :160-
161)

2.2 Komponen-komponen AAS


Secara umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah
sama dengan spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri
dari sumber cahaya, tempat sampel, monokromator, dan detektor. Analisa sampel di
lakukan melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard dan
menggunakan hukum Beer untuk menentukan konsentrasi sampel yang tidak
diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya dan
tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat berbeda
dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal: UV/Vis)
a. Sumber Cahaya
Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0.001 nm, maka tidak mungkin
untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu seperti pada spektrometri molekuler.
Sumber cahaya yang digunakan dalam spectrometer atom adalah hollow
cathode lamp. Bentuk lampu katode dapat dilihat pada gambar. Ciri utama lampu ini
adalah mempunyai katode silindris berongga yang dibuat dari logam tertentu. Katode
and anode tungsten diletakkan dalam pelindung gelas tertutup yang mengandung gas
inert (Ne atau Ar) dengan tekanan 1-5 torr. Lampu ini mempunyai potensial 500 V,
sedangkan arus berkisar antara 2 – 20 mA.
Lampu ini merupakan sumber radiasi dengan spektra yang tajam dan
mengemisikan gelombang monokhromatis. Lampu ini terdiri dari katoda cekung yang
silindris yang terbuat dari unsur yang akan ditentukan atau campurannya (alloy) dan
anoda yang terbuat dari tungsten. Elektroda-elektroda ini berada dalam tabung gelas
dengan jendela quartz karena panjang gelombang emisinya sering berada pada daerah
ultraviolet. Tabung gelas tersebut dibuat bertekanan rendah dan diisi dengan gas inert
Ar atau Ne. Beda voltase yang cukup tinggi dikenakan pada kedua elektroda tersebut
sehingga atom gas pada anoda terionisasi. Ion positif ini dipercepat kearah katoda dan
ketika menabrak katoda menyebabkan beberapa logam pada katoda terpental dan
berubah menjadi uap, Atom yang teruapkan ini, karena tabrakan dengan ion gas yang
berenergi tinggi, tereksitasi ke tingkat energi elektron yang lebih tinggi; ketika
kembali ke keadaan dasar atom-¬atom tersebut memancarkan sinar dengan λ yang
karakteristik untuk unsur katoda tersebut. Berkas sinar yang diemisikan bergerak
melalui nyala dan berkas dengan λ tertentu yang dipilih dengan monokromator akan
diserap oleh uap atom yang ada dalam nyala yang berasal dari sampel. Sinar yang
diabsorpsi paling kuat biasanya adalah sinar yang berasal dart transisi elektron ke
tingkat eksitasi terendah. Sinar ini disebut garis resonansi.
b. Sistem atomisasi
Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi
radiasi yang di pancarkan oleh lampu katode tabung. Pada umumnya, peralatan yang
di gunakan untuk mengalirkan sampel menuju nyala adalah nebulizer pneumatic yang
di hubungkan dengan pembakar (burner). (Wiryawan, A, dkk.,2008 :166)
c. Sistem atomisasi nyala
Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem
introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrumen
sumber atomisasi ini adalah nyala dan sampel di introduksikan dalarn bentuk larutan.
Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh
Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber
spray).
Ada banyak variasi nyala yang telah diapakai bertahun-tahun untuk
spektrometri atom. Namun demikian. yang saat ini menonjol dan dipakai secara luas
untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida- asetilen. Dengan
kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan ana!it (unsur
yang dianalisis) dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi,
absorbsi dan juga fluoresensi.
1) Nyala udara-asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS,. temperarur nyala-nya
yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya
bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
2) Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk
oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperatur nyala yang dihasilkan relative
tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti, V danW.
Proses atomisasi adalah proses pengubahan sample dalam bentuk larutan
menjadi spesies atom dalam nyala. Proses atomisasi ini akan berpengaruh terhadap
hubungan antara konsentrasi atom analit dalam larutan dan sinyal yang diperoleh
pada detektor dan dengan demikian sangat berpengaruh terhadap sensitivitas analisis.
Langkah-langkah proses atomisasi melibatkan hal-hal kunci sebagaimana diberikan
pada Gambar 3. Secara ideal fungsi dari sistem atomisasi (source) adalah :
1. Mengubah sembarang jenis sampel menjadi uap atom fasa-gas dengan
sedikit perlakuan atau tanpa perIakuan awal
2. Me!akukan seperti pada point 1) untuk semua elemen (unsur) dalam sampel pada
semua level konsentrasi
3. Agar diperoleh kondisi operasi yang identik untuk setiap elemen dan sampel.
4. Mendapatkan sinyal analitik sebagai fungsi sederhana dari konsentrasi tiap¬-tiap
elemen. yakni agar gangguan(interfererisi) dan penganih matriks (media) sampel
menjadi minimal.
5. Memberikan analisis yang teliti (precise) dan tepat (accurate)
6. Mendapatkan harga beli, perawatan dan pengoperasian yang murah.
7. Memudahkan operasi
Sistem atomisasi dengan elektrothermal (tungku)
Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi
kelemahan dari sistem nyala seperti, sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan
sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu:
a. Tahap pengeringan atau penguapan larutan
b. Tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-senyawa organik dan
c. Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalsis dengan menggunakan GFAAS adalah sama
dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan sistem nyala. Beberapa unsur yang
sama sekali tidak dapat dianalisis dengan GFAAS adalah tungsten, Hf, Nd, Ho, La,
Lu, Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr, hal ini disebabkan karena unsur tersebut
dapat bereaksi dengan graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat.
2. Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarut sampel, biasanya setelah sampel
ditempatkan dalam tungku.
3. Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interferensi dapat terjadi pada
sampel dan standard.
d. Copper
Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari sumber sinar
menjadi berselang-seling (untuk membedakan dengan sinar dari emisi atom dalam
nyala yang bersifat continu)
e. Monokromator
Berfungsi untuk mengisolasi salah satu atau lebih garis-garis resonansi dari
sekian banyak spektrum yng dihasilkan oleh HCL.
f. Detektor
Berfungsi mendeteksi besarnya intensitas cahaya yang diterima oleh
monokromator yang akan diteruskan ke sistem pembacaan
g. Sistem pembacaan
Menampilkan skala yang dibaca oleh detektor
A = a.b.c
Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar sebanding
dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan hokum Lambert-Beer yang secara
sederhana dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan:
A = absorbansi
a = absorbtivitas molar
b = lebar / tebal kuvet
c = konsentrasi
Pada prinsipnya tentu tidak ada masalah yang harus dikaitkan dengan
pengukuran absorban dari populasi atom keadaan yang terkurung dalam suatu
ruangan yang cocok, namun terdapat sejumlah kesulitan dalam memperoleh populasi
tersebut dengan cara yang dapat diulang. Lazimnya suatu larutan berair yang
mengandung logam yang harus ditetapkan Pb2+ atau Cu2+. Logam tersebut
dimasukkan kedalam nyala sebagai aerosol, yakni suatu kabut yang terdiri dari
tetesan yang sangat halus. Ketika butiran ini maju melewati nyala, pelarutnya akan
menguap dan dihasilkan bintik-bintik halus dari materi berupa partikel zat padat,
kemudian partikel tersebut berdisosiasi sekurang-kurangnya sebagiannya untuk
menghasilkan atom-atom logam. (R.A. day & A.L. underwood., 1989, Analisis Kimia
Kuantitatif : 430)
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


a. Labu ukur 10 dan 100 mL h. Pipet tetes
b. Micro pipet ukuran 5 dan 10 mL i. Larutan standar Cu 1000 ppm
c. Batang pengaduk j. HNO3
d. Kaca arloji k. AAS
e. Gelas kimia 100 dan 250 mL l. Rak tabung
f. Gelas ukur 10 dan 25 mL m. Botol semprot
g. Spatula n. Aquadest

3.2 Prosedur
ANALISIS KUALITATIF
a. Pembuatan Larutan Standar
 Pipet 5 mL larutan standard induk Cu 1000 mg/L, masukkan ke dalam labu
takar 100 mL, kemudian tambahkan 10 mL larutan asam nitrat 10%, encerkan
sampai tanda batas dengan air destilasi (konsentrasi pembanding 50 mg/L).
 Pipet larutan stock baku pembanding 50 mg/L, masing-masing 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2
dan 2,5 mL, masukkan ke dalam labu takar 25 mL, encerkan dengan air
destilasi sampai tada batas (konsentrasi baku pembanding 1; 2; 3; 4 dan 5
mg/L).
 Ukur absorbansi larutan-larutan standard Cu, dan larutan blanko HN03 0,1 %
dengan alat AAS.
 Buat kurva baku standard Cu, hitung persamaan regresi linear kurva baku
tersebut!
b. Pembuatan Larutan Uji
Pipet 10 mL sampel yang telah disiapkan asisten praktium. Masukkan ke dalam
labu takar 25 mL, tambahkan 0,1 mL HN03 10% kemudian encerkan dengan
air destilasi hingga tanda batas. Kocok larutan hingga homogeny. Ukur
absorbansi larutan uji menggunakan instrument AAS. Hitung kensentrasi
sampel berdasarkan persamaan regresi linear menggunakan larutan baku
pembanding!
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


 Perhitungan Larutan Seri Konsentrasi standar

C1.V1 = C2.V2
1.000 ppm .5 mL = C2 . 100 mL
5.000 ppm/mL = C2 . 100 mL

V1 = = 50 ppm

1 ppm 2 ppm
C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
50 ppm .V1 = 1 ppm . 25 mL 50 ppm.V1 = 2 ppm . 25 mL
50 ppm. V1 = 25 ppm/mL 50 ppm.V1 = 50 ppm/mL

V1 = = 0,5 mL V1 = = 1 mL

3 ppm 4 ppm
C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
50 ppm.V1 = 3 ppm . 25 mL 50 ppm.V1 = 4 ppm . 25 mL
50 ppm.V1 = 75 ppm/mL 50 ppm.V1 = 100 ppm/mL

V1 = = 1,5 mL V1 = = 2 mL

5 ppm
C1.V1 = C2.V2
50 ppm.V1 = 5 ppm . 25 mL
50 ppm.V1 = 125 ppm/mL

V1 = = 2,5 mL
Tabel 4.1. Absorbansi Larutan Standard dan Uji Cu
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1 0.3841
2* 0.3903
3 0.6889
4 0.8394
5 1.0250
Sampel 1 1.6305

*Konsentrasi larutan 2 ppm tidak dimasukkan, karena terjadi kesalahan pada


saat pemipetan larutan menggunakan mikropipet, sampel yang terambil terlalu
banyak. Sehingga hasilnya tidak akurat dan perbedaan linear yang jauh.

Standard Curve
1.5
y = 0.1585x + 0.2192
Absorbansi

1 R² = 0.998

0.5

0
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi Standard Cu (ppm)

Gambar 4.1. Standard Curve Cu


 Perhitungan Konsentrasi Standard

1 ppm 3 ppm
y = ax + b y = ax + b
y = 0.1585x + 0.2192 y = 0.1585x + 0.2192
0.3841 = 0.1585x + 0.2192 0.6889 = 0.1585x + 0.2192
0.3841 – 0.2192 = 0.1585x 0.6889 – 0.2192 = 0.1585x
0.1649 = 0.1585x 0.4497 = 0.1585x
x = 1.058 ppm x = 2.886 ppm
% Rec = x 100% = 105,8 % % Rec = x 100% = 96,2 %

4 ppm 5 ppm
y = ax + b y = ax + b
y = 0.1585x + 0.2192 y = 0.1585x + 0.2192
0.8394 = 0.1585x + 0.2192 1.0250 = 0.1585x + 0.2192
0.8394 – 0.2192 = 0.1585x 1.0250 – 0.2192 = 0.1585x
0.6202 = 0.1585x 0.8058 = 0.1585x
x = 3.980 ppm x = 5.172 ppm

% Rec = x 100% = 99,5 % % Rec = x 100% = 103,4 %

 Perhitungan Konsentrasi Larutan Uji

Sampel 1
y = ax + b
y = 0.1585x + 0.2192
1.6305 = 0.1585x + 0.2192
1.6305 – 0.2192 = 0.1585x
1.1433 = 0.1585x
x = 7.200 ppm

% Rec = x 100% = 14,4 %

4.2 Pembahasan
Spektrofotometer Serapan Atom atau Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS) merupakan salah satu instrument yang dapat menganalisa secara kualitatif dan
kuantitatif untuk menganalisa unsur-unsur logam dan semi logam dalam jumlah renik
(trace), AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer
absorpsi atom juga dikenal sistem single beam dan double beam layaknya
Spektrofotometer UV-VIS.
Pada praktikum ini, pengukuran kadar Cu dalam sampel dengan cara
menggunakan kurva kalibrasi antara kadar Cu sebagai absis dan absorbansi sebagai
ordinat. Kurva kalibrasi dibuat dengan membuat titik-titik dari 5 deret larutan
standard dan 1 sampel larutan uji. Deret larutan standar dibuat dengan beberapa
konsentrasi Cu dalam larutan yaitu, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm. Larutan
standar ini dibuat dengan menambahkan HNO3 10% untuk membuat pHnya 1-2
(suasana asam). Suasana asam ini dimaksudkan untuk menjaga kejernihan larutan.
Suatu sifat dari logam Cu ketika bereaksi dengan suatu basa akan menghasilkan
endapan. Endapan yang dihasilkan akan menyumbat pipa kapiler dalam alat. Pipa
kapiler yang tersumbat tidak dapat menghantarkan larutan masuk kedalam AAS,
artinya pengukuran tidak dapat dilakukan. Pengukuran absorpsi larutan deret standar
harus secara bertahap dari deret yang paling kecil ke deret yang paling besar.
Hollow katoda yang digunakan adalah Hollow katoda Fe Cr Cu. Prinsip
penembakan sinar oleh hollow katoda adalah dalam katoda akan dipilih energy yang
cocok untuk menembakkan suatu atom menjadi suatu atom yang tereksitasi. Di dalam
katoda terdapat banyak ion katoda yang siap untuk menembak logam yang tersedia
dalam katoda. Logam yang tertembak akan mengalami eksitasi electron. Eksitasi ini
menhasilkan suatu energy yang siap untuk ditembakkan kedalam gas atom dalam
tabung pengkabutan. Sinar yang keluar dalam katoda dipilih hanya sinar dari eksitasi
Cu, yaitu dengan cara memprogram panjang gelombangnya yang sesuai dengan
panjang gelombang Cu.
Kadar Cu yang diukur melalui AAS adalah dalam bentuk atom gasnya. Analit
yang dimiliki adalah berupa larutan senyawa Cu yang sangat encer, untuk
membuatnya menjadi atom gas Cu maka larutan tersebut dibakar dalam ruang
pengkabutan oleh asetilena dan O2.
Atom dalam bentuk gas ini siap untuk ditembak oleh hollow katoda . atom Cu
yang tertembak akan memiliki tambahan energy yang akan digunakan untuk
bereksitasi ke tingkat energy yang lebih tinggi. Kemudian atom Cu yang tereksitasi
akan kembali ke keadaan semula lagi (ground state) denagn cara melepaskan energy.
Energy yang dilepaskan yang diamati dalam percobaan berupa warna nyala. Warna
nyala untuk Cu adalah berwarna biru tua. Sinar dari hollow katoda yang tidak diserap
oleh atom Cu(g) diteruskan sampai ke detector untuk selanjutnya dibaca dan
diinterpretasikan berupa angka absorbansi yang terlihat pada layar.
Data absorbansi larutan standar yang diperoleh dari percobaan yaitu, 1 ppm =
0.3841 Abs ; 3 ppm = 0.6889 Abs ; 4 ppm = 0.8394 Abs ; 5 ppm = 1.0250 Abs dan
larutan uji/sampel 1 = 1.6305 Abs.
Dari data hasil percobaan dibuat kurva kalibrasi larutan standar berdasarkan
gambar 4.1 hubungan antara konsentrasi larutan (ppm) dengan absorbansi, diperoleh
persamaan regresi y = 0.1585x + 0.2192, dengan nilai R2 = 0.998. Nilai R2 yang
diperoleh tersebut dapat diartikan bahwa dari larutan standar memiliki koefisien
determinasi hampir mendekati +1 (bernilai positif) menunjukan korelasi yang baik
antara konsentrasi larutan (ppm) dan Absorbansi (Parwati, 2014).
Dari data absorbansi dan persamaan regresi kemudian dilakukan perhitungan
konsentrasi larutan dan % Recovery sampel. Hasil perhitungan konsentrasi larutan
standar 1 ppm didapat hasil (1.058 ppm) dan % Rec = 105.8 % ; 3 ppm (2.886 ppm)
dan % Rec = 96.2 % ; 4 ppm (3.980 ppm) dan % Rec = 99.5% ; 5 ppm (5.172 ppm)
dan % Rec = 103.4 %. Nilai % Recovery yang diperoleh sesuai dengan range dan
literatur, dimana hasil persentase recovery untuk keperluan analisis dikatakan
memenuhi syarat jika menunjukan persentase antara 80-110 % (Emer et al., 2005).
Hasil perhitungan untuk larutan uji sampel 1 didapat hasil 7.200 ppm dan % Rec =
14.4%. Diamana nilai % Recovery larutan uji yang diperoleh tidak sesuai dengan
range dan literatur atau memenuhi persyaratan. Tidak sesuai dengan hal ini terjadi
karena beberapa faktor kesalahan diantaranya kesalahan pada prosedur pengerjaan,
ketidaktelitian pada proses penimbangan dan pada saat pemipetan larutan.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


1. Semakin besar nilai absorbansi suatu sampel maka semakin besar pula
konsentrasi sampel yang didapat.
2. Persamaan regresi hubungan antara konsentrasi larutan (ppm) dengan
absorbansi, diperoleh y = 0.1585x + 0.2192, dengan nilai R2 = 0.998.
3. Hasil perhitungan konsentrasi larutan uji sampel 1 didapat hasil 7.200 ppm
dan % Rec = 14.4 %.
DAFTAR PUSTAKA

Ermer, J., and Miller, J.H., Method Validation in Pharmaceutical Analysis, Willey
VCH Verlag GmbH an Co.Weinheim, 2005.
Khopkar, S M. 2003. Kosep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Parwati, N. K. F., Napitulu, M. & Wahid, M. D. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Daun Bihonang (Andredera Cardifolia (Steenis) ) Dengan Metode
DPPH Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS. J. Akad. Kim .Vol 3 (4) : 206-
2013.

Roth J., Hermann dan Blaschke, Goffried. 1985. Analisis Farmasi.


Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
LAMPIRAN GAMBAR
MODUL 5

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA


ANALISIS KADAR PARACETAMOL DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)/ HIGH
PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Dosen Pengampu :
Dr. Syulastri Effendi, M.Si

Disusun Oleh :

Jianshy Fernando (D1A220223)


Merry Gartika (D1A220006)
Rini Mutiarawati (D1A220109)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Prinsip Kerja


Pemisahan komponen analit dengan cara migrasi ion berdasarkan kepolarannya,
setiap komponen yang keluar dari kolom (fasa diam) akan terdeteksi dengan detector
dan direkam dalam bentuk kromatogram.

1.2 Tujuan Praktikum


Praktikan dapat memahami dan melakukan analisis kualitatif (penentuan
senyawa) dan analisis kuantitatif (penentuan kadar) terhadap analit dalam sampel
menggunakan HPLC.

1.3 Tujuan Percobaan


Praktikan mampu mampu menganalisis dengan benar, baik secara kualitatif
maun kuantitatif komponen senyawa analit menggunakan instrument HPLC.
BAB II
TEORI DASAR

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan perkembangan


tingkat tinggi dari kromatografi kolom, yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa
gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Kolom sebagai fasa diam yang berisi
partikel berukuran sangat kecil akan memberi luas permukaan yang lebih besar,
memungkinkan pemisahan yang lebih baik dari komponen-komponen dalam
campuran.
Ciri dari teknik HPLC ini adalah penggunaan tekanan tinggi untuk mengirim
fase gerak ke dalam kolom, dengan memberikan tekanan tinggi, laju dan efisiensi
pemisahan dapat ditingkatkan dengan lebih besar. HPLC berupaya untuk
memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya terhadap fasa diam tertentu.
Terdapat dua fase dalam metode kromatografi cair, yaitu:
 Fase normal: Fase gerak bersifat non polar dan fase diam bersifat polar
 Fase terbaik: Fase gerak bersifat polar dan fase diam bersifat non polar
HPLC menggunakan kromatografi fase terbaik, dimana fase diam yang
merupakan silika dimodifikasi menjadi non polar melalui pelekatan rantai-rantai
hidrokarbon panjang pada permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon
8 atau 18. Sedangkan untuk fase gerak menggunakan pelarut polar berupa campuran
air dan alcohol seperti methanol.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis menggunakan HPLC,
yaitu:
 Waktu retensi (tR) adalah waktu yang dibutuhkan zat terlarut dari saat waktu
injeksi sampai keluar puncak kromatogram
 Faktor kapasitas (k’) adalah ukuran kemampuan kolom mempertahankan
komponen sampel.
 Selektivitas (α) merupakan kemampuan sistem HPLC untuk memisahkan
senyawa yang berbeda.
 Efisiensi kolom jumlah plat teoritis (N) merefleksikan jumlah waktu
senyawa berpartisi antara dua fase selama melalui kolom dan
menggambarkan efisiensi kolom.
 Resolusi (Rs) atau daya pemisahan dua pita yang berdekatan didefinisikan
sebagai jarak antara dua puncak pita dibagi dengan luas rata-rata pita.
HPLC dapat digunakan untuk analisis kualitatif didasarkan pada waktu retensi
untuk identifikasi. Identifikasi dapat diandalkan apabila waktu retensi sampel
dibandingkan dengan waktu retensi larutan standar.

HPLC juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif, yaitu penentuan kadar
dilakukan berdasarkan hubungan/korelasi menggunakan deret standar baku pada
waktu retensi tertentu, yaitu:
 Berdasarkan area kromatogram
 Berdasarkan tinggi puncak kromatogram
Deret standar baku kemudian dibuat kurva baku regresi, yang digunakan
sebagai pembanding dalam menentukan konsentrasi sampel.
y = intercept (a) + slope (b) x konsentrasi (x)
y = a + bx
y = puncak atau tinggi kromatogram
Hal yang perlu diperhatikan agar HPLC dapat digunakan untuk
penentuan kuantitatif adalah:
 Parameter percobaan antara sampel dan standar adalah sama.
 Penentuan berdasarkan waktu retensi sampel dan standar yang sama.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

a. Instrumen HPLC h. Spatula


b. Gelas ukur 10 dan 25 mL i. Ballpipet
c. Labu ukur 10 dan 100 mL j. Batang Pengaduk
d. Pipet Tetes k. Botol Semprot
e. Gelas Kimia 100, 250 mL l. Baku pembanding Paracetamol
f. Mikropipet 2 dan 10 mL m. Aqua bidest
g. Kaca Arloji n. Metanol pro HPLC

3.2 Prosedur
Sistem Komatograf:
Kolom : C- 18
Detector : UV, 272 nm
Fasa Gerak : Methanol : Aqua Bidest (60 : 40)
Laju Alir : 1 mL/menit

a. Pembuatan Larutan Standar Parcetamol


 Tirnbang 50 mg parasetamol, larutkan dengan fase gerak sampai larut,
masukkan ke dalarn labu takar 50 ml, tambahkan fase gerak sampai batas
(konsentrasi 1000 ppm).
 Pipet larutan standar 1000 ppm sebanyak 5 mL, masukan ke dalam labu
takar 50 mL, encerkan dengan fasa gerak sampai tanda batas (100 ppm)
 Larutan stock standar 100 ppm diencerkan, dibuat larutan standar
pembanding dengan konsentrasi masing-masing 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm.
Pengenceran menggunakan larutan fase gerak.
b. Pembuatan Larutan Uji
 Sampel yang telah disiapkan oleh assisten praktikum, kemudian diencerkan
dengan fase gerak, masukkan dalam labu takar 100 ml, tambahkan dengan
fase gerak sampai tanda batas!
 Ambil 1 mL larutan stock sampel yang telah dibuat, masukan ke dalam labu
takar 10 mL, encerkan sampai tanda batas menggunakan fase gerak
(pengenceran pertama).
 Kemudian ambil kembali 1mL sampel dari pengenceran pertama, masukan
ke dalam labu takar 10 mL encerkan sampai tanda batas menggunakan fase
gerak (pengenceran kedua). Larutan siap untuk diinjeksikan

c. Penentuan Kadar Paracetamol dalam sampel (kualitatif dan kuantitatif)


 Injeksikan setiap larutan standar paracetamol ke dalam sistem HPLC, catat
waktu retensi kromatogram dan tinggi/lebar kromatogram
 Buat kurva kalibrasi berdasarkan tinggi/lebar kromatogram setiap larutan
standar terhadp konsentrasi standar. (Diperoleh persamaan regresi linear).
 Injeksikan larutan sampel sebanyak 3 kali, amati kromatoram larutan
sampel, cata waktu retensi kromatogram sampel dan bandingkan dengan
waktu retensi kromatogram standar (analisis kualitatif)
 Catat tinggi/lebar kromatogram sampel, bandingkan terhadap kurva baku
standar melalui persamaan regresi (analisis kuantitatif).

hjfjfjfjfjfjfjfjfjfjfjfjagflagnajgekjg
BAB IV
HASILPENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

 Perhitungan Larutan Seri Konsentrasi standar = = 1.000 ppm

C1.V1 = C2.V2
1.000 ppm .5 mL = C2 . 50 mL
5.000 ppm/mL = C2 . 50 mL

V1 = = 100 ppm

5 ppm 10 ppm
C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
100 ppm .V1 = 5 ppm . 10 mL 100 ppm.V1 = 10 ppm . 10 mL
100 ppm. V1 = 50 ppm/mL 100 ppm.V1 = 100 ppm/mL

V1 = = 0,5 mL V1 = = 1 mL

15 ppm 20 ppm
C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
100 ppm.V1 = 15 ppm . 10 mL 100 ppm.V1 = 20 ppm . 10 mL
100 ppm.V1 = 150 ppm/mL 100 ppm.V1 = 200 ppm/mL

V1 = = 1,5 mL V1 = = 2 mL

25 ppm
C1.V1 = C2.V2
100 ppm.V1 = 25 ppm . 10 mL
100 ppm.V1 = 250 ppm/mL

V1 = = 2,5 mL
Tabel 4.1. Deret Larutan Standar Paracetamol
Waktu Retensi
Konsentrasi (ppm) Tinggi
(menit)
5 18618.9 6.126
10 32924.3 6.074
15 45615.9 5.988
20 84219.3 5.984
25 104835.1 6.796

*Konsentrasi larutan 15 ppm tidak dimasukkan, karena terjadi kesalahan pada


saat pemipetan larutan menggunakan mikropipet, sampel yang terambil terlalu
banyak. Sehingga hasilnya tidak akurat dan perbedaan linear yang jauh.

Tabel 4.2. Larutan Uji Paracetamol


Waktu Retensi
Sampel ID Tinggi
(menit)
Sampel 1 21575.4 6.447
Sampel 2 19437.9 6.654

Kurva Kalibrasi
120000
Tinggi Kromatogram

100000 y = 4474.5x - 6968.8


R² = 0.9927
80000
60000
40000
20000
0
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.1. Standar Curve Paracetamol


 Perhitungan Konsentrasi Standard

5 ppm 10 ppm
y = ax + b y = ax + b
y = 4474.5x – 6968.8 y = 4474.5x – 6968.8
18618.9 = 4474.5x – 6968.8 32924.3 = 4474.5x – 6968.8
25587.7 = 4474.5x 39893.1 = 4474.5x
x = 5.499 ppm x = 8.915 ppm

% Rec = x 100% % Rec = x 100%

= 109,98 % = 89,15 %
20 ppm 25 ppm
y = ax + b y = ax + b
y = 4474.5x – 6968.8 y = 4474.5x – 6968.8
84219.3 = 4474.5x – 6968.8 104835.1 = 4474.5x – 6968.8
91188.1 = 4474.5x 111803.9 = 4474.5x
x = 20.279 ppm x = 24.986 ppm

% Rec = x 100% % Rec = x 100%

= 101,89 % = 99,94 %

 Perhitungan Konsentrasi Larutan Uji

Sampel 1 Sampel 2
y = ax + b y = ax + b
y = 4474.5x – 6968.8 y = 4474.5x – 6968.8
21475.4 = 4474.5x – 6968.8 19437.9 = 4474.5x – 6968.8
28444,2 = 4474.5x 26406.7 = 4474.5x
x = 6.356 ppm x = 5.901 ppm

% Rec = x 100% % Rec = x 100%

= 123,13 % = 116.03 %
Rata-rata konsentrasi =

= 5.723 ppm

% Rec = x 100%

= 113,47 %

4.2 Pembahasan
HPLC adalah singkatan dari High Performance Liquid Chromatography, yaitu
alat yang berfungsi mendorong analit melalui sebuah kolom dari fase diam (yaitu
sebuah tube dengan partikel bulat kecil dengan permukaan kimia tertentu) dengan
memompa cairan (fase bergerak) pada tekanan tinggi melalui kolom. HPLC secara
mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain
dari pelarut yang menetes melalui kolom dibawah gravitasi, didukung melalui
tekanan tinggi sampai dengan 400 atm.
Adapun prinsip dasar dari HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
pada praktikum kali ini adalah adanya perbedaan koefisien distribusi antara
komponen fasa gerak dan fasa diam. Praktikum ini menggunakan HPLC fasa terbalik,
karena fasa diam yang digunakan bersifat nonpolar yaitu C-18 dan fasa gerak gerak
yang digunakan campuran dari aquadest: methanol (40 : 60) bersifat polar. Mode
operasional yang digunakan pada praktikum kali ini adalah mode isokratik dimana
komposisi fasa gerak dan laju kolom dibuat tetap sebesar 1 mL/menit.
Pada praktikum ini, pembuatan larutan standar dilakukan untuk menentukan
kurva kalibrasi parasetamol. Kurva kalibrasi dibuat sebagai pembanding. Variasi
konsentrasi yang digunakan untuk parasetamol secara berturut-turut adalah 5 : 10 : 15
: 20 : dan 25 ppm. Untuk larutan uji parasetamol dibuat 2 sampel.
Dari data hasil percobaan dibuat kurva kalibrasi larutan standar berdasarkan
gambar 4.1 hubungan antara konsentrasi larutan (ppm) dengan tinggi kromatogram,
diperoleh persamaan regresi y = 4474.5x – 6968.8, dengan nilai R2 = 0.9927. Nilai R2
yang diperoleh tersebut dapat diartikan bahwa dari larutan standar memiliki koefisien
determinasi hampir mendekati +1 (bernilai positif) menunjukan korelasi yang baik
antara konsentrasi larutan (ppm) tinggi kromatogram (Parwati, 2014).
Dari data absorbansi dan persamaan regresi kemudian dilakukan perhitungan
konsentrasi larutan dan % Recovery sampel. Hasil perhitungan konsentrasi larutan
standar 5 ppm didapat hasil (5.449 ppm) dan % Rec = 109.98 % ; 10 ppm (8.915
ppm) dan % Rec = 89.15 % ; 20 ppm (20.279 ppm) dan % Rec = 101.89 % ; 25 ppm
(24.968 ppm) dan % Rec = 99.94 %. Nilai % Recovery yang diperoleh sesuai dengan
range dan literatur, dimana hasil persentase recovery untuk keperluan analisis
dikatakan memenuhi syarat jika menunjukan persentase antara 80-110 % (Emer et al.,
2005). Hasil perhitungan untuk larutan uji sampel 1 didapat hasil 6.356 ppm dan %
Rec = 123.13 % ; sampel 2 didapat hasil 5.901 ppm dan % Rec = 116.03 %. Rata-rata
konsentrasi ketiga sampel ialah 5.723 ppm dan rata-rata % Rec = 113.47 %. Diamana
nilai % Recovery larutan uji yang diperoleh tidak sesuai dengan range dan literatur
atau memenuhi persyaratan. Tidak sesuai dengan hal ini terjadi karena beberapa
faktor kesalahan diantaranya kesalahan pada prosedur pengerjaan, ketidaktelitian
pada proses penimbangan dan pada saat pemipetan larutan.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


1. Analisis kualitatif menyatakan terdapat senyawa parasetamol.
2. Persamaan regresi hubungan antara konsentrasi larutan (ppm) dengan tingggi
kromstogram, diperoleh y = 4474.5x – 6968.8, dengan nilai R2 = 0.9927.
3. Hasil perhitungan konsentrasi larutan uji sampel 1 didapat hasil 6.356 ppm
dan % Rec = 123.13 % ; sampel 2 di dapat hasil didapat hasil 5.901 ppm dan
% Rec = 116.03 %. Rata-rata konsentrasi ketiga sampel ialah 5.723 ppm dan
rata-rata % Rec = 113.47 %.
DAFTAR PUSTAKA

Ermer, J., and Miller, J.H., Method Validation in Pharmaceutical Analysis, Willey
VCH Verlag GmbH an Co.Weinheim, 2005.
Parwati, N. K. F., Napitulu, M. & Wahid, M. D. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Daun Bihonang (Andredera Cardifolia (Steenis) ) Dengan Metode
DPPH Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS. J. Akad. Kim .Vol 3 (4) : 206-
2013.

Julianti, Ika. 2021. Modifikasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
pada Analisis Parasetamol, Propifenazon dan Kafein dalam Sediaan Farmasi.
Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara (RI-USU)

Munson, J.W., 1984, Pharmaceutical Analysis Modern Methods, diterjemahkan oleh


Harjana Parwa B, 14-16, Universitas Airlangga Press, Surabaya.
LAMPIRAN GAMBAR

Anda mungkin juga menyukai