Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dosen Pengampu :
Dr. Syulastri Effendi, M.Si
Disusun Oleh :
2.2 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan
spektrofotometer. Spektriofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer
dan fotometer. Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi
secara relative jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan
sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari
spectrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya
yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer
dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih lebih dapat
terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah
optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan
diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin
diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu
trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang
gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai
cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak
yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko
dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko
ataupun pembanding (Khopkar SM,1990).
2.4 Absorbsi
Absorbsi cahaya UV mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron-
electron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan
tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai
cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi
ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang
disumbangkan oleh foton-foton memungkinkan electron-electron itu mengatasi
kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital baru yag lebih tinggi energinya. Semua
molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka
mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke
tingkat energi yang lebih tinggi.
Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang
diskrit sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam namun ternyata berbeda.
Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang
gelombang yang lebar. Ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi
sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik
dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke subtingkat apa saja dari
keadaan eksitasi. Karena berbagi transisi ini berbeda energi sedikit sekali, maka
panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar
yang tampak dalam spectrum itu.
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada
konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.
Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang
gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c
dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar dan
-1
disimbolkan dengan ε dengan satuan M cm-1 atau liter.mol-1cm-1. Jika c dinyatakan
dalam persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat ditulis dengan
E1%1cmA1%1cm (Gandjar dan Rohman, 2007).
a. Single-beam instrument
Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur
absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai
beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya yang
ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa instrumen menghasilkan single-
beam instrument untuk pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang
gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800
sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1996).
b. Double-beam instrument
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750
nm. Double-beaminstrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh
potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama
melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel,
mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan
secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog, DA, 1996)
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.2 Prosedur
ANALISIS KUALITATIF
ANALISIS KUANTITATIF
a. Pembuatan Larutan Standar
Timbang paracetamol 30 mg masukkan ke dalam labu takar 100 mL, larutkan
dalam HCl 0,1 N dalam methanol (1 dalam 100) sampai tanda batas, Kocok
larutan hingga homogen (larutan stok baku pembanding 300 ppm). Pipet
masing-masing larutan 100 µl, 150 µl, 200 µl, 250 µl, 300µl, 350 µl, 400 µl
larutan stok baku pembanding ke dalam labu takar 10 mL. Encerkan dengan air
destilasi hingga tanda batas. (Konsentrasi laurtan baku pembanding yang
diperoleh masing-masing 3 ppm; 4.5 ppm; 6 ppm, 7.5 ppm; 9 ppm; 10.5 ppm;
12 ppm).
b. Pembuatan Larutan Uji
Timbang 30 mg sampel masukan ke dalam labu takar 100 mL, larutkan dalam
HCl 0,1N dalam methanol (1 dalam 100), kocok ad homogen. Pipet 1 mL
larutan tersebut ke dalam labu takar 10 mL. Encerkan dengan HCl 0,1 N dalam
methanol (1 dalam 100). Kemudian pipet kembali 1 mL larutan hasil
pengenceran, kemudian encerkan Kembali hingga 10 mL dalam labu takar 10
mL.
c. Pengujian Sampel
Cara kurva kalibrasi
Pada Panjang gelombang absorban maksimum hasil pengujian kualitatif, ukur
absorbansi setiap larutan baku pembanding beserta larutan blanko. Buat kurva
kalibrasi berdasarkan data yang diperoleh dari pembacaan standar blanko.
Ukur larutan sampel pada panjeng gelombang maksimum, kemudian hiting
konsentrasi sampel berdasarkan data absorban yang diperoleh terhadap kurva
kalibrasi baku pembanding (berdasarkan persamaan regresi linear y = a+bx).
Perhatikan factor pengenceran!
Cara One Point
Ambillah absorban salah satu larutan pembanding kemudian gunakan untuk
menghitung konsentrasi larutan sampel dengan menggunakan metode “one
point”. (Perhatikan factor pengenceran)
C1.V1 = C2.V2
300 ppm .1 mL = C2 . 10 mL
300 ppm/mL = C2 . 10 mL
V1 = = 30 ppm
V1 = = 0,1 Ml V1 = = 0,15 mL
V1 = = 0,2 mL V1 = = 0,25 mL
V1 = = 0,3 mL V1 = = 0,35 mL
12 ppm
C1.V1 = C2.V2
300 ppm.V1 = 12 ppm . 10 mL
300 ppm.V1 = 120 ppm/mL
V1 = = 0,4 mL
Larutan uji
NO P/V Wavelenght Abs. Description
1 248.80 0.551 Sample
Kurva Kalibrasi
1
0.8 y = 0.1311x + 0.0056
R² = 0.9967
Absorbansi
0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8
Konsentrasi Standar Paracetamol (ppm)
12 ppm
y = ax + b
y = 0.1311x + 0.0056
0.911 = 0.1311x + 0.0056
0.911 – 0.0056 = 0.1311x
0.9054 = 0.1311x
x = 6.906 ppm
Sampel 1 Sampel 2
y = ax + b y = ax + b
y = 0.1311x + 0.0056 y = 0.1311x + 0.0056
0.398 = 0.1311x + 0.0056 0.402 = 0.1311x + 0.0056
0.398 – 0.0056 = 0.1311x 0.402 – 0.0056 = 0.1311x
0.3924 = 0.1311x 0.3964 = 0.1311x
x = 2.993 ppm x = 3.023 ppm
= 99,76 % = 100,76 %
Sampel 3
y = ax + b
y = 0.1311x + 0.0056
0.406 = 0.1311x + 0.0056
0.406 – 0.0056 = 0.1311x
0.4004 = 0.1311x
x = 3.054 ppm
% Rec = x 100%
= 101,8 %
Rata-rata konsentrasi =
= 3.023 ppm
% Rec = x 100%
= 100,76 %
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif bahan baku
parecetamol dengan metode spektrofotometri Ultraviolet (UV). Pada setiap analisis,
baik kualitatif dan kuantitatif, masing-masing dibuat larutan standar dan larutan uji.
Larutan standar ini digunakan untuk memastikan penetapan yang dialakukan pada
praktikum sesuai ataupun tidak. Pada analisis kuantitatif kadar paracetamol
ditentukan kadarnya dengan menggunakan kurva kalibrasi.
Pertama, pada praktikum ini dilakukan analisis kualitatif bahan baku
paracetamol dengan dibuat larutan standar dan larutan uji, baku pembanding dan
bahan baku paracetamol dicampurkan dengan HCL 0,1 N dalam methanol.
Penggunaan HCL untuk pembuatan larutan dalam analisis kualitatif ini sebagai
pereaksi geser karena diharapkan dapat meningkatkan pengukuran panjang
gelombang maksimumnya. Selain itu, untuk memperjelas gugus kromofor yang ada
pada paracetamol sehingga dapat terukur absorbansinya untuk analisis kualitatif
menggunakan spektrofotometri -UV (Tulandi, 2015).
Pada analisis kuantitatif, di buat larutan larutan standard dengan seri
konsentrasi masing-masing 3 ; 4.5 ; 6 ; 7.5 ; 9 ; 10.5 ; 12 ppm dan larutan uji
sebanyak 3 sampel (triplo). Dalam pembuatan larutan standar dan larutan uji,
paracetamol yang dilarutkan dengan masing-masing pelarutnya, dikocok hingga
homogeny. Tujuan larutan dikocok yaitu agar homogeny sehingga dapat larut
sempurna. Pengocokan ini juga dapat memperkecil ukuran partikel sehingga
memperbesar luas permukaan kontak sampel dengan pelarut.
Spektrofotometri Ultraviolet (UV) adalah suatu metode analisi dengan
menggunakan spektrofotometer Ultraviolet. Penggunaan absorbansi atau transmitansi
dalam spektro UV dan daerah tampak dalam analisis kualitatif dan kuantitatif spesies
kimia. Absorbansi jenis ini berlangsung dalam dua tahap yang pertama yaitu eksitasi
spesies akibat absorbansi foton dengan waktu terbatas. Tahap berikutnya adalah
relaksasi dengan relaksasi berhubungan M+ menjadi spesies baru dengan reaksi
fotokimia (Khopkar, 1990).
Pada pengujian kualitatif dan kuantitatif paracetamol menggunakan
spektrofotometri UV terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang
maksimum agar absorbansi lebih optimal. Panjang gelombang ini memang sudah
terdapat dalam literatur, namun kembali dilakukan karena disetiap pengujian yang
berbeda akan memiliki panjang gelombang maksimum yang berbeda pula. Namun
biasanya tidak jauh berbeda dengan literatur. Penentuan panjang gelombang
dilakukan dengan menggunakan larutan baku pembanding pada konsentrai 7.5 ppm
dan dibandingkan dengan larutan baku paracetamol. Pada larutan baku pembanding
didapat absorbansi maksimum 0.254 Abs pada panjang gelombang maksimum
250.20 nm. Untuk larutan uji paracetamol didapat absorbansi maksimum 0.501 Abs
pada panjang gelombang maksimum 248.80 nm.
Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum keduanya digunakan untuk
analisis kuantitatif larutan standar dan larutan uji paracetamol. Pada pengukuran
daerah sinar UV digunakan kuvet kaca kuarsa karena kuvet gelas tidak tembus
cahaya daerah ini. Cara meletakkan kuvet dalam alat spektrofotometer adalah dengan
menghadapkan kuvet bagian bening ke alat detector dan monokromator. Hal ini
karena bagian bening kuver itu ialah tempat dimana cahaya diserap. Pengukuran
pertama dilakukan terhadap blanko. Blanko dibuat untuk mengetahui besaranya
serapan yang disebabkan oleh zat yang bukan sampel, baik hanya pelarut untuk
melarutkan atau mengencerkan larutan. Hal ini diahrapkan pada saat pengukuran
hanya sampel uji saja yang terukur, dan pelarut yang digunakan tidak terukur
absorbansinya (Watson, 2005).
Menurut Rohman 2012, nilai absorbansi yang baik berkisar antara 0.2 – 0.8.
hubungan anrara absorbansi terhadap konsentrasi akan linear apabila nilai absorbansi
larutan antar 0.2-0.8 (0.2 ≤ A ≥ 0.8) atau sering disebut sebagai daerah hokum
Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubungan absorbansi
tidak linear lagi.
Hasil praktikum didapatkan nilai absorbansi larutan standar paracetamol 3 ppm
absorbansinya 0.122 Abs dan 12 ppm absorbansinya 0.911 Abs (Tabel 4.1). Nilai
yang didapat tidak sesuai dengan range dan literatur, dimana nilai absorbansi yang
baik ialah berkisar 0.2-0.8 (Rohman, 2012). Tidak sesuai dengan hal ini terjadi karena
beberapa factor kesalahan diantaranya kesalahan pada prosedur pengerjaan,
ketidaktelitian pada proses penimbangan dan pada saat pemipetan larutan.
Dari data hasil percobaan dibuat kurva kalibrasi larutan standar berdasarkan
gambar 4.1 hubungan antara konsentrasi larutan (ppm) dengan absorbansi, diperoleh
persamaan regresi y = 0.1311x + 0.0056, dengan nilai R2 = 0.9967. Nilai R2 yang
diperoleh tersebut dapat diartikan bahwa dari larutan standar memiliki koefisien
determinasi hampir mendekati +1 (bernilai positif) menunjukan korelasi yang baik
antara konsentrasi larutan (ppm) dan Absorbansi (Parwati, 2014).
Dari data absorbansi dan persamaan regresi kemudian dilakukan perhitungan
konsentrasi larutan dan % Recovery sampel. Hasil perhitungan konsentrasi larutan
standar 3 ppm didapat hasil (0.887 ppm) dan % Rec = 29.56 % ; 4.5 ppm (2.039 ppm)
dan % Rec = 45.32 % ; 6 ppm (2.985 ppm) dan % Rec = 49.75 % ; 7.5 ppm (4.228
ppm) dan % Rec = 56.37 % ; 9 ppm (4.884 ppm) dan % Rec = 54.26 % ; 10.5 ppm
(6.059 ppm) dan % Rec = 57.70 % ; 12 ppm (6.906 ppm) dan % Rec = 57.55 %. Nilai
% Recovery yang diperoleh tidak sesuai dengan range dan literatur, dimana hasil
persentase recovery untuk keperluan analisis dikatakan memenuhi syarat jika
menunjukan persentase antara 80-110 % (Emer et al., 2005). Hasil perhitungan untuk
larutan uji sampel 1 didapat hasil 2.993 ppm dan % Rec = 99.76 % ; sampel 2 didapat
hasil 3.023 ppm dan % Rec = 100.76 % ; sampel 3 didapat hasil 3.054 ppm dan %
Rec = 101.8 %. Rata-rata konsentrasi ketiga sampel ialah 3.023 ppm dan rata-rata %
Rec = 100.76 %. Diamana nilai % Recovery larutan uji memenuhi persyaratan yaitu
antara antara 80-110 %.
BAB V
KESIMPULAN
Ermer, J., and Miller, J.H., Method Validation in Pharmaceutical Analysis, Willey
VCH Verlag GmbH an Co.Weinheim, 2005.
http://nespharma.blogspot.co.id/2015/02/laporan-spektrofotometri-uv-vis.htmldiakses
pada 20 Desember 2016 jam 14.50
http://pratiwiary.blogspot.co.id/2014/06/v-behaviorurldefaultvmlo.htmldiakses pada
20 Desember 2016 jam 17.00
http://zhenarifin2014.blogspot.co.id/2015/12/laporan-praktikum-analisis-
fisikokimia_38.htmldiakses pada 20 Desember 2016 jam 14.00
https://www.academia.edu/29772706/LAPORAN_MAI_1_Analisis_Kualitatif_Dan_
Kuantitatif_Bahan_Baku_Parasetamol_.doc
Khopkar, S M. 2003. Kosep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Dosen Pengampu :
Dr. Syulastri Effendi, M.Si
Disusun Oleh :
3.2 Prosedur
ANALISIS KUALITATIF
a. Pembuatan Larutan Standar
Pipet 5 mL larutan standard induk Cu 1000 mg/L, masukkan ke dalam labu
takar 100 mL, kemudian tambahkan 10 mL larutan asam nitrat 10%, encerkan
sampai tanda batas dengan air destilasi (konsentrasi pembanding 50 mg/L).
Pipet larutan stock baku pembanding 50 mg/L, masing-masing 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2
dan 2,5 mL, masukkan ke dalam labu takar 25 mL, encerkan dengan air
destilasi sampai tada batas (konsentrasi baku pembanding 1; 2; 3; 4 dan 5
mg/L).
Ukur absorbansi larutan-larutan standard Cu, dan larutan blanko HN03 0,1 %
dengan alat AAS.
Buat kurva baku standard Cu, hitung persamaan regresi linear kurva baku
tersebut!
b. Pembuatan Larutan Uji
Pipet 10 mL sampel yang telah disiapkan asisten praktium. Masukkan ke dalam
labu takar 25 mL, tambahkan 0,1 mL HN03 10% kemudian encerkan dengan
air destilasi hingga tanda batas. Kocok larutan hingga homogeny. Ukur
absorbansi larutan uji menggunakan instrument AAS. Hitung kensentrasi
sampel berdasarkan persamaan regresi linear menggunakan larutan baku
pembanding!
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
C1.V1 = C2.V2
1.000 ppm .5 mL = C2 . 100 mL
5.000 ppm/mL = C2 . 100 mL
V1 = = 50 ppm
1 ppm 2 ppm
C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
50 ppm .V1 = 1 ppm . 25 mL 50 ppm.V1 = 2 ppm . 25 mL
50 ppm. V1 = 25 ppm/mL 50 ppm.V1 = 50 ppm/mL
V1 = = 0,5 mL V1 = = 1 mL
3 ppm 4 ppm
C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
50 ppm.V1 = 3 ppm . 25 mL 50 ppm.V1 = 4 ppm . 25 mL
50 ppm.V1 = 75 ppm/mL 50 ppm.V1 = 100 ppm/mL
V1 = = 1,5 mL V1 = = 2 mL
5 ppm
C1.V1 = C2.V2
50 ppm.V1 = 5 ppm . 25 mL
50 ppm.V1 = 125 ppm/mL
V1 = = 2,5 mL
Tabel 4.1. Absorbansi Larutan Standard dan Uji Cu
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1 0.3841
2* 0.3903
3 0.6889
4 0.8394
5 1.0250
Sampel 1 1.6305
Standard Curve
1.5
y = 0.1585x + 0.2192
Absorbansi
1 R² = 0.998
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi Standard Cu (ppm)
1 ppm 3 ppm
y = ax + b y = ax + b
y = 0.1585x + 0.2192 y = 0.1585x + 0.2192
0.3841 = 0.1585x + 0.2192 0.6889 = 0.1585x + 0.2192
0.3841 – 0.2192 = 0.1585x 0.6889 – 0.2192 = 0.1585x
0.1649 = 0.1585x 0.4497 = 0.1585x
x = 1.058 ppm x = 2.886 ppm
% Rec = x 100% = 105,8 % % Rec = x 100% = 96,2 %
4 ppm 5 ppm
y = ax + b y = ax + b
y = 0.1585x + 0.2192 y = 0.1585x + 0.2192
0.8394 = 0.1585x + 0.2192 1.0250 = 0.1585x + 0.2192
0.8394 – 0.2192 = 0.1585x 1.0250 – 0.2192 = 0.1585x
0.6202 = 0.1585x 0.8058 = 0.1585x
x = 3.980 ppm x = 5.172 ppm
Sampel 1
y = ax + b
y = 0.1585x + 0.2192
1.6305 = 0.1585x + 0.2192
1.6305 – 0.2192 = 0.1585x
1.1433 = 0.1585x
x = 7.200 ppm
4.2 Pembahasan
Spektrofotometer Serapan Atom atau Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS) merupakan salah satu instrument yang dapat menganalisa secara kualitatif dan
kuantitatif untuk menganalisa unsur-unsur logam dan semi logam dalam jumlah renik
(trace), AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer
absorpsi atom juga dikenal sistem single beam dan double beam layaknya
Spektrofotometer UV-VIS.
Pada praktikum ini, pengukuran kadar Cu dalam sampel dengan cara
menggunakan kurva kalibrasi antara kadar Cu sebagai absis dan absorbansi sebagai
ordinat. Kurva kalibrasi dibuat dengan membuat titik-titik dari 5 deret larutan
standard dan 1 sampel larutan uji. Deret larutan standar dibuat dengan beberapa
konsentrasi Cu dalam larutan yaitu, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm. Larutan
standar ini dibuat dengan menambahkan HNO3 10% untuk membuat pHnya 1-2
(suasana asam). Suasana asam ini dimaksudkan untuk menjaga kejernihan larutan.
Suatu sifat dari logam Cu ketika bereaksi dengan suatu basa akan menghasilkan
endapan. Endapan yang dihasilkan akan menyumbat pipa kapiler dalam alat. Pipa
kapiler yang tersumbat tidak dapat menghantarkan larutan masuk kedalam AAS,
artinya pengukuran tidak dapat dilakukan. Pengukuran absorpsi larutan deret standar
harus secara bertahap dari deret yang paling kecil ke deret yang paling besar.
Hollow katoda yang digunakan adalah Hollow katoda Fe Cr Cu. Prinsip
penembakan sinar oleh hollow katoda adalah dalam katoda akan dipilih energy yang
cocok untuk menembakkan suatu atom menjadi suatu atom yang tereksitasi. Di dalam
katoda terdapat banyak ion katoda yang siap untuk menembak logam yang tersedia
dalam katoda. Logam yang tertembak akan mengalami eksitasi electron. Eksitasi ini
menhasilkan suatu energy yang siap untuk ditembakkan kedalam gas atom dalam
tabung pengkabutan. Sinar yang keluar dalam katoda dipilih hanya sinar dari eksitasi
Cu, yaitu dengan cara memprogram panjang gelombangnya yang sesuai dengan
panjang gelombang Cu.
Kadar Cu yang diukur melalui AAS adalah dalam bentuk atom gasnya. Analit
yang dimiliki adalah berupa larutan senyawa Cu yang sangat encer, untuk
membuatnya menjadi atom gas Cu maka larutan tersebut dibakar dalam ruang
pengkabutan oleh asetilena dan O2.
Atom dalam bentuk gas ini siap untuk ditembak oleh hollow katoda . atom Cu
yang tertembak akan memiliki tambahan energy yang akan digunakan untuk
bereksitasi ke tingkat energy yang lebih tinggi. Kemudian atom Cu yang tereksitasi
akan kembali ke keadaan semula lagi (ground state) denagn cara melepaskan energy.
Energy yang dilepaskan yang diamati dalam percobaan berupa warna nyala. Warna
nyala untuk Cu adalah berwarna biru tua. Sinar dari hollow katoda yang tidak diserap
oleh atom Cu(g) diteruskan sampai ke detector untuk selanjutnya dibaca dan
diinterpretasikan berupa angka absorbansi yang terlihat pada layar.
Data absorbansi larutan standar yang diperoleh dari percobaan yaitu, 1 ppm =
0.3841 Abs ; 3 ppm = 0.6889 Abs ; 4 ppm = 0.8394 Abs ; 5 ppm = 1.0250 Abs dan
larutan uji/sampel 1 = 1.6305 Abs.
Dari data hasil percobaan dibuat kurva kalibrasi larutan standar berdasarkan
gambar 4.1 hubungan antara konsentrasi larutan (ppm) dengan absorbansi, diperoleh
persamaan regresi y = 0.1585x + 0.2192, dengan nilai R2 = 0.998. Nilai R2 yang
diperoleh tersebut dapat diartikan bahwa dari larutan standar memiliki koefisien
determinasi hampir mendekati +1 (bernilai positif) menunjukan korelasi yang baik
antara konsentrasi larutan (ppm) dan Absorbansi (Parwati, 2014).
Dari data absorbansi dan persamaan regresi kemudian dilakukan perhitungan
konsentrasi larutan dan % Recovery sampel. Hasil perhitungan konsentrasi larutan
standar 1 ppm didapat hasil (1.058 ppm) dan % Rec = 105.8 % ; 3 ppm (2.886 ppm)
dan % Rec = 96.2 % ; 4 ppm (3.980 ppm) dan % Rec = 99.5% ; 5 ppm (5.172 ppm)
dan % Rec = 103.4 %. Nilai % Recovery yang diperoleh sesuai dengan range dan
literatur, dimana hasil persentase recovery untuk keperluan analisis dikatakan
memenuhi syarat jika menunjukan persentase antara 80-110 % (Emer et al., 2005).
Hasil perhitungan untuk larutan uji sampel 1 didapat hasil 7.200 ppm dan % Rec =
14.4%. Diamana nilai % Recovery larutan uji yang diperoleh tidak sesuai dengan
range dan literatur atau memenuhi persyaratan. Tidak sesuai dengan hal ini terjadi
karena beberapa faktor kesalahan diantaranya kesalahan pada prosedur pengerjaan,
ketidaktelitian pada proses penimbangan dan pada saat pemipetan larutan.
BAB V
KESIMPULAN
Ermer, J., and Miller, J.H., Method Validation in Pharmaceutical Analysis, Willey
VCH Verlag GmbH an Co.Weinheim, 2005.
Khopkar, S M. 2003. Kosep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Parwati, N. K. F., Napitulu, M. & Wahid, M. D. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Daun Bihonang (Andredera Cardifolia (Steenis) ) Dengan Metode
DPPH Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS. J. Akad. Kim .Vol 3 (4) : 206-
2013.
Dosen Pengampu :
Dr. Syulastri Effendi, M.Si
Disusun Oleh :
HPLC juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif, yaitu penentuan kadar
dilakukan berdasarkan hubungan/korelasi menggunakan deret standar baku pada
waktu retensi tertentu, yaitu:
Berdasarkan area kromatogram
Berdasarkan tinggi puncak kromatogram
Deret standar baku kemudian dibuat kurva baku regresi, yang digunakan
sebagai pembanding dalam menentukan konsentrasi sampel.
y = intercept (a) + slope (b) x konsentrasi (x)
y = a + bx
y = puncak atau tinggi kromatogram
Hal yang perlu diperhatikan agar HPLC dapat digunakan untuk
penentuan kuantitatif adalah:
Parameter percobaan antara sampel dan standar adalah sama.
Penentuan berdasarkan waktu retensi sampel dan standar yang sama.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.2 Prosedur
Sistem Komatograf:
Kolom : C- 18
Detector : UV, 272 nm
Fasa Gerak : Methanol : Aqua Bidest (60 : 40)
Laju Alir : 1 mL/menit
hjfjfjfjfjfjfjfjfjfjfjfjagflagnajgekjg
BAB IV
HASILPENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
C1.V1 = C2.V2
1.000 ppm .5 mL = C2 . 50 mL
5.000 ppm/mL = C2 . 50 mL
V1 = = 100 ppm
5 ppm 10 ppm
C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
100 ppm .V1 = 5 ppm . 10 mL 100 ppm.V1 = 10 ppm . 10 mL
100 ppm. V1 = 50 ppm/mL 100 ppm.V1 = 100 ppm/mL
V1 = = 0,5 mL V1 = = 1 mL
15 ppm 20 ppm
C1.V1 = C2.V2 C1.V1 = C2.V2
100 ppm.V1 = 15 ppm . 10 mL 100 ppm.V1 = 20 ppm . 10 mL
100 ppm.V1 = 150 ppm/mL 100 ppm.V1 = 200 ppm/mL
V1 = = 1,5 mL V1 = = 2 mL
25 ppm
C1.V1 = C2.V2
100 ppm.V1 = 25 ppm . 10 mL
100 ppm.V1 = 250 ppm/mL
V1 = = 2,5 mL
Tabel 4.1. Deret Larutan Standar Paracetamol
Waktu Retensi
Konsentrasi (ppm) Tinggi
(menit)
5 18618.9 6.126
10 32924.3 6.074
15 45615.9 5.988
20 84219.3 5.984
25 104835.1 6.796
Kurva Kalibrasi
120000
Tinggi Kromatogram
5 ppm 10 ppm
y = ax + b y = ax + b
y = 4474.5x – 6968.8 y = 4474.5x – 6968.8
18618.9 = 4474.5x – 6968.8 32924.3 = 4474.5x – 6968.8
25587.7 = 4474.5x 39893.1 = 4474.5x
x = 5.499 ppm x = 8.915 ppm
= 109,98 % = 89,15 %
20 ppm 25 ppm
y = ax + b y = ax + b
y = 4474.5x – 6968.8 y = 4474.5x – 6968.8
84219.3 = 4474.5x – 6968.8 104835.1 = 4474.5x – 6968.8
91188.1 = 4474.5x 111803.9 = 4474.5x
x = 20.279 ppm x = 24.986 ppm
= 101,89 % = 99,94 %
Sampel 1 Sampel 2
y = ax + b y = ax + b
y = 4474.5x – 6968.8 y = 4474.5x – 6968.8
21475.4 = 4474.5x – 6968.8 19437.9 = 4474.5x – 6968.8
28444,2 = 4474.5x 26406.7 = 4474.5x
x = 6.356 ppm x = 5.901 ppm
= 123,13 % = 116.03 %
Rata-rata konsentrasi =
= 5.723 ppm
% Rec = x 100%
= 113,47 %
4.2 Pembahasan
HPLC adalah singkatan dari High Performance Liquid Chromatography, yaitu
alat yang berfungsi mendorong analit melalui sebuah kolom dari fase diam (yaitu
sebuah tube dengan partikel bulat kecil dengan permukaan kimia tertentu) dengan
memompa cairan (fase bergerak) pada tekanan tinggi melalui kolom. HPLC secara
mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain
dari pelarut yang menetes melalui kolom dibawah gravitasi, didukung melalui
tekanan tinggi sampai dengan 400 atm.
Adapun prinsip dasar dari HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
pada praktikum kali ini adalah adanya perbedaan koefisien distribusi antara
komponen fasa gerak dan fasa diam. Praktikum ini menggunakan HPLC fasa terbalik,
karena fasa diam yang digunakan bersifat nonpolar yaitu C-18 dan fasa gerak gerak
yang digunakan campuran dari aquadest: methanol (40 : 60) bersifat polar. Mode
operasional yang digunakan pada praktikum kali ini adalah mode isokratik dimana
komposisi fasa gerak dan laju kolom dibuat tetap sebesar 1 mL/menit.
Pada praktikum ini, pembuatan larutan standar dilakukan untuk menentukan
kurva kalibrasi parasetamol. Kurva kalibrasi dibuat sebagai pembanding. Variasi
konsentrasi yang digunakan untuk parasetamol secara berturut-turut adalah 5 : 10 : 15
: 20 : dan 25 ppm. Untuk larutan uji parasetamol dibuat 2 sampel.
Dari data hasil percobaan dibuat kurva kalibrasi larutan standar berdasarkan
gambar 4.1 hubungan antara konsentrasi larutan (ppm) dengan tinggi kromatogram,
diperoleh persamaan regresi y = 4474.5x – 6968.8, dengan nilai R2 = 0.9927. Nilai R2
yang diperoleh tersebut dapat diartikan bahwa dari larutan standar memiliki koefisien
determinasi hampir mendekati +1 (bernilai positif) menunjukan korelasi yang baik
antara konsentrasi larutan (ppm) tinggi kromatogram (Parwati, 2014).
Dari data absorbansi dan persamaan regresi kemudian dilakukan perhitungan
konsentrasi larutan dan % Recovery sampel. Hasil perhitungan konsentrasi larutan
standar 5 ppm didapat hasil (5.449 ppm) dan % Rec = 109.98 % ; 10 ppm (8.915
ppm) dan % Rec = 89.15 % ; 20 ppm (20.279 ppm) dan % Rec = 101.89 % ; 25 ppm
(24.968 ppm) dan % Rec = 99.94 %. Nilai % Recovery yang diperoleh sesuai dengan
range dan literatur, dimana hasil persentase recovery untuk keperluan analisis
dikatakan memenuhi syarat jika menunjukan persentase antara 80-110 % (Emer et al.,
2005). Hasil perhitungan untuk larutan uji sampel 1 didapat hasil 6.356 ppm dan %
Rec = 123.13 % ; sampel 2 didapat hasil 5.901 ppm dan % Rec = 116.03 %. Rata-rata
konsentrasi ketiga sampel ialah 5.723 ppm dan rata-rata % Rec = 113.47 %. Diamana
nilai % Recovery larutan uji yang diperoleh tidak sesuai dengan range dan literatur
atau memenuhi persyaratan. Tidak sesuai dengan hal ini terjadi karena beberapa
faktor kesalahan diantaranya kesalahan pada prosedur pengerjaan, ketidaktelitian
pada proses penimbangan dan pada saat pemipetan larutan.
BAB V
KESIMPULAN
Ermer, J., and Miller, J.H., Method Validation in Pharmaceutical Analysis, Willey
VCH Verlag GmbH an Co.Weinheim, 2005.
Parwati, N. K. F., Napitulu, M. & Wahid, M. D. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Daun Bihonang (Andredera Cardifolia (Steenis) ) Dengan Metode
DPPH Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS. J. Akad. Kim .Vol 3 (4) : 206-
2013.
Julianti, Ika. 2021. Modifikasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
pada Analisis Parasetamol, Propifenazon dan Kafein dalam Sediaan Farmasi.
Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara (RI-USU)