Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOFARMASI DAN FARMAKOKINETIK

FARMAKOKINETIKA SEDIAAN ORAL

Dosen Pengampu:
Wiwin Herdwiani, M.Sc., Apt.

Disusun Oleh:

Sherly Anindia Putri (25195745A)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
TAHUN 2021
I. JUDUL
"Farmakokinetika Sediaan Oral"
II. TUJUAN
1.    Untuk menentukan tetapan laju eliminasi (K), waktu paruh (t1/2) , dan tetapan
laju absorbsi (Ka) dari suatu obat dengan menggunakan data contoh darah setelah
pemberian dosis tunggal

2. Mempelajari distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara oral dan


menentukan volume distribusinya.

3.    Menetukan luas daerah di bawah kurva (Area Under Cuve = AUC)

III. DASAR TEORI


IImu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi (yakni,ekskresi da
n metabolisme) obat (Shargel & Yu, 1988), sehingga farmakokinetik dianggap sebagai a
spek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh,yaitu absorpsi, distribusi, met
abolisme, dan ekskresinya.Tubuh kita dapat dianggap sebagai suatu ruangan besar, yang
terdiri daribeberapa kompartemen yang terpisah oleh membran-membran sel. Sedangka
nproses absorpsi, distribusi dan ekskresi obat dari dalam tubuh pada hakekatnya berlang
sung dengan mekanisme yang sama, karena proses ini tergantung pada lintasan obat mel
alui membran tersebut.
Membran sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein (lemak dan protein) yang mengan
dung banyak pori-pori kecil, terisi dengan air .Membran dapat ditembus dengan mudah
oleh zat-zat tertentu, dansukar dilalui zat-zat yang lain, maka disebut semi permeabel. Z
at-zat lipofil (suka lemak) yang mudah larut dalam lemak dan tanpa muatan listrik umu
mnya lebih lancar melintasinya dibanding kan dengan zat-zat hidrofil dengan muatan (i
on) (Shargel & Yu, 1988).
Proses absorpsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat ya
ng tidak diabsorpsi tidak menimbulkan efek.Kecuali antasida dan obat yang bekerja lok
al. Proses absorpsi terjadi diberbagai tempat pemberian obat , misalnya melalui alat cern
a, otot rangka, paru-paru, kulit dan sebagainya (Shargel & Yu, 1988).
Obat setelah diabsorpsi akan tersebar melalui sirkulasi darah ke seluruh badan dan h
arus melalui membran sel agar tercapai tepat pada efek aksi. Molekul obat yang mudah
melintasi membran sel akan mencapai semua cairan tubuh baik intra maupun ekstra sel,
sedangkan obat yang sulit menembus membran sel maka penyebarannya umumnya terb
atas pada cairan ekstra sel (Shargel & Yu, 1988).
Cara pemberian obat yang berbeda-beda melibatkan proses absorbsi obat yang berbed
a-beda pula. Proses absorbsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas
farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempe
ngaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan (Novianto, 2010).
Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavaibilit
as obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian
akan mencapai sirkulasi sistemik.Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding u
sus danatau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut (metabolisme
atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama obat dapat dihindari atau dikura
ngi dengan cara pemberian parenteral, sublingual, rektal, atau memberikannya bersama
makanan. Selain itu, kerugian pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang da
pat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dila
kukan saat pasien koma (Novianto,2010).
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
-Spektrofotometer Uv-Vis
-Mikropipet
-Tabung reaksi
-Labu takar 10 ml, 25 ml, 50 ml, 100 ml, 250 ml dan 500 ml
-Neraca analitis digital
-Spuit injeksi 0,5 ml, 1ml, 5 ml
-Alat sentifuge dan tabung sentifuge
Bahan :
-Parasetamol -Na CMC 0,5 %
-Propilen Glikol 0,2 % -Sirupus simpleks
-Metanol
-Asam asetat 1% -Etanol 98% Hewan uji tikus (bobot ± 200 gram)
V. PROSEDUR

Pembuatan sediaan suspensi parasetamol


Dibuat sediaan suspensi parasetamol 125 mg/ml yang mengandung CMC Na 0,5%, prop
ilenglikol 0,2% dan sirupus simpleks hingga 60 ml.

Pembuatan kurva baku parasetamol


Larutan induk parasetamol disiapkan dengan melarutkan 100 mg dari tiap bahan dalam
100 ml etanol, dibuat serangkaian larutan parasetamol dengan konsentrasi 10, 20, 40, 6
0, 80 dan 100 μg/ml (absorban yang baik antara 0,2-0,8). Panjang gelombang maksimu
m parasetamol adalah 244 nm (pastikan lagi kebenaran panjang gelombang maksimum
parasetamol)

Pemberian obat pada tikus


Tikus harus dipuasakan selama kurang lebih 5 jam sebelum pemberian obat agar pengar
uh makanan terhadap proses farmakokinetik obat dapat dihindari. Tikus diberi sediaan p
arasetamol secara oral masing-masing dengan dosis setara dengan 500 mg dosis manusi
a (hitung kesetaraan dosis untuk tikus, faktor konversi 56 untuk tikus 200 gram).

Pengambilan darah
Sampel darah diambil dari bagian ekor tikus sebanyak masing-masing 3 mL pada 15;30
60; 90; dan 120 menit setelah pemberian obat. Sampel darah selanjutnya disentrifugasi
menggunakan tabung sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Bagian s
upernatan dipipet sebanyak 2 mL dan diencerkan dengan 2 mL campuran metanol : asa
m asetat 1% (80 : 20) dalam tabung sentrifugasi, disentrifugasi kembali pada kecepatan
4000 rpm selama 15 menit. Kemudian diambil 1 mL supernatan dan ditambahkan 1 mL
etanol. Kadar parasetamol dianalisis dengan spektrofotometri ultra violet. Lakukan per
hitungan untuk menentukan kadar parasetamol dalam sampel.
Tentukan persamaan dan parameter-parameter farmakokinetiknya

VI. DATA DAN PERHITUNGAN

A. Sediaan Suspensi

Paracetamol = 125 mg x 60 ml = 7500 mg = 7,5 gr

ml

CMC Na 0,5% = 0,5 gr x 60 ml = 0,3 gr

100 ml

Propilenglikol 0,2% = 0,2 gr x 60 ml = 0,12 gr

100 ml

Sirup simplex = 60 ml - (7,5 +0,3 + 0,12) - 52,08 ml

B. Konsentrasi Larutan Induk

100/100 ml = 1 mg/ml = 1000 µg/ml

Pengenceran (V1. N1 = V2. N2)


Dibuat serangkaian larutan paracetamol dengan konsentrasi 10, 20, 40, 60, 80,
dan 100 µg/ml dalam labu takar 50 ml
 Konsentrasi 10 µg/ml
V1. 1000 µg/ml = 50 ml. 10 µg/ml
V1 = 0,5 ml
 Konsentrasi 20 µg/ml
V1. 1000 µg/ml = 50 ml. 20 µg/ml
V1 = 1 ml
 Konsentrasi 40 µg/ml
V1. 1000 µg/ml = 50 ml. 40 µg/ml
V1 = 2 ml
 Konsentrasi 60 µg/ml
V1. 1000 µg/ml = 50 ml. 60 µg/ml
V1 = 3 ml
 Konsentrasi 80 µg/ml
V1. 1000 µg/ml = 50 ml. 80 µg/ml
V1 = 4 ml
 Konsentrasi 100 µg/ml
V1. 1000 µg/ml = 50 ml. 100 µg/ml
V1 = 5 ml

C. Dosis Obat Dan Volume Pemberian Pada Tikus ( Dosis Paracetamol setara
dengan 500 mg manusia , Sirup Paracetamol 125 mg /ml)

Konversi manusia – tikus = 0,018


500 x 0,018 = 9 mg /200 gr BB tikus

- Dosis tikus BB 200 gram = 9 mg


9 mg
Volume Pemberian = x 1 ml = 0,072 ml
125 mg

9 mg
- Dosis tikus 220 gram = x 220 gram = 9,9 mg
200 gram
9,9 mg
Volume Pemberian = x 1ml = 0,079 ml
125 mg
D. Kadar Parasetamol Dalam Sampel

T (Waktu ) Kadar Obat (μg/ ml) Ln Kadar Obat


(μg/ml)
0 0 0
0,5 5,36 1,68
1 9,95 2,30
4 25,75 3,25
8 29,78 3,39
12 26,63 3,28
24.0 13,26 2,58
48.0 2,56 0,94
72.0 0,49 -0,71
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan farmakokinetika sediaan oral yang
bertujuan untuk mengetahui dan memahami prinsip dan cara menentukan profil
farmakokinetika sediaan oral pada tikus. Pertama, kita harus membuat sediaan
sediaan suspensi terlebih dahulu. Sediaan dibuat dalam bentuk suspense karena
kelarutan paracetamol dalam air adalah larut dalam 70 bagian air. Hal ini sesuai
dengan pengertian suspensi yaitu sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
Suspensi paracetamol dibuat sediaan suspensi parasetamol 125 mg/ml yang
mengandung CMC Na 0,5%, propilenglikol 0,2% dan sirupus simpleks hingga
60 ml. Tujuan penggunaan propilenglikol yaitu sebagai pelarut atau pembawa
pada sediaan suspensi. Sedangkan tujuan penggunaan CMC Na adalah sebagai
peningkat viskositas dan sebagai suspending agent. Suspending agent berfungsi
untuk menjaga stabilitas sediaan suspensi agar partikel obat tidak cepat
mengendap. Sirupus simplex digunakan pada sediaan suspensi untuk menutupi
rasa obat yang pahit.
Selanjutnya pembuatan kurva baku. Larutan induk parasetamol disiapkan
dengan melarutkan 100 mg dari tiap bahan dalam 100 ml etanol, dibuat
serangkaian larutan parasetamol dengan konsentrasi 10, 20, 40, 60, 80 dan 100
µg/ml (absorban yang baik antara 0,2-0,8). Panjang gelombang maksimum
parasetamol adalah 244 nm (pastikan lagi kebenaran panjang gelombang
maksimum parasetamol).
Kemudian dilakukan pemberian obat pada tikus. Sebelum diberikan sediaan oral
paracetamol, tikus dipuasakan terlebih dahulu selama kurang lebih 5 jam.
Tujuan tikus dipuasakan yaitu agar pengaruh makanan terhadap proses
farmakokinetik obat dapat dihindari. Tikus diberi sediaan parasetamol secara
oral masing-masing dengan dosis setara dengan 500 mg dosis manusia (hitung
kesetaraan dosis untuk tikus, faktor konversi 56 untuk tikus 200 gram).Sediaan
oral paracetamol diberikan pada tikus secara oral menggunakan sonde oral.
Saat melakukan pengambilan darah, diperlukan alat pelindung (masker, sarung
tanagan, dan jas lab) untuk melindungi diri dari kuman penyakit yang bisa saja
berada pada tikus yang akan diambil darahnya. Sampel darah diambil dari
bagian ekor tikus sebanyak masing-masing 3 mL pada 15; 30; 60; 90; dan 120
menit setelah pemberian obat. Sampel darah selanjutnya disentrifugasi
menggunakan tabung sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit.
Bagian supernatan dipipet sebanyak 2 mL dan diencerkan dengan 2 mL
campuran metanol : asam asetat 1% (80 : 20) dalam tabung sentrifugasi,
disentrifugasi kembali pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Kemudian
diambil 1 mL supernatan dan ditambahkan 1 mL etanol. Kadar parasetamol
dianalisis dengan spektrofotometri ultra violet. Lakukan perhitungan untuk
menentukan kadar parasetamol dalam sampel.
Pada sediaan oral/ suspensi paracetamol yang kita berikan pada tikus terjadi
proses farmakokinetika meliputi absorpsi, distribusi,metabolism dan eliminasi.
Yang dimaksud absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-
molekul obat ke dalam tubuh atau menuju peredaran darah tubuh setelah
melewati sawar boilogik. Penyerapan ini hanya terjadi bila molekul zat aktif
dalam bentuk terlarut. Oleh karena itu parasetamol dibuat dalam bentuk suspensi
agar mudah diabsorpsi oleh tubuh

VIII. KESIMPULAN

IX. DAFTAR PUSTAKA


Novianto, Agiel. (2010). Cara Pemberian vs Profil Farmakokinetika Obat.http://agiel-n
ovianto.blogspot.com/2010/02/pengaruh-cara-pemberian-versus-absorbsi.html Diunduh
pada tanggal 4 Januari 2014

Shargel L and ABC Yu.1988.Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan edisi


kedua.Airlangga University Press.Surabaya

Anda mungkin juga menyukai