GASTROENTERITIS Salmonella Sp
Dosen Pengampu :
Kelompok 4
Nama Anggota :
FAKULTAS FARMASI
2022
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 3
B. Perumusan Masalah..........................................................................4
C. Tujuan Pembahasan............................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................5
A. Definisi............................................................................................. 5
B. Epidemiologi.................................................................................... 7
C. Etiologi............................................................................................. 8
D. Patofisiologi.................................................................................... 10
E. Penatalaksanaan.............................................................................. 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gastroenteritis di Indonesia masih menjadi masalah besar,
khususnya gastroenteritis yang disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Diare
dan gastroenteritis menempati posisi kelima dalam sepuluh penyakit terbanyak
pada pasien rawat jalan pada tahun 2010. Hasil Riset Kesehatan Dasar
menunjukkan prevalensi diare pada tahun 2007 sebesar 9%, kemudian
mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 7%. Pada tahun 2015, angka
kesakitan diare mencapai 214/1000 orang atau sekitar 5.405.235 kasus diare,
dimana 74,3% dari kasus tersebut dirawat dirumah sakit (Simadibrata, M dan
Adiwinata, R, 2017).
Penyakit gastroenteritis berhubungan erat dengan kebersihan dan
keamanan pangan yang dikonsumsi, khususnya pada kelompok anak-anak.
Salah satu kunci keberhasilan dalam menciptakan anak yang sehat, kuat dan
cerdas adalah melalui pemberian pangan yang bergizi seimbang. Asupan gizi
dapat diperoleh melalui pangan yang disajikan dirumah tangga, pangan
kemasan, atau pangan jajanan. Pangan yang dimaksud meliputi makanan dan
minuman jajanan. Jenis pangan ini umumnya rutin dikonsumsi oleh sebagian
besar anakanak usia sekolah.
Makanan jajanan yang tidak aman dan tidak berkualitas akan
membahayakan kesehatan, sehingga dapat menimbulkan masalah kesehatan,
khususnya bagi anak usia sekolah; dan pada akhirnya dapat menurunkan
kualitas tumbuh kembang anak untuk dapat menjadi sumber daya manusia
(SDM) bangsa yang produktif. Hasil uji yang dilakukan Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) pada bulan Januari sampai Agustus 2014 menunjukkan
1
bahwa hampir sepertiga jajanan anak sekolah di 23.500 sekolah dasar dan
madrasah ibtidaiyah di Indonesia tercemar mikroba berbahaya. Selain itu juga
ditemukan penggunaan bahan berbahaya dan bahan tambahan pangan yang
tidak memenuhi syarat. Survei Data Pangan Jajanan Anak Sekolah yang
dilakukan Badan POM RI di seluruh Indonesia tahun 2009 menunjukkan
bahwa 45% PJAS tidak memenuhi syarat, karena mengandung bahan kimia
berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin dan mengandung Bahan
Tambahan Pangan (BTP) lainnya seperti siklamat dan benzoat melebihi batas
aman, serta cemaran mikrobiologi. Bakteri Salmonella sp. merupakan bakteri
yang sering ditemukan dalam makanan jajanan anak sekolah.
Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia pathogen penyebab sakit
perut yangdapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai Salmonellosis.
Habitat alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air
dan makanan merupakanmedia perantara penyebaran Salmonella sp.
Salmonella sp dapat menginfeksi manusia jika mencemari makanan dan
kemudian dikonsumsi oleh manusia. Karena itu masalah keamanan pangan
(food safety) menjadi sangat penting artinya bagi seluruh masyarakat. Bahan
pangan dapat bertindak sebagai substrat atau perantara bagi pertumbuhan
mikroorganisme patogenik.
Foodborne disease yang disebabkan oleh bakteri meliputi infeksi
makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena konsumsi
makanan yang mengandung bakteri hidup sedangkan keracunan makanan
karena masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresi kedalam
makanan (Mega M., Estu L., 2014). Salmonella sp. merupakan salah satu
bakteri penyebab utama food borne disease di Amerika Serikat (Wanke, 2014),
karena bakteri tersebut sering ditemui dalam bahan makanan/minuman dan
merupakan salah satu bakteri patogen yang sering menginfeksi manusia
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Brooks, Geo F., Butel,
Janet S., Morse, 2005). Meskipun unggas dan telur adalah sumber utama
2
Salmonella sp akan tetapi bakteri ini dapat ditemukan dalam berbagai macam
makanan, termasuk daging sapi, buah buahan, sayuran bahkan makanan yang
sudah melalui proses tertentu (CDC, 2011). Masuknya bakteri ini ke dalam
tubuh manusia, dapat berpengaruh terhadap kesehatan, diantaranya dapat
menyebabkan penyakit gastroenteritis, demam tifoid dan bakteremia dengan
atau tanpa penyakit metastatik (J. Vandepitte, 2010).
Beberapa kejadian wabah gastroenteritis berdasarkan survei nasional di
Amerika, disebabkan oleh adanya Salmonella sp yang dianggap sebagai
patogen bawaan makanan (Mary E. Wikswo, 2012). Gastroenteritis yang
disebabkan oleh salmonella merupakan infeksi pada usus dan terjadi lebih dari
8 sampai 48 jam setelah bakteri patogen itu masuk ke dalam host. Ciri-cirinya
adalah diare, demam, sakit kepala, muntah, sakit pada abdomen (abdominal
pain) yang terjadi selama 2 sampai 5 hari. Gejala lain adalah kehilangan cairan
dan kehilangan keseimbangan elektrolit merupakan bahaya terutama terhadap
anak-anak dan orang tua (Mary E. Wikswo, 2012). Anak yang menderita
gastroenteritis atau penyakit lain yang menyebabkan muntah, diare atau
asupan makanan yang rendah berisiko mengalami dehidrasi (Vafaee A,
Moradi A, 2008).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka data dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari gastroenteritis dan Salmonella sp ?
2. Bagaimana epidemiologi gastroenteritis ?
3. Bagamana etiologi gastroenteritis?
4. Bagaimana patofisiologi gastroenteritis yang diakibatkan oleh Salmonella sp ?
3
5. Bagaimana penatalaksanaan gastroenteritis yang diakibatkan oleh Salmonella
sp ?
C. Tujuan Pembahasan
Makalah ini dibuat dengan beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari gastroenteritis dan Salmonella sp.
2. Untuk mengetahui epidemiologi gastroenteritis.
3. Untuk mengetahui etiologi gastroenteritis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi gastroenteritis yang diakibatkan oleh
Salmonella sp.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan gastroenteritis yang diakibatkan oleh
Salmonella sp.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada
bagian mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah
(How, C., 2010). Menurut Dennis, dkk (2016) diare adalah buang air besar
dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari
dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair (kandungan air pada
feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam).
Gastroenteritis akut adalah diare dengan onset mendadak dengan frekuensi
lebih dari 3 kali dalam sehari disertai dengan muntah dan berlangsung kurang
dari 14 hari (Sudoyo, 2009).
Gastroenteritis akut juga didefinisikan sebagai suatu kumpulan dari
gejala infeksi saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh beberapa
organisme seperti bakteri, virus, dan parasit. Beberapa organisme tersebut
biasanya menginfeksi saluran pencernaan manusia melalui makanan dan
minuman yang telah tercemar oleh organisme tersebut (food borne disease)
(Mendri, 2017). Berdasarkan hal tersebut dapat disumpulkan Gastroenteritis
akut (GEA) adalah inflamasi mukosa dari saluran gastrointestinal akibat
infeksi organisme seperti bakteri, virus, dan parasit ditandai dengan feses yang
lebih lembek atau cair dan muntah dengan onset mendadak yang frekunsinya
lebih dari 3 kali sehari dan berlansung kurang dari 14 hari.
Salmonella sp seringkali bertindak sebagai penyebab utama infeksi
pada penyakit foodborne disease. Salmonella sp dapat menyebabkan berbagai
penyakit seperti penyakit diare, salmonellosis, gastroenteritis, demam tifus,
bacteremia (sepsis), serta penyakit infeksi lokal lainnya. Pada biakan agar
membentuk koloni dengan ukuran koloni 2-8 µm, berbentuk bulat agak
cembung, jernih, mengkilat putih kekuningan (Damianus L, 2008). Salmonella
adalah bakteri gram negatif dan terdiri dari famili Enterobacteriacea.
5
Salmonella merupakan bakteri patogenik enterik dan penyebab utama penyakit
bawaan dari makanan (foodborne disease). Antigen salmonella terdiri dari tiga
yakni antigen terluar O, flagella H dan kapsul Vi (virulensi). Terdapat lebih
dari 2500 serotipe salmonella yang dapat menginfeksi manusia. Namun
serotipe yang sering menjadi penyebab utama infeksi pada manusia adalah
Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C,
Salmonella cholerasius, Salmonella typhi (Kuswiyanto, 2017).
Spesies Salmonella dapat dibagi kepada dua yakni spesies typhoidal
dan non typhoidal. Bagi kelompok typhoidal bisa menyebabkan demam tifoid
dan untuk spesies non typhoidal bisa menyebabkan diare atau disebut
enterokolitis. Spesies typhoidal adalah bakteri Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi dan bakteri Salmonella enteriditis (Kuswiyanto, 2017).
Organisme ini bisa kehilangan antigen H dan menjadi tidak motil. Hilangnya
antigen O dapat menimbulkan perubahan bentuk koloni yang halus menjadi
kasar. Antigen Vi juga dapat hilang sebagian atau seluruhnya. Antigen ini
dapat diperoleh atau hilang pada proses transduksi (Brooks, 2005).
6
B. Epidemiologi
7
Pada tahun 1980, gastroenteritis dengan semua penyebabnya mengakibatkan 4,6
juta kematian pada anak-anak, dengan mayoritas kasus terjadi di negara mengembang.
Tingkat kematian menjadi kurang secara signifikan (menjadi sekitar 1,5 juta kematian
setiap tahun) semenjak tahun 2000, terutama karena pengenalan dan penggunaan luas
terapi rehidrasi oral. Di AS, infeksi yang mengakibatkan gastroenteritis adalah infeksi
sangat umum kedua (setelah selesma), dan mengakibatkan 200 sampai 375 juta kasus
diare akut dan sekira sepuluh ribu kematian setiap tahun, 150 sampai 300 kematian ini
terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun
C.Etiologi
Infeksi
Beberapa penyebab gastroenteritis akibat infeksi dapat dibagi menjadi virus, bakteri,
dan parasit.
Virus
Etiologi gastroenteritis terbanyak pada anak yaitu adalah rotavirus grup A
(25-65% kasus). Setelah rotavirus, penyebab tersering gastroenteritis akut pada
anak yaitu calicivirus (7-22%), dan astrovirus (2-9%). Sementara itu, etiologi
gastroenteritis viral tersering pada dewasa yaitu norovirus dan rotavirus.
Bakteri
Penyebab tersering gastroenteritis bakterial adalah Escherichia coli,
Campylobacter species, Salmonella species, Shigella species, dan Yersinia
enterocolitica. Salah satu etiologi gastroenteritis bakterial melalui makanan
laut yang tersering di Amerika Serikat yaitu Vibrio parahaemolyticus, dengan
45.000 kasus per tahun.
Parasit
Contoh parasit yang dapat menyebabkan gastroenteritis adalah
cryptosporidium, giardia, dan entamoeba histolytica. Umumnya
gastroenteritis yang terjadi bersifat persisten. Pada infeksi giardia, transmisi
terjadi melalui sumber air yang terkontaminasi dan ditandai dengan diare
berbau busuk disertai perut kembung.
8
Non-infeksi
Faktor Risiko
Memiliki penyakit kronis seperti HIV/AIDS. Selain itu, pada populasi anak-anak
tidak menerima vaksin rotavirus dan bepergian ke daerah tinggi insidensi
gastroenteritis.
Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Ecollan M, et al. terdapat hubungan yang
bermakna antara usia muda, memiliki hewan peliharaan, adanya komorbid lain, dan
obesitas terhadap terjadinya gastroenteritis akut.
9
Etiologi Gastroenteritis oleh Salmonella paratyphi
D.Patofisiologi
GE yang terjadi merupakan proses dari transpor aktif akibat rangsangan toksin
bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus, sel dalam mukosa intestinal
mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme
yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga mengurangi fungsi
permukaan intestinal. Perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbs
cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk
mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada
sindrom malabsorbsi. Peningkatan motalitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan
absorbsi intestinal sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit.
10
Menurut Muttaqin (2011), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya GE
meliputi hal – hal berikut yaitu:
1. Gangguan Osmotik. Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap oleh mukosa usus akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotic
dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga timbul GE.
2. Gangguan sekresi akibat respon inflamasi mukosa (misalnya toksin) Pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam
rongga usus sebagai reaksi dari enterotoxic dari infeksi dalam usus dan
selanjutnya timbul GE karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motalitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul GE. Sebaliknya
bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya bisa timbul GE juga
Penularan Gastroenteritis biasa melalui fekal - oral dari satu penderita ke yang
lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Normalnya makanan atau feses bergerak sepanjang
usus karena gerakan-gerakan peristaltik dan segmentasi usus. Namun akibat terjadi
infeksi oleh bakteri, maka pada saluran pencernaan akan timbul mur-mur usus yang
berlebihan dan kadang menimbulkan rasa penuh pada perut sehingga penderita selalu
ingin BAB dan berak penderita encer. Dehidrasi merupakan komplikasi yang sering
terjadi jika cairan yang dikeluarkan oleh tubuh melebihi cairan yang masuk, cairan
yang keluar disertai elektrolit.
11
Mula-mula mikroorganisme Salmonella, Escherichia Coli, Vibrio Disentri dan
Entero Virus masuk ke dalam usus, disana berkembang biak toxin, kemudian terjadi
peningkatan peristaltik usus, usus kehilangan cairan dan elektrolit kemudian terjadi
dehidrasi.
Sebagian dari Salmonella typhi ada yang masuk ke usus halus mengadakan invanigasi
ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika.
Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limfatik dan sirkulasi darah
sistemik sehingga terjadi bakterimia.
E.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gastroenteritis karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik, dan
memberikan terapi definitive (Sudoy., et all 2009).
1. Terapi Rehidrasi
Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana lebih
disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan penghitungan
secara kasar dengan perhitungan berat badan normal pasien dan berat badan saat
pasien diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan cairan dan
cairan untuk pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan
rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu (Sudoy., et all 2009) :
a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila
dibandingkan dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan
ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul
Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis
akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan,
tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha
awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi oral
(oralit) harus mengandung garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan
air (Barr, w. and smith, a. 2017).
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah
cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung
dengan memakai Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis dengan skor.
Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 1-2 jam untuk mencapai kondisi
rehidrasi (Amin L, 2015)
c. Jalur Pemberian Cairan
Jalur Pemberian Cairan Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas
pada oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit
yang komposisinya berkisar antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat
12
dan 1,5g KCI setiap liternya. Cairan per oral juga digunakan untuk
memperlahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial (Sudoy., et all 2009).
2. Terapi Simtomatik
Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah benar-benar
dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Hal yang
harus sangat diperhatikan pada pemberian antiemetik, karena Metoklopropamid
misalnya dapat memberikan kejang pada anak dan remaja akibat rangsangan
ekstrapiramidal. Pada diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada
kontraindikasi dapat dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun
loperamid dalam waktu singkat. Pada diare yang berat obat-obat tersebut dapat
dipertimbang dalam waktu pemberian yang singkat dikombinasi dengan pemberian
obat antimicrobial (Sudoy., et all 2009).
3. Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotic (Amin
L, 2015).
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti
demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong
dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotic dapat secara empiris, tetapi
antibiotic spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Amin L, 2015).
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit gastroenteritis yang disebabkan adanya bakteri Salmonella adalah kelompok
bakteri pemicu diare dan infeksi di saluran usus manusia. Konsumsi makanan yang
kurang matang dan tidak dicuci juga dapat meningkatkan risiko terkontaminasi.
Pengobatan dengan memberikan pengobatan pada terapi rehidrasi menggunakan
cairan Ringer Laktat dengan jumlah cairan yang dikeluarkan dari badan diberikan
dalam 1-2 jam jalur pemberian cairan oral dan intravena. Terapi simtomatik lebih
banyak kerugian dari pada keuntungan. Terapi antibiotik dapat dilakukan secara
empiris tetapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman
dengan pemberian antibiotik ciprofloxacin 500mg 2 kali sehari 3-5 hari, ceftriaxone 1
gram IM/IV sehari TMP-SMX DS oral 2 kali sehari 3 hari.
14
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, S.A., 2005. MIkrobiologi Kedokteran.
Salemba Med. 1, 364–369.
CDC, 2011. Salmonella is a Sneaky Germ: Seven Tips for Safer Eating
September.
Ecollan, M., Guerrisi, C., Souty, C. et al. Determinants and risk factors of
gastroenteritis in the general population, a web-based cohort between 2014 and
2017 in France. BMC Public Health 20, 1146 (2020).
https://doi.org/10.1186/s12889-020-09212-4
15
J. Vandepitte, E. al., 2010. Prosedur laboratorium dasar untuk bakteriologi
klinis. EGC, Jakarta.
Mary E. Wikswo, M., 2012. Wabah akut Gastroenteritis Menular oleh Orang
ke orang.
Mega M., Estu L., H.D., 2014. Identifikasi Salmonella pada jajanan yang dijual
di kantin dan luar kantin sekolah dasar. J. ilmu dan Teknol.
Kesehat. 1, 141–147.
Mendri. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Balita Sakit Dan Bayi Resiko Tinggi
(1st ed.). Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Olortegui MP, Rouhani S, Yori PP, et al. Astrovirus infection and diarrhea in 8
countries. Pediatrics. 2018 Jan. 141(1):e20171326. doi: 10.1542/peds.2017-1326.
Epub 2017 Dec 19.
Schiller LR, Pardi DS, Sellin JH. Chronic Diarrhea: Diagnosis and
Management. Clin Gastroenterol Hepatol. 2017;15:182-93.
Sudaru, Heru. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Balai Penerbit
FKUI : Jakarta
16
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
Suriadi, Rita Yuliani : 2011. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam .Edisi
1. Agung Seto. Jakarta.
17