Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

DIARE

Disusun Oleh :

FACHRI ALFARIZI

1102015067

Dibimbing Oleh :

Dr. dr. Elsye Souvriyanti, Sp. A

PEMBELAJARAN JARAK JAUH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 02 – 29 NOVEMBER 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Diare”. Referat
ini disusun untuk memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Kesehatan Anak.

Penyusunan referat ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Elsye
Souvriyanti, Sp. A atas bimbingnnya selama penulis menyelesaikan referat ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat atas dukungan yang
telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan materi penulisan dan menambah wawasan penulis.

Penulis meyakini bahwa tinjauan pustaka ini dapat berguna bagi kita semua,
khususnya pembaca dan rekan-rekan sejawat.

Jakarta, 16 November 2020

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5

2.1 Definisi ..................................................................................................... 5

2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 5

2.3 Etiologi ..................................................................................................... 5

2.4 Klasifikasi ................................................................................................. 6

2.5 Patofisiologi .............................................................................................. 7

2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................... 12

2.7 Diagnosis ................................................................................................ 13


2.7.1 Anamnesis ........................................................................................... 13
2.7.2 Pemeriksaan Fisik ............................................................................... 13
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 15

2.8 Penatalaksanaan ...................................................................................... 15

2.9 Pencegahan ............................................................................................. 22

2.10 Komplikasi ............................................................................................. 22

2.11 Prognosis ................................................................................................ 23

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

Diare adalah buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi lembek
atau cair. Kejadian diare pada balita berdasarkan kategori umur dari hasil survei
IDHS 2007 (Indonesian Demographic Health Survey) bahwa selama 2 minggu
terakhir sebelum survey diketahui bahwa ada 20,7% yang terkena diare dari 3094
anak berumur 12-23 bulan yang disurvey dan merupakan yang paling sering terkena
diare. Diare bias disebabkan oleh infeksi , faktor malabsorpsi, faktor makanan dan
faktor psikologis. Diare bisa disertai dengan gejala sistemis. Tatalaksana diare pada
anak dapat diberikan Oralit, Zinc, ASI/Makanan, Antibiotik (jika diperlukan) dan
Nasehat pada ibu atau pengasuh.
1. hh
2. 2m

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diare adalah buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi
lembek atau cair. (Pudjiadi et al, 2011)

2.2 Epidemiologi
Kejadian diare pada balita berdasarkan kategori umur dari hasil survei IDHS
2007 (Indonesian Demographic Health Survey) bahwa selama 2 minggu
terakhir sebelum survey diketahui bahwa ada 20,7% yang terkena diare dari
3094 anak berumur 12-23 bulan yang disurvey dan merupakan yang paling
sering terkena diare. Praktek keluarga dalam hal pengobatan diare juga masih
rendah terlihat dari data IDHS 2007 seperti penderita diare yang dibawa ke
sarana kesehatan, pemberian cairan selama diare, pemberian makanan selama
diare, pemberian ORALIT bahkan masih banyak penderita diare yang tidak
diobati yaitu bayi dibawah 6 bulan (50,1%). Masih ada sekitar 15%-24% balita
penderita diare yang memberi cairan lebih sedikit/tidak diberikan dan
pemberian makan yang lebih sedikit/tidak diberi bahkan lebih banyak lagi
(44%-48%). Menurut Riskesdas 2007 angka kematian bayi sebesar 42% dan
angka kematian balita sebesar 25.2%. (DEPKES RI, 2011)

2.3 Etiologi
Etiologi pada diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti berikut
(Ngastiyah, 2014):
1) Faktor Infeksi
• Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi eksternal sebagai
berikut:

5
o Infeksi bakteri: Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, dan sebagainya.
o Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis)
Adenovirus, Rotavirus, astrovirus, dan lain-lain.
o Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris, Strongyloides)
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans)
• Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti:
otitits media akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2) Faktor malabsorbsi
• Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
• Malabsorbsi lemak
• Malabsornsi protein
3) Faktor makanan: makanan basi,beracun, alergi terhadap makanan.
4) Faktor psikologis: rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada
anak yang lebih besar).

2.4 Klasifikasi
• Diare akut: episode diare yang dapat sembuh sendiri dengan onset akut,
biasanya berlangsung 5 hingga 7 hari. Biasanya disebabkan oleh suatu
infeksi usus dengan demam dan muntah atau biasa disebut gastroenteritis
akut. Diare akut mungkin juga terkait dengan infeksi diluar usus (yaitu
infeksi saluran kemih, infeksi virus pernapasan), keracunan makanan,
kerusakan usus iatrogenik (yaitu kemoterapi, radioterapi) atau kerusakan
usus lainnya dan penyakit diluar usus seperti apendisitis akut. (Giannattasio
et al, 2016)

6
• Diare berkepanjangan: diare akut yang berlangsung dari 7 hingga 14 hari
dimana tidak mencakup definisi diare persisten. Biasanya karena infeksi
persisten atau kerusakan usus pasca infeksi (misalnya, malabsorpsi
karbohidrat, pertumbuhan bakteri berlebih pada usus kecil) yang dapat
memperpanjang durasi diare diluar waktu yang diharapkan. Beberapa ahli
menyebut ini sebagai diare akut yang berkepanjangan. (Giannattasio et al,
2016)
• Diare persisten: diare yang berlangsung 14 hari atau lebih, biasanya
berkaitan dengan penurunan berat badan yang pada akhirnya menyebabkan
gangguan nutrisi berat. Definisi klasik dari diare persisten dimaksudkan
untuk menyingkirkan beberapa penyebab diare kronis seperti penyakit
celiac atau penyakit radang usus. (Giannattasio et al, 2016)
• Diare kronis : dalam banyak konteks diare kronis adalah sinonim dari diare
persisten. WHO menggunakan definisi ini daripada diare persisten.
Namun, diare kronis biasanya tidak memiliki onset akut dan merupakan
manifestasi struktural dan gangguan inflamasi usus. Beberapa ahli merujuk
pada diare kronis dalam kasus episode yang berlangsung lebih dari 4
minggu. (Giannattasio et al, 2016)

2.5 Patofisiologi
Proses terjadinya diare disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya (Tanto et
al, 2014):
1) Diare sekretorik

7
Diare sekretorik biasanya disebabkan adanya enterotoksin yang
dikeluarkan oleh organisme pada saat melekat pada permukaan sel. Diare
sekretorik mempunyai karakteristik adanya peningkatan kehilangan
banyak air dan elektrolit dari saluran pencernaan. Diare sekretorik terjadi
karena adanya hambatan absorpsi Na oleh vilus entrosit serta peningkatan
sekresi Cl- oleh kripte. Na+ masuk ke dalam sel saluran cerna dengan 2
mekanisme pompa Na+ yang memungkinkan terjadi pertukaran Na+-
glukosa, Na+-asam amino, Na-H+ dan proses elektrogenik melalui Na
channel. CI masuk ke dalam ileum melalui pertukaran CI/HCO3-.
Peningkatan sekresi intestinal diperantarai oleh hormon (Vasoactive
intestinal polypeptide-VIP), toksin dari bakteri (E. coli, Cholera) dan obat-
obatan yang dapat mengaktivasi adenil siklase melalui rangsangan pada
protein G enterosit. Akan terjadi peningkatan cyclic AMP intraseluler pada
mukosa intestinal akan mengaktifasi protein signalling tertentu, akan
membuka channel chloride. Stimulasi sekresi chlorida merupakan respon
pada toksin kholera atau cholera-like toxin yang diperantarai oleh
peningkatan konsentrasi CAMP. Enterotoksin lain akan meningkatkan
sekresi intestinal dengan meningkatkan CGMP atau konsentrasi kalsium
intraseluler. Nitric-oxide diduga berperanan dalam pengendalian sekresi
Cl². Peningkatan sekresi pada sel kripte dengan hasil akhir berupa
peningkatan sekresi cairan yang melebihi kemampuan absorpsi maksimum
dari kolon dan berakibat adanya diare. Pada diare sekretorik biasanya

8
pengeluaran tinja dalam jumlah besar, menetap meskipun dipuasakan dan
memiliki komposisi elektrolit yang isotonik. Tipe diare yg terjadi pada
diare yg disebabkan infeksi misalnya akibat enterotoksin Kolera, E.Coli,
dll.

2) Diare osmotik
Pada diare osmotik didapatkan substansi intraluminal yang tidak
dapat diabsorpsi dan menginduksi sekresi cairan. Biasanya keadaan ini
berhubungan dengan kerusakan dari mukosa saluran cerna. Akumulasi dari
zat yang tidak dapat diserap, misalnya magnesium (laksan, antasid),
karbohidrat atau asam amino lumen usus di dalam lumen usus
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik intraluminal, sehingga terjadi
pergeseran cairan plasma ke usus.
Akumulasi karbohidrat salah satu contoh dari tipe diare ini dan
paling sering terjadi. Karbohidrat seperti laktosa, sukrosa, gula dan
galaktosa dalam jumlah yang cukup besar dapat disebabkan oleh gangguan
transportasi baik kongenital maupun dapatan. Misalnya pada laktosa
intoleransi, terjadi penurunan fungsi enzim laktase dari brush border usus
halus. Laktosa tidak dapat dipecah sehingga tidak dapat diabsorpsi. Laktosa
yang tidak tercerna menarik air ke dalam lumen sehingga terjadilah diare.
Defisiensi enzim laktase dapat terjadi primer maupun sekunder.
Berkurangnya atau tidak adanya enzim pankreatik dan gangguan asam
empedu dapat menjadi salah satu penyebab diare osmotik, contohnya pada
Crohn disease di ileum terminal. Pada penyakit ini, ileum terminal tidak
dapat mengabsorpsi asam empedu dengan baik, sehingga mengakibatkan
berkurangnya cadangan asam empedu dan mengganggu penyerapan lemak.
Timbunan lemak yang tidak terabsorpsi akan meningkatkan tekanan
osmotik intraluminal dan akhirnya menimbulkan diare.
Pada penyakit celiac, terjadi penumpulan vili-vili sepanjang usus
halus sebagai akibat respon imun terhadap antigen. Penumpulan vili ini
mengakibatkan gangguan penyerapan dan menimbulkan terjadinya diare.

9
Atrofi mikrovilli kongenital, terjadi penurunan fungsi absorpsi karena
adanya gangguan perkembangan brush border secara genetik. Gangguan
motilitas (waktu transit di intestinal terlalu cepat) menyebabkan
penyerapan tidak adekuat dan menimbulkan zat tak terserap di dalam usus.
Contohnya pada irritable bowel syndrome, hipertiroidisme, dan pseudo-
obstruction.
Karakteristik dari diare osmotik adalah diare akan membaik bila
penderita dipuasakan atau membatasi asupan. Pada dasarnya mekanisme
terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri
pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu
atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa
usus.
• Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara
struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik
pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut
juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering
ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC)
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic
E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF),
menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraseluler dan
arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi
intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan
diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga
adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.
• Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel
epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan
menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraseluler

10
menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien,
interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga
memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses
patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri
perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif
misalnya Salmonella.
• Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin
(CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus
halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit
A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan
konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan
klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada
sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme
kerjanya sama dengan CT serta heat stabile toxin (ST). ST akan
meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase,
fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan
mengaktifkan sekresi klorida. Hal ini mengakibatkan diare berair atau
watery diarrhea yang berat dengan kehilangan 20 liter sehari. Dengan
tampilan tinjanya seperti air beras, seperti pada kolera.
• Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan
oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang
menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC).
Bakteri ini akan berlekatan dengan sel epitel usus dan mengeluarkan
verotoksin. Verotoksin yang dikeluarkan EHEC memiliki mekanisme
kerja seperti toksin Shigella. Toksin ini akan menghambat sintesis
protein dengan cara menghambat ribosom 60S, yang akan
mengakibatkan kematian sel epitel usus. Bakteri ini akan

11
mengakibatkan diare berdarah, dan disertai dengan kram perut berat,
dan ini disebut kolitis hemoragik.

2.6 Manifestasi Klinis


Diare dapat timbul bersamaan dengan gejala sistemik seperti demam, letargi
dan nyeri abdomen. (Marcdante et al, 2018)
Diare akibat virus memiliki karateristik diare cair (watery stool), tanpa
disertai darah ataupun lender. Dapat disertai gejala muntah dan dehidrasi
tampak jelas. Bila ada demam, umumnya ringan. Demam tifoid memiliki
karakteristik adanya bakteremia dan demam yang umumnya timbul pada akhir
masa enterik. Keluhan demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen makin jelas
setelah 48-72 jam dengan gejala mual, penurunan nafsu makan, dan konstipasi
yang timbul pada minggu pertama. Apabila tidak diobati, penyakit akan
menetap selama 2-3 minggu yang ditandai dengan penurunan berat badan yang
bermakna dan terkadang timbul hematokesia atau melena. Disentri adalah
penyakit infeksi saluran cerna yang melibatkan bagian kolon dan rektum, dan
ditemukannya darah dan lendir pada tinja, serta bau busuk dan demam.
Shigella merupakan prototipe penyebab penyakit disentri, yang harus
dibedakan dari infeksi akibat EIEC, EHEC, E. hystolitica (disentri amoeba), C.
jejuni, Y. enterocolitica dan Salmonella non-tifoid. Perdarahan saluran cerna
dan kehilangan darah yang terjadi dapat signifikan. Penyakit diare
enterotoksigenik disebabkan oleh kuman yang memproduksi enterotoksin
seperti V. cholerae dan ETEC. Demam umumnya tidak ditemukan ataupun
hanya demam ringan. Diare umumnya melibatkan organ ileum dengan gejala
diare cair (watery stool) tanpa adanya darah ataupun lendir dan biasanya
berlangsung selama 3-4 hari dengan frekuensi 4-5 kali buang air cair perhari.
Terjadinya anoreksia progresif, nausea, kembung, distensi abdomen, diare cair,
intoleransi laktose sekunder dan penurunan berat badan merupakan
karakteristik penyakit giardiasis.(Marcdante et al, 2018)

12
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
• Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan
konsentrasi tinja, lendir dan/darah dalam tinja
• Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang
air kecil terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
• Jumlah cairan yang masuk selama diare
• Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare,
mengonsumsi makanan yang tidak biasa
• Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum
(Pudjiadi et al, 2009)

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


• Keadaan umum, kesadaran
• Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau
lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen menurun
• Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata,
mukosa bibir, mulut, dan lidah
• Berat badan
• Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti
napas cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung
(hipokalemia), kejang (hipo atau hipernatremia)
• Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria
berikut:
o Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
- Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
- Keadaan umum baik, sadar
- Ubun ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata
ada mukosa mulut dan bibir basah
- Turgor abdomen baik, bising usus normal

13
- Akral hangat
o Dehidrasi ringan sedang/ tidak berat (kehilangan cairan 5-10%
berat badan)
Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih
tanda tambahan
- Keadaan umum gelisah atau cengeng
- Ubun ubun besar sedikut cekung, mata sedikit cekung, air
mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
- Turgor kurang, akral hangat
o Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10%berat badan)
Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau
lebih tanda tambahan Keadaan umum lemah, letargi atau
koma
- Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata
tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
- Turgor sangat kurang dan akral dingin
- Pasien harus rawat inap
(Pudjiadi et al, 2009)

(DEPKES RI, 2011)

14
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila
ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis Hal yang dinilai
pada pemeriksaan tinja:
• Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
• Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
• Kimia: pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
(Pudjiadi et al, 2009)

2.8 Penatalaksanaan
Hal utama yang harus diperhatikan pada tata kelola anak dengan diare
adalah penilaian derajat dehidrasi dari tanda dan gejala klinis, kehilangan
cairan yang sedang berlangsung, dan kebutuhan cairan harian. Derajat
dehidrasi menentukan tingkat kedaruratan dan volume air yang dibutuhkan
untuk rehidrasi. Dehidrasi ringan sampai sedang umumnya dapat diberikan
terapi rehidrasi oral, sedangkan dehidrasi berat membutuhkan terapi cairan
parenteral (intravena) dan mungkin saja memerlukan perawatan ICU.
(Marcdante et al, 2017)

LINTAS Diare (DEPKES RI, 2011):


1) Berikan Oralit
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida
(NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa
anhidrat. Oralit bermanfaat untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam
tubuh yang terbuang saat diare. Oralit diberikan pada anak dengan diare
sampai diare berhenti. Oralit diberikan setiap kali buang air besar.
2) Berikan Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc dapat memperbaiki mukosa usus yang rusak dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Zinc diberikan satu kali sehari
selama 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Hal tersebut

15
ditujukan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan
berulangnya diare pada 2 – 3 bulan kedepan.
3) Teruskan ASI dan pemberian makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
anak agar mempercepat pemulihan, penyembuhan serta mencegah
malnutrisi. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI.
Anak yang minum susu formula kurang dari 2 tahun, maka dianjurkan
untuk menggantinya dengan ASI. Anak usia lebih dari 2 tahun, teruskan
pemberian susu formula. Susu bebas laktosa diberikan pada anak dengan
diare yang tidak mengkonsumsi ASI. Eksklusi makanan biasanya diberikan
dengan maksud untuk mengatasi intoleransi makanan. Rangkaian eliminasi
diet harus dilakukan bertahap mulai dari diet yang masih mengandung
sedikit sampai yang sama sekali tidak mengandung bahan yang dilarang,
seperti misalnya cow’s milk protein hydrolisat sampai amino acid-based
formula, atau sebaliknya sesuai dengan kondisi pasien. Bila tidak terdapat
susu protein hidrolisat, dapat dipertimbangkan pemberian susu protein
kedelai, walaupun dari konsensus menyatakan bahwa protein kedelai dapat
menyebabkan alergi, tetapi beberapa penelitian memperlihatkan hasil yang
baik tentang penggunaan susu kedele untuk kasus intoleransi protein..
4) Pemberian antibiotika secara selektif
Antibiotik diberikan hanya atas indikasi seperti diare berdarah atau diare
karena kolera atau diare dengan disertai penyakit lain. Anti diare tidak
diberikan karena ketika terkena diare, tubuh akan memberikan reaksi
berupa peningkatan motilitas atau pergerakan usus untuk mengeluarkan
kotoran atau racun. Perut akan terasa banyak gerakan dan berbunyi. Anti
diare akan menghambat gerakan itu sehingga kotoran yang seharusnya
dikeluarkan, justru dihambat keluar. Selain itu anti diare dapat
menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus
(terlipat/terjepit). Kondisi ini berbahaya karena memerlukan tindakan
operasi.
• Kolera

16
o Umur 7 tahun : Tetrasiklin 50mg/KgBB/hari, dibagi 4 dosis selama
2-3 hari.
o Semua umur: Trimethoprim-Sulfamethoxazol. TMP 8
mg/KgBB/hari – SMX 50mg/KgBB/hari, dibagi 2 dosis, selama 3
hari. (IDAI, 2011)
• Disentri dan shigella
o Anak-anak : TMP 10 mg/kgBB/hari - SMX 50 mg/kgBB/hari,
dibagi 2 dosis selama 5 hari atau Ampisilin 50mg/kgBB/hari dibagi
4 dosis selama 5 hari.
o Bayi : Eritromisin 25 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis selama 3 hari.
(IDAI, 2011)
• Amoebiasis
o Metronidazole 30 mg/kg/hari dibagi 3 dosis selama 5-10 hari
o Kasus Berat: Dehidroemetin HCl dosis 1 - 1,5mg/kg/hari selama 5
hari (IDAI, 2011)
• Giardia lamblia
o Metronidazole 15 mg/kg/hr selama 5 hari (IDAI, 2011)

5) Pemberian nasehat ibu atau pengasuh


Berikan nasehat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian
oralit, zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya
ke petugas kesehatan jika anak:
• BAB cair lebih sering
• Muntah berulang-ulang
• Mengalami rasa haus yang nyata
• Makan atau minum sedikit
• Demam
• Tinjanya berdarah
• Tidak membaik dalam 3 hari

17
(DEPKES RI, 2011)

18
(DEPKES RI, 2011)

19
(DEPKES RI, 2011)

20
Prebiotik
Prebiotik adalah substrat, umumnya karbohidrat yang tidak dicerna tubuh, yang
bila dikonsumsi akan merangsang pertumbuhan kuman probiotik. Biasanya
dalam bentuk oligosakarida kedelai (yang terdiri atas rafinosa dan stakiosa) dan
serat pangan. Paling banyak digunakan adalah inulin dan frukto-oligosakarida
(FOS). Keduanya telah terbukti dapat merangsang pertumbuhan Bifidobacteria
dalam lumen usus yang pada akhirnya menimbulkan efek positif bagi ketahanan
saluran cerna. Sebenarnya prebiotik sudah terdapat dalam tanaman seperti pada
umbi dahlia, bawang merah, bawang putih, asparagus, kedelai, ubi jalar, dan
juga pada susu. Konsumsi prebiotik dapat dilakukan ketika bayi sudah berusia
4 bulan atau berusia 6 bulan bila bayi mendapatkan ASI eksklusif. Untuk bayi,
pemberian prebiotik dapat dilakukan dengan mencampurkannya pada susu yang
diminumnya. Dosis prebiotik untuk bayi yaitu 167 mg/hari. (Firmansyah, 2001)

Probiotik
Probiotik adalah mikroorganisme yang bila dikonsumsi per oral akan
memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia dan merupakan galur flora
usus normal yang dapat diisolasi dari tinja manusia sehat. Fungsi utama
probiotik adalah sebagai pertahanan mukosa, fungsi proteksi dan pertahanan
imunitas saluran cerna seperti misalnya lapisan epitel, lapisan mukus,
peristaltik, dan deskuamasi epitel, serta sekresi. Jumlah minimal sel probiotik
hidup pada produk susu fermentasi adalah 20-30x108 cfu/mL. (colony forming
unit). Contoh dari probiotik yaitu Lacto-B mengandung komponen utama
bakteri yang baik untuk saluran pencernaan yaitu: Lactobacillus acidophilus,
Streptococcus thermophilus, dan Bifidobacterium longum, Vitamin C, Vitamin
B1, Vitamin B2, Vitamin B6, Niacin, Zinc. (Firmansyah, 2001)
Lacto-B dapat dikonsumsi langsung dengan dilarutkan dalam air putih, atau
diberikan bersama makanan anak, dan susu formula. hindari mencampurkan
Lacto-B dengan minuman bersoda. Konsumsi segera Lacto-B setelah dibuka
dan dicampur. Jika lupa memberikan Lacto-B pada anak, jangan menggandakan
dosis di jadwal konsumsi berikutnya. (Firmansyah, 2001)

21
• Anak usia di bawah 1 tahun, dosis Lacto-B hanya diberikan 2 kali 1
sachet sehari
• 1-12 tahun dengan dosis 3 kali 1 sachet sehari
Peran probiotik dan prebiotik adalah untuk mengembalikan komposisi flora
usus dan peran bakteri “baik” yang bermanfaat dalam efek terapi dan profilaksis
terhadap bakteri patogen. (Firmansyah, 2001)

Sinbiotik
Merupakan kombinasi probiotik dan prebiotik. Keuntungan dari kombinasi ini
adalah meningkatkan daya tahan hidup bakteri probiotik oleh karena substrat
yang spesifik telah tersedia untuk fermentasi sehingga tubuh mendapatkan
manfaat yang lebih sempurna dari kombinasi ini. (Firmansyah, 2001)

2.9 Pencegahan
Pencegahan diare yang dapat dilakukan sebagai berikut (DEPKES RI, 2011):
1) Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun
2) Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur
3) Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih
yang cukup
4) Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang
air besar
5) Buang air besar di jamban
6) Membuang tinja bayi dengan benar
7) Memberikan imunisasi campak

2.10Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama.
Pada diare akut karena kolera, kehilangan cairan terjadi secara mendadak
sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses
dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis metabolik. (Amin, 2015)

22
Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok
hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut
ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga
terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi
optimal tidak tercapai. (Amin, 2015)
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh
EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan
penggunaan antibiotik masih kontroversial. (Amin, 2015)
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut,
merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-
40% pasien Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu
sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan
ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum
diketahui. Artritis pasca-infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit
diare karena Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp. (Amin,
2015)

2.11Prognosis
Di negara berkembang, dengan manajemen yang lebih baik, prognosisnya
sangat baik. Kematian sebagian besar disebabkan karena dehidrasi dan
malnutrisi sekunder. Dehidrasi berat harus ditangani dengan cairan parenteral.
Sekali malnutrisi dari malabsorpsi sekunder terjadi, prognosis menjadi jelek
kecuali penderita dirawatinapkan di rumah sakit dan diberikan suplemen
nutrisi parenteral. Neonatus dan infant muda merupakan kelompok yang
beresiko terjadinya sindrom dehidrasi, malnutrisi, dan malabsorpsi. Meskipun
angka kematian rendah di negara berkembang, anak-anak dapat meninggal
karena komplikasi yang ada, prognosis anak-anak di negara tanpa perawatan
kesehatan modern harus lebih berhati-hati. (IDAI, 2004)

23
BAB III

KESIMPULAN

Diare memiliki morbiditas yang tinggi. Diare ini merupakan buang air besar lebih
dari tiga kali sehari dengan konsistensi lembek atau cair. Diare berdasarkan
waktunya dapat di klasifikasikan menjadi diare akut, berkepanjangan, persisten dan
kronik. Bersadarkan mekanismenya diare dibagi menjadi dua yaitu diare sekretorik
dan osmotik. Diare dapat timbul bersamaan dengan gejala sistemik. Tatalaksana
diare pada anak dapat diberikan Oralit, Zinc, ASI/Makanan, Antibiotik (jika
diperlukan) dan Nasehat pada ibu atau pengasuh.

24
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Lukman Z. 2015. Tatalaksana Diare Akut. CDK-230, vol. 42(7): 504 – 508.
Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Departemen Kesehatan RI. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada
Balita. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Firmansyah, Agus. 2001. Terapi Probiotik dan Prebiotik Pada Penyakit Saluran
Cerna Anak. Sari Pediatri. Vol. 2 (4): 210 – 214.
Giannattasio, Antonietta, et al. 2016. Management of Children with Prolonged
Diarrhea. F1000Research, 5: 206. DOI: 10.12688/f1000research.7469.1.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Diare akut dalam Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak Edisi I. Jakarta: IDAI.
Marcdante, Karen J, et al. 2018. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi
Update Ke-6 Oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia. Singapore: ELSEVIER.
Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Pudjiadi, Antonius H, et al. [Ed.]. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Pudjiadi, Antonius H, et al. [Ed.]. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Edisi II.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta WA. 2014. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi ke 4. Jakarta : Media Aesculapius.

25

Anda mungkin juga menyukai