Disusun Oleh:
ANGKATAN IV
FEBRUARI, 2021
i
DAFTAR ISI
Halaman
i
BAB I
PENDAHULUAN
Gastroenteritis akut dapat didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada lambung,
usus halus dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal.
Etiologi gastroenteritis akut pada umumnya dikaitkan dengan keadaan klinis yang berupa
mual, muntah, rasa sakit dan kram pada abdomen, perut kembung, serta demam. (Riddle et
al., 2016). Gastroenteritis disebabkan oleh virus, bakteri atau organisme lainnya (DiPiro, et
al., 2015). Menurut Global Burden of Diseases (GBD) Diarrhoeal Diseases Collaborators
tahun 2017, diare dapat menyerang seluruh populasi. Meskipun penyebab terbesar terjadi
pada populasi berpenghasilan rendah dengan akses yang buruk untuk mendapatkan air bersih,
sanitasi dan pelayanan kesehatan, diare infeksi akut juga sering menyebabkan dilakukannya
rawat jalan dan rawat inap pada populasi berpenghasilan tinggi dan merupakan masalah
kesehatan yang penting secara global.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 melaporkan prevalensi tertinggi diare
tertinggi terjadi pada umur 1- 4 tahun (16,7%), lebih banyak terjadi di daerah pedesaan (10%)
daripada perkotaan (7,4%). Diare juga menjadi penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11
bulan) terbanyak (31,4%) serta merupakan penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan),
terbanyak (25,2%). Berdasarkan laporan rutin program, diare dan gastroenteritis merupakan
penyakit urutan pertama yang menyebabkan pasien rawat inap di Rumah Sakit (Kemenkes,
2011). Dalam melakukan prosedur tatalaksana pengobatan diare perlu melakukan penilaian
terhadap derajat dehidrasi dan dilanjutkan dengan menentukan rencana terapi. Rencana
pengobatan diare dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi yang dialami oleh pasien anak.
Penatalaksaan diare tanpa dehidrasi dapat dilakukan di rumah, namun diare dengan dehidrasi
ringan/sedang sampai berat penatalaksanaan dilakukan di sarana pelayanan keseahatan
(Kemenkes, 2011).
Permasalahan yang harus menjadi perhatian pada pengobatan pasien anak yaitu dosis,
bentuk sediaan, farmakokinetik dan farmakodinamik obat, perlunya metode khusus untuk
pemberian secara intravena, pemberian sediaan oral untuk bayi dan anak. Berdasarkan uraian
tersebut diperlunya peran apoteker dalam pemantauan keberhasilan terapi pasien.
Mendampingi memberikan konseling dan bekerja sama dengan pasien dalam meningkatkan
kualitas hidup pasien, mencegah dan mengendalikan komplikasi yang mungkin timbul,
mencegah dan mengendalikan efek samping obat, memberikan rekomendasi penyesuaian
regimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi pasien bersama dengan dokter penanggung
jawab pasien.
1
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Gastroenteritis
2.1.1 Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terjadi inflamasi pada membran mukosa
saluran pencernaan yang ditandai dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010). Diare adalah
buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat),
kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya, yaitu lebih dari 200 gram atau 200
ml/24 jam (Simadibrata, 2009). Gastroenteritis juga dapat didefinisikan sebagai peningkatan
frekuensi, volume dan kandungan fluida dari feses. Propulsi yang cepat dari usus melalui
hasil usus kecil diare dan dapat menyebabkan defisit volume cairan serius. Penyebab
umumnya adalah infeksi, sindrom malabsorpsi, obat, alergi dan penyakit sistemik (Joyce,
2014).
2.1.2 Epidemiologi
Menurut Global Burden of Diseases (GBD) Diarrhoeal Diseases Collaborators tahun
2017, diare dapat menyerang seluruh populasi. Meskipun penyebab terbesar terjadi pada
populasi berpenghasilan rendah dengan akses yang buruk untuk mendapatkan air bersih,
sanitasi dan pelayanan kesehatan, diare infeksi akut juga sering menyebabkan dilakukannya
rawat jalan dan rawat inap pada populasi berpenghasilan tinggi dan merupakan masalah
kesehatan yang penting secara global. Pencegahan dan terapi dari diare merupakan suatu
tantangan karena merupakan akibat dari hambatan infrastrukur, politik, dan barrier sosial
ekonomi, meliputi akses untuk mendapatkan air bersih dan santasi, pendidikan, nutrisi serta
akses menuju pelayanan kesehatan.
Diare di Asia Selatan menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian dengan
jumlah sebanyak 572.000 penduduk dan angka kematian mencapai 33,8 per 100.000
penduduk. Oceania, Asia Timur dan Asia Tenggara berada di urutan ketiga dengan jumlah
kematian sebanyak 88.000 penduduk dan angka kematian mencapai 4,2 per 100.000
penduduk. Di Indonesia, jumlah kematian yang diakibatkan oleh diare menduduki urutan
kedua setelah China dengan jumlah kematian sebanyak 57.000 dan angka kematian mencapai
22,1 per 100.000 penduduk.
2
2.1.3 Klasifikasi
Gastroenteritis diklasifikasikan menjadi dua, yaitu gastroenteritis akut dan gastroenteritis
kronik (Guarino et al., 2014).
1. Gastroenteritis akut didefinisikan sebagai penurunan konsistensi feses dan atau
peningkatan frekuensi pengeluaran feses (lebih dari tiga kali dalam 24 jam), dengan atau
tanpa muntah ataupun demam. Gastroenteritis akut terjadi kurang dari 14 hari.
2. Gastroenteritis kronik didefinisikan sebagai penurunan konsistensi feses dan atau
peningkatan frekuensi pengeluaran feses dengan atau tanpa demam ataupun muntah.
Gastroenteritis kronik terjadi lebih dari 14 hari.
2.1.4 Etiologi
3
umumnya diare dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting disease), yang perlu
diperhatikan adalah penanganan terhadap dehidrasi yang terjadi (Soebagyo, 2008).
4
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Data Umum
No. MR : 4466xx
Nama Pasien : An. M.A
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 13 kg
Tinggi Badan : 110 cm
Umur : 5,6 tahun
Ruangan : Arrahmah
Diagnosa : GEA dengan dehidrasi
Tgl. MRS : 21/02/2021
Tgl. KRS : 23/02/2021
Dokter Penanggungjawab : dr. N., SpA
5
2.3 Data Pemeriksaan Fisik
Nafas : 21 kali per menit
Nadi : 120 kali per menit
Suhu : 36,4°C
satO2 : 98%
2.4 Follow Up
21/02/2 Ibu pasien mengatakan anaknya buang air besar satu kali
1 Subjektif : keluar air saja, masih mual, makan tidak habis (½ porsi),
IGD minum 1 gelas.
Kondisi fisik
Nafas : 21 kali per menit
Objektif
Nadi : 120 kali per menit
Suhu : 36,4°C
Hemoglobin :13
Leukosit :23640
Trombosit :547000
Hematocrit :37.2
Eosinofil :0.4
Neutrophil :88.4
Limfosit :7.7
Neutrophil
limfosit Rasio : 11.48
Monosit :3.4
Basophil :0.1
6
Berdasarkan hasil pemeriksaan labor nilai leukosit pasien
tinggi dan sudah mendapatkan terapi antibiotik inj.
Cefotaxim.
Assesment
Dari keluhan terdapat tanda-tanda dehidrasi, sudah
diberikan infus elektrolit.
22/02/21 Ibu pasien mengatakan anak nya aktif, mual berkurang, BAB
Subjektif
Rawat 2 kali, makan habis ¼ porsi, minum 1 gelas.
Inap
Kondisi fisik
Nafas : 20 kali per menit
Objektif
Nadi : 100 kali per menit
Suhu : 36,5°C
2. Parenteral :
Inj. Ranitidin 2 x 12,5mg
. Inj. Cefotaxim 3 x 400mg
Inf.RL 3 cc/kgBB/jam
Assessment:
Kondisi pasien membaik
Plan
Terapi lanjut sesuai instruksi DPJP
23/02/21 Subjektif : Ibu pasien mengatakan anaknya aktif, muntah tidak ada,
mencret tidak ada, badan terasa hangat, makan habis ½ porsi,
minum 250cc, BAK 3x, BAB 1 kali.
7
Objektif : Kondisi fisik
Nafas : 22 kali per menit
Nadi : 100 kali per menit
Suhu : 36.8°C
Terapi yang didapat
1. Oral :
Lacto B 2x1
Orezink syr 1x 1 cth
2. Parenteral:
Inj. Ranitidin 2 x 12,5mg
Inj. Cefotaxim 3 x 400mg
Inf.RL 3 cc/kgBB/jam
8
Assesment Terapi sudah sesuai dan tidak ada DRP
Tanggal
Pemeriksaan Nilai normal
21/02/21 22/02/21 23/02/21
Nadi 60-100 x /mnt 100 100 100
Suhu (OC) 36,5 – 37,2 36,6 36,5 36.8
Pernafasan 12-20 x/m 20 20 22
Ket :
Merah : Diatas normal
Biru : Dibawah normal
Pemeriksaan Feses
Nilai Tanggal
Pemeriksaan
normal 23/02/21
Konsistensi Lembek
Warna Kuning
Pus Negatif Negatif (-)
Darah Negatif Negatif (-)
Lendir Negatif Negatif (-)
Eritrosit 0-2/LPB
Leukosit 2-4/LPB
Sisa makanan (+) Positif
Ragi (-) Negatif
Bakteri (+) Positif
Amuba Negatif (-) Negatif
Telur Cacing Negatif (-) Negatif
9
Pemeriksaan Darah Lengkap
Tanggal
Pemeriksaa
Nilai normal 21/02/2 22/02/2
n 23/02/21
1 1
Hemoglobin 14-18 13 - -
Leukosit 4000-11000 23640 - -
Trombosit 150000-450000 547000 - -
Hematocrit 37.0-47.0 37.2 - -
Eosinofil 1.0-3.0 0.4 - -
Neutrophil 50.0-79.0 88.4 - -
Limfosit 20-40 7.7 - -
Neutrophil
Limfosit <3.13 11.48 - -
Rasio
Monosit 2-8 3.4 - -
Basophil 0-1 0.1 - -
Ket :
Merah : Diatas normal
Biru : Dibawah normal
Pemeriksaan Thorax
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Corakan bronkovakular normal
Infiltrate: (-)
Diafragma dan sinus kostofrenikus: normal
2.6 Diagnosa
Gastroenteritis akut dengan dehidrasi
2.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
10
2.8 Lembar Pengobatan
Tanggal
11
2.9 DRUG RELATED PROBLEM (DRP)
12
Lacto B Indikasi
(Serbuk krim nabati,
Untuk pengobatan diare, mencegah gangguan pencernaan karena
dekstrosa, campuran
tidak dapat mencerna laktosa (intoleransi laktosa), dan membantu
bakteri asam laktat,
fungsi saluran pencernaan.
susu mineral Dosis
konsentrat, vitamin
Anak usia 1-12 tahun 3 kali sehari 1 sachet
C, vitamin
Anak usia di bawah 1 tahun 2 kali sehari 1 sachet, atau sesuai anjuran
B1, vitamin B2,
dokter.
vitamin B6, niacin,
zink oksida)
Kontraindikasi
13
Dosis
Kontraindikasi
Bayi usia 2-6 bulan: 0.5 sendok takar (2.5 ml) sehari, selama 10 hari
walaupun diare sudah berhenti.
Anak usia 6 bulan - 5 tahun: 1 sendok takar (5 ml) sehari, selama 10
hari walaupun diare sudah berhenti.
14
Kontraindikasi
Hipersensitivitas
Efek samping
Pusing.
Sakit perut
Mual
Interaksi obat
Mekanisme
Hipersensitifitas
Efek samping
15
Sakit kepala, konstipasi
Interaksi obat
Fenitoin, karbamazepin dan rifampisin meningkatkan metabolisme
ondansentron. Ondansentron juga menurunkan efek Tramadol.
Mekanisme
Menimbulkan efek antagonis terhadap reseptor serotonin 5-
HT3.Reseptor serotonin 5-HT3 terdapat di bagian perifer yaitu pada
nervus vagal dan di sentral pada area postrema yang
merupakan chemoreceptor trigger zone, namun saat ini efek anti mual
dan muntah pada pasien kemoterapi oleh ondansetron belum dapat
dipastikan apakah di bagian perifer, sentral, ataupun keduanya.
Inj ranitidine Indikasi
16
Interaksi obat
17
Dapat meningkatkan risiko nefrotoksik (obat yang mengganggu
fungsi ginjal) jika diminum bersama aminoglikosida dan diuretik
poten.
Mekanisme
18
BAB III
DISKUSI
Seorang pasien An. M A berusia 5,6 tahun masuk ke rumah sakit pada tanggal 21
Februari 2021 di Intalasi Gawat Darurat (ICD) dengan keluhan muntah sudah 10 kali sehari,
setiap makan selalu muntah, buang air besar sudah 10 kali sehari, badan tampak lemas dan
tidak demam. Pasien mengalami demam 2-3 hari sebelum masuk ke rumah sakit. Tanda-
tanda vital pasien pada saat masuk rumah sakit yaitu denyut nadi 120x/menit, pernafasan
21x/menit dan suhu tubuh 36,4°C, dan saturasi oksigen 98%
Pada hari pertama pasien mendapatkan obat lacto B 2x1, inj. Ondansetron 4mg, inj
ranitidine 2x12,5mg, inj. Cefotaxim 3x400mg dan inf RL 3 cc/kgBB/jam. Probiotik (lacto B)
didefinisikan sebagai bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang
mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan, dengan memperbaiki
keseimbangan mikroflora intestinal. Efek yang menguntungkan dari bakteri tersebut dapat
mencegah dan mengobati kondisi patologik usus bila probotik tersebut diberikan secara oral
(Waspada, 2012). Pemberian probiotik ini pada pasien diare akut merupakan terapi yang tepat
sebab telah dibuktikan melalui penelitian bahwa probiotik efektif untuk pencegahan dan
pengobatan terhadap berbagai kelainan gastrointestinal, misalnya diare yang disebabkan
infeksi bakteri maupun virus dan mengurangi durasi diare (WGO, 2012). Penggunaan
ondansentron sebagai antiemetik pada pasien diare akut anak merupakan suatu pilihan yang
sudah tepat. Terapi ondansentron juga terbukti mampu mengurangi gejala mual dan muntah
pada pasien diare akut anak yang disertai mual dan muntah (Cheng, 2011).
Ranitidin berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung. Pemberian obat ini
merupakan pilihan yang tepat untuk mengobati pasien diare akut anak yang disertai oleh
gejala maag, peningkatan asam lambung, mual dan muntah. Ranitidin adalah suatu histamin
antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2
dan mengurangi sekresi asam lambung
Sefalosporin memiliki spektrum aktivitas antrimikroba yang sama luas dan efek
samping yang lebih kecil daripada fluoroquinolon, sehingga digunakan sebagai obat terbaik
untuk pengobatan empiris pada diare akut karena infeksi yang terjadi pada anak-anak.
(Daniel, 2006). Sefotaksim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang
memiliki aktifitas yang kuat terhadap bakteri Gram negatif dan lebih tahan terhadap
laktamase atau beta laktam. Antibiotik ini efektif terhadap spesies bakteri yang sudah kebal
19
terhadap sefalosporin generasi sebelumnya dan untuk golongan antibiotik lainnya.
Sefotaksim lebih dipilih untuk anak-anak daripada seftriakson karena sefotaksim tidak
mempengaruhi metabolisme bilirubin (Resse, 2000).
Ringer laktat mengandung garam NaCl (6g), KCl (0,3g), CaCl2 (0,2g), dan Na Laktat
(3,1g) dalam setiap 1 liter larutan. Cairan ini berfungsi untuk mengembalikan osmolaritas dan
elektrolit tubuh secara cepat melalui rehidrasi intravena. Larutan ringer laktat akan di
metabolisme oleh hati menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki keadaan seperti
asidosis metabolik. Ringer laktat biasa diberikan pada penderita diare yang mengalami
dehidrasi yang berat atau yang berpotensi menjadi berat sehingga memerlukan rehidrasi
intravena secara cepat.
Pada hari kedua pasien mendapatkan lacto B 2x1, inj ranitidin 2x12,5, inj. Cefotaxim
3x400mg, kondisi mual dan muntah pasien sudah berkurang sehingga penggunaan
ondansetron dihentikan. Kemudian frekuensi BAB berkurang menjadi 2 kali sehari. Pada hari
ketiga pasien mendapat terapi lacto B dan orezink, inj ranitidin dan inj cefotaxim. Pasien
sudah tidak mengalami muntah dan tidak mencret. Pada hari keempat pasien mendapat lacto
B, orezink, inj. Ranitidin dan inj. Cefotaxim.
Orezink yang berisi zink sulfat monohidrat, menurut WHO (World Helath
Organization) direkomendasikan sebagai penatalaksanaan pengobatan pada diare. Dalam tata
laksana diare akut, zink mampu mengurangi durasi diare hingga 25%. Zink juga menurunkan
durasi dan keparahan pra-diare. Bila diberikan secara rutin dapat mencegah timbulnya diare
dan menurunkan kejadian diare yang disebabkan disentri dan shigellosis. Zink diberikan
selama 10-14 hari untuk anak usia 6 bulan hingga 5 tahun diberikan dengan dosis 20mg
setiap hari. Pasien sudah mengalami perbaikan dan diperbolehkan pulang.
20
BAB V
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pasien didiagnosa gastroenteritis akut dan dehidrasi telah menerima terapi dan setelah
diterapi pasien
3.2 Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies,
Inggris.
Kemenkes RI, 2011, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Riddle MS, Dupont HL, Connor BA. ACG clinical guideline: diagnosis, treatment,
and prevention of acute diarrheal infections in adults. The American Journal of
Gastroenterology. 2016 Mar;11:602-22.
Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
Simadibrata, M., 2009.Diare Akut dalam Aru W. Sudoyo (Editor) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna publishing.
22