Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KHUSUS CASE STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA PEKANBARU

“Gastroenteritis dan Dehidrasi”

Disusun Oleh:

Ulbis Zulhamdi, S.Farm (2002032)

Fitra Annisa, S.Farm (2002014)

Lailatul Rizki Tiara D.A, S.Farm (2002021)

ANGKATAN IV

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

FEBRUARI, 2021

i
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................. i


BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS........................................................................... 3
2.1 Identitas Pasien..................................................................................... 3
2.2 Riwayat Penyakit.................................................................................. 3
2.3 Data Pemeriksaan Fisik........................................................................ 3
2.4 Follow Up............................................................................................. 3
2.5 Data laboratorium................................................................................. 3
2.6 Diagnosa .............................................................................................. 3
2.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO) ............................................ 3
BAB III DISKUSI .......................................................................................... 15

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 43


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 47
3.2 Saran .................................................................................................... 47

i
BAB I
PENDAHULUAN
Gastroenteritis akut dapat didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada lambung,
usus halus dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal.
Etiologi gastroenteritis akut pada umumnya dikaitkan dengan keadaan klinis yang berupa
mual, muntah, rasa sakit dan kram pada abdomen, perut kembung, serta demam. (Riddle et
al., 2016). Gastroenteritis disebabkan oleh virus, bakteri atau organisme lainnya (DiPiro, et
al., 2015). Menurut Global Burden of Diseases (GBD) Diarrhoeal Diseases Collaborators
tahun 2017, diare dapat menyerang seluruh populasi. Meskipun penyebab terbesar terjadi
pada populasi berpenghasilan rendah dengan akses yang buruk untuk mendapatkan air bersih,
sanitasi dan pelayanan kesehatan, diare infeksi akut juga sering menyebabkan dilakukannya
rawat jalan dan rawat inap pada populasi berpenghasilan tinggi dan merupakan masalah
kesehatan yang penting secara global.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 melaporkan prevalensi tertinggi diare
tertinggi terjadi pada umur 1- 4 tahun (16,7%), lebih banyak terjadi di daerah pedesaan (10%)
daripada perkotaan (7,4%). Diare juga menjadi penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11
bulan) terbanyak (31,4%) serta merupakan penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan),
terbanyak (25,2%). Berdasarkan laporan rutin program, diare dan gastroenteritis merupakan
penyakit urutan pertama yang menyebabkan pasien rawat inap di Rumah Sakit (Kemenkes,
2011). Dalam melakukan prosedur tatalaksana pengobatan diare perlu melakukan penilaian
terhadap derajat dehidrasi dan dilanjutkan dengan menentukan rencana terapi. Rencana
pengobatan diare dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi yang dialami oleh pasien anak.
Penatalaksaan diare tanpa dehidrasi dapat dilakukan di rumah, namun diare dengan dehidrasi
ringan/sedang sampai berat penatalaksanaan dilakukan di sarana pelayanan keseahatan
(Kemenkes, 2011).
Permasalahan yang harus menjadi perhatian pada pengobatan pasien anak yaitu dosis,
bentuk sediaan, farmakokinetik dan farmakodinamik obat, perlunya metode khusus untuk
pemberian secara intravena, pemberian sediaan oral untuk bayi dan anak. Berdasarkan uraian
tersebut diperlunya peran apoteker dalam pemantauan keberhasilan terapi pasien.
Mendampingi memberikan konseling dan bekerja sama dengan pasien dalam meningkatkan
kualitas hidup pasien, mencegah dan mengendalikan komplikasi yang mungkin timbul,
mencegah dan mengendalikan efek samping obat, memberikan rekomendasi penyesuaian
regimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi pasien bersama dengan dokter penanggung
jawab pasien.

1
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Gastroenteritis
2.1.1 Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terjadi inflamasi pada membran mukosa
saluran pencernaan yang ditandai dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010). Diare adalah
buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat),
kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya, yaitu lebih dari 200 gram atau 200
ml/24 jam (Simadibrata, 2009). Gastroenteritis juga dapat didefinisikan sebagai peningkatan
frekuensi, volume dan kandungan fluida dari feses. Propulsi yang cepat dari usus melalui
hasil usus kecil diare dan dapat menyebabkan defisit volume cairan serius. Penyebab
umumnya adalah infeksi, sindrom malabsorpsi, obat, alergi dan penyakit sistemik (Joyce,
2014).
2.1.2 Epidemiologi
Menurut Global Burden of Diseases (GBD) Diarrhoeal Diseases Collaborators tahun
2017, diare dapat menyerang seluruh populasi. Meskipun penyebab terbesar terjadi pada
populasi berpenghasilan rendah dengan akses yang buruk untuk mendapatkan air bersih,
sanitasi dan pelayanan kesehatan, diare infeksi akut juga sering menyebabkan dilakukannya
rawat jalan dan rawat inap pada populasi berpenghasilan tinggi dan merupakan masalah
kesehatan yang penting secara global. Pencegahan dan terapi dari diare merupakan suatu
tantangan karena merupakan akibat dari hambatan infrastrukur, politik, dan barrier sosial
ekonomi, meliputi akses untuk mendapatkan air bersih dan santasi, pendidikan, nutrisi serta
akses menuju pelayanan kesehatan.
Diare di Asia Selatan menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian dengan
jumlah sebanyak 572.000 penduduk dan angka kematian mencapai 33,8 per 100.000
penduduk. Oceania, Asia Timur dan Asia Tenggara berada di urutan ketiga dengan jumlah
kematian sebanyak 88.000 penduduk dan angka kematian mencapai 4,2 per 100.000
penduduk. Di Indonesia, jumlah kematian yang diakibatkan oleh diare menduduki urutan
kedua setelah China dengan jumlah kematian sebanyak 57.000 dan angka kematian mencapai
22,1 per 100.000 penduduk.

2
2.1.3 Klasifikasi
Gastroenteritis diklasifikasikan menjadi dua, yaitu gastroenteritis akut dan gastroenteritis
kronik (Guarino et al., 2014).
1. Gastroenteritis akut didefinisikan sebagai penurunan konsistensi feses dan atau
peningkatan frekuensi pengeluaran feses (lebih dari tiga kali dalam 24 jam), dengan atau
tanpa muntah ataupun demam. Gastroenteritis akut terjadi kurang dari 14 hari.
2. Gastroenteritis kronik didefinisikan sebagai penurunan konsistensi feses dan atau
peningkatan frekuensi pengeluaran feses dengan atau tanpa demam ataupun muntah.
Gastroenteritis kronik terjadi lebih dari 14 hari.
2.1.4 Etiologi

Fator infeksi diare menurut Ngasityah (2016) .


1. Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
2. Infeksi bakteria : vibrio, E.coli ,salmonella campilobaster
3. Infeksi virus :Rostavirus, Calcivirus,Entrovirus ,Adenovirus, Astrovirus
4. Infeksi parasite : cacing, protozoa (entamoba histolica, giardia lambia), jamur (candida
aibicans).
5. Infeksi parenteral : infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti Tonsilitas,
bronkopneumonia, ensevalitis, meliputi : Faktor mal absorbi : karbohidrat, lemak, protein
Faktor makanan : basi, racun, alergi Faktor psikologis : rasa takut dan cemas.
2.1.5 Penatalaksanaan Terapi
Panduan pengobatan menurut WHO (World Health Organization) diare akut dapat
dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan
melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak
direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan
dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat (Soebagyo, 2008).
Pemberian antibiotik secara rutin tidak diperlukan. Tetapi antibiotik diberikan sesuai dengan
tatalaksana diare akut atau apabila ada infeksi non intestinal seperti pneunomia, infeksi
saluran kencing atau sepsis. Terapi Zinc digunakan untuk mengobati diare persisten. Terapi
zinc pada kasus diare akut tertentu ternyata dapat menurunkan kejadian berlanjutnya diare
akut menjadi diare persisten. Indikasi yang dianjurkan adalah berat badan untuk umur saat
diperiksa kurang dari 70%, diare telah berlangsung lebih dari lima hari, bayi berusia kurang
dari satu tahun dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan jika terdapat tanda-tanda
defisiensi zinc, yaitu satu atau lebih gejala. Pemberian antibiotika hanya terbatas karena pada

3
umumnya diare dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting disease), yang perlu
diperhatikan adalah penanganan terhadap dehidrasi yang terjadi (Soebagyo, 2008).

4
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

Data Umum
No. MR : 4466xx
Nama Pasien : An. M.A
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 13 kg
Tinggi Badan : 110 cm
Umur : 5,6 tahun
Ruangan : Arrahmah
Diagnosa : GEA dengan dehidrasi
Tgl. MRS : 21/02/2021
Tgl. KRS : 23/02/2021
Dokter Penanggungjawab : dr. N., SpA

2.2 Riwayat Penyakit


 Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan muntah sudah 10x sehari, asal makan selalu
muntah, mencret sudah 10x sehari, badan tampak lemas, demam tidak ada

 Riwayat Penyakit Terdahulu : pasien demam 2-3 hari sebelumnya


 Riwayat Penyakit Keluarga : -

5
2.3 Data Pemeriksaan Fisik
 Nafas : 21 kali per menit
 Nadi : 120 kali per menit
 Suhu : 36,4°C
 satO2 : 98%
2.4 Follow Up
21/02/2 Ibu pasien mengatakan anaknya buang air besar satu kali
1 Subjektif : keluar air saja, masih mual, makan tidak habis (½ porsi),
IGD minum 1 gelas.
Kondisi fisik
 Nafas : 21 kali per menit
Objektif
 Nadi : 120 kali per menit
 Suhu : 36,4°C
Hemoglobin :13
Leukosit :23640
Trombosit :547000
Hematocrit :37.2
Eosinofil :0.4
Neutrophil :88.4
Limfosit :7.7
Neutrophil
limfosit Rasio : 11.48
Monosit :3.4
Basophil :0.1

Terapi yang didapat:


1. Oral
Lacto B 2x1
Paracetamol syr 1 ½ cth K/P
2. Parenteral:
 Inf.RL 3 cc/kgBB/jam
 Inj. Ondansentron 4mg
 Inj. Ranitidin 2 x 12,5mg
 Inj. Cefotaxim 3 x 400mg

6
 Berdasarkan hasil pemeriksaan labor nilai leukosit pasien
tinggi dan sudah mendapatkan terapi antibiotik inj.
Cefotaxim.
Assesment
 Dari keluhan terdapat tanda-tanda dehidrasi, sudah
diberikan infus elektrolit.

 Monitoring lab. Leukosit dan tanda-tanda infeksi lain.


Plan
 Monitoring tanda-tanda dehidrasi.

22/02/21 Ibu pasien mengatakan anak nya aktif, mual berkurang, BAB
Subjektif
Rawat 2 kali, makan habis ¼ porsi, minum 1 gelas.
Inap

Kondisi fisik
 Nafas : 20 kali per menit
Objektif
 Nadi : 100 kali per menit
 Suhu : 36,5°C

Terapi yang didapat


1. Oral
 Lacto B 2x1

2. Parenteral :
 Inj. Ranitidin 2 x 12,5mg
.  Inj. Cefotaxim 3 x 400mg
 Inf.RL 3 cc/kgBB/jam

Assessment:
Kondisi pasien membaik

Plan
Terapi lanjut sesuai instruksi DPJP

23/02/21 Subjektif : Ibu pasien mengatakan anaknya aktif, muntah tidak ada,
mencret tidak ada, badan terasa hangat, makan habis ½ porsi,
minum 250cc, BAK 3x, BAB 1 kali.

7
Objektif : Kondisi fisik
 Nafas : 22 kali per menit
 Nadi : 100 kali per menit
 Suhu : 36.8°C
Terapi yang didapat
1. Oral :
 Lacto B 2x1
 Orezink syr 1x 1 cth

2. Parenteral:
 Inj. Ranitidin 2 x 12,5mg
 Inj. Cefotaxim 3 x 400mg
 Inf.RL 3 cc/kgBB/jam

Assesment Hasil pemeriksaan lab. feses mengindikasikan adanya infeksi


(+ bakteri ), pemberian antibiotik sudah diberikan (cefotaxim
3x400mg).

Plan Terapi lanjut sesuai instruksi DPJP


24/02/21 Subjektif : Ibu pasien mengatakan anaknya aktif, pasien tidur nyenyak,
BAB tidak ada, BAK ada 1x, minum 150cc.
Objektif Kondisi fisik
 Nafas : 22 kali per menit
 Nadi : 100 kali per menit
 Suhu : 36.9°C
Terapi yang didapat
1. Oral :
 Lacto B 2x1
 Orezink syr 1x 1 cth
2. Parenteral:
 Inj. Ranitidin 2 x 12,5mg
 Inj. Cefotaxim 3 x 400mg
 Inf.RL 3 cc/kgBB/jam

8
Assesment Terapi sudah sesuai dan tidak ada DRP

Plan Lanjutkan terapi sesuai instruksi DPJP.

2.5 Data laboratorium

 Pemeriksaan USG Abdomen


Kesan :
 Pemeriksaan Organ Vital

Tanggal
Pemeriksaan Nilai normal
21/02/21 22/02/21 23/02/21
Nadi 60-100 x /mnt 100 100 100
Suhu (OC) 36,5 – 37,2 36,6 36,5 36.8
Pernafasan 12-20 x/m 20 20 22

Ket :
Merah : Diatas normal
Biru : Dibawah normal
 Pemeriksaan Feses

Nilai Tanggal
Pemeriksaan
normal 23/02/21
Konsistensi Lembek
Warna Kuning
Pus Negatif Negatif (-)
Darah Negatif Negatif (-)
Lendir Negatif Negatif (-)
Eritrosit 0-2/LPB
Leukosit 2-4/LPB
Sisa makanan (+) Positif
Ragi (-) Negatif
Bakteri (+) Positif
Amuba Negatif (-) Negatif
Telur Cacing Negatif (-) Negatif

9
 Pemeriksaan Darah Lengkap

Tanggal
Pemeriksaa
Nilai normal 21/02/2 22/02/2
n 23/02/21
1 1
Hemoglobin 14-18 13 - -
Leukosit 4000-11000 23640 - -
Trombosit 150000-450000 547000 - -
Hematocrit 37.0-47.0 37.2 - -
Eosinofil 1.0-3.0 0.4 - -
Neutrophil 50.0-79.0 88.4 - -
Limfosit 20-40 7.7 - -
Neutrophil
Limfosit <3.13 11.48 - -
Rasio
Monosit 2-8 3.4 - -
Basophil 0-1 0.1 - -

Ket :
Merah : Diatas normal
Biru : Dibawah normal
 Pemeriksaan Thorax
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Corakan bronkovakular normal
Infiltrate: (-)
Diafragma dan sinus kostofrenikus: normal

2.6 Diagnosa
Gastroenteritis akut dengan dehidrasi
2.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

10
2.8 Lembar Pengobatan
Tanggal

21/02/21 22/02/21 23/02/21


24/02/2 Obat Pulang
Dosis Frek Rute 1
Obat

IGD RAWAT INAP


Non Parenteral
√ √ √ √
Lacto B (2x1) p.o Orezink
20 06, 18 06, 18 07
Cefixime dry
Paracetamol syr
(11/2) p.o - - - - sirup
K/P
(2x2ml)
√ √
Orezink Syr (1xcth) p.o - -
12 07
Parenteral

Inj Ondansentron 4mg 1/2 amp i.v - - -
17:35
12,5m 1/2 amp √ √ √ √
Inj Ranitidin i.v
g (2x12,5 mg) 17:35 12,24 12,24 12
√ √
√ √
Inj Cefotaxim (3x400 mg) i.v 20 04,12,
12,20 04, 12
20,04

11
2.9 DRUG RELATED PROBLEM (DRP)

Kod YA TIDAK KET


Klasifikasi
e
P1 Adverse reactions
P1.1 Mengalami efek samping (non alergi) √
P1.2 Mengalami efek samping (alergi) √
P1.3 Mengalami efek toksik √
P2 Drug choice problem
P2.1 Obat yang tidak tepat √
P2.2 Sediaan obat yang tidak tepat √
P2.3 Duplikasi zat aktif yang tidak tepat √
P2.4 Kontraindikasi √
P2.5 Obat tanpa indikasi yang jelas √
Ada indikasi yang jelas namun tidak √
P2.6
diterapi
P3 Dosing problem
P3.1 Dosis dan atau frekuensi terlalu rendah √
P3.2 Dosis dan atau frekuensi terlalu tinggi √
P3.3 Durasi terapi terlalu pendek √
P3.4 Durasi terapi terlalu panjang √
P4 Drug use problem
P4.1 Obat tidak dipakai seluruhnya √
P4.2 Obat dipakai dengan cara salah √
P5 Interactions
P5.1 Interaksi yang potensial √
P5.2 Interaksi yang terbukti terjadi √
P6 Other
Pasien tidak merasa puas dengan terapinya √
P6.1 sehingga tidak menggunakan obat secara
benar
Kurangnya pengetahuan terhadap masalah √
P6.2 kesehatan dan penyakit (dapat
menyebabkan masalah dimasa datang)
Keluhan yang tidak jelas, perlu klarifikasi √
P6.3
lebih lanjut.
P6.4 Keluhan terapi (alasan tidak diketahui) √

Klasifikasi masalah menurut PCNE V.05

2.10 Penjelasan Obat

12
Lacto B Indikasi
(Serbuk krim nabati,
Untuk pengobatan diare, mencegah gangguan pencernaan karena
dekstrosa, campuran
tidak dapat mencerna laktosa (intoleransi laktosa), dan membantu
bakteri asam laktat,
fungsi saluran pencernaan.
susu mineral Dosis
konsentrat, vitamin
Anak usia 1-12 tahun 3 kali sehari 1 sachet
C, vitamin
Anak usia di bawah 1 tahun 2 kali sehari 1 sachet, atau sesuai anjuran
B1, vitamin B2,
dokter. 
vitamin B6, niacin,
zink oksida)
Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap produk probiotik


Efek samping
Perut kembung dan rasa tidak nyaman di perut. Pada beberapa orang,
bisa muncul reaksi alergi terhadap bahan yang terkandung dalam
produk.
Interaksi obat

Antibiotik dapat membunuh bakteri baik yang terdapat di dalam


Lacto-B sehingga akan mengurangi efektivitas Lacto-B. Oleh sebab
itu, hindari menggunakan Lacto B bersamaan dengan antibiotik.
Berikan jarak waktu minimal 2 jam antara konsumsi antibiotik
dengan produk probiotik.
Mekanisme
Lacto-B bekerja dengan cara membantu mengkoreksi ketidak
seimbangan antara mikroorganisme baik dan buruk agar fungsi tubuh
kembali normal. Kandungan Lactobacillus dan Bifidobacterium
dalam Lacto-B membantu memecah makanan yang masuk dalam
usus, menyerap nutrien, dan melawan bakteri buruk penyebab
penyakit

Paracetamol syr Indikasi

Untuk meringankan demam, nyeri, sakit kepala dan sakit gigi.

13
Dosis

0-1 tahun: ½ sendok takar 5 ml (2,5 ml) sebanyak 3-4 kali/hari.


1-2 tahun: 1 sendok takar 5 ml sebanyak 3-4 kali/hari.
2-6 tahun: 1-2 sendok takar 5 ml (5-10 ml) sebanyak 3-4 kali/hari.
6-9 tahun: 2-3 sendok takar 5 ml (10-15 ml) sebanyak 3-4 kali/hari.
9-12 tahun: 3-4 sendok takar 5 ml (15-20 ml) sebanyak 3-4 kali/hari.

Kontraindikasi

Gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas.


Efek samping

Penggunaan jangka panjang dan dosis berlebihan atau overdosis dapat


menyebabkan kerusakan hati
Interaksi obat
 Penggunaan bersama dengan kolestiramin dapat menurunkan
penyerapan obat ini.
 Penggunaan bersama rifampisin, fenitoin, karbamazepin, dan
fenobarbital dapat menurunkan kadar parasetamol.
 Jika dikonsumsi bersama metoklopramid dan domperidon dapat
meningkatkan absorpsi obat ini.
 Penggunaan bersama kloramfenikol dapat meningkatkan kadar
kloramfenikol dalam tubuh
Mekanisme

Enzim siklooksigenase (COX) memiliki beberapa isoform. Yang


paling dikenal adalah COX-1 dan COX-2. Walaupun keduanya
memiliki kesamaan karakteristik dan mengkatalisis reaksi yang sama,
terdapat perbedaan efek di antara keduanya.
Orezink Syr Indikasi
( zinc sulfate
monohydrate) Terapi pelengkap diare pada anak yang dikombinasikan dengan ORS
( Oral Rehydration Salt)
Dosis

Bayi usia 2-6 bulan: 0.5 sendok takar (2.5 ml) sehari, selama 10 hari
walaupun diare sudah berhenti.
Anak usia 6 bulan - 5 tahun: 1 sendok takar (5 ml) sehari, selama 10
hari walaupun diare sudah berhenti.
14
Kontraindikasi

Hipersensitivitas
Efek samping
 Pusing.
 Sakit perut
 Mual
Interaksi obat

 Tembaga dan kuinolon seperti: siprofloksasin, levofloksasin,


moksifloksasin, norfloksasin, dan ofloksasin.
Zink dapat menurunkan penyerapan obat di atas sehingga efek
obat tersebut akan menurun.
 Kalsium.
Kalsium dapat menurunkan penyerapan zink dalam tubuh,
sehingga efektivitas zink dalam tubuh akan berkurang.
 Suplemen zat besi, penisliamin, tetrasiklin, dan trientin.
Penggunaan zink dengan obat di atas dapat menurunkan
penyerapan zink dalam tubuh, sehingga efek obat akan
berkurang.

Mekanisme

Zink merupakan molekul yang tidak mengandung protein (kofaktor)


yang terdiri dari berbagai enzim yang terlibat dalam pembelahan dan
pertumbuhan sel, pengangkatan radikal bebas berbahaya, dan
perkembangan normal serta pemeliharaan sistem kekebalan tubuh.
Inj ondansetron Indikasi
Mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi, pencegahan
mual dan muntah pasca operasi.
Dosis

Dosis anak : iv lambat, 100 mcg/kgBB (maksimal 4 mg) sebelum,


selama dan setelah induksi anastesi.
Kontraindikasi

Hipersensitifitas
Efek samping

15
Sakit kepala, konstipasi

Interaksi obat
Fenitoin, karbamazepin dan rifampisin meningkatkan metabolisme
ondansentron. Ondansentron juga menurunkan efek Tramadol.
Mekanisme
Menimbulkan efek antagonis terhadap reseptor serotonin 5-
HT3.Reseptor serotonin 5-HT3 terdapat di bagian perifer yaitu pada
nervus vagal dan di sentral pada area postrema yang
merupakan chemoreceptor trigger zone, namun saat ini efek anti mual
dan muntah pada pasien kemoterapi oleh ondansetron belum dapat
dipastikan apakah di bagian perifer, sentral, ataupun keduanya.
Inj ranitidine Indikasi

Tukak lambung tukak duodenum refluks esofagitis


Dosis
im : 50 mg (2ml) tiap 6 jam.

iv : 50 mg diencerkan sampai 20 ml dan diberikan selama tidak


kurang dari 2 menit, dapat diulang tiap 6-8 jam.
Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap ranitidin atau H2 receptor


antagonist lainnya
Efek samping
Sakit kepala pusing mengantuk konstipasi diare mual muntah nyeri
perut
Mekanisme

Ranitidin merupakan antagonis kompetitif reversibel reseptor


histamin pada sel parietal mukosa lambung yang berfungsi untuk
mensekresi asam lambung. Ranitidin mensupresi sekresi asam
lambung dengan 2 mekanisme:
1. Histamin yang diproduksi oleh sel ECL gaster diinhibisi karena
ranitidin menduduki reseptor H2 yang berfungsi menstimulasi
sekresi asam lambung
2. Substansi lain (gastrin dan asetilkolin) yang menyebabkan
sekresi asam lambung, berkurang efektifitasnya pada sel parietal
jika reseptor H2 diinhibisi.

16
Interaksi obat

1. Meningkatkan konsentrasi serum dan memperlambat absorpsi


ranitidin oleh saluran pencernaan, jika digunakan bersama
propantheline bromide.
2. Menghambat metabolisme teofilin, diazepam, dan propanolol di
dalam organ hati.
3. Mengganggu penyerapan obat-obatan yang tingkat
penyerapannya dipengaruhi oleh pH, seperti ketoconazol dan
midazolam.
4. Menurunkan bioavailabilitas ranitidin, jika digunakan bersama
dengan obat antasida atau sukralfat.
Inj Cefotaxim Indikasi

Cefotaxime digunakan untuk membantu mengobati infeksi pada


saluran nafas bagian bawah, sistem saluran kemih dan saluran
kelamin, infeksi alat kelamin, infeksi saluran cerna, infeksi tulang dan
sendi, infeksi sistem syaraf, serta infeksi sel darah.
Dosis

Bisa diberikan sebanyak 1 sampai 2 gram melalui infus setiap 6-8


jam.
Dosis maksimal penggunaan cefotaxime adalah sebanak 2 gram
suntikkan setiap 4 jam dalam waktu 14 hari.
Kontraindikasi

Cefotaxime tidak dapat diberikan pada pasien yang memiliki alergi


terhadap cefotaxime atau komponennya. Pasien dengan riwayat alergi
terhadap antibiotik sefalosporin lainnya juga sebaiknya tidak
diberikan cefotaxime
Efek samping

 Gangguan saluran pencernaan: colitis (peradangan pada usus


besar), diare, mual, muntah, nyeri perut.
 Susunan saraf pusat: sakit kepala, pusing.
Interaksi obat

 Dapat memperlambat ekskresi jika diminum bersama probenesid


(obat asam urat)

17
 Dapat meningkatkan risiko nefrotoksik (obat yang mengganggu
fungsi ginjal) jika diminum bersama aminoglikosida dan diuretik
poten.
Mekanisme

Menghambat pembentukan dinding sel bakteri. Efek ini terjadi


melalui ikatan antara cefotaxime dengan  penicillin binding protein
(PBP). 

18
BAB III
DISKUSI
Seorang pasien An. M A berusia 5,6 tahun masuk ke rumah sakit pada tanggal 21
Februari 2021 di Intalasi Gawat Darurat (ICD) dengan keluhan muntah sudah 10 kali sehari,
setiap makan selalu muntah, buang air besar sudah 10 kali sehari, badan tampak lemas dan
tidak demam. Pasien mengalami demam 2-3 hari sebelum masuk ke rumah sakit. Tanda-
tanda vital pasien pada saat masuk rumah sakit yaitu denyut nadi 120x/menit, pernafasan
21x/menit dan suhu tubuh 36,4°C, dan saturasi oksigen 98%

Pada hari pertama pasien mendapatkan obat lacto B 2x1, inj. Ondansetron 4mg, inj
ranitidine 2x12,5mg, inj. Cefotaxim 3x400mg dan inf RL 3 cc/kgBB/jam. Probiotik (lacto B)
didefinisikan sebagai bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang
mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan, dengan memperbaiki
keseimbangan mikroflora intestinal. Efek yang menguntungkan dari bakteri tersebut dapat
mencegah dan mengobati kondisi patologik usus bila probotik tersebut diberikan secara oral
(Waspada, 2012). Pemberian probiotik ini pada pasien diare akut merupakan terapi yang tepat
sebab telah dibuktikan melalui penelitian bahwa probiotik efektif untuk pencegahan dan
pengobatan terhadap berbagai kelainan gastrointestinal, misalnya diare yang disebabkan
infeksi bakteri maupun virus dan mengurangi durasi diare (WGO, 2012). Penggunaan
ondansentron sebagai antiemetik pada pasien diare akut anak merupakan suatu pilihan yang
sudah tepat. Terapi ondansentron juga terbukti mampu mengurangi gejala mual dan muntah
pada pasien diare akut anak yang disertai mual dan muntah (Cheng, 2011).

Ranitidin berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung. Pemberian obat ini
merupakan pilihan yang tepat untuk mengobati pasien diare akut anak yang disertai oleh
gejala maag, peningkatan asam lambung, mual dan muntah. Ranitidin adalah suatu histamin
antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2
dan mengurangi sekresi asam lambung

Sefalosporin memiliki spektrum aktivitas antrimikroba yang sama luas dan efek
samping yang lebih kecil daripada fluoroquinolon, sehingga digunakan sebagai obat terbaik
untuk pengobatan empiris pada diare akut karena infeksi yang terjadi pada anak-anak.
(Daniel, 2006). Sefotaksim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang
memiliki aktifitas yang kuat terhadap bakteri Gram negatif dan lebih tahan terhadap
laktamase atau beta laktam. Antibiotik ini efektif terhadap spesies bakteri yang sudah kebal

19
terhadap sefalosporin generasi sebelumnya dan untuk golongan antibiotik lainnya.
Sefotaksim lebih dipilih untuk anak-anak daripada seftriakson karena sefotaksim tidak
mempengaruhi metabolisme bilirubin (Resse, 2000).

Ringer laktat mengandung garam NaCl (6g), KCl (0,3g), CaCl2 (0,2g), dan Na Laktat
(3,1g) dalam setiap 1 liter larutan. Cairan ini berfungsi untuk mengembalikan osmolaritas dan
elektrolit tubuh secara cepat melalui rehidrasi intravena. Larutan ringer laktat akan di
metabolisme oleh hati menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki keadaan seperti
asidosis metabolik. Ringer laktat biasa diberikan pada penderita diare yang mengalami
dehidrasi yang berat atau yang berpotensi menjadi berat sehingga memerlukan rehidrasi
intravena secara cepat.

Pada hari kedua pasien mendapatkan lacto B 2x1, inj ranitidin 2x12,5, inj. Cefotaxim
3x400mg, kondisi mual dan muntah pasien sudah berkurang sehingga penggunaan
ondansetron dihentikan. Kemudian frekuensi BAB berkurang menjadi 2 kali sehari. Pada hari
ketiga pasien mendapat terapi lacto B dan orezink, inj ranitidin dan inj cefotaxim. Pasien
sudah tidak mengalami muntah dan tidak mencret. Pada hari keempat pasien mendapat lacto
B, orezink, inj. Ranitidin dan inj. Cefotaxim.
Orezink yang berisi zink sulfat monohidrat, menurut WHO (World Helath
Organization) direkomendasikan sebagai penatalaksanaan pengobatan pada diare. Dalam tata
laksana diare akut, zink mampu mengurangi durasi diare hingga 25%. Zink juga menurunkan
durasi dan keparahan pra-diare. Bila diberikan secara rutin dapat mencegah timbulnya diare
dan menurunkan kejadian diare yang disebabkan disentri dan shigellosis. Zink diberikan
selama 10-14 hari untuk anak usia 6 bulan hingga 5 tahun diberikan dengan dosis 20mg
setiap hari. Pasien sudah mengalami perbaikan dan diperbolehkan pulang.

20
BAB V

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pasien didiagnosa gastroenteritis akut dan dehidrasi telah menerima terapi dan setelah

diterapi pasien

3.2 Saran

Dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan pasien disarankan melakukan

pemeriksaan penunjang agar dapat memberikan terapi yang tepat.

21
DAFTAR PUSTAKA

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies,
Inggris.

Joyce. M. & Hawks, Jane. Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah :


Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Buku 2. Singapura :
Elsevier

Kemenkes RI, 2011, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.

Ngastiyah. 2016. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Riddle MS, Dupont HL, Connor BA. ACG clinical guideline: diagnosis, treatment,
and prevention of acute diarrheal infections in adults. The American Journal of
Gastroenterology. 2016 Mar;11:602-22.

Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Simadibrata, M., 2009.Diare Akut dalam Aru W. Sudoyo (Editor) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna publishing.

22

Anda mungkin juga menyukai