Anda di halaman 1dari 39

TUGAS KHUSUS CASE STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA PEKANBARU
“Dyspepsia ec CKS”

Disusun Oleh:

Dedes Handayani, S.Farm (1902043)

Desy Handayani, S.Farm (1902046)

Dorlin Simanjuntak, S.Farm (1902049)

Intan Putri Utami, S.Farm (1902055)

Kiki Riski Syofia Ananda Amer, S.Farm (1902058)

ANGKATAN III

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

i
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................. i


BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN UMUM.......................................................................... 2

2.1 Cidera Kepala..................................................................................... 2


2.1.1 Definisi Cidera Kepala............................................................. 2
2.1.2 Klasifikasi................................................................................. 2
2.1.3 Perdarahan Yang Sering Ditemukan........................................ 3
2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik........................................................... 5
2.2 Dispepsia........................................................................................... 7
2.2.1 Pengertian Dispepsia................................................................ 7
2.2.2 Klasifikasi Dispepsia................................................................ 7
2.2.3 Etiologi Dispepsia..................................................................... 7
2.2.4 Tanda dan Gejala Dispepsia..................................................... 8
2.2.5 Kriteria dispepsia fungsional.................................................... 8
2.2.6 Kriteria dispepsia fungsional tipe nyeri epigastrium................ 8
2.2.7 Kriteria dispepsia fungsional tipe distress postprandial........... 9
2.2.8 Diagnostik pembanding............................................................ 9

BAB III ANALISIS FARMAKOTERAPI .................................................. 9

3.1 Identitas Pasien................................................................................. 10


3.2 Riwayat Penyakit ............................................................................ 10

3.3 Data Penunjang................................................................................ 10


3.4 Diagnosa .......................................................................................... 17

i
3.5 Pemeriksaan Organ Vital................................................................. 17
3.6 Terapi Farmakologi.......................................................................... 18

3.7 Kajian Kesesuaian Indikasi............................................................. 18


3.8 Lembar Pengkajian Obat.................................................................. 20
3.9 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)........................................ 21
3.10 Penjelasan Obat.............................................................................. 21

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 27
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 29

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 29


5.2 Saran ................................................................................................ 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kepala biasanya diakibatkan salah satunya benturan atau
kecelakaan. Sedangkan akibat dari terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah
kematian.

Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi, perdarahan. Cedera kepala berperan
pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma. Cedera kepala
merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu, diharapkan dengan penanganan yang
cepat dan akurat dapat menekan morbiditas dan mortilitas penanganan yang tidak
optimal dan terlambatnya rujukan dapat menyebabkan keadaan penderita semakin
memburuk dan berkurangnya pemilihan fungsi .

Sedangkan berdasarkan kualifikasi cedera kepala berdasarkan berat ringannya,


dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala
berat. Adapun penilaian klinis untuk menentukkan klasifikasi klinis dan tingkat
kesadaran pada pasien cedera kepala menggunakan metode skala koma Glasgow
(Glasgow Coma Scale).

3
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Cidera Kepala
2.1.1 Pengertian
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2008). Cedera kepala merupakan sebuah
proses dimana terjadi cedera langsung atau deselerasi terhadap kepala yang dapat
mengakibatkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2014).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2006), cedera kepala merupakan
kerusakan yang disebabkan oleh serangan ataupun benturan fisik dari luar, yang dapat
mengubah kesadaran yang dapat menimbulkan kerusakan fungsi kognitif maupun
fungsi fisik. Cedera kepala merupakan suatu trauma atau ruda paksa yang mengenai
struktur kepala yang dapat menimbulkan gangguan fungsional jaringan otak atau
menimbulkan kelainan struktural (Sastrodiningrat, 2007).
2.1.2 Klasifikasi
A. Berdasarkan mekanisme
1) Cedera tumpul
a) Kecelakaan lalu lintas
b) Jatuh dari ketinggian
c) perkelahian
2) Cedera tembus
a) Luka tembak
b) Luka tusuk
B. Berdasarkan berat ringannya GCS
Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) yang diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun
1974. GCS yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran
seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada 3 aspek yang dinilai yaitu reaksi

4
membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi lengan serta
tungkai (motor respons).
Cedera kepala diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS yaitu:
1. Cedera Kepala Ringan (CKR) dengan GCS > 13, tidak terdapat kelainan
berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama dirawat di
rumah sakit < 48 jam.
2. Cedera Kepala Sedang (CKS) dengan GCS 9-13, ditemukan kelainan pada CT scan
otak, memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial, dirawat di rumah sakit
setidaknya 48 jam.
3. Cedera Kepala Berat (CKB) bila dalam waktu > 48 jam setelah trauma, score GCS <
9 (George, 2009).

2.1.3 Perdarahan Yang Sering Ditemukan


A. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat
di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :


1) Penurunan tingkat kesadaran
2) Nyeri kepala
3) Muntah
4) Hemiparesis
5) Dilatasi pupil ipsilateral
6) Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler
7) Penurunan nadi
8) Peningkatan suhu

5
B. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang
biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut
terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2
minggu atau beberapa bulan.

Tanda-tanda dan gejalanya adalah :


1) Nyeri kepala
2) Bingung
3) Mengantuk
4) Menarik diri
5) Berfikir lambat
6) Kejang
7) Udem pupil

C. Perdarahan intracerebral
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya
pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
1) Nyeri kepala
2) Penurunan kesadaran
3) Komplikasi pernapasan
4) Hemiplegia kontra lateral
5) Dilatasi pupil
6) Perubahan tanda-tanda vital

D. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.

6
Tanda dan gejala :
1) Nyeri kepala
2) Penurunan kesadaran
3) Hemiparese
4) Dilatasi pupil ipsilateral
5) Kaku kuduk

2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik


a) Indikasi foto polos kepala
1) Penderita tak sadar
2) Nyeri kepala persisten
3) Focal neurologic defisit
4) Perlukaan kulit kepala (jejas > 5 cm)
5) Curiga luka tembus
6) Otorhea dan rhinorhea
7) Terlihat dan teraba fraktur
8) Kesulitan menilai secara klinis: alkohol, intoxikasi obat, epilepsi dan
anak-anak

b) Indikasi CT Scan
Indikasi CT Scan adalah :
1) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat- obatan analgesia/anti muntah.
2) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor-faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi
shock, febris, dll).
4) Adanya lateralisasi.
5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur
depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.

7
6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).

c) MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
d) Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e) Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
f) X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
g) BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
h) PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
i) CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
j) ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
k) Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
l) Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.

8
2.2 Dispepsia

2.2.1 Definisi
Kata ‘dispepsia’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘dys’ (poor) dan ‘pepse’
(digestion) yang berarti gangguan percernaan. Awalnya gangguan ini dianggap sebagai
bagian dari gangguan cemas, hipokondria, dan histeria. British Society of
Gastroenterology (BSG) menyatakan bahwa istilah ‘dispepsia’ bukan diagnosis,
melainkan kumpulan gejala yang mengarah pada penyakit/gangguan saluran pencernaan
atas.Definisi dispepsia adalah kumpulan gejala saluran pencernaan atas meliputi rasa
nyeri atau tidak nyaman di area gastro-duodenum (epigastrium/uluhati), rasa terbakar,
penuh, cepat kenyang, mual atau muntah.

2.2.2 Klasifikasi
Dispepsia diklasifikasikan menjadi dua, yaitu organik (struktural) dan fungsional
(non-organik). Pada dispepsia organik terdapat penyebab yang mendasari, seperti
penyakit ulkus peptikum (Peptic Ulcer Disease/PUD), GERD (GastroEsophageal
Reflux Disease), kanker, penggunaan alkohol atau obat kronis.1,3 Non-organik
(fungsional) ditandai dengan nyeri atau tidak nyaman perut bagian atas yang kronis atau
berulang, tanpa abnormalitas pada pemeriksaan fisik dan endoskopi.

2.2.3 Etiologi dispepsia


1. Idiopatik/dispepsia fungsional
2. Ulkus peptikum
3. Gastroesophageal reflux disease (GERD)
4. Kanker lambung
5. Gastroparesis
6. Infeksi Helicobacter pylori
7. Pankreatitis kronis
8. Penyakit kandung empedu
9. Penyakit celiac
10. Parasit usus (Giardia lamblia, Strongyloides)

9
11. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, sorbitol, fruktosa)
12. Obat non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID)
13. Antibiotik, suplemen besi, dll
14. Metabolik (diabetes melitus, tiroid/paratiroid)
15. Iskemia usus
16. Kanker pankreas atau tumor abdomen

2.2.4 Tanda dan Gejala


1. Usia >55 tahun
2. Perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena)
3. Anemia
4. Cepat kenyang/penuh
5. Disfagia (sulit menelan) atau odinofagia (nyeri menelan)
6. Penurunan berat badan (>10% berat normal)
7. Muntah berulang
8. Limfadenopati
9. Riwayat keluarga kanker lambung/esofagus
10. Teraba massa abdominal

2.2.5 Kriteria dispepsia fungsional


Kriteria diagnosis harus mencakup satu atau lebih dari hal berikut:
1. rasa penuh pasca-makan yang mengganggu
2. cepat kenyang
3. nyeri epigastrium
4. rasa terbakar di ulu hati
5. Tidak ada bukti penyakit struktural (dari endoskopi) yang mungkin
menjelaskan gejala.

2.2.6 Kriteria dispepsia fungsional tipe nyeri epigastrium


Diagnosis harus mencakup semua hal berikut:
1. Nyeri/ terbakar di epigastrium, minimal intensitas sedang, setidaknya sekali
seminggu
2. Nyeri tidak boleh generalisasi ke daerah perut atau dada, atau di daerah
perut lainnya.
3. Nyeri tidak hilang dengan buang air besar atau flatus
4. Nyeri tidak memenuhi kriteria nyeri kandung empedu atau sfingter Oddi.
Kriteria terpenuhi 3 bulan terakhir dengan onset minimal 6 bulan sebelum
diagnosis.

10
5. Kriteria pendukung:
6. Nyeri dapat terbakar, tapi tanpa retrosternal.
7. Nyeri biasanya diinduksi atau reda oleh konsumsi makan
8. Gejala tipe distress postprandial dapat terjadi bersama

2.7 Kriteria dispepsia fungsional tipe distress postprandial


Salah satu dari:
1. Rasa penuh pasca-makan dalam porsi biasa, beberapa kali seminggu

2.8 Diagnosis Banding


Gambaran klinis dispepsia terkadang tumpang tindih dengan penyakit saluran cerna
lain ataupun penyakit non-saluran cerna.
a. Penyakit saluran cerna lain:
1. Saluran cerna atas (GERD, functional heartburn, mual idiopatik)
2. Saluran cerna bawah (irritable bowel syndrome)

b. Penyakit non-saluran cerna:


1. Penyakit jantung seperti: iskemia, atrial fibrilasi
2. Sindrom nyeri somatik (fibromialgia, chronic fatigue syndrome, interstitial
cystitis/ bladder pain syndrome, dan overactive bladder)

BAB III
ANALISIS FARMAKOTERAPI

3.1 Identitas Pasien

No. MR : xx-xx-14
Nama Pasien : An. H
Tanggal lahir : 03/07/2005
Jenis Kelamin : perempuan

11
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Umur : 15 tahun
Ruangan : Rawat Inap Ar Rahmah
Diagnosa Awal : CKS
Diagnosa Akhir : Dyspepsia ec CKS
Tgl. MRS : 03/10/2020
Tgl. KRS : 07/10/2020
DPJP : dr. S, Sp.A
3.2 Riwayat Penyakit
 Keluhan Utama: Pasien mengalami benturan dikepala ,muntah dan sempat
pingsan setelah kejadian. Pasien juga mengalami luka di kaki, jari dan muka
serta pusing.
 Riwayat Penyakit Sekarang: Jatuh dari motor, karena baju gamis terlilit gigi
motor.
3.3 Data Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Sedang
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nafas : 20 kali per menit
 Nadi : 80 kali per menit
 Suhu : 36,5°C
2. Follow Up
03/10/202 Subject Pasien mengeluhkan pusing, mual dan nyeri
Object Data Organ Vital
0
Suhu : 36,5°C, TD : 120/80mmHg, RR : 20x/menit ,
Nadi: 98x/menit, Skala nyeri 4
Data Laboratorium
Hb : 12,6 (14-18 g/dl)
Leukosit : 15,47 103/µl (4-11 103/µl)
Hematokrit: 38 (37-47%)

12
Trombosit: 312 103/mm3 (150-400 103/mm3)
Neutrophil Limfosit : 10,60 (<3,13)
Basofil : 0,2 % ( 0-1 %)
Eusinofil : 0,5 % (1-3%)
Neutrophil : 87 % (50 – 79%)
Limfosit : 8,2% (20- 40 %)
Monosit : 4,2 % (2 – 8 %)
Kalium: 4,0 (3,5 – 5,2 mmol/L)
Natrium: 139 (135 – 145 mmol/L)
Chloride: 101 (96 – 106 mmol/L)
Terapi yang didapat
Oral
Neorotam syr (piracetam) (1x1 cth)
Parenteral
Inj fiopraz (2x1)
Inj plasminex (as.traneksamat) (3x1)
Inj trakelin(citicolin) (3x1)
inj toramin (ketorolac)( (3x1)
Cairan
Infus RL 20 tts/mnt
Assement Mual dan nyeri akut belum teratasi.
Planning Terapi lainnya lanjut sesuai instruksi DPJP.
04/10/202 Subject Pasien mengeluhkan pusing dan mual. pasien tampak
0 meringis
Object Data Organ Vital
Suhu : 360C, TD : 110/70mmHg, RR : 20x/menit ,
Nadi: 86x/menit, Skala nyeri 5, GCS 15
Terapi yang didapat
Oral
Neorotam syr (piracetam) (1x1 cth)
Parenteral
Inj fiopraz (2x1)

13
Inj plasminex (as.traneksamat) (3x1)
Inj trakelin(citicolin) (3x1)
inj toramin (ketorolac)( (3x1)
Inj ranitidine (2x50mg)
Inj ondansentron (2x4mg)
Cairan
Infus RL 20 tts/mnt
Assement Mual dan nyeri akut belum teratasi.
Planning Terapi lainnya lanjut sesuai instruksi DPJP.
05/10/202 Subject Pasien mengeluhkan pusing dan mual. pasien tampak
0 meringis
Object Data Organ Vital
Suhu : 360C, TD : 110/70mmHg, RR : 20x/menit ,
Nadi: 84x/menit, Skala nyeri 5, GCS 15
Terapi yang didapat
Oral
Neorotam syr (piracetam) (1x1 cth)
Parenteral
Inj plasminex (as.traneksamat) (3x1)
Inj trakelin(citicolin) (3x1)
inj toramin (ketorolac)( (3x1)
Inj ranitidine (2x50mg)
Inj ondansentron (2x4mg)
Cairan
Infus RL 20 tts/mnt
Assement Mual dan nyeri akut belum teratasi.
Planning Terapi lainnya lanjut sesuai instruksi DPJP.
06/10/202 Subject Pasien mengeluhkan pusing dan mual . pasien tampak
0 meringis
Object Data Organ Vital
Suhu : 36,20C, TD : 110/70mmHg, RR : 20x/menit,
Nadi: 84x/menit, Skala nyeri 4
Terapi yang didapat

14
Oral
Neorotam syr (piracetam) (1x1 cth)
Parenteral
Inj plasminex (as.traneksamat) (3x1)
Inj trakelin(citicolin) (3x1)
inj toramin (ketorolac)( (3x1)
Cairan
Infus RL 20 tts/mnt
Assement Mual dan nyeri akut belum teratasi.
Planning Terapi lainnya lanjut sesuai instruksi DPJP.
07/10/202 Subject Pasien mengeluhkan pusing dan mual . pasien tampak
0 meringis
Object Data Organ Vital
Suhu : 360C, TD : 110/70mmHg, RR : 20x/menit,
Nadi: 84x/menit, Skala nyeri 5, GCS 15
Terapi yang didapat
Oral
Neorotam syr (piracetam) (1x1 cth)
Parenteral
Inj plasminex (as.traneksamat) (3x1)
Inj trakelin(citicolin) (3x1)
inj toramin (ketorolac)( (3x1)
Cairan
Infus RL 20 tts/mnt
Assement Mual dan nyeri akut belum teratasi.
Planning Terapi lainnya lanjut sesuai instruksi DPJP.

3. Pemeriksaan CT Scan
1. EDH regio frontalis dextra
2. Oedema cerebri
3. Hematosinus frontalis dextra
4. Hematoma subgaleal regio frontotemporalis dextra

15
4. Pemeriksaan Labor

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Hematologi
Hemoglobin 12,6 g/dl P:14-16 W: 12-16
Leukosit 15.470 /ul 4.000-11.000
Trombosit 312.000 /ul 150.000-450.000
Hematokrit 38,0 % 37-47
Hemostatis
Basofil 0,2 0-1
Eosinofil 0,5 % 1-3
Neutrophil 87,0 50-79
Limfosit 8,2 20-40
Monosit 4,1 2-8
Elektrolit
Kalium 4,0 mmol/L 3.5-5.2
Natrium 139 mmol/L 135-145
Klorida 101 mmol/L 96-106
Ket :

Merah : Diatas normal

3.4 Diagnosa
Berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan, pasien di diagnosa menderita penyakit
dyspepsia ec CKS.

3.5 Pemeriksaan Organ Vital

Tanggal
Pemeriksaan Nilai normal
03/10 04/10 05/10 06/10 07/10
Tekanan
120/80 mmHg 120/80 110/70 110/70 110/70 110/70
darah
Nadi 60-100 x /m 98 86 84 84 84
Suhu 36,5 – 37,2 36.5 36.0 36.0 36.2 36.0
Pernafasan 12-20 x/m 20 20 20 20 20
Skala Nyeri 0 4 5 5 4 5
GCS >15 - 15 15 - 15

16
17
3.6 Terapi Farmakologi
Tanggal
Obat Dosis Frek Rute
03/10 04/10 05/10 06/10 07/10
Neorotam syr 1x1cth √ √ √ √ √
500 mg p.o
(Piracetam) (06) (06) (06) (06) (06)
Inj fiopraz 2x1 √ √
40 mg i.v - - -
(Pantoprazol) (12, 18) (06)
3x1 √ √ √
Inj plasminex √ √
500 mg (01, 09, (01, 09, (01, 09,
(As. Traneksamat) i.v (17) (01, 09)
17) 17) 17)
3x1 √ √ √
Inj toramin √ √
(01, 09, (01, 09, (01, 09,
(Ketorolac) 30 mg i.v (17) (01, 09)
17) 17) 17)
3x1 √ √ √
Inj trakelin √
500 mg - (01, 09, (01, 09, (01, 09,
(Citicolin) i.v (01, 09)
17) 17) 17)
2x1 √ √
Inj ranitidine 50 mg i.v - - -
(18) (06, 18)
2x1 √ √
Inj ondansentron 4 mg i.v - - -
(18) (06, 18)
√ √ √ √
Infus RL 20tpm i.v -
125 mg (04, 11) (02, 11) (06, 19) (04)

3.7 Kajian Kesesuaian Indikasi

Tanggal
No Jenis obat Indikasi obat Komentar dan alasan
mulai
Neorotam syr Mengobati Pemberian neorotam untuk meningkatkan
(Piracetam) kemunduran daya efektivitas dari fungsi telensefalon otak
pikir yang berkaitan melalui peningkatan fungsi neurotransmiter
1. 03/10
dengan sindrom kolinergik karena pasien mengalami cedera
pasca-trauma kepala.
gangguan otak.
2. Inj fiopraz 03/10 Pencegahan gangguan Pemberian pantoprazol sebagai penghambat
(Pantoprazol) nyeri ulu hati dan asam lambung dengan menghambat kerja
gangguan lambung enzim (K+H+ATPase) yang akan memecah
K+H+ATP menghasilkan energi yang
digunakan untuk mengeluarkan asam HCL

18
dari kanal likuli sel parietal ke dalam lumen
lambung.
Inj plasminex Mengatasi pendarahan di otak
Mencegah dan
3. (As. 03/10
mengatasi pendarahan
Traneksamat)
Inj toramin Mengatasi nyeri Ketorolac diberikan untuk mengatasi nyeri
4. 03/10
(Ketorolac) sedang hingga berat. sedang pasien.
Inj trakelin Citicolin digunakan untuk mencegah
(Citicolin) kerusakan otak dan membantu pembentukan
Mencegah kerusakan
membran sel di otak, serta berperan dalam
otak, dan membantu
5. 03/10 perbaikan neuron yang diperlukan pasien
pembentukan
guna mendukung fungsi dari otak pasien
membran sel di otak
seperti memori, motorik, kognitif dan
berpikir.
Inj ranitidine Pemberian ranitidine sebagai antihistamin
Pencegahan gangguan
H2 dapat mengurangi sekresi asam lambung
6. 04/10 nyeri ulu hati dan
berlebihan karena pasien stress yang
gangguan lambung
menyebabkan nyeri pada bagian ulu hati.
Inj Mengatasi mual dan Pemberian ondansentron untuk mengatasi
7. 04/10
ondansentron muntah mual dan muntah.
Infus RL Tujuan pemberian infus RL sebagai
8. 03/10 Elektrolit
pemberian/ pengganti cairan tubuh

Nama: An. H Ruangan :Ar-rahmah Dokter : dr. S., Sp. A


Umur: 15 Tahun
Bb/Tb:55kg/160
Cm
Hari/Tangga
No Kode Masalah Uraian Masalah Rekomendasi/Saran
l

1 - -
- -

19
3.8 Lembar Pengkajian Obat

20
3.9 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

1. Monitoring gangguan pencernaan seperti mual muntah diare dan kosntipasi


akibat efek samping penggunaan obat.
2. Monitoring sakit kepala akibat efek samping penggunaan obat.
3. Monitoring tanda perdarahan akibat efek samping penggunaan obat.

3.10 Penjelasan Obat

Furosemid Indikasi

U ntuk mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh


melalui urine
Dosis
Dosis awal 1x40 mg pagi hari , penunjang 20-40 mg sehari,
maksimal 80 mg pada udem yang resisten.
Kontraindikasi
Hipovolemia, hiponatremia, anuri.
Efek samping
Hipoteni, hiponatremia, hipokalemia , hipokalsemia,
hiperurisemia
Interaksi obat

Antiinflamasi non-steroid (AINS), sukralfat


Spironolacton Indikasi

edema dan asitas pada sirosis hati, asites malignan, sindroma


nefrotik, gagal jantung kongestif; hiperaldosteronism primer.
Dosis

Dewasa: 100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400


mg; Anak. dosis awal 3 mg/kg bb dalam dosis terbagi.
Kontraindikasi

Efek samping
gangguan saluran cerna, impotensi, ginekomastia, menstruasi

21
tidak teratur, letargi, sakit kepala, bingung; ruam kulit;
hiperkalemia; hiponatremia; hepatotoksisitas, osteomalasia
Interaksi obat

Inj Ketorolac Indikasi


Penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang
sampai berat setelah prosedur bedah
Dosis
Oral : 10 mg setiap 4-6 jam, maksimal 40 mg/hari
Injeksi im/iv : diberikan dalam waktu tidak kurang dari 15
detik. Dosis awal 10 mg, kemudian 10-30 mg setiap 4-6 jam
apabila diperlukan. Dosis maksimal 90 mg/hari. Lama
pengobatan maksimal 5 hari.
Kontraindikasi
Riwayat alergi terhadap asetosal atau OAINS lain, ulkus
peptikum aktif atau perdarahan gastrointestinal, penyakit ginjal
sedang sampai berat, hamil, laktasi, anak dibawah 16 tahun,
penyakit serebrovaskular, gangguan koagulasi, hypovolemia.
Efek samping
Diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, mual, sakit kepala,
pusing, mengantuk, berkeringat.
Interaksi obat

 Pemberian bersama dengan metotreksat meningkatkan


toksisitas metotreksat
 Penggunaan bersama warfarin dihubungkan dengan
perdarahan berat
 Ketorolac mengurangi respon diuretik terhadap
furosemide
Indikasi

22
Dulcolax Konstipasi, pembersihan kolon sebelum prosedur radiologi dan
(Bisacodyl) bedah
Dosis
Dewasa dan anak < 10 tahun
Konstipasi : 5 mg peroral (malam), atau suppositoria 5 mg
(pagi)
Pembersihan kolon : 10-20 mg peroral (malam),
dilanjutkan dengan 10 mg suppositoria (pagi).
Anak 4-10 tahun
Konstipasi : 5 mg peroral (malam) atau suppositoria 5 mg
(pagi)
Pembersihan kolon : 5 mg per oral (malam), dilanjutkan dengan
5 mg suppositoria (pagi)
Kontraindikasi
Ileus, obstruksi intestinal, inflammatory bowel diease akut,
appendistis, dehidrasi berat, fissura anal, hemoroid (untuk
pemberian suppositoria).
Efek samping
Gangguan saluran cerna ( keram & nyeri abdomen, diare)
reaksi alergi hipokalemia, iritasi lokal pada penggunaan

suppositoria.

Interaksi obat
Antasida dan susu dapat mengurangi absorpsi (beri jarak 1jam)
Perhatian

Kehamilan, menyusui, anak < 4 tahun.

Inj ondanse tron Indikasi


Mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi
pencegahan mual dan muntah pasca operasi
Dosis

23
Dosis anak : iv lambat, 100 mcg/kgBB (maksimal 4 mg)
sebelum, selama dan setelah induksi anastesi.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas.
Efek samping
Sakit kepala sensasi hangat atau kemerahan konstipasi
Perhatian
Hipersensitifitas terhadap antagonis 5HT3 lainnya obstruksi
intestinal sub akut kehamilan menyusui gangguan hati sedang
dan berat
Interaksi obat
Fenitoin, karbamazepin dan rifampisin meningkatkan
metabolisme ondansentron ondansentron menurunkan efek
Tramadol.
Inj ranitidine Indikasi
Tukak lambung tukak duodenum refluks esofagitis
Dosis
im : 50 mg (2ml) tiap 6 jam.
iv : 50 mg diencerkan sampai 20 ml dan diberikan selama tidak
kurang dari 2 menit, dapat diulang tiap 6-8 jam.
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap ranitidin atau H2 receptor
antagonist lainnya
Efek samping
Sakit kepala pusing mengantuk konstipasi diare mual muntah
nyeri perut
Interaksi obat

Penggunaan bersamaan dengan antasida dapat mengurangi


bioavailabilitas ranitidin sehingga berikan ranitidin berselang 2
jam Setelah penggunaan antasida pemberian bersama warfarin

24
dapat meningkatkan atau menurunkan waktu protrombin

Plasminac Indikasi
(Asam Tranexsamat) Fibrionolysis, pendarahan abnormal pasca operasi
Dosis
500 mg diberikan 3-4x sehari, injeksi 500-1000 mg dengan
dosis injeksi lambat 3x1 (1mL/menit)
Kontraindikasi
Hipersensitivitas
Efek samping
Mual, Muntah, Diare, Hipotensi

Interaksi obat
Plasminex oral dapat berinteraksi dengan hormon esterogen
Plasminex injeksi dapat berinteraksi dengan antibiotik penisilin.
Curcuma Indikasi
Untuk membantu memelihara kesehatan fungsi hati, serta
membantu memperbaiki nafsu makan.
Dosis
3 x sehari 1-2 tablet

Kontra Indikasi
-

Efek Samping
Mual, diare, perdarahan pada orang-orang dengan kondisi
kesehatan tertentu (batu ginjal atau penyakit autoimun)
Interaksi Obat
Aspirin, obat NSAID, obat diabetes, obat hipertensi, obat
pengencer darah
Aceti Sistein Indikasi
Terapi hipersekresi mukus kental dan tebal pada saluran

25
pernafasan
Dosis
3x 400 mg per hari

Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap acetylcystein

Efek Samping
Urtikaria, mual, muntah, diare

Interaksi Obat

Vitamin K Indikasi
pembekuan darah, mencegah kekurangan (defisiensi) vitamin
K, dan mengobati osteoporosis (melemahnya tulang).
Dosis
10-40 mg/ hari

Kontra Indikasi
Anemia , hamil, dan memiliki alergi atau reaksi hipersensitifitas
terhadap vitamin K.
Efek Samping

Berkeringat, pusing, kesemutan.
Interaksi Obat

Vitamin K dapat memiliki potensi interaksi apabila diberikan


bersamaan dengan antibiotik, antikoagulan (seperti warfarin),
dan aspirin. Vitamin K juga disarankan untuk tidak dikonsumsi
bersamaan dengan alkohol karena dapat meningkatkan efek
samping mengantuk. 
Hp Pro Indikasi
Membantu memelihara kesehatan fungsi hati.

Dosis

3 kali sehari 1 kapsul

26
Kontra Indikasi

Jangan memberikan HP Pro Kapsul untuk pasien yang


hipersensitif terhadap komponen obat.

Efek Samping
-

Interaksi Obat
-

Ulcetra Indikasi
(tramadol, paracetamol) Analgetik, antipiretik

Dosis

Kontra Indikasi

 Hipersensitif atau alergi dengan paracetamol dan


tramadol.
 Intoksikasi akut dengan opioid, alkohol, hipnotik,
narkotika, analgesik kerja terpusat, obat-obatan
psikotropika
Efek Samping

Mual, Pusing, Mengantuk


Interaksi Obat

 Tidak boleh diberikan bersamaan dengan MAOI, SSRI,


cimetidine.
 Peningkatan metabolisme tramadol jika diberikan
bersamaan dengan carbamazepine.
 Menambah konsentrasi jika diberikan bersamaan
dengan quinidine.
 INR meningkat jika diberikan bersamaan dengan
senyawa warfarin.
 Penghambatan metabolisme jika diberikan bersamaan
dengan CYP2D6 misalnya, fluoxetine, paroxetine,
amitriptyline.
Inj Lansoprazol Indikasi
Tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis

27
Dosis
Dosis disesuaikan dengan kondisi pasien.

Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif tehadap lansoprazol

Efek Samping
Diare, mual, sakit kepala

Interaksi Obat
Meningkatkan kadar warfarin, diazepam, phenytoin

Indikasi
Drip Dexketo Meredakan gejala nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang

Dosis
Dosis 50 mg tiap 8–12 jam. Jika diperlukan, suntikan akan
kembali diberikan setelah 6 jam. Dosis maksimal 150 mg per
hari.
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas dengan OAINS lainnya, asma, bronkhopasme,
rinitis akut, polip nasal, urtikaria, edema angioneurotik yang
dipicu OAINS lainnya.
Efek Samping
Pusing, Mual, Muntah, Diare, dan Nyeri ulu hati.

Interaksi Obat

 Peningkatan efek toksik dari lithium, methotrexate,


hydantoin, atau sulfonamida
 Peningkatan risiko terjadinya kerusakan ginjal jika
digunakan dengan ciclosporin, tacrolimus, atau ACE
inhibitor
 Penurunan efektivitas obat diuretik atau
obat antihipertensi
 Peningkatan risiko terjadinya perdarahan saluran
pencernaan jika digunakan dengan OAINS, aspirin, obat
trombolitik, kortikosteroid, antiplatelet,
atau antikoagulan, seperti warfarin

28
 Peningkatan konsentrasi dexketoprofen di dalam darah
jika digunakan dengan probenecid
 Peningkatan risiko terjadinya hipoglikemia jika
digunakan dengan sulfonilurea

Propanolol Indikasi
terapi hipertensi, angina, aritmia, pencegahan migrain

Dosis
Dewasa dan anak > 12 tahun untuk hipertensi : 20 mg, 3-4 kali
sehari; aritmia : 10-20 mg, 3-4 kali sehari; angina : 10-20 mg,
3-4 kali sehari; mencegah migrain : 40 mg,2-3 kali sehari.
Anak-anak : aritmia : 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 kali
pemberian; hipertensi : 1-3 mg/kgBB/hari dibagi 3 kali
pemberian.
Kontra Indikasi
Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap
propranolol.
Pasien yang memiliki riwayat penyakit sinus bradikardia, syok
kardiogenik (gangguan jantung), sindrom sakit sinus, asma
bronkial.
Efek Samping
lemah, lesu, mual, bradikardi (denyut jantung lebih lambat),
konstipasi, diare
Interaksi Obat
amiodarone atau antagonis kalsium, reserpine, OAINS seperti
ibuprofen atau indomethacin, warfarin, obat bius, lidocaine.
SNMC Indikasi
untuk memperbaiki fungsi hati abnormal pada penyakit hati
kronis
Dosis
Dosis 40-60 mL dengan injeksi intravena atau infus infus

29
intravena sekali sehari. Dosis dapat disesuaikan tergantung
pada usia dan gejala pasien. Dosis harian maksimal: 100 mL.
Kontra Indikasi
alergi terhadap kandungan Stronger Neo-Minophagen C dan
pasien dengan riwayat aldosteronisme, miopati dan
hipopotasemia.
Efek Samping
syok, pseudoaldosteronisme misalnya, hipopotasemia berat,
hipertensi, cairan tubuh dan retensi Na, pembengkakan, dan
peningkatan berat badan.
Interaksi Obat
obat thiazide, ethiazide dan trichlomethiazide, ethacrynic acid
dan furosemide.
Sucralfat Indikasi
Tukak lambung, tukak duodenum

Dosis
4x1 gr/hari (2 jam sebelum makan dan sebelum tidur malam)
maks 8 gr/hari. Larutan suspensi: 2 sdt 4x/hari
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap kandungan obat Gangguan fungsi
ginjal Kesulitan menelan Gangguan intestinal
Efek Samping
Konstipasi, diare, mulut kering, sakit kepala

Interaksi Obat
Menurunkan absorpsi ciprofloxacin, warfarin

Dexketoprofen Indikasi
Meredakan gejala nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang

Dosis
Dosis 12,5 mg tiap 4–6 jam atau 25 mg tiap 8 jam. Dosis

30
maksimal adalah 75 mg per hari
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas dengan OAINS lainnya, asma, bronkhopasme,
rinitis akut, polip nasal, urtikaria, edema angioneurotik yang
dipicu OAINS lainnya.
Efek Samping

Pusing, Mual, Muntah, Diare, dan Nyeri ulu hati.


Interaksi Obat

 Peningkatan efek toksik dari lithium, methotrexate,


hydantoin, atau sulfonamida
 Peningkatan risiko terjadinya kerusakan ginjal jika
digunakan dengan ciclosporin, tacrolimus, atau ACE
inhibitor
 Penurunan efektivitas obat diuretik atau
obat antihipertensi
 Peningkatan risiko terjadinya perdarahan saluran
pencernaan jika digunakan dengan OAINS, aspirin, obat
trombolitik, kortikosteroid, antiplatelet,
atau antikoagulan, seperti warfarin
 Peningkatan konsentrasi dexketoprofen di dalam darah
jika digunakan dengan probenecid
 Peningkatan risiko terjadinya hipoglikemia jika
digunakan dengan sulfonilurea

Xepazym Indikasi
untuk mengatasi kembung, gangguan lambung dan usus
Eso: mual muntah rasa tidak nyaman di saluran pencernaan
Dosis
Pancreatin 170 mg.
Simethicone 80 mg.
Kontra Indikasi
Pasien yang memilki alergi terhadap komponen obat ini.
Penderita dengan kerusakan saluran empedu

31
Efek Samping
Diare, sakit kepala. Konstipasi, sembelit,nyeri sendi, iritasi
antara gusi dan pipi
Interaksi Obat
Acarbose - menurunkan efektivitas acarbose.
Asam folat - mengganggu penyerapan asam folat.
S.Omevell Indikasi
untuk mengobati pasien dengan gangguan Gastroesophageal
Reflux Disease (GERD) dengan esofagitis (peradangan pada
lapisan kerongkongan) atau simptom refluks yang berat dan
pasien tukak lambung (Ulkus peptik) yang diakibatkan
konsumsi OAINS.
Dosis
Esofagitis drajat C dan D rusak : 40 mg sehari sekali selama 4
minggu
Esofagitis drajat A dan B rusak : 20 mg sehari sekali
GERD : 20 mg sekali sehari
Kontra Indikasi
Hipersensitif atau alergi terhadap obat esomeprazole atau
atazanavir, dan benzimidazoles.
Efek Samping
Kelainan sistem hematologi dan kelenjar getah bening.
Diare, mual, muntah.
Gangguan sistem kekebalan.
Gangguan metabolisme dan nutrisi.
Gangguan jiwa.
Gangguan sistem saraf pusat.
Gangguan penglihatan, gangguan pernapasan.
Mediastinum (sekat dada bagian tengah rongga dada yang
memisahkan paru-paru kiri dan kanan).

32
Obstruksi hati dan empedu.
angguan kulit dan jaringan subkutan.
Gangguan muskuloskeletal.
Obstruksi ginjal dan saluran kemih.
Gangguan reproduksi dan payudara
Interaksi Obat
Dapat berinteraksi dengan obat Ketokonazol, itrakonazol,
atazanavir, ritonavir, citalopram, diazepam, imipramine, derivat
coumarin, fenitoin, clomipramine, warfarin, amoksisilin,
kuinidin.
Inj Ondavel Indikasi
mencegah mual dan muntah yang di sebabkan oleh kemoterapi
sitotoksik dan radioterapi.
Dosis
Dewasa: Awalnya 8 mg infus intravena lambat atau 15 menit
segera sebelum kemoterapi, diikuti oleh infus lebih lanjut 1
mg / jam hingga 24 jam atau 2 dosis 8 mg infus intravena
lambat atau 15 menit setiap 4 jam terpisah. Salah satu rejimen
kemudian di lanjutkan dengan 8 mg per oral setiap 8 jam
hingga 5 hari. Kemoterapi Kurang emetogenik: 8 mg infus
intravena lambat atau 15 menit infus segera sebelum
kemoterapi
Anak usia > 4 tahun: 5 mg / m2 di berikan infus intravena
selama 15 menit segera sebelum kemoterapi, diikuti dengan 4
mg per oral setiap 8 jam sampai 5 hari.
Kontra Indikasi
hipersensitif , jangan gunakan bersamaan apomorphine

Efek Samping
Sakit kepala, sensasi kemerahan atau kehangatan di kepala dan
epigastrium, dan sembelit.

33
Interaksi Obat
Dexamethasone Na phosphate dapat mempotensiasi efek
antiemetik.Dapat mengembangkan sindrom serotonin
(termasuk perubahan status mental, ketidakstabilan otonom,
kelainan neuromuskuler) dengan SSRI, MAOI, mirtazapine,
fentanil, litium, metilen biru, serotonin noradrenalin reuptake
inhibitor (SNRI).
Tracetat Indikasi
Pengobatan kanker endometrium dan kanker payudara

Dosis
160 mg/tab

Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap obat ini, kondisi ketika tromboemboli

Efek Samping
Peningkatan berat badan

Interaksi Obat
Konsentrasi indinavir dapat dikurangi.
Kemungkinan efek terapi cisplatin.
Waktu paruh warfarin dapat ditingkatkan.
Konsentrasi megestrol dapat dikurangi dengan
aminoglutethimide dan obat penginduksi enzim.

34
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien An. H datang bersama keluarganya rujukan dari klinik IKPP
kerumah sakit dengan keluhan jatuh dari motor, karena baju gamis terlilit gigi motor.
Pasien mengalami benturan dikepala ,muntah, dan sempat pingsan setelah kejadian.
Pasien juga mengalami luka di kaki, jari dan muka serta pusing. Pasien memiliki bb 55
kg, tb 160cm, suhu badan 36,5°C, TD 120/80 mmhg, pernafasan 20x/menit, nadi
80x/menit, dan saturasi 98%. Pasien mendapatkan pengobatan sebelumnya diklinik
IKPP infus RL 20 tpm, inj. Ondansentron, inj ranitidine, dan antasida syr 15m l. Dokter
melakukan pemeriksaan CT Scan, berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan pasien di
diagnosa menderita penyakit dyspepsia ec CKS.
Adapun terapi yang diberikan kepada pasien adalah neorotam syr secara oral
dengan dosis 500 mg digunakan untuk mengobati kemunduran daya pikir yang
berkaitan dengan sindrom pasca-trauma gangguan otak pasien. Pasien juga diberikan
fiopraz secara injeksi dengan dosis 40 mg yang digunakan sebagai pencegahan
gangguan nyeri ulu hati dan gangguan lambung karena pasien mengeluhkan mual.

Pasien diberikan plasminex dengan dosis 500 mg 3 kali sehari secara injeksi
untuk mencegah dan mengatasi pendarahan akibat benturan yang terjadi di kepala
pasien. Dosis anak berdasarkan literatur adalah 10 mg/kgBB. Jika BB pasien 55kg maka
10mg x 55kg = 550mg. 550mg x 3 = 1650mg. Pasien juga mengeluhkan nyeri sehingga
diberikan toramin dengan dosis 30 mg secara injeksi untuk mengatasi nyeri sedang
hingga berat yang dirasakan oleh pasien.

Pada hari kedua pasien masih mengeluhkan pusing dan mual, terapi pasien tetap
sama dengan terapi hari pertama tetapi di tambahkan dengan beberapa obat yaitu pasien
diberikan trakelin secara injeksi dengan dosis 500 mg yang digunakan sebagai terapi
suportif untuk mencegah terjadinya kerusakan saraf otak, dan membantu pembentukan
membran sel di otak. Pemberian terapi untuk keluhan pasien telah sesuai, dengan
diberikan injeksi ondansentron 4 mg dua kali sehari untuk mengatasi mual dan
muntahnya. Pada kasus ini pasien diberikan ranitidine secara injeksi dengan dosis 50

35
mg dua kali sehari sebagai pencegahan gangguan nyeri ulu hati dan gangguan lambung
pasien yang mungkin timbul akibat efek samping penggunaan obat lain. Dosis anak
berdasarkan literatur adalah 2-4 mg/khBB/hari. Jika BB pasien 55kg maka 2mg x 55kg
= 110mg. Selain itu pasien juga diberikan penambahan infus RL sebagai terapi
penambah cairan elektrolit pasien.

Pada hari ketiga pasien masih mengeluhkan mual. Penggunaan injeksi fiopraz
dihentikan pada hari ketiga. Pencegahan gangguan lambung tetap dilanjutkan dengan
injeksi ranitidine dengan dosis 50 mg dua kali sehari, terapi lainnya tetap dilanjutkan
sesuai instruksi DPJP.

Pada hari keempat dan kelima pasien masih tetap mengeluhkan pusing dan mual.
Pasien tampak meringis kesakitan. Terapi yang diberikan sama dengan terapi hari
ketiga, tetapi terdapat beberapa obat yang dihentikan pemakaiannya yaitu obat injeksi
ranitidine dengan dosis 50 mg dan obat injeksi ondansentron dengan dosis 4 mg.
keluhan mual dan nyeri akut pasien belum teratasi. Secara keseluruhan kondisi pasien
stabil dan pasien berencana pulang tanggal 7/10.

36
BAB V
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pasien didiagnosa Dispepsia yang disebabkan oleh CKS (Cidera Kepala Sedang).
Pasien sudah mendapatkan terapi CKS yaitu citicolin, asam tranexamat, neorotam sirup
dan ketorolac sehingga dapat mengurangi nyeri dikepala. Selanjutnya pasien juga
mendapatkan terapi untuk dispepsia yaitu inj fiopraz, ranitidine, dan ondansentron.
Pasien mendapatkan obat pulang yaitu neorotam sirup dari DPJP dikarenakan pasien
sudah mengalami perbaikan keadaan.

3.2 Saran

Dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan pasien, sebaiknya terapi disesuaikan


dengan diagnosis dan keadaan pasien. Sebaiknya pasien mendapatkan penambahan obat
nyeri dikepala yaitu paracetamol(bila sakit kepala) dan obat mual yaitu ondansentron
(bila mual).

37
DAFTAR PUSTAKA

Brain Injury Association of America. 2006. Types of Brain Injury.


http://www.bjausa.org/pages/typeofbraininjury.htm, diakses pada tanggal 5 oktober
2020.
George D. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta. EGC
Medscape. 2020. Medscape Reference. Aplikasi Medscape. [Akses 2020].
Sjahrir, Hasan. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo. Jojgakarta : Pustaka Cendekia Press

38

Anda mungkin juga menyukai