Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM I

Disusun Oleh :

Kelompok 4 Grup 1 (Hari Rabu) :


Annisa Muthmainah (1701005)
Devi Putri Amita (1701010)
Eka Defitri (1701012)
Indri Nofriani (1501078)
Intan Sri Maulina (1701019)
Isra Aulia Putri (1701020)
Lailatul Rizki Tiara Dian Aryani (1501080)
Mhd. Rifani (1701026)
Muhammad Yunus (1701027)

DOSEN PEMBIMBING:
DR. EMRIZAL, M.Si, Apt
HAIYUL FADHLI , M.Si,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Lapangan Kimia Bahan
Alam. Dan juga kami berterima kasih kepada bapak Dr. Emrizal, M.Si, Apt dan bapak Haiyul
Fadhli ,M.Si, Apt selaku dosen mata kuliah “Kimia Bahan Alam I” yang telah membimbing
kami.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan laporan yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Pekanbaru,01 Juli 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 3
BAB II PELAKSANAAN KERJA ...................................................................................... 5
2.1 Tujuan Praktikum................................................................................................. 5
2.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 5
2.3 Bahan Dan Alat yang digunakan .......................................................................... 14
2.4 Prosedur Kerja ...................................................................................................... 14

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 19

3.1 Hasil ...................................................................................................................... 21

3.2 Pembahasan...........................................................................................................

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 26

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 26

4.2 Saran ..................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 27

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman obat sudah banyak sekali digunakan oleh manusia sejak zaman dahulu.
Bahkan dipercaya mempunyai khasiat yang lebih ampuh daripada obat-obat dokter. Namun,
karena perkembangan jaman dan semakin meningkatnya pengetahuan manusia tentang
farmakologi dan ilmu kedokteran, banyak masyarakat yang beralih ke obat-obatan dokter
karena lebih mempercayai obat-obatan kimia yang telah teruji khasiatnya secara
laboratorium, dibandingkan dengan obat tradisional yang banyak belum bisa dibuktikan
secara laboratorium.
Kimia Bahan Alam (KBA) mengkaji jenis, distribusi, dan fungsi senyawa metabolit
sekunder yang terkandung dalam suatu organisme, sehingga KBA sangat terkait dengan
industri pembuatan obat-obatan, kosmetik, dan pestisida (Visht and Chaturvedi, 2012; Mann
and Kaufman, 2012). Indonesia sebagai salah satu negara yang beriklim tropis, memiliki
keanekaragaman tumbuhan yang sangat banyak. Indonesia memiliki 25.000 spesies
tumbuhan tingkat tinggi dan 40 % diantaranya merupakan tumbuhan endemik Indonesia
(Resosoedarmo, et al., 1993). Akan tetapi, hanya 0,4% dari tumbuhan tersebut yang telah
dikaji kandungan kimianya (Ersam, 2004), sehingga belum dapat dimanfaatkan secara
optimal. Mahasiswa dapat menggunakan berbagai spesies tumbuhan yang mengandung
senyawa mayor untuk kegiatan praktikum isolasi metabolit sekunder. Pengalaman praktikum
tersebut, nantinya akan dapat bermanfaat bagi mahasiswa untuk melakukan isolasi metabolit
sekunder pada spesies tumbuhan lain yang belum pernah dilaporkan kandungan kimianya.
Di hutan tropis Indonesia terdapat 30.000 spesies tumbuhan. Dari jumlah
tersebut sekitar 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, tetapi baru 200 spesies yang telah
dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri obat tradisional. Peluang pengembangan
budidaya tanaman obat-obatan masih sangat terbuka luas sejalan dengan semakin
berkembangnya industri jamu, obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika tradisional.
Penggunaan tumbuhan, selain sebagai obat, juga sebagai bahan makanan, bumbu,
kosmetika, maupun sebagai bahan ramuan untuk upacara ritual keagamaan, telah
dikenal sejak zaman kuno seperti yang telah ditemukan di dalam berbagai catatan bangsa

3
Cina, Mesir, Mesopotamia, Yunani, dan Roma. Pengobatan dengan ramuan tradisional
hasilnya memang tidak secepat dengan pengobatan kimiawi. Waktu penyembuhan
dengan ramuan tradisional lebih lama jika dibandingkan dengan waktu
penyembuhan dengan pengobatan kimiawi, karena sifat pengobatan dengan ramuan
tradisional adalah konstruktif, artinya pengobatan dilakukan untuk memperbaiki bagian
yang terserang secara perlahan tetapi menyeluruh.
Metabolisme sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan
organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda- beda antara spesies yang
satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang
berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada
satu spesies dalam suatu kingdom.
Manfaat metabolisme sekunder adalah sebagian besar tanaman penghasil senyawa
metabolit sekunder memanfaatkan senyawa tersebut untuk mempertahankan diri dan
berkompetisi dengan makhluk hidup lain disekitarnya. Selain itu, berbagai senyawa metabolit
sekunder telah digunakan sebagai obat atau model pembuat obat baru, contonya adalah
aspirin yang dibuat berdasarkan asam salisilat yang secara alami terdapat pada tumbuhan
tertentu.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukanlah identifikasi mengenai
metabolit sekunder yang aktif dan berperan penting bagi manusia terutama sebagai obat.
Oleh karena itu kami susun secara sistematis mengenai metabolit sekunder yang telah
diujikan selama kuliah lapangan serta serangkaian pengujian yang dilakukan di laboratorium
STIFAR Riau dalam bentuk Laporan Akhir Praktikum dengan judul “Laporan Praktikum
Kimia Bahan Alam Identifikasi Metabolit Sekunder Dan Koleksi Spesimen
Herbarium Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Bukit Suligi Kecamatan
Tandun Kabupaten Rokan Hulu”.

4
BAB II

PELAKSANAAN KERJA

2.1. Tujuan praktikum


Dilakukannya kegiatan kuliah lapangan ini dengan tujuan diantaranya :
a) Mahasiswa memahami dan dapat melakukan sendiri bagaimana
mendeteksi serta melakukan skrinning kandungan senyawa Alkaloid yang
terdapat pada tumbuh-tumbuhan saat di lapangan.
b) Mahasiswa memahami dan dapat melakukan sendiri bagaimana
mendeteksi serta melakukan skrinning kandungan senyawa flavonoid,
terpenoid/steroid, fenolik, dan saponin yang terdapat pada tumbuh-
tumbuhan.

2.2. Tinjauan pustaka

Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Hutan tropis Indonesia adalah rumah dan persembunyian terakhir bagi kekayaan hayati
dunia yang unik. Keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia meliputi 12 persen
species mamalia dunia, 7,3 persen species reptil dan amfibi, serta 17 persen species burung dari
seluruh dunia. Diyakini masih banyak lagi spesies yang belum teridentifikasi dan masih menjadi
misteri tersembunyi di dalamnya. Sebuah contoh nyata misalnya, data WWF menunjukkan
antara tahun 1994-2007 saja ditemukan lebih dari 400 spesies baru dalam dunia sains di hutan
Pulau Kalimantan. Sayangnya kerusakan hutan di tanah air cukup memprihatinkan. Berdasarkan
catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan
Indonesia menyusut tiap tahunnya. Data Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130
juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang.
Kawasan hutan di Provinsi Riau berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)
sesuai keputusan Menteri Kehutanan No. 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 seluas 8.598.757
Ha, namun setelah diupdate pada tahun 2012 menjadi 9,036,835.00Ha, seperti tabel di bawah
ini:

5
Luas Kawasan Hutan Provinsi Riau Sesuai TGHK (Update)

No Fungsi Kawasan Luas (Ha) %


A Kawasan Hutan 5,428,244.00 60.07
1 Hutan Lindung 208,910.00 2.31
2 Hutan Produksi Tetap 1,638,519.00 18.13
3 Hutan Produksi Terbatas 2,952,179.00 32.67
4 Hutan Suaka Alam / Hutan Pelestarian Alam 628,636.00 6.96
5 Hutan Mangrove / Bakau –
B Non Kawasan Hutan 3,608,591.00 39.93
1 Perairan 119,260.00 1.32
2 Areal Penggunaan Lain 1,719,364.73 19.03
3 Hutan Produksi yang dapat dikonversi 1,769,966.27 19.59
JUMLAH 9,036,835.00 100.00

Hutan lindung bukit suligi terletak di propinsi riau, kawasanya membentang di dua
kabupaten yaitu rokan hulu dan kampar, dengan luas kawasan 30.000ha. Hutan lindung bukit
suligi juga kaya akan berbagai jenis kayu berkualitas tinggi seperti : medang, meranti, trembesu ,
kulim, rotan dan masih banyak lagi jenis lainya, termasuk di dalamnya banyak tanaman obat
antara lain pasak bumi dan sirih merah. Hutan lindung bukit suligi juga kaya akan satwa langka
di antaranya harimau, tapir, beruang seta berbagai jenis primata. Namun celakanya dengan
banyaknya jenis kayu yang berkualitas tersebut di atas menyebabkan banyaknya kegiatan ileggal
loging yang menyebabkan kerusakan hutan terlebih setelah itu banyak perambahan kawasan
hutan yang lahannya kemudian di jadikan kebun kelapa sawit.
Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu organisme yang
tidak terlibat secara langsung dalam proses pertumbuhan, perkembangan atau reproduksi
organisme. Berbeda dengan metabolit primer yang ditemukan pada seluruh spesies dan
diproduksi dengan menggunakan jalur yang sama, senyawa metabolit sekunder tertentu hanya
ditemukan pada spesies tertentu. Tanpa senyawa ini organisme akan menderita kerusakan atau
menurunnya kemampuan bertahan hidup. Fungsi senyawa ini pada suatu organisme diantaranya
untuk bertahan terhadap predator, kompetitor dan untuk mendukung proses reproduksi (Herbert,

6
1996). Senyawa metabolit sekunder terdiri dari golongan flavonoid , alkoloid, terpenoid, steroid,
lipid, lakton, dan glikosida ( Herbert, 1996).

2.2.1. Alkaloid
Alkaloid juga banyak terdapat dalam tumbuhan, khususnya pada Angiospermae
(lebih dari 20% dari semua spesies menghasilkan alkaloid). Alkaloid umumnya hanya
sedikit terdapat pada tumbuhan Gymnospermae, lycopodium, Equisetum, jamur, dan alga.
Alkaloid juga dapat ditemukan pada bakteri, jamur, binatang laut, antropoda, amphibi, pada
sejumlah burung, dan mamalia. Alkaloid sangat penting bagi organisme yang
memproduksinya. Satu fungsi utamanya adalah sebagai pelindung dan untuk melawan herbivora
maupun predator. Beberapa alkaloid bersifat sebagai antibakteri, antijamur, dan antiviral;
dan konstituennya mungkin saja menyebabkan keracunan bagi hewan (Fattorusso & Scafati,
2008).
Alkaloid biasanya dikelompokkan berdasarkan bentuk cincin heterosiklik nitrogen
yang terdapat di dalamnya, sebagai contoh pirolidin, piperidin, quinolin, isoquinolin,
indol (Syamsul, 1986). Atom nitrogen pada alkaloid berasal dari asam amino, dan pada
umumnya struktur kerangka karbon pada asam amino prekusor akan bertahan ketika dalam
bentuk alkaloid. Prekusor asam amino yang berhubungan dengan biosintesis alkaloid antara
lain adalah ornitin, lisin, asam nikotinoat, tirosin, triptopan, asam antranilat, dan histidin
(Dewick, 2009).

7
Kerangka dasar kelompok alkaloid

Beberapa contoh senyawa alkaloid

8
2.2.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa bahan alam yang banyak
ditemukan pada tumbuhan. Flavonoid pada umumnya mempunyai kerangka flavon C6-
C3-C6, dengan tiga atom karbon sebagai jembatan antara gugus fenil yang biasanya juga
terdapat atom oksigen. Berdasarkan pada tingkat ketidakjenuhan dan oksidasi dari segmen
karbon, flavonoid selanjutnya dibagi menjadi beberapa kelas seperti pada Gambar 6.
Senyawa ini biasanya terdapat sebagai pigmen tumbuhan untuk menarik pollinators, atau
sebagai bahan pertahanan bagi tumbuhan untuk melawan serangga dan mikroorganisme
(Rosa, Emilio, & Gustavo, 2010).

Beberapa pembagian kelas pada flavonoid

Biosintesis flavanoid dimulai dengan memperpanjang rantai fenil propanoid (C6-C3) yang
berasal dari turunan sinamat. Cincin A pada struktur flavonoid berasal dari jalur

9
poliketida, merupakan kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B
dan tiga atom karbon berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur shikimat). Dengan
demikian flavonoid merupakan kombinasi dari dua jalur biosintesis cincin aromatik.
(Sjamsul, 1986).

2.2.3 Fenolik
Senyawa fenolik merupakan metabolit sekunder tanaman serta komponen penting dalam
kualitas sensoris dan nutrisi buah, sayuran, dan tanaman lainnya (Tomas-Barberan et al., 2000;
Lapornik et al., 2005). Senyawa ini memiliki cincin aromatik yang membawa satu atau lebih
gugus hidroksil dan strukturnya bervariasi mulai dari molekul fenolik sederhana hingga polimer
kompleks dengan massa molekul relatif yang tinggi (Balasundram et al., 2006).
Fenolik adalah salah satu kelompok fitokimia yang banyak terdapat di alam, memiliki
fungsi fisiologis dan morfologis yang penting bagi tanaman. Sebagai kelompok senyawa bioaktif
terbanyak, fenolik mempunyai beragam peran biologis, diantaranya sebagai fitoalexin (Popa et
al., 2008), antifeedants, penarik untuk serangga penyerbuk (pollinator), mempengaruhi
pigmentasi tanaman, sebagai antioksidan dan agensia pelindung terhadap sinar ultra-violet
(Naczk dan Shahidi, 2006).
Senyawa fenolik tidak hanya mencakup molekul-molekul yang memiliki struktur polifenol
(yaitu beberapa gugus hidoksil pada cincin aromatis), tetapi juga molekul dengan satu cincin
fenol, misalnya asam fenolik dan alkohol fenolik. Polifenol terbagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan jumlah cincin fenol yang terkandung dan terikat pada cincin ini satu dengan yang
lain. Kelompok utama polifenol meliputi flavonoid, asam fenolik, tanin (hidrolisis dan
kondensasi), stilbena dan lignan (Yoshihara et al., 2010). Saat ini terdapat lebih dari 8000 jenis
polifenol yang secara luas terdistribusi pada bagian daun, biji, batang kayu, dan bunga (Heim et
al., 2002), termasuk di dalamnya 4000 jenis flavonoid yang telah teridentifikasi dan jumlahnya
masih terus bertambah (Harborne et al., 1999). Selanjutnya flavonoid dikelompokkan menjadi
antosianin, flavon, isoflavon, flavanon, flavonol dan flavanol (Tsao dan Yang, 2003).

10
Senyawa fenolik sederhana

2.2.4 Steroid
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti
siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin
siklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu,dll. Tetapi
pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam
jaringan tumbuhan .Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol terdapat pada hampir setiap
tumbuhan tinggi yaitu:sitosterol,stigmasterol,dan kampesterol.(Harborne,1987; Robinson, 1995)

Struktur kimia dari steroid

Steroid adalah salah satu bentuk triterpena termodifikasi, sehingga unit penyusunnya
adalah isoprena, yaitu IPP dan DMAPP. IPP dan DMAPP dibiosintesis oleh tubuh dari Asetil
Koenzim A, suatu C-2 hasil pelepasan CO2 oleh piruvat pada jalur metabolisme, lewat jalur
asam mevalonat atau deoksisilulosa fosfat. (Dewick, 2002)
Unit – Unit IPP dan DMAPP bereaksi memanjangkan rantai membentuk C-15, disebut
farnesil. Dua FPP (Farnesil Pirofosfat) bergabung ekor-ekor membentuk skualena. Skualena

11
teroksidasi membentuk epoksida, memungkinkan terjadinya siklisasi membentuk lanosterol.
(Dewick, 2002)
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:
1. Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol.
2. Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol dan
stigmasterol
3. Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi misalnya ergosterol
4. Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut misalnya spongesterol

2.2.5 Terpenoid
Terpenoid merupakan komponen yang biasa ditemukan dalam minyak atsiri.
Sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan
kelipatan lima. Terpenoid mempunyai kerangka karbon yang terdiri dari dua atau lebih
unit C5 yang disebut unit isopren (Sjamsul, 1986).
Berdasarkan jumlah atom C yang terdapat pada kerangkanya, terpenoid dapat dibagi
menjadi hemiterpen dengan 5 atom C, monoterpen dengan 10 atom C, seskuiterpen
dengan 15 atom C, diterpen dengan 20 atom C, triterpen dengan 30 atom C, dan
seterusnya sampai dengan politerpen dengan atom C lebih dari 40 (Nagegowda, 2010:
2965; Dewick, 2009: 187).
Beberapa contoh senyawa terpenoid diberikan pada Gambar

Contoh Senyawa Terpenoid : Monoterpen (A), Seskuiterpen (B), Diterpen (C),Dan


Triterpen (D)

12
Biosintesis dari terpenoid pada tumbuhan mengikuti jalur asam asetat-mevalonat.
Asam asetat yang diaktifkan dengan koenzimA membentuk asetilCoA dan melakukan reaksi
kondensasi dengan asetilCoA yang lain sehingga terbentuk asetoasetilCoA. AsetosetilCoA yang
terbentuk juga berkondensasi dengan unit asetilCoA yang lain, sehingga terbentuk tiga unit
gabungan dari asetilCoA yang selanjutnya diprotonasi membentuk asam mevalonat. Dengan
adanya pirofosfat pada asam mevalonat dapat terjadi pelepasan komponen CO2 (dekarboksilasi)
dan pelepasan OPP- membentuk isopentenil pirofosfat (IPP) dengan isomernya dimetilalil
pirofosfat (DMAPP) (Sjamsul, 1986; Dewick, 2009).
2.2.6 Saponin

Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan
tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap
jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Harbrone,1996). Saponin merupakan
golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan
kegunaan luas (Burger et.al,1998) Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai
sabun “Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan
menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba.
Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu
yang mempunyai rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut
dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau
hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995)

Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit! berbusadalam air mempunyai sifat
detergen yang baik mempunyai akti<itashemolisis (merusak sel darah merah) tidak beracun bagi
binatang berdarah panas mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat antiinflamatori.
,berdasarkan sifat-sifat tersebut senyawa saponin mempunyaikegunaan yang sangat luas antara
lain sebagai detergen pembentuk busa pada alat pemadam kebakaran pembentuk busa pada
industri sampo dandigunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang fotografi (Prihatman,
2001).

13
2.3 Bahan Dan Alat yang digunakan
Alat Bahan
 Kotak / container  Asam sulfat pekat 25 ml
 Lumpang dan stamper  Asam sulfat 2N 50 ml
 Plat tetes  Asam asetat anhidrat 25 ml
 Pipet tetes  Asam klorida pekat 25 ml
 Corong kecil  Logam Mg 0,5 gram
 Tabung reaksi besar dan kecil  Kloroform 0,5 L
 Kapas putih  Kloroform – amoniak 0,05 N
 Pasir bersih  Pereaksi Mayer 25 ml
 Gunting kecil  Larutan FeCl3 1% 25 ml
 Gunting tanaman dan pisau
kecil
 Karung goni plastik
 Plastik ukuran 2 Kg ¼ Kg dan 1
Kg ¼ Kg.
 Karet pengikat
 Lakban/Selotip besar.
 Label gantung
 Brnang pengikat
 Pensil 2B
 Spidol hitam
 Kertas koran bekas.
 Parang/Golok
 Tali rafia

2.4. Prosedur kerja

2.4.1. Pelaksanaan koleksi tanaman

Sebelum masing-masing kelompok turun ke lapangan, setiap peserta telah siap secara fisik
dan mental. Sebelum berangkat setiap kelompok akan berkumpul untuk mendapatkan
pengarahan dari dosen pembimbing lapangan tentang hal-hal yang mesti dilakukan dan hal-
hal yang tidak boleh sama sekali dilakukan. Biasanya selama di lapangan, pawang,
dukun, atau pemandu KHDTK hutan lindung bukit suligi diminta bantuan untuk mendampingi
selama kegiatan survey. Setiap peserta biasanya dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dan
didampingi asisten mahasiswa.

2.4.2. Prosedur koleksi tanaman


1. Pilih tumbuh yang memiliki organ generatif, memiliki buah atau bunga, masing-
masing cukup 3 spesimen koleksi herbarium, dan 1 bagian yang akan dimasukkan ke
dalam kantong plastik kecil (ukuran 2 Kg) untuk uji kandungan metabolit sekunder.

14
2. Ukuran sampel diperkirakan 30 x 40 cm, jika sampel terlalu besar, koleksi dilakukan
secara seri ( pangkal, tengah, dan ujung ) dan beri nomor koleksi yang sama.
3. Pengambilan contoh tumbuhan sedemikian rupa, cegah kemungkinan
tumbuhan menjadi mati. Tumbuhan yang berupa herba tidak boleh dicabut
kecuali telah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.
4. Spesimen yang dikoleksi diberi label dan diikat dimasukkan ke dalam plastik
kemudian ke dalam goni.
5. Buah dan bunga yang rontok jangan dibuang, dimasukkan ke dalam
kantong plastik kecil ditandai dan diikat.
6. Setiap pengambilan spesimen ditanyakan ke pada dukun, pawang, atau penunjuk
jalan tentang nama lokal dan kegunaanya secara tradisional.
7. Beri identifikasi awal masing-masing koleksi karena hal ini akan memudahkan
identifikasi selanjutnya. Catat dengan baik ciri-ciri tumbuhan yang dikoleksi.
8. Kerja sama yang baik antar anggota kelompok penting, bagi tugas dengan baik.
9. Sewaktu menemukan spesimen yang menarik konsultasikan dengan
pembimbing atau asisten.
10. Pengujian awal kandungan kimia dapat dilakukan misalnya menguji adanya
alkaloid.
2.4.3. Pedoman dokumentasi foto tumbuhan
1. Gunakan kamera digital dengan resolusi minimal 8 megapiksel.
2. Fokusing; penajaman imaji suatu objek tumbuhan, usahakan objek yang di foto fokus
dan tidak kabur.
3. Gunakan mode makro untuk memotret bagian tumbuhan pada jarak sangat dekat
sehingga akan memperlihatkan bentuk dan struktur bagian tumbuhan tersebut.
4. Tuliskan kode sampel pada papan label sesuai kode pada etiket gantung. Letakkan
papan label disamping kiri objek yang akan di foto.
2.4.4. Kegiatan di posko peristirahatan
1. Spesimen koleksi yang dibawa harus segera diselamatkan dengan memasukkan
masing-masing jenis ke dalam kertas koran untuk dijadikan spesimen
herbarium.
2. Siapkan masing - masing 2 spesimen herbarium dengan baik untuk tiap koleksi, beri
label dan lipat dalam koran.
3. Lengkapi nama tiap spesimen.
4. Kumpulkan tiap spesimen, tumpuk sedemikian rupa sehingga dapat diikat dalam satu
ikatan, ikat dengan baik menggunakan tali rafia.

15
5. Masukkan dengan tersusun rapi ke dalam kantong plastik besar dan tuangkan
alkohol secukupnya sampai basah membasahi semua spesimen.
6. Lipat ujung plastik dan beri lakban coklat untuk mencegah penguapan alkohol
selama transportasi ke laboratorium.
2.4.5. Pengolahan spesimen di laboraturium
1. Spesimen herbarium di lapangan, sesampai di laboratorium dibuka dengan baik
(tanpa melepaskannya dari kertas koran) kemudian dikeringkan.
2. Susun dengan baik dan tiap 6 spesimen dibatasi dengan 1 potong kardus kemudian
diikat dengan rapi.
3. Masing-masing ikatan berisi 10 jenis tumbuhan dimasukkan ke dalam oven pengering
dan proses pengeringan harus di kontrol dengan baik, cegah jangan sampai spesimen
terbakar atau hangus.
4. Setelah masing-masing spesimen benar-benar kering lakukan konfirmasi identifikasi
ulang masing-masing spesimen.
5. Lakukan mounting spesimen di atas kertas khusus herbarium, kemudian beri
tiket dan label.

2.4.6. Pengujian kandungan kimia


1. Alkaloid
1. Potong kecil - kecil daun segar atau kulit batang dari masing – masing sampel dan
disimpan dalan kantong plastik, kemudian haluskan dalam lumpang yang telah
ditambahkan sejumput pasir dan 10 ml kloroform.
2. Setelah digiling halus, kemudian tambahkan 10 ml kloroform-amonia 0,05 N, diaduk
dan digerus perlahan.
3. Pipet larutan dengan kapas diantaranya kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi.
4. Tambahkan 10 tetes asam sulfat 2 N, balik-balikkan tabung reaksi perlahan untuk tujuan
pengocokkan, biarkan sejenak hingga tampak dua lapisan

5. Pisahkan lapisan, pipet lapisan asam (atas) masukkan ke dalam tabung reaksi kecil
6. Tambahkan pereaksi meyer 1 tetes

16
7. Reaksi positif di tandai dengan adanya kabut putih hingga gumpalan/endapan
putih, +1 sampai +4

2.4.7. Skrining Flavonoid, Terpenoid/steroid. Fenolik, dan Saponin


a) 4 gram sampel segar dipotong halus, masukkan ke dalam erlenmayer 100 ml, kemudian
maserasi dengan 25 ml etanol dan dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit.
b) Saring ke dalam erlenmeyer 50 ml dalam keadaan panas dan letakkan kembali diatas
penangas air sampai seluruh etanol menguap hingga kering.
c) Tambahkan pelarut kloroform dan air suling masing – masing sebanyak 5 ml (1:1),
kocok dengan baik dan kemudian biarkan sampai terbentuk pemisahan yang sempurna
antara kloroform dan air.
d) Masing – masing bagian pelarut yang memisah, dipindahkan ke dalam tabung reaksi
bersih. Lapisan kloroform / fraksi kloroform di bagian bawah untuk pemeriksaan
senyawa terpenoid dan steroid, sedangkan lapisan air / fraksi air untuk pemeriksaan
kandungan flavonoid, fenolik, dan saponin.
1. Flavonoid (Sianidin Test)
a) Pipet kira-kira sebagian kecil dari lapisan air letakkan ke plat tetes.
b) Kemudian ambil sedikit potongan logam Mg letakkan diatasnya.
c) Tambahkan HCl pekat beberapa tetes
d) Reaksi positif di tunjukkan dengan warna orange sampai merah (kecuali untuk
isoflavon).
e) Catat hasil pengamatan yang dilakukan.

2. Fenolik
a) Pipet kira-kira 3 – 5 tetes dari lapisan air letakkan ke plat tetes.
b) Tambahkan 2 tetes pereaksi FeCl3.
c) Reaksi positif di tunjukkan dengan warna biru gelap.
d) Catat hasil pengamatan yang dilakukan.

17
3. Saponin
a) Pipet 2 ml lapisan air dan masukkan ke dalam tabung reaksi, tutup mulut tabung
deng penyumbat karet dan kocok dengan kuat.
b) Kemudian busa yang timbul apabila didiamkan 15 menit tidak hilang maka
dinyatakan positif saponin.
c) Catat hasil pengamatan yang dilakukan.

4. Terpenoid/Steroid (Liebermann – Bouchard)


a) Lapisan kloroform di saring terlebih dahulu dengan norit menggunakan pipet pasteur
yang di masukkan sedikit kapas di ujung bagian dalamnya lau masukkan norit
sampai memenuhi 1/3 dari panjang pipet.
b) Hasil saringan harus jernih, membuktikan bahwa arang aktif mengikat klorofil.
Kemudian hasil saringan di teteskan pada plat tetes.
c) Biarkan larutan pada plat menguap dan kering.
d) Apabila kloroform yang menetes telah menguap sempurna dan kering, tambahkan ke
dalam lobang plat tetes :
 Satu lobang ditambahkan asam sulfat pekat.
 Satu lobang ditambahkan asam asetat anhidrat.
 Satu lobang ditambahkan asam asetat anhidrat dan kemudian asam sulfat pekat.
e) Reaksi positif terpenoid terbentuk warna merah, Reaksi positif steroid terbentuk
warna biru-ungu
Catat hasil pengamatan yang dilakukan.

18
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Uji Uji Uji
No. Uji Uji Uji
Family Spesies Flavonoi Saponi Terpenoi
Sampel Alkaloid Fenolik Steroid
d n d
Clidemia
1 Melastomataceae + + - + -
hirta
Macaranga
2 Euphorbiaceae + + - + -
triloba
Coffea
3 Rubiaceae - - - + -
sumatrana
4 Dipterocarpaceae Hopea sp + + - - -
5 Phyllanthaceae Antidesma - + - - +
6 Fabaceae Sp - + - - -
7 Rubiaceae Randia - - - - +
8 Sp Sp - + - - +
9 Sp Sp - + - - -
10 Sp Sp - + - - -
11 Euphorbiaceae Glikodian - - - - -
12 Euphorbiaceae Sp - + - + -
13 Fabaceae Sp + + - - +
14 Liliaceae Sp + + - - -
15 Fabaceae Sp - + - + -
16 Sp Sp + + - + -
17 Simarubaceae Sp - + - + +
Macaranga
18 Euphorbiaceae + - - + -
sp
19 Annonaceae Sp - - - + -
20 Sp Sp - + - + +
21 Araceae Sp - - - + -
22 Vitaceae Sp + - - - +
23 Vitaceae Sp - + - + -
Pleomele
24 Liliaceae - - - + -
angustifolia
25 Dipterocarpaceae Sp - - - - -
26 Rubiaceae Sp + - - - +
27 Arecaceae Calamus sp - - - + -

19
28 Fabaceae Albizia sp - - - + -
29 Sp Sp - - - + -
30 Dipterocarpaceae Sp + - - + +
31 Dipterocarpaceae Sp + - - + -
32 Araceae Sp - - - + -
33 Marantaceae Maranta sp - - - - +
34 Sp Sp + + - - +
35 Rubiaceae Sp + + + + +
36 Sapotaceae Sp + + - + +
37 Vitaceae Sp - + - - -
Tetrastigma
38 Vitaceae - - - + -
sp
39 Sp Sp - - - + +
40 Araceae Sp - - - + -
41 Annonaceae Sp - - - + -
42 Asclepiadaceae Sp + + - + +
43 Sapindaceae Sp - - - + -
44 Arecaceae Calamus sp - - - + -
45 Iridaceae Dietes sp - - - + -
46 Sp Sp - - - + -
47 Liliaceae Sp - + - + +
48 Sp Sp + + - + +
49 Rubiaceae Sp + + - + +
50 Sp Sp - - - + -
51 Fabaceae Buhinia sp + - - + +
52 Annonaceae Sp - + - + -
Selaginella
53 Selaginellaceae - - - + +
sp
54 Vitaceae Sp + + - + -
Syzygium
55 Myrtaceae - + - + +
malaccense
56 Anacardiaceae Sp + + + + -
Calophyllum
57 Calophyllaceae - + - + -
sp
58 Sp Sp - + - + +
59 Urticaceae Laportea - + + + +
60 Smilacaceae Sp - + + + +

20
B. Pembahasan
Pada semester IV ini, pada matakuliah KBA (kimia bahan alam) dilakukan kegiatan kuliah
lapangan yang akan dilaksanakan pada tanggal 12,13,dan 14 April 2019 di Hutan lindung
KHDTK (kawasan huran dengan tujuan khusus) Bukit Suligi Kabupaten Rokan Hulu, Riau.
Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah agar mahasiswa dapat mengamati, mengetahui, dan bahkan
mungkin menemukan tumbuhan atau spesises baru yang belum diketahui sebelumnya, dan agar
mahasiswa dapat menguji senyawa dari tumbuhan yang didapat untuk di uji bioakvitasnya
dimana dapat berkhasiat sebagai obat, dan mahasiswa mampu membuat herbarium, dimana
herbarium ini dibuat untuk disimpan untuk mengetahui tumbuhan apa saja yang telah diuji
sebelumnya dan jika terjadi kepunahan pada suatu tumbuhan yang diambil sebelumnya maka
dapar dilestarikan kembali.

Kegiatan kuliah lapangan ini awalnya dilakukan kesepakatan dan mensurvey didaerah
mana yang akan di lakukan kuliah lapangan ini. Maka didapatlah di daerah rokan hulu pada
hutan lindung KHDTK bukit suligi dimana sebelumnya sudah pernah dikunjungi oleh senior
kami untuk tempat kuliah lapangan. Pemberangkatan dari kampus STIFAR pada tanggal 12
April 2019 bertepatan pada hari jum’at, sebelum pemberangkatan dilaksanakan pembukaan dari
dosen setelah itu tepat pukul 09:00 mahasiswa diberangkatkan ke Rohil dengan menggunakan
bus dimana kegiatan ini dilakukan oleh mahasiswa S1 angkatan 2017, dan kegiatan ini juga
diikuti oleh para dosen, mahasiswa senior dan termasuk asisten dosen dan juga dosen dari
FMIPA biologi Universitas Riau berserta asistenynya. Saat semua mahasiswa sampai di bukit
suligi, Saat itu juga mahasiswa dikumpulkan dilapangan untuk pembagian kamar, setelah dapat
pembagian kamar. Saat sudah dikamar masing-masing seluruh mahasiswa berkemas, mandi,
sholat, lalu pada magribnya dilakukan sholat berjamaah di aula,setelah sholat seluruh mahasiswa
makan malam bersama diaula yang dekat dengan dapur dan setelah itu sekitar jam 21:00
kegiatan kuliah malam dilaksanakan di aula untuk membicarakan tentang teknik dilapangan
keesokan harinya, dan mengenal dan mengetahui apa itu KHDTK, bagaimana hutan lindung di
bukit suligi ini.

Dari tumbuhan yang didapat dari dalam hutan dilakukan Pengerjaan pengujian,
penyimpanan herbarium dan pemberian nama terhadap tumbuhan yang belum diketahui nama
spesiesnya. Dalam pemberian nama terhadap tumbuhan yang didapat ini dilakukan pada malam

21
hari itu juga dengan menyerahkan tumbuhan yang dibungkus dengan Koran kepada dosen
FMIPA biologi UNRI atau asistennya untuk dilihat bagian daunnya atau batangnya atau buahnya
yang didapat dari tumbuhan tersebut sehingga dapat diketahi nama dari spesies tumbuhan yang
didapat. Untuk memudahkan dalam mengidentifikasikan nama untuk spesies suatu tumbuhan
tersebut diharapkan tumbuhan tersebut memiliki daun, batang atau buah yang lengkap, baru akan
memudahkan dalam mengidentifikasinya.

Sedangkan dalam Pengujian senyawa yang terdapat dalam tumbuhan tersebut adalah
dengan melakukan pengujian alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin, dan fenolik
terhadap tumbuhan tersebut. Untuk pengujian alkaloid dilakukan saat di lapangan. Sedangkan
sisa pengujiannya dilakukan di kampus. Dan pengujian ini dilakukan setelah dipisahkan antara
untuk herbarium dan untuk pengujian. Dimana pengujian Alkaloid ini dilakukan dengan cara,
yaitu pertama-tama tumbuhan yang didapat dipotong kecil-kecil lalu setelah itu dimasukan
kedalam lumpang ditambahkan pasir lalu gerus, bertujuan untuk menghancurkan dinding sel
yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola
mudah untuk diambil. Setelah itu ditambahkan kloroform dan kloroform amoniak kedalamnya,
bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tanin dan alkaloid yang terikat secara ionik
dimana atom N dari alkaloid berikatan silang stabil dengan gugus hidroksifenolik dari asam
tanin tersebut, dengan terputusnya ikatan tersebut alkaloid akan bebas sedangkan asam tanin
akan terikat pada kloroform amoniakal. Setelah itu letakan kapas dilumpang lalu dengan pipet
tetes dipipet dari kapas maka didapatkan larutan lalu dimasukan kedalam tabung reaksi yang
bersih lalu ditambhakan asam sulfat 2N lalu dikocok dan biarkan sejenak setelaah itu terpisah
bagian kloroform dan asam sulfat, Penambahan asam sulfat 2 N bertujuan untuk menghasilkan
senyawa dalam bentuk garam sehingga larut dalam air yang terkandung dalam asam sulfat.
Selain itu dapat mengakibatkan larutan terbentuk menjadi 2 fase karena adanya perbedaan
tingkat kepolaran antara fase aquades yang polar dan kloroform yang relatif kurang polar. Lalu
ambil bagian asam sulfat setelah itu tambahkan pereaksi meyer apabila terbentuk endapan maka
itu membuktikan bahwa senyawa tersebut adalah senyawa alkaloid.

Untuk tumbuhan yang belum diketahui senyawa kandungan didalam nya seperti fenolik,
flavonoid, terpenoid, saponin dan steroid, Hal pertama yang dilakukan adalah sampel di potong
halus dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian dimaserasi dengan etanol.

22
Sampel Tumbuhan
- dipotong halus
- dimasukkan dalam tabung reaksi
- ditambahkan Etanol
- dipanaskan
- disaring dalam keadaan panas,biarkan Etanol
menguap

Ekstrak Etanol

Larutan CHCl3 (bawah) Larutan air (atas)

pemeriksaan : - terpenoid pemeriksaan : - flavonoid


- steroid - fenolik
- saponin

Pada uji flavonoid lapisan air dipiteteskan kedalam plat tetes sedikit, kemudian diberi
sedikit logam Mg dan beberapa tetes HCl. Logam Mg dan HCl pada uji ini berfungsi
untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid sehingga
terbentuk perubahan warna menjadi merah atau jingga.

Sebagian lapisan air


- dipipet kedalam plat tetes
- Ditambahkan HCl
- Ditambahkan sedikit logam Mg

23
Larutan merah – jingga
( + flavonoid)

Pada pengujian senyawa fenolik ini dilakukan dengan memipetkan beberapa tetes ekstrak
dari fraksi air kedalam plat tetes yang kemudian ditambahkan FeCl3. Reaksi pembentukan warna
pada senyawa fenol terjadi karena ion hidroksil pada senyawa fenol bereaksi dengan ion FeCl3.

Sebagian lapisan air


- dipipet kedalam plat tetes
- ditambahkan FeCl3

larutan hijau – biru


( + fenolik)

Pada uji Saponin identifikasi saponin dilakukan dengan cara ekstrak dari fraksi air tadi
dikocok, jika terbentuk busa maka didiamkan beberapa saat. Jika busa tidak hilang maka positif
mengandung saponin. Timbulnya busa menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai
kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya.

Sebagian lapisan air


- dipipet kedalam tabung reaksi
- dikocok kuat-kuat

terbentuk busa yang tidak hilang


( + saponin)
Selanjutnya pengujian pada terpenoid dan steroid dengan cara lapisan kloroform
dimasukkan kedalam pipet tetes yang sidah berisi kapas dan norit, hal ini bertujuan untuk
mengikat klorofil dari tumbuhan dan filtrat yang keluar harus jernih dan di tampung
dalam plat tetes lalu diuapkan sampai kering. Dalam lobang pertama ditambahkan asam
sulfat pekat, dalam lobang kedua ditambahkan asam asetat anhidrat dan dalam lobang
ketiga ditambahkan campuran keduanya. Perubahan warna dikarenakan terjadinya

24
oksidasi pada golongan senyawa terpenoid/steroid melalui pembentukan ikatan rangkap
terkonjugasi.

Lapisan kloroform
- dimasukkan kedalam 3 lubang plat tetes

Lubang 1 Lubang 2 Lubang 3


- ditambahkan - ditambahkan H2SO4 p - ditambahkan
H2SO4 p dan asam asetat anhidrat H2so4 p dan
asam asetat anhidrat
cincin biru-ungu cincin merah
(+ steroid) (+ terpenoid) sebagai pembanding

25
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
 Dari kegiatan Kuliah Lapangan Kimia Bahan Alam I didapatkan 60 spesies yang telah
diuji kandungan metabolit sekunder dengan metode sederhana menggunakan reagen.
 Metoda analisis kimia bahan alam yang sederhana ini hanya dengan tujuan menskrining
kandungan metabolit sekunder yang utama pada tumbuhan (spesimen) misalnya alkaloid,
flavanoid, fenolik, saponin, steroid dan terpenoid.
 Secara garis besar kuliah lapangan ini dilakukan dengan metoda survey dan koleksi
langsung di lapangan, dilanjutkan dengan membuat herbarium untuk pendeskripsian yang
kemudian dilakukan pengujian metabolit sekunder yang dilakukan di lapangan dan di
Laboratorium STIFAR.
4.2 Saran
Dari percobaan yang telah dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan ;
 Sampel yang digunakan haruslah sampel segar.
 Dalam memipet haruslah berhati-hati agar kedua lapisan tidak menyatu sehingga
menyulitkan pengujian.
 Mengunakan alat-alat laboratorium dengan hati-hati.

26
DAFTAR PUSTAKA

Herbert, R.B. 1996. Biosintesis Metabolit Sekunder. Alih Bahasa Bambang Srigandono.
Penerbit IKIP Semarang Press. Semarang.

Harbrone.J.B.,1987.Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menaganalisis


Tumbuhan, Terbitan Kedua,ITB : Bandung

Burger,I.,Burger,B,V.Albrecht,C.F.Spicies,H.S.C. and Sandor.P.,1998. Triterpenoid


saponin From Bacium gradivlona Var. Obovatum Phytochemistry.49

Robinson ,T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB : Bandung

27

Anda mungkin juga menyukai