Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL MENJADI OBAT FITOFARMAKA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Pada Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen : Drs. H. Adang, M.Pd

DISUSUN OLEH:

RIZA LUROKHMAN
01022095
Semester 1D

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS YPIB MAJALENGKA
TAHUN 2022

Jl. Perjuangan, Karyamulya, Kec. Kesambi,


Kota Cirebon, Jawa Barat 45131
Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji dan syukur saya ucapkan atas Kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan baik.
tugas makalah ini yang berjudul “PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL MENJADI OBAT
FITOFARMAKA” saya susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia . Saya
harap tugas ini dapat menambah ilmu dan wawasan bagi para pembaca.

Saya mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada kedua orang tua,teman-


teman dan kepada dosen saya bapak Drs. H. Adang. M.Pd yang telah membantu Saya dalam
menyelesaikan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai jendela
ilmu bagi para pembaca. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna untuk itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dan
memotivasi agar lebih baik lagi. Atas perhatiannya saya mengucapkan terimakasih. .

Cirebon,11 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................1

1.1 Latar belakang......................................................................................................1


1.2 Rumusan masalah.................................................................................................1
1.3 Tujuan makalah....................................................................................................2
1.4 Manfaat makalah..................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................3

2.1 Pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka..........................................3


2.2 Kriteria sediaan fitofarmaka.................................................................................5
2.3 Tahap-Tahap pembangunan dan pengujian fitofarmaka.....................................5
2.4 Uji klinik obat tradisional untuk dapat menjadi fitofarmaka..............................7
2.5 Contoh sediaan fitofarmaka ................................................................................7

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................8

3.1 Kesimpulan........................................................................................................8
3.2 Saran..................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia termasuk negara yang mempunyai keanekaragaman hayati terbanyak


kedua di dunia. Sekitar 30.000 spesies telah teridentifikasi, 950 diantaranya diketahui
memiliki fungsi biofarmasi yaitu tanaman, hewan dan mikroorganisme, yang berpotensi
sebagai obat, nutraceuticals, nutraceuticals bagi manusia, hewan dan tumbuhan.

Dengan kekayaan tersebut, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi salah
satu negara terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetika bahan alam nabati yang
memiliki peluang pasar yang cukup besar.

Sebagai salah satu alternatif pengembangan biofarmasi, tumbuhan atau yang lebih
dikenal dengan tanaman obat memiliki potensi besar dalam pengembangan industri obat
dan kosmetik tradisional Indonesia. Hingga saat ini, industri tersebut telah berkembang
dengan menggunakan tumbuhan dari hutan alam, dengan petani yang tumbuh sangat
sedikit. Jikapun ada, teknik budidaya dan pengolahan bahan tidak mencapai bahan yang
dipersyaratkan oleh industri bebas dari bahan kimia, bebas jamur atau pengotor lainnya.

Penting untuk mendorong pengembangan agribisnis berbasis tumbuhan di tingkat


petani dan meningkatkan kemampuan petani dalam membudidayakan tanaman obat. Selain
budidaya, aspek pasca panen dan pemasaran juga perlu ditingkatkan dalam upaya
mendorong perkembangan industri obat dan kosmetik tradisional Indonesia.

Obat alami pada awalnya banyak digunakan di negara-negara di Asia, Amerika


Selatan dan Afrika, dan kini meluas ke negara-negara maju di Australia dan Amerika Utara.
Awalnya, obat alami digunakan sebagai tradisi genetik. Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, baik dalam produksi maupun informasi, uji praklinik dan uji
klinis dilakukan untuk mendapatkan kepercayaan terhadap khasiat obat bahan alam.

1.2 Rumusan masalah


2. Mengembangkan obat tradisional menjadi fitofarmaka?
3. Kriteria sediaan fitofarmaka ?
4. Tahapan pengembangan dan pengujian fitofarmaka ?
5. Uji klinis obat tradisional menjadi fitofarmaka ?

1
6. Contoh sediaan fitofarmaka ?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini agar pembaca dapat mengetahui tata cara pembuatan
obat tradisional menjadi obat fitofarmaka, kriteria sediaan fitofarmaka, Tahapan
pengembangan dan pengujian fitofarmaka serta contoh sediaan fitofarmaka.

1.4 Manfaat Makalah


1. Supaya pembaca dapat mengetahui tata cara pembuataan obat tradisional menjadi obat
fitofarmaka.
2. Supaya pembaca tahu kriteria sediaan fitofarmaka, tahapan pengembangan dan
pengujian fitofarmaka serta contoh sediaan fitofarmaka.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Obat tradisional adalah ramuan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewani,
bahan mineral, ekstrak atau galenika, atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara
turun temurun telah digunakan secara empiris untuk penyembuhan. Obat tradisional
merupakan produk yang terbuat dari bahan alam, dan jenis serta khasiat bahan sangat
beragam, sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang
baik.

Fitofarmaka merupakan obat tradisional yang terbuat dari bahan alami yang dapat
dibandingkan dengan obat modern karena proses pembuatannya terstandar dan didukung oleh
bukti ilmiah dan uji klinis pada manusia. Uji klinis akan membuat kalangan medis lebih
percaya diri dalam penggunaan obat herbal di fasilitas pelayanan kesehatan.. dan juga dapat
mendorong masyarakat untuk menggunakan obat herbal karena sudah ada bukti ilmiah bahwa
manfaat obat herbal sudah jelas.

Mengembangkan obat tradisional Indonesia sebagai obat herbal dalam industri jamu dan
terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM), dengan total
283 tanaman. Daftar tumbuhan obat Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 1986 tercatat sebanyak 940 jenis tumbuhan obat, jumlah tersebut
belum termasuk tumbuhan obat yang sudah punah atau langka, dan kemungkinan ada
tumbuhan obat yang tidak masuk dalam daftar tersebut. .

Di dalam peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
(BPOM). Untuk mendapatkan izin edar menurut pasal 2, obat tradisional, obat herbal dan
tumbuhan terstandar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

A. Menggunakan bahan aktif dan aditif yang memenuhi syarat mutu, keamanan dan khasiat.

B. Diproduksi sesuai dengan Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik atau Cara
Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku.

C. Ditandai dengan informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin penggunaan obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai
dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.

3
Bila kita kaji dari sejarah perkembangan, beberapa obat medern ternyata sebagaian
diantaranya juga memekai bahan alam. Selain itu didapatkan juga obat antikanker yang
berasal dari bahan alam seperti aktinomisin, biomisin, dan daun orubisin yang diolah dari
jamur dan bakteri.

Dalam waktu belakangan ini di tengah banyaknya jenis-jenis obat modern yang di pasaran
dan munculnya berbagai jenis-jenis obat modern yang baru, terdapat kecenderungan global
untuk kembali ke alam. inilah faktor yang mendorong masyarakat untuk menggunakan obat
bahan alam antara lain karena mahalnya harga obat modern atau sintetis dan banyak efek
sampingnya. Selain itu juga faktor promosi melalui sosial media juga ikut berperan penting
dalam meningkatkan penggunaan obat bahan alam. Oleh karena itu juga obat bahan alam
menjadi semakin populer dan penggunaannya meningkat tidak saja di negara sedang
berkembang seperti Indonesia, tetapi juga pada negara-negara maju misalnya Jerman dan
Amerika Serikat. pada tahun 2000 pasar dunia untuk obat herbal termasuk bahan baku
mencapai 43.000 juta dolar Amerika. Penjualan obat herbal ini pun meningkat dua kali lipat
antara tahun 1991-1994, dan antara 1994-1998 di Amerika Serikat.

Di Indonesia menurut survei nasional tahun 2000, didapatkan 15,6% masyarakat


menggunakan obat tradisional untuk pengobatan sendiri dan jumlah tersebut meningkat
menjadi 31,7% pada tahun 2001. Ada 10 jenis obat tradisional yang dapat digunakan berupa
obat tradisional buatan sendiri, jamu gendong maupun obat tradisional industri pabrik.

Pada tanaman obat yang mengandung bahan kimia memiliki kerja terapeutik termasuk
pada golongan metabolit sekunder. Pada umumnya metabolit sekunder pada tanaman juga
bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan terhadap serangga dan mikroorganisme dan
hanya dihasilkan oleh tanaman tertentu termasuk tanaman obat. Kandungan tanaman obat
yang aktif antara lain adalah alkaloid, flavonoid, minyak esensial, glikosida, tanin, saponin,
resin, dan terpen.

Saat ini sediaan fitofarmaka masih belum terlalu populer di kalangan masyarakat,
dibandingkan dengan jamu-jamuan dan obat herbal terstandar. Tapi pada dasarnya sediaan
fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari bahan-bahan alami.
Di dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka bisa juga diartikan sebagai sediaan jamu-jamuan
yang telah ditentukan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Oleh karena itu khasiat
dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif dar ipada sediaan jamu-jamuan
biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas.

4
Walaupun diraciknya sama-sama menggunakan bahan alami, Tetapi Fitofarmaka lebih
jauh mengungguli sediaan jamu biasa, bahkan sediaan ini juga sudah dapat disetarakan
dengan obat-obatan modern.

Hal ini disebabkan karena fitofarmaka telah melewati uji beberapa proses yang setara
dengan obat-obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah melewati uji standarisasi mutu,
baik dalam proses pembuatan maupun pengemasan produk, sehingga dapat diminum atau
digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat.

Selain itu juga sediaan fitofarmaka telah melewati beragam pengujian yaitu uji praklinis
seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dan lain-lain dengan menggunakan hewan percobaan dan
pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia.

2.1 Kriteria sediaan fitofarmaka

Fitofarmaka harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya :

1. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

2. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik.

3. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.

4. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

2.2 Tahap-Tahap Pengembangan dan Pengujian Fitofarmaka

1. Tahap Seleksi

Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas
sebagai berikut:
a. Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakit utama.
b. Jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasar
pengalaman pemakaian empiris sebelumnya.
c. Jenis obat asli yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan untuk
penyakit-penyakit yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya.

2. Tahap Biological Screening

a. Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke


khasiat terapetik (pra klinik in vivo).

5
b. Ada atau tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika
ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek keracunan
tersebut (pra klinik, in vivo).

3. Tahap Penelitian Farmakodinamik

a. Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem


biologis organ tubuh.
b. Pra klinik, in vivo dan in vitro.
c. Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk mengetahui
mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.

4. Tahap Pengujian Toksisitas

a. Toksisitas ubkronis
b. Toksisitas akut
c. Toksisitas khas / khusus

5. Tahap Pengembangan Sediaan (Formulasi)

a. Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan,


dan estetika untuk pemakaian pada manusia.
b. Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik, yakni :
1) Teknologi farmasi tahap awal
2) Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak, sediaan OA
3) Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA

6. Tahap Uji Klinik Pada Manusia

Ada 4 fase dalam uji klinik :


a. Fase 1 : Dilakukan pada sukarelawan sehat.
b. Fase 2 : Dilakukan pada kelompok pasien terbatas.
c. Fase 3 : Dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari fase 2
d. Fase 4 : Post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek
samping
yang tidak terkendali saat uji praklinik maupun saat uji klinik fase 1-
3.

6
2.3 Uji Klinik
Untuk dapat menjadi obat fitofarmaka maka obat tradisional atau obat herbal harus
dibuktikan dahulu khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat modern
maka uji klinik berbanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda yang merupakan desain uji
klinik baku emas.
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional atau obat herbal
tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji praklinik. Pada saat uji klinik obat tradisional
seperti halnya dengan uji klinik obat modern, maka prinsip etik uji klinik harus terpenuhi.
Sukarelawan juga harus mendapat keterangan yang lebih jelas mengenai penelitian dan
memberikan penjelasan dan persetujuan sebelum penelitian dilakukan. Standarisasi sediaan obat
merupakan hal yang paling penting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan dapat
direproduksi.

2.4 Contoh Sediaan Fitofarmaka


Beberapa contoh fitofarmaka yang beredar di indonesia :
1. Rheumaneer® Nyonya Meneer
2. Stimuno® Dexa Medica
3. Nodiar® Kimia Farma
4. Tensigard® Phapros
5. X-Gra® Phapros

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fitofarmaka merupakan sediaan obat berbahan alam yang telah dibuktikan khasiat dan
keamanannya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk
jadinya telah di standardisasi.
Fitofarmaka sudah melewati beberapa pengujian yaitu uji praklinis seperti uji toksisitas,
uji efektivitas, dan lain-lain dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis
yang dilakukan terhadap manusia. Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila
obat tradisional atau obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji
praklinik.
Beberapa contoh fitofarmaka yang beredar di indonesia diantaranya, yaitu : Rheumaneer®
Nyonya Meneer, Stimuno® Dexa Medica, Nodiar® Kimia Farma, Tensigard® Phapros dan
X-Gra® Phapros.

3.2 Saran
Melalui makalah ini saya berharap semoga makalah tentang Pembuatan Obat Tradisional
Menjadi Obat Fitofarmaka ini dapat sedikit dipahami oleh semua pembaca. Selain itu saya
sebagai pembuat makalah ini mohon maaf apabila masih terdapat kesalahan kesalahan dalam
penyusunan makalah ini untuk itu saya mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca untuk
memperbaiki kesalahan dari makalah ini.

8
9
Daftar Pustaka

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia. 1986.

Moeloek FA. 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectives and policies in Indonesia.
Jurnal Bahan Alam Indonesia

10

Anda mungkin juga menyukai