Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN OBAT TRADISIONAL

Pertimbangan Manfaat Dan Keamanan, Ekstraksi,

Standarisasi Bahan Baku, Ekstrak, Dan Produk Jadi,

Stabilitas Sediaan Serta Kontrol Kualitas Sediaan (IPC dan EPC)

Oleh:

KELOMPOK 1

LISNA F201902007

SURYANI F201902017

SUCI F201902010

INDRIANI TASRIM F201902023

NUR AFNI DELVIA AGRIA NINGSIH F201902020

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalama bagi pembaca.bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuki itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 20 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................

A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................

1. Manfaat Dan Keamanan Obat Tradisional.....................................................


2. Standarisasi Obat Tradisional........................................................................
3. Standarisasi Bahan Baku Obat Tradisional....................................................
4. Stabilitas Sediaan Serta Control Kualitas Sediaan (Ipc Dan Epc)
Obat Tradisional.............................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia kaya akan kekayaan tradisi baik yang tradisi yang tertulis
maupun tradisi turun-temurun yang disampaikan secara lisan. Hal ini
menandakan bahwa masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal
ilmu pengetahuan berdasarkan pengalaman sehari-hari mereka. Pengetahuan
tersebut antara lain perbintangan, arsitektur, pengobatan tradisional,
kesusasteraan, dan lain sebagainya.
Indonesia kaya akan pengetahuan mengenai pengobatan tradisional.
Hampir setiap suku bangsa di Indonesia memiliki khasanah pengetahuan dan
cara tersendiri mengenai pengobatan tradisional. Sebelum dituliskan ke dalam
naskah kuno, pengetahuan tersebut diturunkan secara turun-temurun melalui
tradisi lisan.
Menurut Djojosugito (1985), dalam masyarakat tradisional obat
tradisional dibagi menjadi 2 yaitu obat atau ramuan tradisional dan cara
pengobatan tradisional. Obat tradisional adalah obat yang turun-temurun
digunakan oleh masyarakat untuk mengobati beberapa penyakit tertentu dan
dapat diperoleh secara bebas di alam.
Perkembangan obat tradisional dan pengobatan tradisional saat ini
berkembang pesat sekali khususnya obat tradisional yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan. Hal ini bisa kita lihat semakin banyaknya bentuk-bentuk sediaan
obat tradisional dalam bentuk kemasan yang sangat menarik konsumen.
Perkembangan ini membuat Pemerintah atau instansi terkait merasa perlu
membuat aturan perundang-undangan yang mengatur dan mengawasi
produksi dan peredaran produk-produk obat tradisional agar masyarakat
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan khususnya masalah kesehatan.
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan
bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisionaldan Pendaftaran Obat Tradisional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa manfaat dan keamanan obat tradisional?
2. Apa yang dimaksud dengan standarisasi obat tradisional?
3. Apa yang dimaksud dengan standarisasi bahan baku obat tradisional?
4. Bagaimana stabilitas sediaan serta control kualitas sediaan (IPC dan EPC)
obat tradisional?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui manfaat dan keamanan obat tradisional.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan standarisasi obat
tradisional.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan standarisasi bahan baku
obat tradisional.
4. Untuk mengetahui stabilitas sediaan serta control kualitas sediaan (IPC
dan EPC) obat tradisional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Perkembangan selanjutnya obat tradisional kebanyakan berupa campuran
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga dikenal dengan obat herbal atau
obat bahan alam Indonesia. Obat Herbal atau Obat Bahan Alam Indonesia
adalah obat tradisonal yang diproduksi oleh Indonesia dan berasal dari alam atau
produk tumbuhan obat Indonesia.
Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul,
serbuk, cair, simplisia dan tablet, seperti gambar berikut ini :

Bentuk-bentuk sediaan ini saat ini sudah semakin aman dan terstandarisasi
serta dikemas dengan baik untuk menjaga keamanan dari sediaan atau produk sediaan
atau simplisia tanaman obat tradisional tersebut seperti gambar berikut ini:
Pada dasarnya setelah zat aktif tanaman obat diketahui pengembangan
selanjutnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Pengembangan Obat Modern
Pengembangan obat tradisional yang kandungan zat aktifnya cukup
besar (>2% ) sehingga mudah diisolasi dan dimurnikan. Isolat yang sudah
murni inilah siap dikembangkan menjadi obat modern yang siap
diresepkan oleh dokter yang kualitasnya mirip dengan bahan aktif obat
modern. Kadar bahan aktif besar sehingga tanaman obat dikatakan sebagai
sumber bahan obat/prekursor (single component)
b. Pengembangan Obat Tradisional
Pengembangan obat tradisional yang kandungan zat aktif kecil (<1%)
sehingga sulit diisolasi. Dalam hal ini kandungan kimianya akan banyak
jenisnya sehingga dapat dikatakan sebagai standarisasi ekstrak tanaman
obat (campuran galenik). Standarisasi dalam hal ini dapat dilakukan mulai
dari bahan baku obat sampai menjadi sedian Fitofarmaka. Ekstrak
terstandar (multikomponen/campuran bahan aktif) atau sediaan
fitofarmaka yang mengandung ekstrak terstandar yang berkhasiat,
terjamin kualitasnya, keamanannya serta kemanfaatan terapinya (jamu,
OHT dan fitofarmaka).
1. Manfaat dan Keamanan Obat Tradisional
Bangsa Indonesia secara turun temurun dari generasi ke generasi telah
mengenal dan juga menggunakan tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat
untuk menanggulangi masalah kesehatan. Bangsa Indonesia membuat obat
tradisonal dengan memanfaatkan bahan alam yang mana telah
terbukti dangan adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa),
dokumen Serat Primbon Jampi, dan relief candi Borobudur yang melukiskan
orang sedang meracik obat (jamu) yang mana bahan bakunya berasal dari
tumbuhan.
Di seluruh penjuru dunia, obat herbal telah dipercaya akan khasiatnya.
Menurut WHO, Negara-negara latin banyak memanfaatkan obat herbal
sebagai pelengkap pengobatan primer. Contohnya di Negara Afrika 80%
masyarakatnya untuk pengobatan primernya menggunakan
obat herbal (WHO, 2003).
Banyak faktor-faktor yang dapat mendorong peningkatan penggunaan
obat herbal pada Negara maju, diantaranya adalah ingin memiliki harapan
hidup yang lebih panjang, disamping itu juga tiap tahun obat herbal semakin
luas bagi kita untuk mengakses informasinya serta penggunaan
obat modern seperti obat kanker tidak jarang mengalami kegagalan adanya
efek samping (Shofiah Sumayyah dan Nada Salsabila,2017).
Pada umumnya penggunaan obat tradisional dinilai lebih aman
daripada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional
memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat modern.
Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional
Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara
tepat, yang meliputi :
 Kebenaran bahan
Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang
kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran
bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan.
Sebagai contoh lempuyang di pasaran ada beberapa macam yang
agak sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Lempuyang
emprit (Zingiber amaricans) memiliki bentuk yang relative lebih kecil,
berwarna kuning dengan rasa yang pahit. Lempuyang emprit ini
berkhasiat sebagai penambah nafsu makan.
Jenis yang kedua adalah lempuyang gajah (Zingiber zerumbet)
yang memiliki bentuk lebih besar dan berwarna kuning, jenis ini pun
berkhasiat sebagai penambah nafsu makan. Jenis yang ketiga adalah
lempuyang wangi (Zingiber aromaticum) yang memiliki warna agak
putih dan berbau harum. Tidak seperti kedua jenis lempuyang
sebelumnya, jenis ini memiliki khasiat sebagai pelangsing
(Sastroamidjojo S, 2001).
 Ketepatan dosis
Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak
bisa dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi,
seperti halnya resep dokter. Buah mahkota dewa, misalnya, hanya
boleh dikonsumsi dengan perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air.
Sedangkan daun mindi baru berkhasiat jika direbus sebanyak 7 lembar
dalam takaran air tertentu (Suarni, 2005).
Hal ini menepis anggapan bahwa obat tradisional tak memiliki
efek samping. Anggapan bila obat tradisional aman dikonsumsi
walaupun gejala sakit sudah hilang adalah keliru. Sampai batas-batas
tertentu, mungkin benar. Akan tetapi bila sudah melampaui batas,
justru membahayakan.
Takaran yang tepat dalam penggunaan obat tradisional
memang belum banyak didukung oleh data hasil penelitian. Peracikan
secara tradisional menggunakan takaran sejumput, segenggam atau
pun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran
yang lebih pastii dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara racun dan
obat dalam bahan tradisional amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat
tanaman obat bisa menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi
racun.
 Ketepatan waktu penggunaan
Kunyit diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri haid dan
sudah turun-temurun dikonsumsi dalam ramuan jamu kunir asam yang
sangat baik dikonsumsi saat datang bulan (Sastroamidjojo S, 2001).
Akan tetapi jika diminum pada awal masa kehamilan beresiko
menyebabkan keguguran. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan
waktu penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya
efek yang diharapkan.
 Ketepatan cara penggunaan
Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang
berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan
membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai
contoh adalah daun Kecubung jika dihisap seperti rokok bersifat
bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma. Tetapi jika diseduh
dan diminum dapat menyebabkan keracunan / mabuk (Patterson S, dan
O’Hagan D., 2002).
 Ketepatan telaah informasi
Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong
derasnya arus informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang
tidak didukung oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau
kajian yang cukup seringkali mendatangkan hal yang menyesatkan.
Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi
bahan membahayakan.
Contohnya, informasi di media massa meyebutkan bahwa biji
jarak (Ricinus communis L) mengandung risin yang jika dimodifikasi
dapat digunakan sebagai antikanker (Wang WX, et al., 1998). Risin
sendiri bersifat toksik / racun sehingga jika biji jarak dikonsumsi
secara langsung dapat menyebabkan keracunan dan diare (Audi J, et
al., 2005).
 Tanpa penyalahgunaan
Tanaman obat maupun obat tradisional relatif mudah untuk
didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong
terjadinya penyalahgunaan manfaat dari tanaman obat maupun obat
tradisional tersebut.
Contoh Jamu peluntur untuk terlambat bulan sering disalah
gunakan untuk pengguguran kandungan. Resiko yang terjadiadalah
bayi lahir cacat, ibu menjadi infertil, terjadi infeksi bahkan kematian.
 Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu
Dalam satu jenis tanaman dapat ditemukan beberapa zat aktif
yang berkhasiat dalam terapi. Rasio antara keberhasilan terapi dan
efek samping yang timbul harus menjadi pertimbangan dalam
pemilihan jenis tanaman obat yang akan digunakan dalam terapi.
Contoh, daun Tapak dara mengandung alkaloid yang
bermanfaat untuk pengobatan diabetes. Akan tetapi daun Tapak dara
juga mengandung vincristin dan vinblastin yang dapat menyebabkan
penurunan leukosit (sel-sel darah putih) hingga ± 30%., akibatnya
penderita menjadi rentan terhadap penyakit infeksi (Bolcskei H, et al.,
1998).
2. Standarisasi Obat Tradisional
Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu
persyaratan yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas
farmasetik maupun terapetik. Dalam upaya standardisasi tersebut perlu
ditentukan persyaratan standard yang diharuskan Peraturan dan Perundang-
undangan yang berlaku. Pada pelaksanaan standardisasi perlu juga dilakukan
dengan berbagai macam metode (pengujian multifaktorial). Standardisasi
suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah sulit bila senyawa aktif
yang berperan telah diketahui dengan pasti. Pada prinsipnya standardisasi
dapat didasarkan atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif maupun atas
dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif belum diketahui dengan pasti).
Bila digunakan senyawa karakter pada upaya standardisasi, maka
dalam hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat membantu menentukan kualitas
bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah spesifik dan
digunakan selama senyawa aktif belum diketahui dengan pasti. Standardisasi
dapat dilakukan secara fisika, kimia, maupun biologik.
Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat
dilakukan mulai dari bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari
proses penanamansehingga akan terwujud suatu homogenoitas bahan baku).
Berdasarkan hal inilah standarisasi obat tradisional dikelompokkan menjadi 3
kelompok yaitu :
a. Standarisasi bahan
Sediaan (simplisia atau ekstrak terstandar/bahan aktif diketahui
kadarnya).
b. Standarisasi produk
Kandungan bahan aktif stabil atau tetap.
c. Standarisasi proses
Metoda, proses dan peralatan dalam pembuatan sesuai dengan
CPOBT.
Dalam standarisasi ada beberapa parameter yang harus diukur atau
dianalisis agar bahan obat atau sediaan obat dapat dijamin keamanannya bagi
konsumen atau masyarakat pengguna dan sesuai dengan Farmakope
Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia.
Adapun parameter- parameter tersebut dikelompokkan menjadi dua
yaitu :
 Parameter non spesifik : berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan
fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas,
meliputi : kadar air, cemaran logam berat, aflatoksin, dll
 Parameter spesifik : berfokus pada senyawa atau golongan senyawa
yang bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis
kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif
terhadap senyawa aktif.
Pada pelaksanaan standardisasi tersebut perlu pula dilakukan dengan
berbagai macam metode (pengujian multifaktorial). Adapun persyaratan yang
harus dikontrol dalam standarisasi ini diantaranya adalah :
a. Sifat sediaan obat
Penggunaan simplisia atau ekstrak kering sebagai bahan obat,
harus diperhatikan kelarutannya, hal ini dipengaruhi oleh derajad
kehalusan partikel. Hal ini dapat dilakukan dengan metoda uji
mempergunakan berbagai macam ayakan atau banyaknya partikel per
satuan luas secara mikroskopis). Secara organoleptis tentang warna
dan bau (uji rasa dilakukan bila telah dipastikan bahwa sediaan tidak
toksik). Pengujian warna sediaan didasari atas warna pembanding
ekstrak standard atau suatu zat pembanding tertentu. Pada pengujian
warna tersebut dapat dipergunakan metode spektrofotometri pada
panjang gelombang tertentu.
b. Pengujian identitas.
Pengujian identitas sangat penting dilakukan untuk mengetahui
zat atau senyawa yang mempunyai efek bioaktivitas farmakologis dari
sediaan atau bahan obat. Penentuan atau pengujian secara kualitatif
dapat dilakukan dengan screening fitokimia terhadap senyawa
metabolit sekundernya (golongan senyawa aktif tanaman) dengan
mempergunakan reaksi-reaksi pengendapan maupun reaksi-reaksi
warna dengan pereaksi-pereaksi tertentu atau menggunakan metode
kromatografi.
c. Pengujian kemurnian ekstrak/sediaan
Uji kemurnian dilakukan untuk melihat cemaran-cemaran atau
senyawa-senyawa ikutan yang diakibatkan dari proses pembuatan dari
tahap awal sampai tahap akhir. Adanya cemaran atau senyawa ikutan
ini dapat disebabkan karena kadar air yang melebihi standar yang
dapat menyebabkan terjadinya reaksi enzimatis atau reaksi hidrolisis
terhadap metabolit sekunder sehingga nantinya dapat mempengaruhi
efek farmakologis dari metabolit sekunder tersebut.
d. Kadar air
Salah satu prasyarat kemurnian dan kontaminasi dari sediaan
obat adalah penetapan kadar airnya. Kadar air yang tidak sesuai
dengan standar dapat mempengaruhi kualitas herbal karena air
merupakan salah satu media tumbuhnya mikroorganisme. Adanya
mikroorganisme (seperti : jamur ataupun bakteri) dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan metabolit sekunder aktif dari sediaan obat
tersebut karena terjadinya reaksi enzimatis atau reaksi hidrolisis
terhadap metabolit sekunder sehingga nantinya dapat mempengaruhi
efek farmakologis dari metabolit sekunder tersebut.
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa metode
tergantung pada senyawa kimia didalamnya seperti misalnya dengan
oven biasa, piknometer, titrasi dan destilasi. Kalau dalam sediaan
diduga ada minyak atsiri, penentuan kadar air biasanya dapat
dilakukan dengan metoda destilasi.

e. Logam berat
Kadar logam berat perlu ditentukan untuk menghindari efek
yang tidak diinginkan. Untuk keperluan ini dapat digunakan kadar
logam berat secara total maupun secara individual (Spektrofotometer
Serapan Atom).
f. Senyawa logam
Sediaan simplisia atau ekstrak tanaman obat dapat tercemar
dengan senyawa-senyawa logam (anorganik) pada saat budidaya atau
selama proses penyiapannya. Adanya senyawa-senyawa logam ini
dapat dilakukan pengujian tentang kadar abu atau kadar abu sulfat.
g. Kontaminan alkali dan asam
Pengujian terhadap kontaminan tersebut penting, bila
berpengaruh terhadap stabilitas ekstrak. Prosedur yang sederhana
adalah dengan mengukur pH sediaan dalam bentuk larutan dalam air
atau suspensi. Untuk kepertluan tersebut dapat digunakan kertas
indikator maupun pH meter (pH meter merupakan alat yang lebih
cocok bila dibanding dengan kertas indikator, karena warna kertas
indikator dapat terpengaruh dengan warna dari sediaan).
h. Susut pengeringan.
Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur
105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan
sebagai nilai persen. Dalam hal tertentu (jika simplisia atau ekstrak
tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap)
maka hasil pengukuran identik dengan kadar air.
i. Kadar residu pestisida
Kandungan sisa pestisida baik itu organo klor atau organo
fosfat atau karbaril atau pestisida lain kemungkinan ada dalam
sediaan. Hal ini diduga akibat pencemaran pada saat budidaya, panen
atau pasca panen dari tanaman obat tersebut. Kandungan cemaran
pestisida dapat diukur dengan spektroskopi, GC, HPLC dan GC-MS.
j. Cemaran mikroba
Adanya cemaran mikroba diduga terjadi pada saat penyiapan
bahan (pengeringan) atau pada saat pembuatan. Identifikasi adanya
mikroba yang patogen dilakukan secara analisis mikrobiologis seperti
misalnya dengan metoda difusi agar.
k. Cemaran Kapang, khamir, dan aflatoksin.
Adanya cemaran mikroba diduga terjadi pada saat budidaya,
panen, proses pengeringan atau selama proses pembuatan. Analisis
adanya cemaran jamur secara mikrobiologis dan adanya aflatoksin
dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis atau metoda difusi
agar.
l. Parameter sepsifik
Parameter ini meliputi :
- Identitas ekstrak (nama ekstrak, nama latin tumbuhan,
bagian tumbuhan Yang digunakan, nama Indonesia, dan
senyawa aktif yang bertanggung jawab dalam aktivitas
dalam ekstrak tersebut),
- Uji toksisitas dan organoleptik (bentuk, warna, bau, dan
rasa),
- Kelarutan senyawa aktif dalam pelarut tertentu.
3. Standarisasi Bahan Baku Obat Tradisional
Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan dalam pengobatan
tradisional atau pengobatan alternatif dapat berupa :
a. Bahan Mentah atau Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai
obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga. Simplisia
dapat berupa bahan segar atau serbik kering yang sesuai dengan
standar farmakope. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
- Simplisia nabati
adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel
yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan
cara tertentu dikeluarkan dari selnya,
- Simplisia hewani
adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagianhewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni.
- Simplisia pelikan atau mineral
adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Bentuk simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau
diformulasi. Kualitas atau mutu simplisia dalam bentuk serbuk kering
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti misalnya saat pemanenan,
tempat tumbuh, kehalusan serbuk dan tahapan-tahapan pembuatan
serbuk. Karena hal ini akan mempengaruhi kandungan kimia aktif
dari simplisia tersebut. Kandungan kimia bahan baku yang berupa
glikosida, alkaloid, minyak atsiri, karbohidrat, flavonoid, steroid,
saponin dan tanin, mudah terurai karena berbagai hal seperti suhu,
keasaman, sinar matahari, kelembaban, kandungan anorganik tempat
tumbuh dan mikroorganisme pengganggu. Adanya masalah tersebut
maka standardisasi sangat diperlukan agar produk yang dihasilkan
seragam dari waktu ke waktu.
Ukuran bahan baku atau kehalusan serbuk simplisia akan
mempengaruhi proses pembuatan ekstrak, karena semakin halus
serbuk akan memperluas permukaan dan semakin banyak bahan aktif
tanaman tertarik pada pelarut pengekstraksi. Serbuk dibuat dengan
alat yang sesuai dan derajat kehalusan tertentu karena alat yang
dipergunakan dalam pembuatan serbuk juga dapat mempengaruhi
mutu ekstrak atau mutu kandungan kimia aktif.
b. Bahan Baku Ekstrak tanaman obat
Ekstrak dapat cairan segar, ekstrak atau rebusan, tingtur,
galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup,
keduanya seperti obatobat tradisional dan modern.
Sediaan obat dalam bentuk ekstrak (monoekstrak) mengandung
camapuran senyawa kimia yang kompleks. Masing-masing
komponen senyawa mempunyai efek farmakologis yang berbeda-
beda dengan efek yang ditimbulkan secara keseluruhan. Komponen
senyawa aktif yang terkandung dalam suatu sediaan ekstrak tanaman
obat dapat dibedakan atas :
- Senyawa aktif utama,
- Senyawa akti sampingan,
- Senyawa ikutan (antara lain: selulosa, amilum, gula, lignin,
protein, lemak).

Keseluruhan senyawa tersebut di atas akan berperan sehingga


menimbulkan efek farmakologis secara keseluruhan baik secra
sinergis maupun antagonis. Golongan senyawa yang aktivitasnya
dominan disebut senyawa aktif utama (hanya pada beberapa sediaan
saja dapat diterangkan; terutama pada senyawa-senyawa aktif
yang sudah benar-benar diketahui).

Sediaan ekstrak dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu :

1. Destilasi uap dan pemisahan minyak atsiri


2. Destilasi fraksional minyak atsiri
3. Ekstraksi dengan metoda maserasi
4. Ekstraksi dengan metoda Perkolasi
5. Ekstraksi dengan metode Soxhlet.
6. Ekstraksi dengan metoda refluk
Ekstrak cair yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan
rotary epavourator sehingga diperoleh ekstrak kental atau kering
yang dengan teknologi farmasi atau formulasi dapat dibuat bentuk-
bentuk sediaan ekstrak seperti misalnya tablet, capsul dan lain-lain.

Formulasi, bentuk sediaan dan bentuk kemasan Obat Tradisonal


Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 51/2009 tentang sediaan obat
dan Permenkes RI No.760, 1992, formulasi farmasetik, sediaan dan kemasan
obat tradisional dengan obat modern adalah sama hanya berbeda dalam hal
bahan baku. Formulasi harus mengikuti aturan Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOB) atau mengikuti aturan GMP (Good
Mnufacturing Practicese untuk menjamin keamanan produknya.
4. Stabilitas Sediaan Serta Control Kualitas Sediaan (IPC Dan EPC) Obat
Tradisional
1. In-Process Control (Pengawasan Selama Proses)
In-Process Control (Pengawasan Selama Proses) merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat,
prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau
pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk
hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh
kepala bagian manajemen mutu ( pemastian mutu) dan hasilnya dicatat.
Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan
memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi
penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan.
Prosedur tertulis untuk pengawasan selama-proses hendaklah dipatuhi.
Prosedur tersebut hendaklah menjelaskan titik pengambilan sampel,
frekuensi pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil, spesifikasi
yang harus diperiksa dan batas penerimaan untuk tiap spesifikasi.
Disamping itu, pengawasan selama proses hendaklah mencakup, tapi
tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:
a) Semua parameter produk, volume atau jumlsh isi produk hendaklah
diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau
pengemasan, dan
b) Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan
dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya
dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan
yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan Induk.

Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil


sampel pada awal, tengah dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk.
Hasil pengujian/inspeksi selama proses hendaklah dicatat, dan dokumen
tersebut hendaklah menjadi bagian dari catatan bets.
Spesifikasi pengawasan selama proses (In-process Control) hendaklah
konsisten dengan spesifikasi produk. Spesifikasi tersebut hendaklah
berasal dari hasil rata-rata proses sebelumnya yang diterimah dan bila
mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan dengan
menggunakan metode statistis yang cocok bila ada.
Semua pengawasan-selama- proses termasuk yang dilakukan diarea
produksi oleh personil produksi, hendaklah dilakukan menurut metode
yang disetujui oleh bagian pengawasan mutu dan hasilnya dicatat. Semua
pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama proses (In
process Control) lain serta validasi.
Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses
pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan
pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi
semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan hasil pengujian
dan atau pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi
termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang
telah ditetapkan. Pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan
pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
Pemeriksaan yang dilaksanakan selama proses produksi untuk
memonitor dan bila perlu melakukan penyesuaian parameter proses untuk
memastikan produk memenuhi persyaratan spesifikasi. Pemeriksaan
lingkungan dan peralatan dapat dianggap sebagai bagian dari pengawasan
selama proses. Obat tradisional tidak dijual atau didistribusikan sebelum
kepala manajemenmutu (pemastian mutu) menyatakan bahwa tiap bets
produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam izin edar dari perarturan lain yang berkaitan dengan
aspek produksi, pengawasan mutu, dan pelulusan obat tradisional.
2. End- Process Control (Evaluasi sediaan Akhir)
Evaluasi sediaan akhir (End Process Control), merupakan evaluasi
berkala mutu obat tradisional dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses
dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan. Pada tahap
evaluasi sediaan akhir yaitu evaluasi sediaan akhir meliputi evaluasi
umum yakni organoleptik, keseragaman ukuran, kekerasan
friabilitas/friksibilitas, keseragaman bobot, keseragaman kandungan dan
laju disolusi, sedangkan evaluasi khusus yakni waktu pembahasan dan
rasio absorbsi air serta waktu hancur (Rahchmawati, 2011).
Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui serta dilakukan
evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi
proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
Pengaturan tersedia untuk evaluasi prospektif terhadap perubahan yang
direncanakan dan persetujuan terhadap perubahan sebelum
diimplementasikan dengan memerhatikan notifikasi dan dimana
diperlukan persetujuan dari otorita yang berwenang. Setelah pelaksanaan
perubahan evaluasi dilakukan untuk mengkonfirmasi pencapaian sasaran
mutu dan bahwa tidak terjadi dampak merugikan terhadap mutu produk.
Penilaian produk mencakup kajian dan evaluasi terhadap dokumen
produksi yang relevan, sesuai dengan spesifikasi produk jadi dan
pemeriksaan produk dalam kemasan akhir serta penilaian penyimpangan
dari prosedur yang ditetapkan. Serta pada proses evaluasi tersedia proses
inpeksi diri dan atau audit mutu yang mengevaluasi efektivitas dan
penerapan sistem mutu industri obat tradisional secara berkala.
Pada standar obat tradisional todak boleh ada bahan yang diluluskan
atau digunakan sebelum dilakukakan evaluasi lengkap dengan hasil
memuaskan oleh unit mutu kecuali terdapat sistem yang tepat yang
memungkinkan untuk penggunaan semacam itu atau penggunaan bahan
baku atau produk antara sambil menunggu penyelesaian evaluasi.
Persetujuan pemasok hendaklah mencakup evaluasi yang memberikan
bukti yang cukup (misal:riwayat mutu masa lalu (past quality history)
bahwa pabrik pembuat dapat secara konsisten menyediakan bahan yang
memenuhi spesifikasi. Bahan awal hendaklah direevaluasi sebagaimana
mestinya untuk menentukan kesesuaian penggunaan (misal:setelah
penyimpanan yang lama atau pemaparan terhadap panas atau
kelembaban).

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.
2. Manfaat dan keamanan obat tradisional yaitu seperti yang diketahui
Bangsa Indonesia secara turun temurun dari generasi ke generasi telah
mengenal dan juga menggunakan tanaman yang dimanfaatkan sebagai
obat untuk menanggulangi masalah kesehatan. Bangsa Indonesia
membuat obat tradisonal dengan memanfaatkan bahan alam yang
mana telah terbukti dangan adanya naskah lama pada daun lontar
Husodo (Jawa), dokumen Serat Primbon Jampi, dan relief candi
Borobudur yang melukiskan orang sedang meracik obat (jamu) yang
mana bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Pada umumnya
penggunaan obat tradisional dinilai lebih aman daripada penggunaan
obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek
samping yang relatif lebih sedikit daripada obat modern.
3. Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu
persyaratan yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap
kualitas farmasetik maupun terapetik. Dalam upaya standardisasi
tersebut perlu ditentukan persyaratan standard yang diharuskan
Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku. Pada pelaksanaan
standardisasi perlu juga dilakukan dengan berbagai macam metode
(pengujian multifaktorial). Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak
atau simplisia) tidaklah sulit bila senyawa aktif yang berperan telah
diketahui dengan pasti. Pada prinsipnya standardisasi dapat didasarkan
atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif maupun atas dasar
senyawa karakter (bila senyawa aktif belum diketahui dengan pasti).
4. Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat
dilakukan mulai dari bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai
dari proses penanamansehingga akan terwujud suatu homogenoitas
bahan baku). Berdasarkan hal inilah standarisasi obat tradisional
dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu : standarisasi bahan,
standarisasi produk, dan standarisasi proses.
5. Standarisasi Bahan Baku Obat Tradisional Tanaman atau bahan baku
yang dipergunakan dalam pengobatan tradisional atau pengobatan
alternatif dapat berupa : Bahan mentah atau simplisia dan bahan baku
ekstrak tanaman obat.
6. Stabilitas sediaaan serta control kualitas sediaan IPC In-Process
Control (Pengawasan Selama Proses) merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat,
prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian
atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets
produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah
disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu ( pemastian mutu) dan
hasilnya dicatat. Pemeriksaan yang dilaksanakan selama proses
produksi untuk memonitor dan bila perlu melakukan penyesuaian
parameter proses untuk memastikan produk memenuhi persyaratan
spesifikasi. Pemeriksaan lingkungan dan peralatan dapat dianggap
sebagai bagian dari pengawasan selama proses.
7. Stabilitas sediaaan serta control kualitas sediaan EPC (End Process
Control) (Evaluasi sediaan Akhir) merupakan evaluasi berkala mutu
obat tradisional dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan
memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap satu bahan baku obat
tradisional atau bahan baku ekstrak tanaman obat sehingga dapat
dilakukan pengujian secara langsung mengenai stabilitas sediaan control
kualitas sediaan IPC dan EPC agar dapat mengetahui lebih pasti dan
melihat prosesnya secara langsung.

DAFTAR PUSTAKA
Abel G, 1987, Chromosome-damaging effect of beta-asaron on human lymphocytes,
Planta Med.,53(3): 251-3.

Audi J, Belson M, Patel M, Schier J, Osterloh J., 2005, Ricin poisoning: a


comprehensive review, J American Medical Association, 294 (18): 2342-51.

Basch E, Gabardi S, Ulbricht C, 2003, Bitter melon (Momordica charantia): a review


of efficacy and safety, Am J Health Syst Pharm., 60(4): 356-9.

Bolcskei H, Szantay C Jr, Mak M, Balazs M, Szantay C, 1998, New


antitumor derivatives of vinblastine, Acta Pharm Hung., 68(2): 87-93.

BPOM RI, Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, h t t p : / / p o


m . g o. i d / p u b l i c / h u k u m _ p e r u n d a n g a n / p d f / SK
%20CPOTB(1).pdf, diakses Desember 2005.

Chamorro G, Salazar M, Tamariz J, Diaz F, Labarrios F., 1999, Dominant lethal


study of alphaasarone in male and female mice after sub-chronic treatment.,
Phytother Res., 13(4): 308-11.

Fang Y, Li L, Wu Q, 2003, Effects of beta-asaron on gene expression


in mouse brain, Zhong Yao Cai, 26(9):650-2.

Garduno L, Salazar M, Salazar S, Morelos ME, Labarrios F,


Tamariz J, Chamorro GA, 1997, Hypolipidaemic activity of alpha asarone in mice, J
Ethnopharmacol, 55(2):161-3.

Girini MM, Ahamed RN, Aladakatti RH, 2005, Effect of graded doses
of Momordica charantia seedextract on rat sperm: scanning electron microscope
study, J Basic Clin Physiol Pharmacol., 16(1): 53-66.
Grover JK, Yadav SP, 2004, Pharmacological actions and potential uses of
Momordica charantia: a review, J Ethnopharmacol., 93(1): 123-32.

I Made Oka Adi Parwata. 2017. Obat Tradisional. Jurusan Kimia Laboratorium
Kimia Organik Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Udayana

Kompas, BPOM Pekanbaru Tarik 9.708 Kotak Obat Tradisional


dari Peredaran, http://kompas. co.id/kompas-cetak/0305/11/Fokus/ 306422.htm -
42k , edisi 31 Mei 2003, diakses Desember 2005.

Lopez ML, Hernandez A, Chamorro G, Mendoza-Figueroa T, 1993,


alpha-Asarone toxicity in longterm cultures of adult rat hepatocytes, Planta Med.,
59(2):115-20. Lord MJ, Jolliffe NA, Marsden CJ, Pateman CS, Smith DC, Spooner
RA, Watson PD,

Permenkes RI. 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2020.
Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. Jakarta

Roberts LM., 2003, Ricin. Mechanisms of cytotoxicity, Toxicol Rev., 22(1):53-64.


Lu Y, Hou SX, Chen T., 2003, Advances in the study of vincristine: an anticancer
ingredient from Catharanthus roseus, Zhongguo Zhong Yao Za Zhi., 28(11):1006-9

astroamidjojo S, 2001, Obat Asli Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta,


170.

Suarni, 2005, Tanaman Obat tak Selamanya Aman, http://pikiranrakyat.com, 11


September 2005

Shofiah Sumayyah, Nada Salsabila. 2017. Obat Tradisional : Antara Khasiat dan
Efek Sampingnya. Majalah Farmasetika, Vol.2 No.5, 2017

Anda mungkin juga menyukai