KEPERAWATAN KOMPLEMENTER
Dosen :
Oleh : Kelompok 1
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Konsep Obat Herbal, Obat Tradisonal, dan Suplemen Herbal” ini dengan
baik meskipun masih ada kekurangan didalamnya. Kami mengucapkan terima kasih
kepada dosen pemimbing yang telah membantu kami, sehingga kami mengerjakan
makalah ini dengan lebih mudah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang juga membantu kelompok kami dalam penyelesaian makalah ini
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Konsep Obat Herbal, Obat Tradisonal,
dan Suplemen Herbal”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................5
1.4 Manfaat ............................................................................................................6
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................50
3.2 Saran...............................................................................................................50
DAFAR PUSTAKA..............................................................................................51
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
lebih dari 200 juta jiwa, sesungguhnya potensi pasar bagi produk jamu ataupun
obat tradisional amatlah besar. Terlebih lagi, saat ini tampak ada kecenderungan
hidup sehat pada masyarakat kelas menengah atas untuk menggunakan produk
berasal dari alam (back to nature). Saat ini masalah dalam pengembangan obat
bahan alam di antaranya kurang pembuktian keamanan dan khasiat obat tersebut,
sehingga tidak memenuhi criteria untuk dapat diterima dan digunakan dalam
pelayanan kesehatan.
Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal
dari alam (tumbuhan dan hewan). Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi
3 jenis yaitu jamu, jamu herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu (Empirical
based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara
tradisional, misalnya dalambentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi
seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan
secara tradisional.
Obat Herbal Terstandar ( Standarized based Herbal Medicine) merupakan
obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam,
baik tanaman obat, binatang, maupun mineral (Lestari, 2007). Dalam proses
pembuatan obat herbal standar ini dibutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan
lebih mahal daripada Universitas Sumatera Utara pembuatan jamu.Tenaga kerja
yang dibutuhkan pun harus di dukung dengan keterampilan dan pengetahuan
membuat ekstrak. Obat herbal ini umumnya ditunjang oleh pembuktian ilmiah
berupa penelitian praklinis. Penelitian ini meliputi standarisasi kandungan
senyawa berkhasiat dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang
higenis, serta uji toksisitas akut maupun kronis.
1.3 Tujuan
5
2. Mampu memahami pengembangan obat tradisional atau bahan alam
indonesia
3. Mampu memahami pengelompokan obat tradisional
4. Mampu memahami perundang-undangan dalam obat tradisional
5. Mampu memahami bahan baku obat tradisional
6. Mampu memahami macam-macam obat tradisional
7. Mampu memahami menegelompokan obat tradisional dan jenis obat
tradisional
8. Mampu memahami pengertian terapi herbal
9. Mampu memahami konsep pengobatan terapi herbal
10. Memahami macam-macam obat herbal
11. Mampu memahami konsep pengobatan terapi herbal
12. Mampu memahami keuntungan pengobatan terapi herbal
13. Mampu memahami kerugian pengobatan herbal
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan
bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
7
Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul,
serbuk, cair, simplisia dan tablet, seperti gambar berikut ini :
Serta dikemas dengan baik untuk menjaga keamanan dari sediaan atau
produk sediaan atau simplisia tanaman obat tradisional tersebut seperti gambar
berikut ini:
8
4. Obat Tradisional Lisensi adalah obat tradisional asing yang diproduksi
oleh suatu Industri obat tradisional atas persetujuan dari perusahaan yang
bersangkutan dengan memakai merk dan nama dagang perusahaan
tersebut.
5. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang digunakan
dengan cara mencoletkan pada dahi.
6. Parem adalan obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau bubur yang
digunakan dengan cera melumurkan pada kaki dan tangan atau pada
bagian tubuh lain.
7. Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk, padat pasta atau bubur yang
digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut.
8. Sediaan Galenik adalah ekrtaksi bahan atau campuran bahan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
9. Bahan tambahan adalah zat yang tidak berkhasiat sebagai obat yang
ditambahkan pada obat tradisional untuk meningkatkan mutu, termasuk
mengawetkan, memberi warna, mengedapkan rasa dan bau serta
memantapkan warna, rasa, bau ataupun konsistensi.
9
3. Usada Bali
4. Atlas tumbuhan obat Indonesia (Dalimarta)
5. Tumbuhan Obat Indonesia (Hembing)
6. Tumbuhan Berguna Indonesia (Heyne)
10
b. Agroindustri Tanaman Obat / Budidaya Tanaman Obat
Tanaman obat biasanya digunakan persediaan untuk obat tradisional
dan bahan penghasil obat modern. Ketersediaan tanaman obat dalam jumlah
yang cukup atau memadai dengan kualitas yang cocok / tepat perlu dijaga
dalam jangka waktu yang panjang karena sering merupakan faktor penentu
dalam keberhasilan industri obat herbal baik yang masih berupa jamu, Obat
Herbal Terstandarisasi maupun Fitofarmaka. Faktor lain yang dapat
menentukan keberhasilan industri obat herbal adalah kualitas obat yang
ditentukan oleh lingkungan alam dimana tanaman obat tersebut tumbuh.
Hal ini merupakan bukti kuat bahwa kandungan kimia tanaman obat sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik maupun abiotik, letak geografis
dan musim atau waktu panen.
Berdasarkan permasalahan ketersediaan tanaman obat ini, tidak ada
industri obat, baik itu industri obat modern ataupun obat-obat tradisional
dapat dibangun berdasarkan pertumbuhan alami tanaman dalam persediaan
yang sedikit dan bahaya dari berkurangnnya spesies. Selanjutnya, mungkin
tidak akan ada perbaikan kualitas varietas tanaman kecuali jika dilakukan
pembudidayaan atau agroindustri tanaman obat. Oleh karena itu yang
terpenting adalah menentukan kriteria bagi kualitas tanaman, dan
memastikan bahwa tanaman hasil budidaya memenuhi standard baku
Peraturan Perundangan, Good Manufacturing Product (GMP) atau Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Agroindustri tanaman obat khususnya dikembangkan budidaya
tanaman obat agar mudah didapat dan tidak mengalami kelangkaan. Khusus
bagi tanaman yang hampir langka perlu adanya pengembangan budidaya
melalui kultur jaringan dan selanjutnya dikembangkan di lapangan.
Pemanfaatan tanaman obat di Indonesia pada saat ini semakin
meningkat baik dipergunakan langsung oleh masyarakat maupun industri
kecil maupun besar. Pemanfaatan ini diperlukan upaya untuk
pembudidayaan nya. Tanaman obat harus dibudidayakan secara alami atau
ramah lingkungan, harus bebas dari bahan-bahan kimia sehingga
budidayanya pun harus secara organik. Tanaman obat lebih berkhasiat jika
digunakan dalam keadaan segar. Hal ini dapat disiasati dengan
menanamnya dalam sekala kecil di pekarangan rumah atau yang lebih
11
dikenal dengan TOGA, tanaman obat juga dapat sebagai sumber oksigen
dan sumber bahan makanan. Untuk menghindari akibat negatif dari
pemanfaatan tanaman obat bagi penderita penyakit, maka pemilihan jenis
dan bahan tanaman obat harus secara baik dan benar sesuai indikasi
penyakit.
Pengembangan agroindustri tanaman obat di Indonesia memiliki
prospek yang baik. Secara alamiah Indonesia dikaruniai keanekarabaman
hayatidan merupakan salah satu megacentre utama keanekaragaman
hayati dunia. Dengan sekitar 40.000 jenis tumbuhan. Berdasarkan hasil
penelusuran hampir 1000 jenis tanaman / tumbuhan secara turun temurun
dipergunakan sebagai obat tradisional. Ketersediaan bahan baku obat
(simplisia) yang melimpah ini sangat mendukung pengembangan Industri
Kecil Obat Tradisional (IKOT) dengan memformulasikannya menjadi
obat tradisional dalam bentuk bentuk kemasan yang aman dan
terstandarisasi berdasakan peraturan dan perundangan yang berlaku di
Indonesia.
Peningkatan konsumsi obat tradisional di Indonesia semakin
meningkat, hal ini dapat dilihat dari perkembangan industri obat
tradisional yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997
di Indonesia terdapat 429 buah IKOT dan 20 buah Industri Obat
Tradisional (IOT). Pada tahun 1999, meningkat menjadi 833 buah IKOT
dan 87 buah IOT.
Setelah dibudidayakan sebanyaknya perlu dikembangkan lebih
lanjut teknologi kimia dan proses dan selanjutnya melalui teknologi
farmasi dan kedokteran baik melalui eksplorasi sumber daya alam
tanaman obat asli Indonesia melalui penelitian, uji bioaktivitasnya,
pembuatan sediaan fitofarmakanya dan standarisasi bahan-bahan /
simplisia sehingga warisan turun temurun yang digunakan oleh nenek
moyang dapat dikembangkan secara ilmiah atau medis.
12
1000 jenis tanaman/tumbuhan secara turun temurun dipergunakan sebagai
obat tradisional.
Setiap tumbuhan berinteraksi dengan organisme lain dan mengalami
evolusi. Dalam proses interaksi dan evolusi ini, secara prinsip akan terjadi
proses adaptasi untuk mempertahankan keberadaan atau kelangsungan
hidup masing-masing species dari pengaruh lingkungannya. Dalam proses
adaptasi ini masing-masing species secara alamiah dilengkapi dengan
kemampuan untuk melakukan metabolisme sekunder dengan
menggunakan metabolit primer (hasil metabolisme primer) sebagai
precursor untuk biosintesis metabolit sekunder (sebagai hasil dari
metabolisme sekunder).
Seperti misalnya flavonoid dalam biositesisnya berasal dari jalur
sikimat dan jalur asetat malonat. Metabolit sekunder itu diantaranya adalah
flavonoid, steroid, alkaloid, terpenoid, saponin dan lain-lain. Berdasarkan
beberapa penelitian metabolit sekunder inilah yang aktif sebagai bahan
obat. Sebagai contohnya flavonoid dalam meniran dapat dipergunakan
sebagai imunostimulan. Flavonoid pada temu kunci dapat dipergunakan
sebagai bahan obat untuk menghambat pertumbuhan sel kanker payudara.
Melalui teknologi kimia dan proses, obat tradisional dapat
dikembangkan agar diperoleh bahan baku obat yang terstandarisasi atau zat
kimia baru sebagai “lead compounds” untuk pengembangan obat modern
melalui eksplorasi sumber daya alam atau bahan aktif tanaman obat
tradisional. Eksplorasi sumber daya alam atau bahan aktif tanaman obat
tradisional dapat dilakukan dengan cara :
1. Ektraksi bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut. (Etnomedisine)
2. Uji farmakologis awal ekstraks
3. Skrining fitokimia (Uji Kandungan Metabolit Sekunder : Terpen,
Steroid,Flavonoid,Senyawa Fenol, Alkaloid)
4. Isolasi bahan aktif dan penetapan struktur
5. Standarisasi sediaan fitofarmaka
6. Uji farmakologis lanjut isolat
7. Modifikasi struktur (QSAR)
8. Teknologi preformulasi untuk uji klinik selanjutnya (1,2,3,4)
13
Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini adalah ekstraksi
bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut berdasarkan warisan turun-
temurun tentang obat tradisional, sehingga terbentuk bank ekstrak.
Selanjutnya dilakukan Uji farmakologis dari ekstrak tersebut baik ekstrak
tunggalmaupun campuran ekstrak. Uji farmakologis ini dapat dilakukan
berdasarkan formula-formula yang sudah biasa dilakukan di masyarakat
dalam pengobatan tradisional atau formula-formula yang telah dibukukan,
seperti pada Buku Usada Bali Taru Premana, Ayur Veda, Cabe Puyang
Warisan Nenek Moyang dan lain-lain.
Uji farmakologis ini merupakan uji awal untuk keaktifan suatu
ekstrak tanaman obat. Setelah terbukti aktif selanjutnya dilakukan
skreening fitokimia atau kandungan kimia dari ekstrak aktif tersebut.
Kandungan kimia dari ekstrak aktif ini diisolasi atau dipisahkan senyawa-
senyawanya sehingga dapat diketahui seberapa besar kandungan kimia dan
selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan obat. Kalau kandungan
kimianya cukup besar (>2%), maka ekstrak ini dapat dikembangkan
sebagai obat modern, kalau kandungannya kecil maka ekstrak ini dapat
dikembangkan sebagai obat herbal terstandarisasi dan fitofarmaka.
Kandungan kimia yang cukup besar dapat dikembang lebuh lanjut
metoda QSAR (Quantitative Structure of Activities Relationship) dengan
sistem penambahan gugus fungsi yang dapat meningkatkan aktivitas
senyawa obat tersebut. Ekstrak yang aktif ini dapat dilakukan uji pra klinik
pada hewan coba dan uji toksisitasnya.
14
membahayakan kesehatan masyarakat. Sesuai amanat yang tertulis dalam
UU RI No. 23 tahun 1992, pengamanan terhadap obat tradisional bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional yang tidak memenuhi
syarat, baik persyaratan kesehatan maupun persyaratan standar. Dalam hal
ini pemerintah, mewujudkan tujuan tersebut dengan melakukan
pengawasan terhadap produksi dan peredaran obat-obatan tradisional
dengan membuat peraturan yang mengatur tentang izin Usaha Industri obat
Tradisional dan pendaftaran obat tradisional yaitu Pemenkes RI No
246/Menkes/Per/1990.
Hasil eksplorasi Sumber Daya Alam tanaman obat ini dapat dikatakan
bahwa keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman plasma nutfah
dangenetika serta berfungsi sebagai pustaka kimia alam yang sangat besar
artinya bagi kepentingan umat manusia bila didayagunakan secara
maksimal. Fakta ini didukung oleh sejarah penelitian dan penemuan obat
baru menunjukkan bahwa berbagai jenis metabolit sekunder dari
tumbuhan/tanaman obat, dari mikroorganisme maupun biota laut telah
terbukti memiliki nilai guna sebagai leadsubstances untuk bahan obat
maupun obat.
Plasma nuftah dan genetika ini akan bermanfaat secara maksimal
diperlukan concerted effort untuk memanfaatkan dan mengembangkan
sumber plasma nuftah dan genetica yang dimiliki serta mentransformasikan
nya dari suatu comparative-advantages menjadi competetive – advantages.
Pelestarian keanekaragaman hayati dapat dilakukan dengan cara
pengelolaan taman nasional hutan, taman nasional laut dan kebun-kebun
penelitian di tiap-tiap daerah melalui pengembangan dan pengelolaan
Kebun Raya-Kebun Raya yang di miliki oleh tiap daerah. Pengelolaan yang
baik dan profesional akan memberikan kemudahan bagi pengembangan
bioprospectingarea dalam rangka pemberian nilai tambah ekonomis sumber
daya hayatipotensial dalam penemuan obat atau bahan obat baru, dan tetap
memperhatikan pelestarian lingkungan.
Pembangunan suatu extract centre di sekitar kawasan bioprosspecting
merupakan suatu keharusan dalam pengembangan dan penelitian obat
tradisonal agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan medis.
Ekstrak-ekstrak inilah selanjutnya dapat dipergunakan untuk melakukan
15
penelitian penemuan obat baru dengan metoda modern agar diperoleh
bahan atau obat baru yang lebih cepat. Salah satu metoda modern tersebut
adalah metoda High Throughput Screening (HTS). Teknik HTS ini akan
memadukan ekstrak dengan protein target tertentu (misalnya : protein
kanker), bila ada hit (serangan) yang menghancurkan protein target maka
dapat dikatakan bahwa dalam ekstrak tersebut terkandung senyawa aktif
yang berinteraksi dengan molekul target tersebut. Bila molekul target
tersebut merupakan suatu penyakit atau patogen tertentu maka senyawa
aktif dalam ekstrak tersebut merupakan obat atau bahan obat terhadap
penyakit atau patogen tersebut.
16
Selanjutnya disebutkan dalam Keputusan Kepala Badan POM tersebut,
berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan secara
berjenjang menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional,
misalnya dalam bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh bahan
tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara
tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep
peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlah nya
cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih.
Golongan ini tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan
klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara
turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun,
telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan
kesehatan tertentu.
Lain dari fitofarmaka, Jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional
yang disediakan secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil
maupun larutan. Pada umum nya, jamu dibuat berdasarkan resep turun
temurund dan tidak melalui proses seperti fitofarmaka. Jamu harus
memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
1. Aman
2. Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat
melewati 3 generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun,
sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang
membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut baru
sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat
dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan
syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses
pembuatan yang terstandarisasi.
Pada saat ini kesadaran akan pentingnya “back to nature” memang
sering hadir dalam produk yang kita gunakan sehari-hari. Saat ini contohnya
17
kita bisa melihat banyak masyarakat yang kembali ke pengobatan herbal.
Banyak ramuan-ramuan obat tradisional yang secara turun-temurun
digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan. Sebagian dari mereka
beranggapan bahwa pengobatan herbal tidak memiliki efek samping. Saat
ini ada beberapa kemasan jamu yang beredar seperti yang ditunjukkan pada
gambar berikut ini :
18
kan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada
manusia.
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisional yang dapat disejajarkan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar dan
khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis. Fitofarmaka dapat diartikan
sebagai sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta
produk jadinya telah di standarisir (BPOM RI 2004 ).
Ketiga golongan atau kelompok obat tradisional tersebut di atas,
fitofarmaka menempati level paling atas dari segi kualitas dan keamanan.
Hal ini disebabkan oleh karena fitofarmaka telah melalui proses penelitian
yang sangat panjang serta uji klinis yang detail, pada manusia sehingga
fitofarmaka termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki
kesetaraan dengan obat, karena telah memiliki clinical evidence dan siap di
resepkan oleh dokter.
Obat Herbal dapat dikatakan sebagai fitofarmaka apabila obat herbal
tersebut telah memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Aman
2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4. Telah dilakukan standardisasi bahan baku yang digunakan dalam produk
jadi
Hal yang perlu diperhatikan adalah setelah lolos uji fitofarmaka,
produsen dapat mengklaim produknya sebagai obat. Namun demikian,
klaim tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya,
ketika uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen dilarang mengklaim
produknya sebagai antikanker dan antidiabetes.
Adapun obat fitofarmaka yang saat ini beredar di masyarakat yang
berbentuk kemasan memiliki logo jari-jari daun yang membentuk bintang
dalam lingkaran seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :
19
Logo Fitofarmaka
20
c. Obat alami calon fitofarmaka yang sangat diharapakan berkhasiat untuk
penyakit-penyakit utama
d. Ada/tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika
ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek
keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)
e. Ada/tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke
khasiat terapetik (pra klinik in vivo)
2. Tahap biological screening calon fitofarmaka
Pada tahap ini dilakukan analisis kandungan kimia aktif dari tanaman calon
fitofarmaka seperti kandungan flavonoid, alkaloid, steroid, saponin dan
terpenoid.
3. Tahap penelitian farmakodinamik calon fitofarmaka
Tahap ini adalah untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap
masing-masing sistem biologis organ tubuh.
a. Pra klinik, in vivo dan in vitro
Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk
mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.
b. Toksisitas ubkronis
c. Toksisitas akut
d. Toksisitas khas/khusus
4. Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses) calon fitofarmaka
5. Tahap pengembangan sediaan (formulasi) bahan calon calon fitofarmaka
a. Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu,
keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada manusia.
b. Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
c. Teknologi farmasi tahap awal
d. Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan Obat Alam
e. Parameter standar mutu: bahan baku Obat Alam, ekstrak, sediaan Obat
Alam
6. Tahap uji klinik pada manusia yang sehat dan atau yang sakit
Ada 4 fase yaitu:
Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat
Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas
Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jmlh yang lebih besar dari fase 2
21
Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek
samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji
klinik.
fase 1-3.
Hasil-hasil uji yang diperoleh ditetapkan langkah lanjut oleh Tim
yang berwenang untuk selanjutnya sediaan obat ini dikembangkan dalam
bentuk ramuan atau racikan, diproduksi dan dipasarkan dalam bentuk
kemasan yang lebih aman dari cemaran-cemaran yang dapat
membahayakan kesehatan masyarakat. Ramuan atau racikan ini harus
memenuhi persyaratan – persyaratan diantaranya :
a. Komposisi Ramuan terdiri dari 1 simplisia atau sediaan galenik
b. Komposisi ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/sediaan
galenik dengan syarat tidak boleh melebihi 5 (lima) simplisia/sediaan
galenik.
c. Simplisia tersebut sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan
keamanannya berdasarkan pengalaman.
d. Penggunaan zat kimia berkhasiat atau Bahan Kimia Obat Sintetis
(tunggal/murni) tidak diperbolehkan dalam fitofarmaka.
22
e. Anti Hipertensi
f. Anti Histamine
g. Anti Kanker
h. Anti TBC
i. Disentri
j. Diuretic
k. Anti Ansietas
l. Anti Diabetes
m. Anti Hepatitis Kronik
n. Anti Hiperlipidemia
o. Anti Hipertiroidisma
p. Anti Inflamasi
q. Anti Malaria
r. Antitusif
s. Dyspepsia
23
6. GBHN 1993 tentang Pemeliharaan & pengembangan pengobatan sebagai
warisan budaya bangsa (ETNOMEDISINE).
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang
Persyaratan Obat Tradisional
8. PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 56/Menkes/SK/I/2000 tentang Pedoman
Pelaksanaaan Uji Klinik Obat Tradisional
10.Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang
Pengertian Obat Tradisional
11.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 381/2007 tentang
Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KONTRANAS)
12.Undang Undang No.36/2009 tentang Kesehatan PengobatanTradisional
13.Peraturan Pemerintah RI No. 51/2009 tentang Sediaan Farmasi : obat
(modern/sintetik), bahan obat, obat tradisional dan kosmetik
14.Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/2010 tentang Saintifikasi Jamu
15.Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 88/2013 tentang Rencana Induk
Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional
24
dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau
mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya.
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa
bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimiamurni.
Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan
bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau
pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan
bentuksediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan
obat / sediaan fitofarmaka.
Kebanyakan simplisia yang beredar saat ini berasal dari tumbuhan.
Penamaan dari simplisia menggunakan bahasa Latin. Penamaan Latin secara
umum menandai atau menunjukkan salah satu ciri dari simplisia yaitu dari
bagian tanaman yang dipakai seperti misalnya radix merupakan bagian akar
dari suatu tanaman obat, nama latin lainnya dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
25
sedikit ada unsur kayu.
7. Folium Daun.
8. Flos Bunga
9. Fructus Buah.
26
Ukuran bahan baku atau kehalusan serbuk simplisia akan mempengaruhi
proses pembuatan ekstrak, karena semakin halus serbuk akan memperluas
permukaan dan semakin banyak bahan aktif tanaman tertarik pada pelarut
pengekstraksi. Serbuk dibuat dengan alat yang sesuai dan derajat kehalusan
tertentu karena alat yang dipergunakan dalam pembuatan serbuk juga dapat
mempengaruhi mutu ekstrak atau mutu kandungan kimia aktif. Selama
penggunaan peralatan pembuatan serbuk akan ada gerakan dan interaksi
dengan benda keras (logam) yang dapat menimbulkan panas (kalori) yang
dapat mempengaruhi kandungan senyawa aktifnya, sebagai akibat proses
hidrolisis akibat panas tersebut. Ukuran partikel atau kehalusan serbukharus
disesuaikan dengan bahannya, proses ekstraksi,cairan penyari, dan lain-lain.
Ukuran bahan baku (mesh) sudah tercantum dalam Farmakope.
Pada saat panen atau pada proses pemanenan dan pengumpulan bahan
baku obat perlu kiranya memperhatikan aturan-aturan atau pedoman
pemanenan bahan baku. Aturan yang ditetapkan dalam pemanenan dan
pengumpulan tanaman obat, bertujuan untuk mendapatkan kadar zat aktif yang
maksimal. Pemanenan dilakukan pada dasarnya saat kadar zat aktif paling
tinggi diproduksi paling banyak pada tanaman. Metode pengambilan atau
pengumpulan saat pemanenan disesuaikan dengan sifat zat aktif tanaman
karena ada yang bisa dipanen dengan mesin dan ada yang harus menggunakan
tangan. Sifat-sifat kandungan senyawa aktif tanaman obat dipengaruhi oleh
faktor luar maupun dalam diri dari tanaman atau tumbuhan tersebut. Faktor
luar antara lain tempat tumbuh, iklim, ketinggian tanah, pupuk, pestisida, dll.
Faktor dalam meliputi genetik yang terdapat dalam tumbuhan tersebut. Hal ini
mengakibatkan variasi kandungan kimia yang cukup tinggi.
27
Cucurbita moschata), perubahanwarna (misalmelinjo, asam, dll), perubahan
bentuk (misal pare, mentimun), perubahan kadar air (misal belimbing
wuluh, jeruk nipis).
3. Pucuk daun, dipanen pada saat perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke
generatif terjadi penumpukan metabolit sekunder, yaitu pada saat berbunga
4. Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di bagian
cabang yang menerima sinar matahari langsung sehingga asimilasi
sempurna.
5. Umbi, dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas tanah
berhenti.
6. Rimpang, diambil pada musim kering dan saat bagian tanaman di atas tanah
mengering.
7. Kulit batang dipanen menjelang kemarau.
28
b. Senyawa aktif sampingan
c. Senyawa ikutan (antara lain: selulosa, amilum, gula, lignin, protein,
lemak).
Keseluruhan senyawa tersebut di atas akan berperan sehingga
menimbulkan efek farmakologis secara keseluruhan baik secra sinergis
maupun antagonis. Golongan senyawa yang aktivitasnya dominan disebut
senyawa aktif utama (hanya pada beberapa sediaan saja dapat diterangkan;
terutama pada senyawa-senyawa aktif yang sudah benar-benar diketahui).
Pengaruh-pengaruh golongan senyawa lain dapat memperkuat atau
memperlemah efek akhirnya secara keseluruhan.
29
2. Destilasi fraksional minyakatsiri
3. Ekstraksi dengan metoda maserasi
4. Ekstraksi dengan metoda Perkolasi
5. Ekstraksi dengan metode Soxhlet.
6. Ekstraksi dengan metoda refluk
Tabel 3.1 Tanaman untuk produksi ekstrak total atau murni yang
terstandarisasi dan dapat dikembangkan sebagai sediaan
fitofarmaka atau obat modern
sebagai hyoscyamin.
sebagai senosid B.
sebagai emetine
30
Resin
sebagai hyoscyamine.
a. Rajangan
Sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia, atau
campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang penggunaannya dilakukan
dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas.
a. Serbuk
Sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang
cocok, bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya.
b. Pil
31
Sediaan padat obat tradisional berupa massa bulat, bahan bakunya berupa
serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya.
c. Dodol atau Jenang
Sediaan padat obat tradisional bahan bakunya berupa serbuk simplisia,
sediaan galenik atau campurannya
d. Pastiles
Sediaan padat obat tradisional berupa lempengan pipih umum nya berbentuk
segi empat, bahan bakunya berupa campuran serbuk simplisia, sediaan
galenik, atau campuran keduanya.
e. Kapsul
Sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak, bahan
bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan.
f. Tablet
g. Sediaan obat tradisional padat kompak dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih, silindris, atau bentuk lain, kedua permukaan nya rata
atau cembung, dan terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan
tambahan.
h. Cairan obat dalam
Sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspensi dalam air, bahan
bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik dan digunakan
sebagai obat dalam.
i. Sari jamu
Cairan obat dalam dengan tujuan tertentu diperbolehkan mengandung etanol.
Kadar etanol tidak lebih dari 1% v/v pada suhu 20º C dan kadar methanol
tidak lebih dari 0,1% dihitung terhadap kadar etanol.
j. Parem, Pilis, dan Tapel
Parem, pilis, dan tapel adalah sediaan padat obat tradisional, bahan bakunya
berupa serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya dan digunakan
sebagai obat luar.
1. Parem adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau seperti
bubuk yang digunakan dengan cara melumurkan pada kaki atau tangan
pada bagian tubuh lain.
2. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang
digunakan dengan cara mencoletkan pada dahi.
32
3. Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta, atau seperti
bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan
perut.
k. Koyok
Sediaan obat tradisional berupa pita kain yang cocok dan tahan air yang
dilapisi dengan serbuk simplisia dan atau sediaan galenik, digunakan sebagai
obat luar dan pemakaian nya ditempelkan pada kulit.
l. Cairan obat luar
Sediaan obat tradisional berupa larutan suspensi atau emulsi, bahan baku nya
berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai obat luar.
m. Salep atau krim
Sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, bahan baku nya berupa
sediaan galenik yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep atau
krim yang cocok dan digunakan sebagai obat luar.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Jamu termasuk Obat Tradisional yang dibuat dari bahan atau ramuan dari
tumbuhan, hewan atau mineral dan sediaan sarian atau campurannya yang secara
turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan norma yang
berlaku di masyarakat. Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi simplisia yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
33
Diberi tanda simbol gambar pohon berwarna hijau. Jamu adalah obat
tradisional berbahan dasar herbal atau tanaman tradisional yang
disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil,
dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun
jamu tersebut serta digunakan secara tradisional.
Jamu telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun
bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan
manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu. Manfaat Jamu
adalah untuk memelihara kesehatan, contoh kunyit asam, jahe manis;
menambah nafsu makan, contoh temulawak, beras kencur.
34
Untuk menghindari hal hal yang tidak diharapkan bahwa informasi
Obat Tradisional harus diperhatikan biasanya berbentuk tulisan yang
berisi keterangan mengenai obat tersebut; dan sekurang-kurangnya harus
berisi :
1. Nama Produk.
2. Nama dan alamat produsen/importir.
3. Nomor pendaftaran/nomor izin edar.
4. Nomor Bets/kode produksi.
5. Tanggal Kedaluwarsa.
6. Netto.
7. Komposisi.
8. Peringatan/Perhatian.
9. Cara Penyimpanan.
10.Kegunaan dan cara penggunaan dalam Bahasa Indonesia.
1. Gunakan obat tradisional yang sudah memiliki nomor izin edar BPOM.
2. Jangan gunakan obat tradisional bersama dengan obat kimia (resep
dokter).
3. Jika meminum obat tradisional menimbulkan efek yang cepat, patut
dicurigai ada penambahan bahan kimia obat yang memang dilarang
penggunaanya dalam obat tradisional.
4. Selalu periksa tanggal Kedaluwarsa.
5. Kunjungi website Badan POM (www.pom.go.id) untuk mengetahui
obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat pada bagian
“public warning”.
35
kencur rasanya manis dan segar, cocok untuk diminum anak-anak dan
orang dewasa.
Manfaat jamu ini adalah untuk menambah nafsu makan, menambah
tenaga, menghilangkan pegal-pegal di tubuh.
2. Kunyit Asam
Jamu kunyit asam dibuat dari kunyi dan asam jawa. Selain itu,
ditambahkan juga bahan lain seperti gula merah, temulawak, dan rempah
lain.
Kunyit asam biasanya diminum oleh anak remaja untuk mencerahkan
kulit. Sebab, dalam kunyit terkandung antioksidan yang membantu
meremajakan sel-sel tubuh kita.
3. Pahitan
Pahitan dibuat hanya dari daun sambiloto. Namun, ada juga yang
menambahkannya dengan bahan pahit lainnya seperti brotowali. Sesuai
dengan namanya, jamu ini adalah jamu yang paling pahit dibandingkan
jamu lainnya. Meskipun begitu, jamu ini justru yang paling banyak
manfaatnya.
Jamu pahitan bermanfaat untuk menambah nafsu makan, mengatasi pegal-
pegal, bahkan bisa mencegah risiko diabetes.
4. Kudu Laos
Bahan baku jamu kudu laos ini adalah laos yang ditumbuk dengan aneka
bahan lain kemudian direbus. Rasanya segar dan bisa memberikan efek
hangat dalam tubuh.
Kudu laos ini bisa mengatasi kembung dan meredakan demam, baik bagi
anak-anak maupun orang tua.
5. Temulawak
Jamu temulawak tentu saja dibuat dari temulawak. Namun, ada bahan lain
yang ditambahkan untuk membuat jamu ini. Misalnya seperti asam jawa,
gula aren, daun pandan, dan jinten.
Jamu ini baik diminum anak-anak maupun orang tua, karena bisa
menyembuhkan pusing, mual, dan masuk angin.
36
2.8 Manfaat Obat Tradisional
Meskipun ada yang berpendapat bahwa obat tradisional atau obat herba
lebih aman daripada obat-obat farmasi modern, obat tradisional bukannya tidak
berisiko. Peringatan dan rekomendasi apa saja yang hendaknya dicamkan
seseorang sewaktu mempertimbangkan pengobatan herbal atau obat tradisional.
Sebelum membahas mengenai risiko obat tradisional, berikut ini adalah beberapa
resep obat tradisional dan fakta pengobatan dari masing-masing resep tersebut
yang berkhasiat untuk mengatasi beberapa jenis penyakit dan mengatasi problem
untuk penampilan pribadi.
37
Resep : Air jeruk nipis dicampur dengan madu.
Fakta : Jeruk nipis mengandung vitamin C yang dapat memperbaiki ketahanan
tubuh untuk melawan flu. Juga berfungsi sebagai antiseptik yang mampu
membuang racun dalam tubuh.
Madu yang juga berfungsi sebagai antiseptik dan mampu menambah tenaga
untuk mengalahkan penyakit.
4. Luka
Resep : Oleskan madu pada bagian yang terluka
Fakta : Madu mengandung hydrogen peroxide dan gluconic acid yang akan
membunuh bakteri penyebab infeksi dan membantu pertumbuhan sel baru
sehingga luka menjadi cepat sembuh.
5. Mimisan
Resep : Gulung daun sirih yang telah dibersihkan dan masukkan ke dalam
lubang hidung.
Fakta : Daun sirih mampu untuk mengurangi pendarahan, termasuk pada
pendarahan di selaput lendir hidung seperti yang terjadi pada orang yang
mengalami mimisan ini.
6. Bau Mulut
Resep : Rebus daun sirih, cengkeh dan kunyit. Lalu kumur dengan
menggunakan air rebusan tersebut.
Fakta : Daun sirih dan cengkeh mengandung zat antiseptik. Kunyit
mengandung kurkumin yang mampu mengatasi infeksi kuman penyebab bau
mulut.
7. Keputihan
Resep : Rebus daun sirih dan sambiloto.
Fakta : Daun sirih berfungsi sebagai antiseptik. Sambiloto berfungsi sebagai
antiflamasi yang mampu membunuh jamur dan mencegah rasa gatal.
8. Nyeri haid
Resep : Rebus kunyit bersama dengan asam jawa.
Fakta : Kunyit mengandung kurkumin. Asam jawa mengandung fruit acid
yang akan membuat darah haid menjadi lancar dan mengurangi kram perut.
9. Susah Tidur
Resep : Mengoleskan minyak lavender pada bantal atau bawah hidung agar
dapat tercium. Bisa juga dengan minum jus mentimun, pisang dan biji pala.
38
Fakta : Aromaterapi dengan menggunakan bunga lavender membuat seseorang
lebih cepat tidur dengan nyenyak.
Mentimun banyak mengandung vitamin C. Pisang mengandung karbohidrat
dan asam folat yang melancarkan sirkulasi darah. Biji pala mengandung
minyak atsiri yang mempu membuat pikiran menjadi tenang.
10. Bibir Kering
Resep : Oleskan madu pada bibir.
Fakta : Madu berfungsi sebagai antioksidan dan humecant yang dapat
mempertahankan kelembaban, termasuk kelembaban bibir sehingga bibir tidak
menjadi pecah-pecah.
11. Gigi Kusam
Resep : Lumatkan stroberi dan campur dengan setengah sendok teh baking
soda. Oleskan pada gigi, diamkan selama beberapa menit kemudian bersihkan.
Lakukan sesekali saja, karena asam ini dapat mengikis gigi Anda bila
digunakan secara sering.
Fakta : Stroberi mengandung malic acid yang berfungsi sebagai pemutih
alami.
12. Kerutan
Resep : Ambil putih telur dan oleskan pada wajah, gunakan sebagai masker.
Fakta : Putih telur mangandung albumin yang dapat berfungsi sebagai
pelembab dan mengencangkan kulit.
13. Ketombe
Resep : Rendam irisan cabe rawit dalam perasan air jeruk nipis. Oleskan pada
kepala sebelum keramas.
Fakta : Jeruk nipis mengandung vitamin C dan fruit acid. Sedangkan cabe
rawit mengandung kapsaisin yang mampu membunuh bakteri atau jamur
sehingga kulit kepala menjadi bersih.
14. Sengatan Lebah
Resep : Oleskan pasta gigi atau campuran baking soda dan air pada bagian
yang tersengat. Jangan lupa untuk mengeluarkan sengat yang tertinggal pada
tubuh.
Fakta : Pasta gigi dapat menetralkan rasa sakit akibat sengatan. Baking soda
dapat memberi rasa nyaman pada luka sengatan.
15. Kulit Terbakar atau Melepuh
39
Resep : Oleskan lidah buaya pada bagian tubuh yang melepuh.
Fakta : Lidah buaya mengandung mucopolysaccharides yang bermanfaat
sebagai antiseptik dan antiradang sehingga membantu agar kulit yang melepuh
tidak terinfeksi kuman juga mencegah terjadinya kemerahan akibat radang.
Kandungan kolagen pada lidah buaya pencegah terjadinya pembengkakan.
Selain itu, lidah buaya mampu memberi efek dingin yang membantu
mengurangi rasa sakit.
a. Tanaman herbal terbaik adalah yang ditanam sendiri atau masih fresh sehingga
kesegaran dan kualitasnya terjaga.
b. Hindari obat herbal yang sudah diolah menjadi bubuk yang dienkapsulasi. Bisa
saja, saat diolah, terjadi oksidasi dari obat tersebut sehingga mengurangi
keefektifan herbal.
c. Pengobatan herbal pada dasarnya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menghasilkan efek terapi karena sifatnya yang natural. Bila ada yang
memberikan jaminan kesembuhan dalam waktu singkat, bisa jadi herbal sudah
dicampur zat lain atau obat konvensional.
40
d. Manfaatkan obat herbal untuk tindakan preventif (pencegahan), mengingat
mekanisme kerjanya yang bertahap (tidak instan).
e. jika membeli herbal kemasan, perhatikan kebersihannya karena tidak sedikit
obat herbal yang dikemas tidak higienis. Kontaminasi bakteri, jamur, dan
parasit pun mungkin terjadi.
f. Jangan abaikan komposisi yang tercantum pada kemasan. Waspadai bila
terdapat bahan lain dalam presentasi cukup besar, karena bisa jadi
menimbulkan efek samping. Ini merupakan salah satu “trik” untuk membuat
g. konsumen percaya dengan khasiat yang dipromosikan.
h. Hati-hati bila ada efek samping atau gejala keracunan yang timbul karena
pemakaian tanaman obat yang tidak rasional.
41
Penggunaan tanaman berkhasiat obat atau lebih umum dikenal
dengan herbal sebenarnya sudah dilakukan oleh masyarakat. Tetapi
lambat laun tersingkirkan karenapengaruh perkembangan pengobatan
kedokteran yang pesat dan menjadikan herbal sebagai alternatif
pilihan saja. Padahal sejak zaman kerajaan kerajaan di nusantara
waktu lampau sudahbanyak terbukti keampuhan dan khasiat herbal,
dan disamping itu lebih murah meriah dan efek samping yang
ditimbulkan sangat kecil. Tetapi walaupun begitu masih banyak
masyarakat kita yang meragukan khasiat herbal.
42
tumbuh-tumbuhan ini memiliki efeksinergi, yang saling melengkapi
dan bahkan menambah daya khasiatnya. Kombinasi ini juga diklaim
dapat mengurangi efek samping. Misalnya dapat mengurangi
keracunan dibanding hanya dengan menggunakan satu jenis herbal.
Namun, secara teoritis, kombinasi zat kimia dalam beberapa jenis
herbal juga bisa berinteraksi untuk membuat ramuan herbal
menjadi lebih beracun daripada menggunakan satu jenis herbal. Efek
samping ini dapat terjadi dalam beberapa cara, misalnya keracunan,
kontraindikasi dengan obat lain, dan lain-lain.
43
yang memproduksi jamu dalam bentuk sediaan modern (tablet, kapsul,
sirup dan lain-lain) dan bahkan fitofarmaka.
44
semakin berkembangnya teknologi,telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi
yang membantu proses produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi
mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak. Namun, sayang pembuatan sediaan
yang lebih praktis ini belum diiringi dengan penelitian sampai dengan uji klinik.
Dengan keadaan tersebut maka obat tradisional sebenarnya dapat dikelompokkan
menjadi 3 , yaitu jamu, obat ekstrak alam dan fitofarmaka.
45
3. Efek yang merugikan pada organ tertentu, seperti sistem
kardiovaskuler, sistem saraf, hati, ginjal dan kulit;
4. Keamanan obat-obatan herbal untuk pengguna yang rentan,
misalnya: anak- anak dan remaja, lansia, wanita selama kehamilan
dan menyusui, pasien dengan kanker dan pasien bedah;
5. Interaksi yang mungkin terjadi di antara komponen obat herbal
6. Waktu penggunaan yang tepat.
46
2. Biaya yang lebih rendah
Keuntungan lain untuk obat herbal adalah biaya. Herbal lebih murah daripada
obat resep. Penelitian, pengujian, dan pemasaran menambah besar biaya obat
resep. Herbal cenderung murah dibandingkan dengan obat-obatan.
3. Ketersediaan
Namun keuntungan lain dari obat-obatan herbal adalah ketersediaan mereka.
Herbal yang tersedia tanpa resep. Kita dapat menanam beberapa herbal yang
sederhana, seperti peppermint dan chamomile, di rumah. Di beberapa bagian
terpencil di dunia, tumbuh-tumbuhan mungkin satu-satunya pengobatan yang
tersedia untuk sebagian besar orang.
4. Keamanan
Obat herbal cenderung berasal diri dari materi tanaman relatif tidak
berbahaya bahwa tubuh manusia dapat dengan mudah dicerna. Obat farmasi,
di sisi lain, terdiri dari berbagai macam produk yang melengkapi senyawa
timbal.
5. Alamiah
Obat herbal adalah produk alami dari dunia dan menggabungkan dengan
sistem kekebalan tubuh kita sendiri untuk membuat proses detoksifikasi.
Prinsip pengobatan timur termasuk ide-ide seperti pentingnya keselarasan
antara pikiran dan tubuh, dan cara terbaik untuk menghasilkan keadaan
seperti itu adalah untuk tetap dalam batas-batas alami. Meskipun senyawa
timbal obat farmasi cenderung alami, mereka sering kali dicampur dengan
variabel sintetis dan buatan yang dapat menyebabkan efek samping yang
merugikan.
47
seperti dokter konvensional menggunakan tes yang modern diagnostik,
pembedahan, dan obat-obatan.
2. Kurangnya petunjuk dosis
Kelemahan lain dari obat herbal adalah risiko yang sangat nyata melakukan
sendiri merugikan melalui dosis sendiri dengan herbal. Meskipun kita dapat
berpendapat bahwa hal yang sama bisa terjadi dengan obat-obatan, seperti
secara tidak sengaja kelebihan dosis obat flu, banyak tumbuh-tumbuhan tidak
disertai dengan aturan pakai. Ada resiko yang sangat nyata dari kelebihan
dosis.
3. Resiko racun yang berhubungan dengan tanaman liar
Herbal yang didapatkan dari alam liar berisiko, jika tidak sembrono, namun
beberapa orang mencoba untuk mengidentifikasi dan memilih tumbuhan liar.
Mereka menjalankan resiko yang sangat nyata meracuni diri mereka sendiri
jika mereka tidak benar mengidentifikasi ramuan, atau jika mereka
menggunakan bagian yang salah dari tanaman.
4. Interaksi Obat
Pengobatan herbal dapat berinteraksi dengan obat. Jika kita mengambil obat
resep secara teratur, seperti antidepresan, obat-obatan herbal dapat
mencampur dengan bahan kimia ini untuk menciptakan efek yang merugikan
bagi kita. Sangat penting untuk mendiskusikan obat dan suplemen herbal
dengan dokter kita untuk menghindari interaksi berbahaya.
5. Kurangnya regulasi
Karena produk herbal tidak diatur secara ketat, konsumen juga menjalankan
risiko membeli herbal berkualitas rendah dan kadang-kadang menyebabkan
masalah. Misalnya, kurangnya pengawasan pemerintah berarti bahwa produk
obat perusahaan herbal ini belum diuji pada berbagai konsumen, dan efek
mereka mungkin tak terduga.
48
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
49
3.2 Saran
3.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan
materi atau referensi pembelajaran dan menambah pengetahuan
mahasiswa khususnya mengenai obat herbal, obat tradisional, dan
suplemen herbal.
3.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan
khususnya prodi Keperawatan Universitas Jambi.
3.2.3 Bagi Masyarakat Umum
Sebaiknya lebih memahami dan menerapkan konsep asuhankeperawatan
padapasien dermatitis dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah
komplikas
DAFTAR PUSTAKA
1. Ashutosh Kar, 2009, Farmakognosi dan Farmakobioteknologi, Alih Bahasa : Juli M.,
Winny R.S., Jojor S., Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta
2. Astuti, I.P., S.Hidayat dan IBK Arinasa, 2000, Traditional Plant Usage in Four
Villages of Baliage, Tenganan, Sepang, Tigawasa and Sembiran Bali, Indonesia, By
Botanical Garden of Indonesia LIPI All Rights Reserved Printed in Bogor, Indonesia
3. Auterhoff and Kovan, 1997, Identifikasi Obat, (Sugiarso), Penerbit ITB Bandung
Dalimarta S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.Cetakan I. PT.
PustakaPembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta.
4. Foster, George M. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Universitas
Indonesia.
5. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta. Rineka
Cipta.
50
6. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta. Rineka
Cipta.
7. Lee MK, Moss J, Yuan CS. Herbal medicines and perioperative care. JAMA
2001 ; 286 : 208
51