Anda di halaman 1dari 36

TUGAS KELOMPOK 2 TEORI SWAMAMEDIKASI

MAKALAH SWAMEDIKASI PADA DIARE

Dosen Pengampu : apt. Esti Ambar Widyaningrum M.Farm

Kelompok 2 :

1. Aditya fathurrohman (10119005)


2. Afrizal Zulfikri (10119008)
3. Akbar Syam Firdaus (10119010)
4. Alifia Indah Preswari (10119012)
5. Annisa Salsabilla (10119018)
6. Ardi Ari Rasydi Setiawan (10119021)
7. Ari Mitachul Huda (10119022)
8. Arka Wahyu Purwaningtyas (10119023)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
TAHUN AJARAN 2021/2022
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Swamedikasi Pada Diare tepat waktu.
Makalah Swamedikasi Pada Diare disusun guna memenuhi tugas Ibu apt.
Esti Ambar Widyaningrum M.Farm di Institu Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata
Kediri. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang diare.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Esti
Ambar Widyaningrum selaku dosen mata kuliah teori swamedikasi. Tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 21 April 2022

Kelompok 2

i
Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Sistem Saluran Pencernaa 3
2.2 Pengertian Diare 4
2.3 Penyebab Diare 4
2.4 Gejala Diare 5
2.5 Mekanisme Sistem Saluran Cerna pada Diare 5
2.6 Penggolongan Mekanisme Diare 6

BAB III PEMBAHASAN 7


3.1 Terapi Farmakologi 7
3.1.1 Adsorben dan Massal Agen 7
3.1.2 Agen Antisekresi 11
3.1.3 Agen Antiperistaltilk (Antimotilitas) 15
3.1.4 Probiotik, Prebiotik dan Sinbotik 18
3.2 Tahapan Dalam Pelayanan Swamedikasi 22
3.3 Terapi Non Farmakologi 27
BAB IV PENUTUP 28
4.1 Kesimpulan 28

Daftar Pustaka30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Faktor
penyebab diare yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan penyakit diare. (Suparno,
2014)
Diare merupakan salah satu berbasis lingkungan yang menjadi penyebab
utama kesakitan dan kematian. Berdasarkan data Word Health Organization
(WHO), penyakit diare menempati urutan kelima dalam 10 penyakit penyebab
kematian di dunia. Semua kelompok usia berisiko terkena penyakit diare, akan
tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi
dan anak balita. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi
Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa
diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab
utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu
tata laksana yang cepat dan tepat.
Banyak faktor yang menimbulkan penyakit diare antara lain faktor
lingkungan, faktor balita, faktor ibu, dan faktor sosiodemografis. Dari
beberapa faktor tersebut, faktor lingkungan cukup banyak diteliti dan dibahas
dari segala aspek seperti dari sarana air bersih (SAB), jamban, saluran
pembuangan air limbah (SPAL), keadaan rumah, tempat pembuangan sampah,
kualitas bakteriologis air bersih dan kepadatan hunian. Dari sekian banyak
faktor risiko penyebab penyakit diare, faktor risiko yang sering diteliti adalah
faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan jamban. Jadi bisa diambil
kesimpulan bahwa faktor risiko yang paling rentan menyebabkan penyakit
diare adalah faktor lingkungan. Banyak faktor yang secara langsung maupun
tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari

1
faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor lingkungan yang
paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja,
kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi
dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan
mudah dapat terjadi.
Beberapa faktor yang menjadi salah satu penyebab kejadian diare adalah
sumber air minum, kualitas fisik air bersih dan personal higiene.Sebagian
kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka
dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang
tercemar dengan tinja. Penyebab diare pada balita tidak dapat dilepaskan dari
kebiasaaanhidup sehat dari setiap keluarga. Faktor tersebut beberapa
diantaranya meliputi penggunaan air bersih yang cukup, kebiasaan mencuci
keluarga.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Saluran Pencernaan


Saluran cerna atau traktus digestifus merupakan sistem organ yang
berfungsi untuk mengambil berbagai zat dari luar tubuh (air, mineral, nutrien,
vitamin), memecah partikel-partikel besar menjadi partikel kecil, dan
mentransfer partikelpartikel tersebut dari lingkungan luar ke dalam darah,
untuk selanjutnya digunakan atau disimpan dalam sel. Secara umum, struktur
anatomi sistem pencernaan terdiri atas saluran yang berkesinambungan dan
terhubung satu sama lain (rongga mulut, faring, esofagus, lambung/gaster,
usus besar, usus halus, anus) serta organorgan aksesoris, yaitu kelenjar ludah,
liver, pankreas, serta kelenjar empedu.

Secara mikroskopis atau histologis, dinding saluran cerna terdiri dari


empat lapisan :
1. Tunika mukosa, terdiri dari lapisan epitel yang membatasi lumen
saluran cerna, lamina propria, dan tunika muskularis mukosa yang
memisahkan mukosa dengan submukosa. . Pada umumnya, sel epitel
memiliki banyak fungsi, yaitu absorbsi (pertukaran air, elektrolit, serta
nutrien), sekresi enzim, serta sebagai barier yang banyak mengandung
sel imun.
2. Lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan ikat elastis serta
pembuluh darah dan limfa. berfungsi untuk mempersarafi lapisan
epitel dan mukularis mukosa.
3. Tunika muskularis yang tersusun dari jaringan otot polos sirkuler dan
longitudinal.
4. Tunika serosa, yaitu jaringan ikat terluar yang menghasilkan cairan
serous.
Masing-masing segmen saluran cerna memiliki karakteristik histologis
tersendiri sesuai dengan fungsinya pada proses digestif, yaitu fungsi motilitas
(pergerakan makanan melalui traktus digestifus), sekresi (pelepasan zat

3
tertentu untuk membantu proses pencernaan makanan), digesti (pemecahan
makanan secara fisik maupun kimia), atau absorpsi (pemindahan berbagai zat
ke lingkungan dalam tubuh). (Basrowi,2018)

2.2 Pengertian Diare


Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan buang air besar lebih
dari tiga kali sehari dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau
tinja yang berdarah (WHO, 2017). Diare adalah suatu kondisi dimana
seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih)
dalam satu hari (Depkes, 2011).
2.3 Penyebab Diare
Diare disebabkan oleh sejumlah organisme bakteri, virus dan parasit,
yang sebagian besar disebarkan oleh air yang tercemar feses. Infeksi lebih
sering terjadi ketika sanitasi yang buruk dan kebersihan air yang aman untuk
minum, memasak dan membersihkan kurang memadai. Rotavirus dan
Escherichia coli adalah dua agen etiologi paling umum dari penyebab diare
sedang hingga berat di negara- negara berpenghasilan rendah. Patogen
lainnya seperti spesies cryptosporidium dan shigella mungkin juga penyebab
dari infeksi diare. Pola etiologi spesifik lokasi juga perlu dipertimbangkan.
Penyebab diare selanjutnya yaitu kekurangan gizi. Anak- anak yang
meninggal akibat diare sering menderita kekurangan gizi yang membuat
mereka lebih rentan terhadap diare. Diare adalah penyebab utama kekurangan
gizi pada anak-anak di bawah lima tahun dan penyakit diare ini menyebabkan
malnutrisi mereka menjadi lebih buruk (WHO, 2017)
Berdasarkan penyebabnya diare dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai
berikut :
a. Diare akibat virus
b. Diare bakterial invasif
c. Diare parasiter
d. Akibat penyakit
e. Akibat Obat

4
f. Akibat keracunan makanan
2.4 Gejala Diare
Berikut adalah gejala dari diare berdasarkan klasifikasinya :
GEJALA KLASIFIKASI
Terdapat dua atau lebih DIARE DEHIFRASI BERAT
Tanda-tanda berikut:
a. Letargis atau tidak sadar
b. Mata cacing
c. Tidak bisa minum atau malas
minum
d. Tugor kulit Kembali sangat lambat
Terdapat dua atau lebih DIARE DEHIDRASI
Tanda-tanda berikut: SEDANG/RINGAN

a. Gelisah, rewel
b. Mata cekung
c. Selalu ingin minum, ada rasa haus
d. Turgor kulit Kembali lambat
Terdapat dua atau lebih DIARE TANPA DEHIDRASI
Tanda-tanda berikut:
a. Keadaan umum baik dan sadar
b. Mata tidak cekung
c. Tidak ada rasa haus berlebih
d. Turgor normal
Sumber: (Depkes, 2011)

2.5 Mekanisme Sistem Saluran Cerna Pada Diare


Diare dapat terjadi karena mekanisme dasar seperti gangguan osmotik,
gangguan sekresi dan gangguan motilitas usus. Gangguan osmotik terjadi
karena terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh tubuh dan
menyebabkan tekanan osmotik pada usus meningkat sehingga air dan
elektrolit mengalami pergeseran ke dalam rongga usus. Gangguan sekresi
terjadi akibat adanya rangsangan toksin pada usus yang akan menyebabkan
terjadinya peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan

5
menyebabkan timbulnya diare. Hyperistaltic pada usus juga mengakibatkan
berkurangnya kemampuan usus untuk menyerap makanan dan akhirnya
menyebabkan diare (Ambarwati & Nasution, 2015).
Pada diare terdapat gangguan dari resorpel, sedangkan sekresi getah
lambung-usus dan motilitas usus meningkat. Menurut teori klasik diare
disebabkan oleh meningkatnya peristaltic usus sehingga pelintasan chymus
sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat
meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penelitihan dalam tahun-tahun terakhir
menunjukkan bahwa penyebab utamanya adalah bertumpuknya cairan di
usus akibat terganggunya resorpsi air atau/ dan terjadinya hipersekresi pada
keadaan normal proses resorpsi dan skresi air dan elektrolit-elektrolit
berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses ini
diatur oleh beberapa hormone, yaitu resorpsi oleh enkefalin(morfin
endogen), analgetika narkotika sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin
dan neorohormon V.I.P. (vasoactive Intestinal peptide). Biasanya resorpsi
melebihi sekresi menjadi lebih besar daripada resorpsi maka terjadilah diare.
Keadaan ini sering kali terjadi pada gastroenteritis (radang lambung-usus)
yang disebabkan oelh virus, kuman dan toksinnya. Disamping masalah
resorpsi, diare juga dapat disebabkan oleh perubahan pergerakan (motilitas)
usus, atau kombinasi dari kedua-duanya. (Kirana, 2015)
2.6 Penggolongan Mekanisme Diare
Terdapat 4 kelompok sebagai berikut :
a. Diare osmotik: isi usus yang hipertonik menyebabkan air ditarik ke
rongga usus
b. Diare sekretik: sekresi air dan elektrolit di usus (oleh toksin kuman)
c. Diare yang disebabkan oleh gangguan motilitas usus yang disertai
peningkatan kontraksi otot
d. Diare yang disebabkan oleh peradangan mukosa usus yang
mengakibatkan peningkatan permeabilitas (mis. Colitis ulcerosa).

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 TERAPI FARMAKOLOGI

Tujuan terapi obat adalah untuk mengontrol gejala, mendukung pasien


untuk melanjutkan rutinitas senormal mungkin sambil melewati komplikasi
Kebanyakan diare infeksius sembuh sendiri atau dapat disembuhkan dengan obat
anti infeksi.

3.1.1 Adsorben dan Massal Agen

Adsorben tidak spesifik dalam aksinya; mereka menyerap nutrisi, racun, obat-
obatan, dan cairan pencernaan. Pemberian bersama dengan obat lain mengurangi
bioavailabilitasnya.

1. Attapulgit
a. Mekanisme Kerja
Attapulgite merupakan obat simtomatis lini pertama untuk
mengatasi diare akut dan keracunan makanan dengan
kemampuannya sebagai adsorben. Attapulgite menyerap cairan,
racun, dan bakteria pada saluran gastrointestinal. Attapulgite tidak
diadsorbsi oleh tubuh dan hanya bekerja secara lokalis. Attapulgite
membuat feses menjadi lebih padat dan frekuensi defekasi
berkurang. Walau demikian, penggunaannya tidak boleh untuk
jangka panjang karena akan menyebabkan konstipasi. Serbuk tanah
lempung yang terdiri dari magnesium-alumunium silikat.
Digunakan dalam bentuk tablet atau suspensi. Aman untuk wanita
hamil karena tidak diabsorpsi.
b. Dosis dan Aturan Pakai Attapulgite
Dosis attapulgite akan diberikan oleh dokter sesuai dengan
kondisi dan usia pasien. Secara umum, berikut adalah dosis
attapulgite berdasarkan usia pasien:

7
 Dewasa dan anak usia ≥12 tahun: 2 tablet setiap
selesai buang air besar. Dosis maksimal adalah 12
tablet dalam sehari.
 Anak usia 6–12 tahun: 1 tablet setiap selesai buang
air besar. Dosis maksimal adalah 6 tablet dalam
sehari.
c. Cara Mengonsumsi Attapulgite dengan Benar
Mengikuti anjuran dokter dan baca informasi obat yang
tertera pada label kemasan dalam mengonsumsi attapulgite.Obat
ini dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Digunakan
segelas air untuk menelan tablet attapulgite secara utuh. Tidak
boleh menghancurkan, membelah, atau mengunyah tablet karena
dapat meningkatkan efek samping.Selama mengalami diare,
penting untuk mencegah terjadinya dehidrasi dengan tetap
mengonsumsi banyak cairan.Attapulgite hanya digunakan untuk
mengatasi diare yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek.
Obat ini juga tidak bisa menyembuhkan penyakit yang mendasari
terjadinya diare. Dilakukan konsultasikan dengan dokter bila diare
tidak kunjung mereda atau timbul tanda dan gejala dehidrasi.
d. Interaksi Attapulgite dengan Obat Lain
Sejumlah interaksi yang dapat terjadi jika menggunakan
attapulgite bersama dengan obat-obatan lainnya:
 Penurunan efektivitas obat trihexyphenidyl atau
dolutegravir
 Peningkatan risiko terjadinya efek samping jika
digunakan bersama obat golongan opioid,
seperti morfin, methadone, atau oxycodone
e. Efek Samping dan Bahaya Attapulgite
Beberapa efek samping umum yang mungkin dapat terjadi
setelah menggunakan attapulgite adalah:
 Sembelit
 Mual

8
 Perut kembung
 Nyeri perut
Melakukan pemeriksaan ke dokter jika timbul efek
samping yang disebutkan di atas tidak kunjung mereda atau
semakin memburuk. Segera ke dokter jika mengalami reaksi alergi
obat yang bisa ditandai dengan gejala, seperti muncul ruam kulit
yang gatal, bengkak pada bibir dan kelopak mata, atau kesulitan
bernapas.
f. Penyimpanan
Attapulgite diimpan pada suhu ruangan dan di dalam wadah
tertutup agar tidak terkena paparan sinar matahari. Dijauhkan dari
jangkauan anak-anak.
2. Serbuk tanah lempung
Serbuk tanah lempung yang terdiri dari magnesium-alumunium
silikat. Tidak larut dalam air dan dalam usus berdaya mengikat (adsorpsi)
zat-zat beracun, serta memperbesar volume isi usus, sehingga dapat
dipakai untuk meredakan mencret, aman pada wanita hamil dan menyusui.
Digunakan dalam bentuk tablet atau suspensi.

Efek samping : Sembelit

Dosis: 1,2-1,5g setelah setiap kali buang air dengan maksimal 9 g sehari.

3. Karbo-adsorbens (arang aktif, Norit).


A. Mekanisme Kerja
Norit adalah obat yang digunakan untuk mengurangi
frekuensi buang air besar dan menyerap racun pada penderita diare.
Obat ini juga digunakan untuk mengobati perut kembung dan
gangguan pencernaan lain.Norit tidak bisa digunakan sebagai
pengganti oralit.
Norit berisi karbon aktif atau arang aktif. Karbon aktif di
dalam Norit bekerja dengan cara mengikat gas, bahan kimia, dan
racun dalam usus agar tidak terserap oleh tubuh. Selanjutnya,

9
kombinasi dari Norit dan zat tersebut akan dibuang bersama
dengan feses.
B. Dosis dan Aturan Pakai

Dewasa : 5–7 tablet sekali minum.


Dosis maksimal 20 tablet sehari.

C. Cara Mengonsumsi Norit dengan Benar


Norit dikomsumsi sesuai anjuran dokter dan aturan pakai
yang terdapat di kemasan. Tidak boleh menambah dosis yang
digunakan tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter. Norit
biasanya dikonsumsi saat gejala timbul atau sesudah makan. Tablet
Norit di telan dengan utuh bersama segelas air. Tidak boleh
membelah, menghancurkan, atau mengigit obat sebelum ditelan.
Jika perlu menggunakan obat-obatan lain, dipastikan setidaknya
ada jeda 2 jam dengan waktu konsumsi Norit. Jeda waktu tersebut
diperlukan untuk memastikan obat lain yang dikonsumsi tetap
dapat bekerja dengan efektif. Bila ragu penggunaan obat ini
dikonsultasikan dengan dokter. Memastikan ada jeda 2 jam antara
konsumsi selai buah, sorbet, atau produk susu dengan Norit.
Konsumsi makanan dan minuman tersebut dalam jeda waktu yang
kurang dari 2 jam dapat mengurangi efektivitas Norit.
D. Interaksi Norit dengan Obat Lain
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti interaksi
antarobat yang bisa terjadi jika Norit digunakan bersama obat
tertentu. Namun, karbon aktif di dalam Norit bisa menimbulkan
efek interaksi antarobat, seperti:

 Penurunan efektivitas karbon aktif jika digunakan dengan


ipecac
 Penurunan efektivitas acetylcysteine, citalopram, atau
methionine
 Penurunan kadar acarbose, digoxin oral, leflunomide,
miglitol, atau theophylline di dalam darah

10
 Penurunan efektivitas antidepresan trisiklik, paracetamol,
atau warfarin
 Penurunan efektivitas atau kadar methotrexate dalam darah
 Peningkatan risiko terjadinya ketidakseimbangan elektrolit
dan dehidrasi jika digunakan dengan obat konstipasi, seperti
sorbitol dan magnesium sitrat.
Selain itu, selai buah-buahan, sorbet, atau produk susu, seperti es
krim yang dikonsumsi dekat dengan waktu konsumsi Norit (<2
jam) bisa mengurangi efektivitas karbon aktif yang ada di dalam
Norit
E. Efek Samping dan Bahaya Norit
Efek samping yang dapat timbul setelah mengonsumsi
Norit dengan kandungan karbon aktif dapat bervariasi. Biasanya
efek samping lebih mungkin terjadi bila obat ini dikonsumsi dalam
jangka panjang. Beberapa efek samping yang bisa timbul antara
lain;
 Feses berwarna hitam
 Lidah berwarna hitam
 Muntah
 Konstipasi atau sebaliknya diare

Melakukan pemeriksaan ke dokter jika efek samping di atas


tidak kunjung membaik atau semakin berat. Segera ke dokter jika
terjadi reaksi alergi obat atau efek samping yang lebih serius,
seperti sakit perut, muntah yang terus menerus, tidak bisa buang
angin, atau perut kelihatan bengkak.

F. Penyimpanan
Simpan Norit dalam wadah tertutup di tempat kering dan
sejuk yang terhindar dari paparan sinar matahari. Jauhkan obat ini
dari jangkauan anak-anak.

11
3.1.2 Agen Antisekresi

1. Bismut subsalisilat
A. Mekanisme Kerja
Bismuth subsalicylate bekerja dengan cara memperlambat
pertumbuhan bakteri penyebab diare. Selain itu, obat ini juga
memiliki efek antiradang dan kemampuan untuk memicu
penyerapan kembali cairan dan elektrolit sehingga bisa mengurangi
kehilangan cairan akibat diare.
B. Dosis dan Aturan Pakai Bismuth Subsalicylate
Berikut ini adalah dosis umum penggunaan bismuth
subsalicylate yang dikelompokkan berdasarkan kondisi pasien;
Kondisi : Diare, mulas, mual, sakit perut
 Dewasa dan anak usia 12 tahun ke atas: 524 mg tiap 30–60
menit. Jangan melebihi 8 kali minum dalam 24 jam.
 Kondisi: Infeksi Helicobacter pylori
Dewasa: 524 mg, dikombinasikan dengan metronidazole
dan tetracycline, 4 kali sehari.
C. Cara Mengonsumsi Bismuth Subsalicylate dengan Benar
Ikuti anjuran dokter dan baca informasi yang tertera pada label
kemasan obat sebelum mengonsumsi bismuth subsalicylate. Jangan
mengurangi atau menambah dosis tanpa berkonsultasi dengan
dokter terlebih dahulu.Bismuth subsalicylate dapat dikonsumsi
sebelum atau setelah makan. Telan obat secara utuh dengan
bantuan segelas air. Jangan menghancurkan atau mengunyah tablet
atau kaplet. Apabila obat digunakan untuk mengobati diare,
disarankan untuk minum banyak air putih. Hindari mengonsumsi
buah, sayur, gorengan, makanan pedas, permen, kafein, atau
minuman beralkohol, karena dapat memperburuk diare.
D. Interaksi Bismuth Subsalicylate dengan Obat Lain
Berikut adalah efek interaksi antarobat yang dapat terjadi jika
bismuth subsalicylate digunakan bersama obat lain:

12
 Penurunan efek terapeutik dari
sulfinpyrazone, doxycycline, tetracycline, atau probenecid
 Peningkatan kadar methotrexate dalam darah
 Peningkatan risiko terjadinya perdarahan jika digunakan
dengan obat pengencer darah, seperti clopiodogreal atau
warfarin
 Peningkatan risiko terjadinya efek samping jika digunakan
dengan obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau naproxen
 Peningkatan risiko terjadinya overdosis jika digunakan
dengan obat yang mengandung salisilat, seperti aspirin 
E. Efek Samping dan Bahaya Bismuth Subsalicylate
Efek samping yang paling sering terjadi setelah
penggunaan bismuth subsalicylate adalah berubahnya warna tinja
atau lidah menjadi kehitaman. Lakukan pemeriksaan ke dokter jika
efek samping ini tidak kunjung mereda.
Selain itu, harus segera ke dokter jika mengalami reaksi
alergi obat atau efek samping serius berikut ini:
 Muntah berwarna hitam
 BAB berdarah atau berwarna hitam
 Sakit perut yang parah
 Telinga berdenging atau tuli mendadak
F. Penyimpanan
Simpan bismuth subsalicylate di dalam suhu ruangan dan
terhindar dari paparan sinar matahari langsung. Jauhkan obat ini
dari jangkauan anak-anak.

2. Octreotide
Octreotide bekerja dengan cara menghambat pelepasan hormon
pertumbuhan dan beberapa hormon saluran pencernaan, termasuk
glukagon, insulin, serotonin, dan vasoactive intestinal peptide. Octreotide
juga mengurangi aliran darah ke saluran pencernaan dan terkadang dipakai
untuk mengatasi perdarahan varises esofagus.

13
A. Dosis dan aturan pakai octreotide

Octreotide hanya boleh diberikan oleh dokter atau petugas medis di


bawah pengawasan dokter. Dosis disesuaikan dengan kondisi dan
respons pasien terhadap obat.

1. Mengatasi perdarahan varises esofagus


25 mcg per jam, melalui infus, selama 2–5 hari. Dosis dapat
ditingkatkan hingga 50 mcg per jam. Obat diberikan pada pasien yang
sudah pernah menjalani skleroterapi varises esofagus.
2. Mengobati akromegali
Dosis awal: 50 mcg dengan suntikan subkutan (di bawah
kulit), sebanyak 3 kali sehari. Dosis kemudian ditingkatkan menjadi
100–200 mcg, sebanyak 3 kali sehari. Dosis maksimal adalah 500 mcg,
sebanyak 3 kali sehari.
Dosis lanjutan setelah gejala terkendali: Suntikan intramuskular
(ke dalam otot) sebanyak 20 mg, setiap 4 minggu. Dosis akan
disesuaikan setelah 3 bulan menjadi 10 mg atau 30 mg, tergantung pada
respons pasien. Dosis maksimal adalah 40 mg, setiap 4 minggu.
3. Mencegah komplikasi setelah operasi pankreas
Suntikan subkutan sebanyak 100 mcg, 3 kali sehari, selama 7 hari
berturut-turut, dimulai saat operasi akan dilakukan, setidaknya 1 jam
sebelum operasi.
4. Mengatasi gejala tumor karsinoid atau VIPtumor
Dosis awal: 50 mcg lewat suntikan subkutan, sebanyak 1–2 kali
sehari. Dosis ditingkatkan secara bertahap hingga 600 mcg per
hari, dibagi dalam 2–4 kali pemberian. Selain itu, dosis awal dapat
diberikan melalui infus cepat (dalam 15–30 menit), jika dibutuhkan
respons yang cepat
Dosis lanjutan setelah gejala terkendali: suntikian intramuskular
(ke dalam otot) sebanyak 20 mg, setiap 4 minggu. Dosis akan
disesuaikan setelah 2–3 bulan menjadi 10 mg atau 30 mg setiap 4
minggu, tergantung pada respons pasien. Pengobatan lanjutan tidak

14
dianjurkan jika kondisi pasien tidak membaik dalam 1 minggu setelah
terapi.

B. Interaksi Octreotide dengan Obat Lain


Efek interaksi bisa terjadi jika octreotide digunakan bersama dengan
obat-obatan tertentu antara lain:
 Perlambatan waktu penyerapan cimetidine
 Penurunan efektivitas insulin pada dosis yang biasa digunakan
 Penurunan penyerapan ciclosporin
 Peningkatan risiko terjadinya efek samping dari bromocriptine
 Peningkatan risiko terjadinya bradikardia jika digunakan dengan
penghambat beta, antagonis kalsium, atau obat yang mengontrol
keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh
C. Efek Samping dan Bahaya Octreotide
Octreotide dapat menimbulkan efek samping yang berbeda
beda pada tiap orang, di antaranya:
 Mual dan muntah
 BAB cair atau berminyak
 Konstipasi
 Sakit perut
 Perut bergas atau terasa penuh
 Sakit kepala atau pusing
 Rasa sakit pada area yang disuntik

3.1.3 Agen Antiperistaltik (Antimotilitas)


Obat antiperistaltik memperpanjang waktu transit usus, sehingga
mengurangi jumlah feses dan jumlah cairan yang hilang dalam feses. Dua
obat dalam kategori ini adalah loperamida HCl (tersedia over-the-counter
sebagai Imodium A–D dan secara umum) dan difenoksilat HCl dengan
atropin sulfat (tersedia dengan resep sebagai Lomotil dan secara umum).
Baik loperamide dan difenoksilat efektif dalam meredakan gejaladiare non

15
infeksi akutdan aman untuk kebanyakan pasien yang mengalamidiare
kronis.
 Lopramide
A. Mekanisme Kerja
Loperamide adalah obat untuk meredakan diare. Obat ini
juga bisa digunakan untuk mengurangi jumlah feses pada pasien
yang terpasang ileostomi, yaitu lubang pada dinding perut sebagai
pengganti anus.Loperamide bekerja dengan cara memperlambat
gerakan usus dan membuat feses menjadi lebih padat. Dengan
mengonsumsi obat ini, frekuensi buang air besar dapat berkurang.
Perlu diingat bahwa loperamide tidak bisa menyembuhkan
penyebab yang mendasari terjadinya diare.Loperamide dianggap
aman bila digunakan dalam dosis yang disarankan. Ketika dosis
yang berlebihan tertelan, masalah parah seperti aritmia jantung
dan kematian dapat terjadi.
B. Dosis dan Aturan Pakai Loperamide
Dosis loperamide akan diberikan oleh dokter sesuai dengan
kondisi dan usia pasien. Secara umum, berikut adalah dosis
loperamide untuk meredakan diare:

 Dewasa: dosis awal 4 mg diberikan setelah BAB, dilanjutkan


dengan 2 mg setiap kali selesai BAB. Dosis maksimal 16 mg
per hari.

 Anak-anak usia 6–8 tahun: dosis awal 2 mg diberikan setelah


BAB, dilanjutkan dengan 1 mg setiap kali selesai BAB. Dosis
maksimal 4 mg per hari.

 Anak-anak usia 9–11 tahun: dosis awal 2 mg diberikan


setelah BAB, dilanjutkan dengan 1 mg setiap kali selesai BAB.
Dosis maksimal 6 mg per hari

C. Cara Mengonsumsi Loperamide dengan Benar

16
Ikuti anjuran dokter dan baca petunjuk penggunaan yang
tertera pada kemasan sebelum mengonsumsi loperamide. Jika
dianjurkan untuk mengonsumsi loperamide dalam bentuk tablet, obat
ditelan secara utuh dengan segelas air. Jangan dibelah atau
mengunyah apalagi menghancurkan tablet. Minum banyak air atau
cairan yang mengandung elektrolit untuk mengganti cairan tubuh
yang hilang saat mengalami diare. Konsultasikan pada dokter jika
muncul gejala dehidrasi.Bila lupa mengonsumsi loperamide,
disarankan untuk segera mengonsumsinya begitu teringat jika jeda
dengan jadwal berikutnya belum terlalu dekat. Jika sudah dekat,
abaikan dan jangan menggandakan dosis.Hentikan penggunaan
loperamide dan temui dokter jika diare tidak membaik dalam 2 hari,
BAB berdarah, berlendir, atau muncul tanda dan gejala dehidrasi.

D. Interaksi Loperamide dengan Obat Lain

Berikut ini sejumlah interaksi yang mungkin terjadi jika


mengonsumsi loperamide bersama dengan obat lainnya:

 Peningkatan kadar loperamide dalam darah jika dikonsumsi


bersama ritonavir, abiraterone, amiodarone, cimetidine,
atau ketoconazole
 Penurunan efektivitas loperamide jika dikonsumsi
bersama cholestyramine
 Peningkatan risiko terjadinya gangguan jantung dan efek samping
yang fatal jika dikonsumsi bersama azithromycin, clarithromycin,
clopidogrel, atau ciclosporin
E. Efek Samping Loperamide

Efek samping yang mungkin muncul setelah mengonsumsi


loperamide adalah:

 Pusing
 Sembelit

 Kelelahan

17
 Mual

Dibawa ke dokter jika efek samping di atas tak kunjung


reda atau justru semakin memburuk.Menemui dokter bila setelah
mengonsumsi loperamide, terjadi reaksi alergi obat atau efek
samping yang lebih serius, seperti:

 Sembelit parah

 Diare terus berlanjut atau BAB berdarah

 Sakit perut yang berat atau perut kembung

 Pusing parah sampai terasa ingin pingsan

 Jantung berdebar (palpitasi) atau denyut jantung cepat

F. Penyimpanan

Simpan loperamide di ruangan dengan suhu kamar. Jangan


menyimpannya di tempat yang lembap atau terkena paparan sinar
matahari secara langsung.

3.1.4 Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik

1. Probiotik
A. Mekanisme Kerja

Probiotik adalah suplemen makanan yang mengandung


bakteri (spesies Lactobacillus, spesies Bifidobacterium, dan lain-
lain) yang dapat meningkatkan kesehatan dengan meningkatkan
mikroflora saluran pencernaan sambil melawan kolonisasi oleh
bakteri pathogen. Probiotik dapat merangsang respons imun dan
menekan respons inflamasi. Cara kerja Probiotik adalah
menyeimbangkan jumlah bakteri “baik” dan bakteri “jahat” yang
hidup di sistem pencernaan. Cara kerja ini dipercaya mampu
meredakan diare yang disebabkan oleh infeksi atau akibat
penggunaan antibiotik.

18
B. Dosis dan Aturan Pakai Probiotik

Probiotik sering ditemukan dalam bentuk suplemen atau


produk fermentasi, seperti yogurt. Dosis dan durasi penggunaan
biasanya tergantung kandungan bakteri atau ragi yang ada di dalam
produk probiotik. Ikuti aturan pakai yang tertera pada kemasan atau
anjuran dokter saat mengonsumsi probiotik.

Dosis probiotik jenis Lactobacillus yang dianjurkan untuk


orang dewasa adalah  1–10 miliar unit pembentuk koloni
atau colony forming units (CFU) per hari, selama beberapa hari.
Sedangkan untuk Saccharomyces boulardii, beberapa penelitian
menunjukkan dosis hariannya adalah 250–500 mg.

C. Cara Mengonsumsi Probiotik dengan Benar

Sebelum mengonsumsi probiotik, baca aturan penggunaan


yang tertera di kemasan produk. Jika ragu atau memiliki kondisi
kesehatan khusus, diskusikan dengan dokter perihal dosis, pilihan
produk, dan cara penggunaan yang sesuai dengan
kondisi.Konsumsi probiotik sesuai dosis yang dianjurkan. Jangan
menambah atau mengurangi dosis tanpa berkonsultasi dulu
dengan dokter.Probiotik dapat dikonsumsi bersama atau tanpa
makanan. Probiotik boleh dicampur dengan air, makanan, atau
susu agar bisa diserap lebih baik atau untuk mengurangi rasa tidak
nyaman di saluran pencernaan.

D. Interaksi Probiotik dengan Obat Lain

Penelitian mengenai interaksi probiotik dengan obat-obatan


lain masih minim. Namun, sebuah penelitian menunjukkan adanya
peningkatan kadar vitamin B1 (tiamin) dan vitamin B2 (riboflavin)
pada wanita sehat yang mengonsumsi probiotik selama 2 minggu.
Untuk mencegah terjadinya interaksi obat, selalu konsultasikan
dengan dokter jika Anda berencana mengonsumsi probiotik
bersama obat, suplemen, atau produk herbal.

19
E. Efek Samping dan Bahaya Probiotik

Jika dikonsumsi sesuai dengan dosis yang


direkomendasikan, suplemen probiotik umumnya jarang
menyebabkan efek samping. Namun, pada beberapa kondisi,
probiotik dapat menimbukan efek samping berupa:

 Nyeri perut
 Diare
 Perut kembung

Dilakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami efek


samping yang disebutkan di atas dan mengalami reaksi alergi
setelah mengonsumsi probiotik.

F. Penyimpanan
Simpan probiotik di dalam suhu ruangan dan terhindar dari
paparan sinar matahari langsung. Jauhkan obat ini dari jangkauan
anak-anak.
2. Prebiotik
Prebiotik adalah makanan (biasanya makanan tinggi serat) yang
berfungsi sebagai asupan untuk bakteri baik dalam tubuh manusia agar
jumlahnya tetap terjaga. Cara kerja prebiotik sangatlah menguntungkan
untuk kesehatan usus. Saat makanan mengandung prebiotik masuk ke
dalam usus, ia menstimulasi pertumbuhan bakteri baik usus. Prebiotik
dapat menahan aktivitas hidrolitik (enzim yang bertugas mencerna
makanan) pada saluran pencernaan bagian atas. Sehingga ia memicu
bakteri baik untuk melakukan fermentasi makanan yang terdapat di dalam
usus besar. Prebiotik juga merangsang pertumbuhan bakteri di dalam usus,
seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus. Cara kerja prebiotik ini
menghasilkan asam lemak rantai pendek, yang merupakan hasil akhir
fermentasi. Asam lemak rantai pendek ini memiliki peran utama dalam
mengatur sistem kekebalan tubuh dan memberi respon ketika terjadi
peradangan.

20
3. Sinbiotik
Mekanisme kerja sinbiotik merupakan kombinasi anatara
mekanisme kerja probiotik dan prebiotik. Mekanisme kerja sinbiotik yang
berhubungan dengan sistem imun yaitu, mengaktivasi sistem imun lokal di
usus seperti makrofag, mengatur pengeluaran sitokin, dan menstimulasi
hyporesponsiveness pada makanan. Sedangkan mekanisme kerja sinbiotik
yang bersifat non-imunologik yaitu, berkompetisi dengan patogen dalam
pengambilan nutrisi dan perlekatan, mengubah pH lokal yang tidak disukai
patogen, memproduksi bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan
patogen, dan meningkatkan fungsi barier mukosa usus.

21
3.2 TAHAPAN DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI

Pelayanan swamedikasi terdapat beberapa tahap yaitu pasien assesment,


penentuan rekomendasi, penyerahan obat dan pemberi informasi. Tahapan pasien
assesment bertujuan untuk penggalian informasi terkait gejala-gejala yang
dirasakan. Dari data pasien assesment yang dilakukan oleh staf apotek hanya
beberapa apotek yang melakukan, hal ini dikarenakan sakit kepala merupakan
sakit ringan yang penyembuhannya relatif singkat sehingga tidak perlu penggalian
informasi yang terlalu dalam. Kurangnya penggalian informasi dapat
menimbulkan ketidak rasionalan dalam pengobatan swamedikasi.

Tahapan pelayanan swamedikasi selanjutnya adalah penentuan


rekomendasi yang menjelaskan jumlah obat, pergantian merk dagang obat generik
atau paten dan harga obat. Tujuan dijelaskannya informasi jumlah obat agar
pasien dapat mengetahui jumlah obat yang di dapatkannya. Untuk tujuan
dijelaskannya informasi tentang pergantian merk dagang obat generik atau paten
karena sebagian pasien atau konsumenbelum mengetahui tentang obat generik
atau paten. Pergantian merk dagang generik atau paten dimaksudkan agar
konsumen atau pasien yang memiliki kekurangan dalam hal biaya tetap dapat
memebeli dan menggunakan obat tersebut.

Apoteker memegang tanggung jawab dalam pelayanan swamedikasi serta


memiliki kewajiban dalam penyampaian informasi terkait obat yang digunakan
oleh pasien (Candradewi & Kristina,2017). Seorang apoteker harus lebih aktif
tanpa menunggu pasien meminta informasi terlebih dahulu karena pasien akan

22
merasa sangat puas apabila apoteker mampu memberikan konseling atau
pemberian informasi kepada pasien (Irmin et al.,2020).

23
a. Bagaimana cara melakukan rehidrasi
Pemberian oralit untuk rehidrasi disarankan sebagai berikut :
 Untuk pasien yang belum menunjukkan gejala dehidrasi, oralit diberikan
setiap buang air besar sebanyak 100 ml (untuk usia kurang dari 11 bulan),
200 ml (untuk usia 1-4 tahun), dan 300 ml (untuk usia lebih dari 5 tahun)
dengan tujuan mencegah dehidrasi.
 Untuk pasien yang telah menunjukkan gejala dehidrasi, oralit diberikan
sebanyak 300 ml (untuk usia kurang dari 11 bulan), 600 ml (untuk usia 1-4
tahun), dan 1,2 L (untuk usia lebih dari 5 tahun) selama 3 jam pertama
sedangkan selanjutnya diberikan 100 ml (untuk usia kurang dari 11 bulan),
200 ml (untuk usia 1-4 tahun), dan 300 ml (untuk usia lebih dari 5 tahun)
setiap buang air besar untuk mengatasi dehidrasi.
 Untuk anak kurang dari dua tahun berikan sedikit demi sedikit secara terus
menerus hingga habis, jika muntah maka tunggu 10 menit dan berikan
tetes demi tetes agar anak tidak menolak.
 Untuk bayi yang masih menyusui, berikan ASI/susu formula yang lebih
banyak.
 Dapat juga diberikan tablet zinc untuk mencegah dehidrasi dan sebagai
terapi pelengkap oralit pada anak. Tablet zinc ini dapat diberikan sebanyak
10 mg (setengah tablet) per hari untuk umur kurang dari 6 bulan dan 20
mg (1 tablet) per hari untuk umur lebih dari 6 bulan. Tablet zinc diberikan
dengan dikunyah atau dilarutkan dalam satu sendok air matang atau asi.
Tablet zinc harus tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare telah
berhenti. Tablet ini dijual sebagai obat bebas, contohnya tersedia dalm
merek interzinc, L-zinc, orezinc, zanic, zincare, zinc, zincpro, zirea,
zirkum kid, Zn-Diar.

Perlu diingat bahwa oralit bukanlah pengganti obat namun hanya


bertujuan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat diare. Contoh dari
produk oralit yang tersedia di pasaran yaitu dehydralyte dan Oralit 200 yang berisi
campuran gula, garam, natrium, dan kalium. Jika tidak tersedia produk oralit,

24
maka kita dapat membuat larutan oralit sendiri dengan mencampurkan 40 g gula +
3,5 g garam yang dilarutkan dalam 1 liter air mendidih yang telah didinginkan.

b. Apa saja pilihan obat yang dapat digunakan sebagai swamedikasi diare?
Dan bagaimana kerja obat tersebut?
Obat diare bukan ditujukan untuk menyembuhkan diare (kuratif) tetapi
sebagai usaha untuk mengurangi keparahan diare (paliatif). Obat diare yang dapat
digunakan untuk swamedikasi yaitu tablet norit, kaolin, pektin, atau attapulgit
yang bekerja dengan mengurangi frekuensi buang air besar, memadatkan feses,
menyerap kelebihan air dan toksin penyebab diare. Obat-obat tersebut tidak
diperbolehkan untuk anak dibawah 5 tahun. Adapun di luar negeri, loperamid
dapat digunakan untuk keperluan swamedikasi karena sudah termasuk obat bebas.
Sedangkan di Indonesia sendiri loperamid masih tergolong obat keras sehingga
hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. Loperamid bekerja dengan
meningkatkan kontak antara feses dengan dinding usus sehingga air yang diserap
oleh usus dari feses meningkat dan meningkatkan kekentalan feses.
c. Apa saja contoh obat swamedikasi diare?
Contoh obat yang tersedia di pasaran yaitu biodiar dan iodiar
(mengandung attapulgit), opidiar, dianos, dan neo kaolana (mengandung kaolin
pektin), entrostop dan arcapec (mengandung attapulgit pektin) 4. Selain itu dapat
juga digunakan obat seperti diapet yang mengandung ekstrak daun jambu biji.
d. Dimana kita bisa memperoleh obat swamedikasi diare?
Obat yang mengandung norit, kaolin, pektin, atau attapulgit memiliki logo
obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau yang dibatasi dengan garis lingkaran
hitam. Obat ini dapat diperoleh di apotek terdekat dengan mengonsultasikannya
terlebih dahulu dengan apoteker agar dijelaskan lebih lanjut mengenai obat
tersebut dan memaksimalkan pengobatan. Adapun dosis yang tersedia yaitu
biasanya tablet norit 250 mg serta kombinasi 600 mg untuk kaolin/attapulgit dan
50 mg untuk pectin.

25
e. Apa sajakah yang perlu diperhatikan selain melakukan rehidrasi dan
mengonsumsi obat swamedikasi diare?
Sebaiknya berhenti makan dan fokus pada pemberian cairan elektrolit,
setelah itu secara perlahan-lahan makanan dikonsumsi seperti biasa kembali
dalam beberapa hari. Adapun makanan yang diperbolehkan sebaiknya makanan
yang mudah dicerna seperti biskuit, makanan yang tidak berlemak, makanan tidak
pedas, makanan tidak tinggi gula. Hindari makanan padat atau sebaiknya makan
makanan yang tidak berasa seperti bubur, roti, pisang, selama 1-2 hari.  Selain itu
juga perlu menghindari minuman bersoda karena dapat memperberat kondisi
diare, begitu juga dengan alkohol, kopi, teh, susu (kecuali pada bayi).
f. Kapan kita harus meminum obat swamedikasi diare?
Obat kaolin, attapulgit, pektin dapat dikonsumsi 1 tablet setiap buang air
besar dengan konsumsi maksimum 12 tablet per hari untuk orang dewasa atau
maksimum 6 tablet per hari untuk anak 6-12 tahun. Obat tersebut tidak boleh
dikonsumsi jika seseorang diare dengan disertai demam, perlu terhindar dari
kondisi konstipasi/sembelit, memiliki obstruksi usus, dan atau alergi terhadap obat
tersebut4. Adapun tablet norit 250 mg dikonsumsi 3-4 tablet tiga kali dalam sehari
atau setiap 8 jam.
G. Berapa lama kita diperbolehkan mengonsumsi obat swamedikasi diare?
Obat kaolin, attapulgit, pektin seperti yang telah dijelaskan diatas hanya
boleh dikonsumsi selama dua hari. Jika setelah dua hari diare belum membaik
maka sebaiknya swamedikasi diare dihentikan dan dilakukan konsultasi dengan
dokter terlebih dahulu untuk pemeriksaan lebih lanjut.
H. Apa saja efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh obat swamedikasi
diare?
Obat kaolin, attapulgit, pektin dapat menyebabkan konstipasi atau sembelit
sebagai efek samping.
I. Apakah wanita hamil diperbolehkan mengonsumsi obat swamedikasi diare?
Penggunaan obat antidiare tanpa resep tidak cocok untuk digunakan
selama kehamilan sehingga wanita hamil harus berkonsultasi dengan dokter
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan diare yang tepat.

26
G. Apa sajakah yang dapat dilakukan untuk mencegah diare?
Cucilah tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan sebelum
menyiapkan makanan, tutuplah makanan untuk mencegah kontaminasi dari lalat,
kecoa dan tikus, simpanlah secara terpisah makanan mentah dan yang matang,
simpanlah sisa makanan di dalam kulkas, gunakan air bersih untuk memasak, air
minum harus direbus terlebih dahulu, buang air besar pada jamban dan menjaga
kebersihan lingkungan.
-

27
3.3 TERAPI NON FARMAKOLOGI

Terapi non farmakologi merupakan terapi tambahan selain hanya


mengkonsumsi obat – obatan. Manfaat dari terapi non farmakologi adalah
meningkatkan efikasi obat dan menurunkan efek samping obat serta memulihkan
keadaan pembuluh darah dan jantung. Bentuk terapi non farmakologi adalah
terapi alternative dan komplementer. Pnegobatan alternative adalah pengobatan
yang dipilih sebagai pengganti terhadap pengobatan medis sedangkan pengobatan
komplementer adalah pengobatan yang digunakan bersama –sama dengan
pengobatan medis ( Aryanto,2008)
Pada Kasus diare, berdasarkan buku Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan
Bebas Terbatas, 2007, dijelaskan bahwa berikut merupakan hal – hal yang dapat
dilakukan terkait terapi non farmakologinya :
1. Minum banyak cairan (air, sari buah, sup bening). Hindari alkohol,
kopi/teh, Susu. Teruskan pemberian air susu ibu pada bayi, tetapi pada
pemberian Susu pengganti ASI encerkan sampai dua kali.
2. Hindari makanan padat atau makanlah makanan yang tidak berasa (bubur,
Roti, pisang) selama 1 – 2 hari.
3. Minum cairan rehidrasi oral-oralit/larutan gula garam
4. Cucilah tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan sebelum
Menyiapkan makanan. ( Diare karena infeksi bakteri/virus bisa menular ).
5. Tutuplah makanan untuk mencegah kontaminasi dari lalat, kecoa dan
tikus.
6. Simpanlah secara terpisah makanan mentah dan yang matang, simpanlah
Sisa makanan di dalam kulkas.
7. Gunakan air bersih untuk memasak
8. Air minum harus direbus terlebih dahulu
9. Buang air besar pada kamar mandi/toilet
10. Jaga kebersihan lingkungan
11. Bila diare berlanjut lebih dari dua hari, bila terjadi dehidrasi, kotoran
berdarah, atau terus-menerus kejang perut periksakan ke dokter (diare
Pada anak-anak/bayi sebaiknya segera dibawa ke dokter)

28
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Diare merupakan salah satu berbasis lingkungan yang menjadi penyebab


utama kesakitan dan kematian. Faktor penyebab diare yang sangat dominan
adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi
bersama perilaku manusia. Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa faktor risiko yang
paling rentan menyebabkan penyakit diare adalah faktor lingkungan dan gaya
hidup manusia. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menjadi faktor pendorong terjadinya diare. Diare dibagi menjadi 3 klasifikasi
yaitu diare dehidrasi berat, diare dehidrasi sedang/ringan, dan diare tanpa
dehidrasi. Ketiga klasifikasi tersebut menimbulkan berbagai gejala.

Pada sistem saluran pencernaan, diare dapat terjadi karena mekanisme


dasar seperti gangguan osmotik, gangguan sekresi dan gangguan motilitas usus.
Cara pengobatan diare ada terapi non farmakologi dan farmakologi. Orang yang
terkena diare akan mengalami dehidrasi akibat kekurangan cairan, maka orang
tersebut disarankan minum air putih yang banyak, makan makanan yang memiliki
banyak cairan seperti sari buah, minum oralit/ larutan gula garam. Selanjutnya
faktor lingkungan dan gaya hidup lebih dijaga kebersihannya. Untuk terapi
farmakologi bertujuan untuk mengontrol gejala, mendukung pasien untuk
melanjutkan rutinitas senormal mungkin. Kebanyakan diare infeksius sembuh
sendiri atau dapat disembuhkan dengan obat anti infeksi.

Obat-obat an terapi farmakologi memiliki mekanisne kerja yang sama


seperti untuk mengatasi diare akut dan keracunan makanan, mengurangi frekuensi
buang air besar dan menyerap racun pada penderita diare, dan memperlambat
pertumbuhan bakteri penyebab diare. Diare dapat dilakukan pelayanan
swamedikasi dengan hanya menggunakan obat bebas dan obat tak terbatas di
apotek.

29
Para TTK bisa melakukan assesment, penentuan rekomendasi, penyerahan
obat dan pemberi informasi. TTK harus mengetahui umur berapakah yang terkena
diare karena diare pada anak dan dewasa berbeda perlakukannya tetapi tetap
sama. Seperti pada anak harus diberikan Zinc untuk menambah cairan tubuh.
Contoh obat yang tersedia di pasaran yaitu biodiar dan iodiar (mengandung
attapulgit), opidiar, dianos, dan neo kaolana (mengandung kaolin pektin),
entrostop dan arcapec (mengandung attapulgit pektin). Selain itu dapat juga
digunakan obat seperti diapet yang mengandung ekstrak daun jambu biji. Obat –
obat yang memiliki logo obat bebas atau obat bebas terbatas seperti itu yang dapat
TTK berikan kepada pasien.

30
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2017). Cek Produk. Probiotik. NHS
(2018). Health A-Z. Probiotics.

Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Rahardja. 2015. Obat Obat Penting
Khasiat, Penggunaan Dan Efek-Efek Sampingnya. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta

DiPiro Joseph T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, L.M.
Posey. 2011. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Eight
Edition, p 621-627. McGraw Medical Hill. New York.

Dirjen Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2007. Pedoman Penggunaan Obat
Bebas dan Bebas Terbatas. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.

Hartanto Huriawati dan Hafshah Nurul Afifah. 2013. Rujukan Cepat Obat-
Obat Tanpa Resep untuk Praktisi. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia untuk Kalangan Medis Volume 49


2014/2015.

MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi untuk Kalangan Medis Edisi 11


2011/2012.

Riddle M.S., H.L. DuPont, B.A. Connor. 2016. ACG Clinical Guideline:
Diagnosis, Treatment, and Prevention of Acute Diarrheal Infections in
Adults. The American journal of gastroenterology Volume XXX.

Irmin, P.Sarnianto, Y.Anggriani dan J.Pontoan. 2020. Presepsi Pasien dengan


Keluhan Minor illnes Terhadap Peran Apoteker Terkait Efisiensi Biaya dan
Akses Pengobatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional. Jurnal Farmasi
Indonesia, vol.17 (1) : 80-89.

31
Muharni, S., F. Aryani, T.T. Agustin, dan D. Fitriani. 2017. Sikap Tenaga
Kefarmasian Pada Swamedikasi Nyeri Gigi Di Apotekapotek Kota
Pekanbaru Provinsi Riau. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia, vol. 5 (2):
67-73.

Sujono R. Dan F.B.Sabiti. 2020. Pandangan Konsumen Ibu PKK di Semarang


terhadap Kehadiran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Jurnal Farmasi Indonesia, vol. 17 (1) : 43-50.

32
Irmin, P.Sarnianto, Y.Anggriani dan J.Pontoan. 2020. Presepsi Pasien dengan
Keluhan Minor illnes Terhadap Peran Apoteker Terkait Efisiensi Biaya dan Akses
Pengobatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional. Jurnal Farmasi Indonesia, vol.17
(1) : 80-89.

Muharni, S., F. Aryani, T.T. Agustin, dan D. Fitriani. 2017. Sikap Tenaga
Kefarmasian Pada Swamedikasi Nyeri Gigi Di Apotekapotek Kota Pekanbaru
Provinsi Riau. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia, vol. 5 (2): 67-73.

Sujono R. Dan F.B.Sabiti. 2020. Pandangan Konsumen Ibu PKK di Semarang


terhadap Kehadiran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jurnal
Farmasi Indonesia, vol. 17 (1) : 43-50.

33

Anda mungkin juga menyukai