Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“MASALAH KEPERAWATAN YANG TERJADI PADA SISTEM


PENCERNAAN”

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

1. ADINDA PERMATA BAHRI (P07120120048)


2. AFFANDI HIDAYAT (P07120120049)
3. ARRUM TRIKOMALA (P07120120052)
4. HERY SETIAWAN (P07120120061)
5. RIZKA HISNIA (P07120120086)
6. WAYAN INDAH SANIS SETIAWATI (P07120120090)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-III KEPERAWATAN MATARAM

2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
“Keperawatan Medikal Bedah”. Kemudian shalawat beserta salam kami sampaikan kepada Nabi
besar kita Muhammad SAW. Yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan
sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dewi
Purnamawati M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah selama penulisan
makalah ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam


penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 9 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………... 1
C. Tujuan………………………………………………………………………….. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian………….……………………………………………………………. 2
B. Penyakit Sistem Pencernaan…………………………………………………….. 2
1. Diare…………………………………………………………………………. 2
2. Gastritis………………………………………………………………………. 8
3. Konstipasi atau Sembelit………………………………………………..…… 11
4. Hemoroid atau Wasir……………………………………………………...…. 15
5. Demam Thypoid…………………………………….…………………...…… 25
6. Gastroentritis (Ge)…………………………………………………………… 30
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………….. 40
B. Saran……………………………………………………………………………… 40

ii
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..……… 41

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh setiap makhluk
hidup khususnya manusia. Kesehatan mencakup keadaan fisik, mental, dan sosial
sehingga setiap orang yang sehat akan memungkinkan hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Kesehatan menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan khususnya pada anak-
anak, remaja, maupun orang tua. Sebab, apabila seseorang tidak menjaga kesehatan maka
akan menurunkan produktivitas dan bahkan dapat meningkatkan angka kematian (Benita,
2012).

Makanan yang kita konsumsi akan masuk ke dalam saluran sistem pencernaan. Makanan
tersebut kemudian akan dicerna oleh sistem pencernaan, baik secara mekanik atau
kimiawi. Pola hidup dan pola makan yang tidak baik dapat mengakibatkan gangguan
sistem pencernaan. Melalui halaman ini, kita akan mengulas gangguan sistem pencernaan
manusia.
Gangguan sistem pencernaan manusia dapat dialami oleh siapa saja. Mulai dari bayi
sampai dengan orang yang sudah berumur lanjut. Penyebab gangguan sistem pencernaan
manusia bisa beraneka ragam. Mulai dari adanya infeksi oleh bakteri dalam sistem
pencernaan. Atau terdapat bagian sistem pencernaan yang terluka.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan masalah keperawatan pada sistem pencernaan?
2. Apa saja penyakit pada sistem pencernaan?
3. Bagaimana menyusun asuhan keperawatan sesuai diagnose penyakit?
C. TUJUAN
1. Memahami masalah keperawatan pada system pencernaan
2. Memahami jenis penyakit system pencernaaan
3. Memahami penyusunan askep

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Masalah keperawatan pada sistem pencernaan merupakan permasalahan yang terjadi di sistem
pencernaan dengan berbagai sebab. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar dan anus. Dimana semua organ itu merupakan satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan. Fungsi utama dari sistem pencernaan yaitu sebagai pencerna nutrisi
tubuh. Namun meskipun begitu, bukan  berarti sistem pencernaan pada tubuh manusia akan
selalu aman karena adanya nutrisi yang banyak. Pintu atau jalan masuknya zat dari luar dengan
bebas ternyata akan menimbulkan banyak gangguan atau penyakit pada sistem pencernaan.
Dimana penyakit tersebut akan mengganggu atau mengancam orang yang menderitanya.
Penyakit atau gangguan yang menyerang ini akan menghambat sistem kerja organ-organ yang
lainnya.
Diperlukan kewaspadaan dan pengetahuan untuk menghindari penyakit atau gangguan yang akan
mengancam, seperti misalkan memperhatikan kebersihan makanan dan minuman yang akan kita
konsumsi, kebersihan mulut dan gigi, konsumsi makanan bergizi dan masih banyak yang
lainnya.

B. PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN

1. DIARE

Diare merupakan salah satu gangguan sistem pencernaan yang banyak dialami. Dimana
gangguan pencernaan ini akan membuat perut terasa mulas dan feses penderita menjadi encer.
Gangguan ini terjadi karena selaput dinding usus besar si penderita mengalami iritasi. Ada
beberapa hal yang menyebabkan seseorang menderita diare, dimana salah satunya yaitu karena
penderita mengkonsumsi makanan yang tidak higenis atau mengandung kuman, sehingga dengan
begitu gerakan peristaltik usus menjadi tidak terkendali serta di dalam usus besar tidak terjadi
penyerapan air. Jika fases penderita bercampur dengan nanah atau darah, maka gejala tersebut
menunjukan bahwa si penderita mengalami desentri yang mana gangguan itu disebabkan karena
adanya infeksi bakteri Shigella pada dinding usus besar orang yang menderitanya.

 Etiologi
Menurut Wong (2009), penyebab diare kebanyakan yaitu mikroorganisme patogen yang
disebarluaskan lewat jalur fekal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau
ditularkan antar-manusia dengan kontak yang erat (misalnya pada tempat penitipan anak).

2
Kurang bersihnya air, tinggal berdesakan, hygiene yang buruk, kurang gizi dan sanitasi yang
jelek merupakan faktor risiko utama, khususnya untuk terjangkit infeksi bakteri atau parasit yang
patogen.

 Patofisiologi
Menurut Dewi (2010), mekanisme diare yang menyebabkan timbulnya diare adalah sebagai
berikut : gangguan osmotik merupakan akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare. Gangguan sekresi akibat
rangsangan tertentu misalnya toksin pada dinding usus atau terjadi peningkatan sekresi air dan
elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi
rongga usus. Gangguan motilitas usus hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan selanjutnya timbul diare pula.

 Manfiestasi Klinis
Menurut Setiati (2014), tanda dan gejala bisa bersifat inflamasi atau noninflamasi. Diare
noninflamasi bersifat sekretorik (watery) bisa mencapai lebih dari 1 liter per hari. Biasanya tidak
disertai dengan nyeri abdomen yang hebat dan tidak disertai darah atau lender pada feses.
Demam dapat dijumpai atau tidak. Gejala mual dan muntah bisa dijumpai. Pada diare tipe ini
penting diperhatikan kecukupan cairan karena pada kondisi yang tidak terpantau dapat
meyebabkan terjadinya kehilangan cairan yang mengakibatkan syok hipovolemik. Diare yang
bersifat inflamasi bisa berupa sekretori atau disentri. Biasanya disebabkan oleh patogen yang
bersifat invasif. Gejala mual, muntah, disertai dengan demam, nyeri perut hebat dan tenesmus,
serta feses berdarah dan berlendir merupakan gejala dan tanda yang dapat dijumpai.

 Komplikasi
Menurut Marcdante (2014), komplikasi utama dari diare adalah dehidrasi dan gangguan fungsi
kardiovaskular akibat hipovolemia berat. Kejang dapat terjadi dengan adanya demam tinggi,
terutama pada infeksi Shigella. Abses intestine dapat terjadi pada infeksi Shigella dan
Salmonella, terutama pada demam tifoid, yang dapat memicu terjadinya perforasi usus, suatu
komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Muntah hebat akibat diare dapat menyebabkan rupture
esofagus atau aspirasi.

3
 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis
Menurut Setiati (2014), penanganan diare akut sebagai berikut :
1. Rehidrasi Cairan Pada keadaan awal dapat diberikan sediaan cairan/bubuk hidrasi peroral
setiap kali diare. Pemberian hidrasi melalui cairan infus dapat meggunakan sediaan berupa
Ringer Lactat ataupun NaCl isotonis.
2. Pengaturan Asupan Makanan Pemberian asupan makanan diberikan secara normal, sebaiknya
dalam porsi kecil namun dengan frrekuensi yang lebih sering. Pilih makanan yang mengandung
mikronutrien dan energy (pemenuhan kebutuhan kalori dapat diberikan bertahap sesuai toleransi
pasien). Menghindari makanan atau minuman yang mengandung susu karena dapat terjadinya
toleransi laktosa, demikian juga makanan yang pedas ataupun mengandung lemak yang tinggi.

 Pemeriksaan penunjang
Menurut Kyle (2014), pemeriksaan laboratorium dan diagnostic untuk diare yaitu :
1. Kultur feses: dapat mengindikasikan adanya bakteri.
2. Feses untuk adanya ovum dan parasit: dapat mengindikasikan adanya parasite.
3. Feses untuk panel atau kultur virus: untuk menentukan adanya rotavirus atau virus lain.
4. Feses untuk darah samar: dapat positif jika inflamasi atau ulserasi terdapat di saluran GI.
5. Feses untuk leukosit: dapat positif pada kasus inflamasi atau infeksi.
6. pH feses/mengurangi zat: untuk melihat apakah diare disebabkan oleh intoleransi karbohidrat.
7. Panel elektrolit: dapat mengindikasikan dehidrasi.
8. Radiografi abdomen (KUB): adanya feses di usus dapat mengindikasikan konstipasi atau
impaksi feses (massa feses yang imobil dan mengeras); tingkat cairan-udara dapat
mengindikasikan obstruksi usus.

 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Kyle (2014), temuan pengkajian yang mengarah ke diare yaitu sebagai berikut:
a. Riwayat kesehatan. Kaji riwayat sakit saat ini dan keluhan utama. Informasi penting yang
berkaitan dengan riwayat diare anatra lain: jumlah dan frekuensi defekasi, lama gejala, volume
feses, gejala terkait (nyeri abdomen, kram, mual, muntah, demam), adanya darah atau mucus di
feses. Gali riwayat medis saat ini dan sebelumnya untuk faktor risiko seperti: kemungkinan
pajanan terhadap agens infeksius (air sumur, binatang ternak, kehadiran ditempat penitipan
anak), riwayat diet, riwayat keluarga dengan gejala serupa, perjalanan baru-baru ini, usia anak
(untuk mengidentifikasi etiologic umum untuk kelompok usia tersebut).
b. Pemeriksaan fisik.
4
1. Inspeksi. Kaji dehidrasi anak yang mengalami diare. Observasi penampilan umum dan
warna kulit anak. Pada dehidrasi ringan, anak dapat tampak normal. Pada dehidrasi sedang,
mata mengalami penurunan produksi air mata atau lingkar mata cekung. Membrane mukosa
juga dapat kering. Status mental dapat diperburuk dengan dehidrasi sedang hingga berat, yang
dibuktikan dengan lesu atau letargi.
2. Auskultasi. Auskultasi bising usus untuk mengkaji adanya bisisng usus hipoaktif atau
hiperaktif. Bising usus hipoaktif untuk mengindikasikan obstruksi atau peritonitis. Bising usus
hiperaktif dapat mengindikasikan diare/gastroenteritis.
3. Perkusi. Perhatikan adanya abnormalitas. Adanya abnormalitas pada pemeriksaan untuk
diagnosis diare akut atau kronik dapat mengindikasikan proses patologis.
4. Palpasi. Nyeri pada abdomen kuadran bawah dapat berkaitan dengan gastroenteritis. Nyeri
pantul atau nyeri tidak ditemukan saat palpasi, jika ditemukan, hal ini dapat mengindikaiskan
apendisitis atau peritonitis.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wong (2009), diagnosa yang muncul pada diare yaitu sebagai berikut:
a. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan Cairan yang berlebihan
dari traktur GI ke dalam feses atau muntahan.
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan kehilangan
cairan yang tidak adekuat.
c. Risiko menularkan infeksi yang berhubungan dengan mikroorganisme yang menginvasi
traktus GI.
d. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan iritasi karena defekasi yang
sering dan feses yang cair.
e. Ansietas berhubungan dengan keterpisahan anak dari orang tuanya, lingkungan yang tidak
biasa, dan prosedur yang menimbulkan distress.
f. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan krisis situasi dan kurangnya
pengetahuan.
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Wong (2009), rencana asuhan keperawatan pada diare yaitu sebagai berikut:
a. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan Cairan yang berlebihan
dari traktur GI ke dalam feses atau muntahan.
Intervensi:
1) Berikan larutan oralit.
Rasional: untuk rehidrasi maupun penggantian cairan yang hilang melalui feses.
2) Berikan dan pantau pemberian cairan infus sesuai program.
Rasional: untuk mengatasi dehidrasi dan vomitus yang berat.
5
3) Berikan oralit secara bergantian dengan cairan rendah natrium seperti air, ASI atau
susu formula.
Rasional: untuk terapi cairan rumatan (kebanyakan pakar mengatakan bahwa susu
formula yang diberikan harus bebas laktosa jika bayi tidak dapat menoleransi susu
formula biasa).
4) Setelah rehidrasi tercapai, berikan makanan seperti biasa kepada anak selama
makanan tersebut dapat ditoleransinya.
Rasional: karena penelitian memperlihatkan bahwa pemberian kembali secara dini
makanan yang biasa dikonsumsi akan membawa manfaat dengan mengurangi
frekuensi defekasi dan meminimalkan penurunan berat badan serta memperpendek
lama sakit.
5) Pertahankan catatan asupan dan haluaran cairan (urine, feses dan muntahan).
Rasional: untuk mengevaluasi keefektifan intervensi.
6) Pantau berat jenis urine setiap 8 jam sekali atau sesuai indikasi.
Rasional: untuk menilai status hidrasi.
7) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: untuk menilai keadaan dehidrasi.
8) Nilai tanda-tanda vital, turgor kulit, membrane mukosa dan status kesadaran setiap 4
jam sekali atau sesuai indikasi.
Rasional: untuk menilai status hidrasi.
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan kehilangan
cairan yang tidak adekuat.
Intervensi:
1) Setelah rehidrasi tercapai, beri tahu ibu yang menyusui sendiri bayinya agar
melanjutkan pemberian ASI.
Rasional: karena tindakan ini cenderung mengurangi intensitas dan lamanya sakit.
2) Hindari pemberian diet pisang, beras, apel, dan roti panggang atau teh.
Rasional : Karena diet ini memiliki kandungan energi dan protein yang rendah,
kandungan hidrat arang yang terlampaui tinggi.
3) Monitor berat badan pasien sesuai indikasi.
Rasional : untuk menilai keadaan dehidrasi.
4) Amati dan catat respons anak terhadap pemberian makan.
Rasional: untuk menilai toleransi anak terhadap makanan/susu formula yang
diberikan.
5) Beri tahu keluarga agar menerapkan diet yang tepat.
Rasional: untuk menghasilkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
6
6) Gali kekhawatiran dan prioritas anggota keluarga.
Rasional: untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
c. Risiko menularkan infeksi yang berhubungan dengan mikroorganisme yang menginvasi
traktus GI.
Intervensi:
1) Pertahankan kebiasaan mencuci tangan yang cermat.
Rasional: untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi.
2) Pasang popok disposibel yang superabsorbent.
Rasional: untuk menahan feses pada tempatnya dan mengurangi kemungkinan
terjadinya dermatitis popok.
3) Upayakan bayi dan anak kecil tidak meletakkan tangannya dan benda apa pun pada
daerah yang terkontaminasi. Bila mungkin ajarkan tindakan proteksi kepada anak-
anak.
d. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan iritasi karena defekasi yang
sering dan feses yang cair.
Intervensi:
1) Ganti popok dengan sering.
Rasional: untuk menjaga agar kulit selalu bersih dan kering.
2) Bersihkan bagian bokong secara berhatihati dengan sabun nonalkalis yang lunak dan
air atau merendam anak dalam bathup agar dapat dibersihkan dengan hati-hati.
Rasional: karena feses pasien diare bersifat sangat iritatif pada kulit.
3) Oleskan salep seperti zink oksida.
Rasional: untuk melindungi kulit terhadap iritasi.
4) Bila mungkin biiarkan kulit utuh yang berwarna agak kemerahan terkena udara.
Rasional: untuk mempercepat kesembuhan.
5) Hindari pemakaian tisu pembersih komersial yang mengandung alkohol pada kulit
yang mengalami ekskoriasi.
Rasional: karena penggunaan tisu ini akan menimbulkan rasa perih.
e. Ansietas berhubungan dengan keterpisahan anak dari orang tuanya, lingkungan yang
tidak biasa, dan prosedur yang menimbulkan distress.
Intervensi:
1) Lakukan perawatan mulut dan berikan dot kepada bayi.
Rasional: untuk memberikan rasa nyaman.
2) Anjurkan kunjungan dan partisipasi keluarga dalam perawatan anak sesuai
kemampuan keluarga.
Rasional: untuk mencegah stress pada anak karena berpisah dari keluarganya.
7
3) Sentuh, peluk dan berbicara dengan anak sebanyak mungkin.
Rasional: untuk memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress.
4) Lakukan stimulus dan perkembangan anak.
Rasional: untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
f. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan krisis situasi dan kurangnya
pengetahuan.
Intervensi:
1) Berikan informasi kepada keluarga mengenai keadaan sakit anaknya dan tindakan
terapeutiknya.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik, khususnya
dirumah.
2) Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan kepada anak.
3) Izinkan anggota keluarga berpartisipasi menurut keinginan mereka dalam perawatan
anak.
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan anak maupun keluarga.
4) Beri tahu keluarga mengenai tindakan penjagaan yang harus diambil.
Rasional: untuk mencegah penyebaran infeksi.
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
perawatan dilaksanakan, melaksanakan intervensi atau aktivitas yang telah dilakukan (Doenges,
2012).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien (Doenges, 2012). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.

2. GASTRITIS

Gastritis merupakan penyakit atau gangguan dimana dinding lambung mengalami peradangan.
Gangguan ini disebabkan karena kadar asam klorida atau Hcl terlalu tinggi. Selain itu, Gastritis
juga dapat disebabkan karena penderita mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
kuman penyebab penyakit.
Gastritis termasuk proses inflamasi atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi
dan infeksi pada mukosa dan submukosa lambung. Penyakit gastritis dapat menyerang seluruh
lapisan masyarakat dari semua tingkat usia maupun jenis kelamin, akan tetapi dari beberapa
survei menunjukkan bahwa gastritis paling sering menyerang usia produktif (Tussakinah dkk,

8
2018). Berdasarkan data dari badan penelitian kesehatan Dunia World Health Organization
(WHO) yang dikutip oleh Huzaifah (2017) menemukan bahwa, beberapa negara yang
mengalami angka persentase kejadian gastritis tertinggi di dunia diantaranya adalah inggris 22%,
China 31%, Jepang 14.5%, Kanada 35%, dan Perancis 29.5%.
Ketika gastritis terjadi, ada penderita yang merasakan gejalanya dan ada juga yang tidak.
Beberapa gejala gastritis di antaranya:

 Nyeri yang menggerogoti dan panas di dalam lambung


 Hilang nafsu makan
 Cepat merasa kenyang saat makan
 Perut kembung
 Cegukan
 Mual
 Muntah
 Sakit perut
 Gangguan saluran cerna
 BAB dengan tinja berwarna hitam pekat
 Muntah darah

Temui dokter jika gejala gastritis selalu terasa setelah Anda mengonsumsi obat-obatan tertentu,
Anda merasakan gejala sakit maag selama seminggu lebih, Anda BAB dengan tekstur tinja hitam
pekat, dan Anda muntah darah.
Sakit atau nyeri di perut tidak selalu menandakan adanya gastritis. Pengobatan biasanya
bergantung pada penyebab penyakit ini.

 Penyebab Gastritis
Berikut ini sejumlah hal yang bisa menyebabkan gastritis, di antaranya:

a. Infeksi bakteri H. pylori


b. Efek samping konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (misalnya ibuprofen dan aspirin)
secara berkala
c. Stres
d. Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan
e. Penyalahgunaan obat-obatan

9
f. Reaksi autoimun
g. Pertambahan usia
h. Infeksi bakteri dan virus
i. Penyakit Crohn
j. Penyakit HIV/AIDS
k. Refluks empedu
l. Anemia pernisiosa
m. Muntah kronis

n. Diagnosis Gastritis
Sejumlah hal akan dilakukan oleh dokter dalam mendiagnosis gastritis, mulai dari menanyakan
gejala, meninjau riwayat kesehatan pribadi dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik, hingga
melakukan pemeriksaan lanjutan. Beberapa contoh pemeriksaan lanjutan tersebut di antaranya
adalah:

a. Tes napas guna melihat keberadaan bakteri H. pylori.


b. Endoskopi guna melihat adanya tanda-tanda peradangan di dalam lambung. Pemeriksaan ini
terkadang dikombinasikan dengan biopsi (pengambilan sampel jaringan pada daerah yang
dicurigai mengalami radang untuk selanjutnya diteliti di laboratorium). Metode biopsi juga
bisa diterapkan oleh dokter untuk melihat keberadaan bakteri H. pylori.
c. Pemeriksaan X-ray dan cairan barium guna melihat adanya tukak di dalam lambung.
d. Pemeriksaan tinja untuk melihat adanya pendarahan dan infeksi di dalam lambung.
e. Pemeriksaan kadar sel darah untuk melihat apakah pasien menderita anemia.

 Pencegahan dan Pengobatan Gastritis


Jika Anda rentan terkena gejala gastritis, cobalah untuk membagi porsi makan Anda ke jadwal
makan baru. Sebagai contoh, jika sebelumnya Anda suka makan dengan porsi besar tiap jadwal
makan, ubah porsinya menjadi sedikit-sedikit sehingga jadwal makan Anda menjadi lebih sering
dari biasanya. Selain itu, hindari makanan berminyak, asam, atau pedas.
Jika Anda termasuk seseorang yang aktif mengonsumsi minuman beralkohol, maka kurangilah
kebiasaan tersebut karena alkohol juga dapat menyebabkan gejala gastritis. Selain itu, kendalikan
stres Anda.

10
Jika gejala gastritis sering kambuh setelah Anda menggunakan obat pereda sakit jenis anti-
inflamasi nonsteroid (OAINS) konsultasikan hal tersebut kepada dokter. Dalam kasus ini, dokter
biasanya akan mengganti OAINS dengan obat pereda nyeri golongan lain seperti paracetamol.
Gejala penyakit gastritis bisa reda jika ditangani dengan benar. Ada beberapa obat yang biasanya
diresepkan oleh dokter, di antaranya:

 Obat penghambat histamin 2 (H2 blocker). Obat ini mampu meredakan gejala gastritis
dengan cara menurunkan produksi asam di dalam lambung. Salah satu contoh obat
penghambat histamin 2 adalah ranitidine.
 Obat penghambat pompa proton (PPI). Obat ini memiliki kinerja yang sama seperti
penghambat histamin 2, namun lebih efektif. Salah satu contoh obat penghambat pompa
proton adalah omeprazole.
 Obat antasida. Obat ini mampu meredakan gejala gastritis (terutama rasa nyeri) secara cepat
dengan cara menetralisir asam lambung.
 Obat antibiotik. Obat ini diresepkan pada penderita gastritis yang kondisinya diketahui
disebabkan oleh infeksi bakteri. Contoh obat antibiotik adalah amoxicillin, clarithromycin,
dan metronidazole

3. KONSTIPASI ATAU SEMBELIT

Konstipasi biasa disebut sembelit atau susah buang air besar. Konstipasi adalah suatu keadaan
yang ditandai oleh perubahan konsistensi feses menjadi keras, ukuran besar, penurunan frekuensi
atau kesulitan defekasi (Eva, 2015). Sembelit merupakan salah satu gangguan pada sistem
pencernaan dimana si penderita akan mengeluarkan fases yang keras. Gangguan ini terjadi
disebabkan karena usus besar menyerap air terlalu banyak. Sembelit disebabkan karena kurang
mengkonsumsi makanan berserat seperti misalkan buah dan sayur atau kebiasaan buruk yang
selalu menunda buang air besar.
Konstipasi banyak terjadi di masyarakat umum pada kelompok remaja dan dewasa awal.
Menurut Chudahman Manan, risiko terjadinya konstipasi lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan dengan pria dengan angka perbandingan 4:1 (Susilawati, 2010).
KONSTIPASI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan IntervensiKeperawatan


Kriteria Hasil

Konstipasi NOC NIC

11
Definisi : Penurunan pada Bowel
        Constipation/Impaction
frekwensi normal defakasi elimination Management
yang disetai oleh kesulitan
atau pengeluaran tidak         Hydration  Monitor tanda dan gejala
Iengkap fases/atau konstipasi
pengeluaran fases yang  Monior bising usus
kering, keras, dan banyak  Monitor feses : frekuensi,
Kriteria Hasil : konsistensi dan volume
 Konsultasi dengan dokter
Mempertahankan
       tentang penurunan dan
Batasan Karakteristik : bentuk feses lunak peningkatan bising usus
setiap 1-3 hari  Monitor tanda dan gejala
 Nyeri abdomen ruptur usus/peritonitis
 Nyeri tekan abdomen        Bebas dari  Jelaskan etiologi dan
dengan teraba resistensi ketidaknyamanan rasionalisasi tindakan
otot dan konstipasi terhadap pasien
 Nyeri tekan abdomen  Identifikasi faktor penyebab
tanpa teraba resistensi        Mengidentifikasi dan kontribusi konstipasi
otot indicator untuk  Dukung intake cairan
 Anoraksia mencegah  Kolaborasikan pemberian
 Penampilan tidak khas konstipasi laksatif
pada lansia (mis,  Pantau tanda-tanda dan
perubahan pada status        Feses lunak dan gejala impaksi
mental, inkontinensia berbentuk  Memantau gerakan usus,
urinarius, jatuh yang termasuk konsistensi
tidak ada penyebabnya, frekuensi, bentuk, volume,
peningkatan suhu tubuh) dan warna
 Borbogirigmi  Memantau bising usus
 Darah merah pada feses  Konsultasikan dengan
 Perubahan pada pola dokter tentang penurunan /
defekasi kenaikan frekuensi bising
 Penurunan frekwensi usus
 Penurunan volume fases  Pantau tanda-tanda dan
 Distensi abdomen gejala pecahnya usus dan /
 Rasa rektal penuh atau peritonitis
 Rasa tekanan rectal  Jelaskan etiologi masalah
 Keletihan umum dan pemikiran untuk
 Feses keras dan tindakan untuk pasien
berbentuk  Menyusun jadwal ketoilet
 Sakit kepala  Mendorong meningkatkan
 Bising usus hiperaktif asupan cairan, kecuali
 Bising usus hipoaktif dikontraindikasikan
 Peningkatan tekanan  Evaluasi profil obat untuk
abdomen efek samping
 Tidak dapat makan, gastrointestinal
Mual  Anjurkan pasien / keluarga

12
 Rembesan feses cair untuk mencatat warna,
 Nyeri pada saat defekasi volume, frekuensi, dan
 Massa abdomen yang konsistensi tinja
dapat diraba  Ajarkan pasieri / keluarga
 Adanya feses lunak, bagaimana untuk menjaga
seperti pasta didalam buku harian makanan
rektum  Anjurkan pasien / keluarga
 Perkusi abdomen pekak untuk diet tinggi serat
 Sering flatus  Anjurkan pasien / keluarga
 Mengejan pada saat pada penggunaan yang tepat
defekasi dan obat pencahar
 Tidak dapat  Anjurkan pasien / keluarga
mengeluarkan feses pada hubungan asupan diet,
 Muntah olahraga, dan cairan
sembelit / impaksi
Faktor Yang  Menyarankan pasien untuk
Berhubungan : berkonsultasi dengan dokter
jika sembelit atau ìmpaksi
Fungsional terus ada
 Menginformasikan pasien
 Kelemahan otot prosedur penghapusan
abdomen manual dari tinja, jika perlu
 Kebiasaan mengabaikan  Lepaskan impaksi tinja
dorongan defekasi secara manual, jika perlu
 Ketidakadekuatan  Timbang pasien secara
toileting (mis, batasan teratur
waktu, posisi untuk  Ajarkan pasien atau
defekasi, privasi) keluarga tentang proses
 Kurang aktivitas fisik pencernaan yang normal
 Kebiasaan defekasi tidak  Ajarkan pasien / keluarga
teratur tentang kerangka waktu
 Perubahan lingkungan untuk resolusi sembelit
saat ini

Psikologis

 Depresi, Stres emosi


 Konfusi mental

Farmakologis

 Antasida mengandung
aluminium
 Antikolinergik,
Antikonvulsan

13
 Antidepresan
 Agens antilipemik
 Garam bismuth
 Kalsium karbonat
 Penyekat saluran
kalsium
 Diuretik, Garam besi
 Penyalahgunaan laksatif
 Agens anti inflamasi non
steroid
 Opiate, Fenotiazid,
Sedative
 Simpatomimemik

Mekanis

 Ketidakseimbangan
elektrolit
 Kemoroid
 Penyakit Hirschsprung
 Gangguan neurologist
 Obesitas
 Obstruksi pasca-bedah
 Kehamilan
 Pembesaran prostat
 Abses rectal
 Fisura anak rektal
 Striktur anak rectal
 Prolaps rectal, Ulkus
rectal
 Rektokel, Tumor

Fisiologis

 Perubahan pola makan


 Perubahan makanan
 Penurunan motilitas
traktus gastrointestinal
 Dehidrasi
 Ketidakadekuatan gigi
geligi
 Ketidakadekuatan
higiene oral
 Asupan serat tidak
cukup
 Asupan cairan tidak

14
cukup
 Kebiasaan makan buruk

4. HEMOROID ATAU WASIR

Definisi
Kata “Hemoroid” berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘haem’ : darah, rhoos’ : mengalir. Jadi semua
pendarahan yang ada di anus disebut hemoroid.
Hemoroid adalah pelebaran rasa di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan
patologik. Hanya apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau penyulit, diperlukan tindakan.
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal dan dapat dibagi menjadi 2,
yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis
superior dan media dan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai
istilah yang digunakan, maka hemoroid eksterna timbul di sebelah luar otot sfingter ani, dan
hemoroid interna timbul di sebelah dalam sfingter.
Hemaroid atau yang lebih dikenal dengan wasir yaitu pembengkakan berisi pembuluh darah
yang membesar. Pembuluh darah yang terkena gangguan ini yaitu berada di  sekitar atau di
dalam bokong, entah itu di dalam anus atau di dalam rektum. Biasanya kebanyakan hemaroid
yaitu penyakit ringan serta tidak menimbulkan adanya gejala. Jika saja seseorang terdapat gajala
wasir, maka hal yang sering terjadi seperti misalkan:

 Adanya pendarahan setelah buang air besar, dimana dengan warna darah merah terang.
 Adanya benjolan yang tergantung di luar anus. Biasanya benjolan ini harus didorong
kembali ke dalam anus setelah melakukan buang air besar.
 Adanya rasa gatal di sekitaran anus.

Hemaroid atau wasir biasanya sering dialami oleh mereka yang terlalu lama duduk atau wanita
yang tengah hamil.

Etiologi
Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis di bagi menjadi dua :
1. Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelaian organik.
Kelainan organik yang menyebabkan gangguan adalah :
• Hepar sirosis hepatis
Fibrosis jaringan hepar akan meningkatkan resistensi aliran vena ke hepar sehingga
terjadi hepartensi portal. Maka akan terbentuk kolateral antara lain ke esopagus dan
pleksus hemoroidalis .

15
• Bendungan vena porta, misalnya karena thrombosis.
• Tomur intra abdomen, terutama didaerah velvis, yang menekan vena sehingga aliranya
terganggu. Misalnya uterus grapida , uterus tomur ovarium, tumor rektal dan lain lain.

2. Idiopatik,tidak jelas adanya kelaianan organik, hanya ada faktor - faktor penyebab timbulnya
hemoroid.Faktor faktor yang mungkin berperan :
• Keturunan atau heriditer
Dalam hal ini yang menurun adalah kelemahan dinding pembuluh darah, dan bukan
hemoroidnya.
• Anatomi
Vena di daerah masentrorium tudak mempunyai katup. Sehingga darah mudah kembali
menyebabkan bertambahnya tekanan di pleksus hemoroidalis.
• Hal - hal yang memungkinkan tekanan intra abdomen meningkat antara lain :
- Orang yang pekerjaan nya banyak berdiri atau duduk dimana gaya grapitasi akan
mempengaruhi timbulnya hemoroid.Misalnya seorang ahli bedah.
- Gangguan devekasi miksi.
- Pekerjaan yang mengangkat benda - benda berat.
- Tonus spingter ani yang kaku atau lemah.

Pada seseorang wanita hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya hemoroid yaitu :
- Adanya tomur intra abdpomen.
- Kelemahan pembuluh darah sewaktu hamil akibat pengaruh perubahan hormonal.
- Mengedan sewaktu partus.

Faktor predisposisi terjadinya Hemoroid :


a. Terlalu banyak mengedan saat buang air besar
b. Kebiasaan berjongkok atau duduk terlalu lama
c. Mengangkat beban terlalu berat
d. Wanita hamil yang mengedan saat melahirkan
e. Diare kronik
f. Usia lanjut
g. Hubungan seks peranal
h. Hereditas/ keturunan
i. Sembelit
j. Genetik predisposisi
k. Kurang berolahraga atau imobilisasi
l. Kurang makan-makanan berseerat

Patofisiologi:
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena

16
hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum
terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh
feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena
kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi
pada daerah tersebut dan nekrosis.
a. Hemorrhoid interna:
Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk
kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius. Selain itu Sistem vena portal tidak
mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.
b. Hemorrid eksterna:
Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna
kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri. Bentuk ini sering nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor nyeri.

Gejala Klinik:
Gejala utama berupa :
a. Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa nyeri.
Perdarahan merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh feses yang
keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses.
b. Prolaps yang berasal dari tonjolan hemaroid sesuai gradasinya.
Hemoroid yag membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar
menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan
disusul reduksi spontan saat defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini
perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus.
Gejala lain yang mengikuti :
c. Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus.
Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan edema yang meradang.
d. Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah.
Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini
disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus.
e. Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan
vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila
sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan

17
fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.
2. Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar. Anoskop
dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan
penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita
disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke
dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan
membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya,
letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus
diperhatikan.
3. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan oleh proses
radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik
saja atau tanda yang menyertai. Faeces harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

Pencegahan
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain:
1. Jalankan pola hidup sehat.
2. Olah raga secara teratur (ex.: berjalan).
3. Makan makanan berserat (buah, sayuran, sereal, suplemen serat, dll) sekitar 20-25 gram
sehari.
4. Hindari terlalu banyak duduk.
5. Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll.
6. Hindari hubunga seks yang tidak wajar (seks anal).
7. Minum air yang cukup.
8. Jangan menahan kencing dan berak.
9. Jangan menggaruk dubur secara berlebihan.
10. Jangan mengejan berlebihan.
11. Duduk berendam pada air hangat.
12. Minum obat sesuai anjuran dokter.
13. Lakukan defekasi yang sehat.

18
Diagnosa Keperawatan
PRE OPERASI
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf nyeri oleh hematoma ditandai
dengan klien mengeluh nyeri, klien tampak meringis, klien tampak gelisah, klien tampak
memposisikan diri untuk menghindari nyeri.
2. PK: Perdarahan.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai
dengan klien tampak pucat, turgor kulit klien menurun, kulit klien tampak kering
4. Hipertermi berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai dengan klien
mengeluh panas,suhu tubuh klien meningkat, klien tampak pucat, klien tampak menggigil.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf gatal oleh
hematoma ditandai dengan klien mengeluh gatal, klien tampak menggaruk-garuk pantatnya.

POST OPERASI
1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive pembedahan hemoroidektomi
ditandai dengan klien megeluh
nyeri pada luka post op, klien tampak meringis, klien tampak memposisikan diri untuk
menghindari nyeri. 
2. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan pajanan patogen.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis pasca pembedahan ditandai dengan klien tampak
gelisah, klien selalu bertanya-tanya tentang kesembuhannya.

Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC (Pre Operasi) :


1.  Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf nyeri oleh hematoma ditandai
dengan klien mengeluh nyeri, klien tampak meringis , klien tampak gelisah, klien tampak
memposisikan diri untuk menghindari nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien dapat berkurang dengan
kriteria hasil :
 Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan
 Mengenali gejala-gejala nyeri
 Mencatat pengalaman tentang nyeri sebelumnya
 Secara subjektif, klien menyatakan penurunan rasa nyeri

19
 Wajah klien tampak relaks
Intervensi :
1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama dan penyebarannya
Rasional : Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian.
2. Berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensivitas pada suara – suara
bising dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
3. Berikan bantalan flotasi di bawah bokong pada saat duduk
Rasional : Membantu menurunkan nyeri akibat penekanan saat duduk.
4. Berikan kompres hangat pada lokasi nyeri
Rasional : Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan
menurunkan nyeri di lokasi yang paling dirasakan.
5. Berikan rendaman duduk tiga atau empat kali sehari
Rasional : Menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme sfingter
6. Berikan posisi yang nyaman pada klien sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
7. Berikan analgetik, seperti asetaminofen
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat serta meningkatkan
kenyamanan dan istirahat

2. PK : Perdarahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, perawat dapat
meminimalkan komplikasi yang terjadi dengan kriteria hasil:
 Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal
 Klien tidak mengalami episode perdarahan
 Tanda-tanda vital berada dalam batas normal
TD: 100 – 120 mm Hg
Nadi: 60-100x/menit
RR: 14 – 25 x/mnt
Suhu: 36 - 370C ± 0,50C
Intervensi :
1. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi

20
Rasional : Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada klien sehingga dapat
menentukan intervensi selanjutnya
2. Monitor tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan vital pasien saat terjadi perdarahan.
3. Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan
Rasional : Banyak komponen darah yang menurun pada hasil lab dapat membantu
menentukan intervensi selanjutnya
4. Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain jika
diperlukan
Rasional : Keadaan fisik dan psikologis yang baik akan mendukung terapi yang diberikan
pada klien sehingga mampu memberikan hasil yang maksimal
5. Awasi jika terjadi anemia
Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya
6. Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian
transfusi, medikasi
Rasional : mencegah terjadinya komplikasi dari perdarahan yang terjadi dan untuk
menghentikan perdarahan

3. Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai
dengan klien tampak pucat, turgor kulit klien menurun, kulit klien tampak kering.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama …x 24 jam diharapkan defisit volume cairan dapat diatasi
dengan kriteria hasil :
a. Fluid balance
 TD dalam batas normal (90/60 – 140/80)
 Nadi dalam batas normal
 Masukkan dan haluaran cairan harian seimbang
 BB klien stabil
 Turgor kulit elastis
 Hematokrit dalam batas normal
 Membran mukosa lembab
b. Gastrointestinal function
 Warna feses normal

21
 Darah dalam feses tidak ada

Intervensi:
A. Fluid Management
1. Monitoring BB klien
Rasional : kekurangan volume cairan menunjukkan tanda berupa penurunan berat badan.
2. Catat intake dan output cairan
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti dan keefektifan dari
terapi yang diberikan
3. Monitoring status hidrasi (membrane mukosa, nadi, orthostatic dan penurunan hematokrit )
Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi
4. Berikan terapi cairan melalui IV sesuai indikasi
Rasional : tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
5. Tingkatkan intake cairan per oral
Rasional : mempertahankan hidrasi / volume sirkulasi

B. Gastrointestinal Function
1. Observasi adanya darah pada feses
Rasional : perdarahan berlebih memicu kekurangan volume cairan semakin berat.
2. Dokumentasikan warna, jumlah, dan karakteristik feses
Rasional : perubahan warna, jumlah dan karakteristik feses menunjukkan status cairan dalam
saluran cerna.
3. Penggunaan koagulan sesuai indikasi
Rasional : penggunaan koagulan yang efektif dapat menghentikan perdarahan.

Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC ( Post Operatif) :


1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive pembedahan hemoroidektomi ditandai
dengan klien megeluh nyeri pada luka post op, klien tampak meringis, klien tampak
memposisikan diri untuk menghindari nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan pasien mengatakan
nyeri berkurang, dan tidak terlihat respon nyeri secara verbal pada klien, dengan kriteria
hasil:

22
 Klien tidak tampak meringis
 Pasien tidak terlihat kesakitan yang ditandai pasien dalam posisi yang nyaman
 Pasien mengatakan nyerinya berkurang menjadi 2 dengan skala nyeri 1 – 5

Intervensi:
Manajemen Nyeri
1. Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri klien ( dengan pola P,Q,R,S,T), yaitu dengan
memperhatikan lokasi,
intensitas, frekuensi, dan waktu.
Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan
komplikasi.
2. Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri dan kepercayaan tentang nyeri.
Rasional: Memudahkan dalam melakukan intervensi, karena kultur atau budaya klien dapat
mempengaruhi persepsi tentang nyeri.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung.
Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.
4. Kontrol dan kurangi kebisingan
Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.
5. Ajarkan pasien teknik distraksi
Rasional: Untuk memanajemen atau mengalihkan rasa nyeri pada klien.
6. Kaji riwayat adanya alergi obat
Rasional: Mengetahui apakah ada alergi terhadap obat analgesik.
7. Pastikan pasien menerima analgesic.
Rasional: Memastikan klien menerima obat pereda rasa nyeri

2. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (post hemoroidektomi) dan peningkatan
pemajanan lingkungan terhadap pathogen.
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil :
 Keadaan temperatur normal
 tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor,lubor,tumor, dolor,fungsiolaesa)

Intervensi:

23
1. Pantau suhu dengan teliti dan tanda-tanda infeksi lainnya
Rasional : Mendeteksi kemungkinan infeksi
2. Kaji keadaan luka dan lakukan perawatan luka
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi
3. Tempatkan pasien dalam ruangan khusus
Rasional : Meminimalkan terpaparnya pasien dari sumber infeksi
4. Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci
tangan dengan baik
Rasional : meminimalkan pajanan pada organisme infektif
5. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
6. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

3. Ansietas berhubungan dengan krisis pasca pembedahan di tandai dengan pasien tampak
gelisah, pasien selalu bertanya-tanya tentang kesembuhannya.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam,di harapkan klien tidak
mengalami ansietas
dengan Kriteria hasil:
 Monitor insentitas kecemasan
 Menggunakan strategi koping efektif
 Melaporkan penurunan durasidari episode cemas
 Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
 Mempertahankan penampilan peran
 Mempertahankan hubungan sosial
 Tidak ada manifestasi perilaku kecemasan

Intervensi:
1. Kaji tingkat kecemasan dan diskusikan penyebab bila mungkin.
Rasional: Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan individu untuk
menghadapinya dengan lebih realistis.

24
2. Dorong pasien untuk mengugkapkan perasaan ,ketakutan ,presepsi dan berikan umpan
balik.
Rasional: membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien mengidentifikasi masalah yang
menyebabkan stress.
3. Memberikan informasi faktual mengenai diagnosis,tindakan prognosis
Rasional: keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa control dan
membantu menurunkan ansietas.
4. Intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Rasional: membantu untuk menurunkan kecemasan pada pasien.
5. Berikan lingkungan tenang dan istirahat
Rasional: membantu menurunkan ansietas
6. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, prilaku perhatian.
Rasional: tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stress berkurang.
7. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional: dapat digunakan untuk menurunkan ansietas.

5. DEMAM THYPOID

Definisi

Demam tifoid ialah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya
turunannya yaitu Salmonella Typhi. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia,
dandisebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja.

Epidemiologi dan Etiologi

Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit
menular, sehingga dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai
secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan
jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularannya
biasanya tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan S. Typhi yaitu pasien dengan demam
tifoid dan yang lebih sering adalah pasien carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109
sampai 1011 kuman per gram tinja. Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang
tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering
di daerah nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus
mengekskresi S. typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung
empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S. typhi berada didalam
batu empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang

25
menahun. Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S.
paratyphi B dan S. paratyphi C.

Gejala Klinis

Masa inkubasi demam tifoid rata rata 2 minggu. Gejala timbul tiba tiba atau berangsur angsur.
Penderita demam tifoid merasa cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit kepala, rasa tak enak di
perut dan nyeri seluruh tubuh. Demam pada umumnya berangsur angsur naik selama minggu
pertama, demam terutama pada sore hari dan malam hari (bersifat febris reminent). Pada minggu
kedua dan ketiga demam terus menerus tinggi (febris kontinua). Kemudian turun secara lisis.
Demam ini tidak hilang dengan pemberian antipiretik, tidak ada menggigil dan tidak berkeringat.
Kadang kadang disertai epiktasis. Gangguan gastrointestinal : bibir kering dan pecah pecah, lidah
kotor, berselaput putih dan pinggirnya hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan.
Limpa membesar dan lunak dan nyeri pada penekanan. Pada permulaan penyakit umumnya
terjadi diare, kemudian menjadi obstipasi.

Masa Inkubasi/ tunas : 10-14 hari. Minggu 1 : demam (suhu berkisar 39-40), nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual muntah, konstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut, batuk
dan epiktasis. Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis,
obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut. Minggu 2 : demam, bradikardi, lidah khas
berwarna putih, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran. Pada minggu II gejala sudah
jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi),
hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :

 Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
 Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).

26
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Penatalaksanaan

Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif,
medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Kadang-kadang perlu
konsultasi ke Divisi Hematologi, Jantung, Neurologi, bahkan ke Bagian lain/Bedah.

Perawatan. Perlu isolasi, observasi, dan pengobatan di rumah sakit. Tirah baring mutlak minimal
7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus, mobilisasi
bertahap, perubahan posisi, perhatikan defekasi dan pola berkemih. Istirahat total untuk
mencegah komplikasi komplikasi parah. Mobilisasi dilakukan secara bertahap yaitu: duduk
waktu makan pada hari ke 2 bebs panas, berdiri pada hari ke 7 bebas panas, berjalan pada hari
ke10 bebas panas.

Diet. Makanan padat dengan nasi dan lauk pauk rendah selulosa. Diet harus cukup kalori dan
tinggi protein. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. Setelah bebas demam diberi
bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas
dari demam selama 7 hari.

Medikasi . Medikasi yang diberikan adalah pemberian antibiotik diantaranya adalah :

Kloramfenikol, Tiamfenikol, Kotrimoksasol, Ampisillin, Fluorokuinolon dan Sefalosforin


generasi ketiga

Pencegahan

Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi.
Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan
higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih,
pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang
masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai
transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan.

Pada saat ini telah ada di pasaran berbagai vaksin untuk pencegahan demam tifoid. Dua vaksin
yang aman dan efektif telah mendapat lisensi dan sudah ada di pasaran. Satu vaksin berdasar
subunit antigen tertentu dan yang lain berdasar bakteri (whole cell) hidup dilemahkan. Vaksin
pertama, mengandung Vi polisakarida, diberikan cukup sekali, subcutan atau intramuskular.
Diberikan mulai usia > 2 tahun. Re-imunisasi tiap 3 tahun. Kadar protektif bila mempunyai
antibodi anti-Vi 1 µg/ml. Vaksin Ty21a hidup dilemahkan diberikan secara oral, bentuk kapsul
enterocoated atau sirup. Diberikan 3 dosis, selang sehari pada perut kosong. Untuk anak usia ≥ 5
tahun. Reimunisasi tiap tahun. Tidak boleh diberi antibiotik selama kurun waktu 1 minggu
sebelum sampai 1 minggu sesudah imunisasi.

27
Contoh Asuhan Keperawatan

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15, 16, 18 Januari 2018 dengan 1 pasien dengan demam
typhoid. Usia pasien 16 tahun dengan jenis kelamin perempuan dan tingkat pendidikan SMA.
Dari data yang didapatkan terdapat keluhan utama yaitu klien mengatakan nyeri dibagian perut,
dari data obervasi keluarga dan pasien mengalami kecemasan dan ketidaktahuan terhadap
penyakit yang diderita anaknya. Data lain yang ditemukan adalah pasien suka makan
sembarangan, tidak memperhatikan kebersihan makanan dan asal makanan tersebut. Pasien
selama di rumah jarang makan, hanya makan sedikit dalam sehari dengan data berat badan 50kg,
tinggi badan 167 cm, lingkar lengan 28,5 cm, lingkar kepala 56 cm, dengan IMT (Indeks Massa
Tubuh) 17,9 yaitu keadaan disebut kurus dengan kekuragan berat badan tingkat ringan atau KEK
ringan.

Dari data pemeriksaan fisik terdapat hasil tanda-tanda vital yang abnormal yaitu suhu 36,9℃.
Dari data lain yang ditemukan adalah pemeriksaan penunjang terdapat pemeriksaan yang tidak
normal yaitu jumlah lekosit 4.9 10^3/ul (normal : 3.6-11.0), jumlah eritrosit H5.69 10^6/ul
(normal : 3.80-5.20), dan jumlah limfosit H 47.4% (normal: 25.0-40.0). Hasil neurologi S.Thyphi
O yaitu (+)1⁄320 , dan S.Thypi H (+) 1⁄80. Tindakan yang diberikan untuk pasien adalah
diberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan menggunakan strategi pelaksanaan.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan strategi pelaksanaan terjadi penurunan nyeri dari
skala 6 menjadi 3, dan peningkatan pengetahuan keluarga dan pasien tentang pentingnya
mencegah penyakit infeksi.

Pada saat pengkajian tanggal 15 Januari 2018 ditemukan data keluhan pasien yaitu klien nyeri
perut dengan skala 6, pasien merasakan tidak nyaman seperti teremasremas dengan waktu terus
menerus. Keluarga pasien mengatakan bahwa anaknya mengeluh sakit perut sudah lama sekitar 1
bulan yang lalu, keluarga klien mengira bahwa sakit perut yang dirasakan anaknya adalah sakit
perut biasa. Tidak ada tindakan pengobatan untuk anaknya. Terdapat data bahwa pasien
mengatakan kadang-kadang pingsan. Pada tanggal 15 Januari 2018 klien mengatakan sakit perut,
mual dan muntah 2X disertai pusing. Keluarga pasien langsung membawa pasien ke Rumah
Sakit di daerah Temanggung. Ditemukan data terkait dengan pola nutrisi metabolic yaitu
keluarga pasien mengatakan bahwa pasien jarang makan dan selalu jajan sembarangan, tidak
memperhatikan kebersihan dan asal usul makanan tersebut, data objektif menunjukkan mukosa
bibir pasien kering.

Data tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
kejadian demam typhoid berkaitan dengan faktor sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan.
Pada penelitian Naelannajah Alladany (2010) mendapatkan hasil bahwa sanitasi lingkungan dan
perilaku kesehatan yang merupakan faktor risiko kejadian demam typhoid adalah kualitas
sumber air, kualitas jamban keluarga, pengelolaan sampah rumah tangga, praktek kebersihan
diri, pengelolaan makanan dan minuman rumah tangga.

28
Terdapat data pemeriksan fisik yaitu keadaan umum cukup dan kesadaran composmentis, tanda-
tanda vital : tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80X/menit, Pernafasan 18X/menit, dan Suhu
36,9℃. Dari data tanda-tanda vital, pasien mengalami hipertermi. Tidak ada kelainan dalam
pemeriksaan fisik bagian kepala, dada, genetalia. Data pemeriksaan ekstremitas pasien tidak
terdapat edema, dan dapat bergerak bebas. Tangan kiri terpasang infus asering 20 tetes/menit.
Berdasarkan data catatan medis terapi obat yang diberikan untuk pasien adalah infus asering 20
tetes/menit yaitu untuk mencegah dehidrasi. Injeksi ranitidine 2X1 ampul yaitu untuk
mengurangi produksi asam lambung, injeksi ondancentron 3X1 ampul yaitu untuk mencegah
mual serta meningatkan metabometabolime, injeksi ketorolac 3X1 ampul yaitu untuk
mengurangi nyeri, injeksi ceftriaxone 2X1gram yaitu untuk mengatasi bakteri (antibiotic), dan
drip paracetamol 3X500 gram yaitu untuk penurun panas/demam.

Hari pertama pengkajian tanggal 15 Januari 2018 didapatkan analisa data masalah keperawatan
atau diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut, hipertermi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dan definisi pengetahuan. Data yang pertama adalah dengan masalah
keperawatan nyeri akut yaitu pasien mengatakan nyeri perut dengan skala 6, terasa seperti
teremas-remas dan dalam waktu terus menerus, dari data objektif terlihat bahwa pasien tampak
menahan nyeri, klien terus memegangi perut, hasil pemeriksaan penunjang didapatkan hasil
neurologi S.Thyphi O yaitu (+)1⁄320 , dan S.Thypi H (+) 1⁄80.

Data kedua dengan masalah keperawatan hipertermi, pasien mengatakan bahwa pusing dan
merasa demam dengan data objektif kulit terasa hangat, pasien terlihat gelisah, dan pemeriksaan
suhu abnormal yaitu 36,9℃. Data ketiga dengan masalah keperawatan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan, pasien mengatakan bahwa hanya menghabiskan ½ porsi rumah
sakit dan hanya minum kurang lebih 6 gelas sehari, sedikit mual, data objektif menunjukkan
bahwa berat badan 50kg, tinggi badan 167 cm, dan mukosa bibir pasien kering. Data keempat
dengan masalah keperawatan definisi pengetahuan, keluarga pasien mengatakan bahwa belum
mengerti tentang penyakit yang dialami anaknya, data objektif terlihat bahwa keluarga pasien
sering bertanya tentang penyakit anaknya.

Data rencana keperawatan didapatkan tujuan dan kriteria hasil serta intervensi. Terdapat empat
masalah keperawatan yaitu nyeri akut, hipertermi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dan definisi pengetahuan yang dilakukan strategi pelaksanaan selama 3x24
jam. Masalah keperawatan pertama adalah nyeri akut dengan kriteria hasil Tidak ada ekspresi
wajah nyeri, tidak ada nyeri yang dilaporkan, dan skala nyeri menjadi 3 dengan dilakukan
intervensi dan implementasi, tentukan lokasi, karakteristik, dan keparahan nyeri (nyeri diperut
dengan skala 6), observasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan verbal
mengenai ketidaknyamanan (pasien mengatakan nyeri, dan pasien tampak memegangi perutnya),
berikan informasi mengenai nyeri penyebab, ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam). Masalah
keperawatan yang kedua adalah hipertermi dengan kriteria hasil Suhu normal (36℃), kulit tidak
panas dengan intervensi pantau TTV( suhu 36,9℃), monitor asupan cairan, berikan dan ajarkan
kompres hangat, Instruksikan pasien memakai baju tipis, kolaborasi pemberian obat (drip

29
paracetamol 3x500gram). Masalah keperawatan yang ketiga adalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil asupan gizi baik/normal, asupan nutrisi, tidak
ada mual dengan intervensi monitor TTV, monitor kalori asupan makanan dan cairan secara
tepat(pasien hanya makan ½ porsi), Anjurkan makan sedikit tapi sering, Ajarkan konsep nutrisi
yang baik. Masalah keperawatan keempat adalah definisi pengetahuan dengan kriteria hasil
pengetahuan banyak tentang penyakit, pengetahuan banyak tentang tanda, penanganan,
pencegahan dengan intervensi kajian tingkat pengetahuan tentang penyakit, jelaskan proses
penyakit, edukasi pasien dan keluarga tentang tanda, penanganan, dan pencegahan.

Pada tanggal 15 Januari 2018 masalah keperawatan nyeri akut, hipertermi, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, definisi pengetahuan didapatkan catatan perkembangan
yaitu pasien mengatakan nyeri perut, mual, pusing, dan keluarga mengatakan tidak mengetahui
penyakit yang dialami anaknya. Dengan data objektif nyeri berlokasi di perut, dengan skala 6,
terasa seperti teremas-remas, hilang timbul. Pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil Suhu
36,9℃ dan akral hangat, pasien masih makan ½ porsi makanan rumah sakit. Tindakan
keperawatan selanjutnya adalah monitor TTV (tanda-tanda vital), monior nyeri, memberikan drip
paracetamol 3x500gram, monitor kalori dan asupan makanan, dan berikan pendidikan kesehatan
terkait dengan penyakit yang dialami pasien.

Catatan pekembangan tanggal 16 Januari 2018 didapatkan pasien mengatakan nyeri perut dengan
skala 4 hilang timbul, sedikit mual, berdasarkan pemeriksaan suhu pasien turun menjadi 36,2℃.
Data objektif menunjukkan mukosa bibir kering, diet puasa karena pasien akan dilakukan USG
pada perut. Intervensi selanjutnya adalah monitor suhu, monitor nyeri (memberikan injeksi
ceftriaxone 1gram (10ml), ketorolac 1 ampul, dan monitor asupan makanan.

Catatan perkembangan tanggal 18 Januari 2018 didapatkan pasien mengatakan masih sedikit
nyeri dengan skala 4 hilang timbul, sudah tidak pusing, tidak mual. Dari data objektif didapatkan
suhu 36,2℃, mukosa bibir lembab, makanan lunak dan minum 7 gelas sehari. Intervensi
selanjutnya adalah monitor nyeri, monitor asupan makanan.

6.GASTROENTRITIS ( GE )
 Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi
dan lebih 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat
pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Sudaryat Suraatmaja.2005).
 Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan
gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
 Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh
bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
 Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang
disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995

Etiologi
Penyebab dari diare akut antara lain :

30
1. Faktor Infeksi
v  Infeksi Virus
Ø Retavirus
·   Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau disertai dengan muntah.
·   Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.
·   Dapat ditemukan demam atau muntah.
·   Di dapatkan penurunan HCC.
Ø Enterovirus
·   Biasanya timbul pada musim panas.
Ø Adenovirus
·   Timbul sepanjang tahun.
·   Menyebabkan gejala pada saluran pencernaan / pernafasan.
Ø Norwalk
·   Epidemik
·   Dapat sembuh sendiri ( dalam 24 - 48 jam ).

v Bakteri
Ø Stigella
·   Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September
·   Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
·   Dapat dihubungkan dengan kejang demam.
·   Muntah yang tidak menonjol
·   Sel polos dalam feses
·   Sel batang dalam darah
Ø Salmonella
·   Semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
·   Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
·   Mungkin ada peningkatan temperatur
·   Muntah tidak menonjol
·   Sel polos dalam feses
·   Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
·   Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.
Ø Escherichia coli
·   Baik yang menembus mukosa ( feses berdarah ) atau yang menghasilkan entenoksin.
·   Pasien ( biasanya bayi ) dapat terlihat sangat sakit.
Ø Campylobacter
·   Sifatnya invasis ( feses yang berdarah dan bercampur mukus ) pada bayi dapat
menyebabkan diare berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain.
·   Kram abdomen yang hebat.
·   Muntah / dehidrasi jarang terjadi
Ø Yersinia Enterecolitica
·   Feses mukosa
·   Sering didapatkan sel polos pada feses.
·   Mungkin ada nyeri abdomen yang berat
·   Diare selama 1-2 minggu.
·   Sering menyerupai apendicitis.

31
2. Faktor Non Infeksiosus
v  Malabsorbsi
Ø Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa,maltosa, dan sukrosa ), non sakarida
( intoleransi glukosa, fruktusa, dan galaktosa ). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
ialah intoleransi laktosa.
·   Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride.
·   Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin.
v  Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk alergy, food alergy, dow’n milk protein
senditive enteropathy/CMPSE).
v  Faktor Psikologis
Rasa takut,cemas.

Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus ( Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus
Norwalk ), Bakteri atau toksin ( Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia, dan
lainnya ), parasit ( Biardia Lambia, Cryptosporidium ).
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada
Gastroenteritis akut.
Penularan Gastroenteritis biasa melalui fekal - oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa
kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul
diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit ( Dehidrasi ) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan HipokalemiaN ), gangguan gizi ( intake kurang, output berlebih), hipoglikemia,
dan gangguan sirkulasi darah.
Normalnya makanan atau feses bergerak sepanjang usus karena gerakan-gerakan peristaltik dan
segmentasi usus. Namun akibat terjadi infeksi oleh bakteri, maka pada saluran pencernaan akan
timbul mur-mur usus yang berlebihan dan kadang menimbulkan rasa penuh pada perut sehingga
penderita selalu ingin BAB dan berak penderita encer.
Dehidrasi merupakan komplikasi yang sering terjadi jika cairan yang dikeluarkan oleh tubuh
melebihi cairan yang masuk, cairan yang keluar disertai elektrolit.
Mula-mula mikroorganisme Salmonella, Escherichia Coli, Vibrio Disentri dan Entero Virus
masuk ke dalam usus, disana berkembang biak toxin, kemudian terjadi peningkatan peristaltik
usus, usus kehilangan cairan dan elektrolit kemudian terjadi dehidrasi.

Tanda dan Gejala


1.      Kuman Salmonella
Suhu badan naik, konsistensi tinja cair/encer dan berbau tidak enak, kadang-kadang mengandung

32
lendir dan darah, stadium prodomal berlangsung selama 2-4 hari dengan gejala sakit kepala,
nyeri dan perut kembung.
2.      Kuman Escherichia Coli
Lemah, berat badan sukar naik, pada bayi mulas yang menetap.
3.      Kuman Vibrio
Konsistensi encer dan tanpa diketahui mules dalam waktu singkat terjadi, akan berubah menjadi
cairan putih keruh tidak berbau busuk amis, yang bila diare akan berubah menjadi campuran-
campuran putih, mual dan kejang pada otot kaki.
4.      Kuman Disentri
Sakit perut, muntah, sakit kepala, BAB berlendir dan berwarna kemerahan, suhu badan
bervariasi, nadi cepat.
5.      Kuman Virus
Tidak suka makan, BAB berupa cair, jarang didapat darah, berlangsung selama 2-3 hari.
6.      Gastroenteritis Choleform
Gejala utamanya diare dan muntah, diare yang terjadi tanpa mulas dan tidak mual, bentuk feses
seperti air cucian beras dan sering mengakibatkan dehidrasi.
7.      Gastroenteritis Desentrium
Gejala yang timbul adalah toksik diare, kotoran mengandung darah dan lendir yang disebut
sindroma desentri, jarang mengakibatkan dehidrasi dan tanda yang sangat jelas timbul 4 hari
sekali yaitu febris, perut kembung, anoreksia, mual dan muntah.

Manifestasi Klinis
a. Nyeri perut ( abdominal discomfort )
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi ( keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba ).
i. Diare.
j. Demam.
k. Membran mukosa mulut dan bibir kering
l. Lemah

Komplikasi.
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder  akibat kerusakan mukosa usus.

Tingkat Derajat Dehidrasi


Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

33
a.    Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis,
suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok, ubun-ubun dan mata cekung, minum
normal, kencing normal.
b.    Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara
serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. gelisah, sangat haus, pernafasan agak
cepat, ubun-ubun dan mata cekung, kencing sedikit dan minum normal.
c.    Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku
sampai sianosis, denyut jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah turun, warna urine pucat,
pernafasan cepat dan dalam, turgor sangat jelek, ubun-ubun dan mata cekung sekali, dan tidak
mau minum.

Atau yang dikatakan dehidrasi bila:


1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB.

Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
1.  Pemeriksaan Tinja
·   Makroskopis dan mikroskopis.
·   pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat
intoleransi gula.
·   Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2.  Pemeriksaan Darah
·   pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor ) dalam
serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
·   Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan
pada penderita diare kronik.

Penatalaksanaan Medis.
a.    Pemberian cairan untuk mengganti cairan yang hilang.
b.    Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
1.    Memberikan asi.
2.    Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral, dan
makanan yang bersih.
c.    Monitor dan koreksi input dan output elektrolit.
d.   Obat-obatan. Berikan antibiotik.
e.    Koreksi asidosis metabolik.

ASKEP TEORITIS
34
1.      Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, psikal assessment.
Pengkajian data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :
A.    Identitas klien.
B.    Riwayat keperawatan.
1. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia
kemudian timbul diare.
2. Keluhan utama : Feces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit
terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus
dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari
4 kali dengan konsistensi encer.
C.     Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
D.    Riwayat psikososial keluarga.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat
jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit
anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
E.     Kebutuhan dasar.
a.      Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK
sedikit atau jarang.
b.      Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan
berat badan pasien.
c.      Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
d.      Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
e.      Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat
distensi abdomen.
F.      Pemerikasaan fisik.
a.       Pemeriksaan psikologis :
Keadaan umum tampak lemah, kesadran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi,
nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
b.       Pemeriksaan sistematik :
§   Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat
badan menurun, anus kemerahan.
§   Perkusi : adanya distensi abdomen.
§   Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
§   Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c.  Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan
menurun.
       d.   Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui
penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

35
2.      Diagnosa Keperawatan.
a.      Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan output cairan yang berlebihan.
b.      Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan muntah.
c.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang
berlebihan.
d.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
e.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,
prognosis dan pengobatan.

3.      Intervensi
a.    Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
output cairan yang berlebihan.
Tujuan             :  Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil   : 
§  Tanda-tanda dehidrasi tidak ada.
§  Mukosa mulut.
§  Bibir  lembab.
§  Cairan seimbang.
Intervensi        : 
§   Observasi tanda-tanda vital.
§   Observasi tanda-tanda dehidrasi.
§   Ukur infut dan output cairan ( balanc ccairan ).
§   Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih
2000 – 2500 cc per hari.
§   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan pemeriksaan lab elektrolit.
§   Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.

b.    Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan muntah.
Tujuan             :  Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil   :
§  Intake nutrisi klien meningkat
§  Diet habis 1 porsi yang  disediakan
§  Mual dan muntah tidak ada.
Intervensi        :
§   Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.
§   Timbang berat badan klien.
§   Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
§   Lakukan pemerikasaan fisik abdomen ( palpasi,perkusi,dan auskultasi ).
§   Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
§   Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.

c.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang
berlebihan.

36
Tujuan             :  Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil   :
§  Integritas kulit kembali normal
§  Iritasi tidak ada
§  Tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi        :
§  Ganti popok anak jika basah.
§  Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol.
§  Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit.
§  Observasi bokong dan perineum dari infeksi.
§  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.

d.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.


Tujuan             :  Nyeri dapat teratasi.
 Kriteria hasil   : 
§  Nyeri dapat berkurang / hilang.
§  Ekspresi wajah tenang.
Intervensi        :
§  Observasi tanda-tanda vital.
§  Kaji tingkat rasa nyeri.
§  Atur posisi yang nyaman bagi klien.
§  Beri kompres hangat pada daerah abdomen.
§  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.

e.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,


prognosis dan pengobatan.
Tujuan             :  Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil   :    
§  Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien.
§  Ekspresi wajah tenang
§  Keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi        :
§  Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
§  Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien.
§  Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes.
§  Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya.
§  Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.

4.      Implementasi
 Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
output cairan yang berlebihan.
a.         Mengobservasi tanda-tanda vital.
b.        Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi.
c.         Mengukur infut dan output cairan ( balanc ccairan ).
d.        Memberikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak
kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari.

37
e.         Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan pemeriksaan lab
elektrolit.
f.         Mengkolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.

 Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.
a.       Mengkaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.
b.      Menimbang berat badan klien.
c.       Mengkaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
d.      Melakukan pemerikasaan fisik abdomen ( palpasi,perkusi,dan auskultasi ).
e.       Memberikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
f.       Mengkolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.

 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
a.    Mengganti popok anak jika basah.
b.    Membersihkan bokong perlahan sabun non alcohol.
c.    Memberi salp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit.
d.   Mengobservasi bokong dan perineum dari infeksi.
e.    Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.

 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.


a.  Mengobservasi tanda-tanda vital.
b.  Mengkaji tingkat rasa nyeri.
c.  Mengtur posisi yang nyaman bagi klien.
d.  Memberi kompres hangat pada daerah abdomen.
e.  Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.

 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,


prognosis dan pengobatan.
a.    Mengkaji tingkat pendidikan keluarga klien.
b.    Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien.
c.    Meenjelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes.
d.   Memberikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya.
e.    Melibatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.

5.      Evaluasi
1)      Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2)      Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3)      Integritas kulit kembali normal.
4)      Rasa nyaman terpenuhi.
5)      Pengetahuan kelurga meningkat.
6)      Cemas pada klien teratasi.

38
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan sistem penernaan merupakan
masalah yang terjadi pada penyakit system pencernaan meliputi Gangguan rasa nyaman,

39
Hepertemi ,nyeri, perdarahan di anus, konstipasi, resiko infeksi, intoleransi aktivitas,volume
cairan kurang dari kebutuhan.

B. Saran
Untuk Perawat
Sebaiknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus lebih memperhatikan
faktor penyebab maupun faktor pencetus dari penyakit yang diderita dan memberikan
pendidikan kesehatan pada keluarga dan klien agar masalah yang menyebabkan klien dirawat
dapat diatasi sehingga tidak terjadi perawatan yang berulang 

DAFTAR PUSTAKA

https://www.omni-hospitals.com/articles/index/152

40
Suhir Ahmad. December 11, 2016. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
HEMOROID. HTTPS://WWW.PERAWATKESEHATANKERJA.MY.ID/2016/12/ASUHAN-
KEPERAWATAN-PADA-KLIEN-DENGAN.HTML

https://www.akperpasarrebo.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Manuskrip-Artikel-Askep.pdf

Amalina ‘Izazi. 2018. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH UTAMA DEMAM


TYPHOID. JURNAL KESEHATAN Vol 11 No 2.
https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awr9GjG4BDthdewAdXJXNyoA;_ylu=Y29sbwNncTEEcG9z
AzIEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1631286584/RO=10/RU=http%3a%2f%2fjournal.uin-
alauddin.ac.id%2findex.php%2fkesehatan%2farticle%2fdownload
%2f6137%2f5836/RK=2/RS=.Jc2APaiogvx.m_kk4_bR_.w8Yo-

 Suhir Ahmad. December 11, 2016 ASKEP GASTROENTERITIS.


HTTPS://WWW.PERAWATKESEHATANKERJA.MY.ID/2016/12/ASKEP-
GASTROENTERITIS.HTML
https://www.perawatkitasatu.com/2017/10/konstipasi-nanda-nic-noc.html

MUHAMMAD SYAFI’I , DINA ANDRIANI. 2019 . FAKTOR–FAKTOR YANG


BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA PASIEN YANG BEROBAT DI
PUSKESMAS . Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi. Vol. 2 No.1

Isnaini Nur Jannah, Arifa Mustika, Edith Frederika Puruhito. 2017. EFEKTIVITAS
PEMBERIAN DEKOKTA BUAH TRENGGULI (Cassia fistula L.) TERHADAP
PENURUNAN CONSTIPATION SCORING SYSTEM UNTUK PENANGANAN
KONSTIPASI PADA WANITA USIA 18–25 TAHUN. Jour.Voc.HS. Vol. 01, No. 02. www.e-
journal.unair.ac.id/index.php/JVHS

Nurul Utami , Nabila Luthfiana. 2016 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada
Anak. MAJORITY Volume 5. Nomor 4.

dr. Fadhli Rizal Makarim.2021. Kenali 7 Gangguan pada Sistem Pencernaan Manusia.

https://www.halodoc.com/artikel/kenali-7-gangguan-pada-sistem-pencernaan-manusia

41

Anda mungkin juga menyukai