Anda di halaman 1dari 15

KEAMANAN PANGAN

“MAKALAH FOODBORNE DISEASE”

Kelompok : 6

ANNISA NUR RABIAH P07231118006


ELSA INDAH SARI P07231118013
MAULIDIA DWI P07231118020
NITA NURFITRIANI P07231118027
SILMI AFIFAH P07231118034
YANA ZELVIANA P07231118041

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

JURUSAN GIZI

POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR

2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada saya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
kami dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat mau pun tata bahasanya. Oleh
karenanya kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
maupun inspirasi untuk pembaca.

Samarinda, 27 Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................................

KATA PENGANTAR....................................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................................
C. Tujuan.......................................................................................................................
D. Manfaat.....................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................................

A. Kesimpulan............................................................................................................
B. Saran.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia yang berguna
untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses
di dalam tubuh, perkembang biakan, dan menghasilkan energi untuk
kepentingan berbagai metabolisme (Thahir et al ., 2005). Oleh sebab itu, pangan
harus mempunyai jaminan keamanan dari cemaran-cemaran yang berbahaya.
Cemaran tersebut dapat berupa cemaran biologis (bakteri patogenik, parasit,
cacing, virus, kapang/cendawan, dan riketsia), kimiawi (cemaran logam berat, dan
residu antibiotika), fisika (serpihan kaca, potongan kayu, logam, batu, rambut,
benang, dll), atau lainnya yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan (Schimdt et al ., 2003: Bahri et al ., 2005).
Bahan pangan asal ternak yang terdiri atas daging, telur, susu, dan hasil
olahannya memiliki kandungan protein tinggi (Supardi dan Sukamto, 1999).
Kandungan gizi yang tinggi tersebut, memungkinkan pangan asal ternak sebagai
media yang sangat baik bagi pertumbuhan berbagai macam cemaran biologis.
Oleh karena itu, bahan pangan tersebut tidak akan ada artinya bila tidak aman bagi
kesehatan (Winarno, 1996 Thahir et al ., 2005).
Dewasa ini, isu tentang keamanan pangan asal ternak yang aman, sehat,
utuh, dan halal (ASUH) sangat penting untuk menjamin ketenteraman batin bagi
konsumen. Hal ini juga terkait dengan meningkatnya pendapatan dan pendidikan
masyarakat sebagai konsumen sehingga masyarakat menjadi lebih kritis dalam
memilih dan menilai bahan pangan yang diperlukan (Thahir et al ., 2005).
Diantara bahaya tersebut di atas, ternyata beberapa cemaran biologis,
khususnya agen patogenik pada pangan dapat mengakibatkan munculnya
foodborne disease, yaitu penyakit pada manusia yang ditularkan lewat makanan
dan atau minuman yang terkontaminasi (Schimdt et al .,2003).

4
Beberapa informasi ringkas tentang pencegahan dan pengendalian yang
dapat dilakukan untuk mengurangi dampak bahaya cemaran agen patogenik
tersebut terhadap kesehatan manusia juga dipaparkan dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan foodborne disease ?
2. Penyakit apa saja yang disebabkan oleh bakteri pada makanan?
3. Bagaimana cara pengendalian dan pencegahan foodborne disease ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari foodborne disease.
2. Untuk mengetahui penyakit apa saja yang disebabkan oleh bakteri pada
makanan.
3. Untuk mengetahui cara pengendalian dan pencegahan foodborne disease.

D. Manfaat
Melalui penulisan makalah ini, penulis berharap pembaca dapat
mendapatkan informasi tentang agen patogenik yang menyebabkan foodborne
disease serta bahaya yang ditimbulkan, supaya pembaca lebih berhati-hati dalam
memilih dan membeli bahan pangan agar dapat terhindar dari penyakit yang
ditularkan lewat makanan dan dapat menurunkan angkakejadian penyakit yang
ditularkan lewat makanan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Foodborne disease


Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan dengan cara
mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi cemaran biologis.
Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau
mikroba patogen yang mengontaminasi makanan. Selain itu, zat kimia beracun,
atau zat berbahaya lain dapat menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut
terdapat dalam makanan. Makanan yang berasal baik dari hewan maupun
tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab
penyakit pada manusia (Deptan RI, 2007).
Penyakit yang ditularkan melalui makanan biasanya bersifat toksik maupun
infeksius, disebabkan oleh agen patogenik yang masuk ke dalam tubuh melalui
konsumsi makanan yang terkontaminasi.

B. Penyakit Yang Disebabkan Oleh Bakteri Pada Makanan


Sedikitnya, ada 8 jenis bakteri yang terbukti sering menyebabkan KLB.
Kedelapan bakteri tersebut adalah:
1. Salmonella
Salmoenella termasuk dalam family Enterobactericiae, yang
dikelompokkan menjadi Salmonella Thypi dan Parathypi. Penyakit yang
disebabkan oleh Salmonella dikelaskan menjadi 3 kategori, yaitu:
a. Gastroenteritis ;
b. demam tifoid;
c. dan focus infeksi di luar usus
Patogenesis
Kuman menembus mukosa epitel usus, berkembang biak di lamina
propina kemudian masuk kedalam kelenjar getah bening mesenterium. Setelah
itu memasuki peredaran darah sehingga terjadi bakteremia pertama yang
asimomatis, lalu kuman masuk ke organ-organ terutama hepar dan sumsum

6
tulang yang dilanjutkan dengan pelepasan kuman dan endotoksin ke peredaran
darah sehingga menyebabkan bakteremia kedua. Kuman yang berada di hepar
akan masuk kembali ke dalam usus kecil, sehingga terjadi infeksi seperti
semula dan sebagian kuman dikeluarkan bersama tinja. Penyebaran penyakit
ini terjadi sepanjang tahun dan tidak tergantung pada iklim, tetapi lebih
banyak dijumpai di negara-negara sedang berkembang di daerah tropis, hal ini
disebabkan karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan
individu yang masih kurang baik oleh karena itu pencegahan penyakit demam
tifoid mencakup sanitasi dasar dan kebersihan pribadi, yang meliputi
pengolahan air bersih, penyaluran air dan pengendalian limbah, penyediaan
fasilitas cuci tangan, pembangunandan pemakaianWC, merebus air untuk
keperluan minum dan pengawasan terhadap penyedian makanan.
Gejala Klinis
Agar gejala dapat timbul, seseorang harus menelan sedikitnya 120,000 (S.
bareily) sampai 1,3 milyar (S.pullorum), sementara Salmonella Newport yang
pernah menyebabkan KLD di USA, hanya memerlukan 150,000 jasad. Khusus
pada pasien Alkhorodia, jumlah Salmonella yang diperlukan untuk
menimbulkan gejala tersebut cukup 1000.
Masa inkubasi infeksi antara 6-72 jam (rata-rata 24-8 jam). Gejala awal
biasanya berupa kelelahan, sakit kepala, nyeri perut bagian atas, diare, dan
demam (>37,8℃ ). Jika kolon ikut terinfeksi, sindrom disentri juga diertai
pengeluaran darah dan lendir. Megakolon pernah pula dilaporkan terjadi.
kadang-kadang gambaran nyeri perut hebat terlanjur dioperasi, meskipun
sebenarnya tidak perlu. Keterlibatan sendi dapat merupakan akibat dari atritis
septik setelah terjadinya bacteremia atau akibat artoprati reaktif. Lama infeksi
biasanya 3-4 hari, jarang terjadi lebih dari 1 minggu.
Pengobatan untuk kebanyakan penderita biasanya cukup degan mengganti
cairan elektrolit yang telah hilang bersama diare. Pemberian antibiotic justru
tidak bermanfaat dan dapat memperpanjang masa penyembuhan (biakan tinja
positif).

7
2. Clostridium Botulinum
Botulisme adalah penyakit yang sering terjadi karena menyantap makanan
yang mengandung Clostridium Botulinum yang menimbulka gejala parasilis
otot, gangguan saluran cerna, dan dapat berakhir dengan kematian.
Patogenesis
Toksin yang dihasilkan oleh Clostridium Botulinum sangat beracun
terhadap manusia. Dosis letal diperkirakan sebesar 1 μg. Mekanisme
masuknya C. botulinum toksigenik ke dalam tubuh dapat melalui kontaminasi
luka, mulut/makanan dan inhalasi. C. botulinum yang sudah masuk dalam
tubuh dapat memproduksi toksin dalam saluran pencernaan atau jaringan
tubuh yang luka karena lingkungannya mendukung untuk pertumbuhannya.
Toksin tidak diabsorbsi melalui kulit yang utuh. Sesudah toksin diabsorbsi,
maka toksin masuk dalam aliran darah dan ditransportasikan menuju synaps
cholinergik perifer terutama neuromuscular junction. Pada tempat ini, heavy
chain toksin berikatan dengan membran neuronal pada bagian presynaptic
synaps perifer. Toksin kemudian memasuki sel neuronal melalui receptor-
mediated endocytosis. Light chain dari toksin menyeberangi membran vesikel
endocytic dan memasuki sitoplasma. Di dalam sitoplasma, light chain toksin
(yaitu senyawa zinc-yang mengandung endopeptidase) memecah beberapa
protein yang membentuk synaptic fusion complex. Protein synaptic ini disebut
sebagai protein soluble Nethylmaleimide-sensitive factor attachment protein
receptors (SNARE), termasuk synaptobrevin (terpecah oleh toksin tipe B, D, F
dan G), syntaxin (terpecah oleh toksin tipe C), dan synaptosomal-
associatedprotein (SNAP-25; terpecah oleh toksin tipe A, C, E) (ARNON,
2001).
Neurotoksin clostridial mula-mula tampak terikat pada kompleks SNARE
sebelum terjadi pemecahan (BREIDENBACH dan BRUNGER, 2004).
Kompleks synaptic fussion akan menyatukan vesikel synaptic (yang berisi
acetyl choline) dengan membran terminal neuron. Pecahnya kompleks
synaptic fussion mencegah vesikel mengalami fusi dengan membran, yang
akan mencegah pelepasan acetylcholine ke dalam celah synaptic. Tanpa

8
pelepasan acetylcholine neuronal, otot yang berhubungan tidak dapat
berkontraksi dan menjadi lumpuh. Blokade pelepasan acetylcholine dapat
berlangsung beberapa bulan. Fungsi normal akan kembali dengan lambat
melalui kembalinya protein SNARE ke dalam sitoplasma atau melalui
produksi synaps yang baru. Kematian akibat botulismus secara akut terjadi
karena obstruksi udara pernafasan atau kelumpuhan otot-otot pernafasan.
Pengaruh langsung botulinum neurotoxin (BoNT) pada sistem syaraf pusat
belum dapat diperlihatkan secara jelas. BoNT tidak dapat melakukan penetrasi
ke blood-brain barrier karena ukurannya yaitu 150kDa, (DRESSLER et al.,
2005). Pengaruh BoNT pada neuromuscular junction dan organ otot dapat
mempengaruhi sistem syaraf pusat secara tidak langsung.
Gejala Klinis
Pada botulismus yang disebabkan oleh makanan, gejala mulai tampak
beberapa jam sampai beberapa hari (2-8 hari) setelah tertelannya makanan
yang terkontaminasi. Umumnya terjadi dalam 12-72 jam setelah makan.
Gejala dari foodborne botulism yang disebabkan toksin C.botulinum serotipe
A biasanya lebih parah dibandingkan dengan serotipe B dan E (Dembek et al.,
2009; Woodruff et al., 1992). Kruger et al. (2012) menyatalam bahwa tipe
toksin C.botulinum yang ditemukan pada manusia dan sapi berbeda. Toksin
tipe A secara dominan ditemukan pada feses sapi sedangkan tipe E ditemukan
sebagai penyebab botulism pada manusia yang terserang dan pakan hewan
yang terkontaminasi.
Sebagai penyakit yang berakibat neuroparalysis, botulismus merupakan
penyakit akut, simetrik, descending, flaccid paralysis pada manusia atau
hewan. Yang terserang foodborne botulismus, mula-mula memperlihatkan
gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, kram perut, mulut kering, dan
diare. Gejala syaraf awal biasanya menyerang bagian kepala seperti
pandangan kabur, kelopak mata jatuh, , fotopobia, dan disfungsi syaraf seperti
kekakuan sendi, gangguan bicara, dan tidak dapat menelan makanan
Kelemahan otot dimulai dari otot yang menggerakkan kepala, otot lengan atas,
otot pernapasan, dan yang terakhir tungkai bagian bawah. Kelemahan ini

9
biasanya berlangsung secara simetrik. Kematian biasanya akibat dari
kegagalan sistem pernapasan.
Gejala klinis yang timbul akibat terhirupnya toksin melalui saluran napas
(biasanya terjadi di laboraturium) menimbulkan gejala klinis yang serupa
dengan foodborne botulism (Varma et al.,2004).
Kelumpuhan akibat botulismus dapat berlangsung lama. Ventilasi mekanis
mungkin diperlukan selama 2 sampai 8 minggu dan kelumpuhan dapat
berlangsung selama 7 bulan. Suhu tubuh biasanya normal (Dembek et
al.,2009).
Pada penderita yang terserang senjata biologis neurotoksin botulinum
melalui aerosol atau makanan akan terlihat gejala akut, simetrik, descending
flaccid paralysis dan kelumpuhan bola mata, jatuhnya kelopak mata,
kekakuan sendi, gangguan bicara dan tidak dapat menelan makanan. Gejala
tersebut tampak setelah 12-72 jam setelah terpapar (Arnon et al.,2001).
Kecepatan diagnosis, tindakan pengobatan dengan pemberian antitoksin yang
sesuai akan menentukan kesembuhan penderita.
Gejala klinis botulismus hanya berbeda sedikit antara yang terjadi pada
manusia dan hewan (Critchley, 1991). Pada sapid an kkuda terlihat depresi,
malas bergerak dan tidak ada nafsu makan, tidak dapat menelan dan pakan
jatuh dari mulut, kemudian terlihat adanya kembung, dan muntah. Penyakit
tidak menunjukkan gejala demam, tetapi ada flaccid paralysis, dimulai dengan
kelemahan, tremor otot, dan sulit berdiri. Cara hewan berbaring juga tidak
normal. Kelemahan dari kaki belakang menjalar ke kaki depan, kepala, dan
leher. Mata dapat terlihat menitup, pupil dilatasi. Diagnosis dapat mudah
dilakukan dengan cara menarik lidah keluar dari rongga mulut dan terlihat
kelumpuhan otot lidah. Ketidakmampuan menelan diikuti dengan kelumpuhan
otot dada dan sulit bernapas.
Clostrodium botulinum berperan pada stadium awal terjadinya
dekomposisi bangkai hewan, atau bahan sayuran. Dalam kondisi anaerob dan
peningkatan kondisi alkali dan suhu, spora akan bergerminasi dan
menghasilkan toksin. Ketika ituk, burung air liar bermain di danau, sopra

10
C.botulinum yang terdapat pada dasar sedimen danau tertelan. Spora ini dapat
tinggal dalam tubuh unggas tersebut untuk beberapa lama sampai saatnya
unggas tersebut mati karena berbagai sebab. Sesudah unggas mati, terciptalah
suatu kondisi anaerob yang menyebabkan aktifnya spora yang ada dalam
bangkai unggas mati tersebut dan memproduksi toksin yang mematikan.
Serangga/lalat biasanya tertarik pada bangkai dan bertelur pada bangkai
tersebut, yang kemudian menjadi larva. Larva tidak terpengaruh oleh toksin,
tetapi toksin terakumulasi di dalamnya. Unggas yang kemudian memakan
larva tersebut akan mati akibat toksin yang terkandung di dalamnya (Locke
dan Friend, 1989). Kematian pada ayam dapat menunjukkan adanya
inkoordinasi, flaccid paralysis dari otot kaki, sayap dan leher, leher
memanjang dan diare. Tidak ada lesi mikroskopik atau mikroskopik yang
dapat diamati. Toksin C.botulinum ditemukan dari darah jantung dan ceca
(Trampel et al.,2005.

3. Bacillus Cereus
Bacillus cereus adalah bakteri Gram positif, aerobik fakultatif, berbentuk
batang (Ash et al., 1991). Bacillus cereus merupakan penyebab paling umum
dua gejala klinis diare dan muntah pada keracunan makanan berbahan dasar
daging (Drobniewski, 1993). Jumlah Bacillus cereus pada produk makanan
yang mencapai > 105 CFU per gram pangan dapat menyebabkan keracunan
yang berupa sindrom diare dan muntah (Rajkovic et al., 2008).
Bacillus cereus menghasilkan enterotoksin penyebab diare yang lebih
bersifat toksik daripada jenis bakteri intoksikasi yang lain. Menurut Sentra
Informasi Keracunan Nasional pada tahun 2014 terjadi kasus kematian akibat
keracunan pangan sebanyak 855 kasus yang diakibatkan oleh beberapa jenis
bakteri seperti Bacillus cereus, Clostridium botulinum, Staphilococcus aureus,
Salmonella, dan Escherichia coli. Jumlah kasus keracunan pangan yang
tercatat ini tidaklah menunjukkan data rill dari kasus keracunan pangan
dikarenakan masih terdapat kasus-kasus kecil keracunan pangan yang tidak
dilaporkan dan tidak diketahui oleh dinas kesehatan (BPOM, 2016).

11
Keracunan akibat bakteri Bacillus cereus dapat mengakibatkan sakit
perut, muntah dan diare. Berdasarkan penelitian insidensi keracunan makanan
Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM pada tahun 1993-2000 terdapat sebuah
kasus keracunan makanan akibat Bacillus cereus yang ditemukan pada
seseorang setelah mengkonsumsi nasi goreng yang mengandung 350 juta sel
Bacillus cereus per gram sampel. Menurut WHO pada tahun 2009 angka
insidensi akibat Bacillus cereus ≥ 100 kasus per 1000 penduduk (Arisman,
2009).
Bacillus cereus dapat pula menyebabkan infeksi lain yang lebih
berbahaya seperti infeksi non gastrointestinal, infeksi saluran pernafasan,
infeksi 2 nosokomial, infeksi sistem saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi
kulit, endokarditis, dan osteomielitis (Bottone, 2010). Berdasarkan penelitian
Fatmasari (2015) Bacillus cereus sensitif terhadap kloramfenikol,
siprofloksasin, eritromisin dan klindamisin. Kebanyakan isolat Bacillus cereus
resisten terhadap penisilin dan sefalosporin karena bakteri ini memproduksi
enzim β-laktamase. Pada infeksi yang dicurigai akibat Bacillus cereus, terapi
empiris mungkin diperlukan hingga menunggu profil uji kepekaan antibiotik.
Resistensi Bacillus cereus terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan karbapenem
telah dilaporkan sehingga dapat mempersulit pemilihan pengobatan empiris
(Bottone, 2010).
Antibiotik yang digunakan pada Bacillus cereus memiliki beberapa
kerugian jika penggunaannya tidak benar terutama jika dosis tidak
diperhatikan. Antibiotik-antibiotik tersebut memiliki efek samping yang
kurang dapat ditoleransi, selain itu antibiotik yang dapat digunakan sebagai
terapi hanya sedikit.
Patogenesis
Bacillus cereus tertelan dengan makanan yang terkontaminasi, melewati
perut, dan mencapai usus kecil. Spora Bacillus cereus akan berkecambah
menjadi sel vegetatif yang akan tumbuh dan menghasilkan enterotoksin.
Enterotoksin mempengaruhi epitel yang mengakibatkan diare. Bacillus cereus
dapat dicerna sebagai spora dan sel vegetatif. Hasil akhir, sindrom diare, tidak

12
dipengaruhi oleh jenis sel. Spora hampir tidak terpengaruh oleh pH rendah
perut, sementara 6 sel-sel vegetatif tergantung pada nilai pH. Gejala diare
muncul yang disebabkan oleh enterotoksin tanpa interaksi langsung antara
organisme dengan inang (Granum et al., 1995).

Gejala Klinis
Gejala-gejala keracunan makanan tipe diare karena Basillus cereus mirip
dengan gejala keracunan makanan yang disebabkan oleh Clostridium
perfringens. Diare berair, kram perut, dan rasa sakit mulai terjadi 6-15 jam
setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi. Rasa mual mungkin disertai
diare, tetapi jarang terjadi muntah (emesis). Pada sebagian besar kasus, gejala-
gejala ini tetap berlangsung selama 24 jam.
Pengendalian dan pencegahan
Mencegah dan mengendalikan foodborne disease harus dilakukan from
fram to table sejak pangan itu ditingkat produksi perternakan, proses
pemotongan distribusi dari peternakan/RPH proses pengolahan sampai meja
makan antara lain :
1. Pemeriksaan hewan/ternak pada saat ante morten dipertenakan/rumah
potong hewan. Ternak ternak yang akan dipotong harus berasal dari
perternakan yang bebas penyakit.
2. Peningkatan personal higiene mulai pekerjaan kandang, petugas rumah
potong hewan, penjual daging, pekerja pada industri makanan, juru masak
sampai pada konsumen.
3. Pengawasan terhadap kebersihan sanitasi lingkungan dipertenakan rumah
potong hewan, alat transportasi, ruang pengolahan, pralatan dapur atau
pengolahan makanan dan pralatan saji.
4. Pengolahan makanan (daging, susu, telur dan produknya) secara hygiene
dengan pemanasan yang cukup.
5. Penyimpanan makanan cepat basi dalam suhu dingin, pisahkan raw
material dengan makanan sudah mateng.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan lewat makanan dengan
cara mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi cemaran biologis.
Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau
mikroba patogen yang mengontaminasi makanan. Agen patogenik yang
menyebabkan foodborne disease adalah: bakteri (Salmonella spp.,
Escherichiacoli, Clostridium spp., isteria monocytogenes, Campylobacter spp.)
virus (Rotavirus, norovirus, dan hepatitis virus) jamur, (aspergillus spp,
penicelium spp, dan psylocybin), parasit (toxoplasma gondii, Cryptosprodium
parvum). Mencegah dan mengendalikan foodborne disease harus dilakukan from
fram to table sejak pangan itu ditingkat produksi perternakan, proses pemotongan
distribusi dari peternakan/RPH proses pengolahan sampai meja makan.

B. Saran
Menyadari bahwa Penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
Penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah diatas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan lebih relevan yang tentunya dapat di
pertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak demi kesempurnaan pembuatan makalah-makalah dengan tema
yang sama kedepannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Emerging foodborne disease centers for diseases control and prevention.


Atlanta, Georgia, USA

15

Anda mungkin juga menyukai