Keperawatan Kegawatdaruratan
DISUSUN OLEH:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah
laporan pendahuluan yakni tentang “ASKEP GAWAT DARURAT PADA SISTEM
PENCERNAAN”, dengan dosen pembimbing Ns. Ni Made Martini, S.Kep.,M.Kep.
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai tugas salah
satu mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu segenap
saran dan kritik membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk perbaikan di
masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 7
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
LAMPIRAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
5
Fungsi sistem pencernaan yaiyu untuk menyediakan makanan, air, dan elektroril bagi
tubuh dari nutrient yang dicerna sehingga siap diabsorpsi. Pencernan berlangsung secara
mekanik dan kimia, dan meliputi proses – proses berikut :
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Trauma Abdomen.
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Keracunan.
1.3.3 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Hematemisis Melena.
1.3.4 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Peritornitis.
1.3.5 Untuk mengetahui laporan kasus keperawatan gawat darurat pada pasien
Hematemesis Melena.
1.4 Manfaat
1.4.1 Agar pembaca dan penulis dapat memahami asuhan keperawatan gawat darurat pada
Trauma Abdomen.
1.4.2 Agar pembaca dan penulis dapat memahami asuhan keperawatan gawat darurat pada
Keracunan.
1.4.3 Agar pembaca dan penulis dapat memahami asuhan keperawatan gawat darurat
pada Hematemisis Melena.
1.4.4 Agar pembaca dan penulis dapat memahami asuhan keperawatan gawat darurat pada
Peritornitis.
1.4.5 Agar pembaca dan penulis dapat memahami laporan kasus keperawatan gawat
darurat pada pasien Hematemesis Melena.
BAB II
PEMBAHASAN
7
8
2.1.1.3 Etiologi
2.1.1.3.1 Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan.
b. Luka akibat tikaman benda tajam.
c. Luka akibat tusukan.
2.1.1.3.2 Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompesi atau tekanan dari luar tubuh.
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut.
d. Cidera akselerasi / deserasi Karena kecelakaan olah raga.
2.1.1.4 Klasifikasi
2.1.1.4.1 Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
2.1.1.6 Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada
tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga
dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari
interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis
(yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan
tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada
elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.Elastisitas adalah kemampuan
jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan.
Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut..
Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada
akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
10
2.1.1.7 WOC
Trauma paksa ( jatuh,benda Trauma benda tajam ( Pisau, peluru,
tumpul, kompresi dll) dll)
Trauma abdomen
abdomen abdomen
(Kontusio,
Resikio Lascrasi, jajas, Kekurangan Peningkatan TIA
infeksi hematoma) volume cairan
Mual / muntah
Gangguan
mobilitas fisik
volume cairan Defisit nutrisi
12
2.1.1.10 Penatalaksanaan
2.1.1.10.1 Penanganan awal
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi
kejadian. Paramedic mungkin harus melihat.Apabila sudah ditemukanluka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian
awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang
Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda sing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan,makanan, darah atau
benda asing lainnya.
b. Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat.
Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’
tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tudak.
Selanjutnya lakukan pemerikasaan status respirasi korban (kecepatan, ritme
dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation dengan Kontrol Perdarahan Hebat
Jika pernapasan korban tersegal-segal dan tidak adekuat, maka bantuan
napas dapat dilakukan.Jika tidak ada tanda – tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Resio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP
adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
2.1.1.10.2 Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit
d. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada traumaabdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari
DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan inta abdomen. Indikasi untuk
melakukan DPL, antara lain :
- Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
- Trauma padabagian bawah dari dada
- Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
15
Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapat darah segar dalam
BaB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai
kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar
anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung.
Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti
adanya darah pada rektum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif
bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm3 dari 500 sel/mm3, empedu
atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera
abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi. Kontra
indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain :
- Hamil
- Pernah operasi abdominal
- Operator abdominal
- Bila hasinya tidak akan merubah penata-laksanaan
2.1.1.10.3 Penanganan awal trauma Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau dan memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
c. Bila adanya usus atau organ lain yang keluar, maka orga tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan.
g. Kirim ke rumah sakit
16
2.1.1.11 Komplikasi
Menurut smaltzer komplikasi dari trauma abdomen adalah :
a. Hemoragi
b. Syok
c. Cedera
d. Infeksi
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinesia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
18
3. Awasi
tetesan untuk
mengidentifi
kasi
kebutuhan
20
cairan.
4. Cara
parenteral
membantu
memenuhi
kebutuhan
nuitrisi
tubuh.
5. Mengganti
cairan dan
elektrolit
secara
adekuat dan
cepat.
6. Menggantik
an darah
yang keluar.
7. Kolaborasi mikroorganis
pemberian me.
antibiotik
5. Dengan
pencukuran
klien
terhindar dari
infeksi post
operasi
6. Teknik
aseptik dapat
menurunkan
resiko infeksi
nosokomial
7. Antibiotik
mencegah
adanya
infeksi
bakteri dari
luar.
3. Akumul
3. Pertahankan
asi partikel
hygiene mulut
makanan
yang baik
dimulut dapat
sebelum makan
menambah
dan sesudah
baru dan rasa
makan .
tak sedap
4. Anjurkan yang
makan pada menurunkan
posisi duduk nafsu makan.
tegak.
4. Menuru
5. Berikan diit
nkan rasa
tinggi kalori,
penuh pada
rendah lemak
abdomen dan
dapat
meningkatka
n pemasukan.
5. Glukosa
dalam
karbohidrat
cukup efektif
untuk
pemenuhan
energi,
sedangkan
lemak sulit
untuk
diserap/dimet
abolisme
sehingga
24
akan
membebani
hepar.
5 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Identifikasi
. tindakan kemampuan kemampuan
mobilitas fisik
keperawatan pasien untuk klien dalam
b/d …x…jam, bergerak. mobilisasi.
diharapkan dapat
kelemahan fisik 2. Dekatkan 2. Meminimal
bergerak bebas,
peralatan yang isir
diharapkan kriteia
dibutuhkan pergerakan
hasil:
pasien. kien
Mempertahan
3. Berikan 3. Melatih
kan mobilitas
latihan gerak otot-otot
optimal
aktif pasif. klien.
4. Bantu 4. membantu
kebutuhan dalam
pasien. mengatasi
kebutuhan
5. Kolaborasi
dasar klien.
dengan ahli
fisioterapi. 5. terapi
fisioterapi
dapat
memulihkan
kondisi klien.
2.2.1.4 Klasifikasi
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung
bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut
antara lain:
2.2.1.4.1 Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan
merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi
langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk kepentingan manusia. Selain
itu, keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan makanannya
sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen
dan juga bahan kimia yang bersifat racun. Di Indonesia ada beberapa jenis
makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara lain:
a) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu
di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi
dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk spora. Karena
28
cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai pada makanan
kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah
memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang
kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan
saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga
penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan.Pengobatan hanya
dapat diberikan di rumah sakit dengan penyuntikan serum antitoksin yang
khas untuk botulinum. Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah
pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian
direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2.2.1.4.2 Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan
jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang
hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan.
Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita
dirangsang agar muntah. Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan encer
kalium permanganat (1 gram dalam 2 liter air), atau dengan putih telur campur
susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan kirim penderita ke rumah sakit.
2.2.1.4.3 Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam
saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya
keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan
penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut,
nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih
nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah.
Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita diberi
minum air soda sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit dapat
diberikan untuk mengurangi sakitnya.Pada keracunan yang lebih berat,
penderita harus dirawat di rumah sakit.
29
2.2.1.4.7 Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang berada
dalam golongan propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan golongan propuxur
30
lainnya adalah sama. Contoh golongan karbamat lain adalah carbaryl (sevin),
pirimicarb (rapid, aphox), timethacarb (landrin) dan lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia urin,
miosis, fasikulasi otot, cemas dan kejang.Miosis, salvias, lakrimasi,
bronkospasme, kram otot perut, muntah, hiperperistaltik dan letargi biasanya
terlihat sejak awal.Kematian biasanya karena depresi pernafasan.
mereka lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan dan sering
menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak
2) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat
berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi
alergi
3) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya,
kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur
memutar dan berkali-kali
d. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
e. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
f. Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum)
Digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan
serangga.Penyakitserum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik merah
dan bengkakserta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari setelah
penggunaananti serum.
a. Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile
kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
b. Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.
a. Kelainan visus
d. Kesukaran bernafas
a. Anoreksia
b. Nyeri kepala
c. Rasa lemah
32
d. Rasa takut
e. Pupil miosis
a. Nausea, muntah-muntah
c. Hipersalifa
d. Fasikulasi otot
e. Bradikardi
a. Diare
d. Inkontinensia urin
e. Kovulasi
2.2.1.6 Patofisiologi
bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi
vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam tubuh.
KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh –
KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-
KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat –
tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan Akh yang berlebihan,
2.2.1.7 WOC
Masukan makanan / minuman yang terkontaminasi
Pernafasan
Diare
terganggu
Gangguan rasa
nyaman nyeri
Gangguan Resiko tinggi
pola nafas kekurangan
volume cairan
35
2.2.1.8.3 Sirkulasi
2.2.1.8.4 GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual
dan muntah.
2.2.1.8.5 Kardiovaskuler
Disritmia
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah
meningkat > 75%
2.2.1.9.3 Pemeriksaan PA
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas.
Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan
organ lainnya.
2.2.1.10 Komplikasi
2.2.1.10.1 Kejang
2.2.1.10.2 Koma
2.2.1.10.5 Syok
B. Keracunan Baygon
Kaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala, sukar
bicara, sesak nafas, tekanan darah menurun, kejamg – kejang, gangguan
pengelihatan, hipersekresi hidung, spasme larinks, bronkho kontriksi,
aritmia jantung dan syok.
C. Keracunan Alkohol
D. Keracunan Jengkol
Kaji adanya nafas bau jengkol, air kemih bau jengkol, sakit pinggang
yang disertai sakit perut (kolik ureter dan renal), nyeri waktu BAK dan
kadang kadang disertai darah (hematuria), oliguria dan kadang – kadang
anuria.
E. Keracunan Botulisme
Kaji adanya masa laten ½ sampai 4 jam, rasa panas disekitar mulut,
rasa baal pada ektremitas, klien lemah, keluhan mual, muntah, nyeri perut
dan diare.
2.3.1.2 Epidemiologi
Di indonesia sebagian besar (70-80%) perdarahan SCBA berasal dari pecahnya
varises esofagus karen sirosis hati. Dari 1673 kasus pedarahan saluran cerna bagian
atas di SMF penyakit dalam RSU dr.Soetomo surabaya penyebabnya 76,9%,
pecahnya varises esofagus, 19,2% gastritis esofagus, 1%tukak peptik, 0,6% tukak
lambung, dan 2,6% karena sebab-sebab lain. Laporan dari RS pemerintah di Jakarta,
Bandung, dan Jogjakarta urutan ke-3 terbanyak perdarahan SCBA sama dengan RSU
dr.Soetomo Surabaya. Sedangkan laporan RS di Ujung Pandang tukak peptik
46
2.3.1.3 Etiologi
2.3.1.3.1 Kelainan di esophagus
A. Varises esophagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.
B. Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.
Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya sesekali
penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada endoskopi jelas terlihat
gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah yang
terletak di sepertiga bawah esophagus.
C. Sindroma Mallory – Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan. misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus-
menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh
karsinoma esophagus.
D. Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermiten atau
kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis. Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingka dengan tukak lambung dan duodenum.
2.3.1.3.2 Kelainan di lambung
A. Gastritis erisova hemoragika
47
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu
hati.
B. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati dan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan
dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan
dari hematemesis. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih
dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang.
C. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarangdan pada
umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih,
nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi
lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.
2.3.1.4 Klasifikasi
Hematemesis akut adalah keadaan darurat di rumah sakit yang sangat umum dan
masih menyebabkan 8% - 14% kematian. Di antara orang dewasa, perdarahan dari
lambung atau duodenum, ulkus esofagus dan varises adalah penyebab yang paling
sering. Pada anak-anak, lesi mukosa dan varises perdarahan (biasanya sekunder untuk
obstruksi vena di hati) yang umum & dalam pengaturan perawatan intensif,
manajemen ventilator, infeksi dan obat-obatan mendominasi sebagai penyebab stres
ulserasi.
(anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak
setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan,
dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000).
Gejala yang ada yaitu :
2.3.1.5.1 Muntah darah (hematemesis)
2.3.1.5.2 Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
2.3.1.5.3 Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
2.3.1.5.4 Denyut nadi yang cepat, TD rendah
2.3.1.5.5 Akral teraba dingin dan basah
2.3.1.5.6 Nyeri perut
2.3.1.5.7 Nafsu makan menurun
2.3.1.5.8 Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
2.3.1.6 Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior
yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi
splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena
tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises.
Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya
dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke
jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah
jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan
perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala - gejala utama yang
terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan
perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan
tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan.
Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap
bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna
hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan
49
saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna
merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada
saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling
sedikit perdarahan sebanyak 50-100cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap
berwarna hitam seperti ter selama 48–72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan
berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7–10 hari setelah
episode perdarahan tunggal.
50
2.3.1.7 Pathway/WOC
Kelainan esophagus: Kelainan lambung Penyakit darah: Penyakit Obat-obatan
varises esophagus, dan duodenum: tukak leukemia, DIC, sistemik: sirosis ulserogetik:
lambung, keganasan purpura hati gol.salisilat,
esophagitis,
esophagus trombositopenia, kortikosteroid, alcohol.
keganasan esophagus
hemophilia
Obstruksi aliran O2 mukosa
HEMATEMESIS
MELENA
2.3.1.10 Penatalaksanaan
2.3.1.10.1 Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan
pengawasan yang diteliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan
penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi : Pengawasan dan
pengobatan umum yaitu:
1) Tirah baring.
2) Diet makanan lunak.
3) Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah.
53
volume intraventrikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam.
2.3.1.11.2 Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan
volume intravaskuler.
2.3.1.11.3 Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan
kesadaran.
2.3.1.11.4 Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah.
Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan
dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam
darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.
f) Iritabilitas
5. Exposure/Kontrol Lingkungan
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan BAK,
distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual muntah, hasil
foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.
2.3.2.1.2 Secondary Survey
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur
sampai duduk/berdiri.
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit.
d) Suhu hipotermi/hipertermia.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia, mual, muntah
(muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan
dengan luka duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa
bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan
pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat
badan.
Tanda : Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa
bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor
kulit buruk (perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat. urin menurun,
pekat,
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih, krekels,
mengi, whwzing, ), sputum.
d) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen.
b) Obat-obat anti biotic, analgeti.
c) Makan-makanan tinggi natrium.
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis.
e) Riwayat alergi.
58
2.4.1.2 Epidemiologi
Hasil survey pada tahun 2008 angka kejadian peritonitis di sebagian wilayah
Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita
penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau
sekitar 179.000 orang. (Depkes RI, 2008)
Angka kejadian penyakit peritonitis di Amerika pada tahun 2011diperkirakan 750
ribu per tahun dan akan meningkat bila pasien jatuh dalam keadaan syok. Dalam
setiap jamnya di dapatkan 25 pasien mengalami syok dan satu dari tiga pasien syok
berakhir dengan kematian. Angka insiden ini meningkat 91,3% dalam sepuluh tahun
terakhir dan merupakan penyebab terbanyak kematian di ICU diluar penyebab
penyakit peritonitis. Angka insidensi syok masih tetap meningkat selama beberapa
dekade, rata-rata angka mortalitas yang disebabkannya juga cenderung konstan atau
hanya sedikit mengalami penurunan. Kejadian peritonitis tersebut dapat memberikan
64
dampak yang sangat kompleks bagi tubuh. Adanya penyakit peritonitis menjadikan
kasus ini menjadi prognosis yang buruk.
2.4.1.3 Etiologi
2.4.1.3.1 Infeksi bakteri
d. Tukak thypoid
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
clostridium wechii.
2.4.1.4 Klasifikasi
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus
infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat
cavum peritoneal.
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
appendisitis.
a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis
atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi
ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena
yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan
2.4.1.6 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang akan dapat mengakibatkan obstuksi usus.
67
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi
lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan
68
mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk
mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial,
pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi
perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk
keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang
dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam
selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang
disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,
kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan
rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini
69
bakteria.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ
yang berongga intra peritonial.Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi
dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan
kolon yang berisi feses.Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling
lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan
terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat
sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena
Rupture usus
Abses
Resiko penularan
infeksi
Peritonitis
Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti
pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:
2.4.1.8.1 Inspeksi
a. Pasien tampak dalam mimik menderita
b. Tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata cekung
c. Lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih kecoklatan
d. Pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak
tampak karena dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat
perangsangan peritoneum.
e. Distensi perut
2.4.1.8.2 Palpasi
a. Nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif
2.4.1.8.3 Auskultasi
a. Suara bising usus berkurang sampai hilang.
2.4.1.8.4 Perkusi
a. Nyeri ketok positif
b. Hipertimimpani akibat dari perut yang kembung
c. Redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga
udara akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar terjadi
perubahan suara redup menjadi timpani.
Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus
muskulus sfingter ani menurun dan ampula recti berisi udara.
2.4.1.9 Pemeriksaan Diagnostik
2.4.1.9.1 Tes darah
Untuk melihat apakah ada bakteri yang ada dalam darah Anda
2.4.1.9.2 Sampel cairan dari perut
Identifikasi bakteri yang menyebabkan infeksi
2.4.1.9.3 CT SCAN
Mengidentifikasi fluida di perut, atau organ yang terinfeksi
2.4.1.10 Komplikasi
2. Breathing
Kaji:
a. Frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada.
b. Suara pernafasan melalui hidung atau mulut.
c. Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
3. Circulation
Kaji:
a. Denyut nadi karotis.
b. Tekanan darah
c. Warna kulit, dan kelembaban kulit.
d. Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal.
4. Disability
Kaji:
a. Tingkat kesadaran.
b. Gerakan ekstremitas.
c. Glass Coma Scale (GCS) ataupun pada anak-anak ditentukan dengan: (A)
Alert, (V) Respon Verbal, (P) Pain/Respon nyeri, (U) Un-responsive/Tidak
berespon.
5. Exposure/Kontrol Lingkungan
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan BAK,
distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual muntah, hasil
foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.
2.4.2.1.2 Secondary Survey
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur
sampai duduk/berdiri.
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit.
d) Suhu hipotermi/hipertermia.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia, mual, muntah
(muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan
74
dengan luka duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa
bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan
pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat
badan.
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih, krekels,
mengi, whwzing, ), sputum.
d) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen.
b) Obat-obat anti biotic, analgeti.
c) Makan-makanan tinggi natrium.
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis.
e) Riwayat alergi.
2.4.2.1.3 Tirtiery Survey
Pemeriksaan Laboratorium.
1. Pengkajian
Data Subyektif
1) Pasien mengatakan nyeri didaerah perutnya, nyeri sedang
2) Pasien mengatakan mual dan muntah
3) Pasien mengatakan tidak nafsu makan
4) Pasien mengatakan demam
5) Pasien mengatakan badannya meriang
6) Pasien mengatakan susah buang air besar
7) Pasien mengatakan dadanya berdebar-debar, pusing dan nafasnya cepat
8) pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya
2. Data Obyektif
1) Pasien tampak meringis
2) Mukosa mulut pasien kering
3) Turgor kulit pasien buruk
4) Pasien tampak gelisah
5) Pasien tampak lemas
6) Badan pasien teraba panas
7) RR pasien meningkat
8) Nadi pasien meningkat
75
menggunakan
tehnik-tehnik
77
meningkatkan
nafsu makan
pasien.
5.Meningkatkan
relaksasi dan
mungkin
meningkatkan
kemampuan
koping pasien
dengan
memfokuskan
kembali perhatian.
Kolaborasi
6.Menurunkan laju
metabolik dan
iritasi usus karena
toksin
sirkulasi/local
yang membantu
menghilangkan
nyeri dan
meningkatkan
penyembuhan.
2 Hipertermi Setelah dilakukan 1.Kaji TTV, 1.Sebagai dasar
tindakan asuhan terutama suhu tubuh untuk intervensi
berhubungan dengan
keperawatan 1x24 pasien selanjutnya.
kerusakan kontrol
jam di harapkan 2.Berikan kompres
suhu sekunder akibat suhu kembali normal hangat pada daerah 2.Perpindahan
dengan dahi dan ketiak panas secara
infeksi atau inflamasi
Kriteria Hasil: konduksi dari
3.Anjurkan pasien
1. Suhu tubuh tubuh pasien ke
78
huknah/lavement melembekkan
feses
dan obat supositoria
Kolaborasi
4.Untuk
memperlancar
keluarnya feses.
4 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan 1.Dorong pasien Pasien
berhubungan dengan tindakan asuhan untuk menanyakan
1.termotivasi
prognosis keperawatan selama hal-hal yang ingin
untuk bertanya
penyakitnya. 1x24 jam di diketahui mengenai
tentang hal-hal
harapkan tingkat penyakitnya.
yang ingin dia
pengetahuan menjadi
2.Berikan informasi ketahui mengenai
normal
mengenai hal-hal penyakitnya,
Kriteria Hasil:
yang ingin diketahui sehingga
1.Pasien tidak
pasien mengenai pengetahuannya
bertanya-tanya lagi
penyakitnya. dapat bertambah.
tentang penyakitnya.
2.Pasien mengerti
3.Tanyakan kembali 2.Pengetahuan
dan memahami kepada pasien pasien tentang
tentang hal-hal yang penyakitnya dapat
tentang penyakitnya
telah dijelaskan bertambah.
perawat
3.Mengetahui
tingkat
pemahaman
pasien.
80
2.4.2.4 Implementasi
2.4.2.5 Evaluasi
1) Nyeri pasien berkurang
2) Suhu tubuh pasien kembali normal
3) Konstipasi pasien teratasi.
Pengetahuan pasien tentang penyakitnya dapat bertambah.
BAB III
LAPORAN KASUS
81
82
Tidak Ada
AIRWAY
Keluhan Lain:
Masalah Keperawatan:
83
RR : 22 x/mnt
Keluhan Lain:
Masalah Keperawatan:
Pucat : Ya Tidak
Sianosis : Ya Tidak
CIRCULATION
Keluhan Lain:
Apatis Koma
Medriasis
Keluhan Lain :
Masalah Keperawatan:
EXPOSURE
Luas Luka :
Kedalaman :
Masalah Keperawatan:
Masalah Keperawatan:
Lain-lain :
Pemeriksaan SAMPLE/KOMPAK
Palpasi : Tidak ada benjolan pada area mata dan tidak ada laporan
nyeri tekan saat dilakukan palpasi pada area mata.
d. Hidung:
Inspeksi : Tidak ada lesi pada kulit area hidung; warna kulit
hidung sawo matang; tidak ada pembengkakan pada area hidung;
tidak ada napas cuping hidung.
Palpasi : Tidak ada benjolan pada area hidung; tidak ada laporan
nyeri tekan saat dilakukan palpasi pada area hidung.
e. Mulut :
Inspeksi : Mukosa bibir lembab; mukosa bibir berwarna merah
muda; mulut simetris; tidak ada lesi pada area mulut.
Palpasi : Tidak ada benjolan dan laporan nyeri tekan saat
dilakukan palpasi pada area mulut.
87
f. Telinga :
Inspeksi : Telinga bersih; tidak ada lesi pada kulit area telinga; tidak
ada pembengkakan pada area telinga; kedua telinga klien dapat
mendengar dengan baik.
Palpasi : Tidak ada benjolan dan laporan nyeri tekan saat dilakukan
palpasi pada area telinga.
g. Leher :
Inspeksi : Tidak ada lesi pada kulit leher; tidak ada pembengkakan
pada area leher; warna kulit leher sawo matang; tidak ada deviasi
trachea.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe; tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid; tidak ada benjolan pada area leher; tidak
ada laporan nyeri tekan saat dilakukan palpasi; kelenjar istmus naik
ketika klien menelan.
h. Dada :
Inspeksi : RR: 22x/menit; regular, pengembangan dada simetris
antara dada kanan dan kiri, dan tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru dan
lapang jantung.
Auskultasi : terdengar bunyi jantung normal tidak terdapat
bunyi nafas tambahan.
i. Abdomen dan Pinggang :
Inspeksi : Perut datar; tidak ada jaringan parut pada kulit perut; tidak
ada spider nevi.
Auskultasi: Peristaltik usus 10 kali/5menit.
Perkusi :Terdengar bunyi timpani pada area lambung dan usus
pada kuadran kiri atas dan kuadran kanan serta kiri bawah;
terdengar bunyi dullness atau pekak pada kuadran kanan
atas.
Palpasi : tidak ada massa; tidak ada pembesaran jaringan hati; ada
laporan nyeri tekan pada area ulu hati.
88
Ada Tidak
INSPEKSI BACK/ POSTERIOR
Deformitas :
Masalah Keperawatan:
Data Tambahan :
Pengkajian Bio, Psiko, Sosio, Ekonomi, Spritual & Secondary Survey
Pemeriksaan Penunjang :
Tanggal : 04 Februari 2019
Hasil pemeriksaan : darah, SGOT, SGPT, albumin, elektrolit, kadar gula
darah
Terapi Medis :
1. NS : 20 tpm
2. Pantoprasole 40 mg
3. Kalnex
4. Antasida
5. Sucralfat (oral 1sendok makan)
6. Anbacim 3x1gr
89
2. ANALISA DATA
Nyeri akut
91
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan dan
No
Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional Paraf
Dx (NOC)
Tujuan dan
No
Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional Paraf
Dx (NOC)
Tujuan dan
No
Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional Paraf
Dx (NOC)
5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No
Tgl/ jam Implementasi Respon Paraf
-TD:100/70 mmHg
- N : 72 x/menit
- RR : 22 x/menit
-S : 36,50C
- Skala nyeri : 5
No
Tgl/ jam Implementasi Respon Paraf
TD:100/70 mmHg
N : 72 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36,50C
Skala nyeri : 5
97
No
Tgl/ jam Implementasi Respon Paraf
No
Tgl/ jam Implementasi Respon Paraf
6. EVALUASI KEPERAWATAN
No Diagnosa
Tgl / jam Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf
2. Lanjutkan dalam
pemberian terapi obat.
04
2. Nyeri akut berhubungan S: Klien mengatakan nyeri
Maret/
dengan agen cedera sudah sedikit berkurang pada
19.30
biologis (spasme otot
100
No Diagnosa
Tgl / jam Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf
P: Pertahankan intervensi
1. Lanjutkan melakukan
teknik nonfarmakologi
dengan teknik relaksasi
nafas dalam saat nyeri
timbul.
2. Lanjutkan dalam
pemberian analgetik dan
terapi lainnya.
101
Serta pada kasus Ny.K kami menegakkan diagnosa nyeri di dalamnya dikarenakan
pada klien merasakan nyeri dengan skala nyeri 5 dan klien nampak meringis menahan
nyeri pada bagian perut. Dan pada intervensi keperawatan dilakukan pengakjian nyeri
PQRST, edukasi tekhnik nonfarmakologi, serta kolaborasi dengan dokter dalam
102
pemberian analgetik yang nantinya nyeri bisa teratasi maka nyeri yang dirasakan pasien
akan berkurang pula. Implementasi yang diberikan sesuai dengan intervensi.
Evaluasi akhir pada Ny.K setelah 6 jam adalah Ny.K mengatakan masih sedikit
lemas, mual, serta muntah darah sedikit berkurang namun BAB masih berwarna hitam
dan nyeri sudah berkurang pada klien dengan skala nyeri berkurang yaitu 3. Tekanan
darah 100/70 mmHg, Nadi 72 x/menit, Respirasi 22x/menit, Suhu pasien 36,50C.
Masalah keperawatan belum teratasi dan lanjutkan intervensi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma abdomen adalah
cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat,
1997). Trauma abdomen disebabkan oleh trauma penetrasi dan non penetrasi.
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan.
b. Luka akibat tikaman benda tajam.
c. Luka akibat tusukan.
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompesi atau tekanan dari luar tubuh.
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut.
d. Cidera akselerasi / deserasi Karena kecelakaan olah raga.
Keracunan adalah penyakit yang tiba – tiba dan mengejutkan yang dapat terjadi
setelah menelan makanan / minuman yang terkontaminasi (Brunner & Suddarth,
2015). Keracunan disebabkan oleh mikroba, bahan kimia, dan toksin.
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah
darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam.
Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna
bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di
tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang
melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak di dalamnya. Peritonitis
disebabkan leh infeksi peradangan lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus
seperti rupture appendiks atau divetikulum karena awalnya peritonitis merupakan
lingkungan yang steril
103
104
4.2 Saran
Kegawatdaruratan harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh setiap
orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis,
dokter), baik di dalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi
setiap saat dan menimpa siapa saja.
DAFTAR PUSTAKA
Hutabarat, Ruly Yanti & Candra Syah Putra. 2016. ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN. Bogor: IN MEDIA
http://respiratory.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6416/BAB%20ll.pdf?sequence
=6&isAllowed=y (diakses pada tanggal 4 Maret 2019).
http://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/dfae2670fa6042c78e19909b44fb5e68.pdf
(diakses pada tanggal 3 Maret 2019).
https://media.neliti.com/media/publications/157657-ID-keracunan-bahan-kimia-beracun-
di-rumah-t.pdf (diakses pada tanggal 4 Maret 2019).
https://www.academia.edu/15114410/Laporan_Pendahuluan_HEMATEMESIS_MELEN
A (diakses pada tanggal 2 Maret 2019).
https://www.academia.edu/11562167/LAPORAN_PENDAHULUAN_PERITONITIS
(diakses pada tanggal 3 Maret 2019).
https://www.academia.edu/17066808/Asuhan_Keperawatan_Gadar_Trauma_Abdomen
(diakses pada tanggal 2 Maret 2019).
https://www.scribd.com/document/340907463/LP-Hematemesis-Melena-doc (diakses
pada tanggal 2 Maret 2019).
Kristanty, Paula dkk. 2009. Asuhan Keperawatan GAWAT DARURAT. Jakarta: CV.
Trans Info Media
105
106
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
Mediaction
2. Kumbah lambung.
Tahapan :
No Komponen Keterampilan
I Tahap Persiapan (30%)
1. Persiapan pasien
1) Memperkenalkan diri
2) Menjelaskan tujuan
3) Menjelaskan langkah / procedure yang akan dilakukan
4) Pasien disiapkan dengan posisi terlentang, dengan leher posisi ekstensi
2. Persiapan Lingkungan
1) Menutup pintu atau memasang sampiran
2) Keluraga diminta untuk keluar kamar
3. Persiapan Alat
1. Alat Pelindung Diri
2. NGT
3. Jelly
4. 1 Pasang Sarung Tangan
5. Senter / Penlight
6. Kapas Alkohol
107
108
7. Pincet Anatomi
8. Kom kecil dan air
9. Arteri klem
10. Plaster
11. Gunting plaster
12. Gas secukupnya
13. Stetoskop
14. Spuit 10 cc disesuaikan
15. Handuk
16. Bengkok
17. Cotton bud
II Tahap Pelaksanaan (60%)
1. Pengetahuan (110&)
1) Pengusaan Prosedure
2) Ketepatan data
3) Rasional tindakan
2. Sikap
1) Disiplin
2) Motivasi
3) Kerja sama
4) Tanggung jawab
5) Komunikasi
6) Kejujuran
7) Penampilan fisik
8) Kreatifitas
9) Memberi pujian bila terjadi pasien
10) Tetap mempertahankan teknik aseptic bekerja
3. Keterampilan (40%)
1) Bawa alat – alatnya ke dekat pasien
2) Perawat cuci tangan
3) Membantu pasien pada posisi terlentang
4) Memasang handuk pada dada pasien
5) Untuk menentukan insersi NGT, minta pasien untuk rileks dan bernafas
109