Anda di halaman 1dari 110

1

Keperawatan Kegawatdaruratan

“ASKEP GAWAT DARURAT PADA SISTEM PENCERNAAN”

DISUSUN OLEH:

Gusti Putu Ayu Febri Sinta Dewi (16089014020)

Gusti Kopang Budianti (16089014026)

Ni Luh Putu Krisna Yanti (16089014055)

I Gusti Ngurah Eka Nugraha (16089014046)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELNG


S1 ILMU KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah
laporan pendahuluan yakni tentang “ASKEP GAWAT DARURAT PADA SISTEM
PENCERNAAN”, dengan dosen pembimbing Ns. Ni Made Martini, S.Kep.,M.Kep.
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai tugas salah
satu mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu segenap
saran dan kritik membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk perbaikan di
masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Singaraja, 8 Maret 2019

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. 2

Daftar Isi ......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 4


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 5
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 6
1.4 Manfaat ................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Trauma Adbomen ....................... 7


2.2 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Keracunan ................................... 26
2.3 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Hematemesis Melena.................. 45
2.4 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Peritornitis .................................. 63

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Laporan Kasus Pada Klien dengan Hematemesis Melena ..................... 81

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 103


4.2 Saran ....................................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105

LAMPIRAN

SOP Lab Skill : Gatric Cooling (Pemasangan NGT) .................................... 107

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pencernaan adalah sistem dalam organ dalam hewan multisel yang mnerima
makanan, mencerna makanan menjadi energi dan nutrient, serta mengeluarkan sisa proses
tersebeut melalui dubur.
Sistem pencernaan manusia adalah sebuah sistem yang membantu manusia dalam
mencerna makanan dan minuman yang dikonsumsinya menjadi zat yang lebih mudah
dicerna oleh tubuh dan diambil berbagai kandungan di dalamnya yang berguna untuk
organ dalam dan bagian tubuh secara keseluruhan.
Saluran percernaan merupakan saluran yang menerima makana dari luar dan
mempersiapkan untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
(pengunyahan,penelanan, dan pencampuran)dengan enzim dan zat cair yabf terbentang
mulai dari mulut (oris) sampai anus. Dari saluran pencernaan akan terbentuk sistem
pencernaan yang terdiri dari organ – organ pencernaan yang tergabung membentuk
saluran pencernaan. Saluran pencernaan tersebut terdiri dari oris (mulut), Faring (tekak),
Esofagus (kerongkongan), Ventrikulas (lambung), usus halus, usus besar, rectum dan
anus. Selain itu alat penghasil getah cerna terdiri dari Kelenjar ludah, kelenjar getah
lambung, kelenjar hati, kelenjar pancreas, dan kelenjar getah usus.
Selama dalam pankreas, pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat – zat yang
sederhana yang hanya diserap dan digunakan oleh sel jaringan tubuh. Berbagai perubahan
sifat makanan terjadi karena kerja berbagai enzim yang terkandung di dalam berbagai
cairan pencernaan.
Setiap jenis zat mempunyai tugas khusus bekerja atas satu jenis makanan dan tidak
mempunyai pengaruh terhadap jenis lain.

4
5

Fungsi sistem pencernaan yaiyu untuk menyediakan makanan, air, dan elektroril bagi
tubuh dari nutrient yang dicerna sehingga siap diabsorpsi. Pencernan berlangsung secara
mekanik dan kimia, dan meliputi proses – proses berikut :

1. Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.


2. Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik oleh gigi.
3. Peristaltic adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang menggerakkan
makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
4. Digesti adalah hidrolisi kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul kecil
sehingga absorpsi dapat belangsung.
5. Absorpsi adalah pergerakan produk akhir pencernaan dari lumen saluran pencernaan
ke dalam sirkulasi darah dan limfatik.
6. Egesti (defekasi) adalah proses eliminasu zat-zat yang tidak tercerna.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Bagaimanakah asuhan keperawatan gawat darurat pada Trauma Abdomen?
1.2.2 Bagaimanakah asuhan keperawatan gawat darurat pada Keracunan?
1.2.3 Bagaimanakah asuhan keperawatan gawat darurat pada Hematemisis Melena?
1.2.4 Bagaimanakah asuhan keperawatan gawat darurat pada Peritornitis?
1.2.5 Bagaimanakah laporan kasus keperawatan gawat darurat pada pasien Hematemesis
Melena?
6

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Trauma Abdomen.
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Keracunan.
1.3.3 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Hematemisis Melena.
1.3.4 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Peritornitis.
1.3.5 Untuk mengetahui laporan kasus keperawatan gawat darurat pada pasien
Hematemesis Melena.

1.4 Manfaat
1.4.1 Agar pembaca dan penulis dapat memahami asuhan keperawatan gawat darurat pada
Trauma Abdomen.
1.4.2 Agar pembaca dan penulis dapat memahami asuhan keperawatan gawat darurat pada
Keracunan.
1.4.3 Agar pembaca dan penulis dapat memahami asuhan keperawatan gawat darurat
pada Hematemisis Melena.
1.4.4 Agar pembaca dan penulis dapat memahami asuhan keperawatan gawat darurat pada
Peritornitis.
1.4.5 Agar pembaca dan penulis dapat memahami laporan kasus keperawatan gawat
darurat pada pasien Hematemesis Melena.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Laporan Pendahuluan Trauma Abdomen


2.1.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1.1 Pengertian
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Trauma abdomen adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang
mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat di
bagi menjadi dua jenis yaitu Trauma penetrasi dan Trauma non penetrasi
2.1.1.1.1 Trauma penetrasi
 Trauma tembak
 Trauma tumpul
2.1.1.1.2 Trauma non-penetrasi
 Kompresi
 Hancur akibat kecelakaan
 Cedera akselerasi
2.1.1.2 Epidemiologi
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun.Mortalitas biasanya
lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.Jejas pada
abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.Pada trauma
tumpul dengan velositas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan
kerusakan suatu organ.Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multiple. Pada intraperitoneal, trauma tumpul
abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus
halus (5-10%) (Cho et al, 2012).
Sedangkan pada retroperitoneal, orga yang paling sering sedera adalah ginjal,
dan orga yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter (Demetriades,2000).
Pada trauma tajam abdomen paling sering mengenai hati (40%), usus kecil (30%),
diafragma (20%), dan usus besar (15%) (American College of Surgons Committee
on Trauma, 2008).

7
8

2.1.1.3 Etiologi
2.1.1.3.1 Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan.
b. Luka akibat tikaman benda tajam.
c. Luka akibat tusukan.
2.1.1.3.2 Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompesi atau tekanan dari luar tubuh.
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut.
d. Cidera akselerasi / deserasi Karena kecelakaan olah raga.
2.1.1.4 Klasifikasi

2.1.1.4.1 Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

a. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.


Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan
terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah
dapat menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat. 1997).Atau terjadi karena trauma
penetrasi.
Traum abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada orga abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
2.1.1.4.2 Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhiayat(1997) terdiri dari:
a. Perforasi orga vital intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen.
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
c. Cedera thorak abdomen.
Setiap luka pada thorak yang mungki menembus sayap kiri diafragma, atau
sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
9

2.1.1.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
2.1.1.5.1 Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat.Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar.Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.
2.1.1.5.2 Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
2.1.1.5.3 Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa.Tanda ini
ada
saat pasien dalam posisi rekumben.
2.1.1.5.4 Mual dan muntah
2.1.1.5.5 Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragik.

2.1.1.6 Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada
tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga
dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari
interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis
(yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan
tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada
elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.Elastisitas adalah kemampuan
jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan.
Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut..
Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada
akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
10

dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap


permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme:
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya
tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun
organ berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
11

2.1.1.7 WOC
Trauma paksa ( jatuh,benda Trauma benda tajam ( Pisau, peluru,
tumpul, kompresi dll) dll)

Gaya predisposisi trauma >elastisitas & Viskositas tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

Trauma abdomen

Trauma tajam Trauma tumpul

Kerusakan jaringan Kerusakan organ Kerusakan Kompresi jaringan


kulit abdomen jaringan abdomen
cvv
vaskuler
Luka terbuka Perforasi lapisan Perdarahan Perdarahan intra

abdomen abdomen

(Kontusio,
Resikio Lascrasi, jajas, Kekurangan Peningkatan TIA
infeksi hematoma) volume cairan

Nyeri akut Distensi abdomen


Kelemahan fisik

Mual / muntah
Gangguan
mobilitas fisik
volume cairan Defisit nutrisi
12

2.1.1.8 Pemeriksaan fisik


2.1.1.8.1 Inspeksi
a. Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya tumor,
dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll.
b. Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue
sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit
2.1.1.8.2 Palpasi
a. Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan
titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound
tenderness.
b. Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler infiltrate.
c. Pemeriksaan vaginal
2.1.1.8.3 Perkusi
a. Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
2.1.1.8.4 Auskultasi
a. Harus sabar dan teliti
b. Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
c. Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.

2.1.1.9 Pemeriksaan penujang


2.1.1.9.1 Foto Thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2.1.1.9.2 DR
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus.Demikian pula dengan pemeriksaan
hematokrit.Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis.Serum amilase yang meninggi menunjukkan
kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus.Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
13

2.1.1.9.3 Plain Abdomen Foto Tegak


Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.
2.1.1.9.4 Pemeriksaan Urin Rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri.Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.
2.1.1.9.5 VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
2.1.1.9.6 Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut.Hasilnya dapat amat membantu.Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik.Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sbb :
a. Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b. Trauma pada bagian bawah dari dada
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol,
cedera otak)
e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang,
Kontra indikasi relatif melakukan DPL sbb :
a. Pernah operasi abdominal.
b. Wanita hamil
c. Operator tidak berpengalaman.
d. Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan.
e. Ultrasonografi dan CT-Scan Bereuna sebagai pemeriksaan tambahan
pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma
pada hepar dan retroperitoneum.
14

2.1.1.10 Penatalaksanaan
2.1.1.10.1 Penanganan awal
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi
kejadian. Paramedic mungkin harus melihat.Apabila sudah ditemukanluka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian
awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang
Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda sing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan,makanan, darah atau
benda asing lainnya.
b. Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat.
Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’
tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tudak.
Selanjutnya lakukan pemerikasaan status respirasi korban (kecepatan, ritme
dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation dengan Kontrol Perdarahan Hebat
Jika pernapasan korban tersegal-segal dan tidak adekuat, maka bantuan
napas dapat dilakukan.Jika tidak ada tanda – tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Resio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP
adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
2.1.1.10.2 Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit
d. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada traumaabdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari
DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan inta abdomen. Indikasi untuk
melakukan DPL, antara lain :
- Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
- Trauma padabagian bawah dari dada
- Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
15

- Pasien cedera abdominal dengan ganguan kesadaran (obat,


alkohol,cedera otak)
- Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang
belakang).
- Patah tulang pelvis.

Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapat darah segar dalam
BaB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai
kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar
anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung.
Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti
adanya darah pada rektum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif
bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm3 dari 500 sel/mm3, empedu
atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera
abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi. Kontra
indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain :

- Hamil
- Pernah operasi abdominal
- Operator abdominal
- Bila hasinya tidak akan merubah penata-laksanaan
2.1.1.10.3 Penanganan awal trauma Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau dan memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
c. Bila adanya usus atau organ lain yang keluar, maka orga tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan.
g. Kirim ke rumah sakit
16

2.1.1.10.4 Penanganan di rumah sakit


a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seseorang ahli
bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara local untuk
menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka
masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rongten.
Foto rongten torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau Pneumotoraks atau untuk menentukan adanya udara
intraperitonium.Serta rongten abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara rettoperitoneum.
b. IVP atauUrogram Excretory dan CT Scanning ini dilakukan untuk
mengetahui jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi. Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
d. Sistografi. Ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada :
- Fraktur pelvis
- Trauma non-penetrasi.

2.1.1.10.5 Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :

a. Pengambilan contoh darah dan urine


Darah dimbil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratoruim rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti
pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amylase.
b. Pemeriksaan Rongten
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multi
trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di
retroporitoneum atau udara bebas di bawah diagfragma, yang keduanya
memerukan laparatomi segera.
c. Study kontras Urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens
atau decendens dan dubur.
17

2.1.1.11 Komplikasi
Menurut smaltzer komplikasi dari trauma abdomen adalah :
a. Hemoragi
b. Syok
c. Cedera
d. Infeksi

2.1.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


2.1.2.1 Pengkajian
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges
(2000), adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera
(trauma).
2. Sirkulasi
Data Obyektif : kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll)
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi

4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinesia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
18

7. Nyeri dan kenyamanan


Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih
8. Pernafasan
Data Obyektif : Perubahan pola napas
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Data Obyektif : Dislokasi ganggaun kognitif, gangguan rentang gerak.

2.1.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.1.2.2.1 Kekurangan volume cairan b/d perdarahan
2.1.2.2.2 Nyeri akut b/d adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
2.1.2.2.3 Resiko infeksi b/d tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan
tubuh
2.1.2.2.4 Defisit nutrisi b/d intake yang kurang
2.1.2.2.5 Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan fisik.
19

2.1.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan


Intervensi Rasional
O Keperawatan Kriteria hasil

1 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Kaji tanda- 1. Untuk


. volume cairan tindakan tanda vital. mengidentifi
b/d perdarahan keperawatan kasi defisit
2. Pantau cairan
…x…jam, volume
parenteral
volume cairan cairan.
dengan
tidak mengalami
elektrolit, 2. Mengidenti
kekurangan,
antibiotik dan fikasi
diharapkan kriteia
vitamin keadaan
hasil:
perdarahan,
3. Kaji tetesan
- Intake dan output serta Penurun
infus.
seimbang an sirkulasi
4. Kolaborasi volume
- Turgor kulit baik
:Berikan cairan cairan
- Perdarahan (-) parenteral menyebabkan
sesuai indikasi. kekeringan
mukosa dan
5. Cairan
pemekatan
parenteral ( IV
urin. Deteksi
line ) sesuai
dini
dengan umur.
memungkink
6. Pemberian an terapi
tranfusi darah. pergantian
cairan segera.

3. Awasi
tetesan untuk
mengidentifi
kasi
kebutuhan
20

cairan.

4. Cara
parenteral
membantu
memenuhi
kebutuhan
nuitrisi
tubuh.

5. Mengganti
cairan dan
elektrolit
secara
adekuat dan
cepat.

6. Menggantik
an darah
yang keluar.

2 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Mengetahui


. adanya trauma tindakan karakteristik tingkat nyeri
abdomen atau keperawatan nyeri. klien.
luka penetrasi …x…jam, Nyeri
2. Beri posisi 2. Mengurngi
abdomen. klien teratasi,
semi fowler. kontraksi
diharapkan kriteia
abdomen
hasil: 3. Anjurkan
tehnik 3. Membantu
- Skala nyeri 0
manajemen mengurangi
(nyeri teratasi)
nyeri seperti rasa nyeri
- Ekspresi tenang. distraksi dengan
mengalihkan
4. Managemant
perhatian
lingkungan
4. Lingkungan
21

yang nyaman. yang nyaman


dapat
5. Kolaborasi pe
memberikan
mberian
rasa nyaman
analgetik sesuai
klien
indikasi.
5. Analgetik
membantu
mengurangi
rasa nyeri.

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda- 1. Mengidenti


. b/d tindakan tindakan tanda infeksi. fikasi adanya
pembedahan, keperawatan resiko infeksi
2. Kaji keadaan
tidak …x…jam, infeksi lebih dini.
luka.
adekuatnya tidak terjadi,
2. Keadaan
pertahanan diharapkan kriteia 3. Kaji tanda-
luka yang
tubuh. hasil: tanda vital.
diketahui
- Tanda-tanda 4. Lakukan cuci lebih awal
infeksi (-) atau tangan sebelum dapat
tidak terjadi kntak dengan mengurangi
infeksi. pasien. resiko
infeksi.
5. Lakukan
pencukuran 3. Suhu tubuh
pada area naik dapat di
operasi (perut indikasikan
kanan bawah adanya
proses
6. Perawatan
infeksi.
luka dengan
prinsip 4. Menurunka
sterilisasi. n resiko
terjadinya
kontaminasi
22

7. Kolaborasi mikroorganis
pemberian me.
antibiotik
5. Dengan
pencukuran
klien
terhindar dari
infeksi post
operasi

6. Teknik
aseptik dapat
menurunkan
resiko infeksi
nosokomial

7. Antibiotik
mencegah
adanya
infeksi
bakteri dari
luar.

4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan 1. Ajarkan dan 1. Keletiha


. b/d intake yang tindakan bantu klien n berlanjut
kurang. keperawatan untuk istirahat menurunkan
…x…jam, nutrisi sebelum makan keinginan
klien terpenuhi, untuk makan.
2. Awasi
diharapkan kriteia 2. Adanya
pemasukan
hasil: pembesaran
diet/jumlah
hepar dapat
- Nafsu makan kalori, tawarkan
menekan
meningkat makan sedikit
saluran gastro
tapi sering dan
- BBMeningkat. intestinal dan
tawarkan
menurunkan
- Klien tidak pagipaling
23

lemah sering. kapasitasnya.

3. Akumul
3. Pertahankan
asi partikel
hygiene mulut
makanan
yang baik
dimulut dapat
sebelum makan
menambah
dan sesudah
baru dan rasa
makan .
tak sedap
4. Anjurkan yang
makan pada menurunkan
posisi duduk nafsu makan.
tegak.
4. Menuru
5. Berikan diit
nkan rasa
tinggi kalori,
penuh pada
rendah lemak
abdomen dan
dapat
meningkatka
n pemasukan.
5. Glukosa
dalam
karbohidrat
cukup efektif
untuk
pemenuhan
energi,
sedangkan
lemak sulit
untuk
diserap/dimet
abolisme
sehingga
24

akan
membebani
hepar.
5 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Identifikasi
. tindakan kemampuan kemampuan
mobilitas fisik
keperawatan pasien untuk klien dalam
b/d …x…jam, bergerak. mobilisasi.
diharapkan dapat
kelemahan fisik 2. Dekatkan 2. Meminimal
bergerak bebas,
peralatan yang isir
diharapkan kriteia
dibutuhkan pergerakan
hasil:
pasien. kien
 Mempertahan
3. Berikan 3. Melatih
kan mobilitas
latihan gerak otot-otot
optimal
aktif pasif. klien.

4. Bantu 4. membantu
kebutuhan dalam
pasien. mengatasi
kebutuhan
5. Kolaborasi
dasar klien.
dengan ahli
fisioterapi. 5. terapi
fisioterapi
dapat
memulihkan
kondisi klien.

2.1.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.
25

2.1.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah
tercapai atau tidak dalam meningkatkan kondisi pasien. Dan ditulis dalam bentuk
SOAP.
26

2.2 Laporan Pendahuluan Keracunan


2.2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.2.1.1 Definisi Keracunan
Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap diabsorpsi, menempel pada kulit,
atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumlah relaktif kecil menyebabkan cedera
tubuh dengan adanyareaksi kimia (Smeltzer suzana dalam nurarif kusuma, 2015).
Keracuanan adalah penyakit yang tiba – tiba dan mengejutkan yang dapat
terjadi setelah menelan makanan / minuman yang terkontaminasi.
(Brunner & Suddarth, 2015).
2.2.1.2 Epidemiologi
Menurut Gaman dan Sherington (1996 : 255-256) yang mengatakan bahwa
keracunan makanan adalah gejala yang disebabkan karena mengkonsumsi
makanan yang beracun atau terkontaminasi bakteri atau mikroorganisme. Gejala
yang paling umum adalah sakit perut, pusing, mual muntah dan diare. Makanan
yang dapat menyebabkan terjadinya gejala keracunan makanan, bisa juga tampak
kurang membahayakan, tetapi ternyata mengandung bakteri atau mikroognanisme
yang membahayakan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII?2004
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu.
Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB, adalah
timbulnya atau meningkatnya kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
Menurut UU : 4 tahun 1984, Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya
atau meningkatnya kejadian atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
2.2.1.3 Etiologi

Penyebab keracunan menurut Nurarif dan Kusuma (2015) ada beberapa


macam dan akibatnya bisa mulai yang ringan sampai yang berat. Secara umum
yang banyak terjadi di sebabkan oleh:
2.2.1.3.1 Mikroba
Mikroba yang menyebabkan keracunan di antaranya :
27

a. Escherichia coli patogen


b. Staphilococus aureus
c. Salmonella
d. Bacillus Parahemolyticus
e. Clostridium Botulisme
f. Streptokkkus
2.2.1.3.2 Bahan Kimia
a. Peptisida golongan organofosfat
b. Organo Sulfat dan karbonat
2.2.1.3.3 Toksin
a. Jamur
b. Keracunan Singkong
c. Tempe Bongkrek
d. Bayam beracun
e. Kerang

2.2.1.4 Klasifikasi
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung
bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut
antara lain:
2.2.1.4.1 Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan
merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi
langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk kepentingan manusia. Selain
itu, keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan makanannya
sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen
dan juga bahan kimia yang bersifat racun. Di Indonesia ada beberapa jenis
makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara lain:
a) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu
di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi
dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk spora. Karena
28

cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai pada makanan
kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah
memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang
kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan
saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga
penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan.Pengobatan hanya
dapat diberikan di rumah sakit dengan penyuntikan serum antitoksin yang
khas untuk botulinum. Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah
pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian
direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2.2.1.4.2 Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan
jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang
hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan.
Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita
dirangsang agar muntah. Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan encer
kalium permanganat (1 gram dalam 2 liter air), atau dengan putih telur campur
susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan kirim penderita ke rumah sakit.
2.2.1.4.3 Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam
saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya
keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan
penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut,
nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih
nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah.
Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita diberi
minum air soda sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit dapat
diberikan untuk mengurangi sakitnya.Pada keracunan yang lebih berat,
penderita harus dirawat di rumah sakit.
29

2.2.1.4.4 Keracunan ikan laut


Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan.Diduga racun
tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Gejala-gejala
keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit sesudah
memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di sekitar mulut,
lemah badan dan susah bernafas.
Tindakan pertolongan: usahakan agar dimuntahkan kembali makanan
yang sudah tertelan itu. Kalau mungkin lakukan pula pembilasan lambung dan
pernafasan buatan.Obat yang khas untuk keracunan binatang-binatang laut itu
tidak ada.
2.2.1.4.5 Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida).Singkong beracun
biasanya ditanam hanya untuk pembatas kebun, dan binatangpun tidak mau
memakan daunnya.Racun asam biru tersebut bekerja sangat cepat.Dalam
beberapa menit setelah termakan racun singkong, gejala-gejala mulai
timbul.Dalam dosis besar, racun itu cepat mematikan.
2.2.1.4.6 Minyak Tanah
Penyebabnya karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak
tanah:
1) Terutama pada anak-anak < 6 tahun. Khususnya pada negara-
negara berkembang.
2) Daerah perkotaan > daerah pedesaan
3) Pria > wanita
4) Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua

Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas,


pencernaan, dan CNS. Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan
mungkin muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya sedikit. Sianosis, distress
pernapasan, panas badan, dan batuk persisten dapat terjadi kemudian.

2.2.1.4.7 Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang berada
dalam golongan propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan golongan propuxur
30

lainnya adalah sama. Contoh golongan karbamat lain adalah carbaryl (sevin),
pirimicarb (rapid, aphox), timethacarb (landrin) dan lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia urin,
miosis, fasikulasi otot, cemas dan kejang.Miosis, salvias, lakrimasi,
bronkospasme, kram otot perut, muntah, hiperperistaltik dan letargi biasanya
terlihat sejak awal.Kematian biasanya karena depresi pernafasan.

2.2.1.4.8 Bahan Kimia


Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan-bahan kimia biasa seperti
bahan kimia rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau produk industri.
2.2.1.4.9 Sengatan serangga
Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise, ansietas,
sampai edema laring, bronkhospasme berat, syok dan kematian.Umumnya waktu
yang lebih pendek diantara sengatan dan kejadian dari gejala yang berat
merupakan prognosis yang paling buruk.
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan
gigitan serangga didantaranya adalah:
a. Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun
dapat mengancam kahidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-
tanda atau gejalanya adalah:
1) Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak
mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-organ penting (vital)
2) Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan
3) Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki,
dan selaput lendir (angioedema)
4) Pusing dan kacau
5) Mual, diare, dan nyeri pada perut
6) Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak Gejala tersebut dapat
diikuti dengan gejala lain dari beberapa reaksi.
b. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.
1) Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah
menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh,
31

mereka lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan dan sering
menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak
2) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat
berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi
alergi
3) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya,
kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur
memutar dan berkali-kali
d. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
e. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
f. Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum)
Digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan
serangga.Penyakitserum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik merah
dan bengkakserta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari setelah
penggunaananti serum.
a. Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile
kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
b. Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.

2.2.1.5 Tanda dan Gejala


Beberapa tanda dan gejala menurut Nurarif dan Kusuma (2015) diantaranya:

2.2.1.5.1 Gejala yang paling menonjol meliputi :

a. Kelainan visus

b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat

c. Gangguan saluran pencernaan

d. Kesukaran bernafas

2.2.1.5.2 Keracunan ringan

a. Anoreksia

b. Nyeri kepala

c. Rasa lemah
32

d. Rasa takut

e. Pupil miosis

f. Tremor pada lidah dan kelopak mata

2.2.1.5.3 Keracunan sedang

a. Nausea, muntah-muntah

b. Kejang, dan kram perut

c. Hipersalifa

d. Fasikulasi otot

e. Bradikardi

2.2.1.5.4 Keracunan berat

a. Diare

b. Reaksi cahaya negative

c. Sesak napas, sianosis, edema paru

d. Inkontinensia urin

e. Kovulasi

f. Koma, blockade jantung dan akhirnya meninggal

2.2.1.6 Patofisiologi

Keracunan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor

bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi

vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam tubuh.

Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut

kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati (

sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di


33

karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat .

Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat (

inktivasi ) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim

KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh –

KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-

KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat –

tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan Akh yang berlebihan,

yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan ssp ( menimbulkan

stimulasi kemudian depresi SSP ).


34

2.2.1.7 WOC
Masukan makanan / minuman yang terkontaminasi

Infeksi pada mukosa usus

Makanan / Menimbulkan rangsangan Menimbulkan


B 1 (Breath)
zat tidak tertentu yaitu : menimbulkan mekanisme tubuh untuk
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan toksin
dapat diserap
mengelurkan toksin
Merangsang sel
goblet Peningkatan pergerakan
Tekanan osmotik
dalam rongga Peningkatan sekresi usus/ peristaltik
Mengeluarkan usus meningkat air dan eletrolit
mukus kedalam rongga usus
Terjadi pergeseran Berkurangnya
air dan eletrolit ke kesempatan usus
Diserap oleh dalam rongga usus menyerap makanan
epitel masuk ke
dalam darah Isi rongga usus yang
Berkurangnya kesempatan
berlebihan akan
usus menyerap makanan
Masuk kedaalm merangsang usus untuk
system saraf mengelurkannya

Pernafasan
Diare
terganggu
Gangguan rasa
nyaman nyeri
Gangguan Resiko tinggi
pola nafas kekurangan
volume cairan
35

2.2.1.8 Pemeriksaan Fisik

2.2.1.8.1 Tanda – tanda vital


a. Distres pernafasan
b. Sianosis
b. Takipnue, dipsnue
c. Hipoksia
2.2.1.8.2 Neurologi

IFO menyebabkan tingkat toksisitas lebih tinggi, efek – efeknya termasuk


latergi, peka rangsangan, pusing, stupor dan koma.

2.2.1.8.3 Sirkulasi

Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardia, hipotensi (pada kasus


berat), aritmia jantung, pucat, sianosis, keringat banyak.

2.2.1.8.4 GI Tract

Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual
dan muntah.

2.2.1.8.5 Kardiovaskuler

Disritmia

2.2.1.9 Pemeriksaan Diagnostik


2.2.1.9.1 Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong.
2.2.1.9.2 Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah
merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut
maupun kronik.
1. Keracunan akut :
a. Ringan 40 – 70 % N
b. Sedang 20% N
c. Berat <20% N
2. Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 % setiap
individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera
36

disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah
meningkat > 75%
2.2.1.9.3 Pemeriksaan PA
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas.
Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan
organ lainnya.

2.2.1.10 Komplikasi
2.2.1.10.1 Kejang

2.2.1.10.2 Koma

2.2.1.10.3 Henti jantung

2.2.1.10.4 Henti napas (Apneu)

2.2.1.10.5 Syok

2.2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


2.2.2.1 Pengkajian
Racun adalah zat yang ketika tertelan dalam jumlah yang relatif kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.Keracunan adalah
masuknya suatu zat toksik kedalam tubuh melalui sistem pencernaan baik
kecelakan maupun sengaja, yang dapat mengganggu kesehatan bahkan dapt
menimbulkan kematian. Zat – zat yang dapat menimbulkan keracunan
pencernaan pada sistem pencernaan dapt berupa zat ki,ia (baygon, alkohol,
minyak tanah, bensin, dll), makanan (jengkol, ikan, jamue dll), obat – obatan.
2.2.2.1.1 Seseorang dicurigai keracunan bila :
a. Seseorang yang sehat mendadak sakit
b. Gejalanya tak sesuai dengan keadaan patologik tertentu
c. Gejalanya menjadi cepat karena dosis yang besar
d. Amnestik menunjukkan kearah keracunan, terutama pada kasus bunuh
diri / kecelakaan
e. Keracunan kronik dicurigai bila digunakan obat dalam jangka waktu
lama atau lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia
2.2.2.1.2 Sifat racun dapat dibagi menjadi :
a. Korosif asam basa kuat (asam klorida, asam sulfat, natrium hidroksida)
37

b. Non korosif (makanan, obat – obatan)


2.2.2.1.3 Survai Primer dan Resusitasi
a. Airway (jalan nafas)
Periksa kelancaran jalan nafas, gangguan jalan nafas sering terjadi pada
klien dengan keracunan baygon, botulisme karena klien sering mengalami
depresi pernafasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum.
Usaha unutk kelancaran jalan nafas dapat dilakukan chin lift / jaw thrust/
nasopharyngeal airway/ pemasangan guedel. Cegah aspirasi isi lambung
dengan posisi kepala pasien diturunkan, menggunakan jalan nafas
orofaring dan pengisap.Jika ada gangguan jalan nafas maka dilakukan
penanganan sesuai BHD (bantuan hidup dasar).
b. Breathing (ventilasi)
Kaji ventilasi adekuat dengan observasi uasah ventilasi melalui gas darah
atau spirometri.Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi
pernafasan.Tekanan ekspirasi positif diberikan pada jalan nafas, masker
kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang.Berikan
oksigen pada klien yang mengalami depresi pernafasan, tidak sadar atau
syok.
c. Circulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat,
dengan memasang IV line.Mungin ini berhubungan dengan kerja kardio
depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran venadi extremitas
bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan
meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji tanda – tanda vital,
kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, an tekanan vena
central dan suhu. Stabilkan fungsi kardiovaskuler dan pantu EKG.
d. Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS,
ukuran dan reaksi pupil serta tanda – tanda vital.Penurunan kesadaran
dapat terjadi pada klien dengan keracunan alkohol dan obat – obatan,
penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan oksigenasi,
akibat depresi pernafasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum.
38

2.2.2.1.4 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Sistem Pernafasan


Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan atau
menginaktifkan racun sebelum diabsorsi, untuk memberikan perawatan
pendukung untuk memelihara sistem organ vital, menggunakan antidot
spesifik untuk menetralkan racun dan memberikan tindakan untuk
mempercepat eliminasi racun terabsorpsi.
1) Tindakan Kedaruratan Keracunan Pencernaan Secara Umum
a. Menentukan zat yang meru[akan racun, jumlah, kapan waktu tertelan,
gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat. Hubungi
pusat kontrol racun di area jika agen toksik yang diketahui.
b. Tangani syok yang tepat. Mungkin ini berhubungan dengan kerja
kardio depresan dari obat yang tertelan, pengumpulan aliran vena di
ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai
dengan meningkatnya permeabilitas kapiler.
c. Hilangkan atau kurngi absorbsi racun, hal berikut mungkin digunakan :
 Encerkan racun yang ada dalam lambung, sekaligus menghalangi
penyerapannya dengan cara memberikan cairan dalam jumlah
banyak. Cairan yang digunakan adalah air biasa, susu, norit yang
telah dilarutkan dengan air.
 Upayakan muntah, efektif dilakukan dalam 4 jalm setelah racun
tertelan. Dapat dilakukan dengan cara merangsang dinding faring
menggunakan jari. Dapat juga menggunakan sirup ipekak untuk
merangsang muntah. Upaya muntah tidak boleh dilakukan pada
klien dengan keracunan zat korosif dan pada klien tidak sadar.
 Sirup ipekak untuk merangsang muntah pada klien sadar bilas
lambung, simpan aspirasi lambung untuk penyaringan toksikologi.
 Karbon diaktivasi diberikan jika racun adalah salah satu yang dapat
diabsorbsi oleh karbon.
 Pemberian katartik sesuai indikasi.
d. Berikan terapi spesifik. Berikan antagonis kimia yang spesifik atau
antagonis fisiologis secepat mungkin untuk merubah atau menurunkan
efek toksin.
39

e. Monitor klien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu sistem


saraf pusat atau klien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak
adekuat.
f. Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat
yang ditelan jika hal – hal diatas tidak efektif : diuresis untuk agens
yang dikeluarkan lewat jalur ginjal, dialisis dan karbon dosis ganda.
g. Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.
h. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit
i. Menurunkan peningkatan suhu.
j. Berikan analgesik yang sesuai untuk nyeri : nyeri berat menyebabkan
kolaps vasomotor dan penghambatan refleks fungsi fisiologik normal.
k. Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, sis lambung dan muntah.
l. Observasi dengan ketat pada klien koma : koma karena keracunan
akibta gangguan fungsi sel otal atau metabolisme.
m. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan
kejang.
2) Tindakan Kedaruratan Keracunan Baygon
a. Klien yang mengalami gangguan fungsi pernafasan resusitasi (ABC)
b. Posisi tidur klien semi fowler, untuk memaksimalkan ekspansi paru.
c. Lakukan penghisapan lendir, karena klien dengan keracunan baygon
pada umumnya mengalami hipersekresi hidung dan gangguan
kesadaran
d. Beri oksigen yang adekuat, karena pada klien keracunan baygon pada
umumnya mengalami spasme larinks dan bronkho kontriksi
e. Anjurkan klien muntah jika kesadaran baik
f. Lakukan bilas lambung sebelum 4 jam setelah keracunan untuk
mengeluarkan racun yang ada dilambung
g. Buat rekaman EKG, untuk memonitor adanya aritmia jantung
h. Beri cairan parentral untuk mencegah atau terjadinya syok
3) Tindakan Kedaruratan Keracunan Alkohol
a. Upayakan muntah bila klien sadar
b. Pertahankan agar pernafasan baik
c. Beri minum kopi bila klien sadar
d. Lakukan pernafasan buatan, jika terjadi gagal nafas
40

4) Tindakan Kedaruratan Keracunan Jengkol


a. Minum air putih yang banyak
b. Berikan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri
5) Tindakan Kedaruratan Keracunan Botulisme
a. Berikan cairan parentral untuk netralisir racun
b. Upayakan klien muntah
6) Tindakan Kedaruratan Keracunan Ikan Laut (makanan laut)
a. Berikan cairan parentral untuk netralisir racun
b. Upayakan klien muntah

2.2.2.1.5 Survai Skunder Pada Klien Keracunan


A. Keracunan makanan secara umum.
Keracunan makanan adalah penyakit yang tiba – tiba dan mengejutkan
yang dapat terjadi setelah menelan makanan atau minuman yang
terkontaminasi.Botulisme adalah keracunan makanan yang serius yang
memberikan surveilens terus menerus.
1) Menentukan sumber dan tipe keracunan
a. Dapatkan makanan yang dicurigai dan baea ke fasilitas kesehatan
1. Seberapa cepat gejala muncul makan yang mengandung racun ?
2. Kaji apa yang dimakan sebelum makan ?
Apakah makanan mempunyai bau atau rasa tidak biasa (banyak
makanan yang menyebabkan keracunan bakteri tidak mempunyai
bau atau rasa yang tidak biasa).
3. Kaji apakah orang lain menjadi sakit karena memakan makanan
yang sama
4. Kaji apakah terjadi mual dan muntah? Apa yang terlihat pada
muntahan ?
5. Kaji apakah terjadi diare ? (diare biasanya tidak ada pada
botulisme dan pada keracunan ikan atau kerang lain)
6. Kaji apakah ada gejala neurologik ? (hal ini terjadi pada klien
pada keracunan botulisme dan keracunan ikan, dll )
7. Kaji apakah klien demam ? (demam terlihat pada salmonella, dan
bebeapa ikan yang mengandung racun)
41

2) Kumpulkan makanan, isi lambung, muntah serum dan feses untuk


pemeriksaan
3) Kaji sistem pernafasan, kematian karena paralisis pernafasan dapat
terjadi pada botulisme, keracunan ikan dan sebagaiannya.
4) Kaji keseimbangan cairan dan elektrolit. Muntah berelbihan
menyebabkan alkalosis dan diare berlebihan menyebabkan asidosis :
sejumlah besar elektrolit dan air hilang melalui muntah dan diare. Kaji
adanya syok volemia karena kehilangan cairan dan elektrolit, kaji
adanya letargi, frekuensi nadi, tekanan darah, demam dan eletrolit
darah.
5) Timbang berat badan klien. Pada klien yang mengalami kehilangan
cairan yang berlebihan akan mengalami penurunan berat badan.

B. Keracunan Baygon
Kaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala, sukar
bicara, sesak nafas, tekanan darah menurun, kejamg – kejang, gangguan
pengelihatan, hipersekresi hidung, spasme larinks, bronkho kontriksi,
aritmia jantung dan syok.

C. Keracunan Alkohol

Kaji adanya bau alkohol pada mulut klien, kekacauan mental,


gangguan kesadaran, pupil mata dilatasi, sering muntah.

D. Keracunan Jengkol

Kaji adanya nafas bau jengkol, air kemih bau jengkol, sakit pinggang
yang disertai sakit perut (kolik ureter dan renal), nyeri waktu BAK dan
kadang kadang disertai darah (hematuria), oliguria dan kadang – kadang
anuria.

E. Keracunan Botulisme

Kaji adanya masa laten, gangguan pengelihatan, klien nampak lemah


dan gangguan refleks pupil.
42

F. Keracunan Ikan Laut

Kaji adanya masa laten ½ sampai 4 jam, rasa panas disekitar mulut,
rasa baal pada ektremitas, klien lemah, keluhan mual, muntah, nyeri perut
dan diare.

2.2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.2.1 Gangguan pada pola nafas berhubungan dengan spasme larinks dan
bronkho kontriksi.
2.2.2.2.2 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan keracunan jengkol
2.2.2.2.3 Resiko tinggi gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output
yang berlebihan.

2.2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Intervensi
No. Kriteria hasil Rasional
Keperawatan Keperawatan
1. Gangguan pada Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Untuk
pola nafas asuhan pernafasan: mengobservasi
berhubungan keperawatan frekuensi, pernafasan:
dengan spasme selama ... x.... jam kedalaman, bunyi frekuensi,
larinks dan diharapkan pola nafas dan kedalaman, bunyi
bronkho nafas kembali penggunaan otot nafas dan
kontriksi. normal. Dengan bantu pernafasan penggunaan otot
kriteria hasil : serta adanya bantu pernafasan
1. frekuensi nafas apnue. serta adanya
dalam batas normal 2. Posisi semi fowler apnue.
yaitu 16 – 20 x / 3. Kolaborasikan 2. Untuk
menit. dengan medis meningkatkan
dalam pemberian ekspensi paru
oksigen 3. Untuk
4. Kolaborasikan memperbaiki
dalam pemberian status pernafasan
antidotum. klien.
43

2. Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Observasi tanda – 1. Untuk


nyaman nyeri asuhan tanda vital, mengetahui
berhubungan keperawatan terutama nadi dan keadaan umum
dengan selama ....x ... jam tekanan darah. pasien
keracunan diharapkan nyeri 2. Anjurkan banyak 2. Untuk
jengkol dapat terkontrol minum air putih 2 meningkatkan
atau hilang. – 2.5 liter. status kebutuhan
Dengan kriteria 3. Atur posisi tidur cairan pasien.
hasil : klien sesuai 3. Untuk
1. Skala Nyeri dengan kondisi memberikan
klien berkurang klien untuk posisi yang
mencapai rasa nyaman kepada
nyaman. pasien
4. Pasang kateter 4. Untuk
pada klien memperlancar
keracunan jengkol. pengeluaran
5. Lakukan kompres cairan tubuh.
hangat pada daerah 5. Untuk
pinggang dan mengurangi rasa
perut. nyeri.
6. Kolaborasikan 6. Untuk
dalam pemberian mempercepat
analgetik dan vit. proses
K penyembuhan
penyakit.

3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Observasi intake 1. Untuk


gangguan asuhan dan output cairan mengetahui
keseimbangan kepeeawatan serta tanda – tanda adanya tanda–
cairan selama ... x ... jam kekurangan cairan. tanda dehidrasi.
berhubungan diharapkan 2. Kaji adanya 2. Untuk
dengan output kebutuhan cairan keluhan mual dan mengetahui
yang berlebihan. terpenuhi. Dengan muntah. gangguan pada
44

kriteria hasil : 3. Observasi kulit pasien.


1. Tidak adanya kering berlebihan 3. Untuk
tanda – tanda dan membrane mengetahui
dehidrasi pada mukosa, apakah klien
klien penurunan turgor kekurangan
kulit. cairan dengan
4. Kolaborasikan mengamati
pemberian cairan sistem
parentral sesuai integument.
indikasi 4. Untuk membantu
dalam kebutuhan
cairan pasien
yang hilang.

2.2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.

2.2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah
tercapai atau tidak dalam meningkatkan kondisi pasien. Dan ditulis dalam bentuk
SOAP.
45

2.3 Laporan Pendahuluan Hematemisis Melena


2.3.1 Konsep Dasar Penyakit
2.3.1.1 Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran
makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau
kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga
dapat berwarna seperti kopi atau kemerahmerahan dan bergumpal-gumpal.
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan lengket
yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicernanya darah
pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi
hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya biasanya juga berasal dari
saluran cerna atas.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum
dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling
sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru di jumpai keadaan melena.
Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai
patokan untuk menduga besra kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas.
Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan
perawatan segera di rumah sakit.
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah
darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam.
Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna
bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di
tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.

2.3.1.2 Epidemiologi
Di indonesia sebagian besar (70-80%) perdarahan SCBA berasal dari pecahnya
varises esofagus karen sirosis hati. Dari 1673 kasus pedarahan saluran cerna bagian
atas di SMF penyakit dalam RSU dr.Soetomo surabaya penyebabnya 76,9%,
pecahnya varises esofagus, 19,2% gastritis esofagus, 1%tukak peptik, 0,6% tukak
lambung, dan 2,6% karena sebab-sebab lain. Laporan dari RS pemerintah di Jakarta,
Bandung, dan Jogjakarta urutan ke-3 terbanyak perdarahan SCBA sama dengan RSU
dr.Soetomo Surabaya. Sedangkan laporan RS di Ujung Pandang tukak peptik
46

menempati urutan pertama penyebab pertama perdarahan SCBA. Di negara barat ,


tukak peptik menempati urutan pertama penyebab perdarahan SCBA dengan
frekuensi sebesar 50% walaupun pengelolaan SCBA telah berkembang namun
mortalitasnya relatif tidak berubah ,masih sekitar 80% hal ini dikarenakan kasus
perdarahan dengan usia lanjut dan akibat komorbiditas yang menyertai.

2.3.1.3 Etiologi
2.3.1.3.1 Kelainan di esophagus
A. Varises esophagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.
B. Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.
Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya sesekali
penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada endoskopi jelas terlihat
gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah yang
terletak di sepertiga bawah esophagus.
C. Sindroma Mallory – Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan. misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus-
menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh
karsinoma esophagus.
D. Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermiten atau
kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis. Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingka dengan tukak lambung dan duodenum.
2.3.1.3.2 Kelainan di lambung
A. Gastritis erisova hemoragika
47

Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu
hati.
B. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati dan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan
dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan
dari hematemesis. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih
dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang.
C. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarangdan pada
umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih,
nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi
lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.

2.3.1.3.3 Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemophilia,


trombositopenia purpura.

2.3.1.4 Klasifikasi
Hematemesis akut adalah keadaan darurat di rumah sakit yang sangat umum dan
masih menyebabkan 8% - 14% kematian. Di antara orang dewasa, perdarahan dari
lambung atau duodenum, ulkus esofagus dan varises adalah penyebab yang paling
sering. Pada anak-anak, lesi mukosa dan varises perdarahan (biasanya sekunder untuk
obstruksi vena di hati) yang umum & dalam pengaturan perawatan intensif,
manajemen ventilator, infeksi dan obat-obatan mendominasi sebagai penyebab stres
ulserasi.

2.3.1.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah
muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena),
mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung
meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis
(sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38 -
39°C, nyeri pada lambung/perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi
perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan Ht
48

(anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak
setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan,
dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000).
Gejala yang ada yaitu :
2.3.1.5.1 Muntah darah (hematemesis)
2.3.1.5.2 Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
2.3.1.5.3 Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
2.3.1.5.4 Denyut nadi yang cepat, TD rendah
2.3.1.5.5 Akral teraba dingin dan basah
2.3.1.5.6 Nyeri perut
2.3.1.5.7 Nafsu makan menurun
2.3.1.5.8 Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
2.3.1.6 Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior
yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi
splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena
tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises.
Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya
dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke
jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah
jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan
perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala - gejala utama yang
terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan
perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan
tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan.
Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap
bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna
hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan
49

saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna
merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada
saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling
sedikit perdarahan sebanyak 50-100cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap
berwarna hitam seperti ter selama 48–72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan
berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7–10 hari setelah
episode perdarahan tunggal.
50

2.3.1.7 Pathway/WOC
Kelainan esophagus: Kelainan lambung Penyakit darah: Penyakit Obat-obatan

varises esophagus, dan duodenum: tukak leukemia, DIC, sistemik: sirosis ulserogetik:
lambung, keganasan purpura hati gol.salisilat,
esophagitis,
esophagus trombositopenia, kortikosteroid, alcohol.
keganasan esophagus
hemophilia
Obstruksi aliran O2 mukosa

Tekanan portal Infeksi mukosa darah lewat hati terhambat


lambung Pecahnya
Pembuluh Pembentukan
Asam lambung
Pembuluh darah darah kolateral
Erosi dan
pecah
ulserasi Inflamasi mukosa
Distensi Pembuluh
Perdarahan lambung
darah abdomen
Kerusakan vaskuler
pada mukosa Masuk saluran Varises
lambung cerna
PD ruptur

HEMATEMESIS
MELENA

Anoreksia Mual-muntah Ansietas Perdarahan

Syok hipovolemik Spasme Tekanan kapiler


Defisit nutrisi
dinding perut
Protein plasma
Gangguan
hilang
keseimbangan cairan Nyeri
dan elektrolit akut
Edema

Risiko ketidakefektifan perfusi


Perfusi jaringan Penekanan Pembuluh
jaringan gastrointestinal
darah
51

2.3.1.8 Pemeriksaan Fisik


2.3.1.8.1 Keadaan Umum Pasien
2.3.1.8.2 Tanda Vital Pasien
2.3.1.8.3 Kesadaran (Kualitatif, Kuantitatif)
2.3.1.8.4 Sistem Pernafasan Jelaskan bentuk pernafasan, penggunaan otot bantu
pernafasan, batuk, sputum, batuk berdarah, pemeriksaan fisik dengan cara:
a. Inspeksi : bentuk dada
b. Palpasi : Kesimetrisan pergerakan dada, premitus taktil, clubbing finger
c. Perkusi : Suara perkusi paru, batas paru
d. Auskultasi : Jenis suara nafas, kelainan suara nafas, wheezing, stridor
2.3.1.8.5 Sistem Kardiovaskuler Jelaskan apakah ada nyeri dada, nafas pendek,
orthopnea, sesak nafas, berkeringat, palpitasi toleran terhadap aktifitas, dan
pemeriksaan fisik dengan cara:
a. Inspeksi : Sehat/tidak sehat, nyeri, sianosis, anemia, temperature, nafas,
pucat, keringat, clubbing finger.
b. Palpasi : apek jantung, nadi, JVP, oedema, asites.
c. Perkusi : batas jantung
d. Auskultasi : Suara jantung, suara tambahan, murmur, gallop.
2.3.1.8.6 Sistem Persyarafan Tingkat kesadaran, fungsi, koordinasi, reflek, postur.
Kemampuan bergerak, kelumpuhan, nyeri kepala, muntah, pemeriksaan
syaraf kranial.
2.3.1.8.7 Sistem Pencernaan Jelaskan nyeri, mual dan muntah, kembung, pemeriksaan
fisik dengan cara :
a. Inspeksi : distensi, kesimetrisan
b. Palpasi : asites, nyeri tekan, batas organ
c. Perkusi : distensi
d. Auskultasi : suara peristaltic, BU
2.3.1.8.8 Sistem Muskulosteletal Jelaskan adanya deformitas, postur, kelemahan, nyeri,
bengkak, penurunan kemampuan mobilitas, penurunan fungsi, ROM.
2.3.1.8.9 Sistem Integumen Warna kulit, sianosis, oedema, status hidrasi, kelembaban
kulit, keutuhan kulit, luka, alergi, gatal.
2.3.1.8.10 Sistem Endokrin Rambut, keringat, demam, palpitasi
2.3.1.8.11 Sistem genitourinaria Periksa keadaan alat kelamin, nyeri, pemeriksaan rectal
52

2.3.1.9 Pemeriksaan Diagnostik


2.3.1.9.1 Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double kontrast pada
lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal distal esophagus, kardia dan fundus lambung
untuk mencari ada atau tidaknya varises.
2.3.1.9.2 Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat
tempat asal dan sumber perdarahan. keuntungan lain dari dari pemeriksaan
endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi,
aspirasi cairan, dan infuse untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan
saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik
dapat dilakukan secara darurat atau sendiri mungkin setelah hematemesis
berhenti.
2.3.1.9.3 Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan
dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit,
trombosit, kadar ureum kreatinin dan uji fungsi hati segera dilakukan secara
berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.

2.3.1.10 Penatalaksanaan
2.3.1.10.1 Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan
pengawasan yang diteliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan
penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi : Pengawasan dan
pengobatan umum yaitu:
1) Tirah baring.
2) Diet makanan lunak.
3) Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah.
53

4) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas (hematemesis


melena).
5) Infus cairan lagsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
6) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila
perlu CVP monitor.
7) Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan
perdarahan.
8) Tranfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan
mempertahankan kadar Hb 50-70% harga normal.
9) Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10mg/hari,
karbosokrom (adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
berguna untuk menanggulangi perdarahan.
10) Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang
tidak diserap oleh usus, sebagai timdakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatic.
11) Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air, dan pemberian obat-
obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan
vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di
mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah
lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100-150
ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat
diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan
setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
12) Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per
infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus
sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan
perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat
menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama
pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
54

elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit


jantung koroner/iskemik.
13) Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan
akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan
sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat
diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara
pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada
waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB
tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas
akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang
berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak
pernah dijumpai.
14) Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3
% sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan
ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali.
Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu
pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan
bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
15) Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan
tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi
varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif
dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik
2.3.1.11 Komplikasi
2.3.1.11.1 Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan cairan
tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan
55

volume intraventrikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam.
2.3.1.11.2 Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan
volume intravaskuler.
2.3.1.11.3 Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan
kesadaran.
2.3.1.11.4 Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah.
Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan
dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam
darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.

2.3.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

2.3.2.1 Pengkajian Gawat Darurat


2.3.2.1.1 Primary Survey
1. Airway (jalan nafas)
Kaji:
a. Bersihan jalan nafas.
b. Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas.
c. Distress pernafasan.
d. Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, ederma laring.
(Sesak napas, hipoksia, retraksi interkosta, napas cuping hidung, kelemahan.
Sumbatan atau penumpukan secret. Gurgling, snoring, crowing, wheezing,
krekels, stridor. Diaporesis).
2. Breathing
Kaji:
a. Frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada.
b. Suara pernafasan melalui hidung atau mulut.
c. Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
56

b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.


c) Ronki, krekels.
d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh.
e) Penggunaan obat bantu nafas.
f) Tampak sianosis / pucat
g) Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri
3. Circulation
Kaji:
a. Denyut nadi karotis.
b. Tekanan darah
c. Warna kulit, dan kelembaban kulit.
d. Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal.
a) Nadi lemah/tidak teratur.
b) Takikardi dan bradikardi bisa terjadi
c) TD meningkat/menurun.
d) Edema.
e) Gelisah.
f) Akral dingin.
g) Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia)
h) Kulit pucat atau sianosis.
i) Turgor kulit tidak elastis
j) Output urine menurun / meningkat
4. Disability
Kaji:
a. Tingkat kesadaran.
b. Gerakan ekstremitas.
c. Glass Coma Scale (GCS) ataupun pada anak-anak ditentukan dengan: (A)
Alert, (V) Respon Verbal, (P) Pain/Respon nyeri, (U) Un-responsive/Tidak
berespon.
a) Penurunan kesadaran.
b) Penurunan refleks.
c) Tonus otot menurun
d) kekuatan otot menurun karena kelemahan.
e) Kelemahan
57

f) Iritabilitas
5. Exposure/Kontrol Lingkungan
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan BAK,
distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual muntah, hasil
foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.
2.3.2.1.2 Secondary Survey
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur
sampai duduk/berdiri.
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit.
d) Suhu hipotermi/hipertermia.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia, mual, muntah
(muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan
dengan luka duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa
bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan
pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat
badan.
Tanda : Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa
bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor
kulit buruk (perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat. urin menurun,
pekat,
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih, krekels,
mengi, whwzing, ), sputum.
d) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen.
b) Obat-obat anti biotic, analgeti.
c) Makan-makanan tinggi natrium.
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis.
e) Riwayat alergi.
58

2.3.2.1.3 Tirtiery Survey


Pemeriksaan Laboratorium
a) Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan,
pembekuan, protrombin), elektrolit (Na,K Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT,
albumin, globulin)
b) Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung
c) CPKMB, LDH, AST
d) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
e) Sel darah putih (10.000-20.000).
f) GDA (hipoksia).
g) Radiologi : Endoskopi SCBA, USG hati.
2.3.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.2.1 Risiko kekurangan volume cairan b/d perdarahan (kehilangan cairan tubuh
secara aktif)
2.3.2.2.2 Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal b/d
hipovolemik karena perdarahan.
2.3.2.2.3 Nyeri akut b/d agen cedera biologis (rasa panas/terbakar pada mukosa
lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut).
2.3.2.2.4 Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan
pada saluran pencernaan

2.3.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
No. Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1. Risiko NOC: NIC: 1. Untuk
kekurangan  Fluid balance  Fluid Management mengetahui
volume cairan b/d  Hydration 1. Observasi tanda- keadaan umum
perdarahan  Nutritional status tanda vital. dari klien.
(kehilangan : food and fluid 2. Observasi tanda- 2. Untuk
cairan tubuh  Intake tanda dehidrasi. mengetahui
secara aktif) Setelah dilakukan 3. Hitung input dan apakah klien

asuhan keperawatan output cairan mengalami

selama …x…jam, (balance cairan). dehidrasi atau


4. Kolaborasi dengan tidak.
59

diharapkan tidak ada dokter dalam 3. Untuk


tanda dehidrasi pada pemberian therapi mengatahui
pasien dengan cairan, input dan output
kriteria hasil : pemeriksaan cairan (balance
1. Mempertahankan lababoratorium cairan).
urine output elektrolit. 4. Untuk
sesuai dengan 5. Kolaborasi dengan mempercepat
usia dan BB tim gizi dalam proses
2. Tekanan pemberian cairan penyembuhan
darah,nadi suhu rendah garam. dari klien.
tubuh, dalam 5. Untuk
batas normal memenuhui
3. Tidak ada tanda- status diet klien.
tanda dehidrasi.
4. Elastisitas turgor
kulit
baik,membran
mukosa
lembab,tidak ada
rasa haus yang
berlebihan
2. Risiko NOC: NIC: 1. Untuk
ketidakefektifan  Fluid balance  Fluid management mengetahui
perfusi  Hidration 1. Observasi status keadaan umum
gastrointestinal  Urinary hidrasi dari klien dan
dan/atau ginjal elimination (kelembapan status hidrasi
b/d hipovolemik Setelah dilakukan membran mukosa, klien.
karena asuhan keperawatan TD ortostatik,dan 2. Untuk
perdarahan. selama …x…jam, keadekuatan mengetahui
diharapkan Risiko dinding nadi) serta tanda-tanda
ketidakefektifan Monitor ttv cairan berlebih
perfusi 2. Observasi tanda- klien.
gastrointestinal pada tanda cairan 3. Untuk
60

pasien dapat teratasi, berlebih mempertahanka


dengan kriteria hasil 3. Pertahankan intake n intake dan
: dan output secara output secara
1. Tekanan systole akurat akurat
dan diastole 4. Monitor glukosa 4. Untuk
dalam rentang darah arteri dan memonitor
normal serum,elektrolit glukosa darah
2. Tidak ada urine arteri dan
ganguan serum, elektrolit
mental,orientasi urine
kognitif dan
kekuatan otot
3. Tidak ada
distensi vena
leher
4. Tidak ada bunyi
paru tambahan
5. Intake dan output
seimbang.
6. Tidak ada oedem
perifer dan asites
3. Nyeri akut b/d NOC: NIC: 1. Untuk
agen cedera  Pain Control  Pain Management. mengetahui
biologis (rasa Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri dan keadaan umum
panas/terbakar tindakan asuhan Observasi TTV klien dan status
pada mukosa keperawatan pastikan keadaan nyeri klien.
lambung dan selama…x24jam nadi, RR, TD 2. Untuk
rongga mulut atau diharapkan nyeri dalam rengtang memberikan
spasme otot pada pasien dapat normal rasa nyaman
dinding perut). berkurang dengan 2. Ajarkan tekhnik dan aman
kriteria hasil : relaksasi kepada kepada klien.
1. Pasien pasien 3. Untuk
mampu mengenali 3. Berikan analgetik mengurangi rasa
61

nyeri (dapat sesuai jadwal nyeri pada


menyebutkan skala 4. Kolaborasikan klien.
nyeri yang dengan dokter 4. Untuk
diberikan dari 1- pemberian mempercepat
10). antibiotik proses
2. Mampu penyembuhan
mengontrol nyeri. penyakit klien.
3. Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang.

4. Defisit nutrisi b/d NOC: NIC: 1. Untuk


ketidakmampuan  Nutritional status  Nutrition mengetahui
mencerna  Weight control manegement : adanya alergi
makanan akibat Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi terhadap
perdarahan pada asuhan keperawatan terhadap makanan. makanan.
saluran selama …x…jam, 2. Beri asupan gizi 2. Untuk
pencernaan diharapkan gangguan yang sesuai dengan memberikan
pemenuhan diet pasien. asupan gizi
kebutuhan nutrisi 3. Anjurkan pasien yang sesuai
teratasi dan diet untuk dengan diet
habis 1 porsi yang meningkatkan pasien.
disediakan, mual, asupan Fe, protein 3. Untuk
muntah tidak ada dan Vit.C serta meningkatkan
pada pasien dengan berikan substansi asupan Fe,
kriteria hasil : gula protein dan
1. Adanya 4. Kolaborasikan Vit.C serta
peningkatan berat dengan ahli gizi berikan
badan sesuai untuk menetukan substansi gula
tujuan jumlah kalori dan 4. Untuk
2. Berat badan nutrisi yang memberikan
ideal sesuai dibutukan pasien. jumlah kalori
62

dengan tinggi 5. Berikan informasi dan nutrisi yang


badan tentang kebutuhan dibutukan
3. Mampu nutrisi. pasien.
mengidentifikasi 5. Untuk
kebutuhan nutrisi menambah
4. Tidak ada tanda- informasi
tanda malnutris tentang
5. Tidak kebutuhan
menunjukakan nutrisi pada
penurunan berat klien dan
badan berati keluarga.

2.3.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.

2.3.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah
tercapai atau tidak dalam meningkatkan kondisi pasien. Dan ditulis dalam bentuk
SOAP.
63

2.4 Laporan Pendahuluan Peritornitis


2.4.1 Konsep Dasar Penyakit
2.4.1.1 Definisi

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang


kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. Peritonitis merupakan sebuah proses
peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang
terletak didalamnya. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan
lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus seperti ruptur appendiks atau
divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril.Selain itu
juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang iritan seperti asam lambung dari
perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada
wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi
tuba fallopi atau rupturnya kista ovari.
Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal. Pada saat ini
penanganan peritonitis dan abses peritoneal melingkupi pendekatan multimodal
yang berhubungan juga dengan perbaikan pada faktor penyebab, administrasi
antibiotik, dan terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder dikarenakan
kegagalan sistem organ.

2.4.1.2 Epidemiologi
Hasil survey pada tahun 2008 angka kejadian peritonitis di sebagian wilayah
Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita
penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau
sekitar 179.000 orang. (Depkes RI, 2008)
Angka kejadian penyakit peritonitis di Amerika pada tahun 2011diperkirakan 750
ribu per tahun dan akan meningkat bila pasien jatuh dalam keadaan syok. Dalam
setiap jamnya di dapatkan 25 pasien mengalami syok dan satu dari tiga pasien syok
berakhir dengan kematian. Angka insiden ini meningkat 91,3% dalam sepuluh tahun
terakhir dan merupakan penyebab terbanyak kematian di ICU diluar penyebab
penyakit peritonitis. Angka insidensi syok masih tetap meningkat selama beberapa
dekade, rata-rata angka mortalitas yang disebabkannya juga cenderung konstan atau
hanya sedikit mengalami penurunan. Kejadian peritonitis tersebut dapat memberikan
64

dampak yang sangat kompleks bagi tubuh. Adanya penyakit peritonitis menjadikan
kasus ini menjadi prognosis yang buruk.

2.4.1.3 Etiologi
2.4.1.3.1 Infeksi bakteri

a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

b. Appendisitis yang meradang dan perforasi

c. Tukak peptik (lambung / dudenum)

d. Tukak thypoid

e. Tukan disentri amuba / colitis

f. Tukak pada tumor

g. Salpingitis

h. Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta

hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah

clostridium wechii.

2.4.1.3.2 Faktor ekstrinsik (dari luar)

2.5 Operasi yang tidak steril

2.6 Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, ruptur hati

2.4.1.4 Klasifikasi

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2.4.1.4.1 Peritonitis bakterial primer

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum

peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya

bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.

Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:


65

1. Spesifik : misalnya Tuberculosis

2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,

keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi

adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus

sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

2.4.1.4.2 Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus

gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak

akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme

dapat memperberat terjadinya infeksi ini.Bakterii anaerob, khususnya spesies

Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan

infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat

suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam

cavum peritoneal.

b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan

oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya

appendisitis.

2.4.1.4.3 Peritonitis tersier, misalnya:

a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur

b. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.


66

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya

empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

2.4.1.4.4 Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

a. Aseptik/steril peritonitis

b. Granulomatous peritonitis

c. Hiperlipidemik peritonitis

d. Talkum peritonitis

2.4.1.5 Tanda dan Gejala


Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi

atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi

hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum

ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena

mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya

yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan

pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru

disease.Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita

dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,

pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya

trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic),

penderita dengan paraplegia dan penderita geriatrik.

2.4.1.6 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa.Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,

yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi

infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat

menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang akan dapat mengakibatkan obstuksi usus.
67

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami

kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat

menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya

interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke

perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba

untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk

buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi

ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami

oedem.Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ

tersebut meninggi.Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-

lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen

termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.Hipovolemia

bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta

muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut

meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi

sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila

infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan peritonitis

umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian

menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,

mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.Perlekatan dapat

terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu

pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.Sumbatan yang lama

pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan
68

mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk

mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus

yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial,

pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi

iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi

perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat

terjadi peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang

tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk

keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang

mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal

dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam

selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang

disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang

merosot karena toksemia.Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan

peritonium yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat

peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan

menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak

kesakitan hebat seperti ditikam di perut.Nyeri ini timbul mendadak terutama

dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung,

empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut

menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,

kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan

rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini
69

akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis

bakteria.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul

abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ

yang berongga intra peritonial.Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi

dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan

kolon yang berisi feses.Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling

lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan

terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat

sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena

mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru.


70

2.4.1.7 WOC Factor ekstrinsik


Infeksi bakteri (E.coli, streptokokus
(operasi tidak sterlil, trauma
aureus, enterokokus
kecelakaan )

Infeksi bakteri Luka abdomen


(

Robekan pada usus


Eksudat fibrosa

Rupture usus
Abses
Resiko penularan
infeksi

Peritonitis

Peradangan Prognosis penyakit


Infeksi peritoneum

Obstruksi usus Penekanan /


Suhu tuhuh
meningkat mendesak jaringan Klien tampak Klien Tanya
Akumulasi gas gelisah penyakitn
dan cairan tentang Cedera sel ya
Hipertermi
dalam lumen Ansietas Kurang
proksimal dari Degranulasi sel mast pengetahuan
obstruksi
Pelepasan mediator
kimia
Mual & muntah Susah BAB
Nociseptor Medulla spinalis Korteks
Resiko serebri
Konstipasi
kekurangan Nyeri akut
cairan

Resiko tinggi nutrisi kurang dari


Anoreksia
kebutuhan tubuh
71

2.4.1.8 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti
pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:
2.4.1.8.1 Inspeksi
a. Pasien tampak dalam mimik menderita
b. Tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata cekung
c. Lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih kecoklatan
d. Pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak
tampak karena dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat
perangsangan peritoneum.
e. Distensi perut
2.4.1.8.2 Palpasi
a. Nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif
2.4.1.8.3 Auskultasi
a. Suara bising usus berkurang sampai hilang.
2.4.1.8.4 Perkusi
a. Nyeri ketok positif
b. Hipertimimpani akibat dari perut yang kembung
c. Redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga
udara akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar terjadi
perubahan suara redup menjadi timpani.
Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus
muskulus sfingter ani menurun dan ampula recti berisi udara.
2.4.1.9 Pemeriksaan Diagnostik
2.4.1.9.1 Tes darah
Untuk melihat apakah ada bakteri yang ada dalam darah Anda
2.4.1.9.2 Sampel cairan dari perut
Identifikasi bakteri yang menyebabkan infeksi
2.4.1.9.3 CT SCAN
Mengidentifikasi fluida di perut, atau organ yang terinfeksi

2.4.1.9.4 Pemeriksaan Laboratorium


72

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit


yangmeningkat dan asidosis metabolik.Pada peritonitis tuberculosa cairan
peritoneal mengandung banyak protein (lebihdari 3 gram/100 ml) dan banyak
limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengankultur. Biopsi peritoneum per kutan
atau secara laparoskopi memperlihatkangranuloma tuberkuloma yang khas, dan
merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.

2.4.1.10 Komplikasi

Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut


sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi
dini danlanjut, yaitu :

2.4.1.10.1 Komplikasi dini


1) Septikemia dan syok septic
2) Syok hipovolemik
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multi system
4) Abses residual intraperitoneal
5) Portal Pyemia (misalkan abses hepar)
2.4.1.10.2 Komplikasi lanjut
1) Adhesi
2) Obstruksi intestinal rekuren
2.4.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
2.4.2.1 Pengkajian Gawat Darurat
2.4.2.1.1 Primary Survey
1. Airway (jalan nafas)
Kaji:
a. Bersihan jalan nafas.
b. Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas.
c. Distress pernafasan.
d. Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, ederma laring.
(Sesak napas, hipoksia, retraksi interkosta, napas cuping hidung, kelemahan.
Sumbatan atau penumpukan secret. Gurgling, snoring, crowing, wheezing,
krekels, stridor. Diaporesis).
73

2. Breathing
Kaji:
a. Frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada.
b. Suara pernafasan melalui hidung atau mulut.
c. Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
3. Circulation
Kaji:
a. Denyut nadi karotis.
b. Tekanan darah
c. Warna kulit, dan kelembaban kulit.
d. Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal.
4. Disability
Kaji:
a. Tingkat kesadaran.
b. Gerakan ekstremitas.
c. Glass Coma Scale (GCS) ataupun pada anak-anak ditentukan dengan: (A)
Alert, (V) Respon Verbal, (P) Pain/Respon nyeri, (U) Un-responsive/Tidak
berespon.
5. Exposure/Kontrol Lingkungan
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan BAK,
distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual muntah, hasil
foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.
2.4.2.1.2 Secondary Survey
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur
sampai duduk/berdiri.
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit.
d) Suhu hipotermi/hipertermia.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia, mual, muntah
(muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan
74

dengan luka duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa
bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan
pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat
badan.
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih, krekels,
mengi, whwzing, ), sputum.
d) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen.
b) Obat-obat anti biotic, analgeti.
c) Makan-makanan tinggi natrium.
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis.
e) Riwayat alergi.
2.4.2.1.3 Tirtiery Survey
Pemeriksaan Laboratorium.
1. Pengkajian
Data Subyektif
1) Pasien mengatakan nyeri didaerah perutnya, nyeri sedang
2) Pasien mengatakan mual dan muntah
3) Pasien mengatakan tidak nafsu makan
4) Pasien mengatakan demam
5) Pasien mengatakan badannya meriang
6) Pasien mengatakan susah buang air besar
7) Pasien mengatakan dadanya berdebar-debar, pusing dan nafasnya cepat
8) pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya
2. Data Obyektif
1) Pasien tampak meringis
2) Mukosa mulut pasien kering
3) Turgor kulit pasien buruk
4) Pasien tampak gelisah
5) Pasien tampak lemas
6) Badan pasien teraba panas
7) RR pasien meningkat
8) Nadi pasien meningkat
75

9) Tekanan Darah pasien meningkat


10) Berat badan pasien menurun
11) Perut pasien kembung

2.4.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.4.2.2.1 Nyeri akut yang berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga
abdomen/peritoneal (distensi abdomen) yang ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri pada bagian abdomen, pasien tampak meringis kesakitan.
2.4.2.2.2 Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
infeksi atau inflamasi ditandai dengan pasien mengatakan demam, badan
pasien teraba panas.
2.4.2.2.3 Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus ditandai dengan
pasien mengatakan sembelit, terdapat benjolan dikuadran bawah atau pelvis.
2.4.2.2.4 Kurang pengetahuan berhubungan dengan prognosis penyakitnya ditandai
dengan pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya.
76

2.4.2.3 Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan dan Rencana
No. Dx Keperawatan Rasional
Kriteria Hasil Keperawatan
1 Nyeri akut yang Setelah dilakukan 1. Kaji skala nyeri 1. Mengetahui
berhubungan tindakan asuhan pasien dengan penyebab, skala
dengan akumulasi keperawatan selama metode PQRST nyeri, kualitas,
cairan dalam 1x24 jam di 2. Kaji TTV pasien lokasi, gejala dan
rongga harapkan cairan terutama periode nyeri yang
abdomen/peritoneal kembali normal nadi,RR dan dialami pasien
(distensi abdomen) dengan tekanan darah sehingga dapat
Kriteria Hasil: 3. Pertahankan memberikan
1.Skala nyeri posisi semi penanganan yang
berkurang fowler sesuai sesuai dengan
2.Pasien tidak indikasi keadaan pasien.
meringis 4. Ajarkan
2 .Sebagai dasar
3.TTV pasien penggunaan
untuk intervensi
normal manajemen
selanjutnya.
- RR = 16-20 x / nyeri, tehnik
menit keadaan hangat
3.Memudahkan
- TD = 120/80
drainase
5 Berikan tindakan
mmHg
cairan/luka karena
kenyamanan contoh
- Nadi = 80-100
gravitasi dan
pijatan punggung,
x/menit membantu
nafas dalam,latihan
meminimalkan
relaksasi/visualisasi
nyeri karena
Kolaborasi
gerakan.
6 Kolaborasi
dengan dokter 4.Agar pasien
dalam pemberian
analgetik dapat

menggunakan

tehnik-tehnik
77

meningkatkan
nafsu makan
pasien.

5.Meningkatkan
relaksasi dan
mungkin
meningkatkan
kemampuan
koping pasien
dengan
memfokuskan
kembali perhatian.

Kolaborasi

6.Menurunkan laju
metabolik dan
iritasi usus karena
toksin
sirkulasi/local
yang membantu
menghilangkan
nyeri dan
meningkatkan
penyembuhan.
2 Hipertermi Setelah dilakukan 1.Kaji TTV, 1.Sebagai dasar
tindakan asuhan terutama suhu tubuh untuk intervensi
berhubungan dengan
keperawatan 1x24 pasien selanjutnya.
kerusakan kontrol
jam di harapkan 2.Berikan kompres
suhu sekunder akibat suhu kembali normal hangat pada daerah 2.Perpindahan
dengan dahi dan ketiak panas secara
infeksi atau inflamasi
Kriteria Hasil: konduksi dari
3.Anjurkan pasien
1. Suhu tubuh tubuh pasien ke
78

pasien untuk kompres, akan


normal (36,5- mengkonsumsi membantu
370C) cairan dalam jumlah mempercepat
2. Pasien tidak yang cukup (1500- penurunan suhu
meriang 2000 ml) tubuh pasien.
3. Kulit tidak
teraba hangat Kolaborasi 3.Mengatasi
4.Kolaborasi pengeluaran
dengan dokter cairan melalui
dalam pemberian keringat akibat
antipiretik peningkatan suhu
tubuh.
Kolaborasi
4.Membantu
mempercepat
penurunan suhu
tubuh
3 Konstipasi Setelah dilakukan 1.Catat adanya 1.Distensi dan
berhubungan tindakan asuhan distensi abdomen hilangnya
dengan penurunan keperawatan selama dan auskultasi peristaltic usus
peristaltik usus. 1x24 jam di peristaltic usus. merupakan tanda
harapkan pencernaan fungsi defekasi
2.Anjurkan pasien
kembali normal hilang
untuk miring kanan
dengan
dan miring kiri 2.Untuk
Kriteria Hasil:
menstimulasi
1. BAB pasien
3.Beri pasien
peristaltic yang
teratasi
makanan yang
memfasilitasi
2. Peristaltik
mengandung serat
kemungkinan
normal
terbentuknya
3. Perut tidak Kolaborasi
flatus
kembung
4.Kolaborasi dalam
3.Makanan
pemberian
berserat dapat
79

huknah/lavement melembekkan
feses
dan obat supositoria

Kolaborasi

4.Untuk
memperlancar
keluarnya feses.
4 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan 1.Dorong pasien Pasien
berhubungan dengan tindakan asuhan untuk menanyakan
1.termotivasi
prognosis keperawatan selama hal-hal yang ingin
untuk bertanya
penyakitnya. 1x24 jam di diketahui mengenai
tentang hal-hal
harapkan tingkat penyakitnya.
yang ingin dia
pengetahuan menjadi
2.Berikan informasi ketahui mengenai
normal
mengenai hal-hal penyakitnya,
Kriteria Hasil:
yang ingin diketahui sehingga
1.Pasien tidak
pasien mengenai pengetahuannya
bertanya-tanya lagi
penyakitnya. dapat bertambah.
tentang penyakitnya.
2.Pasien mengerti
3.Tanyakan kembali 2.Pengetahuan
dan memahami kepada pasien pasien tentang
tentang hal-hal yang penyakitnya dapat
tentang penyakitnya
telah dijelaskan bertambah.
perawat
3.Mengetahui
tingkat
pemahaman
pasien.
80

2.4.2.4 Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah dilaksanakan dalam rencana


keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan independent,
interdependent, dan dependent. Implementasi disesuaikan dengan rencana
keperawatan atau intervensi yang telah di buat atau di susun.

2.4.2.5 Evaluasi
1) Nyeri pasien berkurang
2) Suhu tubuh pasien kembali normal
3) Konstipasi pasien teratasi.
Pengetahuan pasien tentang penyakitnya dapat bertambah.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS


HEMATEMESIS MELENA DIRUANG INTALASI GAWAT DARURAT
RSUD KABUPATEN BULELENG PADA TANGGAL 04 MARET 2019

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT/IGD/TRIAGE

Tgl/ Jam : 04 Maret 2019 No. RM : 60-4199


Triage : ATS/5 level Diagnosis Medis : HM
Transportasi : Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain … …

Nama : Luh Kariani Jenis Kelamin :P


Umur : 50 tahun Alamat : Ds. Panji
Agama : Hindu Status Perkawinan : Kawin
IDENTITAS

Pendidikan : SMA Sumber Informasi : Klien dan keluarga

Pekerjaan : Pedagang Hubungan : Suami


Suku/ Bangsa : Bali/Indonesia
Triage : Prioritas 1
RIWAYAT SAKIT & KESEHATAN

Keluhan Utama : Klien mengeluh nyeri pada bagian perut. Klien


dibawa ke RSUD Kabupaten Buleleng pada pukul 13.00 WITA dengan
keluhan pusing, nyeri perut, lemas, dan muntah darah 1-2 kali ± setengah
gelas belimbing, warna kehitaman disertai rasa pahit, berbuih (-), nyeri
ulu hati (+), lambung terasa “sebah”, mual (+). Frekuensi BAK, bau dan
warna klien normal. BAB terakhir tanggal 03 Maret 2019, 2 kali
berwarna seperti ketan ± ¼ - ½ gelas.

Mekanisme Cedera (Trauma) : 

Sign/ Tanda Gejala : Klien mengalami muntah darah segar


sejak kemarin malam dan BAB warna hitam, lemas, Mual (+), Muntah

81
82

(+), disertai dengan perut kembung dan kaki bengkak

Allergi : Klien tidak memiliki riwayat alergi

Medication/ Pengobatan : Aspirin

Past Medical History : Klien mengatakan bahwa memiliki


riwayat gastritis sejak 2 tahun yang lalu. Klien mengatakan bahwa beliau
tidak memiliki riwayat penyakit asma, hipertensi, diabetes mellitus,
maupun ginjal. Sekitar 1 bulan yang lalu klien mengalami gejala yang
sama dan sempat muntah sebanyak 3 kali.

Last Oral Intake/Makan terakhir : Klien mengatakan makan terakhir pada


saat beliau baru bangun yaitu pukul 09.00 WITA

Event leading injury : Klien mengatakan tidak pernah


mengalami kecelakaan sebelumnya.

Penggunaan Cervikal Collar : Tidak menggunakan alat tersebut

Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten

Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing

 Tidak Ada
AIRWAY

 Muntahan  Darah  Oedema

Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor Tidak ada

Keluhan Lain: 

Masalah Keperawatan: 
83

Nafas :  Spontan  Tidak Spontan

Gerakan dinding dada:  Simetris  Asimetris

Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal

Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur

Jenis :  Dispnoe  Kusmaul  Cyene Stoke  Lain

Suara Nafas :  Vesikuler  Stidor  Wheezing  Ronchi

Sesak Nafas :  Ada  TidakAda


BREATHING

Cuping hidung  Ada  Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas :  Ada  Tidak Ada

Pernafasan :  Pernafasan Dada  Pernafasan Perut

RR : 22 x/mnt

Keluhan Lain: 

Masalah Keperawatan: 

Nadi :  Teraba  Tidak teraba  N: 72 x/mnt


Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Pucat :  Ya  Tidak

Sianosis :  Ya  Tidak
CIRCULATION

CRT : < 2 detik > 2 detik

Akral :  Hangat  Dingin  S: 36,50C

Perdarahan :  Ya  Tidak ada

Lokasi : Mulut dan Saluran cerna bagian atas

Jumlah : ± 230 cc  Tidak ada


84

Turgor :  Elastis  Lambat

Diaphoresis: Ya Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare  Muntah  Luka


bakar

Keluhan Lain: 

Masalah Keperawatan: Resiko kekurangan volume cairan

Kesadaran:  Composmentis  Delirium  Somnolen

 Apatis  Koma

GCS :  Eye : 4  Verbal : 5  Motorik : 6

Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint

 Medriasis

Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada


DISABILITY

Refleks fisiologis:  Patela (+/-)  Lain-lain … …

Refleks patologis :  Babinzky (+/-) Kernig (+/-)  Lain-lain ... ..


Kekuatan Otot : 5 5
5 5

Keluhan Lain : 

Masalah Keperawatan: 
EXPOSURE

Deformitas :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Contusio :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...


85

Abrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Penetrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Laserasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Edema :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Luka Bakar :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...


Grade : ... ... %
Jika ada luka/ vulnus, kaji:

Luas Luka : 

Warna dasar luka: 

Kedalaman : 

Lain-lain : ... ...

Masalah Keperawatan: 

Monitoring Jantung :  Sinus Bradikardi  Sinus Takikardi


Saturasi O2 : … …%

Kateter Urine :  Ada  Tidak


FIVE INTERVENSI

Pemasangan NGT :  Ada, Warna Cairan Lambung : ... ...  Tidak


Pemeriksaan Laboratorium : (terlampir)
Lain-lain: ... ...

Masalah Keperawatan: 

Nyeri :  Ada  Tidak


Problem : Klien mengatakan nyeri bertambah ketika perut
GIVE COMFORT

ditekan dan berkurang dengan posisi tidur setengah


duduk

Qualitas/ Quantitas : Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk


Regio : Klien mengatakan nyeri di area ulu hati
86

Skala : Klien mengatakan nyeri dengan skala 5


Timing : Klien mengatakan nyeri hilang timbul, sekali nyeri ±
10-15 detik.

Lain-lain :

Masalah Keperawatan: Nyeri Akut

Pemeriksaan SAMPLE/KOMPAK

(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)

Kepala dan wajah :

a. Kepala : Kepala mesochepal; kulit kepala bersih, tidak berketombe,


berwarna hitam; tidak terdapat lesi pada kulit kepala.
b. Wajah : tidak terdapat lesi pada wajah; kulit wajah berwarna sawo
matang.
c. Mata :
 Inspeksi : Konjungtiva anemis; sclera tidak ikterik; pupil isokor;
tidak ada lesi pada kulit sekitar mata.
HEAD TO TOE

 Palpasi : Tidak ada benjolan pada area mata dan tidak ada laporan
nyeri tekan saat dilakukan palpasi pada area mata.
d. Hidung:
 Inspeksi : Tidak ada lesi pada kulit area hidung; warna kulit
hidung sawo matang; tidak ada pembengkakan pada area hidung;
tidak ada napas cuping hidung.
 Palpasi : Tidak ada benjolan pada area hidung; tidak ada laporan
nyeri tekan saat dilakukan palpasi pada area hidung.
e. Mulut :
 Inspeksi : Mukosa bibir lembab; mukosa bibir berwarna merah
muda; mulut simetris; tidak ada lesi pada area mulut.
 Palpasi : Tidak ada benjolan dan laporan nyeri tekan saat
dilakukan palpasi pada area mulut.
87

f. Telinga :
 Inspeksi : Telinga bersih; tidak ada lesi pada kulit area telinga; tidak
ada pembengkakan pada area telinga; kedua telinga klien dapat
mendengar dengan baik.

 Palpasi : Tidak ada benjolan dan laporan nyeri tekan saat dilakukan
palpasi pada area telinga.

g. Leher :
 Inspeksi : Tidak ada lesi pada kulit leher; tidak ada pembengkakan
pada area leher; warna kulit leher sawo matang; tidak ada deviasi
trachea.
 Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe; tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid; tidak ada benjolan pada area leher; tidak
ada laporan nyeri tekan saat dilakukan palpasi; kelenjar istmus naik
ketika klien menelan.
h. Dada :
 Inspeksi : RR: 22x/menit; regular, pengembangan dada simetris
antara dada kanan dan kiri, dan tidak ada lesi.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
 Perkusi : terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru dan
lapang jantung.
 Auskultasi : terdengar bunyi jantung normal tidak terdapat
bunyi nafas tambahan.
i. Abdomen dan Pinggang :
 Inspeksi : Perut datar; tidak ada jaringan parut pada kulit perut; tidak
ada spider nevi.
 Auskultasi: Peristaltik usus 10 kali/5menit.
 Perkusi :Terdengar bunyi timpani pada area lambung dan usus
pada kuadran kiri atas dan kuadran kanan serta kiri bawah;
terdengar bunyi dullness atau pekak pada kuadran kanan
atas.
 Palpasi : tidak ada massa; tidak ada pembesaran jaringan hati; ada
laporan nyeri tekan pada area ulu hati.
88

j. Pelvis dan Perineum : tidak terkaji.


k. Ekstremitas : tidak ada lesi dan dan nyeri tekan di bagian
ektremitas atas dan bawah.

Masalah Keperawatan: Nyeri Akut

Jejas :  Ada  Tidak

 Ada  Tidak
INSPEKSI BACK/ POSTERIOR

Deformitas :

Tenderness :  Ada  Tidak


SURFACE

Crepitasi :  Ada  Tidak

Laserasi :  Ada  Tidak


Lain-lain : ... ...

Masalah Keperawatan: 

Data Tambahan :
Pengkajian Bio, Psiko, Sosio, Ekonomi, Spritual & Secondary Survey

Pemeriksaan Penunjang :
Tanggal : 04 Februari 2019
Hasil pemeriksaan : darah, SGOT, SGPT, albumin, elektrolit, kadar gula
darah

Terapi Medis :
1. NS : 20 tpm
2. Pantoprasole 40 mg
3. Kalnex
4. Antasida
5. Sucralfat (oral 1sendok makan)
6. Anbacim 3x1gr
89

2. ANALISA DATA

Nama : Luh Kariani No. RM : 60-4199


Umur : 50 tahun Diagnosa medis : HM
Ruang rawat : Ruang IGD Alamat : Ds. Panji

Data Fokus Analisis


Masalah
No Data Subyektif dan Problem dan etiologi
Keperawatan
Obyektif (pathway)
1. DS: Kelainan esophagus, kelainan Resiko kekurangan
- Klien mengatakan pusing, lambung, volume cairan
lemas dan muntah darah 1-
penyakit darah
2 kali ± 230cc, warna
kehitaman disertai rasa penyakit sistemik,
pahit, berbuih (-), lambung obat-obatan.
terasa “sebah”, mual (+).
- Klien mengatakan
frekuensi, warna, bau saat
Hematemesis Melena
BAK normal.
- Klien mengatakan BAB
terakhir tanggal 25 Januari
2011, 2 kali berwarna Mual, muntah (perdarahan)
seperti ketan ± ¼ - ½ gelas.
DO:
- TD: 100/70 mmHg
- N : 72 x/menit Resiko kekurangan volume
- RR : 22 x/menit
cairan
- S : 36,50C
- Skala nyeri : 5
Turgor kulit baik, mukosa
mulut lembab

2. DS: Kelainan esophagus, kelainan Nyeri Akut


- Klien mengatakan perut lambung,
terasa nyeri, lambung
penyakit darah
terasa sebah (perut
kembung) penyakit sistemik,
P: Klien mengatakan nyeri obat-obatan.
bertambah ketika perut
ditekan dan berkurang
dengan posisi tidur
Hematemesis Melena
setengah duduk
90

Q: Klien mengatakan nyeri


seperti tertusuk
R: Klien mengatakan nyeri Mual, muntah (perdarahan)
di area ulu hati
S: Klien mengatakan nyeri
dengan skala 5 Tekanan kapiler meningkat
T: Klien mengatakan nyeri
hilang timbul, sekali
nyeri ± 10-15 detik
Protein plasma hilang
DO:
- Wajah klien meringis
ketika perut di palpasi
Edema
- TD: 100/70 mmHg
- N : 72 x/menit
- RR : 22 x/menit
- S : 36,50C Penekanan pembuluh darah
- Skala nyeri 5

Spasme dinding perut

Nyeri akut
91

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH (BERDASARKAN


YANG MENGANCAM)

1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh


secara aktif (perdarahan) ditandai dengan klien mengeluh lemas mual dan muntah
darah 1-2 kali ± 230cc, dan BAB berwarna kehitaman.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (spasme otot dinding perut)
ditandai dengan klien mengeluh perut terasa nyeri (dengan skala nyeri 5) dan lambung
terasa sebah (perut kembung).
92

4. INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Luh Kariani No. RM : 60-4199


Umur : 50 tahun Diagnosa medis : HM
Ruang rawat : Ruang IGD Alamat : Ds. Panji

Tujuan dan
No
Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional Paraf
Dx (NOC)

1. NOC: NIC: 1. Mengetahui


 Fluid Balance
keadaan umum
Setelah dilakukan  Fluid Management
dari klien.
asuhan keperawatan O: Observasi keluhan
selama 1x6 jam utama klien,
diharapkan monitor TTV,
kebutuhan cairan serta keadaan kulit
klien terpenuhi dan mukosa bibir.
dengan kriteria hasil:
N: Monitor status 2. Mengetahui
1. Tekanan cairan intake dan masukan dan
darah, nadi suhu output klien, serta keluaran cairan
tubuh, dan respirasi lakukan persiapan tubuh agar tidak
dalam batas untuk tranfusi jika ada tanda
normal. kadar Hb klien dehidrasi.
2. Tidak ada tanda- turun.
tanda dehidrasi. 3. Memperlancar
E: Anjurkan klien
3. Elastisitas turgor peredaran darah
untuk pertahankan
kulit baik, dan membuat klien
tirah baring dan
membran mukosa merasa nyaman.
tinggikan kepala
lembab, tidak ada
tempat tidur.
rasa haus yang
berlebihan. C: Kolaborasikan 4. Mengurangi rasa
4. Muntah darah dan dengan dokter sakit pada klien
93

Tujuan dan
No
Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional Paraf
Dx (NOC)

berak darah dalam pemberian dan mempercepat


berhenti. obat dan produk proses
darah jika perlu penyembuhan.
tranfusi.

2. NOC: NIC: 1. Mengetahui


 Pain Control keadaan umum klien
Setelah dilakukan  Pain Management
dan kestabilan TTV.
asuhan keperawatan O: Observasi keluhan
selama 1x6 jam utama klien, dan
diharapkan nyeri monitor TTV.
klien berkurang
N: Lakukan 2. Mengetahui status
dengan kriteria hasil:
pengkajian nyeri nyeri klien dan
1. Mampu
secara komprehensif mengkaji keluhan
mengontrol nyeri
(pengkajian PQRST). nyeri.
(tahu penyebab
nyeri, mampu E: Ajarkan teknik 3. Mengajarkan
menggunakan relaksasi nafas tehnik non-
tehnik dalam dengan farmakologi untuk
nonfarmakologi menarik nafas ngontrol rasa nyeri
untuk mengurangi lewat hidung ± 3 yang dirasakan
nyeri) hitungan dan klien.
2. Melaporkan bahwa dihembuskan 3
nyeri berkurang. hitungan lewat
3. Menyatakan rasa mulut saat nyeri
nyaman setelah timbul.
nyeri berkurang 4. Membantu
C: Kolaborasikan
mempercepat proses
pemberian
penyembuhan
analgetik (obat
94

Tujuan dan
No
Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional Paraf
Dx (NOC)

penghilang rasa penyakit pada klien.


nyeri) dan
kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil.
95

5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Luh Kariani No. RM : 60-4199


Umur : 50 tahun Diagnosa medis : HM
Ruang rawat : Ruang IGD Alamat : Ds. Panji

No
Tgl/ jam Implementasi Respon Paraf

1. 04 Maret 1. Mengobservasi keluhan DS: Klien mengatakan


2019/ utama klien, monitor TTV, lemas, mual dan muntah
13.30 serta keadaan kulit dan darah serta BAB berwarna

WITA mukosa bibir. hitam.

DO: Turgor kulit baik,


mukosa mulut lembab.

-TD:100/70 mmHg
- N : 72 x/menit
- RR : 22 x/menit
-S : 36,50C
- Skala nyeri : 5

2. Memonitor status cairan DS: Klien mengatakan


intake dan output klien, frekuensi muntah darah
serta lakukan persiapan 1-2x ± 230cc, dan BAB
untuk tranfusi jika kadar ¼-1/2 gelas (± 125cc)
Hb klien turun.
DO: Klien Nampak
terbaring lemah

3. Menganjurkan klien untuk DS: Klien mengatakan


pertahankan tirah baring merasa nyaman terhadap
96

No
Tgl/ jam Implementasi Respon Paraf

dan tinggikan kepala posisi yang diberikankan


tempat tidur (300). oleh perawat.

DO: Klien nampak nyaman


dengan posisinya
sekarang.

4. Mengkolaborasikan dengan DS: Klien mengatakan


dokter dalam pemberian nyaman setelah
obat dan produk darah jika diberikan obat.
perlu tranfusi.
DO: Klien nampak tenang
namun masih sedikit
lemas setelah diberikan
obat.

2. 04 Maret 1. Mengobservasi keluhan DS: Klien mengatakan


2019/ utama klien, dan monitor lemas, pusing dan perut
13.30 TTV. terasa nyeri.
WITA
DO: Klien nampak
terbaring lemah.

 TD:100/70 mmHg

 N : 72 x/menit

 RR : 22 x/menit

 S : 36,50C

 Skala nyeri : 5
97

No
Tgl/ jam Implementasi Respon Paraf

2. Melakukan pengkajian DS: Klien mengatakan perut


nyeri secara komprehensif terasa nyeri, lambung terasa
(pengkajian PQRST). sebah (perut kembung).
P: Klien mengatakan nyeri
bertambah ketika perut
ditekan dan berkurang
dengan posisi tidur
setengah duduk
Q: Klien mengatakan nyeri
seperti tertusuk
R: Klien mengatakan nyeri
di area ulu hati
S: Klien mengatakan nyeri
dengan skala 5
T: Klien mengatakan nyeri
hilang timbul, sekali
nyeri ± 10-15 detik

DO: Klien nampak meringis


saat bagian perut
dilakukan palpasi.

3. Mengajarkan teknik DS: Klien mengatakan


relaksasi nafas dalam merasa nyaman saat
dengan menarik nafas lewat melakukan teknik
hidung ± 3 hitungan dan relaksasi
dihembuskan 3 hitungan
DO: Klien mengikuti teknik
lewat mulut saat nyeri
relaksasi nafas dalam
timbul.
yang diajarkan perawat.

DS: Klien mengatakan akan


4. Mengkolaborasikan
meminum obat oral yang
98

No
Tgl/ jam Implementasi Respon Paraf

pemberian analgetik (obat diberikan.


penghilang rasa nyeri) dan
DO: Obat telah diberikan
kolaborasikan dengan
melalui iv dan peroral,
dokter jika ada keluhan dan
dan pasien nampak
tindakan nyeri tidak
meminum obat peroral.
berhasil.
99

6. EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Luh Kariani No. RM : 60-4199


Umur : 50 tahun Diagnosa medis : HM
Ruang rawat : Ruang IGD Alamat : Ds. Panji

No Diagnosa
Tgl / jam Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf

1. 04 Resiko kekurangan S: Klien mengatakan masih


Maret/ volume cairan sedikit lemas, mual, dan
19.30 berhubungan dengan muntah serta BAB masih
WITA kehilangan cairan tubuh berwarna hitam.
secara aktif
O: Klien nampak berbaring
(perdarahan)
lemah, menggunakan NGT.

TTV: TD: 100/70 mmHg


N : 72x/menit
RR: 22x/menit
S: 36,50C
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
1. Lanjutkan monitor
output dan input cairan,
berikan tranfusi bila
kadar Hb turun.

2. Lanjutkan dalam
pemberian terapi obat.

04
2. Nyeri akut berhubungan S: Klien mengatakan nyeri
Maret/
dengan agen cedera sudah sedikit berkurang pada
19.30
biologis (spasme otot
100

No Diagnosa
Tgl / jam Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf

WITA dinding perut) bagian perut.

O: Klien nampak sudah tidak


bisa mengontrol nyerinya dan
masih sedikit meringis

TD: 100/70 mmHg


N : 72x/menit
RR: 22x/menit
S: 36,50C
Skala nyeri : 3
A: Masalah teratasi sebagian

P: Pertahankan intervensi

1. Lanjutkan melakukan
teknik nonfarmakologi
dengan teknik relaksasi
nafas dalam saat nyeri
timbul.

2. Lanjutkan dalam
pemberian analgetik dan
terapi lainnya.
101

3.2 Hasil Dan Pembahasan


Hasil dari pembahasan kasus diatas yaitu Hematemesis melena adalah suatu
kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang disertai dengan buang air besar
(BAB) berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan
yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat
darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Dari hasil analisa kelompok didapatkan dua diagnosa utama keperawatan yang mengacu
pada kasus Ny.K yaitu :
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh
secara aktif (perdarahan) ditandai dengan klien mengeluh lemas mual dan muntah
darah 1-2 kali ± 230cc, dan BAB berwarna kehitaman.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (spasme otot dinding perut)
ditandai dengan klien mengeluh perut terasa nyeri (dengan skala nyeri 5) dan lambung
terasa sebah (perut kembung).

Alasan kelompok mengangkat diagnosa tersebut karena pada kasus Ny.K


didapatkan pengkajian seperti berikut yakni klien mengalami muntah darah serta BAB
berwarna hitam frekuensinya ±230cc. Dari data tersebut dicurigai terjadinya perdarahan
pada bagian saluran cerna bagian atas. Hal tersebut dapat menyebabkan resiko terjadinya
kekurangan cairan pada klien yang nantinya jika tidak teratasi bisa menyebabkan syok
hipovolemi.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x6 jam diharapkan kebutuhan


cairan klien terpenuhi tidak ada tanda dehidrasi serta keadaan normal dengan kriteria
hasil :Vital sign normal, TD: 100/70 mmHg, N: 72x/mnt, RR: 22x/mnt, S: 36,50 C, Skala
nyeri berkurang (0-3), bengkak pada kaki berkurang, GCS: Composmentis. Dengan
intervensi monitor TTV, monitor cairan output dan input, berikan posisi tirah baring serta
ditinggikan sedikit kepala tempat tidur (300), anjurkan batasi gerakan pada kepala,
kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian terapi obat. Implementasi yang diberikan
sesuai dengan intervensi.

Serta pada kasus Ny.K kami menegakkan diagnosa nyeri di dalamnya dikarenakan
pada klien merasakan nyeri dengan skala nyeri 5 dan klien nampak meringis menahan
nyeri pada bagian perut. Dan pada intervensi keperawatan dilakukan pengakjian nyeri
PQRST, edukasi tekhnik nonfarmakologi, serta kolaborasi dengan dokter dalam
102

pemberian analgetik yang nantinya nyeri bisa teratasi maka nyeri yang dirasakan pasien
akan berkurang pula. Implementasi yang diberikan sesuai dengan intervensi.

Evaluasi akhir pada Ny.K setelah 6 jam adalah Ny.K mengatakan masih sedikit
lemas, mual, serta muntah darah sedikit berkurang namun BAB masih berwarna hitam
dan nyeri sudah berkurang pada klien dengan skala nyeri berkurang yaitu 3. Tekanan
darah 100/70 mmHg, Nadi 72 x/menit, Respirasi 22x/menit, Suhu pasien 36,50C.
Masalah keperawatan belum teratasi dan lanjutkan intervensi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma abdomen adalah
cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat,
1997). Trauma abdomen disebabkan oleh trauma penetrasi dan non penetrasi.
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan.
b. Luka akibat tikaman benda tajam.
c. Luka akibat tusukan.
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompesi atau tekanan dari luar tubuh.
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut.
d. Cidera akselerasi / deserasi Karena kecelakaan olah raga.
Keracunan adalah penyakit yang tiba – tiba dan mengejutkan yang dapat terjadi
setelah menelan makanan / minuman yang terkontaminasi (Brunner & Suddarth,
2015). Keracunan disebabkan oleh mikroba, bahan kimia, dan toksin.
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah
darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam.
Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna
bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di
tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang
melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak di dalamnya. Peritonitis
disebabkan leh infeksi peradangan lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus
seperti rupture appendiks atau divetikulum karena awalnya peritonitis merupakan
lingkungan yang steril

103
104

4.2 Saran
Kegawatdaruratan harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh setiap
orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis,
dokter), baik di dalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi
setiap saat dan menimpa siapa saja.
DAFTAR PUSTAKA

Hutabarat, Ruly Yanti & Candra Syah Putra. 2016. ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN. Bogor: IN MEDIA

http://respiratory.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6416/BAB%20ll.pdf?sequence
=6&isAllowed=y (diakses pada tanggal 4 Maret 2019).

http://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/dfae2670fa6042c78e19909b44fb5e68.pdf
(diakses pada tanggal 3 Maret 2019).

http://www.academia.edu/31108352/askep_trauma_abdomen (diakses pada tanggal 2


Maret 2019).

https://media.neliti.com/media/publications/157657-ID-keracunan-bahan-kimia-beracun-
di-rumah-t.pdf (diakses pada tanggal 4 Maret 2019).

https://www.academia.edu/15114410/Laporan_Pendahuluan_HEMATEMESIS_MELEN
A (diakses pada tanggal 2 Maret 2019).

https://www.academia.edu/11562167/LAPORAN_PENDAHULUAN_PERITONITIS
(diakses pada tanggal 3 Maret 2019).

https://www.academia.edu/17066808/Asuhan_Keperawatan_Gadar_Trauma_Abdomen
(diakses pada tanggal 2 Maret 2019).

https://www.academia.edu/28331644/HEMATEMESIS_MELENA.docx (diakses pada


tanggal 2 Maret 2019).

https://www.scribd.com/doc/117383163/HEMATEMESIS-MELENA-doc (diakses pada


tanggal 2 Maret 2019).

https://www.scribd.com/doc/233321517/Laporan-Pendahuluan-Peritonitis (diakses pada


tanggal 3 Maret 2019).

https://www.scribd.com/document/340907463/LP-Hematemesis-Melena-doc (diakses
pada tanggal 2 Maret 2019).

Kristanty, Paula dkk. 2009. Asuhan Keperawatan GAWAT DARURAT. Jakarta: CV.
Trans Info Media

105
106

Musliha. 2010. KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PLUS CONTOH ASKEP


DENGAN PENDEKATAN NANDA, NIC, NOC (Jilid 2). Yogyakarta: Nuha
Medika

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
Mediaction

www.academia.edu/7760795/129916230-Lp-Peritonitis (diakses pada tanggal 3 Maret


2019).
LAMPIRAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PEMASANGAN NASAGOTRIC TUBE

Kompetensi : Menyiapkan alat untuk pemasangan NGT.

Definisi : Memasukkan selang nasgotrik dari hidung ke dalam lambung klien.

Tujuan : 1. Memberi makanan cair.

2. Kumbah lambung.

3. Gastrik Cooling klien keracunan.

4. Mengurangi respon mual muntah.

5. Alternatif pengambilan specimen di Lambung.

Tahapan :

No Komponen Keterampilan
I Tahap Persiapan (30%)
1. Persiapan pasien
1) Memperkenalkan diri
2) Menjelaskan tujuan
3) Menjelaskan langkah / procedure yang akan dilakukan
4) Pasien disiapkan dengan posisi terlentang, dengan leher posisi ekstensi
2. Persiapan Lingkungan
1) Menutup pintu atau memasang sampiran
2) Keluraga diminta untuk keluar kamar
3. Persiapan Alat
1. Alat Pelindung Diri
2. NGT
3. Jelly
4. 1 Pasang Sarung Tangan
5. Senter / Penlight
6. Kapas Alkohol

107
108

7. Pincet Anatomi
8. Kom kecil dan air
9. Arteri klem
10. Plaster
11. Gunting plaster
12. Gas secukupnya
13. Stetoskop
14. Spuit 10 cc disesuaikan
15. Handuk
16. Bengkok
17. Cotton bud
II Tahap Pelaksanaan (60%)
1. Pengetahuan (110&)
1) Pengusaan Prosedure
2) Ketepatan data
3) Rasional tindakan
2. Sikap
1) Disiplin
2) Motivasi
3) Kerja sama
4) Tanggung jawab
5) Komunikasi
6) Kejujuran
7) Penampilan fisik
8) Kreatifitas
9) Memberi pujian bila terjadi pasien
10) Tetap mempertahankan teknik aseptic bekerja
3. Keterampilan (40%)
1) Bawa alat – alatnya ke dekat pasien
2) Perawat cuci tangan
3) Membantu pasien pada posisi terlentang
4) Memasang handuk pada dada pasien
5) Untuk menentukan insersi NGT, minta pasien untuk rileks dan bernafas
109

normal dengan menutup 1 hidung kemudian mengulangi dengan


menutup hidung yang lain. Pasangkan pada lubang hidung yang tidak
bermasalah.
6) Pakai sarung tangan
7) Bersihkan hidung dengan menggunakan cotton bud
8) Ukur selang yang akan dimasukkan :
a. Konversional : dari pusat ke kening atau dari puncak lubang hidung
ke daun telinga bawah dank e prosesus xipoidues di aternum.
b. Metode Honson : tandai 50 cm pada tube, kemudian lakukan
pengukuran dengan metode tradisional. Selang yang akan
dimasukkan pertengahan antara 50 cm dengan tanda pengukuran
konvensional
9) Klem pada ujung selang NGT untuk penanda
10) Memberi Jelly pada NGT sepanjang 10 -20 cm
11) Masukkkan selang melalui hidung dengan menggunakan pinset sambil
klien di suruh untuk menelan pelan – pelan sampai pada tanda.
12) Jika terjadi hambatan, tersedak atau sianosis, hentikan dorongan.
Periksa posisi selang di belakang tenggorokan jikalau perlu, dengan
menggunakan sudip lidah dan senter.
13) Tes apakah selang sudah masuk lambung dengan cara (pilih salah satu):
a. Masukkan ujung luar selang ke dalam bengkok berisi air.
b. Auskultasi pada daerah lambung dengan memasukkan sedikit udara
dengan blasspuit, dan auskultasi daerah lambung atau denagn
melakukan aspirasi cairan lambung.
c. Aspirasi
14) Setelah selesai memasang NGT, anjurkan pasien brnafas normal dan
rileks.
15) Lakukan fiksasi pada ujung hidung.
16) Tutup ujung Selang NGT.
17) Klien dirapikan kembali ke tempat semula atau sesuai keinginan klien.
18) Alat dibereskan dan cuci tangan.
110

III Tahap akhir (10%)


1. Terminasi
1) Evaluasi perasaan pasien
2) IRL : Instruksikan pasien untuk tidak mengaruk garuk hidung.
3) Kontrak waktu untuk kegiatan selanjtnya (tempat, waktu, dan topik).
2. Dokumentasi
Dokumentasika prosedur dan hasil observasi

Anda mungkin juga menyukai