Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TRAUMA ABDOMEN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Oleh kelompok 1

Ahmad Fauzan

Cici Ariska

Miftahul Jannah

Nur Hadiya Fauziah

Rahmad Fikri Ramadhan

Zahratul Hayati

Dosen pembimbing : Reny Chaidir, S.Kep, M.Kep

STIKes YARSI SUMBAR

BUKITTINGGI

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-Nyalah makalah
ini dapat terselesaikan. Makalah ini membahas tentang Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
Dalam penyusunan makalah ini kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen
yang mengampu, yang telah memberikan tugas ini kepada kami, sehingga pengetahuan kami
bertambah mengenai Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.

Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan
tentang Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen. Kami menyadari dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan,oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempunaan tugas ini.Semoga tugas ini bermanfaat bagi pembaca.

Bukittinggi, 15 Juni 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN...........................................................................................................................3

A. Latar belakang......................................................................................................................4

B. Tujuan...................................................................................................................................5

C. Rumusan masalah.................................................................................................................5

BAB II.............................................................................................................................................6

PEMBAHASAN..............................................................................................................................6

A. Anatomi dan Fisiologi abdomen...........................................................................................6

B. Pengertian Trauma Abdomen.............................................................................................10

C. Klasifikasi...........................................................................................................................12

D. Etiologi...............................................................................................................................12

E. Patofisiologi........................................................................................................................13

F. Manifestasi klinis................................................................................................................16

G. Pemeriksaan penunjang......................................................................................................16

H. Komplikasi..........................................................................................................................18

I. Penatalaksanaan..................................................................................................................19

ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................................................21

A. Pengkajian...........................................................................................................................21

B. Diagnosa keperawatan........................................................................................................31

C. Perencanaan keperawatan...................................................................................................32

BAB III..........................................................................................................................................34

PENUTUP.....................................................................................................................................34
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut pada
bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas
abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis berbatasan
dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah
dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa
yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juga membungkus
organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.
Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti
sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ yang
dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cerna: lambung (gaster), usus halus,
usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix; Organ pelengkap dai saluran
cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan pankreas; Organ saluran kemih seperti:
ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti limpa (lien).
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik
akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri
sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering
berpa tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi,
obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas
yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh
trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya
akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul
velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel.
Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena injury
yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya
mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih banyak lagi
luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih
tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik
baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul
abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk
pengelolaan secara optimal.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan
tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat
kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.

B. Tujuan

1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
keperawatan gawat darurat I dan untuk memberikan wawasan kepada
mahasiswa/i tentang trauma abdomen dan tindakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan trauma abdomen.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui definisi dari trauma abdomen.
b. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen.
c. Untuk mengetahui etiologi. trauma abdomen.
d. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen.
f. Untuk mengetahui komplikasi trauma abdomen.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan medis. trauma abdomen.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan. trauma abdomen.
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan trauma abdomen.
C. Rumusan masalah

a. Apakah yang dimaksud dari trauma abdomen?


b. Apasaja klasifikasi trauma abdomen?
c. Apa etiologi. trauma abdomen.?
d. Bagaimana patofisiologi trauma abdomen?
e. Apasaja manifestasi klinis trauma abdomen?
f. Bagaimana komplikasi trauma abdomen?
g. Apasaja pemeriksaan medis. trauma abdomen?
h. Bagaimana penatalaksanaan. trauma abdomen?
i. Apa asuhan keperawatan trauma abdomen?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi abdomen

Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks dan
pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal wall) yang terbentuk
dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium.
Letak organ abdomen yaitu:
a. Hypocondria dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung empedu,
sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar
suprarenal kanan.
b. epigastrium meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan sebagian
hepar.
c. hypocondria sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal pankreas, fleksura
lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri.
d. lumbal dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejenum.
e. Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah duodenum,
jejenum dan ileum.
f. Lumbal sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri, sebagian
jejenum dan ileum.
g. iliaca dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan ureter
kanan.
h. hypogastric meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan).
i. Iliaca sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri.

Inervasi dinding abdomen oleh nervi (nn) torakalis ke-8 sampai dengan 12.
Nervus (n) torakalis ke-8 setinggi margo kostalis ke-10 setinggi umbilikus, n. torakalis
ke-12 setinggi suprainguinal. Peritoneum parietalis yang menutup dinding abdomen
depan sangat kaya saraf somatik sementara peritoneum yang menutup pelvis sangat
sedikit saraf somatik sehingga iritasi peritoneum pelvis pasien sulit menentukan lokasi
nyeri. Peritoneum diafragmatika pars sentralis disarafi nervi spinalis C5 mengakibatkan
iritasi pars sentralis diafragma mempunyai nyeri alih di bahu, yang disebut Kehr sign.

Pada bagian upper abdomen terdapat beberapa organ dintaranya: hati, empedu,
lambung, ginjal, limpa, pancreas dan lainnya

1. Liver atau hati


Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam
rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma.Hati secara luar dilindungi
oleh iga-iga.Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Selanjutnya
hati dibagi lagi dalam empat belahan(kanan,kirikaudata dan kwadrata ) dan setiap
belahan atau lobus terdiri atas lobulus.
Hati mengeluarkanempedu melalui saluran hepatika (duktus hepatikus) yang
keluar dari lobus kanan dan kiri yang kemudian menyatu membentuk hepatic
common duct dan menuju duktus cystikus kemudia masuk ke kandung empedu.
Hati di suplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan
nutrisi seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air
dan mineral.
b. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Cabangcabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica
mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hepatosit menyerap nutrien, oksigen
dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hepatosit zat racun akan di
netralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau di bentuk zat baru,
dimana zat tersebut akan disekresikan ke peradaran darah tubuh
(Wibowo,2009).

Fungsi hati :

1) Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu
2) Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen
3) Menyiapkan lemak untuk pemecahan terahir asam karbonat dan air
4) Hati merupakan pabrik terbesar dalam tubuh sebagai pengantar
metabolisme.
2. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan
membrane berotot.Letaknya didalam sebuah lekukan disebelah permukaan bawah
hati, sampai dipinggiran depannya.Panjangnya delapan sampai dua belas centi
meter.Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan, dan leher. Fungsi
Kandung Empedu :
a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu
b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat
3. Lambng
a. Lambung terletak disebelah atas kiri abdomen,sebagian terlindungi
dibelakang iga-iga sebelah bawah beserta tulang rawannya.orificium
cardia terletak dibelakang tulang rawan iga ketujuh kiri. Fundus
lambung,mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri.
Corpus,bagian terbesar letaknya ditengah.Pylorus,suatu canalis yang
menghubungkan corpus dengan duodenum. Bagian corpus dekat dengan
pylorus disebut antrum pyloricum. Fungsi lambung : Tempat
penyimpanan makanan sementara
b. Mencampur makanan dengan getah lambung
c. Menghancurkan makanan
d. Protein diubah jadi pepton
e. Khime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk keduodenum
f. Mengasamkan makanan
4. Usus halus
Usus halus adalah tabung yang panjangnya kira-kira dua setengah meter dalam
keadaan hidup.usus halus memanjang dari lambung sampai katup ileo - caecal
tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus
dan dikelilingi usus besar.Area permukaan dalam yang luas disepanjang usus
halus membantu absorsi produk-produk pencernaan. Usus halus dapat dibagi
menjadi beberapa bagian:
a. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm dan
berliku-liku disekitar caput pancreas.
b. Yayunum adalah menempati dua per lima proksimal dari usus halus.
c. Ileum adalah menempati tiga per lima bagian distal dari usus halus.
5. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di
sebelah kana dan sebelah kiri tuang belakang peritoneum.Dapat diperkirakan dari
belakang, mulai dari ketinggian vertebrae thoracalis sampai vertebrae lumbalis
ketiga.Ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri, karena hati menduduki ruang
banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal 6 -7,5 cm. pada orang dewasa berat ginjal
kira-kira 140 gram.ginjal terbagi menjadi beberapa lobus yaitu:lobus hepatis
dextra, lobus quadratus, lobus caudatus, lobus sinistra. Fungsi ginjal:
a. Mengatur keseimbangan air
b. Mengatur konsentrasi garam darah dan keseimbangan asam basa darah
c. Eksresi bahan buangan dan kelebihan garam
6. Limpa
Limpa terletak di region hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara
fundus ventrikuli dan diafragma. Fungsi limpa:
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan limposit
b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk
hemoglobin dan zat besi
7. Pancreas
Pancreas adalah kelenjar majemuk bertandan. panjangnya kira-kira 15 cm,mulai
dari duodenum sampai limpa.pankreas dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala
pancreas, yang terletak disebelah rongga kanan abdomen dan didalam lekukan,
badan pancreas, yang terletak dibelakang lambung dan didepan vertebrae lumbalis
pertama ekor pakreas, adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan menyentuh
limpa. Fungsi pancreas:
a. Fungsi eksokrin, dimana kelenjar eksokrin mengeluarkan cairan pankreas
men uju duktus pakreatikus,dan akhirnya ke duodenum. Sekresi ini
penting untuk pencernaan dan absorsi protein,lemak dan karbohidrat.
b. Fungsi endokrin,dimana pancreas bertanggung jawab untuk produksi serta
sekresi glucogan dan insulin,yang terjadi dalam sel-sel khusus di pulau
langerhans.

B. Pengertian Trauma Abdomen

Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja


sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang didapat
cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi organ tubuh yang
terkena. Trauma dapat menyebabkan gangguan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme kelainan imunologi, dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara


diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011). Trauma abdomen adalah cedera pada
abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak


diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk.
(Ignativicus & Workman, 2006).

Jadi, trauma abdomen adalah trauma atau cedera pada abdomen yang
menyebabkan perubahan fisiologis yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang
diakibatkan oleh luka tumpul atau tusuk.

Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis:

1. Trauma penetrasi : Trauma Tembak, Trauma Tusuk


2. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul : diklasifikasikan ke dalam 3
mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan
akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa
hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi.
Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah (seat belt
injury). Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan
sobek dan hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan
menyebabkan ruptur.
Pengeluaran darah yang banyak dapat berlangsung di dalam kavum
abdomen tanpa atau dengan adanya tanda-tanda yang dapat diamati oleh
pemeriksa, dan akhir-akhir ini kegagalan dalam mengenali perdarahan
intraabdominal adalah penyebab utama kematian dini pasca trauma. Selain itu,
sebagian besar cedera pada kavum abdomen bersifat operatif dan perlu tindakan
segera dalam menegakan diagnosis dan mengirim pasien ke ruang operasi.

D. Klasifikasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :


1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah
dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus
di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding
abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau
sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

E. Etiologi

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang
menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka


tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka


tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak..

F. Patofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka
beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor–faktor fisik dari kekuatan
tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan
kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan
karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan
disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh
juga penting.

Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada
benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut..
Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat
melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut
dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:

1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.

2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.

Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada
organ dan pedikel vaskuler..
Pathway

Trauma paksa (jatuh, benda Trauma benda tajam (Pisau,


tumpul, kompresi dll) peluru, dll)

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & Viskositas tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

Trauma Abdomen

Trauma Tajam Trauma Tumpul

Kerusakan Kerusakan organ Kerusakan Kompresi organ abdomen


Jaringan Kulit abdomen jaringan vaskuler
Perdarahan intra
Luka terbuka Perforasi lapisan Perdarahan abdomen
abdomen(Kontusio,
Laserasi, jejas,
Resiko Peningkatan TIA
hematoma)
Resiko kekurangan
infeksi volume cairan Distensi Abdomen

Nyeri akut
Mual/muntah
Syok
Hipovilemik
Kerusakan
Resiko ketidak
integritas kulit
seimbangan nutrisi
G. Manifestasi klinis

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu:
a. Nyeri Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri
lepas.
b. Darah dan cairan Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
c. Cairan atau udara dibawah diafragma Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
d. Mual dan muntah Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) Yang disebabkan
oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
e. Adanya darah
Penderita akan merasa nyeri abdomen, yang dapat bervariasi dari ringan sampai
berat. Pada auskultasi biasanya bising usus menurun, yang buka merupakan pada
banyak keadaan lain.
f. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) disebebkan oleh kehilangan darah
dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
g. Pecahnya organ berlumen pecahnya gaster, usus halus, kolon akan menimbulkan
peritonitis yang dapat timbul cepat seklai (gaster) atau lebih lambat.
h. Nyeri seluruh abdome pada pemeriksaan mengeluh nyeri seluruh abdomen
i. Auskultasi bisisng usus akan menurun pada auskultasi bising usus.

H. Pemeriksaan penunjang

Menurut Musliha, 2010, pemeriksaan diagnostik untuk trauma abdomen, yaitu:


a. Foto thoraks: Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
b. Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila
terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis.
Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan
trauma pads hepar.
c. Plain abdomen foto tegak Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum,
udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan
gambaran usus.
d. Pemeriksaan urine rutin Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila
dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.
e. VP (Intravenous Pyelogram) Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila
ada persangkaan trauma pada ginjal.
f. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) Dapat membantu menemukan adanya darah
atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL
ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sebagai berikut:
i. Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
ii. Trauma pada bagian bawah dari dada
iii. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
iv. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol,
cedera otak)
v. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
vi. Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL sebagai berikut:
i. Hamil
ii. Pernah operasi abdominal
iii. Operator tidak berpengalaman
iv. Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan
g. Ultrasonografi dan CT Scan Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita
yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan
retroperitoneum.

Menurut Musliha (2011), pemeriksaan khusus untuk trauma abdomen, yaitu:


a. Abdominal paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat
berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum.
Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk
mengetahui langsung sumber penyebabnya.
c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

I. Komplikasi

Menurut Smeltzer (2001), komplikasi segera yang dapat terjadi pada pasien dengan
trauma abdomen adalah hemoragi, syok, dan cedera. Sedangkan komplikasi jangka
panjangnya adalah infeksi. Komplikasi yang dapat muncul dari trauma abdomen terutama
trauma tumpul adalah cedera yang terlewatkan, terlambat dalam diagnosis, cedera
iatrogenik, intra abdomen sepsis dan abses, resusitasi yang tidak adekuat, rupture spleen
yang muncul kemudian (King et al, 2002; Salomone & Salomone, 2011). Peritonitis
merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanya rupture pada
organ.
a. Trombosis Vena
b. Emboli Pulmonar
c. Stress Ulserasi dan perdarahan
d. Pneumonia
e. Tekanan ulserasi
f. Atelektasis
g. Sepsis (Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)
h. Pankreas : Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan
perdarahan
i. Limfa : perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis,
dan syok.
j. Usus : obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
k. Ginjal : Gagal ginjal akut (GGA) (Catherino, 2003 : 251-253).
J. Penatalaksanaan

Pengelolaan primary survery yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan
akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC –nya trauma dan berusaha untuk
mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan
berikut:

A : Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control)

B : Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation

control)

C : Circulation dengan control perdarahan (bleeding control)

D : Disability : status neurologis (tingkat kesadaran/GCS, Respon Pupil)

E : Exposure/environmental control: buka baju penderita tetapi cegah

hipotermia

Tindakan keperawatan yang dilakukan tentu mengacu pada ABCDE.

a. Yakinkan airway dan breathing clear.


b. Kaji circulation dan control perdarahan dimana nadi biasanya lemah, kecil, dan cepat
c. Tekanan darah sistolik dan diastole menunjukkan adanya tanda syok hipovolemik,
hitung MAP, CRT lebih dari 3 detik maka perlu segera pasang intra venous line
berikan cairan kristaloid Ringer Laktat untuk dewasa pemberian awal 2 liter, dan
pada anak 20cc/kgg, bila pada anak sulit pemasangan intra venous line bisa
dilakukan pemberian cairan melalui akses intra oseus tetapi ini dilakukan pada anak
yang umurnya kurang dari 6 tahun.
d. Setelah pemberian cairan pertama lihat tanda-tanda vital. Bila sudah pasti ada
perdarahan maka kehilangan 1 cc darah harus diganti dengan 9cairan kristaloid 3 cc
atau bila kehilangan darah 1 cc maka diganti dengan darah 1 cc (sejumlah
perdarahan).
e. Setelah itu kaji disability dengan menilai tingkat kesadaran klien baik dengan
menilai menggunakan skala AVPU:  Alert (klien sadar), Verbal (klien berespon
dengan dipanggil namanya), Pain (klien baru berespon dengan menggunakan
rangsang nyeri) dan Unrespon (klien tidak berespon baik dengan verbal ataupun
dengan rangsang nyeri).
f. Eksposure dan environment control buka pakaian klien lihat adanya jejas,
perdarahan dan bila ada perdarahan perlu segera ditangani bisa dengan balut tekan
atau segera untuk masuk ke kamar operasi untuk dilakukan laparotomy eksplorasi.
g. Secondary survey dari kasus ini dilakukan kembali pengkajian secara head totoe,
dan observasi hemodinamik klien setiap 15 – 30 menit sekali meliputi tanda-tanda
vital (TD,Nadi, Respirasi), selanjutnya bila stabil dan membaik bisa dilanjutkan
dengan observasi setiap 1 jam sekali.
h. Pasang cateter untuk menilai output cairan, terapi cairan yang diberikan dan tentu
saja hal penting lainnya adalah untuk melihat adanya perdarahan pada urine.
i. Pasien dipuasakan dan dipasang NGT (Nasogastrik tube) untuk membersihkan
perdarahan saluran cerna, meminimalkan resiko mual dan aspirasi, serta bila tidak
ada kontra indikasi dapat dilakukan lavage.
j. Observasi status mental, vomitus, nausea, rigid/kaku/, bising usus, urin output setiap
15 – 30 menit sekali. Catat dan laporkan segera bila terjadi perubahan secra cepat
seperti tanda-tanda peritonitis dan perdarahan.
k. Jelaskan keadaan penyakit dan  prosedur perawatan pada pasien bila memungkinkan
atau kepada penanggung jawab pasien hal ini dimungkinkan untuk meminimalkan
tingkat kecemasan klien dan keluarga.
l. Kolaborasi pemasangan Central Venous Pressure (CVP) untuk melihat status hidrasi
klien, pemberian antibiotika, analgesic dan tindakan pemeriksaan yang diperlukan
untuk mendukung pada diagnosis seperti laboratorium (AGD, hematology,
PT,APTT, hitung jenis leukosit dll), pemeriksaan radiology dan bila perlu
kolaborasikan setelah pasti untuk tindakan operasi laparatomi eksplorasi.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Penatalaksanaan pada pasien-pasien trauma tumpul abdomen pada dasarnya sama dengan
trauma-trauma lainnya berupa primary survey yang cepat, resusitasi, secondary survey
dan akhirnya terapi definitif.
1. Primary survey
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus
dikenalidanresusitasinya dilakukan pada saat itu juga.Tindakan primary survey
dilakukan secaraberurutan sesuai prioritas tapi dalam praktenya hal-hal tersebut
sering dilakukan bersamaan (simultan).
a. Airway
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas berupa obstruksi
jalan napas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula, maksila atau trakea. Membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikal dengan melakukan jaw thrust. Pada pasien yang
dapat berbicara dapat dianggap bahwa jalan napas bersih dan tetap harus
dinilai ulang.Pada pasien yang masih sadar dapat memakai nasopharingeal
airway, sedanglkan pada pasien yang tidak sadar dan tidak ada gag reflex
dapat menggunakan oropharingeal airway. Pasien dengan GCS kurang dari 8
atau adanya keraguan mengenai kemampuan menjaga airway perlunya airway
definitif.
b. Breathing
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik
meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma. Buka dada
pasien untuk melihat ekspansi pernapasan. Auskultasi untuk memastikan
masuknya udara ke dalam paru. Perkusi untuk menilai adanya udara atau
cairan dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi untuk melihat abnormalitas
gerakan atau getaran dinding dada. Jika ada gangguan ventilasi atau gangguan
kesadaran diatasi dengan face mask, intubasi endotrakeal yaitu nasopharingeal
airway atau oropharingeal airway. Kemudian pasang pulse oximetry untuk
menilai saturasi O2yang adekuat.
c. Circulation
Penilaian pada tahap ini meliputi volume darah, tingkat kesadaran, warna kulit
dan nadi.
i. Volume darah
Adanya hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia sampai
terbukti sebaliknya.3 jenis penilaian secara cepat yang dapat memberikan
gambaran keaadaan tersebut yaitu tingkat kesadaran, warna kulit dan
nadi.
ii. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang yang
mengakibatkan penurunan kesadaran.
iii. Warna kulit
Pasien trauma yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan
ekstremitas jarang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya wajah pucat
keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat sebagai tanda hipovolemia.
iv. Nadi
Periksa pada nadi besar seperti arteri femoralis, arteri karotis, untuk
kekuatan, kecepatan dan irama nadi. Nadi yang tidak cepat, kuat dan
teratur merupakan normovolemia (bila tidak minum beta bloker). Nadi
yang cepat dan kecil merupakan hipovolemia.Kecepatan nadi yang
normal tidak menjamin normovolemia. Nadi yang tidak tertaur biasanya
tanda gangguan jantung.Tidak ada pulsasi dari arteri besar
mengindikasikan perlunya resusitasi segera.
v. Perdarahan
Perdarahan eksternal yang tampak dihentikan dengan penekanan pada
luka. Spalk udara ( pneumatic splinting device) sebagai pengontrol
perdarahan yang tembus cahaya. Torniquet sebaiknya jangan dipakai
karena merusak jaringan dan menyebabkan iskemia distal, kecuali pada
amputasi traumatik.Sedangkan pemakaian hemostat memerlukan waktu
dan dapat merusak jaringan seperti saraf dan pembuluh darah.
Jika ada gangguan sirkulasi atau syok hipovolemia minimal pasang 2 IV
line untuk resusitasi cairan kristaloid (ringer laktat / RL) 2-3 liter.Jika
tidak ada respon diberikan tranfusi darah segolongan.Jika tidak ada darah
segolongan, dapat diberikan darah tipe O rhesus negatif atau darah tipe O
rhesus positif dengan titer rendah.Jangan memberikan vasopresor, steroid
atau bikarbonas natricus.Jangan memberikan resusitasi cairan RL atau
transfusi darah secara terus menerus, karena keadaan ini harus dilakukan
resusitasi operatif untuk menghentikan perdarahan.
Sebelum resusitasi, lakukan dengan cepat pemeriksaan genitalia dan
colok dubur untuk menilai ada tidaknya tanda-tanda ruptur uretra yaitu
prostat letak tinggi atau tidak teraba. Tanda lain ruptur uretra berupa
adanya darah di orifisium uretra eksternal (metal bleeding), hematom
skrotum atau di perineum. Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka
selama resusitasi, pasang kateter urin untuk menilai perfusi ginjal dan
hemodinamik pasien. Namun, jika diduga adanya ruptur uretra, jangan
pasang kateter urin tetapi lakukan uretrogram terlebih dahulu.
Nasogastric tube (NGT) dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan
mengurangi kemungkinan muntah. Darah dalam lambung dapat
disebabkan karena traumatik karena pemasangan NGT atau perlukaan
lambung.Jika ada dugaan patah pada lamina kibrosa, NGT yang dipasang
hanya bisa yang melaluui mulut untuk mencegah masuknya NGT dalam
rongga otak.
d. Disability
Pada tahap ini dilakukan penilaian neurologis secara cepat berupa tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera
spinal.
e. Exposure
Pada tahap ini, pakaian pasien dibuka keseluruhan kemudian dinilai kelainan
yang tampak secara cepat.Selanjutnya selimuti pasien agar tidak hipotermi.
2. Secondary survey
Secondary survey adalah pemeriksaan kepala hingga kaki (head to toe) termasuk
anamnesis dan reevaluasi pemeriksaan tanda vital.Tahap ini baru dilakukan
setelah primary survey dan resusitasi selesai serta pasien dipastikan sudah
membaik.Jika kondisi hemodinamik pasien sudah stabil tanpa tanda-tanda
peritonitis bisa diperiksa lebih detail untuk menentukan apakah ada trauma
spesifik atau apakah selama observasi timbul tanda peritonitis atau perdarahan.
a. Anamnesis
 Udeani & Seinberg (2011) menyatakan bahwa faktor penting yang
berhubungan dengan pasien trauma tumpul abdomen, khususnya yang
berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor perlu digali lebih lanjut,
baik itu dari pasien, keluarga, saksi, ataupun polisi dan paramedis. Hal-hal
tersebut mencakup:
i. Proses kecelakaan dan kerusakan kendaraan
ii. Waktu pembebasan (evakuasi) yang dibutuhkan
iii. Apakah pasien meninggal
iv. Apakah pasien terlempar dari kendaraan
v. Bagaimana fungsi peralatan keselamatan seperti sabuk pengaman
dan airbags
vi. Apakah pasien dalam pengaruh obat atau alkohol
vii. Apakah ada cidera kepala atau tulang belakang
viii. Apakah ada masalah psikiatri 
Pada pasien anak, perlu digali apakah ada riwayat gangguan koagulasi atau
penggunaan obat-obat anti platelet (seperti pada defek jantung congenital)
karena dapat meningkatkan resiko perdarahan pada cidera intra abdomen
(Wegner etal.,2006).
b. Pemeriksaan fisik
Evaluasi pasien dengan trauma tumpul abdomen harus dilakukan dengan semua
cidera merupakan prioritas. Perlu digali apakah ada cidera kepala, sistem
respirasi, atau sistem kardiovaskular diluar cidera abdomen (Salomone &
Salomone, 2011 ; Udeani & Steinberg, 2011). Setelah survey primer dan
resusitasi dilakukan, fokus dilakukan pada survey sekunder abdomen. Untuk
cidera yang mengancam jiwa yang membutuhkan pembedahan segera, survei
sekunder yang komprehensif dapat ditunda sampai kondisi pasien stabil. Pada
akhir pemeriksaan awal dilihat kembali luka-luka ringan pada penderita. Banyak
cedera yang samar dan baru termanifestasikan kemudian.
i. Inspeksi
Pemeriksaan abdomen untuk menentukan tanda-tanda eksternal dari cedera. Perlu
diperhatikan adanya area yang abrasi dan atau ekimosis. Catat pola cedera yang
potensial untuk trauma intra abdomen (seperti abrasi karena sabuk pengaman,
hantaman dengan papan kemudi-yang membentuk contusio). Pada banyak
penelitian, tanda (bekas) sabuk pengaman dapat dihubungkan dengan ruptur usus
halus dan peningkatan insidensi cidera intra abdomen. Observasi pola pernafasan
karena pernafasan perut dapat mengindikasikan cedera medulla spinalis.
Perhatikan distensi abdomen, yang kemungkinan berhubungan dengan
pneumoperitoneum, dilatasi gastrik, atau ileus yang diakibatkan iritasi peritoneal.
Bradikardi mengindikasikan adanya darah bebas di intra peritoneal pada pasien
dengan cedera trauma tumpul abdomen. Cullen sign (ekimosis periumbilikal)
menandakan adanya perdarahan peritoneal, namun gejala ini biasanya muncul
dalam beberapa jam sampai hari. Memar dan edema panggul meningkatkan
kecurigaan adanya cedera retroperitoneal. Inspeksi genital dan perineum
dilakukan untuk melihat cedera jaringan lunak, perdarahan, dan hematom.
ii. Auskultasi
Bising pada abdomen menandakan adanya penyakit vaskular atau fistula
arteriovenosa traumatik. Suara usus pada rongga thoraks menandakan adanya
cedera diafragmatika. Selama auskultasi, palpasi perlahan dinding abdomen dan
perhatikan reaksinya.
iii. Palpasi
Palpasi seluruh dinding abdomen dengan hati-hati sembari menilai respon pasien.
Perhatikan massa abnormal, nyeri tekan, dan deformitas. Konsistensi yang lunak
dan terasa penuh dapat mengindikasikan perdarahan intraabdomen. Krepitasi atau
ketidakstabilan kavum thoraks bagian bawah dapat menjadi tanda potensial untuk
cidera limpa atau hati yang berhubungan dengan cedera tulang rusuk.
Ketidakstabilan pelvis merupakan tanda potensial untuk cedera traktus urinarius
bagian bawah, seperti hematom pelvis dan retroperitoneal. Fraktur pelvis terbuka
berhubungan tingkat kematian sebesar 50%. Pemeriksaan rektal dan bimanual
vagina dilakukan untuk menilai perdarahan dan cedera. Feces semestinya juga
diperiksa untuk menilai adakah perdarahan berat atau tersamar. Tonus rectal juga
dinilai untuk mengetahui status neurologis dari pasien. Pemeriksaan sensori pada
thorak dan abdomen dilakukan untuk evaluasi adanya cedera medulla spinalis.
Cedera medulla spinalis bisa berhubungan dengan penurunan atau bahkan tidak
adanya persepsi nyeri abdomen pada pasien. Distensi abdomen dapat merupakan
hasil dari dilatasi gastrik sekunder karena bantuan ventilasi atau terlalu banyak
udara. Tanda peritonitits (seperti tahanan perut yang involunter, kekakuan) segera
setelah cedera menandakan adanya kebocoran isi usus.
iv. Perkusi
Nyeri pada perkusi merupakan tanda peritoneal. Nyeri pada perkusi membutuhkan
evaluasi lebih lanjut dan kemungkinan besar konsultasi pembedahan. Perkusi pada
dinding abdomen menyebabkan pergerakan peritoneum dan dapat menunjukkan
peritonitis. Perkusi timpani pada kuadran atas akibat dari dilatasi lambung akut
atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum
c. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Salomone & Salomone (2011), pemeriksaan laboratorium yang
direkomendasikan untuk korban trauma biasanya termasuk glukosa serum, darah
lengkap, kimia serum, amylase serum, urinalisis, pembekuan darah, golongan darah,
arterial blood gas (ABG), ethanol darah, dan tes kehamilan (untuk wanita usia
produktif).
i. Pemeriksaan darah lengkap
Hasil yang normal untuk kadar hemoglobin dan hematokrit tidak bisa dijadikan
acuan bahwa tidak terjadi perdarahan. Pasien pendarahan mengeluarkan darah
lengkap. Hingga volume darah tergantikan dengan cairan kristaloid atau efek
hormonal (seperti adrenocorticotropic hormone [ACTH], aldosteron,
antidiuretic hormone [ADH]) dan muncul pengisian ulang transkapiler, anemia
masih dapat meningkat. Jangan menahan pemberian transfusi pada pasien
dengan kadar hematokrit yang relatif normal (>30%) tapi memiliki bukti klinis
syok, cidera berat (seperti fraktur pelvis terbuka), atau kehilangan darah yang
signifikan. Pemberian transfusi trombosit pada pasien dengan trombositopenia
berat (jumlah trombosit<50,000/mL) dan terjadi perdarahan. Beberapa
penelitian menunjukkan hubungan antara rendahnya kadar hematokrit (<30%)
dengan cidera berat. Peningkatan sel darah putih tidak spesifik dan tidak dapat
menunjukkan adanya cidera organ berongga.
ii. Kimia serum
Banyak korban trauma kecelakaan lebih muda dari 40 tahun dan jarang
menggunakan obat-obatan yang mempengaruhi elektrolit (seperti diuretik,
pengganti potassium). Jika pengukuran gas darah tidak dilakukan, kimia serum
dapat digunakan untuk mengukur serum glukosa dan level karbon dioksida.
Pemeriksaan cepat glukosa darah dengan menggunakan alat stik pengukur
penting pada pasien dengan perubahan status mental.
iii. Tes fungsi hati
Tes fungsi hati pada pasien dengan trauma tumpul abdomen penting dilakukan,
namun temuan peningkatan hasil bisa dipengaruhi oleh beberapa alasan
(contohnya penggunaan alkohol).  Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
kadar aspartate aminotransferase (AST) atau alanine aminotransferase (ALT)
meningkat lebih dari 130 U pada koresponden dengan cedera hepar yang
signifikan. Kadar Lactate Dehydrogenase (LDH) dan bilirubin tidak spesifik
menjadi indikator trauma hepar.
iv. Pengukuran Amilase
Penentuan amylase awal pada beberapa penelitian menunjukkan tidak sensitif
dan tidak spesifik untuk cidera pankreas. Namun, peningkatan abnormal kadar
amylase 3-6 jam setelah trauma memiliki keakuratan yang cukup besar.
Meskipun beberapa cedera pankreas dapat terlewat dengan pemeriksaan CT
scan  segera setelah trauma, semua dapat teridentifikasi jika scan  diulang 36-
48 jam. Peningkatan amylase atau lipase dapat terjadi akibat iskemik pancreas
akibat hipotensi sistemik yang menyertai syok.
v. Urinalisis
Indikasi untuk urinalisis termasuk trauma signifikan pada abdomen dan atau
panggul, gross hematuria, mikroskopik hematuria dengan hipotensi, dan
mekanisme deselerasi yang signifikan. Gross hematuri merupakan indikasi
untuk dilakukannya cystografi dan IVP atau CT scan  abdomen dengan
kontras.
vi. Penilaian gas darah arteri (ABG)
Kadar ABG dapat menjadi informasi penting pada pasien dengan trauma
mayor. Informasi penting sekitar oksigenasi (PO2, SaO2) dan ventilasi (PCO2)
dapat digunakan untuk menilai pasien dengan kecurigaan asidosis metabolic
hasil dari asidosis laktat yang menyertai syok. Defisit kadar basa sedang (>-5
mEq) merupakan indikasi untuk resusitasi dan penentuan etiologi. Usaha untuk
meningkatkan pengantaran oksigen sistemik dengan memastikan SaO2 yang
adekuat (>90%) dan pemberian volume cairan resusitasi dengan cairan
kristaloid, dan jika diindikasikan, dengan darah.
vii. Skrining obat dan alkohol
Pemeriksaan skrining obat dan alkohol pada pasien trauma dengan perubahan
tingkat kesadaran. Nafas dan tes darah dapat mengindentifikasi tingkat
penggunaan alkohol.
d. Pemeriksaan Radiologis
Penilaian awal paling penting pada pasien dengan trauma tumpul abdomen adalah
penilaian stabilitas hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak
stabil, evaluasi cepat harus dibuat untuk melihat adanya hemoperitoneum. Hal ini
dapat dapat dilakukan dengan DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage) atau FAST
(Focused Abdominal Sonogram for Trauma) scan. Pemeriksaan radiografi abdomen
perlu dilakukan pada pasien yang stabil ketika pemeriksaan fisik kurang meyakinkan
(Hoff et al., 2001).

i. Foto polos
Udeani & Steinberg (2011) menyatakan bahwa meskipun secara keseluruhan
evaluasi pasien trauma tumpul abdomen dengan rontgen polos terbatas, namun
foto polos dapat digunakan untuk menemukan beberapa hal. Radiografi dada
bisa digunakan untuk diagnosis cedera abdomen seperti ruptur
hemidiafragmatika atau pneumoperitoneum. Radiografi dada dan pelvis dapat
digunakan untuk menilai fraktur vertebra torakolumbar. Udara bebas
intraperitoneal atau udara yang terjebak pada retroperitoneal dari perforasi usus
kemungkinan bisa terlihat.
ii. Ultrasonografi
Ultrasonografi dengan focused abdominal sonogram for trauma (FAST) sudah
digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma lebih dari 10 tahun di Eropa.
Akurasi diagnostik FAST secara umum sama dengan diagnostic peritoneal
lavage (DPL). Penelitian di Amerika dalam beberapa tahun terakhir
menunjukkan FAST sebagai pendekatan noninvasif untuk evaluasi cepat
hemoperitoneum (Feldman, 2006).  Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen
dan cidera multisystem, ultrasonografi portabel dengan operator yang
berpengalaman dapat dengan cepat mengidentifikasi cairan bebas di
intraperitoneal. Cidera organ berongga jarang teridentifikasi, namun cairan bebas
bisa tervisualisasi pada beberapa kasus (Salomone & Salomone,2011). Evaluasi
FAST abdomen terdiri visualisasi perikardium (dari lapang pandang
subxiphoid), rongga splenorenal dan hepatorenal, serta kavum douglas pada
pelvis. Tampilan pada kantong Morrison lebih sensitive, terlebih jika etiologinya
adalah cairan (Jehangir et al., 2002). Cairan bebas pada umumnya diasumsikan
sebagai darah pada trauma abdomen. Cairan bebas pada pasien yang tidak stabil
mengindikasikan perlu dilakukan laparotomi emergensi, akan tetapi jika pasien
stabil dapat dievaluasi dengan CT scan (Feldman, 2006). 
iii. Computed Tomography (CT) Scan
Meskipun mahal dan membutuhkan banyak waktu, namun CT scan banyak
mendukung gambaran detail patologi trauma dan memberi penunjuk dalam
intervensi operatif. Tidak seperti FAST ataupun DPL (Diagnostic Peritoneal
Lavage), CT scan dapat menentukan sumber perdarahan
(Salomone&Salomone,2011). Cidera diafragma dan perforasi saluran pencernaan
masih dapat terlewat dengan pemeriksaan CT scan, khususnya jika CT scan
dilakukan segera setelah trauma. Cidera pankreas dapat terlewatkan dengan
pemeriksaan awal CT scan, tapi secara umum dapat ditemukan pada pemeriksaan
follow up yang dilakukan pada pasien resiko tinggi. Untuk beberapa pasien,
endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dapat ditambahan
bersama CT scan untuk mendukung cedera duktus (Hoff et al., 200l). Keuntungan
utama CT scan adalah tingginya spesifitas dan penggunaan sebagai petunjuk
manajemen nonoperatif pada cidera organ padat (Feldman, 2006).
iv. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Diagnostic peritoneal lavage (DPL) digunakan sebagai metode cepat untuk
menentukan adanya perdarahan intraabdomen. DPL terutama berguna jika riwayat
dan pemeriksaan abdomen menunjukkan ketidakstabilan dan cidera multisistem
atau tidak jelas. DPL juga berguna untuk pasien dimana pemeriksaan abdomen
lebih lanjut tidak dapat dilakukan (Feldman, 2006). Indikasi dilakukannya DPL
pada trauma tumpul dimana
a) Pasien dengan cedera medulla spinalis
b) Cedera multipel dan syok yang tidak bisa dijelaskan
c) Pasien dengan cedera abdomen
d) Pasien intoksikasi dimana ada kecenderungan cedera abdomen
e) Pasien dengan resiko cedera intra abdomen dimana dibutuhkan anestesi
yang lebih
f) panjang untuk prosedur yang lain.
Kontraindikasi absolute untuk DPL adalah kebutuhan untuk laparotomi yang
nyata. Kontraindikasi relatif termasuk obesitas morbid, riwayat pembedahan
abdomen multipel, dan kehamilan. (Udeani&Steinberg,2011). Variasi metode
kateterisasi ke dalam rongga peritoneal telah dijelaskan, yaitu metode terbuka,
semi terbuka, dan metode tertutup. Metode terbuka membutuhkan insisi kulit
infraumbilikal yang luas dan melalui linea alba. Peritoneum dibuka dan kateter
dimasukkan dibawah visualisasi secara langsung. Metode semi terbuka serupa,
kecuali peritoneum tidak dibukan dan kateter dilewatkan perkutaneus melewati
peritoneum ke dalam kavum peritoneal. Taknik tertutup membutukan kateter uang
dimasukkan secara buta melalui kulit, jaringan subkutan, linea alba, dan
peritoneum. Teknik tertutup dan semi terbuka pada infra umbilical lebih banyak
dilakukan pada bagian tengah (Udeani&Steinberg,2011). DPL bernilai postitif
pada pasien trauma tumpul jika 10mL darah segar teraspirasi sebelum infus cairan
cuci atau jika pipa cairan cuci (contohnya 1 L NaCl diinfuskan ke kavitas
peritoneal melalui kateter dan dibiarkan tercampur, dimana akan dialirkan oleh
gravitasi) terdapat lebih dari 100.00 sel darah merah/mL, lebih dari 500 sel darah
putih/mL, peningkatan kadar amilase, empedu, bakteri, serat makanan, atau urin.
Hanya diperlukan kira-kira 30 mL darah pada peritoneum untuk menghasilkan
hasil DPL positif secara mikroskopis (Feldman, 2006 ; Salomone & Salomone,
2011 ; Udeani & Steinberg,2011). Hasil lain dari DPL yang menjadi indikasi
dilakukan eksplorasi termasuk adanya empedu atau kadar amylase tinggi yang
abnormal (indikasi perforasi usus), serat makanan, atau bakteri pada pemeriksaan
bakteri (King&Bewes,2002). Komplikasi DPL termasuk perdarahan dari insisi
dan tempat masuk kateter, infeksi (luka peritoneal), dan cidera pada struktur intra
abdomen (seperti vesika urinaria, usus halus, uterus). Infeksi pada insisi,
peritonitis dari tempat kateter, laserasi pada vesika urinaria, atau cidera organ-
organ lain intra abdomen dapat muncul dan mengakibatkan hasil positif palsu.
Hasil positif palsu dapat memicu laparotomi yang tidak diperlukan
(King&Bewes,2002). Indikasi dilakukan laparotomi diantaranya tanda peritonitis,
perdaraha atau syok yang tidak terkontrol, penurunan secara klinis selama
observasi, ditemukannya hemoperitoneum setelah pemeriksaan FAST atau DPL
(Feldman, 2006).

B. Diagnosa keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan

2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen

3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya


pertahanan tubuh.

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.

C. Perencanaan keperawatan
No.Dx Tujuan Rencana
1. Tujuan: Setelah diberikan Mandiri
tindakan keperawatan
— Kaji tanda-tanda vital.
diharapkan volume cairan
tidak mengalami
— Pantau cairan parenteral dengan
kekurangan.
elektrolit, antibiotik dan vitamin
Kriteria hasil:

 Intake dan output


seimbang
 Turgor kulit baik
 Perdarahan (-)

— Kaji tetesan infus.

Kolaborasi :
— Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.

— Cairan parenteral ( IV line ) sesuai


dengan umur.
— Pemberian tranfusi darah.
2. Tujuan: setelah diberikan Mandiri
tindakan keperawatan — Kaji karakteristik nyeri.
diharapkan nyeri dapat — Beri posisi semi fowler.
hilang atau terkontrol. — Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti
distraksi
Kriteria hasil:
— Managemant lingkungan yang nyaman.
 Skala nyeri 0
 Ekspresi tenang — Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
indikasi.
3. Tujuan: setelah diberikan Mandiri
tindakan keperawatan — Kaji tanda-tanda infeksi.
diharapkan infeksi tidak
terjadi. — Kaji keadaan luka.

Kriteria hasil:

 Tanda-tanda infeksi (-)


 Leukosit 5000-10.000 — Kaji tanda-tanda vital.
mm3
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga


abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus,
usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.
Trauma abdomen disebabkan oleh Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan
olahraga dan terjatuh dari ketinggian

K. Saran

Diharapkan dengan dibuatnya makalah ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa


khususnya mahasiswa keperawatan untuk bisa lebih mengerti dan memahami tentang
tentang Keperawatan gawat darurat. Makalah terutama tentang trauma abdomen ini
masih jauh dari kata sempurna, maka diharapkan kritik dan saran untuk lebih
memperbaiki makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan


Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta

https://media.neliti.com/media/publications/138419-ID-kasus-serial-ruptur-lien-akibat-trauma-
a.pdf

http://repository.unimus.ac.id/737/3/BAB%20II.pdf

https://dadospdf.com/download/askep-trauma-abdomen-_5ae630b9b7d7bcf438fcc432_pdf

Anda mungkin juga menyukai