Anda di halaman 1dari 30

Makalah Patologi

PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN


(PEPTI ULSER, DIARE, KONSTIPASI)

Di susun oleh Kelompok 4 :


Hartina 51822022095
Hartini 51822011088
Rasniati Rasyid 51822011138

FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS PANCA SAKTI MAKASSAR
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Pertama–tama saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha

pengasih lagi maha penyayang atas segala rahmat dan karuniah-Nya. Sholawat

serta salam tetap tercurahkan pada junjuungan kita nabi besar Muhammad SAW,

sahabat, keluarganya serta kita sebagai generasi penerus. Sehinggah Makalah

Patologi mengenai penyakit system pencernaan (peptic ulser, diare dan konstipasi)

dapat diselesaikan dengan baik.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2

C. Tujuan ......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 6

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 23

A. Kesimpulan.................................................................................................. 23

B. Saran ............................................................................................................ 23

DAFTRA PUSTAKA ..................................................................................... 24

LAMPIRAN.................................................................................................... 26

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Patologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit dan bagaimana suatu

penyakit terjadi. Ilmu patologi berperan sebagai penghubung antara ilmu

pengetahuan dan kedokteran. Dalam dunia medis, patologi berperan untuk

membantu dokter mendiagnosis berbagai penyakit.

Gangguan saluran cerna merupakan penyakit yang sering dijumpai pada

masyarakat dewasa ini. Jumlah penderita dari tahun ke tahun semakin meningkat,

berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika, Australia, dan beberapa negara

Eropa, angka kejadian penyakit gangguan saluran cerna sebesar 13-48% (Irawati

dan Herawati, 2011).

Sistem pencernaan adalah suatu sistem kerja organ untuk mengubah makanan

menjadi energi yang diperlukan oleh tubuh, mulai dari mulut hingga anus. Sistem

Pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan

anus. Fungsi utama dari sistem pencernaan yaitu sebagai pencerna nutrisi tubuh.

Namun meskipun begitu, bukan berarti sistem pencernaan pada tubuh manusia

akan selalu aman karena adanya nutrisi yang banyak. Pintu atau jalan masuknya

zat dari luar dengan bebas ternyata akan menimbulkan banyak gangguan atau

penyakit pada sistem pencernaan, dimana penyakit tersebut akan menggangu atau

mengancam penderitanya yang akan menghambat sistem kerja organ-organ yang

lainnya.

1
Penyakit pencernaan merupakan penyakit yang sering dikeluhkan masyarakat

karena banyaknya orang yang kurang memperhatikan makanan yang kurang baik

dari segi kebersihan dan kesehatan, keseimbangan nutrisi, pola makan yang

kurang tepat, adanya infeksi, dan kelainan pada organ pencernaan. Semakin

tingginya mobilitas seseorang pada era ini tentunya berpengaruh dengan gaya

hidup seseorang.

Rutinitas yang padat dan tuntutan waktu untuk bekerja dengan cepat,

mempengaruhi kepedulian seseorang terhadap gaya hidup sehat. Seharusnya

dengan semakin tingginya rutinitas seseorang berbanding lurus juga dengan gaya

hidup sehatnya. Namun realitanya, masih banyak orang yang kurang 2 peduli

terhadap kebersihan, contohnya adalah pada saat mau makan orang cenderung

jarang mencuci tangan. Selain itu, ketidakpedulian terhadap kebersihan makanan

yang akan dimakan juga dapat mengakibatkan penyakit pencernaan perut

sehingga akan terjangkit beberapa penyakit pencernaan seperti diare, maag,

konstipasi atau sembelit, hemaroid atau wasir, usus buntu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan sebelumnya

permasalahan, dapat di rumuskan :

1. Penyakit apa saja yang berhubungan dengan system pencernaan ?

2. Obat apa saja yang digunakan dalam pnyakit system pencernaan ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui penyakit apa saja yang dapat terjadi di system pencernaan

2. Untuk mengetahui apa saja obat yang digunakan dalam penyakit system

pencernaan

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Shabrina (2020), dilansir dari artikel Memahami Fungsi dan

Anatomi Sistem Pencernaan Manusia, sistem pencernaan atau disebut juga sistem

gastrointestinal. Organ-organ saluran pencernaan meliputi mulut, esofagus

(kerongkongan), lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus. Selain itu ada

juga organ pencernaan pelengkap adalah mulut, kantung empedu, kelenjar air liur,

hati, dan pankreas.

3
Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah luka yang terdapat pada lapisan

lambung atau duodenum. Duodenum merupakan bagian pertama dari usus kecil.

Apabila peptic ulcer ditemukan di lambung maka disebut gastric ulcer dan apabila

dijumpai pada duodenum disebut duodenal ulcer (NIDDK, 2004)

Peptic ulcer merupakan luka yang sifatnya kronik, biasanya merupakan

luka tunggal yang dapat muncul pada di seluruh bagian gastrointestinal yang

terpejan efek getah asam atau pepsin. Peptic ulcer biasa dijumpai di tempattempat

berikut: Pangkal duodenum, lambung, biasanya pada bagian antrum, taut

gastroesofagus, refluks gastroesofagus atau pada esofagus Barrett, pada bagian

tepi gastro jejunostomi, duodenum, lambung, dan/atau jejunum pada pasien

dengan sindrom Zollinger-Ellison (Robbins and Cotran, 2005)

Gastroenteritis, atau 'gastro', adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

dan atau peradangan pada saluran pencernaan (CDC, 2010). Gastroenteritis

merupakan peradangan pada lambung, usus kecil, dan usus besar dengan berbagai

kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi diare, dengan

atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan abdomen. Pada gastroenteritis,

diare merupakan suatu keadaan dengan peningkatan frekuensi, konsistensi feses

yang lebih cair, feses dengan kandungan air yang banyak, dan feses bisa disertai

dengan darah atau lendir (Muttaqin dan Sari, 2011).

Konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai

kesulitan saat pengeluaran feses atau rasa tidak tuntas dan feses keras, kering dan

banyak (NANDA, 2015-2017). Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air

besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar. Dikatakan konstipasi jika

4
buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau 3 hari tidak buang air besar dan

diperlukan mengejan secara berlebihan (Dharmika, 2009). Kejadian konstipasi

dianggap remeh yang sesekali dialami dan tidak berdampak pada gangguan sistem

tubuh, tetapi jika tidak segera ditangani dapat menimbulkan komplikasi (Claudia

et al, 2018).

5
BAB III

PEMBAHASAN

Sistem saluran cerna secara struktural dan fungsional untuk menerima,

mencampur, mencernakan dan menyerap makanan , diikuti pembuangan rsidu

yang tidak diserap.

Fungsi utama systim pencernaan : Menyediakan zat nutrisi yang sudah

dicerna agar mudah diserap

1. Peristiwa yang terjadi dalam sistem pencernaan adalah :

a. Pergerakan makanan : mendorong,mencampur makanan dengan saliva dan

getah cerna, kontraksi otot polos dinding saluran cerna

b. Sekresi getah cerna : mulai dari kelenjar

c. kelenjar yang berada di dimulut sampai ileum

d. Proses pencernaan : proses pemecahan secara mekanik dan kimiawi ,

mengunyah , menelan, penyerapan

e. Proses absorpsi : penyerapan hasil pencernaan dari lumen menembus

lapisan epitel,masuk kedalam darah atau cairan limfe

2. Gangguan sistem pencernaan

a. Patofisiologik gangguan derajat gerakan usus mengakibatkan perasaan

tidak enak abdomen , nausea dan akhirnya muntah – muntah , manifestasi

ini merupakan keluhan utama penderita gangguan saluran pencernaan

b. Peningkatan pergerakan akan mengakibatkan diare dan perasaan nyeri

kejang abdomen

6
c. Perasaan nyeri paling hebat ditimbulkan oleh penyumbatan aliran isi sal

cerna normal ( misal: tumor,volvulus, strictura usus)

d. Perdarahan yang terjadi dapat mengakibatkan kehilangan

darah( Hematemesis (muntah darah), Hematosesia (tinja mengandung

darah segar),Melena (tinja berwarna hitam seperti ter karena darah yang

telah berubah)

3. Pemeriksaan yang mendukung : Endoscopy

Macam- macam Penyakit pada Sistem Pencernaan

1. Peptic Ulser

Tukak peptik (peptic ulcer disease) adalah lesi pada lambung atau

duodenum yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif

(sekresi asam lambung, pepsin, dan infeksi bakteri Helicobacter pylori)

dengan faktor defensif/ faktor pelindung mukosa (produksi prostagladin,

gastric mucus, bikarbonat, dan aliran darah mukosa) (Berardy dan Lynda,

2005).

Tukak peptik merupakan keadaan kontinuitas mukosa lambung

terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak

meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi. Walaupun seringkali

dianggap juga sebagai tukak (misalnya tukak karena stres) (Wilson dan

Lindseth, 2005).

Penyebab utama Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah bakteri H.

pylori dan penggunaan obat NSAID, penyebab lainnya bervariasi yakni

tipe ulkus (ulcer), umur, jenis kelamin, lokasi geografis, ras, perubahan

7
genetik, pekerjaan dan faktor sosial (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells,

and Posey, 2008).

Helicobacter pylori adalah suatu hasil gram-negatif, spiral dengan

flagela multipel lebih menyukai lingkungan mikroaerofilik. Helicobacter

pylori tidak menyerang jaringan. Organisme menghuni dalam gel lendir

yang melapisi sel epitelial, dengan bagian kecil dari Helicobacter pylori

melekat langsung pada sel epitelial. Kebanyakan orang yang terinfeksi

Helicobacter pylori mempunyai neutrofil-neutrofil dalam lamina propia

dan kelenjar epitel dan suatu peningkatan dalam sel radang kronik pada

lamina propia. Kolonisasi Helicobacter pylori dalam duodenum terbatas

pada daerah metaplasia lambung dan ditemukan dalam epitelium pasien

dengan ulkus duodeni (Mc.Guigan, 2001). Kuman Helicobacter pylori

bersifat mikroaerofilik dan hidup di lingkungan yang unik, di bawah

mukus dinding lambung yang bersuasana asam. Kuman ini mempunyai

enzim urease yang dapat memecah ureum menjadi amonia yang bersifat

basa, sehingga tercipta lingkungan memungkinkan kuman ini bertahan

hidup (Rani, 2001)

Gejalah  tukak peptik dapat menimbulkan beberapa gejala umum.

Misalnya seperti rasa nyeri pada perut disertai rasa terbakar atau panas,

perasaan kenyang, kembung, atau bersendawa berlebihan, intoleransi

terhadap makanan berlemak, maag hingga mual. 

Pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi gejala penyakit

tukak lambung yang disebabkan karena HP (helicobacter pylori) yang

8
harus di obati menggunakan antibiotika yang bisa diperoleh melalui resep

dokter. Antibiotik yang sering digunakan adalah kombinasi klaritomisin

dengan amoxsisilin atau metronidazole yang harus digunakan selama 2

(dua) minggu. Selain itu dikombinasi dengan menggunakan obat seperti

mebendazole atau albendazole untuk mengurangi produksi asam lambung

atau melindungi permukaan mukosa lambung dan serangan asam

lambung. (Crawford dan Kumar, 2003). Secara garis besar pengelolaan

penderita dengan tukak peptik adalah sebagai berikut:

a. Non – Farmakologi

1) Istirahat

Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila

kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap.

Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap walaupun

mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya jam

istirahat, berkurangnya refluks empedu, stress dan penggunaan

analgesik. Stress dan kecemasan memegang peran dalam

peningkatan asam lambung dan penyakit tukak (Tarigan, 2001).

2) Diet

Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung

susu tidak lebih baik daripada makanan biasa, karena makanan

halus akan merangsang pengeluaran asam. Cabai, makanan

merangsang, makanan mengandung asam dapat menimbulkan rasa

9
sakit pada beberapa pasien tukak dan dispepsia non tukak,

walaupun belum dapat dibuktikan keterkaitannya (Tarigan, 2001).

3) Pantang merokok

Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik,

menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman

bulbus duodenum, menambah refluks duogenogastrik akibat

relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan

tukak (Tarigan, 2001).

b. Farmakologi

1) Antagonis Reseptor H2

Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan

cara berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor

H2 pada sel pariental lambung. Bila histamin berikatan dengan H2

maka akan dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan

antara histamin dan reseptor digantikan dengan obat-obat ini, maka

asam tidak akan dihasilkan. Efek samping obat golongan ini yaitu

diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada otot dan konstipasi

(Berardy and Lynda, 2005).

Simetidin Per oral 300 mg atau 400 mg 800 mg IV 300 mg 4x sehari

2x sehari 1x sehari 4x sehari, Ranitidin Per oral 150 mg atau 300 mg

IV 50 mg 2x sehari 1x sehari 3-4 x sehari Famotidin Per oral 20 mg

atau 40 mg IV 20 mg 2x sehari 1x sehari 1x sehari Nizatidin Per

oral 150 mg atau 300 mg 2x sehari 1x sehari (Lacy dkk, 2008).

10
2) PPI (Proton Pump Inhibitor)

Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim KH

ATPase yang akan memecah KH ATP akan menghasilkan energi

yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli serta

pariental ke dalam lumen lambung. Panjang dapat menimbulkan

kenaikan gastin darah dan dapat menimbulkan tumor karsinoid pada

tikus percobaan. Pada manusia belum terbukti gangguan

keamanannya pada pemakaian jangka panjang (Tarigan, 2001).

Penghambat pompa proton dimetabolisme dihati dan

dieliminasi di ginjal. Dengan pengecualian penderita disfungsi hati

berat, tanpa penyesuaian dosis pada penyakit liver dan penyakit

ginjal.

Dosis Omeprazol 20-40 mg/hr,

Lansoprazol 15-30 mg/hr,

Rabeprazol 20 mg/hr,

Pantoprazol 40 mg/hr dan

Esomeprazol 20-40 mg/hr (Lacy dkk, 2008).

Inhibitor pompa proton memiliki efek yang sangat besar

terhadap produksi asam. Omeprazol juga secara selektif

menghambat karbonat anhidrase mukosa lambung, yang

kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat suspensi asamnya

(Parischa dan Hoogerwefh, 2008).

11
Efek samping obat golongan ini jarang, meliputi sakit

kepala, diare, konstipasi, muntah, dan ruam merah pada kulit. Ibu

hamil dan menyusui sebaiknya menghindari penggunaan PPI (Lacy

dkk, 2008).

3) Sulkrafat

Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam,

hidrolisis protein mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut

berkontribusi terhadap terjadinya erosi dan ulserasi mukosa.

Protein ini dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain

menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sulkrafat juga

memiliki efek sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi

lokal prostagladin dan faktor pertumbuhan epidermal (Parischa dan

Hoogerwefh, 2008).

Dosis sulkrafat 1gram 4x sehari atau 2gram 2x sehari. Efek

samping yang sering dilaporkan adalah konstipasi, mual dan mulut

kering (Berardy dan Lynda, 2005).

4) Koloid Bismuth

Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan

bersama protein pada dasar tukak dan melindungi terhadap

rangsangan pepsin dan asam. Dosis obat 2 x 2 tablet sehari. Efek

samping, berwarna kehitaman sehingga timbul keraguan dengan

pendarahan (Tarigan, 2001).

12
5) Analog Prostaglandin : Misoprostol

Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung

menambah sekresi mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan

aliran darah mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal

terjadinya tukak gaster pada pasien yang menggunakan OAINS.

Dosis 4 x 200 mg atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari. Efek

samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot

uterus sehingga tidak dianjurkan pada wanita yang bakal hamil

(Tarigan, 2001).

Misoprostol dapat menyebabkan eksaserbasi klinis (kondisi

penyakit bertambah parah) pada pasien yang menderita penyakit

radang usus, sehingga pemakaiannya harus dihindari pada pasien

ini. Misoprostol dikontaindikasikan selama kehamilan, karena dapat

menyebabkan aborsi akibat terjadinya peningkatan kontaktilitas

uterus. Sekarang ini misoprostol telah disetujui penggunaannya oleh

United States Food and Drug Administration (FDA) untuk

pencegahan luka mukosa akibat NSAID (Parischa dan Hoogerwefh,

2008).

6) Antasida

Pada saat ini antasida digunakan untuk menghilangkan

keluhan nyeri dan obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan

asam lambung secara lokal. Preparat yang mengandung magnesium

akan menyebabkan diare sedangkan aluminium menyebabkan

13
konstipasi. Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh

sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x

30 cc (3 kali sehari malam dan sebelum tidur). Efek samping diare,

berinteraksi dengan obat digitalis, barbiturat, salisilat, dan kinidin

(Tarigan, 2001).

2. Diare

Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair,

bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya

(tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011). Diare adalah

buang air besar pada lebih dari 3 kali sehari disertai perubahan konsistensi

tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung

kurang dari satu minggu (Juffrie dan Soenarto, 2012).

Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat

kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10ml/kg/hari) dengan

peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan

berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto dan Liwang, 2014). Berdasarkan

ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa diare adalah buang air

besar dengan bertambahnya frekuensi yang lebih dari biasanya 3 kali

sehari atau lebih dengan konsistensi cair.

Menurut Ariani, A.P (2016) jenis diare dibagi menjadi :

1) Diare akut, yaitu BAB dengan frekuensi yang meningkat dan

konsistensi tinja yang lembek atau cair dan datang secara mendadak,

serta berlansung dalam waktu kurang dari 2 minggu.

14
2) Diare persisten, yaitu diare akut dengan atau tanpa disertai darah dan

berlanjut sampai 14 hari atau lebih. Jika terdapat dehidrasi sedang atau

berat, diare persisten di klasifikasikan sebagi berat. Jadi, diare

persisten adalah bagian dari diare kronik yang disebabkan oleh

penyabab lain.

3) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 4 minggu, yang

memiliki penyebab yang bervariasi dan tidak seluruhnya diketahui.

Menurut Tanto dan Liwang (2006) dan Suraatmaja (2007), proses

terjadinya diare disebabkan oleh berbagai factor diantaranya

1) Faktor infeksi

Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang

masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang

dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan

daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus

yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi

cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan

menyebabkan transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa

mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan

meningkat.

2) Faktor malabsorpsi

Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang

mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi

15
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan

isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

3) Faktor makanan

Faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu

diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus

yang mengakibatkan penurunan kesempatan untukmenyerap makan

yang kemudian menyebabkan diare.

4) Faktor psikologi

Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan

peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan

makanan yang dapat menyebabkan diare

Pencegahan Diare Untuk mencegah penyebaran diare dapat dilakukan

dengan cara:

a. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun sampai bersih pada lima

waktu penting:

1) Sebelum makan.

2) Sesudah buang air besar (BAB).

3) Sebelum menyentuh balita anda.

4) Setalah membersihkan balita anda setelah buang air besar.

5) Sebelum proses menyediakan atau menghidangkan makan untuk

siapapun.

16
Obat yang digunakan dalam penanganan Diare

1. Oralit

Oralit adalah obat yang mengandung senyawa elektrolit dan mineral

seperti natrium klorida, kalium klorida, glukosa anhidrat, natrium

bikarbonat, dan trisodium citrate dihydrate.

Senyawa-senyawa tersebut berfungsi untuk mengembalikan cairan tubuh

yang hilang akibat diare. Orang dewasa bisa minum oralit 12 gelas pada

3 jam pertama buang air besar (BAB) terus-menerus, kemudian 2 gelas

tiap kali menceret atau BAB lagi.

2. loperamide

loperamide adalah obat yang bekerja untuk memperlambat gerak usus agar

menghasilkan feses dalam bentuk lebih padat. Dosis loperamid untuk

orang dewasa adalah 4 mg setelah buang air besar (BAB). Obat diare ini

maksimal dikonsumsi 8 mg per hari.

3. Bismuth Subsalicylate

memiliki sifat antidiare dan antiradang. Obat ini bekerja memperkuat

dinding lambung dan usus kecil untuk melindungi organ pencernaan Anda

dari infeksi bakteri. Dosis obat untuk dewasa yang mengalami diare adalah

524 mg tiap 30 – 60 menit. Jangan lebih dari 8 kali minum dalam 24 jam.

4. Attapulgite

Attapulgite adalah zat yang memperlambat kerja usus besar agar dapat

menyerap lebih banyak air sehingga tekstur feses jadi lebih padat. Sakit

perut akibat menceret akan berangsur-angsur pulih setelah minum obat ini.

17
Orang dewasa yang mengalami diare bisa mengonsumsi 2 tablet

attapulgite setiap selesai buang air besar. Dosis maksimal adalah 12 tablet

dalam sehari.

5. Suplemen Probiotik

Suplemen Probiotik sering digunakan sebagai obat untuk mengatasi

menceret pada orang dewasa yang disebabkan bakteri penyebab diare E.

coli dan Salmonella.

probiotik Lactobacillus dianjurkan dikonsumsi dalam dosis 1 – 10 miliar

colony forming units (CFU) per hari. Untuk probiotik Saccharomyces

boulardii, dosis untuk orang dewasa adalah 250 – 500 mg per hari.

Obat antibiotik untuk diare

1) Cotrimoxazole

Cotrimoxazole adalah antibiotik yang mengandung dua jenis zat obat,

yaitu sulfametoksazol dan trimetoprim. Obat ini diberikan untuk pasien

yang mengalami menceret parah karena infeksi bakteri E. coli.

Dosis untuk dewasa adalah 960 mg dan diminum 2 kali dalam sehari.

Untuk infeksi berat, dosisnya yaitu 2.880 mg per hari, tapi perlu dibagi

menjadi 2 jadwal konsumsi.

2) Ciprofloxacin

Obat ini berfungsi untuk membasmi bakteri Campylobacter jejuni dan

Salmonella enteritidis. Ciprofloxacin baru akan diresepkan oleh dokter

bila antibiotik lini pertama seperti cotrimoxazole dan cefixime tidak

menunjukkan efek pada pasien.

18
Orang dewasa bisa minum obat ini sebanyak 2 kali sehari selama diare

dengan dosis 500 mg per sekali minum. Dokter biasanya menyarankan

untuk mengonsumsi obat 1 – 5 hari, tergantung tingkat keparahan infeksi.

3) Levofloxacin

Antibiotik golongan fluoroquinolone ini sering digunakan untuk

mengobati diare karena kemampuannya dalam mempercepat durasi

penyakit dan bisa ditoleransi lebih baik oleh tubuh. Orang dewasa yang

mengalami diare bisa minum obat ini sekali sehari 500 mg.

Dokter bisa menaikkan dosis hingga 750 mg jika memang diperlukan.

Efek dari obat ini akan terasa sekitar 6 – 9 jam setelah minum dosis

pertama.

4) Cefixime

Cefixime digunakan untuk diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri

Salmonella typhi. Diare yang disebabkan oleh bakteri ini juga biasanya

memunculkan gejala muntaber.

Saat mengalami diare, Anda bisa mengonsumsi obat ini sekali sehari

dengan dosis 400 mg atau 200 mg setiap 12 jam.

3. Konstipasi

Konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai

kesulitan saat pengeluaran feses atau rasa tidak tuntas dan feses keras,

kering dan banyak (NANDA, 2015-2017). Konstipasi adalah persepsi

gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar.

Dikatakan konstipasi jika buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau

19
3 hari tidak buang air besar dan diperlukan mengejan secara berlebihan

(Dharmika, 2009). Kejadian konstipasi dianggap remeh yang sesekali

dialami dan tidak berdampak pada gangguan sistem tubuh, tetapi jika tidak

segera ditangani dapat menimbulkan komplikasi (Claudia et al, 2018).

PENYEBAB Gejala dan tanda yang umum ditemukan pada sebagian besar

pada penderita konstipasi yaitu:

a. Kekurangan cairan tubuh

b. Tidak makan cukup serat, seperti buah, sayuran dan sereal

c. Stres atau depresi dan aktivitas yang cukup padat

d. Gaya hidup dan pola makan yang kurang teratur

e. Kurang aktivitas fisik atau olahraga

f. Efek samping pengobatan tertentu yang mengandung banyak kalsium atau

alumunium (misalnya obat diare, analgesik, dan antasida)

g. Kehamilan karena perubahan hormon dapat mengendurkan otot usus

sehingga melambatkan pergerakan usus

TANDA DAN GEJALA

a. Buang air besar kurang dari tiga kali dalam seminggu

b. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku

c. Mengejan untuk buang air besar

d. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat

bergesekan dengan tinja yang panas dan keras

e. Perdarahan pada dubur atau lecet karena feses yang keras

20
PENGOBATAN

Tujuan dari pengobatan konstipasi adalah untuk melancarkan air besar.

Normalnya buang air besar terjadi setiap dua atau tiga hari sekali.

a. Minum air putih lebih banyak

Minum air sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter per hari agar konstipasi bisa

mereda. Hindari minuman berkafein, karena dapat memicu hilangnya cairan

dalam tubuh, yang memicu haus saat puasa.

b. Meningkatkan konsumsi serat

Tambahkan sayur pada menu makanan, seperti kentang, wortel, bayam,

kangkung, atau kol selama sembelit. Jadikan buah-buahan sebagai camilan di

waktu senggang, seperti buah kiwi atau jeruk.

c. Berolahraga secara teratur

Jogging merupakan salah satu olahraga yang dapat meredakan dan mencegah

konstipasi.

d. Minum obat konstipasi

Mengonsumsi obat pencahar disebut laksatif. Terdapat beberapa jenis laksatif

dengan cara kerja yang berbeda, diantaranya:

 Minum obat konstipasi Terapi lain berupa latihan otot pinggang untuk

lebih rileks dan semakin kencang atau jika kasus berat, membutuhkan

operasi.

 Suplemen serat seperti psyllium, calcium polycarbophil, serat

metilselulosa.

 Stimulant seperti bisacodyl.

21
 Osmotik membantu cairan bergerak melalui kolon, seperti oral magnesium

hidroksida, magnesiumsitrat, laktulosa, polietilen glikol.

 Lubrikan (pelumas) dapat membantu feses keluar lebih mudah.

 Pelunakan feses dengan menyerap cairan dari usus halus. Enema dan

suppositoria seperti sodium fosfat dapat digunakan untuk melunakkan

feses dan merangsang rasa ingin buang air besar.

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil diskusi di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Penyakit yang berhubungan dengan system pencernaan adalah peptik

ulser dimana penyakit tersebut disebabkan oleh Helicobacter pylori. Diare

(BAB) dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang

lembek atau cair dan datang secara mendadak, serta berlansung dalam

waktu kurang dari 2 minggu, dan pada penyakit konstipasi adalah

penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai kesulitan saat

pengeluaran feses atau rasa tidak tuntas dan feses keras, kering dan

banyak.

2. Ada pun obat yang diunakan dalam system pencernaan adalah: pada

penyakit peptic ulser (non-farmakologi: istirahat, diet. Farmakologi:

ranitidine, sucralfate, antasida dan lansoprazole). Pada penyakit diare obat

yang digunakan adalah (umum digunakan : oralit, attapulgite, lacto-B,

antobiotik: cotrimoxazole, ciprofloxacin, levofloxacin dan cefixime).

B. Saran

Adapun saran sebaiknya kita menjaga dan mengontrol pola makan kita

agar kesehatan system pencernaan dapat tetap terjaga serta dapat menjalankan

tugas dan fungsinya sebagaiaman mestinya

23
DAFTRA PUSTAKA

Abe, T., Hachiro, Y., Ebisawa, Y., Hishiyama, H., Murakami, M., and Kunimoto,
M. 2014. Efficacy of Lubiprostone in Chronic Constipation: Clinical and
Work Productivity Outcomes. J Gastroint Dig Syst. Japan. IV(5).

Agrawal, K., Ghildiyal, S., Gautam, M. 2012. Studies On Laxative Effect Of


Extract Of Dried Fruit Pulp Of Cassia Fistula. Journal of Natural
Remedies. XII(2): Pp. 118–127.

Akanmu, M., Iwalewa, E., Elujoba, A. and Adelusola, K. 2004. Toxicity


Potentials of Cassia Fistula Fruits as Laxative with Reference to Senna.
Nigeria. African Journal of Biomedical Research. VII: Pp. 23–26.

Ali, Md. 2014. Cassia Fistula Linn: A Review Of Phytochemical And


Pharmacological Studies. International Journal of Pharmaceutical Sciences
and Research. V(6): Pp. 125–2130.

Bardosono, S., Sunardi, D. 2011. Functional Constipation and its related factors
among female workers. Maj kedokteran Indonesia, LXI(3): Pp. 126–129.

Benninga, M., Candy D.C., Catto-Smith A.G., et al. 2005. The Paris Consensus
on Childhood Constipation Terminology (PACCT) Group. J Pediatr
Gastroenterol Nutr. XI: Pp. 273–275.

BPOMRI. 2011. Acuan Sediaan Herbal Volume Keenam Edisi Pertama. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Pp. 4.

Eva, F. 2015. Prevalensi Konstipasi Dan Faktor Risiko Konstipasi Pada Anak.
Tesis. Denpasar. Program Pascasarjana. Universitas Udayana. Pp. 20.

Gunawan, S., Nafrialdi R., Elysabeth. 2011. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5.
Jakarta. Badan penerbit FKUI. Pp. 525–530.

Mozaffarpur, S.A., Naseri, M., Esmaeilidooki, M., Kamalinejad, M., and Bijani,
A. 2012. The Effect Of Cassia Fistula Emulsion On Pediatric Functional
Constipation In Comparison With Mineral Oil: A Randomized, Clinical
Trial. DARU Journal of Pharmaceutical Sciences. XX(1).

Oktaviana, E.S., Setiarini, A. 2013. Hubungan Asupan Serat Dan Faktor-Faktor


Lain Dengan Konstipasi Fungsional Pada Mahasiswi Reguler Gizi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 2013.
Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia. Depok.

24
Sakulpanich, A., Gritsanapan W. 2008. Extraction method for high content of
anthraquinones from Cassia fistula pods. J Health Res. XXII(4): Pp. 167–
172.

Sakulpanich, A., Gritsanapan W. 2012. Standarization and toxicity evaluation of


Cassia fistula pod pulp extract for alternative source of herbal laxative
drug. Pharmacognosy Journa. IV(28): Pp. 6–12. Susilowati, D. 2010. Cara
Tepat Atasi Sembelit. Medika Republika. 30 November 2010: Pp. 23.

Suzanne, L. 2000. PDR For Herbal Medicine. Montvale, Bergen Country:


Medical Economics Company Inc. Pp. 354–355. Soedibyo, B.R.A.M.
1998. Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan. Jakarta. Balai
Pustaka. Pp. 375.

Yanfu, Zuo. 2002. Chinese Acupuncture and Moxibustion. Shanghai. Publishing


house of Shanghai University of Traditional Chinese Medicine. Pp. 267–
269.

Yanfu, Zuo. 2003. Science Of Chinese Materia Medica. Shanghai. Publishing


house of Shanghai University of Traditional Chinese Medicine. Pp. 2–9.
Yin, Liu. 2000. Advanced Modern Chinese Acupuncture Therapy. Beijing.
New World Press. Pp 330–332.

Sakulpanich, A., Gritsanapan W. 2012. Standarization and toxicity evaluation of


Cassia fistula pod pulp extract for alternative source of herbal laxative
drug. Pharmacognosy Journa. IV(28): Pp. 6–12.

Susilowati, D. 2010. Cara Tepat Atasi Sembelit. Medika Republika. 30 November

2010: Pp. 23.

Suzanne, L. 2000. PDR For Herbal Medicine. Montvale, Bergen Country:


Medical Economics Company Inc. Pp. 354–355. Soedibyo, B.R.A.M.
1998. Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan. Jakarta. Balai
Pustaka. Pp. 375.

Yanfu, Zuo. 2003. Science Of Chinese Materia Medica. Shanghai. Publishing


house of Shanghai University of Traditional Chinese Medicine. Pp. 2–9.

Yin, Liu. 2000. Advanced Modern Chinese Acupuncture Therapy. Beijing. New
World Press. Pp 330–332.

25
LAMPIRAN

1. Sistem pencernaan

2. Contoh obat peptik ulser

3. Contoh obat Diare

26
4. Contoh obat Konstipasi

27

Anda mungkin juga menyukai