Anda di halaman 1dari 36

PENETAPAN KADAR ZAT PADA MAKANAN DAN

KOSMETIK

OLEH
ULFAH HIDAYAH YASIR
51622011027

PROGRAM STUDI FARMASI


UNIVERSITAS PANCASAKTI
YAYASAN PENDIDIKAN AL AGSHAN
MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-

Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada

waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Penetapan Kadar Zat Pada

Makanan”

Makalah ini berisikan tentang metode penetapadan kadar zat pada makanan dan

kosmetik

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan dan kritik untuk kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 21 November 2022

Ulfah Hidayah yasir


51622011027
Daftar Isi
KATA PENGANTAR............................................................................................................................................2
BAB 1.......................................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................................................4
1.3 TUJUAN..........................................................................................................................................................4
BAB 2.......................................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................................5
2.1 PENENTUAN KADAR ZAT PADA MAKANAN..........................................................................................5
2.1.1 Metode Penentuan Kadar Zat Pada Makanan...........................................................................5
2.2 PENENTUAN KADAR ZAT PADA KOSMETIK........................................................................................20
2.2.1 Metode Penetapan Kadar Zat Pada Kosmetik..........................................................................22
BAB 3.....................................................................................................................................................................35
PENUTUP.............................................................................................................................................................35
3.1 KESIMPULAN................................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................................36
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Obat, kosmetik dan makanan merupakan komodoitas yang penting


yang telah menjadi bagian kehidupan manusia. Saat sekarang, komoditas
tersebut telah menjadi suatu kebuthan pokok untuk menjaga kualitas
hidup, kualitas Kesehatan maupun meningkatkan nilai-nilai kehidupan.
Pengetahuna tentang obat, kosmetik dan makanan mutlak dimiliki oleh
semua penggunanya, sehingga dapat diperoleh manfaat yang dibutuhkan.
Kurangnya pengerahuan mengenai obat, kosmetik amupun makanan
dapay menimbulkan penurunan kualitas hidup.

Analisis pangan adalah salah satu subbidang ilmu pangan yang


berhubungan dengan cara-cara atau metode analitis dalam mendeteksi
dan menetapkan komponen-komponen yang terdapat dalam bahan
pangan baik segar maupun olahan. Pengetahuan ini sangat dibutuhkan
oleh ahli ilmu dan teknologi pangan, terutama untuk menentukan apakah
suatu bahan atau produk pangan mengandung komponen-komponen yang
berbahaya atau tidak.

Analisis pangan menghasilkan data-data yang sangat dibutuhkan


untuk mendukung suatu keputusan dalam menentukan mutu pangan
ataupun tingkat keamanannya. Oleh karena itu, analisis harus dilakukan
dengan baik agar data yang diperoleh mempunyai ketepatan dan ketelitian
yang tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selain itu
data-data yang diperoleh harus dilaporkan sesuai dengan kaidah yang ada
agar tidak menimbulkan kesalahan dalam menginterpretasikannya.

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang digunakan pada bagian


luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan serta melindungi dan memelihara tubuh pada
kondisi baik

Metode analisis untuk pengujian beberapa bahan pengawet yang


digunakan dalam kosmetik berupa metode analisis idntifikasi dan
penetapan kadar pengawet dalam kosmetika secara kromatografi lapis
tipis (KLT) dan kromatografi cair (KCKT)

Pengujian kemanan untuk produk kosmetik dilakukan dengan


tujuan untuk menetapkan ada atau tidaknya bahan- bahan yang dilarang
dan menguji kadar bahan- bahan yang tidak diizinkan yang digunakan
dalam produk kosmetik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengetahui metode penentuan kadar zat pada makanan


2. Mengetahui metode penentuan kadar zat pada kosmetik

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui penentuan kadar zat pada makanan


2. Untuk mengetahui pennetuan kadar zat pada kosmetik
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Penentuan Kadar Zat pada Makanan

Analisa mutu kimia merupakan suatu metode analisis secara kimia


untuk mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan
atau pangan. Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung
komponen lain dengan jumlah yang sangat kecil. Analisis proksimat
adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandugan
nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu bahan
pangan analisis atau pengujian kimia yang dilakukan untuk bahan baku
yang akan di proses lebuh lanjut dalam industry menjadi barang jadi.
Analisis prosimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas bahan
panga terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di
dalamnya.

2.1.1 Metode Penentuan Kadar Zat Pada Makanan

1. Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan


arena air dapat mempengaruhi acceptability, kenampakan,
kesegaran, tekstur, serta cita rasa pangan. Kenaikan sedikit
kandungan air pada bahan kering dapat mengakibatkan kerusakan,
baik akibat reaksi kimiawi maupun pertumbuhan mikroba
pembusuk. Di dalam bahan pangan terdapat tiga kategori air yaitu
air bebas, air terikat lemah (air teradsorbsi), dan air terikat kuat.
Pada pengukuran kadar air bahan pangan, air yang terukur adalah
air bebas dan air teradsorbsi.
Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali
temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam
proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan
pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi,
enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga
proses tersebut memerlukan air dimana kini telah diketahui bahwa
hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses
tersebut .
Penentuan kadar air untuk berbagai bahan berbeda-beda
metodenya tergantung pada sifat bahan. Misalnya, untuk bahan
yang tidak tahan panas, berkadar gula tinggi, berminyak dan lain-
lain penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan
oven vakum dengan suhu rendah, untuk bahan yang mempunyai
kadar air tinggi dan mengandung senyawa volatil (mudah
menguap) penentuan kadar air dilakukan dengan cara destilasi
dengan pelarut tertentu yang berat jenisnya lebih rendah daripada
berat jenis air. Untuk bahan cair yang berkadar gula tinggi,
penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan
reflaktometer,dsb .
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang
dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau
berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah
mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen,
sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100
persen
Kandungan air dalam pangan dapat ditentukan dengan
beberapa metode penetapan kadar air. Penentuan kadar air bahan
perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terdapat dalam
bahan sehingga dapat ditentukan proses penanganan atau
pengolahan selanjutnya dan menentukan kualitas produk akhir
serta digunakan untuk menentukan daya awet suatu bahan karena
jumlah air dalam bahan pangan biasanya dapat menjadi tolak ukur
bagi keberadaan mikroorganisme perusak bahan pangan khususnya
pada aktifitas air bahan
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi
kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena
itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting
agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat
penanganan yang tepat. Banyaknya kadar air dalam suatu bahan
pakan dapat diketahui bila bahan pangan tersebut dipanaskan pada
suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara 100%
dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan
hingga ukurannya tetap .
Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan
dengan beberapa metode, tergantung pada sifat bahannya. Metode-
metode penentuan kadar air diantaranya metode pengeringan
(dengan oven biasa), metode distilasi, metode kimia, dan metode
khusus seperti refraktometer Pada praktikum ini menggunakan
metode oven (gravimetri). Metode gravimetri terdiri atas dua jenis,
yaitu gravimetri secara langsung dan tidak langsung. Pada metode
gravimetri langsung zat yang akan ditentukan merupakan suatu
hasil analisis yang bobotnya dapat ditimbang, sedangkan dalam
metode tidak langsung zat yang akan ditentukan bobotnya
diperoleh dari bobot sebelum dan sesudah proses Gravimetri
merupakan proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau
senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis
gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal senyawa murni
stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat
ditimbang dengan teliti, sehingga dapat diketahui massa tetapnya.

2. Kadar Abu
Analisa kadar abu metode pengabuan kering menggunakan
panas tinggi dan adanya oksigen. Metode pengabuan cara kering
banyak dilakukan untuk analisis kadar abu. Caranya adalah dengan
mendestruksi komponen organik contoh dengan suhu tinggi di
dalam suatu tanur (furnace) pengabuan, tanpa terjadi nyala api
sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat tetap
(konstan) tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak
sebagai oksidator.Oksidasi komponen organik dilakukan pada suhu
tinggi 500-6000C. Residu yang tertinggal ditimbang dan merupakan
total abu dari suatu contoh. Analisa kadar abu bertujuan untuk
memisahkan bahan organik dan bahan anorganik suatu bahan
pangan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan mineral pada bahan tersebut. Abu terdiri dari mineral
yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam
detergen Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein
kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
Sampel yang digunakan pada metode pengabuan kering
ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang dipilih
berdasarkan sifat bahan yang akan dianalisis serta jenis analisis
lanjutan yang akan dilakukan terhadap abu. Jenis-jenis bahan yang
digunakan untuk pembuatan cawan  antara lain adalah kuarsa,
vycor, porselen, besi, nikel, platina, dan campuran emas-platina.
Cawan porselen paling umum digunakan untuk pengabuan karena
beratnya relatif konstan setelah pemanasan berulang-ulang dan
harganya yang murah.Meskipun demikian cawan porselen mudah
retakk, bahkan pecah jika dipanaskan pada suhu tinggi dengan tiba-
tiba.
Sebelum diabukan, sampel-sampel basah dan cairan
biasanya dikeringkan lebih dahulu di dalam oven pengering.
Pengeringan ini dapat pula dilakukan menentukan kadar air
sampel. Pra-pengabuan dilakukan di atas api terbuka, terutama
untuk sampel-sampel yang seluruh sampel mengering dan tidak
mengasap lagi. Setelah perlakuan ini, baru sampel dimasukkan ke
dalam tanur (furnace)Apabila pengabuan yang berkepanjangan
tidak dapat menghasilkan abu bebas karbon (carbon free ash),
residu harus dibasahi lagi dengan air, dikeringkan dan kemudian
diabukan sampai didapat abu berwarna putih ini, residu dapat pula
diperlakukan  dengan hidrogen peroksida, asam  nitrat dan atau
asam sulfat, tetapi perlu diingat bahwa perlakukan ini akan
mengubah bentuk mineral yang ada di dalam abu.(Fauzi, 2006)
Jika diperlukan, dapat pula residu yang belum bebas karbon
dilarutkan dalam sejumlah kecil air dan kemudian disaring dengan
kertas saring berkadar abu rendah. Kedua bagian ini kemudian
diabukan kembali secara terpisah.
Pemanasan di dalam tanur  adalah dengan suhu 400-600
derajat Celcius dan zat anorganik yang tertinggal di dalam
pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash). Jumlah abu
dalam bahan pangan hanya penting untuk menentukan perhitungan
bahan ekstrak tanpa nitrogen. Kandungan abu ditentukan dengan
cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada
suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan
suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan
terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili
bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan
organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan
yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan
sulfur akan hilang selama pembakaran. Kandungan abu dengan
demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada
makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.

3. Kadar lemak
Lemak adalah bagian dari lipid yang mengandung asam
lemak jenuh bersifat padat. Lemak merupakan senyawa organik
yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut organik nonpolar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5),
kloroform (CHCl3), benzena, hexana dan hidrokarbon lainnya.
Lemak dapat larut dalam pelarut tersebut karena lemak mempunyai
polaritas yang sama dengan pelarut (Herlina  2002). Lipida adalah
senyawa organik yang terdapat di dalam mahluk hidup yang tidak
larut di dalam air tetapi larut di dalam pelarut nonpolar seperti
heksan, dietileter.Komponen utama lipida adalah lemak, lebih 95%
lipida adalah lemak.Lemak adalah triester asam lemak dan gliserol.
Nama kimia dari lemak adalah triasilgliserol (TAG) dan nama lain
yang sering digunakan adalah trigliserida
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan
dengan metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam
tabung soxhlet. Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini
bukan lemak murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya,
ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol,
dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak
tidak sepenuhnya benar. Penetapan kandungan lemak dilakukan
dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah
untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga
merubah warna dari kuning menjadi jernih
Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat
dilakukan dengan alat ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dengan alat
Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien, karena pelarut yang
digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar
minyak atau lemak, bahan yang diuji harus cukup kering, karena
jika masih basah selain memperlambat proses ekstraksi, air dapat
turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi dalam perhitungan
Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan
pelarut semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu
memenuhi ruang ekstraksi selama 5 sampai dengan 10 menit dan
secara menyeluruh memenuhi sampel kemudian kembali ke tabung
pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang
dari contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini
menggunakan efek perendaman contoh dan tidak menyebabkan
penyaluran. Walaupun begiru, metode ini memerlukan waktu yang
lebih lama daripada metode kontinu .
Prinsip dari analisa kadar lemak dengan melarutkan
(ekstraksi) lemak yang terdapat dalam bahan dengan pelautlemak
(ether) selama 3-8 jam. Beberapa pelarut yang dapat digunakan
adalah kloroform, heksana, danaseton. Lemak yang terekstraksi
(larut dalm pelarut) terakumulasi dalamwadah pelarut (labu sokhlet)
kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengancara dipanaskan dalam oven
suhu 60°C. Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak (titik
didih lemak lebih besar dari 60°C, sehingga tidak menguap dan
tinggal di dalam wadah). Lemak yang tinggal dalam wadah ditentukan
beratnya.
4. Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting
bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur, Protein adalah sumber asam- asam
amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki
oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula
posfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur
logam seperti besi dan tembaga
Protein juga dapat diartikan sebagai zat makanan yang
paling kompleks. Protein terdiri dari karbon, hydrogen, oksigen,
nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor. Protein sering disebut
sebagai zat makanan bernitrogen karena protein merupakan satu-
satunya zat  makanan yang mengandung unsur nitrogen. Protein
esensial untuk pembangunan protoplasma hidup karena terdiri dari
unsure karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Protein
terkandung dalam makanan nabati dan hewani, tetapi protein
hewani paling bernilai untuk tubuh manusia sebagai materi
pembangun karena komposisinya sama dengan protein manusia. Di
lain pihak protein nabati lebih murah. Protein ini lebih bermanfaat
sebagai bahan bakar tubuh daripada sebagai pembangun tubuh,
tetapi menyediakan asam amino lebih murah yang dibutuhkan
tubuh untuk membangun jaringan
Analisis protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
berbagai metode yaitu salah satunya dengan cara Kjeldhal. Cara
Kjeldhal digunakan untuk menganalisis kadar protein yang kasar
dalam makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis
dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan nilai
tersebut dengan angka konversi, diperoleh nilai protein dalam
bahan makanan itu.

Menurut Sudarmadji (2007) tahapan dalam melakukan metode


Kjeldahl yaitu :
 1.Tahap Destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat
sehingga terjadi destruksi menjadi unsur – unsurnya.Elemen
karbon, hydrogen teroksidai menjadi CO, CO2 dan H2O.
Sedangkan nitrogennya ( N ) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses dekstruksi sering ditambahkan
katalisator selenium. Dengan penambahan bahan katlisator
tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga
destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370
– 4100C. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi
jernih atau tidak berwarna lagi.
 Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi
ammonia ( NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan
dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya ditangkap
oleh larutan asam standar.Asam standar yang dipakai adalah
asam borat 3 % dalam jumlah yang berlebihan. Untuk
mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi
indikator misalnya BCG + MR dan atau PP. Destilasi diakhiri
bila sudah semua ammonia terdestilasi dengan ditandai destilat
tidak bereaksi basis.
 Tahap Titrasi
Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia
dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N

%N= x N HCl x 14,008 x


100 %
Setelah diperoleh % N selanjutnya dihitung kadar proteinnya
dengan mengalikan suatu faktor : % P = % N x faktor konversi.
Jumlah protein dalam pangan ditentukan dengan
kandungan nitrogen bahan pangan kemudian dikali dengan
faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa
protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis
proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi
dasar yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen
bahan pangan merupakan protein, kenyataannya tidak semua
nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen
protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak
selalu 16%. Senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah
menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein
pakan dapat meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein
dalam rumen tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh
ternak. Jika konsumsi N makanan rendah, maka N yang
dihasilkan dalam rumen juga rendah. Jika nilai hayati protein
dari makanan sangat tinggi maka ada kemungkinan protein
tersebut didegradasi di dalam rumen menjadi protein berkualitas
rendah. Kelemahan dari penentuan kadar protein kasar yakni
nitrogen yang terdapat dalam bahan selain terdapat dalam protein
juga terdapat dalam senyawa organik lainnya sehingga terhitung
sebagai komponen fraksi protein kasar. Senyawa bukan protein
yang mengandung nitrogen disebu NPN (non protein nitrogen).
Prinsip cara analisis Kjeldhal yaitu mula-mula bahan
didekstruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis
selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi
ditampung atau dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldhal
pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu : cara makro
dan semimikro. Cara makro Kjledhal digunakan untuk contoh
yang sukar homogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang
semimikro Kjeldhal dirancang untuk ukuran kecil yaitu kurang
dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut
akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk N-N
dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar.
Kekurangan cara analisis ini adalah bahwa purin, pirimidin,
vitamin-vitamin, kreatina ikut teranalisis dan terukur sebagai
nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih
digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar
protein dalam makanan .

5. Kadar Gula Pereduksi


Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro.
Karbohidrat ada yang dapat dicerna oleh tubuh sehingga
menghasilkan glukosa dan energi, dan ada pula karbohidrat yang
tidak dapat dicerna yang berguna sebagai serat makanan. Fungi
utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah untuk
menyediakan energy bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya
tergantung pada suplai karbohidrat berupa glukosa. Kekurangan
glukosa darah (hipoglikemia) bisa menyebabkan pingsan atau fatal,
sementara bila kelebihan glukosa darah menimbulkan
hiperglikemia yang bila berlangsung terus meningkatkan resiko
penyakit diabetes atau kencing manis. Karbohidrat adalah sumber
energi utama bagi tubuh manusia. Manusia memenuhi kebutuhan
karbohidrat setiap harinya dari makanan pokok yang dikonsumsi,
seperti dari beras, jagung, sagu, ubi, dan lain sebagainya. Akan
tetapi bukan berarti karbohidrat hanya terdapat pada golongan
bahan makanan yang telah disebutkan di atas, pada golongan buah
dan beberapa jenis sayur dan kacang- kacangan juga terdapat
kandungan karbohidrat meskipun kandungannya tidak sebanyak
golongan serealia dan umbi. Karbohidrat banyak terdapat dalam
bahan nabati, baik berupa gulasederhana, heksosa, pentose maupun
karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pectin,
selulosa, dan lignin. Sumber karbohidrat utama bagi bahan
makanan kita adalah serealia dan umbi-umbian.Misalnya
kandungan pati dalam beras 78,3%, jagung 72,4%, singkong 34,6%
dan talas 40%. Pada kedelai yang sudah tua cadangan karbohidrat,
khususnya pati menurun sebaliknya terbentuklah sukrosa dan
galaktosa silsukrosa. Beberapa galaktosasilsukrosa tersebut adalah
rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa .
Salah satu metode kimiawi yang dapat digunakan untuk
analisa karbohidrat adalah metode oksidasi dengan kupri. Metode
ini didasarkan pada peristiwa tereduksinya kupri okisida menjadi
kupro oksida karena adanya kandungan senyawa gula reduksi pada
bahan. Reagen yang digunakan biasanya merupakan campuran
kupri sulfat, Na-karbonat, natrium sulfat, dan K-Na-tartrat (reagen
Nelson Somogy) (Fauzi, 1994). Gula reduksi adalah gula yang
mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini dikarenakan
adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang
mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator
seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah
glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa
Penentuan gula reduksi dan gula total dapat dilakukan
dengan Metode Nelson-xSomogyi. Metode ini mendasarkan pada
daya reduksi sederhana terhadap ion tembaga menjadi kupro
oksida dan senyawa-senyawa gula lain. Bila kemudian kuprooksida
direaksikan dengan arsen omoblidat akan membentuk senyawa
molibdenum (senyawa kompleks berwarna biru) yang dapat ditera
pada spektrofotometer. Metode ini juga mengisyaratkan perlunya
menghilangkan senyawa protein darilarutan yang dapat dilakukan
dengan cara penambahan bahan pengumpulzink hidroksida
(dengan menambah BaOH dan ZnSo4) dan kemudian
disentrifugasi untuk memisahkan endapan proteinnnya. Penentuan
gulatotal pada prinsipnya sama dengan penentuan gula reduksi,
tetapi gula nonreduksi yang ikut ditera diuraikan dulu menjadi
komponen penyusunnya agar sifat reduksinya muncul (Suhardi,
1997). Penentuan gula reduksi dapat ditentukan setelah
menghidrolisa ikatan glikosidik dengan asam klorida pada suhu
800C atau dengan asam kuat pada suhu tinggi (pemanasan),
kemudian larutan sampel yang sudah dinetralkan kembali dianalisis
dengan menggunakan reagen Nelson-Somogyi. Jadi, untuk gula
reduksi dilakukan hidrolisis terlebih dahulu. Perhitungan dalam
metode ini yaitu kandungan gula pereduksi dalam sampel bahan
ditentukan dengan menggunakan kurva standar (hubungan antara
konsentrasi gula standar dengan absorbans) dan memperhitungkan
pengenceran yang dilakukan. Apabila kandungan gula pereduksi
diketahui, maka kandungan gula non-pereduksi dapat ditentukan
sebagai selisih antara kadar total gula dengan kadar gula pereduksi.
6. Kadar Vitamin C
Vitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut
dalam air. Sumber Vitamin C sebagian besar tergolong dari sayur-
sayuran dan buah-buahan terutama buah-buahan segar. Asupan gizi
rata-rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang
dianjurkan untuk orang dewasa.Namun, terdapat variasi kebutuhan
dalam individu yang berbeda .
Vitamin C atau asam askorbat merupakan senyawa organik
derivatheksosa yang mempunyai berat molekul 178 dengan rumus
molekul C6H8O6, titikcairnya 190-192oC, bersifat larut dalam air,
sedikit larut dalam aseton dan alkoholyang mempunyai berat
molekul rendah, dengan logam membentuk garam, tidaklarut
dalam lemak, mudah teroksidasi dalam keadaan larutan, terutama
padakondisi basa, ada katalisator Fe dan Cu, enzim askorbat
oksidase, sinar serta suhutinggi, peka terhadap panas, stabil dalam
kondisi asam (pH rendah) dan kondisikristal kering, berbentuk
kristal warna putih, reduktor kuat, rasanya masam,mudah
teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat tetapi mudah tereduksi
menjadiasam askorbat kembali, dan tidak berbau.
Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan
diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan
monosakarida.Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan D-
galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar
hewan.Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam
askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk
teroksidasi).Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam
dehidro askorbat terjadi apabila bersentuhan dengan tembaga,
panas, atau alkali.
Untuk mengetahui kadar vitamin C pada suatu bahan
pangan, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengetahuinya, diantaranya adalah metode titrasi dan metode
spektrofotometri. Terdapat 3 metode titrasi, diantaranya yaitu
Iodium, Metode tintrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) dan Titrasi
asam basah. Dimana metode titrasi Iodium adalah Metode yang
paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak
memerlukan peralatan laboratorium yang canggih.titrasi ini
memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C
dan memakai amilum sebagai indikatornya.
Pada Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) metode ini
menggunakan 2,6 D dan menghasilkan hasil yang lebih spesifik
dari titrasi yodium. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan
asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam
katalis lain mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang
dilakukan karena harga dari larutan 2,6  dan asam metafosfat
sangat mahal (Wijanarko, 2002). Titrasi Asam-Basa merupakan
contoh analisis volumetri, yaitu, suatu cara atau metode, yang
menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat
basa maka titran harus bersifat asam dan sebaliknya. Untuk
menghitungnya kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol
NaOH = mol asam Askorbat (Sastrohamidjojo, 2005). Sedangkan
Metode Spektrofotometri, larutan sampel (vitamin C) diletakkan
pada sebuah kuvet yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang
gelombang yang sama dengan molekul pada vitamin C yaitu 269
nm. Analisis menggunakan metode ini memiliki hasil yang
akurat.Karena alasan biaya, metode ini jarang digunakan.
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat –
zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium –
iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Cara
melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi
iodium yaitu secara langsung disebut iodimetri, dimana digunakan
larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat
dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya. Metode dalam
menentukan kadar vitamin C yang paling umum digunakan adalah
metode titrasi iodium. Metode ini paling banyak digunakan, karena
murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium
yang canggih.titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang
mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai
indikatornya.

2.2 Penentuan Kadar Zat Pada Kosmetik

Pengujian kemanan untuk produk kosmetik dilakukan dengan


tujuan untuk menetapkan ada atau tidaknya bahan- bahan yang dilarang
dan menguji kadar bahan- bahan yang tidak diizinkan yang digunakan
dalam produk kosmetik.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2011 mengenai
“Metode Analisis Kosmetik”
Pasal 1

Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:

1. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk


digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa
mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, dan mengubah
penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.
2. Metode Analisis adalah prosedur teknis tertentu yang ditujukan untuk
pelaksanaan analisis kosmetika.

Pasal 2

Ruang lingkup metode yang ditetapkan dalam Peraturan ini berupa


beberapa Metode Analisis untuk:

1. pengujian cemaran mikroba;


2. pengujian logam berat;
3. pengujian beberapa bahan yang dilarang digunakan dalam Kosmetika;
dan
4. pengujian beberapa bahan pengawet yang digunakan dalam
Kosmetika.

Pasal 3

Metode analis untuk cemaran mikroba sebagaimana dimaksud dengan


pasal 2 angka 1, berupa Metode Analisis untuk :
a. Penetapan Angka kapang Khamir dan Uji Angka lempen Total dalam
Kosmetika sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini, dan
b. Uji efektivitas dalam kosmetik sebagimana tercantum dalam
Lampiran 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
ini

Pasal 4
Metode Analisis untuk pengujian logam berat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 angka 2, berupa Metode Analisis Penetapan kadar
LOgam Berat (arsen, Kadminum, Timbal, dan merkuri) dalam Kosmetik
sebagimana tercantum dalam lampiran 3 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan ini

Pasal 5

Metode Analisis untuk pengujian beberapa bahan yang dilarang


digunakan dalam Kosmetika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 3
berupa Metode Analisis untuk:

1. identifikasi Asam Retinoat dalam Kosmetika secara Kromatografi


Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
2. identifikasi Bahan Pewarna yang Dilarang dalam Kosmetika secara
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT)
3. identifikasi dan Penetapan Kadar Hidrokinon dalam Kosmetika secara
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT)
4. identifikasi Senyawa Kortikosteroid dalam Kosmetika secara
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT)

2.2.1 Metode Penetapan Kadar Zat Pada Kosmetik

a. Identifikasi asam Retinoat Pada Kosmetik


Asam Retinoat atau di label produk kadang ditulis sebagai tretinoin
dapat menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, dan teratogenik
(cacat pada janin). Asam retinoat adalah bentuk asam dan bentuk
aktif dari vitamin A ( retinol).Asam retinoat ini sering digunakan
sebagai bentuk sediaan vitamin A topical, yang hanya dapat
diperoleh dengan resep dokter. Bahan ini sering dipakai pada
preparat untuk kulit terutama untuk pengobatan jerawat, dan
sekarang banyak dipakai untuk mengatasi keruskan kulit akibat
paparan sinar matahari (sundamage) dan untuk pemutih

Asam Retinoat mampu mengatur pembentukan dan


penghancuran sel- sel kulit. Kemampuannya mengatur siklus hidup
sel mini juga dimanfaatkan oleh kosmetik anti-aging atau efek-efek
penuaan. Asam Retinoat merupakan zat peremajaan non peeling
karena merupakan iritan yang menginduksi aktivitas mitosis
sehingga terbentuk startum korneum yang kompak dan halus,
meningkatkan kolagen dan glikosaminoglikan dalam dermis
sehingga kulit menebal dan padat serta meningkatkan vaskularisasi
kulit sehingga menyebabkan kulit memerah dan segar (Andriyani,
2011). Asam retinoat atau tretinoin juga mempunyai efek samping
bagi kulit yang sensitive, seperti kulit menjadi gatal, memerah dan
terasa panas serta jika pemakaian yang berlebihan khususnya pada
wanita yang sedang hamil dapat menyebabkan cacat pada janin
yang dikandungannya.

Metode Pengujian kandungan asam retinoat merujuk pada


metode pengujian yang dikeluarkan oleh BPOM RI. Sampel
kasus sebanyak 3 sampel ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan
ke dalam tabung sentrifugasi 50 ml, kemudian ditambahkan 20
ml methanol, lalu disonifikasi selama 30 menit, Kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit.
Supernetran diambil dan disaring dengan penyaring membrane
berukuran 0,45 μm ( Larutan A).
Dibuat larutan baku dengan cara menimbang 5 mg Asam
Retinoat BPFI kemudia dimasukan kedalam labu terukur 5 ml
yang berwarna gelap. Dilarutkan dan diencerkan dengan
methanol hingga tanda batas ( Larutan B1). Sejumlah 0,5 ml
Larutan B1 dipipet, dimasukan ke dalam labu terukur 10 ml.
Dilarutkan dan diencerkan dengan methanol hingga tanda batas,
lalu disaring dengan penyaring membrane berukuran 0.45 μm
( Larutan B).

Selanjutnya dilakukan proses analisis sampel dengan


menggunakan HPLC tersebut. Dimana volume penyuntikan
masing- masing larutan sampel dan larutan baku adalah 20μL.
Alat HPLC yang digunakan di BPPOM Denpasar menggunakan
sistem autosampler sehingga alat akan secara otomatis
menginjeksikan sampel. Kolom yang digunakan adalah kolom
berisi Fenil (L11) dengan ukuran 250 x 4,6 mm dan ukuran
partikel 5 μm. Laju alir yang digunakan pada pengujian adalah
0,8 mLper menit, fase gerak berupa Asam Formiat 0,1 % :
Metanol (10 : 90), detector yang digunakan PDA ( Photo Diode
Array), suhu kolom 40 °C dan panjang gelombang digunakan
353 nm, dimana panjang gelombang tersebut merupakan panjang
gelombang maksimum asam retinoat.

Dalam proses analisis, dilakukan terlebih dahulu pengujian


kesesuaian sistem instrument, Menurut USP, Uji Kesesuaian
Sistem (UKS) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kromatografi gas dan kromatografi cair. Hal ini bertujuan untuk
menverifikasi bahwa resolusi dan reproduktifitas dari sistem
kromatografi memadai untuk analisis yang akan dilakukan.
Pengujian didasarkan pada konsep bahwa peralatan, elektronik
dan sampel yang akan dianalisis merupakan suatu sistem integral
yang selalu dapat di evaluasi. Prosedur UKS menggunakan
larutan baku asam retinoat dimana dilakukan pengukuran
sebanyak 6 kali dengan HPLC dengan fase gerak Asam Formiat
0,1 % : Metanol (10 :90) dan flow rate 0,8 mL/ menit.

Gambar 4.1 nilai % RSD Waktu Retensi UKS

Dari gambar 4.1 diketahui bahwa nilai % RSD waktu


retensi UKS sebesar 0,054 % dan luas are UKS sebesar 0,085 %.
Kriteria keberiterimaan untuk UKS adalah % RSD waktu retensi
dan luas ≤ 2 % (Gandjar dan Rohman, 2007). Sehingga sistem
HPLC dapat digunakan untuk melakukan pengujian terhadap 4
sampel kosmetik. Dari hasil pengujian menggunakan HPLC akan
diperoleh hasil berupa waktu retensi, panjang gelombang
maksismal dan kromatogram dari larutan baku dan larutan
sampel. Waktu retensi larutan sampel dan larutan baku asam
retinoat dibandingkan sebagai parameter identifikasi adanya asam
retinoat pada larutan sampel, dapat dilihat bahwa salah satu
sampel dengan kode 06/ K/Kasus/V/19 B mengahasilakn waktu
retensi, kromatogram dan Panjang gelombang maksimum yang
sama dengan larutan baku asam retinoat. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa sampel tersebut dinyatakan mengandung asam
retinoat.

Gambar 4.2 Hasil Waktu Retensi, Panjang Gelombang Maksimal, dan


Kromatogram dari Sampel yang Dibandingkan dengan Larutan Baku Asam
Retinoat

Berdasarkan Badam POM tahun 2008 menyataka bahwa


kosmetik tidak boleh mengandung asam retinoat, sehingga produk
yang digunakan sebagai sampel dengan kode 06/ K/Kasus/V/19 B
tidak boleh beredar di Indonesia dan harus dilakukan penindakan
terhadap sampel tersebut. Untuk memastikan keakuratan data
hasil analisis perlu dilakukan analisis sekali lagi dengan
menggunakan metode yang sama dengan staf penguji dan waktu
yang berbeda.

b. Identifikasi Hidrokuinon pada Kosmetik

pemutih/ pencerah kulit adalah produk yang ditunjukan


untuk mencerahkan atau menghilangkan perwarnaan kulit yang
tidak diinginkan. Produk ini didesai untuk bekerja dengan cara
berpenetrasi kedalam kulit dan menganggu produksi pigmen oleh
sel kulit. Di beberapa negara produk ini digolongkan sebagai obat
dan bukan sebagai kosmetik yang digunakan dengan bebas. Produk
pemutih kulit adalah salah satu produk kosmetik yang mengandung
bahan aktif yang dapat menekan atau menghambat pembentukan
melanin atau menghilangkan melanin yang sudah terbentuj
sehingga memberikan warna kulit yang lebih putih. Keterbatasan
pengetahuan tentang berbagai produk kosmetik pemutih membuat
masyarakat tidak tahu dampak negatif yang timbul jika tidak
berhati- hati. Pemakian hidroquinon dengan kadar 2 % dari netto
kosmetik sudah dianggap tingga dan apabila kadarnya lebih dari itu
dapat menyebabkan efek negatif seperti vitiligo, okronosis
eksogen, kelaianan pada ginjal, kanker darah dan kerusakan DNA (
Westerhof dan Kooyers 2005).

Hidrokuinon merupakan senyawa kimia yang bersifat larut


air, padatannya bernentuk Kristal jarum tidak bewarna, jika
terpapar cahaya dan udara warnanya akan berubah menjadi gelap.
Hidrokuinon memiliki strutur kimia C6H6O2 dengan nama kimia
1,4 benzendiol dan mengalami oksidasi terhadap cahaya dan udara.
Hidrokuinon dapat menekan pembentukan melanin. Melanin
merupakan zat yang memberikan warna coklat dan coklat
kehitaman pada kulit. Pembentukan melanin akan lebih cepat
apabila enzim tirosinase bekerja aktif dengan dipicu oleh sinar ultra
violet. Pembentukan melanin dapat dihambat dengan beberapa
cara, diantaranya menurunkan sintesi tirosinase, menurunkan
transfer tirosinase dan menghambat aktivitas tirosinase. Senyawa
hidrokuionon ini digunakan sebagai bahan pemutih dan
pencegahan pigmentasi yang menghambat enzim tirosinase.
Walaupun sudah terbukti efektif sebagai senyawa yang dapat
menginhibisi kerja tirosinase, hidrokuionon mempunya efek
negative salah satunya merusak kemampun hidup sel menyebabkan
kelainan kulit bahkan dapat mengakibatkan kanker kulit.

Metode pengujian kandungan hidrokuinon merujuk pada


metode pengujian yang dikeluarkan oleh Asean Cosmetic Method.
Sampel kasus sebanyak 4 sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram
dilarutkan dengan pelarut hidrokuinon kemudian di vorrex,
selanjutnya dipanaskan pada waterbath selama 10 menit lalu
disaring dan dimasukkan kedalam vial. Selanjutnya dilakukan
proses analisis sampel dengan menggunakan HPLC tersebut.
Dimana volume penyuntikan masing- masing larutan sampel dan
larutan baku adalah 20 μL. Alat HPLC yang digunakan di BBPOM
Denpasar menggunakan sistem autosampler sehingga alat akan
otomatis menginjeksi sampel. Laju alir yang digunakan pada
pengujian adalah 0,8 mL per menit, fase gerak berupa MeOH :
Water (55:45), detector yang digunakan adalah PDA ( Photo Diode
Array), dan panjang gelombang yang digunakan yaitu 295 nm,
dimana panjang gelombang tersebut merupakan panjang
gelombang maksimum hidrokuinon.

Dalam tahapan proses analisis, dilakukan terlebih dahulu


pengujian kesesuaian sistem pada instrument . Menurut USP, Uji
Kesesuaian Sistem (UKS) yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kromatografi gas dan kromatografi cair. Hal ini
bertujuan untuk memverifikasi bahwa resolusi dan reproduktifitas
dari sistem kromatografi memadai untuk analisis yang akan
dilakukan. Pengujian didasarkan pada konsep bahwa peralatan,
elektronik, dan sampel yang akan dianalisis merupakan suatu
sistem intergral yang selalu dapat dievaluasi . Prosedur UKS
menggunakan larutan baku hidrokuinon dimana dilakukan
pengukuran sebanyak 6 kali dengan HPLC dengan fase gerak
larutan MeOH : Water (55:45) dan flow rate 0,8 mL/menit.

Gambar 4.3 Hasil Pengujian Kesesuaian Sistem HPLC dengan


Pengukuran Sebanyak 6 Kali Menggunakan Larutan Baku Hidrokuinon

Dari gambar 4.2 diketahui bahwa nilai % RSD waktu retensi


UKS sebesar 0,506 % dan luas area UKS sebesar 0,091%. Kriteria
keberterimaan untuk UKS adalah % RSD waktu retensi dan luas
are ≤ 2% (Gandjar dan Rohman, 2007). Sehingga sistem HPLC
dapat digunakan untuk melakukan pengujian terhadap 4 sampel
kosmetik. Dari hasil pengujian menggunakan HPLC akan
diperoleh hasil berupa waktu retensi, panjang gelombang
maksimal, dan kromatogram dari larutan baku dan larutan sampel.
Waktu retensi larutan uji dan larutan baku hidrokuinon
dibandingkan sebagai parameter identifikasi adanya hidrokuionon
pada larutan sampel,dapat dilihat bahwa salah satu sampel dengan
kode 06/K/Kasus/V/19A menghasilkan waktu retensi yang sama
dengan larutan baku hidrokuinon, namun didapatkan kromatogram
dan panjang gelombang maksimal sampel yang berbeda. Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut dinyatakan tidak
mengandung hidrokuinon.
c. Penetapan Kadar Metanol, Etanol dan Isopropanol dalam produk
Kosmetik Sediaan Cair secara Kromatografi gas

Penetapan kadar metanol, etanol dan isopropanol dilakukan


pada produk kosmetik sediaan cair, seperti penyegar wajah dan eau
de toilette bukan aerosol, dimana dalam menetapkan kadarnya
dilakukan dengan metode kromatografi gas. Prinsip yang
diterapkan dalam penetapan kadar ini yaitu metanol dapat
dipisahkan dari matriks sampel dan dianalisis secara kromatografi
gas berdasarkan titik didih dan polaritasnya terhadap fase diam.
Tahap awal yang dilakukan pada pengujian ini yaitu membuat
larutan baku internal dengan cara memipet 25 mL n-propanol
kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 50 mL.
Preparasi yang dilakukan selanjutnya yaitu pembuatan larutan baku
metanol, etanol dan isopropanol. Namun pembuatan larutan baku
internal dan larutan baku pada kali ini tidak dilakukan, dikarenakan
tahap tersebut telah dilakukan oleh penyelia yang sedang bertugas
pada saat itu. Langkah berikutnya yaitu pembuatan larutan uji yang
dilakukan dengan cara memipet 2 mL sampel kemudian
dimasukkan ke dalam wadah labu ukur 50 mL.

Kemudian dilakukan penambahan 2 mL larutan baku


internal, lalu diencerkan dengan air hingga tanda dan digojog
hingga homogen. Larutan uji ini kemudian disaring dan diambil ±
1 mL secara duplo dengan tujuan untuk meningkatkan ketepatan
percobaan. Tahap selanjutnya yaitu dilakukan penetapan kadar
pada larutan baku dan larutan uji. Masing-masing dari larutan
tersebut disuntikan sebanyak 1 μm secara terpisah dan dilakukan
penetapan kadar secara kromatografi gas. Teknis analisis yang
diterapkan yaitu dengan pengaturan atau program suhu, dimana
laju kenaikan diawali dengan 50oC, kemudian 200oC selama 6
menit dan terakhir pada suhu 220oC selama 2 menit. Setelah
didapatkan hasil, maka dilanjutkan denganinterpretasi hasil, yang
mana hasil yang didapatkan kemudian dihitung berdasarkan kurva
kalibrasi. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan perhitungan
harus memiliki syarat bahwa kadar metanol tidak boleh lebih dari
5% dihitung sebagai persen (%) dari etanol dan isopropil alkohol.

d. Idenfifikasi Bahan Kimia Obat (BKO)

Prinsip identifikasi BKO dalam Produk Obat Tradisional


yaitu BKO dipisahkan dari matriks sampel dan diidentifikasi
dengan kromatografi lapis (KLT) berdasarkan kelarutan dan
polaritasnya. Identifikasi BKO dalam obat tradisional diawali
dengan preparasi sampel. Ditimbang setara 1 atau 2 dosis ke
erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 50 mL akuades,
larutan di basakan menggunakan NAOH 1 N sampai pH 10-11,
selanjutnya larutan dikocok ±30 menit. Larutan tersebut disaring
dan filtrat dimasukkan ke dalam corong pisah 250 mL, kemudian
diasamkan dengan penambahan HCl 1 N sampai pH menjadi 1-2.
Diekstrak tiga kali, tiap kali ekstraksi menggunakan 50 mL eter.
Ekstrak eter diuapkan hingga mengering di tangas pada suhu 60-
70oC. Sisa yang diperoleh dilarutkan dengan metanol ±5 mL.
Larutan baku pembanding yang digunakan yaitu Indometasin,
Natrium Diklofenak, dan Piroksikam dengan masing-masing
konsentrasi larutan baku 200 μg/mL dan untuk Ibuprofen
menggunakan konsentrasi larutan baku yaitu 1 mg/mL. Larutan
spiked yang digunakan yaitu larutan uji yang ditambahkan dengan
larutan baku pembanding.

Sampel larutan uji, larutan baku, dan spiked sampel


ditotolkan ke atas Silika Gel 60 F254 ukuran 20 x 20 cm. Volume
penotolan yang digunakan yaitu 25 μL dengan tipe totolan berupa
bentuk titik. Fase diam yang digunakan sebanyak dua lempeng
untuk uji identifikasi BKO, dimana masing-masing lempeng akan
dieluasi menggunakan fase gerak yang berbeda. Keterlibatan
Mahasiswa yaitu membantu menotolkan sampel ke atas plat silika,
sampel ditotolkan menggunakan pipet mikro ukuran 25μL.

Gambar 4.4 Larutan Sampel, spiked, dan Baku Pembanding telah ditotolkan
diatas Plat Silika

Setelah dilakukan penotolan, selanjutnya dilakukan eluasi


menggunakan fase gerak yang telah dijenuhkan sebelumnya selama
lebih kurang 3 jam. Fase gerak yang digunakan terdapat dua jenis
fase gerak, dimana eluen A terdiri dari Etil:Metanol:Amonia
dengan perbandingan (80:10:10 v/v/v) dan eluen B terdiri dari
kloroform:metanol (90:10 v/v). Jarak rambat eluasi yang digunakan
yaitu 15 cm. Hasil eluasi dilihat pada TLC Visualizer di sinar UV
254 nm. Hasil eluasi yang dilihat pada TLC Visualizer di sinar UV
254 nm ditampilkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.5 Hasil Evaluasi dengan eluen A (gambar A) dan hasil eluasi
dengan eluen B (gambar B)
Hasil yang diharapkan adalah obat tradisional sama sekali
tidak boleh mengandung bahan kimia obat. hasil uji dinyatakn
negatif apabila nilai Rf dari bercak larutan sampel tidak sama
dengan bercak pada larutan baku dan larutan spiked sampel.
Berdasarkan pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada sampel
yang diuji tidak menampakkan adanya bercak yang sejajar dengan
baku pembanding atau nilai Rf dari bercak sampel tidak sama
dengan bercak larutan baku dan larutan spiked sampel baik pada
plat yang dieluasi dengan etanol:metanol:amonia maupun pada plat
yang dieluasi dengan kloroform:metanol, sehingga dari pengujian
yang telah dilakukan dapat dinyatakan pada pengujian identifikasi
hasilnya negatif mengandung BKO.
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Penetapan kadar zat pada makanan meliputi Kadar Air, Kadar Abu,
Kadar Gula Reduksi, Kadar Protein, Kadar Lemak, Kadar Vitamin C
2. Penetapanan kadar zat pada kosmetik meliputi identifikasi Asam
REtinoat dalam kosmetik ,identifikasi bahan pewarna, identifikasi dan
penetapan kadar hidrokuinon, identifikasi senyawa kortikosteroid dalam
kosmetik dan semua metode tersebut menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
DAFTAR PUSTAKA

I wayan dkk,2015”aanlisis pangan”Jurusan ilmu dan teknologi pangan Fakultas


Teknologi pertanian universitas udayana, Denpasar
https://www.academia.edu/34598146/analisis_kimia_pangan_doc

http://repository.ut.ac.id/4670/1/PANG4411-M1.pdf

Ni putu,2019 “analisis pengujian kosmetik dan obat tradisional di laboratorium


balai besar pengawasan obat dan makanan di Denpasar” Fakultas
kedokteran universitas udayana, Denpasar

rahma, 2020 “analisis kandungan merkuri pada kosmetik pemutih wajah di


pasar karombasan kota manado” Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas sam ratulangi, manado

rojikun,2013”Laporan praktikum kimia dan analisis pangan”Fakultas


matematika dan ilmu pengetahuan alam,universitas terbuka

Anda mungkin juga menyukai