Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH PATOFISIOLOGI

“SISTEM PENCERNAAN MANUSIA”

OLEH : KELOMPOK 4
1. Faqih Kamaludin Isnain P1337430219009
2. Arsya Destian Rahmadhan P1337430219133
3. Dea Rifdah Aquila P1337430219153
4. Maulidya Nurhaliza P1337430219134

KELAS 1C
MATA KULIAH : PATOFISIOLOGI
DOSEN PENGAMPU : ARY KURNIAWATI, S. St., M. Si.
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SEMARANG
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami selaku penulis
dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Sistem Pencernaan” tepat pada
waktunya.

Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan


dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Akhir kata semoga ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempunaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materi nya. Kritik dan saran yang akan diberika dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah.

Semarang, 28 Januari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Presentasi kasus-kasus penyakit yang berdampak pada gangguan saluran
pencernaan mulai mengalami peningkatan. Kecukupan nutrisi tubuh berpengaruh
besar terhadap produktivitas dan hal itu sangat berkaitan erat dengan fungsi kerja
saluran pencernaan. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan
mampu memaksimalkan nilai pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan
penyerapan nutrisi.

Kerugian utama adanya gangguan pada organ dan saluran pencernaan


tentunya berupa terganggunya penyerapan nutrisi. Gangguan pencernaan akibat
kesalahan makanan misalnya akan menyebabkan saluran pencernaan tidak dapat
bekerja dengan baik. Hal lain berakibat pada terjadinya immunosuppresif.

Saluran pencernaan pada hewan terdiri atas organ-organ yang meliputi mulut,
tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus.
Namun, sistem pencernaan juga melibatkan organ-organ yang berada di luar
saluran pencernaan, seperti hati, kantung empedu, dan pankreas.

Penyebab terjadinya gangguan atau kelainan pada sistem pencernaan


makanan dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti pola makan yang salah,
kurang mengonsumsi sayuran,gaya hidup yang tidak sehat, dan lain-lain.

A. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan patologi ?
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan patogenesis pada sistem
pencernaan!
3. Sebutkan penyakit yang menyebabkan gangguan system pencernaan
dan Apa penyebabnya ?
4. Bagaimana perkembangan penyakit pada sistem pencernaan?
5. Jelaskan Indikasi pemeriksaan yang terjadi pada sistem pencernaan?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan patologi.
2. Untuk mengetahui patogenesis pada sistem pencernaan
3. Untuk mengetahui penyebab gangguan sistem pencernaan
4. Untuk mengetahui perkembangan penyakit pada sistem pencernaan.
5. Untuk mengetahui indikasi pemeriksaan yang terjadi pada sitem
pencernaan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Patologi

Patologi (berasal dari bahasa Yunani Kuno pathos (πάθος) yang berarti
"pengalaman" atau "penderitaan", dan -logia (-λογία) yang berarti "ilmu
pengetahuan") secara luas berarti ilmu pengetahuan bidang bioteknologi mengenai
penyakit secara umum di bidang layanan kesehatan dan penelitian (termasuk
patologi tumbuhan dan patologi hewan).
Secara sempit merupakan cabang bidang kedokteran yang berkaitan dengan
ciri-ciri dan perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau
keadaan bagian tubuh. Bidang patologi di dunia kedokteran terdiri atas patologi
anatomi dan patologi klinik. Ahli patologi anatomi membuat kajian dengan
mengkaji organ sedangkan ahli patologi klinik mengkaji perubahan pada fungsi
yang nyata pada fisiologi tubuh.
Patologi adalah kajian dan diagnosis penyakit melalui pemeriksaan organ,
jaringan, cairan tubuh, dan seluruh tubuh (autopsi).
Patologi juga meliputi studi ilmiah terkait proses penyakit, disebut patologi
umum.
Patologi umum, juga disebut investigasi patologi, eksperimental patologi
atau teoretis patologi, merupakan luas dan kompleks lapangan ilmiah yang
berusaha untuk memahami mekanisme cedera sel dan jaringan, seperti tubuh
sarana untuk menanggapi dan memperbaiki cedera.
Bidang studi termasuk adaptasi seluler cedera, nekrosis, peradangan,
penyembuhan luka dan neoplasia. Itu membentuk dasar patologi, penerapan
pengetahuan ini untuk mendiagnosis penyakit pada manusia dan hewan.
Istilah umum patologi juga digunakan untuk menggambarkan praktik
patologi anatomi dan klinis.
B. Patologi Dalam Pencernaan
Patologi penceranaan merupakan salah satu gangguan penyakit yang terjadi
pada bagian pencernaan manusia. Patologi pencernaan ini sendiri menyebabkan
gangguan pada aktivitas yang sedang dijalankan oleh penderitanya. Hal ini
disebabkan oleh rasa mual, mulas, tak bertenaga dan sebagainya.
Penyebab penyakit patologi pencernaan yang paling utama ini adalah pola
makan yang mungkin tidak sehat. Pada manusia sangat banyak hal yang
menyangkut berbagai organ yang terkait dengan sistem pencernaan.
Penyebabnya bermacam-macam, dapat terjadi karena luka di bagian dalam yang
terinfeksi oleh virus atau bakteri, hingga kelainan kerja fisiologis tubuh.
Oleh karena itu, kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
diberi tubuh yang sehat.

C. Macam-Macam Patologi Pada Sistem Pencernaan dan


Penyebabnya
Di antaranya beberapa macam penyakit patologi pencernaan adalah
sebagai berikut:

1. Gastritis (suatu radang yang akut atau kronis) adalah penyakit pada
sistem pencernaan  pada lapisan mukosa dinding lambung. Radang
yang akut dapat disebabkan karena produksi asam lambung yang tinggi
sehingga mengiritasi dinding lambung. Selain itu, bisa disebabkan oleh
bakteri. Penderita gastritis akan merasa lambungnya terbakar.
2. Radang hati yang menular (Hepatitis) merupakan infeksi virus pada
hati, sering meluas melalui air atau makanan yang terkontaminasi oleh
virus.
3. Diare dapat ditimbulkan karena adanya iritasi pada selaput dinding
kolon oleh bakteri disentri, diet yang jelek, zat-zat beracun, rasa
gelisah, atau makanan yang dapat menimbulkan iritasi pada dinding
usus.
4. Sembelit yang kronis bila defekasi terlambat, usus besar mengabsorpsi
air secara berlebihan dari feses dan menyebabkan feses menjadi kering
dan keras. Bila hal ini terjadi, pengeluaran feses menjadi sulit.
Menahan buang air besar pada waktu-waktu yang normal dapat
menyebabkan sembelit. Semebleit dapat juga disebabkan emosi seperti
rasa gelisah, cemas, takut atau stress.
5. Kanker lambung, yaitu gejala-gejala permulaan dari kanker lambung
hampir sama dengan gejala-gejala yang disebabkan gangguan lain pada
alat pencernaan, antara lain merasa panas, kehilangan nafsu makan,
ketidaksanggupan mencerna (salah cerna) berlangsung terus menerus,
dan kadang-kadang timbul rasa nyeri pada lambung.
6. Radang usus buntu, bila usus buntu (umbai cacing) meradang,
membengkak dan terisi oleh nanah. Kondisi ini disebut radang usus
buntu atau apendistis.
7. Hemaroid, adalah pembengkakkan vena didaerah anus. Hemaroid
cenderung berkembang pada orang-orang yang terlalu lama duduk
terus menerus atau pada orang yang menderita sembelit. Hemaroid
juga sering terjadi pada wanita hamil dan orang-orang yang terlalu
gemuk. Gejala-gejala hemaroid meliputi rasa gatal-gatal, nyeri dan
pendarahan.
8. Keracunan makanan, umumnya disebabkan oleh bakteri yang
terdapat dalam makanan. Bakteri dalam makanan dapat
membahayakan atau menghasilkan racun yang membahayakan tubuh.
Geajala-gejala keracunan makanan meliputi muntah-muntah, diare,
nyeri (sakit) rongga dada dan perut serta demam.

Penyakit-penyakit patologi pencernaan seperti yang disebutkan di atas di


antaranya bisa disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini:

 Pola makan yang salah


 Infeksi dari bakteri, mikroba lainnya atau cacing.
 Terdapat kelainan pada sistem pencernaan itu sendiri
D. Perkembangan Patologi Pencernaan
1. GIGI dan GUSI
 Karies Dentis

Karies merupakan akibat destruksi komponen klasifikasi gigi


oleh asam. Asam diproduksi oleh bakteri,biasanya oleh strain
spesifikdari Streptococcus mutans,yang berperan utama untuk
menyaring gula yang terperangkap sewaktu kontak dengan dentin
oleh ‘plaque’,suatu campuran antara bakteri dan residu gula.

 Gingivitis

Gingivitis akut(radang gusi) merupakan infeksi yang jarang


ditemukan,disebabkan oleh basil anaerob Borrelia vincentti dan basil
fusiform. Gingvitis akut merupakan penyakit ulseratif derajat
berat,pada mulanya disebut infeksi Vincent,yang mampu menyebar
luas sepanjang tepi gusi dan ke dalam sampai menghancurkan
tulang.
2. MULUT
 Ulkus Aftosa / Stomatitis Aftosa (Canker Sore)

Morfologi :
Lesi ini berupa ulkus kecil tungga atau multipel (biasanya garis
tengah kurang dari 5 mm), terdapat pada mukosa oral. Biasanya lesi
nyeri dan tampak dangkal dengan anyaman nekrotik yang
hemoragik, berupa erosi superfisial bundar yang sering ditutupi oleh
eksudat putih abu-abu dengan cincin eritematosa. Lesi ini mungkin
sendiri-sendiri atau berkelompok di mukosa oral nonkerati, terutama
mole; mukosa bukolabial, dasar mulut, dan tepi lateral lidah.

Etiologi :
Tidak diketahui, tetapi kemungkinan bersifat imunologis; sering
dipicu oleh stress, demam, sebagian penderita mempunyai hubungan
dengan kelainan gastrointestinal, seperti penyakit coehac atau radang
usus besar.
 Infeksi Fungal

Morfologi :

Timbul sebagai plak putih pada mukosa oral yang terdiri atas
anyaman hifa jamur, yang menginvasi epitel, berrsama dengan
polimorfonukleus dan fibris.Infeksi dapat mengenai neonatus,
penderita yang memperoleh terapi antibiotik spektrum luas dan
invidu yang immunocompromised.

Etiologi :

Disebabkan oleh ragi yang mirip jamur Candida albicans, yang


merupakan penghuni normal rongga mulut yang ditemukan pada 30-
40% populasi.
 Leukoplakia

Morfologi :
Merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan lesi-lesi kecil
keratosis dan bersifat premaligna.Suatu bercak atau plak mukosa
keputihan berbatas tegas yang disebabkan oleh penebalan epidermis
atau hiperkeratosis.
Etiologi :

Lesi tidak diketahui sebabnya, kecuali bahwa terdapat keterkaitan


erat dengan pemakaian tembakau, terutama merokok dengan pipa
dan tembakau dengan asap (kantung tembakau, tembakau sedotan,
mengunyah). Yang keterkaitannya lebih lemah adalah gesekan
kronis, misalnya akibat gigi palsu yang pemasangannya kurang pas
atau gigi yang bergerigi, penyalahgunaan alkohol, dan makanan
iritan. Antigen papiloma virus manusia dilaporkan ditemukan di
sebagian lesi yang berkaitan dengan tembakau, yang menimbulkan
kemungkinan bahwa virus dan tembakau bekerja sama untuk
memicu pembentukan lesi ini.

 Kanker rongga mulut dan lidah

Morfologi :
Hampir semua kanker rongga mulut adalah karsinoma sel skuamosa.
Lesi ini dapat menimbulkan nyeri lokal atau kesulitan menelan,
tetapi banyak yang asimtomatik sehingga lesi (yang terbiasa
dirasakan oleh lidah) diabaikan. Tempat asal yang predominan
(sesuai urutan frekuensi) adalah :
- Batas vermilion tepi lateral bibir bawah
- Dasar mulut
- Batas lateral lidah yang bergerak.

Lesi awal tampak sebagai penebalan sirkumskripta yang berwarna


putih seperti mutiara hingga abu-abu dan sangat mirip dengan bercak
leukoplakia. Lesi kemudian tumbuh secara eksofitik dan
menghasilkan nodus yang mudah terlihat dan diraba yang akhirnya
tumbuh seperti fungus, atau mungkin mengambil pola pertumbuhan
endofitik invasif dengan nekrosis sentral sehingga terbentuk ulkus
kanker.Tumor biasanya adalah karsinoma sel skuamosa penghasil
keratin yang berdiferensiasi sedang sampai baik.

Etiologi :
Pada awalnya tidak terasa nyeri dan tidak terdeteksi, terutama bila
mengenai daera seperti tiga belakang yang menyebabkan gangguan
menelan dan bicara. Ini menyebar sampai ke seluruh vital, sehingga
prognosis kanker lidah lebih buruk dibandingkan dengan kanker
bibir.

 Sialadenitis (Peradangan Kelenjar Liur)


Morfologi :
Semua kelenjar liur (mayor dan minor), serta kelenjar lakrimalis,
dapat terkena penyakit ini, yang menimbulkan mulut kering
(xerostomia) dan mata kering (keratokonjungtivitisika)

Etiologi :
Disebabkan oleh bakteri, virus, atau proses autoimun. Yang dominan
dari penyebab adalah infeksi virus gondongan (mumps), yang
menyebabkan pembesaran semua kelenjar liur utama, terutama
parotis. Penyebab utama adalah paramiksovirus, suatu virus
influenza dan parainfluenza. Sialadenitis bakterialis terjadi akibat
obstruksi duktus karena terbentuknya batu (sialolitiasis), tetapi juga
infeksi juga dapat terjadi akibat penjalaran retrogra bakteri rongga
mulut pada keadaan dehidrasi sistemik berat, seperti keadaan
pascaoperasi. Pasien dengan penyakit kronis dan menyebabkan
kelemahan, gangguan fungsi imun, atau mendapat obat yang
menyebabkan dehidrasi oral atau sistemik juga berisiko mengalami
sialadenitis bakterialis akut. Sialadenitis mungkin bersifat interstisial
atau menimbulkan fokus-fokus nekrosis supuratif atau bahkan abses.

 Tumor kelenjar liur


Morfologi :
Sel tumor membentuk duktus, asinus, tubulus, untai, dan lembaran
sel. Sel epitel tampak kecil dan gelap serta berbentuk kuboid hingga
kumparan. Elemen epitel ini bercampur denga stroma jaringan ikat
linggar yang sering miksoid dan kadang-kadang mengandung pulau-
pulau kondroin atau (Walaupun jarang) tulang. Setelah bertahun-
tahun (10 sampai 20 tahun) tumor jinak primer atau rekuren dapat
mengalami transformasi keganasa, yang disebut tumor kelenjar liur
campuran ganas. Keganasan lebih jarang terjadi di kelenjar parotis
(15%) daripada di kelenjar submandibula (40%).

Etiologi :
Adenoma Pleomorfik (Tumor campuran kelenjar liur); Tumor ini
biasanya sudah ada selama beberapa tahun sebelum dibawa ke
dokter. Tumor Warthin (Kistadenoma papilaris limfomatosum,
Kistadenolimfoma); Angka kekambuhan yang sekitar 10%
diperkirakan disebabkan oleh eksisi yang tidak komplet, sifat
multisentrik tumor, atau adanya tumor primer kedua. Transformasi
maligna jarang terjadi’ sekitar separuh dari kasus yang dilaporkan
terpajan radiasi.

3. FARING
 Faringitis
A. Faringitis Viral
Morfologi :
Penderita dengan infkesi ini mula-mula mengeluh faringitis atau
timbul faringitis pada masa sakitnya. Faringitis merupakan gambaran
umum dari demam yang umum, influenza, campak dan
mononukleosis (demam kelenjar)

Etiologi :
Penyebab utamanya adalah infeksi virus, tetapi virus penyebabnya
jarang teridentifikasi. Diduga sebagian besar kasus disebabkan oleh
adenovirus, tetapi infeksi virus lainnya terutama yang berada pada
traktus respitarius juga ikut bertangggung jawab.

B. Faringitis Streptokokus

Morfologi :
Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan infeksi akibat virus.
Pada penderita yang non-imun timbul bercak-bercak kulit yang
tersebar luas (demam scarlet) dan kadang-kadang menderita
proliferatif glomerulonefritis akut, demam reumatik atau purpura
Henoch-Schonlein.

Etiologi :
Disebabkan oleh streptokokus.
C. Faringitis ulseratif

Morfologi :
Merupakan komplikasi yang umum dari agranulositosis (defisiensi
polimoronukleus) akibat leukemia atau kegagalan sum-sum tulang.

Etiologi :
Dahulu penyebabnya yang penting adalah difteri, tetapi dewasa ini di
berbagai negara sudah dilakukan erdikasi dengan imunisasi.

 Tonsilitis

Morfologi :
Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang ditutupi oleh epitel
skuamosa non-keratin yang melanjut ke dalam beberapa celah; dapat
berperan sebagai tempat debris atau nidus infeksi.

Etiologi :

Disebabkan oleh bakinfeksi bakteri yang menimbulkan radang akut


atau, yang lebih sering terjadi, kekambuhan radang kronis yang
menimbulkan pembesaran tonsil dan kelemahan umum.
 Tumor

Morfologi :
Dapat berupa karsinomar epidermoid dan karsinoma sel
‘transisional’ yang memberikan gambaran epitel transisional di
antara epitel skuamosa dan kolumner, epitel jenis respirtorius.
Kebanyakan adalah anaplastik (undiferensiasi) dan dapa ditemukan
limfoma pada tonsil

Etiologi :

Penyebabnya belum dapat diidentifikasi, tetapi penderita karsinoma


nasofaring mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr
yang tinggi dibandingkan dengan kontrol sesuai umur, dan bagian
dari genom virus Epstein-Barr ini ditemukan pada jaringan kanker.

4. ESOFAGUS
 Akalasia
Morfologi :
Relaksasi inkompletsfingter esofagus bawah sebagai respon terhadap
menelan. Ditandai dengan disfagia progresif dan ketidakmampuan
menyalurkan secara total makanan ke dalam lambung.

Etiologi :
Tidak diketahui, autoimun dan riwayat infeksi virus diajukan sebagai
hipotesis, tetapi masih belum dibuktikan.

 Esofagitis

Morfologi :
Dapat terjadi secara akut maupun kronik. Esofagitis ringan secara
makroskopis mungkin tampak sebagai hiperemia biasa, tanpa
kelainan histologik. Sebaliknya, mukosa pada esofagitis berat
memperlihatkan erosi epitel konfluen atau ulserasi total ke dalam sub
mukosa.

Etiologi :
Peradangan ini disebabkan oleh antara lain intubasi lambung
berkepenjangan, uremia, ingesit bahan korosif atau iritan, dan radiasi
atau kemoterapi.
 Karsinoma esofagus

Morfologi :
Insiden sangat bervariasi secara geografik. Berhubungan dengan
faktor lingkungan. Dua jenis utama: karsinoma epidermoid dan
adenokarsinoma. Kebanyakan adenokarsinoma berasal dari epitel
kolumner metaplastik (esofagus Barrett)

Etiologi :

Esofagitis kronis; Esofagitis lama, akalasia, sindrom Plummer-


Vinson (selaput esofagus, anemia mikrositik hipokromik, glositis
atrofikans). Gaya hidup; konsumsi alkohol, penyalahgunaan
tembakau. Makanan; defisiensi vitamin (A,C, riboflavin, tiamin,
piridoksin), defisiensi trace metal (seng, molibdenum), pencernaan
makanan oleh fungus, kandungan nitrit/nitrosamin yang tinggi.
Predisposisi genetik; Tilosis (hiperkeratosis telapak tangan dan kaki)
 Gastroesofagus Refluks (GERD)
Morfologi :
Seringkali disebut nyeri ulu hati karena nyeri yang terjadi ketika
cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung, masuk dan
mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esofagus.
Terjadi karena adanya aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam
esofagus.

Etiologi :
GERD biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya
tonus sfingter esofagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih
tinggi dari esofagus. Hernia hiatus yang merupakan penonjolan
sebagian lambung melalui lubang diafragma juga dapat
menyebabkan refluks.

5. LAMBUNG
 Gastritis

Morfologi :
A. Gastritis Kronik :
Apapun penyebab atau distribusi histologik gastritis kronis,
peradangan terdiri atas infiltrat limfosit dan sel plasma di lamina
propria, kadang-kadang disertai peradangan neutrofilik di regio
leher lubang mukosa. Peradangan mungkin disertai oleh
pengurangan kelenjar dengan derajat bervariasi dan atrofi
mukosa. Metaplasia intestinalis mengacu pada digantikannya
epitel lambung oleh sel kolumnar dan goblet varian usus.
B. Gastritis Akut :
Eoris dan pendarahan yang timbul mudah dilihat dengan
endoskopi dan disebut gastritis erosif akut. Semua varian
ditandai dengan edema mukosa dan infiltrat peradangan neutrofi
dan mungkin oleh sel radang kronis. Gastritis akut mungkin
lenyap dalam beberapa hari dengan mukosa normal.

Etiologi:
Gastritis akut sering disebabkan oleh cedera kimia (misalnya
alkohol, obat). Bentuk umu gastritis kronis merupakan akibat infeksi
Helicobacter pylori. Gastritis kronis juga disebabkan oleh proses
autoimun, sering menyebabkan defisiensi vitamin B12. Gastritis
kimia (reaktif) disebabkan oleh regurgitasi bilians atau kerusakan
akibat obat.

 Ulkus Peptikum

Morfologi :
Putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah
epitel. Lesi kronis, umumnya solitar, yang dapar terjadi di setiap
bagian saluran cerna yang terpajan getah asam-peptik.
Etiologi:
Hiperasiditas, gastritis Helicobacter, refluks duodenum, NSAIDs,
merokok, dan faktor genetik.
 Karsinoma Lambung

Morfologi :

Sebagian besar adenokarsinoma. Kasus sebagian besar ditemukan


secara klinis sudah lanjut.Kasus dini (karsinoma terbatas pada
mukosa atau submukosa) mempunyai prognosis baik. Semua ulkus
gaster harus dianggap mempunyai potensi ganas.

Etiologi:
Adenokarsinoma Tipe-Intestinal
- Makanan;
1. Nitrit yan berasal dari nitrat (ditemukan dalam makanan dan
air minum, dan digunakan sebagai pengawet daging) dapat
mengalami nitrosoamin dan nitrosamida.
2. Makanan yang diasapkan dan acar
3. Asupan garam berlebihan
4. Menurunnya asupan buah dan sayuran segar;

- Gastritis kronis dengan metaplasia intestinal;


1. Infeksi Helicobacter pylori
2. Anemia pemisiosa
3. Kelainan anatomi; Setelah gastektomi distal subtotal
4. Karsinoma Difus
- Faktor resiko belum diketahui kecuali muutasi herediter E-
kaderin(jarang ditemukan)
- Sering terdapat infeksi Helicobacter pyloriHelicobacter pylori
dan gastritis kronis

 Dispepsia

Morfologi :
Nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang
sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit
atau rasa terbakar di perut.

Etiologi:
Ketidakpatuhan diet, waktu makan tidak teratur, dan adakalanya
berhubungan dengan ketakutan dan tekanan jiwa.

6. HATI
 Abses Hati
Morfologi :
Biasanya timbul pada keadaan defisiensi imun –misalnya usia sangat
lanjut, imunosupresi, atau kemoterapi kanker disertai kegagalan
sumsum tulang. Abses hati piogenik (bakteri) dapat terjadi sebagai
lesi tunggal atau jamak, dengan garis tengah berkisar dari milimeter
hingga masif. Penyebaran bakteri melalui sistem arteri sistem arteri
atau porta cenderung menimbulkn abses kecil multipel, sedangkan
perluasan langsung dan trauma biasanya menyebabkan abses besar
dan tunggal.

Etiologi :
Di negara yang sedang berkembang. Sebagian besar disebabkan oleh
infeksi parasit, misalnya ameba, ekinokokus, serta (yang lebih
karang) protozoa dan cacing lainnya. Di negara maju, abses hati
akibat parasit jarang ditemukan dan umumnya mengenai migran.

 Karsinoma hepatoseluler (Karsinoma Sel hepar)

Morfologi :
Gambaran spesifiknya adalah varian fibrolamelar dimana sel hepar
neoplastik tersusun dalam pita lebar atau lamela yang dipisahkan
oleh jaringan fibrosa padat. Varian ini kebanyakan timbul pada
wanita muda, tanpa sirosis sebagai faktor predisposisi.
Etiologi :
Aflatoksin, mikotoksi karsinogenik yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus flavus, yang mengkontaminasi makanan yang disimpan
dalam keadaan lembab. Virus hepatitis B. Sirosis hepar, tanpa
memperhatikan sebabnya

 Perlemakan Hati (Steatosis Hati)

Morfologi :
Bahkan dengan asupan

Etiologi :
Asupan alkohol dalam jumlah sedang, dapat terjadi penimbunan
butir-butir lemak kecil (mikrovesikular) dalam hepatosit. Pada
asupan alkohol yang kronis, lemak tertimbun sampai tahap
menciptakan globulus makrovesikuler besar yang jernih serta
menekan dan menggeser nukleus ke perifer hepatosit. Tranformasi
ini pada awalnya bersifat setrilobulus, tetapi pada kasus yang parah
perubahan dapat mengenai keseluruhan lobulus.
 Sirosis

Morfologi :
Proses difus, irreversibel, ditandai dengan fibrosis dan regenerasi
noduler

Etiologi :
Penyebabnya termasuk virus hepatitis (VHB dan VHC), alkohol,
hemokromatosis, penyakit autoimun hepar (hepatitis ‘lupoid’ dan
sirosis biliaris primer), obtruksi biliaris rekuren (misalnya baru
empedu), penyakit Wilson.

 Penyakit hati karena Alkohol

Morfologi :
Menimbulkan kerusakan arsitektur hepar yang irreversibel, berawal
dari traktus portal dan/atau venula hepatik terminalis digantti dengan
jaringan ikat fibrosa, dan berakhir dengan terjadinya regenerasi
noduler sel hepar, ini merupakan sirosis hepar.

Etiologi :
Disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol.
 Penyakit hati karena Zat Toksik

Morfologi :

Prinsip cedera akibat obat dan toksin pada hati diklasifikasikan


sebagai reaksi yang dapat diduga (intrinsik) atau yang tidak dapat
diduga (idosinkratik). Reaksi obat yang dapat diduga dapat terjadi
pada semua orang yang mengalami akumulasi obat hingga jumlah
tertentu.

Etiologi :
Disebabkan oleh obat dan zat toksin

7. PANKREAS
 Pankreatitis

Morfologi :
Dapat diklasifikan bentuk akut dan kronis. Pada pankreatitis akut,
amilase dilepaskan ke dalam darah (bergunan untuk diagnostik),
sering timbul pendarahan (hemoragik), dan nekrosis lemak pada
jaringan sekitar akan mengikat kalsium. Pankreas menunjukkan
fibrosis dan atrofi ensokrin pada pankreatitits kronis. Dapat
menyebabkan malabsorpsi intestinal akibat kehilangan sekresi
pankreas.
Etiologi :
 Pankreatitis Akut;

Termasuk obstruksi duktus pankreatikus, refluks empedu,


alkohol, terutama intoksikasi akut, insufisiensi vaskuler (misalnya
syok), infeksi virus mumps, hiperparatiroidisme, hipotermia,
trauma, dan faktor iatrogenik (pasca ECRP).

 Pankreatitis kronis;

Kejadian berulang dari proses klinis pankreatitis akut, minuman


beralkohol yang berlebihan dalam waktu lama.

 Karsinoma pankreas

Morfologi :
Biasanya adenokarsinoma; Kelenjar neoplastik dengan nukleus
pleormorfik yang atipik telah diinfiltrasi oleh jaringan ikat fibrosa
yang padat. Dapat timbul bersama ikterus obstruktif, dan prognosis
sangat buruk.

Etiologi :
Merokok, diabetes melitus
8. USUS HALUS
 Ulkus Duodenum

Morfologi :
90% Terjadi pada bulbus duodeni dan pendarahan sering pada
dinding posterior bulbus duodeni. Seringkali mengalami sekresi
asam berlebihan.

Etiologi :

Stress psikosial dan kecemasan kronis, obat ulsergenik, alkohol, dan


tembakau.

 Obstruksi Usus
Morfologi :
Gangguan (apapun penyebabnya) aliran isi usus sepanjang saluran
usus dapat bersifat akut maupun kronis, parsial maupun total.
Obstruksi usus kronis biasanya mengenai kolon akibat adanya
karsinoma atau pertumbuhan tumor, dan pergerakannya lambat.
Sebagian besar obstruksi mengenai usus halus. Terdapat dua jenis
obstruksi usus : (1) Non-Mekanis (misalnya, ileus paralitik atau ileus
adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau
trauma yang memengaruhi pengendalian otonom motilitas usus. (2)
Mekanis, terjadi obstruksi di dalam lumen usus atau obstruksi mural
yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.
Etiologi :

Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik; pembelahan abdomen


karena adanya penghambatan peristaltik akibat visera abdomen yang
tersentuh tangan. Refleks penghambatan peristaltik ini disebut ileus
paralitik. Atoni usus dan peregangan gas sering timbul menyertai
berbagai kondisi traumatik, terutama setelah fraktur iga, trauma
medula spinalis, dan fraktur tulang belakang. Obstruksi mekanis;
faktor usia, kanker kolon, benda asing dan kelainan kongenital.

 Divertikulosis

Morfologi :
Duplikasi usus berbentuk dua tabung tubulr atau berbentuk kista di
mesenterium. Merupakan penonjolan keluar dari keseluruhan tebal
dinding usus, dan ini terjadi pada duodenum dan jejenum.

Etiologi :
Peningkatan kontraksi peristaltik disertai peningkatan abnormal
tekanan intralumen Defek lokal yang khas di dinding otot kolon
normal
9. USUS BESAR
 Karsinoma Kolon (Kanker Usus Besar)

Morfologi :
Perubahan kebiasaan defekasi, pendarahan, nyeri, anemia,
anoreksia, dan penuruan berat badan

Etiologi :
Masih belum diketahui pasti, namun telah dikenali beberapa
faktor disposisi. Faktor disposisi; Hubungan antara kolitis
ulseratif (yaitu tipe polip kolon tertentu) dengan kanker usus
besar, kebiasaan makan.

 Kolitis Ulseratif
Morfologi :
Merupakan penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya
berlangsung lama disertai remisi dan eksaserbasi yang berganti-
ganti. Reaksi peradangan daerah subepitel yang timbul pada basis
kripte Lieberkuhnn, yang akhirnya menimbulkan ulserasi mukosa.
Penyebaran lesi menyeluruh sampai rektum.

Etiologi :
Tidak diketahui

 Penyakit Crohn (Kolitis Granulomatosa)

Morfologi :
Bagian usus yang terserang adalah bagian transmural. Terkenanya
penyakit Crohn kebanyakan segmental yaitu panjang usus yang
terkena penyakit dipisahkan oleh jaringan yang normal. Segmen
penyakit yang terpisah disebut sebagai ‘skip lesions’. Terdapat
granuloma yang mengandung makrofag epiteloid dan sel datia,
yang umumnya jenis Langhans, dikelilingi oleh kelompok
limfosit.

Etiologi :
Tidak diketahui
10. ANUS / REKTUM
 Gangguan fungsional intestinal : konstipasi, megakolon

Morfologi :
Merupakan kondisi sulit atau jarang untuk defekasi. Definisi ini
bersifat subjektif dan dianggap sebagai penurunan relatif jumlah
air besar pada individu.

Etiologi :
Dapat disebabkan oleh trauma korda spinal, sklerosis multipel,
neoplasma usus, dan hipertiroidisme. Penyakit Hirscprung
(megakolon konginetal) bisa juga menyebabkan konstipasi.
Biasanya tampak segera setelah lahir.

 Megakolon konginetal (penyakit Hirschprung)

Morfologi :
Penyakit yang ditandai dengan disfungsi pleksus mienterik di
usus besar.

Etiologi :

Disebabkan ketiadaan ganglion autonom kongenital yang


mepmersarafi pleksus mienterik di taut anorektum dan seluruh
atau sebagian rektum dan kolon.
 Hemoroid / wasir (interna dan eksterna)

Morfologi :
Hemoroid adalah dilatasi varises pleksus vena sub mukosa anus
dan perianus. Hemoroid interna adalah varises vena hemoroidalis
superior dan media muncul di atas garis anorektum dan ditutupi
mukosa rektum. Hemoroid eksterna adalah varises yang muncul
di bawah garis anorektum mencerminkan pelebaran pleksus
hemoroidalis inferior dan ditutupi oleh mukosa anus. Keduanya
adalah pembuluh darah yang melebar, berdinding tipis, dan
mudah berdarah, kadang-kadang menutupi perdarahan dari lesi
proksimal yang lebih serius.

Etiologi :
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh
gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Konstipasi, diare,
sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran
prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum telah diajukan sebagai
etiologi hemoroid.
 Karsinoma rektum

Morfologi :
Terjadi perubahan kebiasaan buang air besar, yang menyebabkan
diare atau konstipasi. Darah yang nyata atau samar dalam feses
merupakan tanda kewaspadaan. Berawal dari polip yang sudah
ada sebelumnya.

Etiologi :
Terjadi dapat disebabkan diet zat makanan tinggi bahan fitokimia
mengandung zat gizi seperti serat, vitamin C, E, dan karoten dapat
meningkatkan fungsi kolon dan bersifat protektif dari mutagen
yang menyebabkan timbulnya karsinoma.
E. Alat-Alat Kedokteran untuk Memeriksa Gangguan
Pada Sistem Pencernaan
Banyak alat-alat kedokteran yang dipergunakan untuk menangani
masalah gangguan pada sistem pencernaan, diantaranya :

1. Endoscopy

Endoscopy

Endoscopy adalah sebuah alat kedokteran yang berfungsi untuk


mengetahui kelainan yang terjadi pada alat-alat pencernaan bagian
atas seperti kerongkongan.

Pemeriksaan atau tindakan pengobatan di dalam saluran pencernaan


yang menggunakan peralatan berupa teropong (Endoscop) memiliki
beberapa keunggulannya seperti :

 Dapat melihat dengan jelas lokasi dan jenis kelainan dalam


rongga saluran pencernaan.
 Tindakan pengobatan dengan resikonya jauh lebih ringan
daripada tindakan operasi.
 Dapat menggantikan fungsi tindakan operasi, lebih nyaman,
biaya lebih murah dan efisien.
Hasil pemeriksaan dapat langsung dicetak.
Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa digunakan untuk
memeriksa: 

 kerongkongan (esofagoskopi)
 lambung (gastroskopi) 
 usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas). 
Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan untuk
memeriksa: 

 rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi) 


 keseluruhan usus besar (kolonoskopi). 
Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem.
pencernaan, daerah yang mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan
pertumbuhan jaringan yang abnormal. Biasanya diambil contoh
jaringan untuk keperluan pemeriksaan lainnya. 

2. Ct Scan

Ct Scan

CT - singkatan dari Computed Temography sedangkan Scan adalah


foto. CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk
mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang
tengkorak dan otak.

 Tujuan penggunaan CT Scan


Menemukan patologi otak dan medulla spinalis dengan teknik
scanning/pemeriksaan tanpa radioisotope. Dengan demikian CT scan
hampir dapat digunakan untuk menilai semua organ dalam tubuh,
bahkan di luar negeri sudah digunakan sebagai alat skrining
menggantikan foto rontgen dan ultrasonografi. Yang penting pada
pemeriksaan CT scan adalah pasien yang akan melakukan
pemeriksaan bersikap kooperatif artinya tenang dan tidak bergerak
saat proses perekaman. CT scan sebaiknya digunakan untuk :
 Menilai kondisi pembuluh darah misalnya pada penyakit jantung
koroner, emboli paru, aneurisma (pembesaran pembuluh darah) aorta
dan berbagai kelainan pembuluh darah lainnya.
 Menilai tumor atau kanker misalnya metastase (penyebaran kanker),
letak kanker, dan jenis kanker.
 Kasus trauma/cidera misalnya trauma kepala, trauma tulang
belakang dan trauma lainnya pada kecelakaan. Biasanya harus
dilakukan bila timbul penurunan kesadaran, muntah, pingsan ,atau
timbulnya gejala gangguan saraf lainnya.
 Menilai organ dalam, misalnya pada stroke, gangguan organ
pencernaan dan lainnya.
 Membantu proses biopsy jaringan atau proses drainase/pengeluaran
cairan yang menumpuk di tubuh. Disini CT scan berperan sebagai
“mata” dokter untuk melihat lokasi yang tepat untuk melakukan
tindakan.

Alat bantu pemeriksaan bila hasil yang dicapai dengan pemeriksaan


radiologi lainnya kurang memuaskan atau ada kondisi yang tidak
memungkinkan anda melakukan pemeriksaan selain CT scan.

3. USG

USG

Ultrasonography (USG) adalah pemeriksaan dalam bidang penunjang


diagnostik yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan
frekuensi yang tinggi dalam menghasilkan imajing, tanpa
menggunakan radiasi, tidak menimbulkan rasa sakit (non traumatic),
tidak menimbulkan efek samping (non invasif), relatif murah,
pemeriksaannya relatif cepat,dan persiapan pasien serta peralatannya
relatif mudah. Gelombang suara ultrasound memiliki frekuensi lebih
dari 20.000Hz, tapi yang dimamfaatkan dalam teknik
ultrasonography (kedokteran) hanya gelombang suara dengan
frekuensi 1-10 MHz.

a. Laparoscopy
Laparoscopy berfungsi untuk pembersihan darah. Selain itu, laparoscopy
juga dipergunakan untuk melakukan inseminasi. atau istilah lain.

 Laparoscopy merupakan tindakan pembedahan pada sekitar saluran


pencernaan dan daerah perut secara minimal invasif.

b. Stetoskop
Stetoskop adalah salah satu alat yang sudah menjadi simbol dari profesi
kedokteran. Fungsi dari stetoskop ini adalah untuk mendengarkan
detak jantung, suara usus, dan lain sebagainya. Dengan
kemampuannya ini, Stetoskop dapat digunakan pula untuk
mengetahui kerja paru-paru dan juga untuk mengukur tekanan darah
dengan mendengarkan denyut nadi.
Stetoskop

Stetoskop itu terdiri atas dua jenis, ada astetoskop akustik dan elektronik.
Stetoskop akustik beroperasi dengan cara menyalurkan suara dari
dada. Suara itu dihantarkan melalui tabung kosong yang berisi udara
untuk di sampaikan ke telinga pendengar atau dokter.

Untuk memerjelas suara yang dihasilkan, ada bagian bernama


chestpiece yang bisa diletakkan di badan pasien, terdiri atas
diaphgram dan bell. Bagian diaphgram yang akan diletakkan pada
tubuh pasien, lewat bagian itu suara tubuh pasien bergetar. Suara
dihantarkan menuju tube yang ada di telinga pendengar.

Stetoskop ini memiliki tingkat suara yang rendah sehingga


pendiagnosisan penyakit sulit untuk diketahui.

Sementara itu stetoskop elektronik bisa mengatasai tingkat suara yang


rendah tersebut. Caranya adalah memperkuat suara dari tubuh.
Namun penggunaan stetoskop itu belum begitu berkembang karena
hanya digunakan untuk mendiagnosa penyakit tertentu. Stetoskop ini
bisa menghilangkan suara tertentu dan fokus hanya pada satu suara
tertentu.

c. Colonoscopy
Colonoscopy adalah alat medis yang fungsinya untuk mengetahui
kondisi saluran pencernaan bagian bawah. Bagian tersebut dimulai
dari rectum, anus sampai dengan usus pada bagian bawah. Alat ini
juga berfungsi sebagai alat skrining dalam mendeteksi dini kanker
kolorektal. Kanker itu adalah tumor ganas yang berasal dari dinding
di usus besar.
Colonoscopy

Fungsi lain dari colonoscopy antara lain sebagai berikut.

 Menyelidiki penyebab adanya darah di tinja. Lewat alat ini bisa


diketahui dimana tempat pendarahan itu.
 Memeriksa pasien jika ada keluhan nyeri pada perut bagian bawah
yang penyebabnya belum bisa dijelaskan.
 Memeriksa diare kronik yang juga belum diketahui penyebabnya.
 Menyelidiki pasien jika memiliki kebiasaan yang berubah ketika
buang air besar.
 Memberikan hasil diagnosis dalam kelainan yang sebelymnya telah
ditemukan dalam rontgen atau CT Scan.
 Memberikan evaluasi ketika sudah selesai pembedahan kolon serta
polip.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Jadi dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa gangguan system


pencernaan itu banyak diantaranya adalah yang telah di bahas oleh
pembaca.

I. gastroenteritis adalah infeksi saluran pencernaan yang di sebabkan


oleh berbagai enterogen termasuk, bakteri, virus dan parasit, tidak
toleran terhadap makanan tertentu atau mencerna makanan
tertentu atau mencerna toksin yang di tandai dengan muntah-
muntah dan diare yang mengakibatkan kehilangan cairan dan
elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit
II. .typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh salmonella typhi mengenai saluran pencernaandi tandai
dengan adanya demam lebih dari satu minggu , gangguan pada
saluran cerna dan gangguan kesadaran.
III. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal ana.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu
mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang
terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat
adanya hemoroid. Hemoroid di klasifikasikan menjadi dua tipe
yaitu. Hemoroid internal, yaitu hemoroid yang terjadi diatas
sfingter anal sedangkan yang muncul di luar sfinger anal disebut
hemoroid eksternal.
IV. Hernia adalah suatu keadaan keluuarnya jaringan organ tubuh dari
suaatu ruangan melalui suatu celah aatau lubang keluar di
bawahkulit menuju rongga lain, dapat kongetinal ataupun aquisita.
B. SARAN

Bagi pembaca penulis mengharapkan pembaca dapat mengembangkan


dan memperluar pengetahuan tentang isi makalah yang telah di tulis oleh
pembaca, bnyak-banyaklah membaca agar kita bias bersaing dengan
pesaing yang tanggu “ jadilah pemenang diatas pemenang “
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V., Cotran, R.S., Robbins, S., Brahm U. P., ed. Alih bahasa.
Hartanto H., Darmaniah N., Wulandari N. 2007. Buku ajar patologi
robbins. Edisi 7. EGC. Jakarta. Hal. 610-661.
2. Underwood. Ed. Alih bahasa Indonesia. Sarjadi. Patologi umum dan
sistematik. Edisi kedua. Volume 2. EGC. Jakarta.1994. Hal.421-
640.
3. Underwood. Ed. Alih bahasa Indonesia. Sarjadi. Patologi umum dan
sistematik. Edisi kedua. Volume 2. EGC. Jakarta.1994. Hal.421-
640.
4. Price, E.C. editor alih bahasa Indonesia Handoyo S.Y, Anatomi dan
fisiologi untuk paramedis. PT. Gramedia. Jakarta. 2000. Hal. 176-
210.
5. Pearce Evelin C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta: PT Gremedia Pustaka Utama
6. Irianto. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Jakarta : Yrama
Widia.
7. https://www.halodoc.com/
8. https://www.alodokter.com/
9. Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses Proses Penyakit Vol. 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai