Anda di halaman 1dari 23

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) RADIOLOGI

STUDI KASUS PEMANTAUAN KESEHATAN BAGI PEKERJA RADIASI DI


RUMAH SAKIT SWASTA

Dosen pengampu : Edy Susanto, SH, S.Si, M.Kes

Di Susun Oleh :

Kelompok 5

Hendi Prasetyo (P1337430217001)


Oktavila Akrimatul Usroty (P1337430217004)
Ghaziyah Al Wafa Nurul Faaza (P1337430217024)
Andini Kartika Chandra (P1337430217026)
Pramuwardani Nur Amanah (P1337430217029)
Ainun Anniza Jamal (P1337430217042)
Reyhan Annafis (P1337430217052)
Veny Kartika Zahro (P1337430217074)

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK RADIOLOGI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis hanturkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan banyak
nikmat, taufik dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) Radiologi yang berjudul “STUDI KASUS PEMANTAUAN
KESEHATAN BAGI PEKERJA RADIASI DI RUMAH SAKIT SWASTA” dengan baik
tanpa ada halangan yang berarti.

Makalah ini telah penulis selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan
dari berbahagai pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih kepada segenap
pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun
isi. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hatu, penulis menerima segala kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari pembaca.

Demikian yang penulis sampaikan semoga makalah ini dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat untuk masyarakat luas.

Semarang, desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................................3

BAB I PENDAHULIUAN ...........................................................................................4

A. Latar Belakang.................................................................................................4

B. Rumusan Masalah ...........................................................................................5

C. Tujuan penulisan .............................................................................................5

BAB II DASAR TEORI ...............................................................................................6

A. Pemeriksaan Kesehatan Pekerja Radiasi .........................................................6

B. Implementasi Azaz Proteksi Radisi .................................................................9

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................14

A. Profil Rumah Sakit ............................................................................................14

B. Hasil ....................................................................................................................14

C. Pembahasan.........................................................................................................16

BAB IV PENUTUP ........................................................................................................19

A. Kesimpulan .........................................................................................................19

B. Saran ...................................................................................................................19

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Radiasi adalah proses hantaran energi yang luas pengertiannya. Berdasarkan
watak penghantarnya ada dua jenis radiasi, yaitu radiasi gelombang elektromagnektik
dan radiasi partikel. Beda kedua jenis radiasi itu sudah jelas, radiasi gelombang
elektromagnektik adalah pancaran energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik,
termasuk didalamnya radiasi energi matahari yang kita terima sehari-hari di
permukaan bumi. Sedangkan radiasi partikel adalah pancaran energi dalam bentuk
energi kinetik yang dibawa oleh partikel bermassa seperti elektron yang disebut
sebagai sinar–X (Akhadi,2002).
Menurut Akhadi (2002), sinar-X dapat dimanfaatkan untuk diagnosa maupun
terapi pasien. Sinar-X mampu membedakan kerapatan berbagai jaringan dalam tubuh
manusia yang dilewatinya. Sinar-X mampu memberikan informasi mengenai tubuh
manusia tanpa perlu melakukan operasi bedah. Karena daya tembusnya itu, maka
sinar-X memegang peranan yang sangat besar dalam kegiatan medis. Data statistik
menunjukkan bahwa sekitar 50 % keputusan medis harus didasarkan pada diagnosa
sinar-X, bahkan untuk beberapa negara maju angka tersebut bisa lebih besar lagi.
Pemanfaatan teknologi nuklir untuk kesejahteraan manuasia telah merambah
ke berbagai bidang kehidupan seperti kesehatan, industri, riset kebumian, energi
pangan dan pertanian. Seiring perkembangan teknologi nuklir tersebut, maka sangan
dibutuhkan metode, tekhnik dan atau uji yang handal guna menentukan besarnya
dosis radiasi yang diterima seseorang sehingga menjamin keselamatan para pengguna
dan masyarakat pemakai lainnya (Lusiyanti dan Syaifudin, 2004).
Radiasi dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan ionisasi pada sel–sel tubuh
manusia. Sifat dan tingkat kegawatan pengaruh radiasi ini tergantung pada dosis yang
diterima sel jaringan tersebut. Ukuran satuan dosis untuk manusia disebut Rem (1
Rem = 1000 mRem). Efek biologi dari radiasi dapat digolongkan menjadi 2 macam
yaitu efek deterministik dan efek genetik (Rasad et al, 1999)
Di bagian radiologi terdapat beberapa tenaga kerja yang bertugas
mengoperasikan peralatan sinar – X yang selanjutnya disebut Radiografer atau
Pekerja Radiasi. Menurut Kep Men Kes RI No 375 tahun 2007 tentang Standar
Profesi Radiografer bahwa seorang radiografer secara umum mempunyai tugas dan

4
tanggung jawab antara lain : (1) Melakukan pemeriksaan pasien secara Radiografi
meliputi pemeriksaan untuk radiodiagnostik dan imajing termasuk kedokteran nuklir
dan ultrasonografi (USG); (2) Melakukan teknik penyinaran radiasi pada radioterapi;
(3) Melakukan akurasi dan keamanan tindakan proteksi radiasi dalam
mengoperasikan peralatan radiologi dan atau sumber radiasi.
Dengan adanya tugas dan tanggung jawab yang telah ditetapkan maka seorang
pekerja radiasi/Radiografer harus mendapat perlindungan atas kesehatan dan
keselamatan kerja baik sebelum mulai bekerja, saat bekerja maupun setelah selesai
bekerja, mengingat pekerjaan seorang pekerja radiasi berhubungan dengan sinar – X
yang mempunyai karakteristik dapat menimbulkan efek deterministik (kerusakan
jaringan) maupun genetik (Akhadi, 2002). Oleh karena itu budaya keselamatan
merupakan suatu hal yang penting sehingga harus menjadi sasaran yang ingin
diwujudkan dalam pemanfaatan tenaga nuklir yaitu sikap mental yang mempunyai
rasa tanggung jawab dan komitmen seluruh jajaran instansi mulai dari pejabat
tertinggi sampai dengan pekerja paling rendah. Ketentuan keselamatan kerja terhadap
radiasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) mengacu kepada ketentuan yang
berlaku secara internasional, yaitu ketentuan yang diterbitkan oleh International
Atomic Energy Agency dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Internasional
tentang Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection atau
ICRP). Sistem pembatasan dosis untuk setiap kegiatan yang dapat mengakibatkan
penerimaan dosis oleh seseorang yang direkomendasikan oleh ICRP didasarkan pada
3 asas yaitu justifikasi, optimisasi dan limitasi yang akan dipaparkan lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa itu pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi ?
2. Bagaimana implementasi azaz proteksi radiasi ?
3. Bagaimana hasil pemantauan kesehatan pekerja radiasi di rumah sakit swasta ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi.
2. Mengetahui implementasi azaz proteksi radiasi.
3. Mengetahui hasil pemantauan kesehatan pekerja radiasi di rumah sakit swasta.

5
BAB II

DASAR TEORI

A. Pemeriksaan Kesehatan Pekerja Radiasi


Pemeriksaan kesehatan meliputi anamnesis riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan pendukung antara lain rontgen dan pemeriksaan laboratorium.
Riwayat kesehatan meliputi riwayat penyakit keluarga, penyakit pekerja radiasi itu
sendiri dan riwayat pekerjaan. Pemeriksaan fisik mencakup keadaan umum seperti
tekanan darah, nadi, pernafasan, kesadaran, kulit, mata, mulut, THT, kelenjar tiroid,
paru-paru, jantung, saluran pencernaan, hati, ginjal, sistem genital serta pemeriksaan
syaraf dan jiwa. Sedangkan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah
rutin, kimiawi darah yang bertujuan untuk mengetahui keadaan umum dan khusus
dari metabolisme tubuh terutama yang berhubungan dengan paparan radiasi. Selain
itu pemeriksaan laboratorium juga mencakup pemeriksan kromosom, analisis sperma.
Untuk menjamin keselamatan dalam penggunaan radiasi pengion tersebut,
perlu diterapkan sistem pengawasan kesehatan/ keselamatan pekerja radiasi yang
ketat meliputi pengawasan dosis radiasi dan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi
tahunan. Keduanya bersifat saling melengkapi. Pekerja radiasi adalah setiap orang
yang karena jabatannya atau tugasnya selalu berhubungan dengan medan radiasi.
Pengawasan dosis radiasi berguna untuk mengevaluasi dosis radiasi yang diterima
oleh pekerja radiasi, sedangkan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi diperlukan
untuk mengetahui arah perkembangan kesehatan pekerja dan kalau memungkinkan
mencari hubungan kausal antara radiasi pengion dengan gangguan yang bersifat
patologik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan pekerja
radiasi baik sebelum, selama maupun sesudah masa kerja minimal hingga 30 tahun
data kesehatan disimpan. Ini akan berguna untuk mengetahui apakah penyakit yang
diderita oleh pekerja radiasi adalah penyakit akibat kerja di medan radiasi atau bukan.
Di samping itu juga berguna untuk menyesuaikan penempatan pekerja dengan kondisi
kesehatannya, membantu menegakkan diagnosis dan menentukan tindakan
pengobatan terhadap kecelakaan radiasi.
Pemeriksaan kesehatan sebelum masa kerja akan memberikan informasi
mengenai kondisi kesehatan pekerja radiasi pada saat akan mulai bekerja dan
penyakit-penyakit apa saja yang pernah diderita. Masukan ini akan diperlukan sebagai
bahan acuan untuk setiap perubahan keadaan kesehatan yang terjadi di kemudian hari

6
waktu ia bekerja di medan radiasi. Pemeriksaan kesehatan ini pada prinsipnya sama
seperti halnya di tempat kerja lainnya, tetapi harus disertakan aspek-aspek yang
merefleksikan efek kesehatan spesifik pada pekerja radiasi. Temuan awal harus
dijadikan sebagai dasar uji kesehatan pekerja sesuai tugasnya dan sebagai referensi
(pembanding) terhadap perubahan yang terjadi selama beekrja dan sesudahnya. Untuk
riwayat pekerjaan, seorang dokter harus meninjau ulang akibat pajanan radiasi yang
telah lewat (baik akibat kerja maupun tindakan medis), demikian halnya dengan
pajanan terhadap senyawa karsinogen di lokasi kerja atau di tempat lain. Kondisi
kesehatan sebelumnya diperoleh dari anemnesis, pemeriksaan fisik, kelainan
hematologik seperti anemia, granulositopenia dan pendarahan, penyakit kulit, mata
(katarak, buta warna), penyakit paru dan jantung, saluran cerna, serta keganasan
termasuk kelainan harus diketahui. Uji kesehatan mental pekerja juga dilakukan.
Dalam uji medis, dokter harus memfokuskan diri pada uji fisik pekerja yang
berhubungan dengan tugas yang akan diemban, dan menentukan kondisi sebelum
bekerja yang berhubungan dengan efek radiasi seperti dermatitis kronis, katarak,
penyakit hematologik, antara lain keganasan sel darah atau pada sistem limfe. Saat uji
kulit, dokter harus melihat tandatanda radiodermatitis kronis seperti atropi kulit,
hiperkeratosis dan telangiectasia. Untuk pekerjaan yang berhubungan dengan
penanganan radioisotop, penggunaan rutin sarung tangan dan pencucian tangan
mungkin menjadi masalah bagi pekerja yang memiliki eksim atau alergi kulit lainnya.
Lensa mata harus diuji untuk memastikan ada tidaknya katarak dengan peralatan
optalmoskop, dan jika ada didukung dengan uji slit-lamp. Palpasi nodul limfe perifer,
hati dan limpa serta uji fungsi kelenjar tiroid juga dilakukan. Uji darah meliputi
hemoglobin, hitung sel darah merah, hitung sel darah putih, hitung diferensial dan
hitung trombosit. Adanya ketidak normalan atau jumlah berlebih dari sel darah muda
(immature) harus dicatat. Leukemia mungkin diawali dengan anemia, neutropenia dan
trombositopenia. Harus dicatat juga hitung sel darah sangat bervariasi baik oleh
kondisi fisiologis, adanya penyakit atau proses di dalam laboratorium.
Pemeriksaan kesehatan selama masa kerja dilakukan secara berkala minimal
sekali dalam setahun seperti yang disyaratkan oleh buku Ketentuan Keselamatan
Kerja Terhadap Radiasi (1983). Pemaparan terhadap radiasi dan peristiwa
kontaminasi dengan zat radioaktif dapat saja terjadi tanpa diketahui oleh si pekerja
radiasi, karena itu diperlukan usaha untuk mendeteksi akibat yang ditimbulkannya. Di
pihak lain, perubahan kondisi kesehatan pekerja radiasi dapat nampak seolah-olah

7
sebagai akibat radiasi pengion namun pada kenyataannya ditimbulkan oleh penyebab
lain. Frekuensi uji berkala seharusnya minimal sekali dalam setahun, bergantung pada
umur dan kesehatan pekerja, sifat tugas, dan tingkat pajanan terhadap radiasi. Uji
berkala terdiri dari anamnesis, pencatatan riwayat kerja, riwayat medik umum, dan uji
fisik dan darah. Dokter harus meninjau ulang hasil dosimetri akibat kerja, mencatat
hasil pajanan akibat kecelakaan, dan mengarahkan uji fisik terhadap organ atau sistem
yang sama seperti disebutkan pada uji sebelum bekerja. Penyakit khusus yang
berhubungan dengan keganasan harus juga diuji. Penghentian pekerja radiasi harus
dilakukan jika ada bukti-bukti perubahan darah yang mengarah ke tanda-tanda
praleukemia. Tetapi untuk pekerja yang telah menderita leukemia sebelumnya,
pengurangan frekuensi bekerja dengan radiasi secara fisik tidak akan merubah
penyakit. Komunikasi yang baik antara pekerja dan dokter adalah sangat penting.
Pada saat diistirahatkan bekerja dengan radiasi, profil kesehatan pekerja harus ditinjau
ulang. Karena masa laten dari efek terhadap kesehatan yang mungkin timbul harus
dikaji ulang dan semua catatan medik pekerja radiasi harus disimpan untuk waktu
lama, bahkan setelah pekerja pensiun.
Pada waktu berhenti sebagai pekerja radiasi, pekerja tersebut akan
mendapatkan pemeriksaan kesehatan untuk menentukan kondisi kesehatannya pada
saat berhenti bekerja. Jika diperlukan dapat diberikan pemeriksaan tambahan sebagai
tindak lanjut (follow up). Petugas kesehatan pada unit medik fasilitas nuklir sebaiknya
memahami cara dan kondisi kerja sebagai pekerja radiasi serta bahaya radiasi yang
mungkin akan mengancamnya. Hasil pemeriksaan kesehatan hendaknya dibandingkan
dengan dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi untuk memperoleh kesan
tentang hubungan kausal apabila terdapat gangguan yang bersifat patologik.
Program pemonitoran kesehatan pekerja radiasi tidak hanya sampai pada saat
pekerja berhenti/selesai bekerja. Di luar negeri, hal ini dilakukan pada orang yang
telah selesai bekerja atau pensiun seperti yang dilakukan di Pabrik Rocky Flats
Colorado USA yang pernah memproduksi komponen senjata nuklir untuk program
pertahanan Departement of Energy (DOE) dari tahun 1951-1989. Para pensiunan
berpartisipasi dalam program pemonitoran yang dilakukan setiap tiga tahun hingga
kematiannya. Obyek pemeriksaan meliputi riwayat kesehatan, informasi pajanan
radiasi yang diterima dan uji medik komprehensif yang dilakukan secara periodik dan
hasilnya disimpan dengan baik. Testes skrining dilakukan jika secara medis
menunjukkan adanya pajanan radiasi, hal ini meliputi uji hematologik dan radiografi.

8
Pencacahan paru dengan peralatan yang sensitif perlu dilakukan untuk menguji
adanya kandungan radionuklida. Sampel urin untuk bioassay dilakukan untuk
mengetahui nilai kandungan sistemik terakhir untuk menghitung dosis organ dan nilai
ekivalensi dosis menggunakan suatu model. Pengukuran cacah pada kulit hanya
dilakukan pada bagian yang positif terkontamiansi. Pengumpulan dan analisis data
yang terkumpul dilakukan untuk analisis risiko kesehatan komparatif, analisa
kecendrungan (trend), dan digunakan untuk prognosis kesehatan. Semua data
disimpan dalam komputer. Pajanan radiasi dapat menyebabkan efek genetik atau
kanker. Apabila didapati seorang pekerja radiasi menerima penyinaran total melebihi
dua kali nilai batas yang dijinkan per tahun (10 mRem) baik karena penyinaran total
maupun kontaminasi interna, maka harus dipertimbangkan segi kesehatan, umur,
keahlian, tanggung jawab sosial ekonominya, apakah ia dapat diijinkan untuk terus
bekerja tanpa harus beristirahat atau harus dipindahkan untuk sementara waktu dari
tempat tugasnya ke tempat lain yang tidak mengandung risiko radiasi. Di samping itu
untuk masingmasing fasilitas nuklir, ditetapkan tingkat dosis yang lebih rendah dari
Nilai Batas Dosis (NBD) yang digunakan dalam proses optimisasi fasilitas yang
bersangkutan, dan untuk meyakinkan bahwa NBD tidak melampaui sebagai akibat
adanya beberapa fasilitas di satu lokasi.
Catatan medik pekerja radiasi serta catatan informasi penting lainnya perlu
disimpan dengan baik untuk keperluan statistik dan penelitian lebih lanjut di
kemudian hari. Hal ini juga berhubungan dengan kemungkinan timbulnya efek
stokastik setelah melewati masa laten bertahun-tahun. Catatan penting ini harus selalu
disertakan pada setiap pemindahan pekerja radiasi ke tempat tugasnya yang baru di
fasilitas nuklir lain.

B. Implementasi Azaz Proteksi Radiasi


Untuk menjamin kesehatan pekerja radiasi tetap dalam kondisi aman dan
terkendali maka kegiatan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi harus didukung juga
oleh ketentuan yang mengatur cara-cara yang aman dalam penggunaan radiasi. Di
dalam PP tentang ”Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi
Pengion” dijelaskan secara gamblang mengenai azas-azas proteksi radiasi yang terdiri
dari azas justifikasi (justification of practices), limitasi (dose limitation), dan
optimisasi (optimization of protection and safety) untuk setiap kegiatan yang
mengakibatkan penerimaan dosis radiasi pada seseorang berdasarkan rekomendasi

9
ICRP. Keempat azas yang telah dikenal secara luas tersebut khususnya di lingkungan
penguasa instalasi dan pengguna adalah sebagai berikut :
1. Azas justifikasi : setiap kegiatan yang memanfaatkan radioaktif atau sumber
radiasi lainnya hanya boleh dilakukan apabila menghasilkan keuntungan yang
lebih besar kepada seseorang yang terkena penyinaran radiasi atau bagi
masyarakat, dibandingkan dengan kerugian yang mungkin diakibatkannya,
dengan memperhatikan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan faktor lainnya yang
sesuai. Dalam melakukan pengkajian perlu diperhitungkan pula estimasi
kerugian yang berasal dari penyinaran potensial, yaitu terjadinya penyinaran
yang tidak dapat diramalkan sebelumnya.
2. Azas limitasi : penerimaan dosis oleh seseorang tidak boleh melampaui nilai
batas dosis yang ditetapkan oleh Badan Pengawas (BP). Yang dimaksud nilai
batas dosis di sini adalah dosis radiasi yang diterima dari penyinaran eksterna
dan interna selama 1 (satu) tahun dan tidak bergantung pada laju dosis.
Penetapan nilai batas dosis ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk
tujuan medik dan yang berasal dari radiasi alam.
3. Azas optimisasi : proteksi dan keselamatan terhadap penyinaran yang berasal
dari sumber radiasi yang dimanfaatkan, harus diusahakan sedemikian rupa
sehingga besarnya dosis yang diterima seseorang dan jumlah orang yang
tersinari sekecil mungkin dengan memperhatikan faktor sosial dan ekonomi.
Terhadap dosis perorangan yang berasal dari sumber radiasi harus
diberlakukan pembatasan dosis yang besarnya harus di bawah nilai batas
dosis.

Proteksi yang baik bergantung pada organisasi proteksi radiasi yang


bersangkutan. Oleh karena itu penguasa instalasi harus membentuk organisasi
proteksi radiasi yang dimaksudkan agar dalam pemanfaatan tenaga nuklir dan sumber
radiasi pengion, semua persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dapat
dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini sangat penting mengingat
kemampuan seorang pekerja atau petugas terbatas, maka perlu pengorganisasian
tugastugas sehingga setiap unsur yang terlibat dalam organisasi tersebut dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik. Untuk mengetahui besar dosis yang diterima
oleh pekerja radiasi maka dilakukan pemantauan eksterna dan atau interna.
Pemantauan eksterna dilakukan menggunakan dosimeter perorangan, dan pemantauan

10
interna dilakukan menggunakan alat yang sesuai atau dengan analisis secara biologik
(bioassay) untuk menentukan adanya dan jumlah zat radioaktif di dalam tubuh.
Peralatan pemantau eksterna tersebut terdiri dari peralatan yang bisa dibaca langsung
antara lain dosimeter saku, dan yang tidak dapat dibaca langsung antara lain film
badge dan TLD (thermoluminescent dosemeter). Khusus untuk peralatan pemantau
dosis radiasi yang tidak dapat dibaca langsung seperti film badge dan TLD, besar
dosis radiasi yang terbaca hanya dapat dilakukan dengan teknik dan laboratorium
tertentu.
Selain pemeriksaan terhadap pekeja radiasi, pemantauan daerah kerja juga
harus dilakukan secara rutin yakni pemantauan daerah kerja secara terus menerus
untuk mengetahui tingkat radiasi dan atau kontaminasi di daerah kerja secara aktif dan
intensif, sehingga daerah kerja tersebut tetap terjamin keamanan dan keselamatannya.
Pemantauan daerah kerja juga dapat dilakukan secara berkala yang merupakan
pemantauan daerah kerja menurut periode tertentu misalnya 3 (tiga) bulan sekali atau
6 (enam) bulan sekali. Sedangkan yang dimaksud dengan pemantauan daerah
sewaktu-waktu adalah pemantauan daerah kerja apabila diperkirakan terjadi
kecelakaan radiasi atau keadaan darurat lainnya. Dalam Pasal 19 Ayat (1) PP di atas
juga dipersyaratkan bagi calon pekerja yaitu sehat jasmani dan rohani dari setiap
calon pekerja dan dibuktikan dengan hasil pemeriksaan dokter yang ditunjuk oleh
penguasa instalasi dan disetujui instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan,
atau rumah sakit umum atau Badan Pelaksana.
Khusus bagi pekerja radiasi, pemeriksaan secara teliti dan menyeluruh
dilakukan pada halhal sebagai berikut :
1. Pemeriksaan kesehatan yang lengkap dengan memperhatikan jenis pekerjaan
yang akan dilakukan oleh calon pekerja radiasi, meliputi riwayat kesehatan
dan latar belakang kesehatan keluarga dan uji klinis.
2. Pemeriksaan khusus pada organ yang dianggap peka terhadap radiasi
dipandang dari jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh calon pekerja radiasi,
misalnya dengan cara pemeriksaan haematologik, dermatologik,
opthalmologik, paru-paru, neurologik dan kandungan (kehamilan).

Hasil pemeriksaan kesehatan ini harus dicatat dan disimpan dengan rapi dan
aman. Catatan kesehatan pekerja radiasi selama masa kerja ini sangat penting, sebab
apabila pekerja tersebut akan bekerja di instalasi lainnya, maka catatan kesehatan

11
tersebut akan diminta dan diperlukan oleh penguasa instalasi yang baru. Hasil
pemeriksaan dicatat dalam kartu kesehatan yang merupakan catatan berisi informasi
mengenai keadaan kesehatan pekerja radiasi termasuk lampiran hasil pemeriksaan
seperti rontgen dan hasil laboratorium. Terdapat satu hal yang tidak kalah pentingya
dalam kegiatan pemantauan yaitu biaya yang tidak saja untuk pemantauan pekerja
tetapi juga termasuk biaya tindakan medik lanjutan jika harus dilakukan. Adapun
penyimpanan catatan medik perlu ditetapkan dengan jangka waktu penyimpanan
catatan hasil pemantauan dan pemeriksaan kesehatan serta lainnya selama 30 tahun
berkaitan dengan ketentuan dalam hukum perdata tentang daluwarsa dibebaskannya
seseorang dari tuntutan hukum. Semua dokumen ini penting dan dapat dijadikan bukti
apabila terjadi masalah hukum di kemudian hari. Jika terjadi kecelakaan yang
dampaknya meluas sampai ke luar kawasan, maka pelaporan harus dibuat dan
dilaporkan kepada Badan Pengawas dan Instansi terkait lainnya. Sedangkan untuk
kecelakaan yang dampaknya tidak keluar kawasan, penguasa instalasi cukup
melaporkan kepada Badan Pengawas. Sebagai contoh di Hong Kong, Badan
Pengawas Radiasi (pengawas zat radioaktif dan peralatan radiasinya) juga
memberikan pengawasan medis terhadap pekerja radiasi sama seperti kondisi
sebagaimana mereka pertama kali bekerja. Sesuai aturan, seseorang di bawah usia 18
tahun dilarang bekerja dengan radiasi. Uji kesehatan ini dilakukan oleh instansi yang
disebut Badan Pengawas Radiasi meliputi uji darah dan anamnesis riwayat medis dan
pekerjaan yang sesuai dilakukan dalam 4 bulan sebelum bekerja dan pada interval
tidak lebih dari 14 bulan selama bekerja. Uji medis dan pemeriksaan terhadap pajanan
berlebih juga dilakukan.
Sesuai dengan rekomendasi ICRP, pengawasan medis pekerja yang terpapar
radiasi harus didasarkan pada prinsip-prinsip mendasar terhadap kesehatan bekerja
yang bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan pekerja, meyakinkan keadaan
awal dan selama bekerja antara kesehatan pekerja dan kondisi kerjanya serta
memberikan informasi mendasar yang berguna dalam hal pajanan akibat kecelakaan
atau penyakit akibat kerja. Program pengawasan medis harus didasarkan pada sifat
pekerjaan dan kondisi kesehatan pekerja untuk menjalankan tugasnya secara efektif.
Seperti disebutkan di atas, seorang dokter (occupational physician) harus mengenal
kondisi proses kerja dan keperluan tugas untuk pekerja radiasi, dan potensi bahaya di
tempat kerja. Dia harus bertanggung jawab menjadwal program pemeriksaan, menata

12
pertolongan pertama pada kecelakaan radiasi, dan mengevaluasi keselamatan dan
kondisi kesehatan tempat kerja.

13
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Rumah Sakit


1. Profil RS Santa Maria Pekanbaru
RS Santa Maria Pekanbaru adalah satu dari sekian Layanan Kesehatan milik
Organisasi Sosial Kota Pekanbaru yang berupa RSU, dinaungi oleh Yayasan
Salus Infirm Khatolik dan termuat kedalam RS Tipe B. Layanan Kesehatan ini
telah teregistrasi mulai 25/05/2012 dengan Nomor Surat Izin KPTS.384/IV/2013
dan Tanggal Surat Izin 23/04/2013 dari Gubernur Riau dengan Sifat Tetap, dan
berlaku sampai 13/05/2018. Sesudah melakukan Proses AKREDITASI Rumah
sakit Seluruh Indonesia dengan proses Pentahapan III (16 Pelayanan) akhirnya
diberikan status Tingkat Paripurna Akreditasi Rumah Sakit. RSU ini beralamat di
Jln. Ahmad Yani No. 68 Rt/Rw 001/001 Kel. Pulau Karam Kec. Sukajadi, Kota
Pekanbaru, Indonesia. RSU Milik Organisasi Sosial Kota Pekanbaru ini
Mempunyai Luas Tanah 4332 dengan Luas Bangunan 5664.
2. Profil RS Awal Bros Pekanbaru
RS Awal Bros Pekanbaru merupakan satu dari sekian RS milik
Swasta/Lainnya Kota Pekanbaru yang berbentuk RSU, dinaungi oleh PT.Awal
Bros Putra M Perusahaan dan tercatat kedalam RS Kelas B. RS ini telah
teregistrasi mulai 19/08/1998 dengan Nomor Surat Izin 446.1/AKT-
1/V/2011/01.234 dan Tanggal Surat Izin 10/05/2011 dari Dinkes Prov Riau
dengan Sifat Tetap, dan berlaku sampai 10 MEI 2011 SD 10 MEI 2016. Sesudah
melangsungkan Prosedur AKREDITASI RS Seluruh Indonesia dengan proses
Akreditasi Internasional akhirnya diberikan dengan status Lulus. RSU ini
bertempat di Jl. Sudirman No.117, Pekanbaru, Kota Pekanbaru, Indonesia. RS
Awal Bros Pekanbaru Mempunyai Layanan Unggulan dalam Bidang cath Lab.
RSU Milik Swasta Kota Pekanbaru ini Mempunyai Luas Tanah 11000 dengan
Luas Bangunan 15000.

B. Hasil
1. Dosis Radiasi Tahun 2008-2011
Pada variabel ini ( variable independent ) peneliti membagi responden dalam
dua kelompok yaitu kelompok responden yang normal ( tidak beresiko ) dan

14
kelompok abnormal (beresiko). Untuk melihat gambaran dosis radiasi pekerja
radiasi periode tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Distribusi Frekuensi Paparan Dosis Pekerja Radiasi Tahun 2008-2011

Dari Gambar 1. menunjukkan bahwa 39 pekerja radiasi pada tiga Rumah


Sakit Kota Pekanbaru memperoleh paparan dosis yang normal atau masih dalam
kategori aman < 5.000 mRem.
Pembatasan penerimaan dosis yang boleh ditolerir dapat diterima oleh anggota
masyarakat sebesar 1 mSv (1.000 mRem) pertahun. Nilai Batas Dosis (NBD)
untuk anggota masyarakat ini relatif lebih kecil dari yang diterima rata – rata dari
radiasi alam 2,4 mSv pertahun (Lubis, 2003).

2. Kadar Leukosit Tahun 2008-2011


Pada variabel ini (variable independent) peneliti membagi responden dalam
dua kelompok yaitu kelompok responden yang memiliki kadar leukosit normal
dan kelompok responden yang memiliki kadar leukosit abnormal. Untuk melihat
gambaran kadar leukosit pekerja radiasi periode tahun 2008 - 2011 dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2. Distribusi Frekuensi Kadar Leukosit Pekerja Radiasi Tahun 2008-


2011

15
Berdasarkan Gambar 2. menunjukkan 39 responden (100%) kadar leukosit
pekerja radiasi pada beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru periode tahun 2008
- 2009 sebagian besar normal yaitu pada tahun 2008 sebanyak 36 orang (92,3%),
tahun 2009 sebanyak 38 orang (97,4%), tahun 2010 sebanyak 38 orang (97,4%),
dan tahun 2011 sebanyak 35 orang (89,7%). Hal ini dapat diartikan bahwa
perubahan kadar leukosit pekerja radiasi selama periode 2008 - 2011 sebagian
besar normal dan hanya pada tahun 2011 terdapat 4 (1,3% ) orang pekerja radiasi
yang memiliki kadar leukosit abnormal, dimana tidak dalam rentang 6.000 –
11.000 mm3. Hal ini disebabkan kurangnya kepatuhan pekerja radiasi
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti apron, film badge, dan lain-lain
saat mengoperasikan pesawat radiasi, sehingga pekerja radiasi lebih banyak
terpapar radiasi saat bekerja di bagian radiologi rumah sakit.

C. Pembahasan
Berdasarkan teori dan penelitian terkait di atas maka peneliti berasumsi bahwa
dari hasil penelitian ini tidak terdapat tanda-tanda atau risiko atau dampak yang terjadi
pada pekerja radiasi oleh kerena perubahan kadar leukosit pada pekerja radiasi
sebagian besar dalam kategori normal, tidak terdapat ancaman kesehatan. Namun
terdapat hubungan yang lemah dan sedang antar beberapa periode waktu tertentu
akibat pemaparan radiasi yang terus menerus. Dalam hal ini perlu diketahui oleh
pekerja radiasi agar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tetap menjadi prioritas
utama dalam melaksanakan tugas rutin di unit radiologi rumah sakit.
Pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia dapat bermacam–macam
bergantung kepada jumlah dosis dan luas lapangan radiasi yang diterima. Radiasi
dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan ionisasi pada sel–sel tubuh manusia. Sifat
dan tingkat kegawatan pengaruh radiasi ini tergantung pada dosis yang diterima sel
jaringan tersebut. Ukuran satuan dosis untuk manusia disebut Rem (1 Rem = 1000
mRem). Efek biologi dari radiasi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu efek
deterministik dan efek genetik (Rasad et al, 1999).
Baik dari hasil observasi maupun wawancara menyatakan bahwa dari segi
pemantauan dosis radiasi, tampak pekerja radiasi menggunakan film badge yang
relevan untuk saat ini yaitu menggunakan film badge selama bekerja di ruangan
radiologi. Film badge merupakan suatu alat ukur radiasi merupakan suatu sistem yang
terdiri dari detektor dan rangkaian penunjang seperti pengukuran radiasi lainnya.

16
Menurut Rasad et al (1999) alat ukur ini mempunyai kekhususan berbeda dengan
sistem pengukuran radiasi lainnya, yaitu harus dapat memberikan informasi dosis
radiasi efek atau pengaruh radiasi tersebut terhadap manusia. Nilai atau hasil
pengukuran alat ukur ini berupa besaran dosis seperti paparan dalam rontgen, dosis
serap dalam rad atau grey dan dosis ekuivalen dalam rem atau Sievert.
Pemantauan radiasi perlu dilakukan pada beberapa tempat secara menyeluruh
yang meliputi dinding penahan radiasi serta daerah kerja di mana pekerja biasanya
melakukan kegiatan. Pemantauan pada dinding ruangan dimaksudkan untuk
mengantisipasi jika ada keretakan ataupun kebocoran penahan radiasi yang dapat
mengakibatkan paparan berlebihan terhadap pekerja radiasi. Sedang pemantauan
daerah kerja dimaksudkan agar para pekerja radiasi dapat mengatur dan menentukan
posisi yang aman dalam melaksanakan tugas.
Pemantauan radiasi pada prinsipnya adalah kegiatan pengukuran tingkat
radiasi di daerah kerja, biasanya dinyatakan dalam laju dosis radiasi per satuan waktu,
misal dalam mrem/jam, µSv/jam dan sebagainya. Pemantauan radiasi merupakan
bagian dari program proteksi radiasi yang harus dilakukan dalam setiap kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir. Sistem proteksi radiasi di desain untuk memperkecil dan
mengontrol paparan radiasi yang diterima pekerja radiasi.
Pekerjaan sebagai pekerja radiasi pada suatu rumah sakit beresiko terhadap
kesehatan dibanding pekerja lainnya, untuk itu perlu dilakukan pemantauan kesehatan
pekerja radiasi melalui pemeriksaan laboratorium kesehatan dengan mengambil
sampel darah secara berkala minimal sekali dalam satu tahun. Pencatatan hasil
pemeriksaan laboratorium kesehatan pekerja radiasi dilakukan oleh pihak manajemen
rumah sakit dan didokumentasikan dalam bentuk kartu kesehatan tersediri khusus
pekerja radiasi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes,
2008) yang menyatakan bahwa Pencatatan hasil pemeriksaan kesehatan dilakukan
oleh direktur RS/pihak manajemen melalui PPR yang ditunjuk yang nantinya di
simpan dalam kartu kesehatan/file tersendiri pekerja radiasi tersebut. Direktur
RS/pihak manajemen harus tetap menyimpan dokumentasi yang memuat tentang
catatan dosis, hasil pemantauan daerah kerja, hasil pemantauan lingkungan dan kartu
kesehatan pekerja radiasi selama 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak pekerja radiasi
tersebut berhenti bekerja.
Pada penelitian ini substansi pemeriksaan kesehatan hanya untuk pemeriksaan
kadar leukosit saja oleh karena hal ini lebih mudah diamati untuk menjawab tujuan

17
penelitian yaitu melihat dampak yang terjadi terhadap kesehatan pekerja radiasi. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhana (2007) yang mengatakan
Para dokter mulai menggunakan Sinar-X untuk membantu menangani kasus-kasus
pembedahan, dan diagnosis kehamilan dengan dosis radiasi yang tidak terkontrol.
Berdasarkan hasil wawancara dan penelusuran dokumen dapat diketahui
bahwa ketersediaan dokumen hasil pemantauan dosis dan pemeriksaan laboratorium
kesehatan pekerja radiasi dinilai diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan
pekerja radiasi. Sebagian besar pekerja radiasi menunjukkan kartu kesehatan yang
dilakuan rutin dalam setahun sekali. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa perlunya adanya dokumen yang lengkap untuk pemantauan keselamatan kerja
bagi pekerja radiasi, maka dari itu disediakan suatu alat untuk mengukur penyerapan
dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi selama bekerja menggunakan alat radiasi.
Kemungkinan besar pekerja radiasi mudah terpapar dengan bahaya radiasi sehingga
akan mudah terjadi ancaman kesehatan bagi pekerja radiasi.
Alat ukur pemantauan perorangan adalah suatu alat ukur yang digunakan
untuk memantau radiasi yang diterima oleh tubuh manusia secara perorangan. Alat
yang digunakan untuk mencatat dosis radiasi yang diterima secara perorangan adalah
film badge untuk mencatat dosis radiasi yang diterima oleh seorang pekerja yang
terkena berbagai jenis radiasi

18
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari 39 responden pada pekerja radiasi dibeberapa Rumah Sakit Kota Pekanbaru
didapatkan hasil paparan dosis radiasi dalam kategori normal seluruhnya yaitu
berjumlah 39 orang (100%) dari tahun 2008 hingga tahun 2011.
2. Dari 39 responden pada pekerja radiasi didapatkan hasil kadar leukosit pekerja
radiasi dalam batas normal yaitu pada periode tahun 2008 sebanyak 36 orang
(92,7%), tahun 2009 sebanyak 38 orang (97,4%), tahun 2010 sebanyak 38 orang
(97,4%), dan tahun 2011 sebanyak 35 orang (89,7%) dan hanya 4 orang yang
tidak normal, dan diketahui ke empat pekerja radiasi tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) seperti : apron dan film badge, selama pekerja radiasi
bekerja di bagian radiologi rumah sakit.
3. Terdapat hubungan yang lemah antara pemaparan radiasi terhadap perubahan
kadar leukosit. Hal ini ditandai dengan tidak ditemukannya dampak radiasi
terhadap kesehatan pada pekerja radiasi selama bekerja di bagian radiologi
rumah sakit.
4. Sebagian besar responden telah menerapkan perlindungan terhadap radiasi sesuai
dengan kaidah proteksi radiasi seperti penggunaan APD : film badge, apron dan
untuk lingkungan di beberapa Rumah Sakit sudah menggunakan tabir pelindung
dengan lapisan timbal (Pb) serta sudah menggunakan kaca monitor berlapis timbal
(Pb).
5. Program pemeriksaan kesehatan akibat kerja yang baik untuk pekerja radiasi harus
meliputi pemeriksaan medis, pemantauan dosimetri personal, penelitian yang
berhubungnan dengan kecelakaan dan intervensi medis jika diperlukan. Hal ini
membutuhkan pendekatan terkoordinasi oleh profesional keselamatan, dokter
umum, dokter kesehatan dan pekerja kesehatan lainnya, termasuk pekerja radiasi
itu sendiri.

B. Saran
1. Pekerja radiasi harus lebih patuh dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
seperti apron, film badge, dan lain-lain pada saat melakukan pemeriksaan.

19
2. Perlu ditingkatkan pengawasan internal oleh kepala instalasi terhadap pelaksanaan
proteksi radiasi.

20
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Distribusi Frekuensi Paparan Dosis Pekerja Radiasi Tahun 2008-2011 (hal 15)
Gambar 2. Distribusi Frekuensi Kadar Leukosit Pekerja Radiasi Tahun 2008-2011 (hal 15)

21
DAFTAR PUSTAKA

Tetriana, D., Evalisa, M., Sangat Penting, Pemeriksaan Kesehatan Pekerja Radiasi, Buletin
ALARA, Volume 7 Nomor 3, April 2006, 93 – 101.

Mayerni, Ahmad, A., dan Abidin, Z., Dampak Radiasi Terhadap Kesehatan Pekerja Radiasi
di RSUD Arifin Achmad, RS Santa Maria Dan RS Awal Bros Pekanbaru, Jurnal Ilmu
Lingkungan, 2013: 7 (1).

Akhadi, M. 2002. Budaya Keselamatan dalam Pemanfaatan Radiasi di Rumah Sakit, buletin
ALARA. Jakarta.

Anonimouos. 2000. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000, tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion. Jakarta.

Ditjen P2M & PL Depkes dan Kesos RI. 2000. Pedoman Umum Pengamanan Dampak
Radiasi.

Guyton A.C, dan J.E Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997:
543-45; 1265-69.

Khoiri, M. 2010. Upaya Peningkatan Budaya Keselamatan Pekerja Radiasi Rumah Sakit
di Indonesia.

Lusiyanti, Y dan M, Syaifudin. 2004. Nuklir Mengabdi Kemanusiaan, Buletin ALARA.


Jakarta.

Wardhana, W.A. 2007. Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi dan Aplikasinya. Penerbit Andi
Offset. Jakarta

Morris, N.D., Thomas P.D., and Rafferty, K.P., Personal radiation monitoring service and
assessment of doses received by radiation workers, Technical Report 139, 1990.

Wai, W.T., Medical surveillance for radiation workers and the role of the occupational
physician, Department of Community and Family medicine, The Chinese University of
Hong Kong, 2006.

Polvani, C., Encyclopedia, International Labour Organization, Geneva, 1997, 1861-1864.

22
ICRP, Recommendation of the International Commission on Radiological Protection, ICRP
Publication No. 26, Annals of the ICRP, Oxford, 1977, 1-54.

Voelz,G., Ionizing radiation, dalam : Zenz, C., Dickerson, O.B., Horvath, E.P., eds.,
Occupational Medicine, Edisi ketiga, St. Louis Mosby, 1994, 393-427.

Sardini, S., Nuryati, I., Elistina dan Kasirah, Studi kesehatan pada pekerja radiasi PPTN Pasar
Jum’at, Prosiding Seminar Teknologi Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir II,
Jakarta 4 September 2002.

23

Anda mungkin juga menyukai