Anda di halaman 1dari 46

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN NATRIUM DIKLOFENAK

DALAM SEDIAAN JAMU DENGAN METODE KLT-DENSITOMETRI

I. TUJUAN
I.1 Menetapkan kadar parasetamol dan natrium diklofenak dalam sediaan
jamu dengan metode KLT-Densitometri
I.2 Mengetahui tingkat validitas dari metode penetapan kadar parasetamol dan
natrium diklofenak yang dilakukan.

II. DASAR TEORI


II.1 Parasetamol
Parasetamol memiliki nama lain Asetaminofen atau N-asetil-4-
aminofenol. Parasetamol memiliki rumus molekul C8H9NO2 dengan bobot
molekul sebesar 151,16 gram/mol. Serbuknya hablur atau serbuk putih,
tidak berbau, dan memiliki rasa pahit. Kelarutannya adalah larut dalam 70
bagian air, dalam 7 bagian etanol 95% P, dalam 13 bagian aseton P, dalam
40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam
larutan alkali hidroksida. (Depkes RI, 1979).

(a) (b)

Gambar 2.1(a). Struktur parasetamol (b). Spektrum parasetamol (Moffat et al., 2005)

Dalam larutan asam,parasetamol memiliki panjang gelombang


maksimum 245 nm (A11=668a) dan pada larutan basa,parasetamol
memiliki panjang gelombang maksimum 257 nm (A11=715a) (Moffat dkk.,
2011).

1
II.2 Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak adalah suatu obat golongan NSAID yangbanyak
digunakan sebagai terapi non-steroid agen anti-inflamasi dalam
menghambat enzim siklooksigenase (Pandey, 2013). Natrium diklofenak
berbentuk kristal, memiliki titik didih antara 283-285oC. Kelarutan pada
temperatur 25oC (dalam mg/mL): air deionisasi (pH 5.2) > 9; metanol >

24; aseton 6; asetonitril < 1


dan sikloheksan < 1 (Moffat, dkk., 2011).

a b

Gambar 2.2(a). Struktur natrium diklofenak (b). Spektrum natrium diklofenak (Moffat
dkk., 2011)

Apabila natrium diklofenak dianalisis dengan spektrofotometer UV-


Vis, pada suasana asam memiliki panjang gelombang maksimum 273 nm
dan pada suasana basa memiliki panjang gelombang maksimum 275 nm.

2.3 Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLT-KT)

2
Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode pemisahan komponen
campuran analit berdasarkan prinsip partisi dan adsorbsi yang dipengaruhi
oleh afinitas analit di antara fase diam dan fase gerak. (Gandjar dan
Rohman, 2012). Data yang diperoleh dari analisis dengan KLT adalah nilai
Rf, nilai Rf berguna untuk identifikasi suatu senyawa. Nilai Rf suatu
senyawa dalam sampel dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa murni.
Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh
senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh
oleh pelarut sebagai fase gerak (Stahl, 1985).
KLT-KT dimaksudkan untuk mendapatkan pemisahaan dan hasil
analisis yang lebih baik dibanding dengan KLT biasa. Kelebihan KLT-KT
dibanding dengan KLT terletak pada fase diamnya yang mana pada KLT-
KT ini, fase diam yang digunakan berukuran sangat halus dan pori-porinya
sragam serta tebal lapisannya hayi 0,1 mm. Ukuran partikel fase gerak
yang lebih kecil ini akan menyebabkan semakin besarnya jumlah lempeng
teoritis, karenanya pemisahan menjadi kebih efisien.Gandjar dan Rohman,
2007).

2.4 KLT-Spektrofotodensitometri
Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara
radiasi elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan
noda pada plat. Radiasi elektromagnetik yang datang pada plat diabsorpsi
oleh analit, ditransmisi atau diteruskan jika plat yang digunakan
transparan. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau
indikator plat dapat diemisikan berupa flouresensi dan fosforesensi.
Pemadaman flouresensi indikator F-254 dapat terjadi akibat adanya noda
pada plat sehingga teramati di bawah lampu UV sebagai noda hitam
(Sherma dan Fried, 1996).
Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan
KLT biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng
KLT (atau secara in situ). Densitometri lebih dititikberatkan untuk analisis
3
kuantitatif analit-analit dengan kadar yang sangat kecil yang perlu
dilakukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT. Analis dapat bekerja
dengan densitometri pada jangkauan panjang gelombang 190 s/d 800
nm. Pada umumnya yang paling sering digunakan adalah mode absorbsi
dengan menggunakan sinar UV pada λ 190-300 nm (Sherma and Fried,
1996).
Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi.
Kebanyakan densitometer memiliki sumber cahaya, monokromator untuk
memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar
pada lempeng, pengganda foton dan rekorder (Gandjar dan Rohman,
2007).

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
a. Neraca analitik
b. Botol vial l. Alat sonikasi
c. Labu ukur 5 mL, 10 m. Plat KLT silika gel 60 GF 254
mL,100 mL n. Sendok tanduk
d. Bulb filler o. Pipet tetes
e. Labu Erlenmeyer p. Kertas perkamen
f. Kertas saring q. Batang pengaduk
g. Gelas beker r. Stamper
h. Oven s. Mortir
i. Pipet ukur 1 mL, 5 mL t. Sudip
j. Chamber u. Pipet Kapiler
k. Spektrofotodensitometer
CAMAG

3.2 Bahan
a. Serbuk jamu
b. Serbuk Baku Parasetamol
c. Serbuk Baku Natrium diklofenak
4
d. Toluena
e. Etil asetat
f. Asam asetat
g. Tablet Parasetamol
IV. PROSEDUR KERJA
4.1. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 2 mg/mL dan Na Diklofenak
2 mg/mL
4.1.1. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 2 mg/mL
a. Perhitungan
Diketahui:
Larutan baku parasetamol = 2 mg/mL = 2000 ng/ µL
Volume yang dibuat = 10 mL
Ditanya: Massa parasetamol = ...?
Jawab :
2mg x mg
mL
= 10 mL
x = 20 mg

b. Prosedur Kerja :
Pembuatan larutan baku parasetamol 2000 ng/uL,
ditimbang sebanyak 20 mg serbuk parasetamol dan dimasukkan
ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan metanol 5 mL.
Dimasukkan larutan ke labu ukur 10 ml, ditambah metanol
hingga tanda batas dan digojog hingga homogen.
4.1.2. Pembuatan Larutan Baku Na diklofenak 2 mg/mL
a. Perhitungan
Diketahui:
Larutan baku Na diklofenak = 2 mg/mL = 2000 ng/ µL
Volume yang dibuat = 10 mL
Ditanya: Massa natrium dikofenak= ...?
Jawab:
2mg x mg
mL
= 10 mL
x = 20 mg

b. Prosedur Kerja :

12
Pembuatan larutan baku natrium diklofenak 2000 ng/ µL ,
ditimbang sebanyak 5 mg serbuk natrium diklofenak dan
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan metanol 5
mL. Dimasukkan larutan ke labu ukur 10 ml, ditambah metanol
hingga tanda batas dan digojog hingga homogen.
4.2. Pembuatan Larutan Seri Parasetamol dan Natrium Diklofenak
konsentrasi 100 ng/µL, 150 ng/µL, 200 ng/µL, 250 ng/µL, 300 ng/µL
a. Perhitungan
- Larutan Seri Paracetamol kosentrasi 100 ng/uL
Diketahui:
Larutan baku Parasetamol = 2000 ng/µL
Larutan Seri Parasetamol = 100 ng/µL
Volume yang dibuat = 5 mL
Ditanya: Volume yang diambil = ...?
Jawab:
C baku x V baku = C seri x Vseri
2000 ng/uL x V baku = 100 ng/uL x 5 mL
Vbaku = 0,25 mL
- Larutan Seri Parasetamol kosentrasi 150 ng/µL
Diketahui:
Larutan baku Parasetamol = 2000 ng/µL
Larutan seri Parasetamol = 150 ng/µL
Volume yang dibuat = 5 mL
Ditanya: Volume yang diambil = ...?
Jawab:
C baku x V baku = C seri x V seri
2000 ng/µL x V baku = 150 ng/µL x 5 mL
Vbaku = 0,375 mL

- Larutan Seri Parasetamol kosentrasi 200 ng/uL


Diketahui:
13
Larutan baku Parasetamol = 2000 ng/µL
Larutan seri Parasetamol = 200 ng/µL
Volume yang dibuat = 5 mL
Ditanya: Volume yang diambil = ...?
Jawab:
C baku x V baku = C seri x V seri
2000 ng/µL x V baku = 200 ng/µL x 5 mL
Vbaku = 0,5 mL
- Larutan Seri Parasetamol dan Na-Diklofenak Konsentrasi 250
ng/μL
Diketahui:
Larutan baku Parasetamol dan Na-Diklofenak = 2000 ng/μL
Larutan seri Parasetamol dan Na-Diklofenak = 250 ng/μL
Volume yang dibuat = 5 mL
Ditanya: Volume yang diambil = ...?
Jawab:
C baku x V baku = C seri x V seri
2000 ng/μL x V baku = 250 ng/μL x 5 mL
Vbaku = 0,625 mL
- Larutan Seri Parasetamol dan Na-Diklofenak Konsentrasi 300
ng/μL
Diketahui:
Larutan baku Parasetamol dan Na-Diklofenak = 2000 ng/μL
Larutan seri Parasetamol dan Na-Diklofenak = 300 ng/μL
Volume yang dibuat = 5 mL
Ditanya: Volume yang diambil = ...?
Jawab:
C baku x V baku = C seri x V seri
2000 ng/μL x V baku = 300 ng/μL x 5 mL
V baku = 0,75 mL

14
b. Prosedur Kerja :
Dibuat sebanyak masing-masing 5 mL larutan seri parasetamol
dan natrium diklofenak. Larutan seri dibuat dengan memipet larutan
baku parasetamol dan larutan baku natrium diklofenak 2000 ng/uL
dengan volume masing - masing 0,25 mL, 0,375 mL, 0,5 mL, 0,625
mL, 0,75 mL ke dalam labu ukur 5 mL, kemudian ditambahkan
metanol hingga tanda batas dan digojog hingga homogen, sehingga
kosentrasi larutan seri parasetamol dan natrium diklofenak masing-
masing menjadi 100 ng/µL, 150 ng/µL, 200 ng/µL, 250 ng/µL dan 300
ng/µL, dipindahkan ke vial dan diberi label.
4.3. Penotolan Larutan Seri
Ditotolkan masing-masing larutan seri 200 ng/uL, 250 ng/uL dan
300 ng/uL sebanyak tiga kali dengan menggunakan pipet 2 µL
sehingga diperoleh jumlah parasetamol dan natrium diklofenak pada
masing-masing spot sebagai berikut:
Tabel 4.1 Totolan Larutan Seri pada plat KLT.
Jumlah PCT dan
Standar yang Volume yang
Natrium diklofenak pada
Seri digunakan ditotolkan
spot
(ng/µl) (µl)
(ng)
1 100 6 600
2 150 6 900
3 200 6 1200
4 250 6 1500
5 300 6 1800

4.4 Pembuatan Larutan Sampel


a. Perhitungan
Diketahui:
Bobot Tablet Paracetamol = 50 mg
Bobot Natrium Diklofenak = 50 mg
15
Sampel Jamu = 100 mg
Volume yang dibuat = 100 mL
Ditanya: Penimbangan tablet Parasetamol dan Na Diklofenak =...?
Jawab:
 Penimbangan serbuk parasetamol
Konsentrasi Parasetamol dalam Sampel:
10 mg
50 mg/100 mL = 5 mg/mL
50 mL
= 500 ng/µL
Pengenceran untuk memperoleh larutan parasetamol 200 ng/µL:
C1 . V 1 = C2 . V2
500 ng/uL . V1 = 200 ng/uL . 10 mL
V1 = 4 mL
 Penimbangan serbuk Na diklofenak
Konsentrasi Natrium Diklofenak dalam Sampel:
10 mg
50 mg/100 mL = 0,5 mg/mL
50 mL
= 500 ng/uL
Pengenceran untuk memperoleh larutan parasetamol 200 ng/uL:
C1 . V 1 = C2 . V2
500 ng/uL . V1 = 200 ng/uL . 10 mL
V1 = 4 mL
b. Prosedur Kerja :
Serbuk jamu ditimbang 100 mg kemudian serbuk tersebut
dimasukkan ke dalam gelas beker, digerus tablet parasetamol kemudian
ditimbang 50 mg dan natrium diklofenak kemudian ditimbang sebanyak
50 mg.
Serbuk yang sudah di tambahkan dengan parasetamol dan natrium
diklofenak ditambahkan metanol hingga volume 100 mL kemudian
diaduk menggunakan batang pengaduk. Dilakukan sonikasi selama 15
menit. Selanjutnya disaring menggunakan Whatman No.1, filtrat

16
kemudian dimasukkan ke dalam botol vial. Kemudian 4 mL larutan
tersebut dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan metanol hingga tanda batas.

4.5 Pembuatan Larutan Blanko


Ditimbang 100 mg serbuk jamu. Dimasukkan dalam gelas beker dan
ditambah 10 mL metanol. Diaduk dengan batang pengaduk hingga larut
sempurna. Disaring dengan kertas saring, filtrat dimasukkan dalam botol
vial.

4.6 Pembuatan Fase Gerak


Fase gerak yang digunakan adalah toluena: etil asetat: asam asetat
dengan perbandingan 6,5 : 3,5 : 0,02 v/v/v (Kulkarni et al., 2012).
a. Perhitungan
Diketahui:
Volume fase gerak = 10 mL
Ditanya:
Volume toluena, etil asetat, asam asetat= ...?
Jawab:
6,5
Toluena = ×10 mL
10
= 6,5 mL
3,5
Etil asetat = ×10 mL
10
= 3,5 mL
0,02 0,02
Asam asetat = x 10 mL ×250 mL
10 10

= 0,02 mL
b. Prosedur kerja :
Toluena dipipet sebanyak 6,5 mL, etil asetat dipipet sebanyak 3,5
mL, asam asetat dipipet sebanyak 0,02 mL. Ketiga larutan tersebut

17
dimasukkan ke dalam beaker glass. Diaduk dengan batang pengaduk,
dimasukkan ke dalam botol gelap dan ditutup dengan aluminium foil.

4.7 Penetapan Kadar Parasetamol dan Natrium Diklofenak dengan


Metode KLT Densitometri
Dipotong plat KLT Aluminium Silika Gel 60 F 254 berukuran 10 cm
× 10 cm. Sebelum diuji plat dicuci dengan methanol dan diaktivasi pada
suhu 50 ̊ C selama 5 menit. Chamber dijenuhkan menggunakan fase gerak
toluena: etil asetat: asam asetat dengan perbandingan 6,5 : 3,5 : 0,02 v/v/v.
Ditotolkan larutan blanko, larutan seri, dan 3 larutan sampel masing-
masing sebanyak 6 µL dengan penotol Camag Microlitre Syringe dengan
jarak tiap totolan 1 cm. Plat kemudian dielusi pada chamber yang
sebelumnya telah dijenuhkan hingga jarak pengembangan 8 cm.
Selanjutnya, plat dikeringkan dengan cara diangin – anginkan. Plat
dimasukkan ke dalam CAMAG TLC- SCANNER 3, kemudian plat
dilakukan analisis dengan spektrofotodensitometri pada panjang
gelombang 254 nm.
Tabel 4.2 Totolan pada plat KLT.
Jumlah
Jumlah
Jumlah PCT Narium
Totolan Larutan totolan
(ng) diklofenak
(µL)
(ng)
1 Larutan Blanko 6 - -
2 Larutan seri 100 ng/µL 6 600 600
3 Larutan seri 150 ng/µL 6 900 900
4 Larutan seri 200 ng/µL 6 1200 1200
5 Larutan seri 250 ng/µL 6 1500 1500
6 Larutan seri 300 ng/µL 6 1800 1800
5 Larutan sampel 1 6 1200 1200
6 Larutan sampel 2 6 1200 1200
7 Larutan sampel 3 6 1200 1200

V. SKEMA KERJA
18
5.1 Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 2000 ng/µL dan Na
Diklofenak 2000 ng/µL
5.1.1 Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 2000 ng/µL

Ditimbang sebanyak 2 mg serbuk parasetamol dan dimasukkan


ke dalam labu erlenmeyer.

Ditambahkan metanol 5 mL dan dimasukkan larutan ke labu ukur


10 mL.

Ditambah metanol hingga tanda batas dan digojog hingga


homogen.

19
5.1.2 Pembuatan Larutan Baku Na diklofenak 2000 ng/µL

Ditimbang sebanyak 2 mg serbuk natrium dklofenak dan


dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.

Ditambahkan metanol 5 mL dan dimasukkan larutan ke labu ukur


10 mL.

Ditambah metanol hingga tanda batas dan digojog hingga


homogen.

5.2 Pembuatan Larutan Seri Parasetamol dan Natrium Diklofenak


konsentrasi 100 ng/µL, 150 ng/µL, 200 ng/µL, 250 ng/ µL, 300 ng/
µL
Dipipet larutan baku parasetamol dan larutan baku natrium diklofenak
2000 ng/uL dengan volume masing - masing 0,25 mL, 0,375 mL, 0,5 mL,
0,625 mL, 0,75 mL, ke dalam labu ukur 5 mL.

Ditambahkan metanol hingga tanda batas dan digojog hingga homogen.

Dipindahkan ke botol vial dan diberi label.

5.3 Penotolan Larutan Seri

Ditotolkan masing-masing larutan seri 100 ng/µL, 150 ng/µL, 200


ng/µL, 250 ng/ µL, 300 ng/ µLsebanyak tiga kali dengan
menggunakan pipet 2 µL.

Diperoleh jumlah parasetamol dan natrium diklofenak pada masing-


masing spot.

5.4 Pembuatan Larutan Sampel

20
Serbuk jamu ditimbang 100 mg kemudian serbuk tersebut
dimasukkan ke dalam gelas beker.

Digerus tablet parasetamol kemudian ditimbang 50 mg dan natrium


diklofenak kemudian ditimbang sebanyak 50 mg.

Serbuk yang sudah di tambahkan dengan parasetamol dan natrium


diklofenak ditambahkan metanol hingga volume 100 mL kemudian
diaduk menggunakan batang pengaduk.

Dilakukan sonikasi selama 15 menit. Selanjutnya disaring


menggunakan Whatman No.1.

Filtrat kemudian dimasukkan ke dalam botol vial.

4 mL larutan tersebut dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10


mL dan ditambahkan metanol hingga tanda batas.

5.5 Pembuatan Larutan Blanko

Ditimbang 100 mg serbuk jamu.

Dimasukkan dalam gelas beker dan ditambah 10 mL metanol.

Diaduk dengan batang pengaduk hingga larut sempurna.

Disaring dengan kertas saring, filtrat dimasukkan dalam botol vial.

21
5.7 Pembuatan Fase Gerak

Toluena dipipet sebanyak 6,5 mL, etil asetat dipipet sebanyak 3,5 mL
dan asam asetat dipipet sebanyak 0,02 mL.

Ketiga larutan tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass.

Diaduk dengan batang pengaduk, dimasukkan ke dalam botol gelap


dan ditutup dengan aluminium foil.

5.8 Penetapan Kadar Parasetamol dan Natrium Diklofenak dengan


Metode KLT Densitometri

Dipotong plat KLT Aluminium Silika Gel 60 F254 berukuran 10


cm × 10 cm.

Plat KLT diaktivasi pada suhu 120 ̊ C selama 30 menit

Chamber dijenuhkan menggunakan toluena: etil asetat: asam


asetat dengan perbandingan 6,5 : 3,5 : 0,02 v/v/v

Ditotolkan larutan blanko, larutan seri, dan 3 larutan sampel


masing-masing sebanyak 6 µL dengan penotol Camag

Plat dielusi pada chamber yang sebelumnya telah dijenuhkan


hingga jarak pengembangan 8 cm.

Plat dikeringkan dengan cara diangin – anginkan.

Plat dimasukkan ke dalam CAMAG TLC- SCANNER 3,


kemudian plat dilakukan analisis dengan
spektrofotodensitometri pada panjang gelombang 254 nm.22
VI. HASIL PENGAMATAN
6.1 Tabel Penimbangan

No. Nama Bahan Jumlah


1 Stok PCT 20 mg
2 Stok Na-Diklofenak 20 mg
3 Tablet PCT 592,6 mg
- Sampel PCT 51 mg
4 Tablet Na-Diklofenak 225,2 mg
- Sampel Na-Diklofenak 188,6 mg
5 Serbuk Jamu Sampel 100 mg
Serbuk Jamu Blanko 100,4 mg

23
6 Pembuatan Fase Gerak
- Toluena 6,5 mL
- Etil asetat 3,5 mL
- Asam asetat 0,02 mL

6.2 Perhitungan Konsentrasi Sampel dan Blanko Teoritis


Diketahui:
Bobot Tablet Parasetamol = 592,6 mg
Bobot Natrium Diklofenak = 225,2 mg
Sampel Jamu = 100 mg
Serbuk tablet parasetamol sampel = 51 mg
Serbuk tablet natrium diklofenak sampel = 188,6 mg
Volume yang dibuat = 10 mL
Ditanya: Konsentrasi Parasetamol dan Natrium Diklofenak dalam
sampel
Jawab:
 Konsentrasi Parasetamol

51 mg x mg
= ↔ X=43,03 mg
592,6 mg 500 mg
Konsentrasi Parasetamol dalam Sampel:
43,03 mg
Konsentrasi parasetamol = = 4,303 mg/mL
10 mL
Konsentrasi pengenceran parasetamol =
C 1 x V 1=C 2 x V 2

24
mg
4,303 x 4 mL=C 2 x 10 mL
mL
C2 = 1,7212 mg/mL
C2 = 1721,2 µg/mL
 Konsentrasi Natrium Diklofenak

188,6 mg x mg
= ↔ X=41,873 mg
225,2 mg 50 mg
Konsentrasi Natrium Diklofenak dalam Sampel:
41,873 mg
Konsentrasi natrium diklofenak = = 4,187 mg/mL
10 mL
Konsentrasi pengenceran natrium diklofenak =
C 1 x V 1=C 2 x V 2
mg
4,187 x 4 mL=C 2 x 10 mL
mL
C2 = 1,675 mg/mL
C2 = 1675 µg/mL

6.3 Hasil Scanning Spot pada panjang gelombang optimum Parasetamol


245 nm
Track Parasetamol

Rf 0,11
Seri I 100 ng
AUC 9331,5
Rf 0,11
Seri II 150 ng
AUC 9150,5
Rf 0,11
Seri III 200 ng
AUC 6506,2
Rf 0,10
Seri IV 250 ng
AUC 9340,1
Rf 0,09
Seri V 300 ng
AUC 18723,6

25
Rf 0,09
Sampel 1
AUC 13759,6
Rf 0,10
Sampel 2
AUC 4338,5
Rf 0,09
Sampel 3
AUC 8143,7

VII. PERHITUNGAN
7.1 Parasetamol
7.1.1 Kurva Kalibrasi dan Persamaan Regresi Linier
Parasetamol
Diketahui :
Konsentrasi (ng) AUC
600 9331,5
900 9150,5
1200 6506,2
1500 9340,1
1800 18723,6
Ditanya : Kurva kalibrasi dan persamaan regresi linier
Dijawab :
Dalam penentuan persamaan regresi linier paracetamol, dipilih data
yang mampu memberikan nilai koefisien korelasi (r 2) yang
mendekati nilai 1. Berdasarkan hal tersebut dipilih 3 data linier
dalam menentukan kurva kalibrasi dan diperoleh persamaan regresi
sebagai berikut:
Digunakan 3 data yang linier:
Konsentrasi (ng) AUC
1200 6506,2
1500 9340,1
1800 18723,6
26
Kurva Hubungan Jumlah vs AUC
20000
18000
f(x) = 20.3623333333333 x − 19020.2
16000 R² = 0.912578005327828
14000
12000
10000 AUC
AUC

Linear (AUC)
8000
6000
4000
2000
0
1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900
Jumlah

Persamaan regresi linier yang diperoleh adalah sebagai berikut.

y = 20,362x - 19020; dengan nilai R2 = 0,9126

7.1.2 Penetapan Kadar Parasetamol dalam Sampel


a. Sampel 1
Diketahui :
- AUC sampel 1 : 13,759,6
Persamaan regresi linier parasetamol: y = 20,362x - 19020
Ditanya :
Kadar Parasetamol pada sampel 1
Dihitung:
y = 20,362x - 19020
13759,6 = 20,362x - 19020
32.779,6 = 20,362x
x = 1606,8 ng
Kadar parasetamol dalam penotolan 6 µL sampel 1 adalah 1606,8
ng, sehingga kadar parasetamol dalam sampel 1 adalah sebagai
berikut.

27
1606,8 ng
Kadar Parasetamol = x 50 mg = 46,67 mg
1721,2ng

Persen perolehan kembali Parasetamol dalam sampel 1 adalah


sebagai berikut:

Kadar Parasetamol hasil pengukuran


% recovery = x 100 %
Kadar Parasetamol sebenarnya

46,67 mg
% recovery = x 100 %
50 mg

687,361mg
x 100 %= 93,3 %
500 mg

b. Sampel 2
Diketahui :
- AUC sampel 2 : 4338,5
Persamaan regresi linier parasetamol: y = 20,362x - 19020
Ditanya :
Kadar Parasetamol pada sampel 2
Dihitung:
y = 20,362x – 19020
4338,5 = 20,362x – 19020
23358,5 = 20,362x
x = 1147,16 ng
Kadar parasetamol dalam penotolan 6 µL sampel 2 adalah 1147,16
ng, sehingga kadar parasetamol dalam sampel 2 adalah sebagai
berikut.

1147,16 ng
Kadar Parasetamol = x 50 mg =33,32 mg
1721,2ng

Persen perolehan kembali Parasetamol dalam sampel 2 adalah


sebagai berikut:

Kadar Parasetamol hasil pengukuran


% recovery = x 100 %
Kadar Parasetamol sebenarnya
28
33,32mg
% recovery = x 100 %
50 mg

687,361mg
x 100 %= 66,64 %
500 mg

c. Sampel 3
Diketahui :
- AUC sampel 3 : 8143,7
Persamaan regresi linier parasetamol: y = 20,362x - 19020
Ditanya :
Kadar Parasetamol pada sampel 3
Dihitung:
y = 20,362x - 19020
8143,7 = 20,362x - 19020
27163,7 = 20,362x
X = 1334 ng
Kadar parasetamol dalam penotolan 6 µL sampel 3 adalah 1334 ng,
sehingga kadar parasetamol dalam sampel 3 adalah sebagai berikut.

1334 ng
Kadar Parasetamol = x 50 mg =38,753 mg
1721,2ng

Persen perolehan kembali Parasetamol dalam sampel 3 adalah


sebagai berikut:

Kadar Parasetamol hasil pengukuran


% recovery = x 100 %
Kadar Parasetamol sebenarnya

38,753 mg
% recovery = x 100 %
50 mg

687,361mg
x 100 %= 77,5 %
500 mg

7.1.3 Standar Deviasi (SD) dan Standar Deviasi Relatif (RSD)

Kadar rata-rata Parasetamol dalam sediaan jamu BKO

29
46,67 mg+33,32 mg+ 38,753mg
Kadar rata-rata =
3
= 39,581 mg
Standar Deviasi
Sampel Kadar Parasetamol Kadar (x- x̄ )2
(x) Parasetamol
rata-rata ( x̄ )
1. 46,67 mg 39,581 mg 50,25
2. 33,32 mg 39,581 mg 39,2
3. 38,753 mg 39,581 mg 0,685
∑(x- x̄ )2 90,135
687,361+ 549,881+ 464,236 mg
¿ mg
3

SD =
√ ∑ ( x- { x̄ )2 ¿
n-1

=
√ 90 ,135
2
= 6,713

Standar Deviasi Relatif

SD
RSD = Kadar Parasetamol rata-rata x 100%

6,713
x 100 %
RSD = 39,581

RSD = 16,96 %

7.1.4 LOD dan LOQ Parasetamol

Penentuan AUC Seri berdasarkan Persamaan Regresi Linier

Diketahui:
Seri III = 1200 ng

30
Seri IV = 1500 ng
Seri V = 1800 ng
Persamaan regresi linier parasetamol: y = 20,362x - 19020
Ditanya :

y” = … ?

Dihitung:

 Seri III

y = 20,362x – 19020
y” = 20,362(1200) – 19020

y” = 5414,4
 Seri IV

y = 20,362x – 19020
y” = 20,362(1500) – 19020
y” = 11523

 Seri V

y = 20,362x – 19020
y” = 20,362(1800) – 19020

y” = 17631,6

Penentuan Simpangan Baku Residual

C (ng) Y y” (y-y”)2

1200 6506,2 5414,4 1192,02

1500 9340,1 11523 4705,05

1800 18723,6 17631,6 1192,46

Σ (y-y”)2 = 7089,53

31
Nilai Simpangan Baku Residual (Sy/x) adalah sebagai berikut.

Sy/x =√∑(y-y \) rSup { size 8{2} } } } over {n−2} } } } {¿ ¿ ¿


Sy/x =
√ 7089 ,53
3-2

Sy/x =
√ 7089 ,53
1

Sy/x = 84,2

Penentuan nilai LOD dan LOQ

Diketahui :

Sy/x = 84,2

Berdasarkan persamaan y = 20,362x – 19020, maka diketahui b


(slope) = 20,362
Ditanya: LOD dan LOQ = ….?

Dihitung :

3 Sy / x
 LOD =
b

3 x 84,2
LOD =
20,362

LOD = 12,405 ng

10 Sy / x
 LOQ =
b

10 x 84,2 10 x 2016,33
LOQ =
20,362 6,043

LOQ = 41,35 ng

7.2 Natrium Diklofenak

32
7.2.1 Kurva Kalibrasi dan Persamaan Regresi Linier Natrium
Diklofenak
Diketahui :
Jumlah (ng) AUC
600 12893,1
900 12619,1
1200 16760,5
1500 21843,2
1800 23362,2

Ditanya :Kurva kalibrasi dan persamaan regresi linier


Dijawab :
Dalam penentuan persamaan regresi linier natrium diklofenak,
dipilih data yang mampu memberikan nilai koefisien korelasi (r2)
yang mendekati nilai 1. Berdasarkan hal tersebut dipilih 3 data linier
dalam menentukan kurva kalibrasi dan diperoleh persamaan regresi
sebagai berikut:
Digunakan 3 data yang linier:
Konsentrasi (ng) AUC
900 12619,1
1500 21843,2
1800 23362,2

33
Kurva Hubungan Jumlah vc AUC
25000
f(x) = 12.4277380952381 x + 1876
R² = 0.959565954758133
20000

15000
Series2
AUC

Linear (Series2)
10000

5000

0
800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
Jumlah

Persamaan regresi linier yang diperoleh adalah sebagai berikut.

y = 12,428 + 1876 ; dengan nilai R2 = 0,9596

7.2.2 Penetapan Kadar Natrium Diklofenak dalam Sampel


a. Sampel 1
Diketahui :
AUC sampel 1 : 16545,1
Persamaan regresi linier natrium diklofenak: y = 12,428 + 1876
Ditanya :
Kadar natrium diklofenak pada sampel 1
Dihitung:

y = 12,428 + 1876

16545,1 = 12,428 + 1876

14669,1 = 12,428x

x = 1180,32 ng

Kadar natrium diklofenak dalam penotolan 6 µL sampel 1 adalah


1180,32 ng, sehingga kadar natrium diklofenak dalam sampel 1
adalah sebagai berikut.

34
1180,32ng
Kadar natrium diklofenak = x 50 mg = 35,23 mg
1675 ng

Persen perolehan kembali natrium diklofenak dalam sampel 1 adalah


sebagai berikut:

Kadar natirum diklofenak hasil pengukuran


% recovery = x 100 %
Kadar natriumdiklofenak sebenarnya

35,23
% recovery = x 100 %
50 ng

687,361mg
x 100 %= 70,5 %
500 mg

b. Sampel 2
Diketahui :
AUC sampel 2 : 7547,6
Persamaan regresi linier natrium diklofenak: y = 12,428 + 1876
Ditanya :
Kadar natrium diklofenak pada sampel 2
Dihitung:

y = 12,428 + 1876

7547,6 = 12,428 + 1876

5671,6 = 12,428x

x = 456,35 ng

Kadar natrium diklofenak dalam penotolan 6 µL sampel 2 adalah


456,35 ng, sehingga kadar natrium diklofenak dalam sampel 2
adalah sebagai berikut.

456,35 ng
Kadar natrium diklofenak = x 50 mg = 13,622 mg
1675 ng

Persen perolehan kembali natrium diklofenak dalam sampel 2 adalah


sebagai berikut:
35
Kadar natirum diklofenak hasil pengukuran
% recovery = x 100 %
Kadar natriumdiklofenak sebenarnya

13,622mg
% recovery = x 100 %
50 mg

687,361mg
x 100 %= 27,24 %
500 mg

c. Sampel 3
Diketahui :
AUC sampel 3 : 13257,6
Persamaan regresi linier natrium diklofenak: y = 12,428 + 1876
Ditanya :
Kadar natrium diklofenak pada sampel 3
Dihitung:

y = 12,428 + 1876

13257,6 = 12,428 + 1876

11381,6 = 12,428x

x = 915,8 ng

Kadar natrium diklofenak dalam penotolan 6 µL sampel 3 adalah


915,8 ng, sehingga kadar natrium diklofenak dalam sampel 3 adalah
sebagai berikut.

915,8 ng
Kadar natrium diklofenak = x 50 mg = 27,33 mg
1675 ng

Persen perolehan kembali natrium diklofenak dalam sampel 3 adalah


sebagai berikut:

Kadar natirum diklofenak hasil pengukuran


% recovery = x 100 %
Kadar natriumdiklofenak sebenarnya

27,33 mg
% recovery = x 100 %
50 mg
36
687,361mg
x 100 %= 54,6 %
500 mg

7.2.3 Standar Deviasi (SD) dan Standar Deviasi Relatif (RSD)

Kadar rata-rata Natrium Diklofenak dalam sediaan jamu BKO

35,23 mg+13,622 mg+27,33 mg


Kadar rata-rata =
3

= 26,26 mg

Standar Deviasi

Sampe Kadar Na-diklofenak Kadar Na- (x- x̄ )2


l (x) diklofenak rata-
rata ( x̄ )

1. 35,23 mg 26,26 mg 80,46

2. 13,622 mg 26,26 mg 159,71

3. 27,33 mg 26,26 mg 1,145

∑(x- x̄ )2 241,31

687,361+ 549,881+ 464,236 mg


¿ mg
3

SD =
√ ∑ ( x- { x̄ )2 ¿
n-1

=
√ 241 ,31
2
= 10,98

Standar Deviasi Relatif

SD
RSD = Kadar natrium diklofenak rata-rata x 100%

10,98
x100 %
RSD = 26,26

RSD = 41,8%
37
7.2.4 LOD dan LOQ Natrium Diklofenak

Penentuan AUC Seri berdasarkan Persamaan Regresi Linier

Diketahui:
Seri II = 900 ng
Seri IV = 1500 ng
Seri V = 1800 ng
Persamaan regresi linier natrium diklofenak: y = 12,428x + 1876

Ditanya :

y” = … ?

Dihitung:

 Seri II

y = 12,428 + 1876
y” = 12,428(900)+ 1876
y” = 13061,2
 Seri IV

y = 12,428x + 1876
y” = 12,428 (1500)+ 1876
y” = 20518

 Seri V

y = 12,428x + 1876
y” = 12,428(1800) + 1876
y” = 24246,4

PenentuanSimpangan Baku Residual

C (ng) Y y” (y-y”)2

900 12619,1 13061,2 195452,4


1500 21843,2 20518 1756155

38
1800 23362,2 24246,4 781809,6

Σ (y-y”)2 27334170

Nilai Simpangan Baku Residual (Sy/x) adalah sebagai berikut.

Sy/x =√∑(y-y \) rSup { size 8{2} } } } over {n−2} } } } {¿ ¿ ¿


Sy/x =
√ 2733417
3-2

Sy/x =
√ 2733417
1

Sy/x = 1653,3

Penentuan nilai LOD dan LOQ

Diketahui :

Sy/x = 1653,3

Berdasarkan persamaan y = 12,428x + 1876, maka diketahui b


(slope) = 12,428

Ditanya: LOD dan LOQ = ….?

Dihitung :

3 Sy / x
 LOD =
b

3 x 1653,3
LOD =
12,428
LOD =399,09 ng

10 Sy / x
 LOQ =
b

10 x 1653,3
LOQ =
12,428
39
10 x 2016,33
LOQ = 1330,3 ng
6,043

VIII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar parasetamol dan
natrium diklofenak dari sampel jamu pegal linu dengan menggunakan
metode KLT-Spektrofotodensitometri. Praktikum ini dilakukan sebagai
kontrol kualitas produk jamu yang beredar di pasaran. Uji kontrol kualitas
ini dilakukan dengan cara uji kadar bahan kimia obat yaitu Parasetamol
dan Natrium diklofenak yang ada pada sampel jamu racikan. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 007 Tahun 2012, jamu dilarang
mengandung bahan kimia berupa isolat dari bahan alam, bahan kimia
sintetis, dan etanol lebih dari 1% (Wisnuwardhani dkk., 2013).
Berdasarkan Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990, Jamu adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan galenik, atau campuran dari bahan- bahan tersebut, yang
secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. Akan tetapi, banyaknya produsen jamu yang tidak
bertanggung jawab menambahkan Bahan Kimia Obat(BKO) pada jamu
produksinya agar efek yang dihasilkan cepat karena merupakan bahan
sintesis sehingga penjualan pun meningkat. Konsumen pun merasa aman-
aman saja karena telah mengira mengonsumsi jamu tradisional yang
dianggap aman. Tidak diperkenankan menambahkan BKO pada sediaan
jamu karena kadarnya tidak diketahui dan jika dikonsumsi terus-menerus

40
makan akan terjadi kerusakan organ yang parah karena overdosis suatu
bahan kimia obat. Sehingga uji kualitas kontrol terhadap produk jamu di
pasaran mutlak harus dilakukan.
Analisis sampel yang dilakukan dalam praktikum ini adalah
dengan metode spiking yaitu dilakukan penambahan bahan kimia obat
berupa parasetamol dan natrium diklofenak pada jamu pegal linu yang
ada dipasaran. Dilakukan penetapan kedua analit tersebut karena
parasetamol dan natrium diklofenak merupakan obat dengan efek
antiinflamasi dan analgesik yang sering ditambahkan secara ilegal ke
dalam sediaan jamu pegal linu untuk memperkuat efek yang ditimbulkan
oleh sediaan jamu yang diproduksi oleh suatu produsen. Seharusnya jamu
yang akan digunakan praktikum harus diracik sendiri agar pasti tidak
mengandung bahan obat,tetapi karena keterbatasan waktu praktikum maka
cukup digunakan jamu pegal linu yang ada dipasaran.
Untuk menganalisis campuran parasetamol dan natrium diklofenak dalam
sediaan jamu, maka paling baik digunakan suatu metode analisis yang dapat
melakukan pemisahan terhadap campuran sekaligus dapat dilakukan analisis
kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa campuran tersebut. Dalam hal ini
praktikan menggunakan metode kromatografi lapis tipis, dimana partisi dapat
dilakukan langsung saat elusi pelat KLT, dan dihasilkan suatu bercak tunggal
hasil pemisahan campuran, dan tiap bercak dapat dilakukan identifikasi kualitatif,
dengan melihat nilai Rf, serta analisis kuantitatif dilakukan dengan metode
densitometri yang mengukur serapan analit terhadap radiasi elektromagnetik yang
berupa bercak pada pelat. Selain itu, metode dengan KLT sangat cepat dilakukan,
tidak memerlukan waktu lama. Maka, dari itu dipilih metode analisis KLT –
densitometri (Gandjar dan Rohman, 2012).
Pemisahan pada KLT yaitu perbedaan afinitas komponen-komponen
dalam campuran diantara fase diam dan fase geraknya. Dimana komponen dengan
afinitas yang lebih kuat terhadap fase gerak akan bergerak lebih cepat saat elusi
dibandingkan komponen yang memiliki afinitas lebih kuat terhadap fase diam,
perbedaan afinitas ini berakibat pada perbedaan kecepatan elusi antar komponen
41
pada pelat sehingga terjadi pemisahan komponen-komponen pada pelat.
Kemudian bercak-bercak hasil elusi yang terbentuk hasil pemisahan elusi,
dianalisis secara kuantitatif dengan alat spektrofotodensitometer dengan
mengukur serapan REM (radiasi elektromagnetik) pada panjang gelombang
pengukuran, dimana terjadi interaksi antara REM dengan analit yang berupa
bercak pada pelat (Gandjar dan Rohman, 2012).
Pada analisis dengan metode KLT-spektrodensitometri fase gerak yang
digunakan adalah toluene : etil asetat : asam asetat glacial (6,5 : 3,5 : 0,02 v/v/v)
dan fase diam silika Gel GF 254 sesuai jurnal acuan yang digunakan (Kulkarni et al,
2012). Dimana pada sistem tersebut diperoleh nilai hRf parasetamol sebesar 64
dan natrium diklofenak sebesar 51. Volume fase gerak yang dibuat pada
praktikum ini adalah 10 mL.
Dalam penetapan kadar obat secara spektroskopi, diperlukan standar
(baku) analit dengan berbagai konsentrasi dan ditentukan serapan masing-
masing larutan tersebut. Jika data-data serapan larutan standar diplotkan, akan
diperoleh sebuah garis lurus dengan slop positif melalui titik asal. Larutan
dengan konsentrasi tidak diketahui (sampel) kemudian disipakan dengan
perlakuan yang sama persis dengan larutan standar, dan serapannya diukur
pada panjang gelombang yang sama dengan larutan standar. Kemudian
serapannya dibaca dari kurva kalibrasi dan dihitung konsentrasinya melalui
persamaan regresi linier grafik kalibrasi. Larutan standar yang disiapkan
secara terpisah dari sampel dengan cara ini dikenal sebagai standar eksternal
(Cairns, 2004). Dalam praktikum ini digunakan standar eksternal berupa
larutan standar parasetamol dan natrium diklofenak.
Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah
membuat larutan standar dari masing – masing senyawa yaitu larutan standar
parasetamol 2 mg/mL dan larutan standar natrium diklofenak 2 mg/mL.
Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan seri dari masing – masing larutan
standar yang stelah dibuat dengan konsentrasi masing – masing sebesar 100
ng/μL, 150 ng/μL, 200 ng/μL, 250 ng/μL dan 300 ng/μL dengan volume masing
masing adalah 5 mL serta pelarut yang digunakan adalah metanol. Pelarut yang
42
digunakan dalam pembuatan larutan stok dan seri adalah metanol. Metanol
dipilih sebagai pelarut karena metanol merupakan pelarut universal yang dapat
melarutkan senyawa polar, semipolar dan nonpolar dimana metanol memiliki
gugus hidroksi yang bersifat polar dan gugus metal yang bersifat nonpolar,
sehingga diharapkan alkohol dapat melarutkan parasetamol dan natrium
diklofenak. Berdasarkan kelarutannya, natrium diklofenak dapat larut dalam
metanol dan parasetamol dapat larut dalam 7 bagian etanol (Depkes RI, 1979).
Penggunaan pelarut universal menyebabkan kecenderungan banyak senyawa yang
dapat ikut larut dalam sampel, namun hal ini dapat diatasi dengan pemisahan
komponen campuran menggunakan metode KLT. Pembuatan lima larutan seri
dengan variasi konsentrasi bertujuan untuk pembuatan persamaan regresi linier
yang kemudian dapat menentukan kadar parasetamol dan natrium diklofenak pada
larutan sampel dengan menggunakan metode kalibrasi linier seri standar. Menurut
pustaka, jumlah seri larutan yang sebaiknya dibuat untuk menentukan linieritas
larutan baku pembanding adalah sebanyak 8 buah dengan konsentrasi 50-150%
dari kadar analit dalam sampel (Harmita, 2004), tetapi untuk skala laboratorium
cukup dibuat lima seri larutan standar dengan minimal 3 data yang digunakan.
Setelah pembuatan larutan seri, dilakukan pembuatan larutan sampel
dengan melarutkan 100 mg jamu, 50 mg parasetamol, dan 50 mg natrium
diklofenak dengan methanol hingga volume 100. Diaduk, kemudian dilakukan
sonifikasi selama 15 menit kemudian disaring hingga mendapat 4 ml filtrate dan
dilarutkan kembali dengan methanol hingga 10 mL. Penambahan pelarut dalam
suatu senyawa akan berakibat pada menurunnya kadar kepekatan atau tingkat
konsentrasi dari senyawa yang dilarutkan/diencerkan (Brady,1999). Sehingga
terbentuk sampel dengan konsentrasi 200 ng/µL. Pengenceran dilakukan agar
konsentrasi sampel tidak terlalu pekat sehingga pada saat elusi tidak terjadi
tailing.
Fase diam yang digunakan pada proses analisis kualitatif dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis berupa silika gel GF 254. Silika gel merupakan penjerap
yang bersifat polar karena mengandung gugus Si-O-Si dan Sinamol. Silika gel GF
254 berarti plat berupa silika gel yang berisi pengikat (gypsum) dan ditambahkan
43
bahan yang berfluoresensi. Senyawa yang mampu menyerap sinar UV akan
muncul sebagai bercak-bercak hitam terhadap dasar yang berfluoresensi hijau
disebabkan oleh adanya pemadaman fluoresensi. (Gandjar dan Rohman, 2012).
Plat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan 5
mL metanol dalam chamber yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang
terdapat pada plat. Kemudian plat diaktivasi pada suhu 120oC selama 10 menit
untuk menghilangkan air dan pengotor lainnya yang bersifat polar maupun semi
polar yang terdapat pada plat yang dapat mengganggu hasil analisis. Dipilihnya
suhu 120oC selama 10 menit karena suhu dan waktu tersebut merupakan kondisi
yang optimum untuk proses pengaktivasian plat. Jika suhu pengaktifan jauh diatas
110°, mungkin terjadi degradasi yang tak bolak-balik pada penjerap dan
menyebabkan pemisahan kurang efektif. Proses pengaktivasian plat hanya
menghilangkan sebagian kandungan air pada plat untuk menjaga kelembapan plat.
Kandungan air yang harus ada dalam plat silica gel berkisar 11-12% (Adamovics,
1997).
Plat silika gel yang digunakan dalam praktikum ini berukuran 12 x10 cm,
dengan jarak tepi bawah dan tepi atas masing-masing 1 cm dan jarak
pengembangan 8 cm. Larutan yang ditotolkan pada sampel adalah larutan seri dan
larutan sampel yang ditotolkan sebanyak tiga kali dengan pipet 2 µL. Konsentrasi
larutan seri setelah penotolan adalah 600 ng, 900 ng, 1200 ng, 1500 ng dan 1800
ng sedangkan konsentrasi sampel setelah ditotolkan adalah 1200 ng.
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh
hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit
mungkin (Gandjar dan Rohman, 2007). Proses penotolan menggunakan pipet
kapiler 2 µL. Penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan
pengeringan antar totolan. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain,
jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi.
Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkab bercak yang menyebar dan
puncak ganda serta terbentuknya tailing (pemisahan yang “berekor”) (Gandjar
dan Rohman, 2007). Kelebihan beban menyebabkan bercak asimetri dan
perubahan harga Rf (Stahl, 1985).
44
Setelah sampel ditotolkan pada plat tahap selanjutnya adalah
pengembangan sampel dalam suatu bejana kromatografi (chamber) yang
sebelumnya telah dijenuhkan dengan menggunakan fase gerak, yaitu
toluene : etil asetat : asam asetat glasial dengan perbandingan (6,5 : 3,5 :
0,02 v/v) dalam 10 mL pelarut. Penjenuhan chamber bertujuan agar
penguapan yang terjadi dalam chamber merata sehingga udara di dalam
chamber tetap jenuh pelarut (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992) yang
nantinya berfungsi untuk membuat pengelusian berjalan baik dan hasil
yang didapat dari pengelusian diharapkan mampu untuk mengidentifikasi
senyawa yang terkandung di dalam sampel yang di uji. Apabila cairan
dalam chamber telah merambat naik secara sempurna pada kertas saring
maka dapat dikatakan chamber telah jenuh.
Plat KLT yang telah ditotolkan ditempatkan dalam chamber yang
telah dijenuhkan, kemudian fase gerak akan mengelusi dan menggerakkan
komponen dalam jumlah yang berbeda, tergantung pada koefisien
distribusinya dalam arah aliran pelarut (Gandjar dan Rohman, 2012).
Dilakukan elusi dengan jarak pengembangan 8 cm. Tinggi fase gerak
dalam chamber tidak boleh melebihi totolan sampel karena dapat
menyebabkan totolan sampel dapat melarut dalam fase gerak. Selama
proses pengelusian, chamber ditutup rapat untuk menjaga kestabilan fase
gerak yang ada di dalamnya. Chamber harus tertutup rapat dan sedapat
mungkin menggunakan sedikit fase gerak (akan tetapi harus mampu
mengelusi lempeng hingga ketinggian yang ditentukan) untuk
memaksimalkan dan efesiensi proses pengelusian (Gandjar dan Rohman,
2007).
Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan
dengan KLT biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada
lempeng KLT dan dilakukan scanning dengan CAMAG TLC-Scanner.
Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi, dimana
kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya yang diarahkan
menuju monokromator (untuk memilih rentang panjang gelombang yang
45
cocok antara 200-800), sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng,
pengganda foton, dan rekorder (Gandjar dan Rohman, 2007).

Proses scanning dilakukan pada panjang gelombang 245 nm dan 273 nm


merupakan panjang gelombang maksimum parasetamol dan natrium diklofenak
secara bergantian. Scanning dilakukan pada salah satu panjang gelombang
maksimum sampel karena instrumen yang digunakan tidak dapat melakukan
pengukuran pada multiple wavelength. Akan tetapi dapat dilakukan scanning pada
panjang gelombang 200-300 nm untuk mendapatkan spectrum kedua senyawa.
Dari hasil pengukuran dengan TLC Scanner, akan diperoleh data berupa nilai Rf
dan AUC dari spektrum serta kromatogram yang dihasilkan dari spot sampel dan
seri standar. Spektrum serapan parasetamol dan natrium diklofenak ditunjukkkan
pada gambar berikut.

(a)

46
(b)

Gambar 8.1 (a) Spektrum natrium diklofenak pada panjang gelombang 200-300 nm
(b) Spektrum parasetamol pada panjang gelombang 200-300 nm
Berdasarkan data yang diperoleh nilai Rf yang dihasilkan oleh
senyawa parasetamol dan natrium diklofenak tidak sesuai dengan nilai Rf
yang terdapat pada literatur dengan fase gerak yang sama yaitu toluene:etil
asetat:asam asetat glasial (6,5:3,5:0,02). Pada literatur disebutkan bahwa nilai
Rf parasetamol adalah 0,64 dengan fase gerak yang sama sedangkan pada
praktikum ini nilai Rf parasetamol yang diperoleh adalah berkisar antara
0,09-0,12. Begitu juga pada natrium diklofenak, nilai Rf yang dihasilkan
nilai Rf natrium diklofenak berkisar 0,38-0,41 dimana pada literatur
disebutkan nilai Rf Natrium diklofenak adalah sebesar 0,51.
Perbedaan nilai Rf disebabkan perbedaan kondisi percobaan dengan
pustaka yaitu perbedaan kondisi percobaan serta perbedaan spesifikasi dari
alat spektrofotodensitometri dan chamber yang digunakan. Kondisi percobaan
seperti temperatur ruangan, kelembapan, dan intensitas cahaya juga dapat
menyebabkan perbedaan hasil terhadap literatur tersebut. Oleh karena itu,
dalam melakukan suatu metode analisis perlu dilakukan optimasi kondisi
percobaan agar sesuai dengan kondisi percobaan pada literatur yang

47
digunakan sehingga diharapkan akan memperoleh hasil yang identik/serupa
dengan literatur yang digunakan (Ganjdar dan Rohman, 2007). Selain itu
perbedaan harga Rf yang diperoleh dapat terjadi karena adanya pergeseran
panjang gelombang maksimal menuju panjang gelombang yang lebih pendek
atau hipsokromik (pergeseran biru). Pergeseran ini terjadi jika senyawa
dengan auksokrom basa terion, dan pasangan elektron bebasnya tidak lagi
dapat berinteraksi dengan elektron-elektron kromofor. Efek hipsokromik juga
dapat terlihat jika panjang gelombang digunakan pada pelarut-pelarut berbeda
atau pada suhu pengujian yang berbeda. Ketidaksesuaian nilai Rf yang
diperoleh juga dapat disebabkan oleh proses ekstraksi yang tidak optimal,
dimana sampel hanya dilarutkan dengan menggunakan metanol dan
kemudian disentrifugasi. Hal tersebut dapat menyebabkan sampel tidak
terlarut semua dalam pelarut alkohol. Selain itu, metode ekstraksi tersebut
memungkinkan adanya senyawa-senyawa pengotor lain yang juga terlarut
dalam metanol dapat ikut terekstraksi. Adanya senyawa pengotor dalam
sampel dapat mengganggu spektrum dari analit. Sehingga nilai Rf yang
dihasilkan tidak sesuai dengan literatur yang ada.
Dari hasil scanner tersebut diperoleh AUC dan nilai hRf tiap bercak
yang terpisah. Berdasarkan hal tersebut dipilih 3 data linier dalam
menentukan kurva kalibrasi dan diperoleh persamaan regresi sebagai berikut
yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi (x) dan AUC (y)

48
Kurva Hubungan Jumlah vs AUC (Parasetamol)
20000
18000
16000 f(x) = 20.3623333333333 x − 19020.2
R² = 0.912578005327828
14000
12000
10000 AUC
AUC

Linear (AUC)
8000
6000
4000
2000
0
1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900
Jumlah (ng)

(a)

Kurva Hubungan Jumlah vc AUC


25000
f(x) = 12.4277380952381 x + 1876
20000 R² = 0.959565954758133

15000
Series2
AUC

10000 Linear (Series2)

5000

0
800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
Jumlah

(b)

Gambar 8.2 (a) Kurva Hubungan antara Konsentrasi dan AUC standar parasetamol
(b) Kurva Hubungan antara Konsentrasi dan AUC standar natrium
diklofenak
Dari kurva kalibrasi yang telah diperoleh selanjutnya dapat dilakukan
penetapan kadar parasetamol dan natrium diklofenak pada sampel.

49
Berdasarkan kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi linier y = 20,362x -
19020; dengan nilai R2 = 0,9126 untuk parasetamol sedangkan y = 12,428 +
1876 ; dengan nilai R2 = 0,9596 untuk natrium diklofenak. Dari persamaan
regresi linear ini dapat ditentukan konsentrasi Parasetamol dalam sampel
jamu dengan memasukkan nilai AUC Parasetamol sebagai fungsi y dalam
persamaan, regresi sehingga konsentrasi sebagai fungsi x dapat diperoleh.
Pada masing-masing sampel terkandung 46,67 mg 33,32 mg dan 38,753 mg
parasetamol dalam sediaan jamu. Sementara itu kadar natrium diklofenak
dalam sampel yang diperoleh sebesar 35,23 mg, 13,622 mg, dan 27,33 mg.
Pada praktikum ini dilakukan pula perhitungan parameter – parameter
validasi metode. Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian
terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium, untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk
penggunaannya. Validasi metode menurut USP dilakukan untuk menjamin
bahwa metode analisis bersifat akurat, spesifik, reproducible dan tahan pada
kisaran analit yang akan dianalisis. Sementara itu menurut
ISO/IEC:17025(2005) validasi metode analisis ditujukan untuk menjamin
bahwa metode analisis memenuhi spesifikasi yang dapat diterima sesuai
dengan tujuan yang diharapkan (Gandjar dan Rohman, 2007). Parameter
validasi yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu akurasi, linieritas,
presisi, LOD, dan LOQ.
Akurasi merupakan ketepatan metode analisis atau kedekatan antara
nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya
atau nilai rujukan (Gandjar dan Rohman, 2007). Akurasi ditentukan dengan
melakukan perhitungan persen perolehan kembali untuk mengetahui akurasi
dari metode yang digunakan. Persen perolehan kembali merupakan parameter
yang digunakan untuk menilai ukuran ketelitian (kedekatan hasil analisis
dengan rata-ratanya atau nilai sebenarnya) dalam suatu metode analisis.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh persen perolehan kembali pada
sampel untuk parasetamol yaitu 93,3 %, 66,64 %, 77,5 %. Sedangkan persen
perolehan kembali untuk natrium diklofenak yaitu 70,5 %, 27,24 %, 54,6 %.
50
Suatu metode dikatakan teliti apabila nilai perolehan kembalinya antara 95-
105% (Gandjar dan Rohman, 2007). Berdasarkan hasil perolehan kembali
tersebut, maka metode yang digunakan kurang tepat dan hasil yang diperoleh
kurang valid karena persen perolehan kembali yang diperoleh kurang dari
persyaratan.
Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan
respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik
yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang
metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah
ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linieritas
yang dapat diterima. Parameter yang diamati adalah nilai R dari persamaan
linier dan simpangan baku residual (Sy). Suatu data dapat dikatakan linier
jika memiliki nilai R = 1 atau -1 (Harmita, 2004). Nilai R 2 yang diperoleh
pada praktikum ini pada parasetamol dan natrium diklofenak secara berturut-
turut adalah 0,9126; 0,9596 yang nilainya belum mendekati 1, sehingga data
yang diperoleh tidak dapat dikatakan linier karena minimal koefisien korelasi
adalah 0,998.
Selain itu juga dilakukan pengujian metode analisis pada tingkat
presisi. Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif (RSD) dari sejumlah sampel
yang berbeda signifikan secara statistik (Gandjar dan Rohman, 2007).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai RSD untuk parasetamol adalah
16,96% sedangkan 41,8% untuk natrium diklofenak. Nilai RSD dikatakan
memiliki tingkat presisi yang baik apabila respon ≤ 2%. Berdasarkan hasil
yang diperoleh, maka metode yang digunakan tidak cukup presisi karena
persen RSD yang dihasilkan jauh melebihi persyaratan.
Selain akurasi, lineritas, dan presisi, LOD (batas deteksi) dan LOQ
(batas kuantifikasi) juga merupakan parameter validasi metode. LOD adalah
konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi,
meskipun tidak selalu dapat dikuatifikasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai LOD parasetamol dan natrium
51
diklofenak dari metode yang digunakan masing-masing sebesar 12,405 ng
dan 399,09 ng. Apabila kadar kedua senyawa tersebut dalam sampel berada
dibawah nilai LOD maka senyawa tersebut tidak dapat dideteksi dengan
menggunakan metode yang dilakukan pada praktikum ini. Didapatkan bahwa
jumlah rata-rata Parasetamol pada sampel adalah 39,581 mg dan natrium
diklofenak 26,26 mg yaitu lebih besar dari nilai LOD sehingga pengukuran
dapat dikatakan valid. Selain itu pada pengukuran ketika dilakukan penotolan
jumlah sampel yang terkandung rata-rata adalah 1200 ng, sehingga berada
diatas batas nilai LOD. LOQ adalah kuantitas terkecil analit dalam sampel
yang masih dapat memenuhi kriteria sermat dan seksama (Harmita, 2004).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai LOQ parasetamol dan natrium
diklofenak adalah masing-masing sebesar 41,35 ng dan 1330,3 ng.
Didapatkan bahwa pada sampel lebih besar dari nilai LOQ untuk
parasetamol,tetapi tidak valid untuk natrium diklofenak karena LOQ melebihi
dari jumlah sampel yang ditotolkan maka hasil yang diperoleh tidak
memenuhi kriteria cermat, seksama, dan sensitivitas.

IX. KESIMPULAN
9.1 Kadar rata-rata Parasetamol dalam sediaan jamu yang diperoleh dari hasil
analisis yang dilakukan adalah 39,581 mg. Sedangkan kadar Natrium
Diklofenak yang diperoleh adalah 26,26 mg.
9.2 Beberapa parameter validasi yang diukur adalah akurasi, linieritas,
presisi, LOD, dan LOQ. Akurasi dapat dikur berdasarkan persen
perolehan kembali. Rata-rata persen perolehan kembali Parasetamol
berkisar antara 79,146% sedangkan persen perolehan Natrium
Diklofenak adalah 50,78 %. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
hasil yang diperoleh belum akurat. Linieritas dapat diukur dengan
parameter koefisien korelasi (R2),tmetode yang dilakukan tidak linier
karena koefisien korelasi dari parasetamol dan natrium diklofenak
<0,998. Untuk presisi dapat dinilai dari %RSD, akan tetapi %RSD
parasetamol dan natrium diklofenak lebih dari 2% sehingga dapat
52
dikatakan presisinya buruk. Sedangkan LOD Parasetamol dan Natrium
Diklofenak masing-masing sebesar 12,405 ng dan 399,09 ng. LOQ
Parasetamol dan Natrium Diklofenak adalah masing-masing sebesar
41,35 ng dan 1330,3 ng. Berdasarkan perolehan LOD dn LOQ analisis
kadar kedua senyawa tersebut dapat dideteksi dengan menggunakan
metode yang dilakukan pada praktikum ini karena kadar sampel berada
di atas nilai LOD. Sedangkan dilihat dari nilai LOQ, kadar sampel lebih
kecil, maka untuk batas kuantifikasi tidak dapat dikatan cermat, seksama,
dan sensitive.

53

Anda mungkin juga menyukai