Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMISAHAN KIMIA ANALITIK

ACARA V

PENENTUAN KADAR PARACETAMOL DENGAN MENGGUNAKAN HPLC

DISUSUN OLEH:

NAMA : NURUL FITRIANI PARHAN

NIM : G1C019055

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2021
ACARA V
PENENTUAN KADAR PARACETAMOL DENGAN MENGGUNAKAN HPLC
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
a. Mengetahui prinsip kerja analisis analisis HPLC.
b. Mengetahui kadar paracetamol dalam sampel obat.
2. Waktu Praktikum
Rabu, 19 Mei 2021
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium kimia Lanjut, R. C 2.1, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
Agar menghasilkan analisis yang baik maka terlebih dahulu ditentukan kondisi
optimum HPLC yang meliputi panjang gelombang yang digunakan untuk analisis dan
optimasi fase gerak yang digunakan. HPLC yang digunakan menggunakan kolom C-18
(150 mm x 4.6 mm), 5µm atau ekivalen. Kolom pada HPLC berupa silika yang
dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen seperti klorosilan. Reagen ini
akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus fungsional yang lain
( Juliana dan Muammar, 2020).
Penelitian ini telah mengembangkan metode HPLC yang tervalidasi untuk
analisis kurkumin dalam ekstrak temulawak. Analisis kurkumin dilakukan dengan HPLC
Alliance 2998, kolom SunFireTM C18 5 μm, 4,6 x 150 mm, fase gerak asetonitril:asam
fosfat 0,5 % (60:40) Parameter validasi yang ditentukan yaitu akurasi, presisi, linieritas,
batas deteksi, batas kuantitasi dan selektifitas. Nilai parameter linieritas menunjukkan
korelasi yang baik antara respon metode terhadap perubahan konsentrasi analit dengan
nilai R yaitu 0,994. Berdasarkan nilai-nilai parameter validasi tersebut maka metode
HPLC untuk analisis kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak adalah valid (Hanwar,
et al., 2020).
Obat antiinflamasi non steroid adalah kontaminan yang umum ditemukan di
limbah pabrik pengolahan air limbah. Untuk alasan ini, interaksi sembilan tanaman yang
dapat dimakan dengan diklofenak (DCF), perwakilan yang banyak digunakan dari
kelompok obat ini, adalah diselidiki. Untuk tujuan ini, tanaman ditanam secara
hidroponik dalam media yang mengandung DCF. Untuk deteksi yang tidak diketahui
Metabolit terkait DCF yang terbentuk di tanaman setelah penggunaan obat induk, alur
kerja baru berdasarkan penggunaan gabungan HPLC untuk drift-tube ion-mobilitas
quadrupole waktu-penerbangan / spektrometri massa (DTIM QTOF-MS) dikembangkan.
Dengan demikian, untuk puncak kromatografi yang mengelusi dari HPLC, waktu
penyimpangan dicatat, dan analit kemudian difragmentasi dalam DTIM. QTOF-MS
untuk menyediakan fragmen yang signifikan. Semua informasi tersedia (waktu retensi,
waktu drift, spektrum fragmen, akurat massa) akhirnya digabungkan, memungkinkan
saran rumus molekul untuk 30 metabolit terkait DCF yang terbentuk di tanaman, dimana
23 diantaranya belum diketahui dari literatur (Mlynek, et al., 2020).
Metode RP-HPLC ramah lingkungan ditetapkan untuk mempelajari dan
membandingkan farmakokinetik metformin dengan dan tanpa kontemporer pemberian
ekstrak fenugreek menggunakan tikus sebagai hewan model. Dalam metode yang
dikembangkan, pelarut campuran larutan 0,5 mM KH 2PO4: metanol (65: 35, v / v)
digunakan sebagai fase gerak dan guaiphenesin digunakan sebagai standar internal.
Konsentrasi plasma-kurva waktu diplot, dan Analisis farmakokinetik non-kompartemen
dilakukan dengan menggunakan PKSolver. Hasil dari Studi farmakokinetik menunjukkan
bahwa pemberian fenugreek secara bersamaan meningkatkan secara signifikan
ketersediaan hayati metformin dan menggandakan waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai konsentrasi plasma puncak (Tmax) (Abdelwahab, et al., 2021).

Acetaminophen atau Parasetamol


adalah obat analgetik dan
antipiretik yang digunakan
untuk melegakan sakit kepala,
sengal-sengal atau sakit ringan
dan demam. Parasetamol
digunakan dalam sebagian resep
obat analgetik selesma dan flu.
Berbeda dengan obat
analgetik yang lain seperti aspirin
dan ibuprofen, parastamol tidak
memiliki sifat antiradang.
Parasetamol merupakan
derivate dari asetanilida yang
efek enalgetiknnya dapat
diperkuat dengan koffein dengan
kira-kira 50% dan codein.
Overdose dapat menimbulka
Acetaminophen atau Parasetamol
adalah obat analgetik dan
antipiretik yang digunakan
untuk melegakan sakit kepala,
sengal-sengal atau sakit ringan
dan demam. Parasetamol
digunakan dalam sebagian resep
obat analgetik selesma dan flu.
Berbeda dengan obat
analgetik yang lain seperti aspirin
dan ibuprofen, parastamol tidak
memiliki sifat antiradang.
Parasetamol merupakan
derivate dari asetanilida yang
efek enalgetiknnya dapat
diperkuat dengan koffein dengan
kira-kira 50% dan codein.
Overdose dapat menimbulka
Acetaminophen atau Parasetamol
adalah obat analgetik dan
antipiretik yang digunakan
untuk melegakan sakit kepala,
sengal-sengal atau sakit ringan
dan demam. Parasetamol
digunakan dalam sebagian resep
obat analgetik selesma dan flu.
Berbeda dengan obat
analgetik yang lain seperti aspirin
dan ibuprofen, parastamol tidak
memiliki sifat antiradang.
Parasetamol merupakan
derivate dari asetanilida yang
efek enalgetiknnya dapat
diperkuat dengan koffein dengan
kira-kira 50% dan codein.
Overdose dapat menimbulka
Acetaminophen atau Parasetamol
adalah obat analgetik dan
antipiretik yang digunakan
untuk melegakan sakit kepala,
sengal-sengal atau sakit ringan
dan demam. Parasetamol
digunakan dalam sebagian resep
obat analgetik selesma dan flu.
Berbeda dengan obat
analgetik yang lain seperti aspirin
dan ibuprofen, parastamol tidak
memiliki sifat antiradang.
Parasetamol merupakan
derivate dari asetanilida yang
efek enalgetiknnya dapat
diperkuat dengan koffein dengan
kira-kira 50% dan codein.
Overdose dapat menimbulkan
paracetamol adalah obat analgetik dan antipiretik yang digunakan untuk
melegakan sakit kepala, sengal-sengal atau sakit ringan dan demam. Paracetamol
digunakan sebagai resep analgetik selesma dan flu. Berbeda dengan obat analgetik yang
lain seperti aspirin dan ibuprofen, paracetamol tidak memiliki sifat antiradang.
Paracetamol merupakan derivate dari asetanilin yang efek enalgetiknya dapat diperkuat
dengan koffeein dengan kira-kira 50 % dan codein (Tjay, 2000).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat-alat Praktikum
a. Batang pengaduk
b. Corong kaca 75 mm
c. Erlenmeyer 50 mL
d. Gelas kimia 50 mL
e. Gelas ukur 100 mL
f. Labu ukur 10 mL
g. Labu ukur 50 mL
h. Labu ukur 250 mL
i. Mortar dan alu
j. Pipet tetes
k. Pipet ukur 1 mL
l. Pipet ukur 2 mL
m. Pipet ukur 5 mL
n. Rubber bulb
o. Timbangan analitik
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Aquades (H2O(l))
b. Metanol (CH3OH(l))
c. Parasetamol(s)
d. Mixagrip(s)

D. SKEMA KERJA
1. Pembuatan fase gerak
Metanol dan aquades
 Diukur masing-masing 125 mL
 Dimasukkan ke labu ukur 250 mL
 Dihomogenkan (± 5 menit)

Hasil
2. Pembuatan larutan induk parasetamol (250 ppm)

Parasetamol
 Dihalusakan dengan mortar
 Ditimbang 12,5 mg
 Dilarutka dengan fase gerak pada labu
ukur 50 mL
 Dihomogenkan (± 5 menit)
Hasil

3. Pembuatan deret larutan standar (25 ; 50 ; 75 ; 100 ; 125 ppm)


a. Pembuatan larutan standar 25 ppm
Larutan induk
 Diambil 1 mL larutan induk
 Dimasukkan ke labu takar 10 mL
 Diencerkan sampai tanda batas
 Disaring

Residu Filtrat
 Dianalisis HPLC

Hasil
b. Pembuatan larutan standar 50 ppm
Larutan induk
 Diambil 1 mL larutan induk
 Dimasukkan ke labu takar 10 mL
 Diencerkan sampai tanda batas
 Disaring

Residu Filtrat
 Dianalisis HPLC

Hasil
c. Pembuatan larutan standar 75 ppm

Larutan induk
 Diambil 1 mL larutan induk
 Dimasukkan ke labu takar 10 mL
 Diencerkan sampai tanda batas
 Disaring

Residu Filtrat
 Dianalisis HPLC

Hasil
d. Pembuatan larutan standar 100 ppm

Larutan induk
 Diambil 1 mL larutan induk
 Dimasukkan ke labu takar 10 mL
 Diencerkan sampai tanda batas
 Disaring

Residu Filtrat
 Dianalisis HPLC

Hasil
e. Pembuatan larutan standar 125 ppm

Larutan induk
 Diambil 1 mL larutan induk
 Dimasukkan ke labu takar 10 mL
 Diencerkan sampai tanda batas
 Disaring

Residu Filtrat
 Dianalisis HPLC

Hasil

4. Pembuatan larutan sampel parasetamol (Mixagrip)


Sampel
 Dihaluskan dengan mortar
 Ditimbang 25 mg
 Dilarutkan sampai tanda batas
 Dihomogenkan (± 5 menit)
Hasil
 Dipipet 1 mL
 Dimasukkan ke labu ukur 10 mL
 Diencerkan sampai tanda batas
 Dihomogenkan (± 5 menit)
Hasil
 Disaring

Residu Filtrat

 Dianalisis HPLC
Hasil

E. HASIL PENGAMATAN
F. ANALISIS DATA
G. PEMBAHASAN

Pada percobaan penentuan kadar parasetamol dalam sampel obat menggunakan


kromatografi cairan kinerja tinggi (HPLC) ini menggunakan fasa gerak metanol dan air
dengan komposisi 75:25. Fasa gerak dalam HPLC ini selain berfungsi sebagai pelarut, juga
bersifat interaktif sehingga bisa berinteraksi dengan komponen-komponen cuplikan. Fasa
gerak dalam hal ini bertindak sebagai pelarut sangat mempengaruhi waktu retensi, sehingga
pelarut yang digunakan harus benar-benar jernih dan murni. Oleh sebab itu, metanol dan air
terlebih dahulu disaring.
Dalam pembuatan larutan induk parasetamol, pembuatannya harus dilakukan dalam satu
kali pengerjaan, artinya untuk membuat larutan standar parasetamol dan untuk keperluan
pengenceran sampel harus menggunakan larutan induk parasetamol yang sama. Hal tersebut
dilakukan untuk menjaga agar peak yang ditunjukkan kromatogram sampel memungkinkan
masih berada dalam rentang konsentrasi larutan standar yang dibuat.
Selain itu, baik dalam pembuatan larutan induk parasetamol, larutan standar parasetamol
maupun sampel harus dihomogenkan, supaya larutan benar-benar bercampur sempurna
(merata). Larutan standar dan sampel juga harus didegassing untuk menghilangkan gas-gas
yang kemungkinan ada dalam larutan tersebut. Hal itu dilakukan karena gas dapat
mengganggu baseline pada kromatogram, sehingga peak yang dihasilkan tidak sesuai.
Akibat perbedaan interaksi antara solut dengan fasa gerak dan fasa diam yang terjadi
mulai dari kolom sampai terdeteksi oleh detektor, maka hasil yang diperoleh adalah dalam
bentuk kromatogram yang diperlihatkan oleh rekorder. Deret larutan standar yang dibuat
mulai dari konsentrasi 25, 50, 75, 100 dan 125 ppm
Analisis terhadap cuplikan atau sampel obat dilakukan setelah semua deret larutan
standar telah dianalisis. Sampel diinjeksikan sebanyak 2 kali injeksi untuk memperoleh luas
area rata-rata yang nantinya akan digunakan untuk menghitung kadar parasetamol yang
terdapat dalam sampel obat tersebut.
Kromatogram sampel yang diperoleh dari masing-masing penginjeksian menunjukkan adanya 2 peak
dan 4 peak. Hal tersebut dikarenakan kandungan dalam sampel obat tidak hanya mengandung
parasetamol saja, tetapi juga mengandung bahan lain seperti propanezon, deklorfenilamina
maleat dan kafein, sehingga  peak lainnya yang ditunjukkan dalam kromatogram adalah bahan lain
yang terkandung dalam sampel obat tersebut. Peak yang dianggap sebagai peak parasetamol adalah
peak yang pertama (penginjeksian pertama) dan peak yang ketiga (penginjeksian kedua)  karena
dilihat dari waktu retensi yang sama atau hampir sama dengan waktu retensi deret larutan standar.

Anda mungkin juga menyukai