MODUL II
TITRASI BEBAS AIR
Anggota Kelompok :
Mutiara Tsania 120260011
Shelvia Rahma 120260050
Adean Naufal Ramdhani 120260068
Vela Febriana 120260089
Tarisa Wulandari 120260121
g KHC 8 H 4 O 4
N=
0,20422× mL HCLO 4
0,2 g
N=
0,20422× 9,9 mL
N = 0,098 N
1,825ml
massa sampel = x 19,34 mg = 35,303 mg
1ml
Kadar
jumlah sampel
%Kadar = ×100%
bobot sebenarnya
88,26 mg
%Kadar = ×100%
100 mg
%Kadar = 88,26%
Galat
¿
%Galat = ¿ massa hasil percobaan−massa teoritis∨ massa teoritis ¿ × 100%
¿
%Galat = ¿ 88,26 mg−100 mg∨ 100 mg ¿ × 100% = 11,73%
IV. Pembahasan
Pada praktikum modul “Titrasi Bebas Air” dengan tujuan untuk menentukan
normalitas asam perklorat HClO4 , untuk mengetahui kadar CTM, serta
mengetahui kadar Allopurinol. Titrasi bebas air merupakan proses titrasi yang
tidak menggunakan air sebagai pelarut, melainkan menggunakan pelarut organik
yang dilakukan pada senyawa yang sukar larut dalam air seperti zat-zat yang
bersifat asam lemah dan basa lemah sama seperti asam organik atau alkaloida.
Dengan menggunakan metode titrasi ini terdapat dua keuntungan yakni metode ini
cocok untuk titrasi asam atau basa yang sangat lemah dank arena pelarut yang
digunakan adalah pelarut organik maka mampu melarutkan analit-analit
organik[ CITATION Ira18 \l 1033 ]. Berdasarkan pengertian di atas dapat kita
simpulkan bahwa semua proses kerja titrasi harus terbebas dari air baik dari alat,
bahan, maupun lingkungan kerja. Apabila pereaksi masih mengandung air atau
tercemar dengan air maka mengakibatkan peningkatan kebebasan senyawa dan
saat menentukan kadar senyawa tidak dapat berjalan dengan baik.
Pada proses titrasi bebas air, penentuan normalitas asam perklorat HClO4
dilakukan dengan menitrasi K biftalat yang sudah dilarutkan dalam asetat glasial
pekat dan ditambahkan indikator Kristal violet LP dengan asam perklorat dan
didapatkan normalitasnya yaitu 0,098 N, hasil oembakuan ini sudah mendekati 0,1
N sehingga dapat digunakan sebagai larutan standar baku. Namun sebelum itu
asam perklorat dilarutkan terlebih dahulu dengan asetat anhidrat pekat. Asetat
anhidrat disini bertindak sebagai penyerap air pada sampel dan juga air yang
mungkin terbentuk dari hasil reaksi [ CITATION Rho19 \l 1033 ] . Kalium biftalat
digunakan sebagai larutan baku primer hal ini dikarenakan sangat bagus untuk
basa dengan tingkat kemurnian 99,95%, stabil dalam pemanasan, dan tidak
hidroskopik. Selain itu kalium biftalat adalah garam asam dari asam bivalen.
Sehingga pada reaksi pembakuan, kailium biftalat berfungsi sebagai asam
monovalen. Sedangkan asetat glasial sebagai pelarut kalium biftalat [ CITATION
Ano16 \l 1033 ]. Penggunaan indikator Kristal violet karena memiliki warna violet
dalam keadaan basa dan warna dengan variasi biru hingga kuning pada keadaan
asam tergantung basa yang dititrasi.
Selanjutnya dilakukan pembakuan Natrium metoksida yang nantinya akan
digunakan untuk menentukan kadar Allopurinol. Pembakuan ini dilakukan dengan
menitrasi dimetilformamida P yang sudah ditambahkan indikator biru timol
dengan natrium metoksida. Natrium metoksida merupakan senyawa yang mudah
beraksi dengan CO2 dari udara sehingga perlu dilakukan titrasi balngko atau
dialirkan gas nitrogen. Kesalahan yang disebabkan oleh dimetilformamida sudah
bersifat basa terhadap natrium metoksida, jika tidak dilakukan blangko maka
volumenya akan besar dan normalitasnya kecil [ CITATION Har14 \l 1033 ]. Titrasi
dilakukan sampai terjadi perubahan warna menjadi biru. Indikator timol biru
merupakan indikator basa. Perlu diperhatikan selama titrasi bebas air indikator
yang digunakan berupa senyawa organic yang bersifat asam atau basa lemah,
dimana warna molekulnya berbeda dengan warna bentuk ionnya. Perubahan
warna indikator dalam pelarut organik berbeda dengan perubahannya dalam
pelarut air. Hal ini disebabkan karena pelarut organik mempunyai tetapan
dielektrik yang lebih kecil daripada air.
Pada percobaan keempat melakukan praktikum penetapan kadar CTM
(klorfeniramin maleat). Klorfeniramin maleat atau yang sering disebut CTM
memiliki rumus kima yaitu C16H19C1N2.C4H4O4. CTM merupakan obat basa
lemah yang terdapat antihistamin serta indeks terapetik cukup besar dengan efek
samping dan toksisitas yang relatif rendah. Penetapan kadar CTM menggunakan
perlarut asam asetat glasial sebagai pelarut organic yang dapat menyetingkatkan
kebasaan CTM. Asam peklorat merupakan asam yang paling kuat dibandingkan
asam lainnya yang digunakan untuk titrasi basa lemah didalam medium bebas air.
Percobaan ini dilakukan dengan cara melarutkan sampel yang sudah ditimbang
kedalam 25ml asam asetat glasial, kemudian dilakukan penetapan balngko dengan
aliquot 10ml dan ditambahkan 2-3 tetes indicator kristal violet LP. Selanjutnya
titrasi sampel dengan piniter asam plekorat yang sudah dibakukan. Proses titrasi
dilakukan dengan diteteskan secara perlahan melalui kran buret dan elemeyer
digoyangkan hingga mengalami perubahan warna. Titik akhir titrasi dihentikan
setelah mengalami perubahan warna. Warna yang dihasilkan berdasarkan video
praktikum yaitu dari berwarna violet menjadi seperti biru toska. Dari hasil
perhitungan worksheet didapatkan volume rata-rata peniter= 1,925 ml, jumlah
sampel 173,377mg dengan kadar 174% dan galat 74,377%. Galat yang didapatkan
pada percobaan penetapan kadar CTM pada praktikum ini cukup tinggi. Hal ini
dapat disebabkan karena kurang telitinya saat melakukan percobaan atau
pehitungan dan dapat juga dikarenakan terdapat sedikit air saat titrasi bebas air.
Percobaan selanjutnya yaitu penetapan kadar allopurinol. Allopurinol
merupakan obat yang bersifat basa lemah yang akan dilarutkan didalam Na-
metoksida 0,1N. Allopurinol juga salah satu obat yang biasanya digunakan untuk
menurunkan kadar asam urat didalam tubuh. Peniter yang digunakan pada
penetapan kadar allopurinol adalah Na-metoksida. Penetapan kadar allopurinol
dilakukan dengan cara sampel dilarutkan kedalam 25ml DMF. Kemudian aliquot
10ml dan ditambahkan 2 tetes indicator biru timol. Indicator biru timol rentang
perubahan warna berada 1,2-1,8 dengan suasana asam berwarna merah sedangkan
suasan basa berwarna kuning. Lalu titrasi dengan Na-metoksida 0,1N dan lakukan
penetapan blanko serta titrasi duplo. Dilaukan titrasi duplo ini bertujuan agar
mendapatkan data yang lebih spesifik. Dari hasil perhitungan didapatkan volume
rata-rata piniter= 8525ml, jumlah sampel 282,375mg. sedangkan kadar yang
didapatkan adalah 94% dan galat 5,875%. Menurut farmakope Indonesia edisi
keVI, alopurinol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih 102,0%.
Dapat dilihat bawah kadar yang didapatkan dari hasil perhitungan tidak memenuhi
syarat dari farmakope Indonesia. Hal ini dapat disebabkan ketidaktelitian dalam
melakukan percobaan dan perhitungan serta dapat juga disebabkan karena
terdapat alat yang masih ada air sehingga hasil kurang akurat.
V. Kesimpulan
2. Hardi, K. (2014). Raangkuman Kimia Analisa Titrasi Bebas Air. Farmasi Industri, 5-
10.
3. Irawati, D., Styawan, A. A., & Nurhaini, R. (2018). Penetapan Kadar Kafein Pada
Teh Oolong (Camellia Sinensis) dengan Metode Titrasi Bebas Air. The 7th
Univerversity Research Colloqium, 464-468.
4. Rhomadhoni, A. N., & Arrosyid, M. (2019). Penetapan Kadar Kafein Pada Teh
Oolong (Caamellia Sinensis) Menggunakan Ekstraksi Refluk dengan Metode Titrasi
Bebas Air. CERATA Jurnal Ilmu Farmasi, 48-56.