GAMBAR
FAKULTAS FARMASI
2017
i
Henny Kasmawati dkk.
KATA PENGANTAR
iii
Henny Kasmawati dkk.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I Pendahuluan 1
Epidemologi 1
Defenisi Diabetes Melitus 3
Klasifikasi 5
BAB 2 Patofisiologi dan Faktor Resiko 8
BAB 3 Tanda dan Gejala Klinis 18
BAB 4 Penatalaksanaan Terapi 21
BAB 5 Pengobatan Diabetes Melius Tipe 2 24
BAB 6 Komplikasi 63
DAFTAR PUSTAKA 72
iv
Henny Kasmawati dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Epidemologi
Diabetes Melitus menurut WHO pada Tahun 2011
berada diperingkat ke-9 penyebab kematian tertinggi di dunia.
Jumlah kematian 1,26 juta orang atau sekitar 2,2 % dari sekitar
57 juta kematian di dunia dalam setahun, jumlah ini
diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat dan
sebagian besar peningkatan itu akan terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang seperti Indonesia. Dengan jumlah
penduduk sekitar 200 juta jiwa, yang artinya kurang lebih 3-5
juta penduduk Indonesia menderita diabetes (Depkes RI, 2005).
Kejadian DM terus meningkat setiap tahun, International
Diabetes Federation (IDF) tahun 2015 menyebutkan bahwa
prevalensi kejadian DM di dunia tahun 2012 sebanyak 371 jiwa
penduduk, sedangkan tahun 2013 terdapat 382 jiwa penduduk
dan tahun 2015 terjadi peningkatan jumlah penyandang DM
sebanyak 415 juta jiwa penduduk dan telah menjadikan DM
sebagai penyebab kematian urutan ke-7 di dunia.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) prevalensi DM di
wilayah Pasifik Barat termasuk Indonesia adanya peningkatan
angka kejadian dari 1,1% pada tahun 2007 dan 2,1% tahun
2013, sedangkan prevalensi DM menurut (IDF) International
Diabetes Federation tahun 2015 terjadi peningkatan menjadi
153,2 juta jiwa (37%) dengan diagnosis DM dan Indonesia
menempati peringkat ke-7 dari 10 negara dengan penyandang
DM dengan jumlah sekitar 10 juta jiwa. Berdasarkan laporan
tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada
tahun 2015 yaitu 3.206 kasus dan menempati urautan ke-5 dari
10 penyakit terbesar di Sulawesi Tenggara yang sebelumnya
pada tahun 2014 populasi DM berada di urutan ke-9 dengan
jumlah kasus 2.768 kasus (Dinkes, 2016). Sekitar 90% dari
seluruh penderita DM adalah DM tipe 2 (Badan Pusat Statistik
Sultra, 2013).
B. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu
penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi
etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas,
BAB II
PATOFISIOLOGI
A. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 terjadi akibat kerusakan molekul
insulin atau gangguan reseptor insulin yang mengakibatkan
kegagalan fungsi insulin untuk mengubah glukosa menjadi
energi. Pada dasarnya pada diabetes melitus tipe 2 jumlah
insulin dalam tubuh adalah normal bahkan jumlahnya bisa
meningkat, namun karena jumlah reseptor insulin pada
permukaan sel berkurang menyebabkan glukosa yang masuk
kedalam sel lebih sedikit. Hal tersebut akan terjadi kekurangan
jumlah glukosa dan kadar glukosa menjadi tinggi didalam
pembuluh darah (Ermawati, 2012).
Resistensi sel terhadap insulin pada DM tipe 2 bisa
menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun
sehingga kadar glukosa darah dalam plasma tinggi
(hiperglikemia). Jika hiperglikemi parah(>126/100 mg/dL) dan
melebihi ambang ginjal maka timbul glikosuria. Glikosuria akan
menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran
kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi)sehingga terjadi
dehidrasi. Glukosuria juga menyebabkan keseimbangan kalori
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh
lebih besar dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek
yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2
hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut
juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM
tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap
GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam
beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja
DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran
pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang
memecah polisakarida menjadi monosakarida yang
kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan
glukosa darahsetelah makan. Obat yang bekerja untuk
menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah
akarbosa.
6. Sel α-Pancreas:
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan
dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat.
Pada individu yang obes baik yang DM maupun non-DM,
didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi
insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur
Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.
B. Patofisiologi Diabetes Melitus dan Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya
DM. Hubungannya dengan DM tipe 2 sangatlah kompleks,
hipertensi dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin
(resisten insulin) (Mihardja, 2009). Padahal insulin berperan
meningkatkan ambilan glukosa di banyak sel dan dengan cara ini
juga mengatur metabolisme karbohidrat, sehingga jika terjadi
resistensi insulin oleh sel, maka kadar gula di dalam darah juga
dapat mengalami gangguan (Guyton, 2008).
Pada pasien DM tipe 2, hipergilikemia sering dihubungkan
dengan hiperinsulinemia, dislipidemia, dan hipertensi yang
bersama-sama mengawali terjadinya penyakit kardiovaskuler dan
stroke. Pada DM tipe ini, kadar insulin yang rendah merupakan
prediposisi dari hiperinsulinemia, dimana untuk selanjutnya akan
BAB III
TANDA DAN GEJALA
A. Gejala Klinis
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun
demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai
isyarat kemungkinan timbulnya diabetes. Gejala tipikal yang
sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria
(seringbuang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia
(banyak makan/mudahlapar). Selain itu sering pula muncul
keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh
terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal
yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas.
Gejala dan tanda DM Tipe 2 umumnya hampir tidak ada.
DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan
baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah
berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2
umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka,
daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada
pembuluh darah dan syaraf.
BAB IV
PENATALAKSANAAN TERAPI
A. Tujuan Penatalaksanaan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan
kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan
meliputi :
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM,
memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko
komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan
profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
B. Langkah-Langkah Penatalaksanaan Umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada
pertemuan pertama, yang meliputi:
1. Riwayat Penyakit
− Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
C. Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang
diabetes. Adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik
DM seperti di bawah ini:
1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia,
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulvae pada wanita
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan
adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan
beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit
BAB V
PENGOBATAN
DIABETES MELITUS TIPE 2
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhiryang
secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu
menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran
normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan
terjadinya komplikasidiabetes. (Depkes, 2005)
Untuk mencapai tujuan ini, pada dasarnya ada dua
pendekatan dalam penatalaksanaan DM, yaitu pendekatan tanpa
obat (diet dan modifikasi gaya hidup) dan pendekatan dengan
obat (farmakoterapi). Meskipun demikian kenyataannya pada
penanganan penyakit DM seringkali tidak terkontrol
sebagaimana mestinya. Diabetes yang tidak terkontrol dengan
baik dapat menimbulkan komplikasi. Pada tahap akut,
komplikasi diabetes terjadi akibat gangguan metabolik seperti
hipoglikemia atau hiperglikemia sedangkan pada tahap lanjut,
gangguan ini terjadi akibat kerusakan mikrovaskular dan
makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular berupa retinopati,
neuropati dan nefropati sedangkan komplikasi makrovaskular
berupa penyakit jantung koroner, strok dan penyakit vaskular
peripheral. (Almasdy,2015).
makan
Meglitinid
Inhibitor α-glukosidase
0 fungsi 2550 mg
(1- ginjal metformin
2x/hari)
Pioglitazon + Duetact 30/2 30/2 30/2 45 mg - - -
Glimepirid 30/4 atau Setiap pioglitazo
30/4 hari n,
untuk 8 mg
menghin glimepirid
dari
hipoglik
emi
Sitagliptin + Janumet 50/500 50/50 2x/hari 100 mg - - -
Metformin 50/1000 0 Lihat sitagliptin
50/10 fungsi
00 ginjal
sebelum
digunak
an
Glimepirid + Amaryl M Mengat 1/250 1/250 - - 1-2 Bersama
Metformin urDosis 2/500 2/500 /
max sesudah
untuk makan
masing-
masing
kompon
en
a) Sulfonilurea
Sulfonilurea adalah obat DM derivat sulfonamide. Obat ini
telah digunakan sejak tahun 1940-an, generasi pertama
sulfonilurea antara lain klorpropamid, tolazamid dan tolbutamid
sedangkan generasi kedua adalah glibenklamid, glipizid,
gliquidon dan gliklazid. Sulfonilurea akan terikat pada reseptor
spesifik di membran sel Beta. Sulfonilurea memperbaiki kadar
glukosa postprandial. Pentingnya pengendalian glukosa
postprandial telah banyak diteliti. Hiperglikemia postprandial
berhubungan dengan meningkatnya risiko komplikasi
makrovaskular dan mikrovaskular diabetes. Pengendalian
glukosa postprandial memperbaiki kadar glukosa darah secara
keseluruhan yang digambarkan dengan HbA1c (Wiyono, 2004).
Menurut Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia Tahun
(2015) obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama
adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati
menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
b) Meglitinid
Meglitinid ini adalah obat yang menurunkan glukosa
darah, obat ini terdiri dari repaglinid dan nateglinid. Cara kerja
b. Penggunaan Insulin
Selain penggunaan obat oral, untuk terapi pada pasien
DM tipe 2 juga digunakan insulin. . Menurut Perkeni (2015) bila
penderita datang dalam keadaan awal HbA1C ≥ 10,0% atau
glukosa darah sewaktu ≥ 300 mg/dl maka pengobatan langsung
dengan kombinasi metformin dengan insulin.Ada berbagai jenis
sediaan insulin yang tersedia, yang terutama berbeda dalam hal
mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration).
Respon individual terhadap terapi insulin cukup
beragam, oleh sebab itu jenis sediaan insulin mana yang
diberikan kepada seorang penderita dan berapa frekuensi
Interaksi Obat
Pada penggunaan obat diabetes melitus terdapat beberapa
interaksi-interaksi yang merugikan dengan penggunaan obat
lain, seperti :
1. Antidiabetes + Antipsikotik
Klorpromazin merupakan obat golongan antipsikotik yang
dapat meningkatkan kadar glukosa darah, terutama dalam
dosis harian 100 mg atau lebih, dan mengganggu kontrol
diabetes (kejadian hiperglikemia adalah sekitar 25%). Dosis
5. Antidiabetes + Bosentan
Pada penggunaan obat antidiabetes tampaknya ada
peningkatan risiko toksisitas hati jika digunakan dengan
bosentan. Glibenklamid (glyburide) secara sederhana
mengurangi plasma Tingkat bosentan, dan bosentan
mengurangi kadar glibenklamid plasma (Glyburide).
6. Antidiabetes + Penghambat saluran kalsium
Penghambat saluran kalsium diketahui memiliki efek pada
sekresi insulin dan glukosa Regulasi, namun gangguan yang
signifikan dalam pengendalian diabetes tampaknya jarang
terjadi. Tidak ada tindakan pencegahan tertentu yang
biasanya perlu dilakukan, namun tetap memiliki potensi
interaksi dalam pikiran jika pengendalian diabetes
nampaknya sangat sulit.
7. Antidiabetes + kloramfenikol.
Efek penurunan glukosa darah dari tolbutamid dan
klorpropamida mungkin terjadi. Peningkatan kloramfenikol
dan hipoglikemia akut dapat terjadi sulphonylure lainnya
Sering diprediksi untuk berinteraksi sama, tapi sepertinya
tidak ada yang langsung. Bukti ini efek penurunan glukosa
darah yang meningkat harus diharapkan jika kedua obat
tersebut. Namun hanya sedikit pasien yang mengalami efek
BAB VI
KOMPLIKASI
DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, J.T., Talbert, LR. L., Yee, G. C., Matzke, G.R., Wells,
B.G., dan Posey, l.M., 2008, Pharmacoterapy: A
Phatophysiologyc Approach, 7th Edition, McGraw-Hill
Companies, Inc., USA
Fatimah R. N., 2012, Diabetes Melitus Tipe 2, J Majority, Vol.
4 (5).
Gunawan, 2012, Farmakologi dan Terapi. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI, 2012, Formularium Spesialis Ilmu
Penyakit Dalam, Jakarta
Mailangkay S., Mario K., dan Michael K., 2017, Hubungan
Motivasi Dan Dukungan Keluarga dengan Perawatan
Kaki Mandiri Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2, e-
Journal Keperawatan, Vol. 5 (1).
Meryta, Aries, dkk, 2015, Gambaran Interaksi Obat
Hipoglikemik Oral (OHO) dengan Obat Lain pada
Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe II di Apotek
IMPHI Periode Oktober 2014 sampai Maret 2015,
Jurnal Ilmiah Manuntung¸Vol 1 (2).
Misnadiarly, 2006, Diabetes Melitus, Pustaka Populer Obor,
Jakarta.
Ndraha, S., 2014, Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana
Terkini, Medicinus, Vol. 27 (2).