3 Diabetes Melitus
dimana diperlukan edukasi dan dukungan kepada pasien untuk mengatur kadar
glukosa darah sehingga dapat mencegah komplikais akut yang nantinya dapat
Diabetes mellitus tipe 1 yang disebabkan oleh destruksi sel beta yang
atau idiopatik.
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin yang
darah pada trisemester kedua dan ketiga, dimana yang sebelumnya tidak
Diabetes mellitus tipe, seperti: defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain
dibeberapa invidu tidak dapat dibedakan secara jelas apakah menderita diabetes
mellitus tipe 1 atau tipe 2 disaat yang bersamaan. Paradigmana lama dimana
diabetes mellitus tipe 1 cenderung terjadi pada anak-anak dan tipe 2 lebih sering
terjadi pada dewasa sudah tidak akurat karena kedua tipe diabetes mellitus
dapat terjadi disetiap fase usia. Anak-anak yang menderita diabetes mellitus tipe
1 akan cenderung menunjukan gejala klasik polyuria dan polidipsi dan hampir
sepertiga dari kasus diabetes mellitus tipe 1 pada anak menyebbakna komplikasi
177 juta orang di dunia menderita diabetes mellitus dan akan meningkat dua kali
lipat pada tahun 2030 menjadi 370 juta penderita. diabetes mellitus dan sebagian
besar peningkatan itu akan terjadi di negara - negara yang sedang berkembang
Indonesia untuk usia di atas 15 tahun pada tahun 2007 sebesar 5,7% atau
sekitar 9,1 juta dari 240 juta keseluruhan penduduk Indonesia. Dengan angka
Diabetic Assiciation pada tahun 2001 jumlah penderita diabetes mellitus tipe 1
ada sekitar 10% dari total penderita diabetes mellitus seluruhnya atau sekitar 20
juta penderita.
kasus-kasus DM, baik dalam aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
(consensus)
Pada diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 , factor genetik dan lingkungan
pada akhirnya akan menyebabkan kehilangan sel beta yang progresif dan atau
menurunkan fungsi dari sel beta yang akan menimbulkan gejala hiperglikemi.
Jika sudah terjadi hiperglikemia maka semua tipe diabetes mellitus akan beresiko
komplikasi.
berhubungan dengan dektruksi produksi insulin sel beta yang selketif, dimana
gejala akan muncul jika sel beta sudah hancur. Pada diabetes mellitus tipe 1
adalah terdapat sel-sel yang imuno kompeten dan sel tambahan yang
dengan imun respon tipe 2 dimana ditemukan Human leucocyte antigens (HLA),
terdapat antibodi yang spesifik terhadap sel islet, regulasi imunologis yang di
yaitu Islet cell cytoplasmic antibodies (ICCA) yang merupakan antibody primer
yang ditemukan 90% pada diabetes mellitus tipe 1 yang melawan protein
sitoplasmik cel islet dan keberadaan antibody ini merupakan predictor yang
akurat. Yang kedua adalah Islet cell surface antibodies (ICSA) merupakan
autoantibodi yang melawan langsung antigen permukan sel Islet yang terdapat
sekita 80% peda diabetes mellitus tipe 1. Pada beberapa pasien diabetes
mellitus tipe 2 juta terdapat ICCA. Dan yang ketiga adalah Specific antigenic
dimana antibody ini selain ditemukan pada penderita diabtes mellitus tipe 1 juga
sekresi insulin, hal ini juga mempengaruhi fungsi sel alfa pancreas menjadi
meningkatkan kadar free fatty acid di plasma, yang amana akan menekan
glukosa dan defisiensi insulin juga menurunkan jumlah ekspresi gen ke jaringan
hepar dan GLUT4 yang emrupaka pembawa glukosa pada jaringan lemak.
protein.
Pada Diabetes mellitus tipe 2 terjadi resistensi insulin pada otot dan hepar
serta kegagalan sel beta pankreas yang telah dikenal sebagai patofisiologi
beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Selain otot, hepar dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya
bahwa tidak hanya otot, hepar dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral
dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan
fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui
jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver: pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan
tiazolidindion.
4. Sel lemak: sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini
disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus: glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat
glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja
6. Sel Alpha Pancreas: sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan
dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan
DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh
persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2
(Sodium Glucose co- Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal.
Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada
ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur
ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
8. Otak: insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga
terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan
bromokriptin.
Gambar 2.5 Organ-orang yang berperan dalam pathogenesis diabetes mellitus tipe 2
2.2.4 Diagnosis Diabetes Melitus
1. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Glukosa Darah
Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-
125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl. Toleransi
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl.Diagnosis
Tabel 2.1 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan prediabetes.
Selain itu untuk ada kelompok beresiko yang bisa bisa di diagnosis Diabetes
Melitus Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes tetapi tidak menunjukkan gejala klasik
DM antara lain:
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT ≥23 kg/m2)
yang disertai dengan satu atau lebih faktor risik sebagai berikut:
hipertensi).
Riwayat prediabetes.
normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun (E), kecuali pada kelompok prediabetes
pemeriksaan diulang tiap 1 tahun (E). Pada keadaan yang tidak memungkinkan
patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil
pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti pada
di bawah ini.
Tabel 2.2 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM.
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat
anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi.
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya
masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama
sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara
terpisah ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat
yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang).
sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin basal untuk kombinasi adalah 6-10 unit. Kemudian dilakukan evaluasi
dengan mengukur kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin
dinaikkan secara perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah
puasa belum mencapai target. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal,
maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial sedangkan
sekunder dan tersier . pada pencegahan primer ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk
Tidak Bisa Dimodifikasi, seperti Ras atau etnik, Riwayat keluarga dengan DM,
Usia (>45 tahun), Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram
berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Sedangkan faktor Risiko yang Bisa
Dimodifikasi, seperti: Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2)., Kurangnya aktivitas
trigliserida >250 mg/dl), Diet tak sehat (unhealthy diet). Pencegahan primer
target terapi serta pengendalian faktor risiko penyulit yang lain dengan
merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Tindakan ini dilakukan sejak awal
terutama di rumah sakit rujukan. Kerjasama yang baik antara para ahli diberbagai
disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,
yang sering terjadi pada penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul
pertama kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat
(claudicatio intermittent), namun sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik
pada kaki merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada penderita, dan
pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik. Sedangkan untuk
Neuropati.