DISUSUN OLEH :
UMIYATI
NIM. 2202614084P
TAHUN 2020-2021
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Komunitas ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas Diabetes Melitus ”.
Tujuan pembuatan Asuhan Keperawatan ini adalah untuk memenuhi salah satu
persyaratan tugas dalam perkulihan. Kami menyadari dalam pembuatan tugas ini masih
banyak terdapat kekurangan, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh
kami. Namun berkat bantuan dan bimbingan serta arahan dari berbagai pihak akhirnya kami
dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini tepat pada waktunya.
Dalam pembuatan tugas ini, kami menyadari masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan dengan tangan terbuka kritik dan saran yang membangun
untuk perbaikan pada masa yang akan dating.
2
AB I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir pada daur kehidupan manusia. Lansia
adalah keadaan yang di tandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi fisiologis yang berkaitan dengan penurunan
kemampuan untuk hidup (Ferry & Makhfudli, 2009). Menurut UU No. 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun (Dewi, S.R, 2014). Namun, menurut WHO, batasan lansia
dibagi atas usia pertengahan (middle age) yaitu antara 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very
old) diatas 90 tahun Notoadmodjo, (2011). Dengan bertambahnya usia, fungsi
fisiologis mengalami penurunan sehingga penyakit tidak menular banyak terjadi pada
lanjut usia. Penyakit tidak menular yang banyak diderita oleh penduduk lansia antara
lain Arhtritis, hipertensi, nyeri sendi, stroke dan diabetes mellitus (Direktorat Statistik
Kesejahteraan Rakyat, 2015).
Diabetes Mellitus (DM) atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai “penyakit
gula” merupakan penyakit yang banyak bermunculan dewasa ini. Hal ini terkait
dengan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat di kalangan masyarakat kita.
Kurangnya aktivitas fisik (olah raga) dan pola makan serba fast food semakian
mempertinggi kejadian penyakit diabetes mellitus. Diabetes Mellitus memiliki
implikasi yang luas bagi usia lanjut maupun keluarganya, terutama munculnya
keluhan yang menyertai, penurunan kemandirian usia lanjut dalam melakukan
aktivitas keseharian, dan menurunnya partisipasi sosial usia lanjut. Perawat komunitas
sejak awal dapat berperan dalam meminimalisasi perubahan potensial pada sistem
tubuh pasien. Beberapa penelitian eksperimental memperlihatkan bahwa perawat
mempunyai peran yang cukup berpengaruh terhadap perilaku pasien. Salah satu peran
yang penting guna mendorong masyarakat terutama usia lanjut adalah agar usia lanjut
dan keluarga mampu memahami kondisi usia lanjut diabetisi sehingga dapat
melakukan perawatan diri secara mandiri (Bondan Palestine, 2007).
Meningkatnya prevalensi DM di Indonesia diduga ada hubungannya dengan
cara hidup (pola makan). Pola makan bergeser dari pola makan tradisional yang
3
banyak mengandung karbohidrat, serat dan sayuran ke pola makan kebarat – baratan
dengan komposisi yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan
sedikit serat. Hal ini didukung oleh kurangnya peran keluarga dalam pengelolaan pada
salah satu anggota keluarga yang menderita DM (Suadana, 2008). Penyebab Diabetes
Mellitus pada lansia dikarenakan beberapa faktor, diantaranya perubahan komposisi
tubuh, menurunnya aktifitas fisik, perubahan life style, faktor perubahan
neurohormonal, serta meningkatnya stres. Pada usia lanjut diduga terjadi age related
metabolic adaptation, oleh karena itu munculnya diabetes pada usia lanjut
kemungkinan karena aged related insulin resistance atau aged related insulin
inefficiency sebagai hasil dari preserved insulin action despite age (Rochmah, 2006).
Bila terlambat diketahui adanya penyakit diabetes pada lanjut usia, penderita mungkin
sudah dalam keadaan status dekompensasi dari sistem metabolik seperti hiperglikemi,
hiperosmolaritas, sindroma non ketotik atau ketoasidosis diabetik. Penderita juga
dapat dijumpai gejala-helaja hipoglikemi, yang biasanya disebabkan oleh obat-obat
antidiabetik. Penampilan klinis hipoglikemia yang khas tampak sebagai perubahan
status mental dan status neurologi seperti penurunan fungsi kognitif, konfusio, kejang,
diaphoresis dan bradikadi. Keadaan yang menyertai hiperglikemi seperti hiponatremia
(pseudohiponatremi), kondisi dehidrasi dan hipomagnesia (akibat diuresis osmotik)
dapat juga terjadi (Martono, 2012).
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah Mempelajari dan memberikan
pemahaman tentang asuhan keperawatan komunitas pada lansia dengan
gangguan Diabetes Millitus Di Puskesmas JAYALOKAKab. Musirawas.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan karya tulis ini yaitu penulis mampu :
a) Melakukan pengkajian pada pasien diabetes mellitus.
b) Merumuskan analisa sintesa yang sesuai pada pasien diabetes mellitus
4
c) Merumuskan diagnosa yang muncul pada diabetes mellitus
d) Menentukan intervensi keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
e) Melakukan implementasi keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
f) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien diabetes
mellitus.
g) Mampu mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan pada pasien
diabetes melitus.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Definisi
Pengertian diabetes mellitus berasal dari kata diabetes yang berarti terus
mengalir, dan mellitus yang berarti manis. Kemudian istilah diabetes menjadi
sebutan, karena sering minum dalam jumlah banyak yang disusul dengan
sering keluar kembali dalam jumlah yang banyak. Sebutan mellitus
disebabkan air kencing yang keluar manis mengandung gula. Sampai sekarang
penyakit ini disebut sebagai kencing manis atau diabetes mellitus. (Marewa,
2015)
2.1 .2 Etiologi
6
Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II:
usia, obesitas, riwayat, dan keluarga. Dikatakan normal jika kadar gula darah
< 140 mg/dl, dikatakan toleransi glukosa terganggu jika 140 - < 200 mg/dl,
dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah ≥ 200 mg/dl.
(Nurarif ,2015 ).
2.1.3 Patofisiologi
7
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah penumpukan glukosa dalam
darah, peningkatan sejumlah insulin harus disekresi dalam mengatur kadar
glukosa.
2.1.4 WOC
Defisiensi Insulin
Penurunan pemakaian
Glukagon
glulokosa oleh sel
Glukoneogenesis Hiperglikemia
Protein Glycosuria
BUN Osmotik
Nitrogen Dehidrasi
Hemokonsentras
Trombosis
Aterosklerosis
Makrovaskuler Mikrovaskuler
Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopa Nefropati
ti
Nyeri Miokard infarka Stroke Gangren diabetik
Gangguan
Gangguan Integritas Resiko Injury
penglihatan
8
2.1.5 Manifestasi Klinis
Tiga serangkai klasik merupakan efek langsung dari kadar gula darah
tinggi, seperti poliuria, polidipsi, dan polifagi. Selain trias klasik, terdapat
gejala lain menurut (Tarwoto & dkk, 2012) beberapa manifestasi klinis yang
terjadi pada pasien DM yaitu:
1. Penurunan berat badan yang disebabkan karena banyaknya kehilangan
cairan, glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot.
2. Kelainan pada mata atau penglihatan kabur. Pada kondisi kronis, keadaan
hiperglikemia mnyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke
vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat merusak retina serta
kekeruhan pada lensa
3. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina.
Peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula pada kulit
sehingga menjadi gatal. Jamur dan bakteri mudah menyerang kulit
4. Ketonuria. Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka
digunakan asam lemak untuk energi, asam lemak akan dipecah menjadi
keton yang kemudian berada pada darah dan dikeluarkan melalui ginjal
5. Kelemahan dan keletihan. Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan
sel, kehilangan potassium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih.
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
9
Adapun kriteria diagnosa WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan, antara lain : Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1
mmol/l). Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl (7,8 mmol/l). Glukosa plasma
dari gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl).
Adapun Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) menurut PERKENI, 2011
dengan cara pelaksanaan : 3 hari sebelumnya makan seperti biasa, kegiatan
jasmani secukupnya seperti biasa dilakukan, puasa semalam 10-12 jam, kadar
gula darah diperiksa, diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB,
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminumkan selama 5 menit, kemudian
periksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa selama pemeriksaan
subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak boleh merokok.
2.1.7 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan pada pasien DM menurut (Fatimah, R. N, 2015)
dengan obat-obat diabetes melitus antara lain:
1. Antidiabetik Oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula
darah dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan
gejala, optimalisasi parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. DM
tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral
terutama ditujukan untuk penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai
sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan
karbohidrat serta olahraga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8
minggu upaya diet dan olahraga dilakukan, kadar gula darah tetap diatas
200mg/dl dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya
diet, melainkan membantunya. Pemilihan antidiabetik oral tepat sangat
menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan
antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat
keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum
termasuk penyakit-penyakit lain adalah termasuk golongan sulfonilurea,
biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.
2. Insulin
10
Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai
yang dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam
amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan
diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat
lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara,
misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang
memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin
merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun
metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkkan
pengambilan glukosa kedalam sel-sel sebagian besar jaringan, menaikkan
penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen
dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi
pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
3.Diet
11
Nabati kacang merah,
kacang tanah,
kacang kedelai
Sayuran Sayur tinggi bayam, buncis,
serat: daun melinjo,
kangkung, labu siam, daun
daun kacang, singkong, daun
oyong, ketela, jagung
ketimun, muda, kapri,
tomat, labu air, kacang
kembang kol, panjang, pare,
lobak, sawi, wortel, daun
selada, seledri, katuk
terong
2.1.8 Komplikasi
1) Retinopati diabetikum
12
Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropati
atau kerusakan saraf
3) Neuropati diabetikum
13
2.2 Konsep Lansia
2.2.1 Definisi Lansia
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Siti, 2011).
Lanjut usia (lansia) adalah populasi manusia yang telah mencapai usia 65
tahun (Touhy, 2014). Lansia sendiri terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu
lansia muda dengan rentang usia 65-74 tahun, lansia pertengahan dengan
rentang usia 75-84 tahun, lansia sangat tua dengan rentang usia 85 tahun ke
atas (DeLaune, 2002; Mauk, 2006), (Lestari, 2016). Menurut UU No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2011). Dari definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 65 tahun dan mengalami perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia pada
tubuh.
2.2.2 Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :
a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
14
b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.3 Konsep Dasar Keperawatan Komunitas
2.3.1 Definisi
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang
mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan
kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan
nilai yang telah melembaga (Sumijatun dkk, 2013). Misalnya di dalam
kesehatan di kenal kelompok ibu hamil, kelompok ibu menyusui, kelompok
anak balita, kelompok lansia, kelompok masyarakat dalam suatu wilayah desa
binaan dan lain sebagainya. Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada
masyarakat petani, masyarakat pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat
terasing dan sebagainya (Mubarak, 2016). Keperawatan komunitas sebagai
suatu bidang keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan
kesehatan masyarakat (public health) dengan dukungan peran serta masyarakat
secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara
berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif
secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan
(nursing process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara
optimal, sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2016).
15
kesehatan masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan
kelompok.
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat mempunyai kemampuan untuk:
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami;
2) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah
tersebut;
3) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan;
4) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi;
5) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka
hadapi, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam
memelihara kesehatan secara mandiri (self care).
2.3.3 Fungsi Keperawatan Komunitas
1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah
bagi kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan
masalah klien melalui asuhan keperawatan.
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai
dengan kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan
masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran
serta masyarakat.
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan
permasalahan atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan
dan pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat
proses penyembuhan (Mubarak, 2016).
2.3.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya
setelah belajar dari pengalaman sebelumnya, selain faktor
pendidikan/pengetahuan individu, media masa, Televisi, penyuluhan
yang dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya. Begitu juga dengan
masalah kesehatan dilingkungan sekitar masyarakat, tentunya
gambaran penyakit yang paling sering mereka temukan sebelumnya
16
sangat mempengaruhi upaya penangan atau pencegahan penyakit yang
mereka lakukan. Jika masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat
individual tidak akan mampu mencegah, apalagi memberantas
penyakit tertentu, maka mereka telah melakukan pemecahan-
pemecahan masalah kesehatan melalui proses kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar proses
transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula
seperangkat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi adanya
kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau masyarakat sendiri.
Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang
Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun WHO yaitu ”meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan; baik fisik, mental dan sosialnya; sehingga produktif secara
ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman
bagi lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat
dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan
komunitas melalui upaya ini berbagai persoalan di dalam lingkungan
masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih cepat.
2.3.5 Bentuk – Bentuk Pendekatan dan Partisipasi Masyarakat
a. Posyandu
Pos pelayanan terpadu atau yang lebih dikenal dengan posyandu.
Secara sederhana dapat diartikan sebagai pusat kegiatan dimana
masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan KB dan Kesehatan.
Selain itu posyandu juga dapat diartikan sebagai wahana kegiatan
keterpaduan KB dan kesehatan ditingkat kelurahan atau desa, yang
melakukan kegiatankegiatan seperti: (1) kesehatan ibu dan anak, (2)
KB, (3) imunisasi, (4) peningkatan gizi, (5) penanggulangan diare, (6)
sanitasi dasar, (7) penyediaan obat esensial (Zulkifli, 2013).
17
Tujuan pokok penyelenggaraan Posyandu adalah untuk : (1)
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak, (2)
meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR, (3)
mempercepat penerimaan NKKBS, (4) meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan
lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat, (5)
pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan pada penduduk
berdasarkan letak geografi .
b. Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom.
c. Pemberian Oralit dan pengobatan.
d. Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi
sesuai permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui
meja IV dengan materi dasar dari KMS baita dan ibu hamil.
Pelayanan yang diberikan oleh keperawatan komunitas
mencakup kesehatan komunitas yang luas dan berfokus pada
pencegahan yang terdiri dari tiga tingkat yaitu:
1) Pencegahan primer
Pelayanan pencegahan primer ditunjukkan kepada
penghentian penyakit sebelum terjadi karena itu pencegahan
primer mencakup peningkatan derajat kesehatan secara umum
dan perlindungan spesifik. Promosi kesehatan secara umum
mencakup pendidikan kesehatan baik pada individu maupun
kelompok. Pencegahan primer juga mencakup tindakan spesifik
yang melindungi individu melawan agen-agen spesifik
misalnya tindakan perlindungan yang paling umum yaitu
memberikan imunisasi pada bayi, anak balita dan ibu hamil,
penyuluhan gizi bayi dan balita.
2) Pencegahan sekunder
Pelayanan pencegahan sekunder dibuat untuk
menditeksi penyakit lebih awal dengan mengobati secara tepat.
Kegiatan-kegiatan yang mengurangi faktor resiko
dikalifikasikansebagai pencegahan sekunder misalnya
memotivasi keluarga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala melalui posyandu dan puskesmas.
18
3) Pencegahan tertier
Yang mencakup pembatasan kecacatan kelemahan pada
seseorang dengan stadium dini dan rehabilitasi pada orang yang
mengalami kecacatan agar dapat secara optimal berfungsi
sesuai dengan kemampuannya.
BAB III
19
TINJAUAN KASUS
20
1. Tingkat Sosial : Lansia di Desa Darma Sakti mempunyai hubungan
social yang baik.
3.1.5 Kebiasaan
sebagian besar lansia mengisi waktu luangnya hanya untuk jalan –jalan
disekitar lingkungan rumah, tidak ada ketrampilan khusus yang
diselenggarakan untuk mengisi waktu luang lansia
3.1.6 Transportasi
21
3.1.9 Agama
Hasil pengolahan data yang berasal dari angket, wawancara dan observasi akan
No Usia Frekuensi
1 45 – 49 8
2 50 – 54 7
3 55 – 59 10
4 60 – 65 2
5 65 – 69 3
Jumlah 30
2. Komposisi lansia berdasarkan tingkat pendidikan
No Pendidikan Frekuensi
1 SD 8
2 SMP 12
3 SMA 10
Jumlah 30
1 Laki – Laki 13
2 Perempuan 17
Jumlah 30
4. Komposisi lansia berdasarkan agama
No Agama Frekuensi
1 Islam 27
22
2 Kristen 3
Jumlah 30
5. Komposisi lansia berdasarkan pekerjaan
No Pekerjaan Frekuensi
1 PNS 8
2 Swasta 7
3 Wiraswasta 10
4 Tidak bekerja 5
Jumlah 30
penampungan air
1 Tiap Hari 6
2 3 kali sehari 1
23
3 1 minggu sekali 13
4 Tidak tentu 10
Jumlah 30
24
6). Status kepemilikan rumah
1. Perkesmas
25
Tabel Distribusi lansia berdasarkan kunjungan petugas
kesehatan di rumah di desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni
2021.
26
1 Selalu 20 72
2 Kadang – kadang 6 16
3 Tidak pernah 4 12
Jumlah 30 100
2. Laboratorium
27
2 Dokter 8 32
3 Bidan/perawat 0 0
4 Poliklinik 2 8
Jumlah 30 100
28
5). Kegemaran lansia dalam mengkonsumsi makanan / minuman
manis :
29
1). Kegiatan lansia mengikuti pelatihan ketrampilan :
Tabel Distribusi lansia berdasarkan kebiasaan lansia diwaktu senggang di Desa Darma Sakti
pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.
30
Tabel Distribusi lansia berdasarkan aktifitas lansia saat diluar rumah
di desa Darma Sakti pada tanggal 4- 6 Juni 2021.
Tabel Distribusi lansia berdasarkan keamanan lingkungan tempat tinggal lansia di Desa
Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.
lansia
2 jalan rusak, membahayakan bagi 7 24
lansia
Jumlah 30 100
31
3). Jenis transportasi yang biasanya digunakan oleh lansia
ANALISA DATA
32
3. Ds : Kurangnya informasi
- Kader posyandu dalam kesehatan
mengatakan ( 40 % )
lansia tidak tahu mengenai
masalah kesehatan yang
dihadapi.
Do :
- Lansia tidak menjalani
pemeriksaan pengobatan
yang tepat
Diagnosa Keperawatan :
33
setiap bulan aktivitas fisik
setiap hari
SIKI : DUKUNGAN
KEPATUHAN
PROGRAM
PENGOBATAN
1. Buat
komitmen
menjalani
program
pengobatan
dengan baik
2. Informasikan
program
pengobatan
yang harus
dijalani
3. Anjurkan
keluarga untuk
mendampingi
dan merawat
pasien selama
menjalani
program
pengobatan
3. Defisit Setelah dilakukan Setelah dilakukan SIKI : EDUKASI
pengetahuan tindakan tindakan KESEHATAN
b.d kurang keperawatan selama keperawatan 1. Jelaskan factor
terpapar 1 minggu, komunitas selama 2 minggu, resiko yang
informasi diharapkan : komunitas dapat
- Lansia diharapkan, lansia mempengaruh
mengetahui mengetahui i kesehatan
masalah masalah kesehatan SIKI : DUKUNGAN
kesehatan penyakit DM KEPATUHAN
penyakit DM PROGRAM
- Lansia dapat PENGOBATAN
melakukan 2. Informasikan
pengobatan program
rutin pengobatan
penyakit DM yang harus
dijalan
SIKI : EDUKASI
DIET
3. Identifikasi
tingkat
pengetahuan
saat ini
4. Identifikasi
kebiasaan pola
makan saat ini
34
dan masa lalu
5. Jelaskan
tujuan
kepatuhan diet
Implementasi Keperawatan
35
dengan baik
4. Menginformasikan program
pengobatan
yang harus dijalani
5. Menganjurkan keluarga
untuk mendampingi dan
merawat pasien selama
menjalani program
pengobatan
3. Defisit pengetahuan b.dkurang EDUKASI KESEHATAN
terpapar informasi 1. Jelaskan factor resiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
DUKUNGAN KEPATUHAN
PROGRAM PENGOBATAN
2. Informasikan
program pengobatan
yang harus dijalani
EDUKASI DIET
3. Identifikasi tingkat
pengetahuan saat ini
4. Identifikasi kebiasaan
pola makan saat ini
dan masa lalu
5. Jelaskan tujuan
kepatuhan diet
EVALUASINYA APAAA???
36
DAFTAR PUSTAKA
Clevo, H. d. (2012). Ilmu penyakit dalam: patologi diabetes mellitus. Yogyakarta:
yayasan essentia medica (YEM).
Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat (2015). Undang-Undang No. 13 Tahun
1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 190. Sekretariat Negara. Jakarta
Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority Volume 4 Nomor 5 , 98.
Marewa, L. W. (2015). KENCING MANIS (DIABETES MELLITUS) di Sulawesi
Maryam Siti (2011). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya 1st ji. Jakarta:
Salemba Medika
Nurarif Huda (2015). Aplikasi Asuhan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA.
Yogyakarta
PPNI, T. P ( 2016 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan :
DPP PPNI.
PPNI, T. P ( 2018 ). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan :
DPP PPNI
PPNI, T. P ( 2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP
PPNI
Tarwoto, W. I. (2012). keperawatan medikal bedah gangguan sistem endokrin.
jakarta: CV. Trans Info Medika.
37
Lampiran
38
39
PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS SECARA TRADISIONAL :
40
Mengukur dan memantau kadar glukosa darah dapat membantu penderita diabetes
mengendalikan penyakitnya.
9. Cukup tidur
Tidur yang cukup terasa luar biasa dan diperlukan untuk kesehatan yang baik.
Kebiasaan tidur yang buruk dan kurang istirahat juga mempengaruhi kadar gula darah
dan sensitivitas insulin.
10. Makan makanan kaya chromium dan magnesium
Kadar gula darah tinggi dan diabetes juga dikaitkan dengan defisiensi mikrinutrien
Contohnya termasuk kekurangan mineral chromium dan magnesium
41