Oleh;
Nama Kelompok
IDA SURYANI
NURAINI
RISKI AMALIAH
SARAH MAULI RISKI
TAJUL FUDHARI
TUTI
YUNDA HERAYANTI
YUNESA RIVANI
ZAHRATUL MAWADDAH
ZUHRA OKTAVIANTI
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam
masih jauh dari kesempurnaan karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang
terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi untuk masa mendatang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Tujuan...............................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kencing manis adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, prevalensi DM di Jakarta baru sebesar,
7%; pada tahun 1993 prevalensinya meningkat menjadi 5,7% dan pada tahun
2001 melonjak menjadi 12,8%. Klasifikasi atau jenis diabetes ada bermacam-
(DMG) dan diabetes tipe lain. Ada juga kelompok individu lain dengan
1
B. Tujuan
mellitus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
1. Defenisi
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya
dan protein. Istilah diabetes mellitus sebenarnya mencakup 4 kategori yaitu tipe I
(insulin dependen diabetes mellitus atau IDDM), diabetes mellitus sekunder dan
diabetes mellitus yang berhubungan dengan nutrisi. Selain itu, terdapat dua
glukosa dan diabetes mellitus gestasional (Sukaton, 1985 dikutip Waspadji, 1988).
diabetes mellitus tipe II antara lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan
diabetes mellitus tipe II, etnis, penyebaran lemak adroid (tubuh bagian atas atau
tipe apel). Kebiasaan diet dan kurang berolahraga. Pada diabetes mellitus tipe II
3
glukosa, yang berakibat pada pembukaan kadar glukosa tinggi. Keadaan ini
Pada diabetes mellitus tipe II komplikasi yang sering terjadi adalah penyakit
pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang sering
terjadi adalah perubahan patologis pada anggota gerak yang bisa menyebabkan
luka ulkus, atau luka gangren yang bila tidak ditangani dengan tepat akan
2. Patofisiologi
Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat
berfungsi dengan baik. Sumber energi bagi tubuh berasal dari bahan makanan
yang kita makan sehari-hari, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak.
dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh
usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh
4
untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai sumber energi.
Supaya dapat berfungsi sebagai bahan energi, zat makanan itu harus masuk
terlebih dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan
terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah
glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi.
Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian
di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada,
maka glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di
dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak
Pada diabetes mellitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada jenis ini
timbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta yang
disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA)
dan lain-lain. Umumnya yang diserang pada insulitas itu adalah sel beta, dan
tetapi faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat,
5
kurang aktivitas, dan faktor keturunan. Pada DM tipe II jumlah sel beta berkurang
sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah
adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin.
Baik pada DM tipe II kadar glukosa darah jelas meningkat bila kadar itu melewati
batas ambang ginjal, maka glukosa akan keluar melalui urin (Suyono, 2004).
a. Gaya Hidup
mellitus. Diit dan olahraga yang tidak baik berperan besar terhadap
b. Usia
Peningkatan usia juga merupakan salah satu faktor risiko yang penting.
Dibandingkan wanita pada usia 20-an, wanita yang berusia diatas 40 tahun
aktif.
dan sebagian Amerika Asia memiliki risiko diabetes dan penyakit jantung
yang lebih tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh tingginya angka
6
d. Riwayat Keluarga
diketahui kecuali untuk jenis yang dikenal sebagai diabetes pada usia
muda dengan dewasa. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang
diabetes dan tidak diabetes 1:1 jika satu orang tua menderita diabetes.
e. Kegemukan (Obesitas)
NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan BMI
7
27 menderita diabetes tipe 2. Obesitas merupakan faktor risiko utama pada
Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga
berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat
kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan
pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka
aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju aliran saraf dan kulit. Kadar
gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak
(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali
lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk melalui
pembuluh darah besar bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki
(makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil bisa melukai mata, saraf, dan
berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik.
Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung
dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan
fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani
cuci darah. Gangguan saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk, misalnya
jika satu saraf mengalami kelainan fungsi, maka sebuah lengan atau tungkai bisa
8
secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke lengan, dan tungkai
mengalami kerusakan, maka pada lengan dan tungkai bisa merasakan kesemutan
atau nyeri seperti terbakar atau kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan
kulit sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat merasakan perubahan
tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah kekulit juga bisa menyebabkan
ulkus atau borok dimana proses penyembuhannya akan berjalan secara lambat
B. Luka Diabetik
1. Defenisi
Luka diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien diabetik yang melibatkan
gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Suryadi, 2004). Luka diabetik
adalah luka yang terjadi karena adanya kelainan pada saraf, kelainan pembuluh
darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan baik, hal itu
Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa darah
penyandang diabetes. Tingginya kadar gula darah berkelanjutan dan dalam jangka
waktu yang lama dapat menimbulkan masalah pada kaki penyandang diabetes
(nita-medicastore.com).
Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori, autonomik dan sistem
sensasi nyeri sebagian atau keseluruhan pada kaki yang terlibat. Peripheral
9
aterosklerosis adanya akumulasi ”plaques” pada dinding arteri berupa ; kolesterol,
lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit, dan kalsium (Suriadi, 2004).
diabetik menjadi 6 bagian yaitu, (1) kulit utuh tapi ada kelainan pada kaki akibat
neuropati, (2) draft I : terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit, (3) draft II :
ulkus dalam, menembus tendon/tulang, (4) draft III : ulkus dengan atau tanpa
osteomilitis, (5) draft IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan tanpa
selulitis (infeksi jaringan), (6) draft V : gangren seluruh kaki atau sebagian
tungkai bawah (Misnadiarly, 2008). Sedangkan Brand dan Ward (1987) membagi
tungkai, terutama daerah betis. Gambaran klinis KDI adalah penderita mengeluh
nyeri saat istirahat, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang
kuat, didapatkan ulkus sampai gangren. (2) kaki diabetik akibat neuropati (KDN),
terjadi kerusakan saraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.
Pada klinis ini di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, edema
10
3. Patofisiologi
terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait
dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal
sebagai neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetik sering kali mengalami
gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan
kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetik neuropati yang berdampak
pada sistem saraf autonom, yang mengontrol fungsi otot- otot halus, kelenjar dan
organ visceral.
demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian antibiotik tidak
mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak memenuhi
kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati ini
menjadi rusak dan mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Dampak lain adalah
karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi kapada saraf sensori dan
sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan
11
4. Perawatan Luka Diabetik
Luka diabetik terdiri dari luka ulkus dan gangren. Tujuan perawatan luka
pemulihan luka. Ulkus yang tidak dirawat dengan baik dapat mengakibatkan
timbulnya luka gangren. Gangren adalah luka yang sudah membusuk dan sudah
melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau
bila membutuhkan. Antibiotik pun diberikan bila ada infeksi. Pilihan antibiotik
aktif seperti klindamisin atau metronidazol untuk kuman anaerob. Prinsip terapi
bedah pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan nekrotik dan
mengeliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Tindakan operatif pada luka
diabetes dapat berupa tindakan bedah kecil seperti insisi dan pengaliran abses,
tepat. Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah tejadinya luka baru, jangan
membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut dapat menjadi besar dan
luka, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil
12
kondisi luka terlebih dahulu, apakah luka yang dialami pasien dalam keadaan
kotor atau tidak, ada pus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah
menggunakan antiseptik dan kassa steril. Jika ada jaringan nekrotik sebaiknya
dibuang dengan cara digunting sedikit demi sedikit sampai kondisi luka
mengalami granulasi (jaringan baru yang mulai tumbuh). Lihat ke dalam luka,
pada pasien diabetes dilihat apakah terdapat sinus (luka dalam yang sampai
berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, sebaiknya disemprot (irigasi) dengan
NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab pada sinus terdapat banyak kuman.
Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali (pagi dan sore), setelah
(pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi larutan NaCl). Setelah
luka dibersihkan lalu tutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl lalu
dibalut disekitar luka, dalam penutupan dengan kassa jaga agar jaringan luar luka
tertutup. Sebab jika jaringan luar ikut tertutup akan menimbulkan maserasi
(pembengkakan). Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu
tutup kembali dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut (Ismayati,
2007).
penutupan luka (skin draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab
pada luka diabetik kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi luka
(Hermawati, 2007).
13
5. Proses Penyembuhan Luka
klinis saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang
jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan
Pada jaringan lunak yang normal tanpa perlukaan, pemaparan sel fibroblast
terjadi luka fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru
memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast
14
Sejumlah sel pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru
vaskularisai yang tidak lancar, penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat
ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi ke dalam luka
merupakan suatu respon untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di
daerah luka karena oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan
proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet
karatinocyle growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel
epitel. Keratinasasi akan di mulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk
barier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast,
Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
dengan defek luka. Minimal fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan
15
lapisan kolagen terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan di percepat oleh
Fase maturasi fase ini terjadi pematangan yang terdiri dari penyerapan
minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan
karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak
untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai
puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah di
mulai sejak fase proliferasi akan di dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali
proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan
dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh apabila telah terjadi
kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit sehingga mampu melakukan
aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap
penderita, namun hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik
16
masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan
mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan yang kurang gizi, dan yang
adalah faktor intrinsik yaitu; (1) usia, semakin tua akan semakin lama proses
mikroangiopati, neuropati dan masalah khusus yang terjadi pada penderita akan
mempersulit penyembuhan, (3) status nutrisi, zat makanan yang masuk kedalam
fibroblast, sintesa kolagen dan remodelling luka. Asam amino adalah komponen
(DNA) dan ribonucleic acid (RNA). Ini memberikan pola untuk mitosis sel dan
enzim yang dibutuhkan dalam pembentukan jaringan, (4) oksigenasi dan perfusi
dan resistensi terhadap infeksi. Perfusi jaringan saling terkait dengan oksigenasi
jaringan. Perfusi jaringan yang baik merupakan hal yang essensial untuk
oksigenasi. Volume darah beredar yang adekuat membawa hemoglobin yang kaya
17
merokok, hal ini juga mengurangi perfusi dan oksigenasi jaringan dan
ekstrinsik yaitu, (1) adanya teknik pembedahan yang buruk, jika jaringan
yang luas, mengakibatkan hematom. Hal ini dapat meningkatkan resiko infeksi
akibat hematom yang pecah. Ruang mati (dead space) mungkin juga terjadi jika
jaringan tidak diperbaiki secara tepat selama pembedahan dan memberi peluang
untuk berkembangnya infeksi luka, (2) drug treatment, obat juga mempengaruhi
penyembuhan luka seperti steroid, obat anti inflamasi, obat antimitotik dan terapi
fagositosis, sintesa kolagen dan angiogenesis, (3) manajemen luka yang tidak
tepat, penggunaan teknik pembalutan yang tidak tepat, pemilihan dan penggunaan
bahan balutan yang kurang tepat atau penggunaan antiseptik solution yang
(Morison, 1992), (5) infeksi, dari semua faktor yang memperlambat penyembuhan
luka, infeksi adalah yang paling penting. Infeksi dapat terjadi jika selama
dilakukan dengan prinsip aseptik dan antiseptik yang baik. Jenis luka dan lokasi
18
7. Kriteria Luka Sembuh
Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera jaringan
lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada tiap cedera
jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai, luka
traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar, atau luka akibat tindakan
bedah. Push Score (length X widht, tissue type, exudate amount) adalah salah satu
proses penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap
cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi (Morison, 2004).
C. Madu
Madu berasal dari nektar bunga yang disimpan oleh lebah dari kantung
madu. Oleh lebah nektar tersebut diolah sebelum akhirnya menghasilkan madu
dalam sarangnya. Madu dihasilkan oleh serangga lebah madu (Apis Mellifera)
termasuk dalam superfamili apoidea. Madu adalah obat alami karena tidak perlu
diolah di laboratorium. Madu sudah ada di alam dan tinggal diolah dari sarangnya
(Susan, 2008).
1. Kandungan Madu
19
adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri antara lain seperti polypenol,
dan glikosida. Selain itu dalam madu terdapat banyak sekali kandungan vitamin,
asam mineral, dan enzim yang sangat berguna bagi tubuh sebagai pengobatan
secara tradisional, antibodi, dan penghambat pertumbuhan sel kanker, atau tumor.
Madu juga mengandung antioksidan, asam amino essensial, dan non essensial.
2. Pemanfaatan Madu
antiseptik dan antibakteri (mengatasi infeksi pada daerah luka dan memperlancar
pada kulit. Madu memiliki efek osmotik dengan tingginya kadar gula dalam madu
terutama fruktosa, dan kadar air yang sangat sedikit menyebabkan madu memiliki
mikroorganisme yang ada dalam tubuh sukar tumbuh dan berkembang. Madu
memiliki kadar asam yang tinggi dengan pH sekitar antara 3,2-4,5 (sangat asam).
Dengan adanya kadar asam yang tinggi inilah mikroorganisme yang tidak tahan
asam (seperti kuman TBC) akan mati. Madu mampu mengabsorbsi pus atau nanah
atau luka, sehingga secara tidak langsung madu akan membersihkan luka tersebut.
dapat mengeliminasi bau yang menyengat pada luka. Madu juga berfungsi sebagai
antioksidan karena adanya vitamin C yang banyak terkandung pada madu. Secara
20
tidak langsung madu mengeliminasi zat radikal bebas yang ada pada tubuh kita
(Abdillah, 2008).
Dari beberapa penelitian yang dilakukan salah satunya oleh Dr. Jamal
Burhan dari Universitas Iskandariyah Mesir pada tahun 1991 menyebutkan madu
sangat efektif untuk pengobatan luka dan telah dilakukan eksperimen pengobatan
diobati dengan madu 91% bebas dari infeksi sedangkan yang diobati dengan
hari, 87% pasien yang diobati madu sembuh sedangkan yang diobati dengan
pengobatan modern hanya 10% yang sembuh. Penelitian pada tahun 1992 dan
1993 juga membuktikan bahwa pasien luka bakar yang diobati dengan madu,
Pengobatan madu yang dicampur dengan minyak zaitun dan lilin lebah
Wali telah berhasil mencapai tingkat penyembuhan tertinggi 86% untuk penyakit
efektif dalam mengobati luka diabetes karena kandungan airnya rendah, juga pH
bakteri dan mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh kita (Iqbal, 2008).
21
Dalam perawatan luka diabetes madu dapat digunakan dengan cara madu
ditaruh pada balutan, kemudian sebelum luka dibalut terlebih dahulu luka
haruslah terlebih dahulu diolesi dengan madu sampai merata menutup seluruh
permukaan luka. Setelah itu luka dibalut dengan balutan yang telah diolesi madu
terlebih dahulu. Namun pada kondisi luka yang penuh dengan cairan cara ini tidak
Untuk luka yang mengeluarkan cairan yang banyak, pembalut madu yang
rembesan cairan dari pembalut pertama. Madu aman untuk dioleskan langsung ke
daerah luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah
dibersihkan.
Penggunaan madu pada luka diabetik tergantung dari jumlah cairan yang
keluar dari luka. Frekuensi penggantian pembalut madu tergantung dari beberapa
cepat madu tercampur dengan cairan yang keluar dari luka. Luka yang tidak
Cara pemberian madu yang baik adalah madu ditaruh dahulu pada pembalut yang
dapat menyerap madu, karena apabila dituangkan langsung, madu akan menyebar
kemana-mana dan tidak mengenai sasaran. Balutan yang digunakan harus yang
berpori agar madu dapat mencapai bagian tubuh yang luka. Pembalut alginate
yang diisi madu dapat juga dipakai sebagai pengganti pembalut dari selulosa
karena alginate akan berubah menjadi gel yang lunak yang mengandung madu.
Madu aman untuk dioleskan langsung ke daerah luka yang terbuka karena madu
22
selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan. Dianjurkan selama penggunaan
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
gejala yang timbul sangat tidak bijaksana untuk dibiarkan, karena justru akan
disiplin dan keinginan yang besar, maka penyakit diabetes ini bukan
kendalinya, selama itu pula kudanya akan menuruti apa keinginan kusir.
hidup bahagia bersama diabetes, seperti orang lain berbahagia tanpa diabetes.
B. Saran
timbul gejala. Karena dengan dilakukan diagnosis dini, dokter dan pasien
24
DAFTAR PUSTAKA
25