Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

MODEL ASUHAN KEPERAWATAN


PROFESIONAL TIM
Dosen Pembimbing : Dwi Sixteen E P, SKep,Ners,Mkep

KELOMPOK 1
ANGGOTA :
1. ENDRIK SETIAWAN
2. ERVIT PUTRI RAHAYU
3. LYA AYU DEBITASARI
4. MUHAMMAD AKHWANUDIN
5. OKY CAKRA MURTI

S1 KEPERAWATAN IVB
STIKes HUTAMA ABDI HUSADA
Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo No. 1 TulungAgung
TAHUN AJARAN 2017/2018
DAFTAR ISI

Cover ......................................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Model Asuhan Keperawatan Profesional ......................... 3
2.2 Konsep Dasar Model Asuhan Keperawatan Profesional TIM ................. 5
2.3 Tanggung Jawab Perawat Dalam Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim
2.4 Strategi Kerja Tim .................................................................................... 9
2.5 Bagan Model Asuhan Keperawatan Profesional TIM ............................. 13
2.6 Pengkajian M1-M5................................................................................... 13
2.7 Analisa SWOT MAKP TIM...................................................................... 23
BAB 3 PENUTUP
1.1Kesimpulan ............................................................................................... 34
1.2 Saran ......................................................................................................... 34
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 35
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam


menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencakup kegiatan koordinasi dan
supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan. Manajemen
keperawatan merupakan proses bekerja melalui anggota staf untuk memberikan asuhan
keperawatan secara profesional. Proses manajemen keperawatan sejalan dengan keperawatan
sebagai salah satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga
diharapkan keduanya saling menopang.

Adanya tuntutan pengembangan pelayanan kesehatan oleh masyarakat umum,


termasuk di dalamnya keperawatan, merupakan salah satu faktor yang harus dicermati dan
diperhatikan oleh tenaga perawat, sehingga perawat mampu berkiprah secara nyata dan
diterima dalam memberikan sumbangsih bagi kemanusiaan sesuai ilmu dan kiat serta
kewenangan yang dimiliki. Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi
perawat dalam pelayanan keperawatan adalah melakukan manajemen keperawatan dengan
harapan adanya faktor kelola yang optimal mampu meningkatkan keefektifan pembagian
pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan
keperawatan.

Ruangan atau bangsal sebagai salah satu unit terkecil pelayanan kesehatan merupakan
tempat yang memungkinkan bagi perawat untuk menerapkan ilmu dan kiatnya secara
optimal. Namun perlu disadari, tanpa tanpa adanya tata kelola yang memadai, kemauan, dan
kemampuan yang kuat, serta peran aktif dari semua pihak, maka pelayanan keperawatan
profesional hanyalah akan menjadi teori semata. Untuk itu, penulis tertarik untuk membahas
Salah satu Model Asuhan Keparawatan yaitu, Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep Model Asuhan Keperawatan professional ?


2. Bagaimana konsep dasar Model Asuhan Keperawatan Profesional ?
3. Bagaimna Tanggung Jawab Perawat Dalam Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim?
4. Bagaimana strategi kerja dari Tim ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mengetahui Model Asuhan Keperawatan (MAKP) Tim
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep Model Asuhan Keperawatan professional (MAKP)
2. Mengetahui konsep dasar Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
3. Mengetahui Tanggung Jawab Perawat Dalam Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) Tim
4. Mengetahui strategi kerja dari Tim
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MODEL ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL

1. Pengertian

Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah model pelayanan untuk


memberikan asuhan kepada masyarakat secara optimal yang dapat meningkatkan
kualitas hidup masyarakat (Irman Soemantri,2011).

2. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

Mc. Laughin, Thomas dean Barterm (1995) mengidentifikasikan 8 model


pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum dilakukan di rumah sakit
adalah Keperawatan Tim dan Keperawatan Primer. Karena setiap perubahan akan
berdampak terhadap suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam
penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 1998;
143) yaitu:

1. Sesuai dengan visi dan misi institusi

2. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.

3. Efisien dan efektif penggunaan biaya.

4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat.

5. Kepuasan kinerja perawat.

3. Jenis Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

Menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998) ada 4 metode
pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus
dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan, yaitu:

1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional


Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu
karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat
hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di
bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat
melaksanakan tugas ( tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada
(Nursalam, 2007).

2. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus

Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia


dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak
ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan
hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan
khusus seperti isolasi, intensive care.Metode ini berdasarkan pendekatan holistik
dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan
observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2007).

3. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer

Menurut Gillies (1986) perawat yang menggunakan metode keperawatan


primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary
nurse). Pada metode keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan dan
bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan, setiap perawat primer
biasanya mempunyai 4 – 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama
klien dirawat dirumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan
komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga
akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang
tidak bertugas , kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain
(associate nurse)

4. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim

Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan


dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif
dan kolaboratif ( Douglas, 1984).

B. KONSEP DASAR MODEL ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL TIM

Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana


seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif
( Douglas, 1984). Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga
diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Menurut Kron & Gray (1987)
pelaksanaan model tim harus berdasarkan konsep berikut:

1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan tehnik


kepemimpinan.
2. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
3. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
4. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila
didukung oleh kepala ruang.
Metode yang digunakan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang
pendidikan dan kemampuannya.Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota
yang berbeda- beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2 – 3 tim/ group yang terdiri dari tenaga professional,
tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Dalam penerapannya
ada kelebihan dan kelemahannya yaitu (Nursalam, 2007):

a. Kelebihan :

1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.


2. Mendukung pelaksanakaan proses keperawatan.
3. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi
kepuasan kepada anggota tim.
b. Kelemahan :
1. Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim,
yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-
waktu sibuk.
2. Akuntabilitas dalam tim kabur
3. Perawat tidak trampil berlindung pada perawat trampil
Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung dua konsep
utama yang harus ada, yaitu:

1. Kepemimpinan

Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional
(Registered Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung jawab terhadap
sekelompok pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan, merencanakan penugasan
kepada anggota tim, melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang
diberikan.

2. Komunikasi yang efektif

Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan asuhan


keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara individual
dan membantunya dalam mengatasi masalah. Proses komunikasi harus dilakukan secara
terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau post conference atau pembahasan dalam
penugasan, pembahasan dalam merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan
mengevaluasi hasil yang telah dicapai.

C. TANGGUNG JAWAB PERAWAT DALAM MODEL ASUHAN KEPERAWATAN


PROFESIONAL TIM

1. Tanggung jawab anggota tim:


a. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya.
b. Bekerjasama dengan anggota tim dan antar tim.
c. Memberikan laporan.
2. Tanggung jawab ketua tim:
a. Membuat perencanaan.
b. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi.
c. Mengenal/ mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien.
d. Mengembangkan kemampuan anggota.
e. Menyelenggarakan konferensi.
3. Tanggung jawab kepala ruang:
a. Perencanaan
1. Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing- masing.
2. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya.
3. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi dan persiapan
pulang bersama ketua tim.
4. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan
kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/ penjadwalan.
5. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
6. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologis, tindakan
medis yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter
tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
7. Mengatur dan mengendalikan asuhan keparawatan:
• Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan.
• Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan
keperawatan.
• Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah.
• Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk RS.
8. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri.
9. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan.
10. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan di rumah sakit.

b. Pengorganisasian
1. Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
2. Merumuskan tujuan metode penugasan.
3. Membuat rincian tugas tim dan anggota tim secara jelas.
4. Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 2 ketua tim dan ketua
tim membawahi 2 – 3 perawat.
5. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas,
mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain- lain.
6. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.
7. Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.
8. Mendelegasikan tugas kepala ruang tidak berada di tempat, kepada ketua tim.
9. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien.
10. Identifikasi masalah dan cara penanganannya.

c. Pengarahan

1. Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.


2. Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan
baik.
3. Memberikan motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan
sikap.
4. Menginformasikan hal – hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan
asuhan keperawatan pasien.
5. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.
6. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan
tugasnya.
7. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

d. Pengawasan

1. Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua


tim dalam pelaksanaan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien.
2. Melalui supervisi:
 Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui
laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/ mengawasi
kelemahannya yang ada saat itu juga.
 Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua tim,
membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat
selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan
tugas.
 Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim. Audit keperawatan.
D. STRATEGI KERJA TIM

Saat pasien baru masuk di ruang rawat, pasien dan keluarga akan diterima oleh ketua
tim dan diperkenalkan kepada anggota tim yang ada. Kemudian ketua tim memberikan
orientasi tentang ruang, peraturan ruangan, perawat bertanggung jawab (ketua Tim) dan
anggota tim.

Ketua tim (dapat dibantu anggota tim) melakukan pengkajian, kemudian membuat
rencana keperawatan berdasarkan rencana keperawatan yang sudah ada setelah terlebih
dahulu melakukan analisa dan modifikasi terhadap rencana keperawatan tersebut sesuai
dengan kondisi pasien.

Setelah menganalisa dan memodifikasi rencana keperawatan, ketua tim menjelaskan


rencana keperawatan tersebut kepada anggota tim, selanjutnya anggota tim akan
melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan dan rencana tindakan
medis yang dituliskan rdi format tersendiri. Tindakan yang telah dilakukan anggota tim
kemudian didokumentasikan pada format yang tersedia.

Bila anggota tim menerima pasien pada sore dan malam hari atau pada hari libur,
pengkajian awala dilakukan oleh anggota tim terutama yang terkait dengan masalah
kesehatan utama pasien, anggota tim membuat masalah keperawatan utama dan
melakukan tindakan keperawatan dengan terlebih dahulu mendiskusikannya dengan
penanggung jawab sore/malam/hari libur. Saat ketua tim ada, pengkajian dilengkapi oleh
ketua timkemudian membuat rencana yang lengkap dan selanjutnya akan menjadi panduan
bagi anggota tim dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.

Pada dinas pagi ketua tim bersama anggota tim melakukan operan dari dians malam
(hanya pasien yang dirawat oleh tim yang bersangkutan), selanjutnya dengan anggota tim
pagi melakukan konferens tentang permasalahan pasien untuk tiap anggota tim, dan
mengkoordinasikan tugas tiap anggota tim.

Selain dengan dokter anggota tim, ketua tim juga melakukan komunikasi langsung
dengan dokter, ahli gizi dan tim kesehatan lain untuk membahas perkembangan pasien dan
perencanaan baru yang pelu dibuat. Selain itu mengidentifikasi pemeriksaan penunjang
yang telah ada dan yang perlu dilakukan selanjutnya. Bila terdapat rencana baru atau
tindakan yang perlu dilakukan, maka ketua tim akan mengkomunikasikan kepada anggota
tim untuk melaksanakannya. Jika terdapat tindakan spesifik yang mungkin tidak dapat
dilakukan oleh anggota tim maka ketua tima yang akan melakukan langsung tindakan
tersebut. Terutama melakukan intervensi pedidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga
akan dilakukan oleh ketua timyang didasarkan atas hasil pengkajian pada kebutuhan
peningkatan pengetahuan. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan mandiri oleh ketua tim
atau kolaborasi, misalnya ahli gizi untuk penjelasan mengenai diet pasien yang benar.

Selama anggota tim melakukan asuhan keperawatan pada pasien, ketua tim akan
memonitor tindakan yang akan dilakukan dan member bimbingan pada anggota tim.
Anggota tim selama melakukan asuhan keperawatan harus mendokumentasikan seluruh
tindakan yang dilakukan pada format-format yang terdapat pada papan dokumentasi.
Kemudian ketua tim akan memonitor dan mengevaluasi dokumentasi yang dibuat oleh
anggota tim.

Setiap hari ketua tim mengevaluasi perkembangan pasien dengan


mendokumentasikan pada catatan perkembangan dengan metoda SOAP, catatan
perkembangan pasien ini bagi anggota tim juga menjadi panutan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien.

Bila ada pasien yang akan pulang atau pindah ke unit perawatan lain, ketua tim akan
membuat resume keperawatan, sebagai inormasi tentang asuhan keperawatan yang telah
diberikan kepada pasien selama dirawat yang berisi masalah-masalah pasien yang timbul
dan masalah yang sudah teratasi, taindakan keperawatan yang telah dilakukan dan
pendidikan kesehatan yang telah diberikan.

Pada pergantian dinas pagi-sore dilakukan peran anggota tim sore yang didampingi
oleh ketua tim. Komponen utama yang diinformasikan dalam operan antara lain keadaan
umum pasien, tindakan/intervensi yang telah dilakukan dan atau tindakan yang belum
dilakukan, hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh perawat dinas sore dan malam
yang berkaitan dengan perencanaan keperawatan pasien yang akan dibuat oleh ketua tim.
Selanjutnya bila perlu ketua tim melengkapi informasi penting yang belum disampaikan
kepada dinas sore. Anggota tim juga menulis laporan pagi/sore/malampada format yang
tersedia.
E. BAGAN MODEL ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP) TIM

KEPALA RUANG

KETUA TIM KETUA TIM KETUA TIM

PERAWAT PERAWAT PERAWAT


PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA

PASIEN PASIEN PASIEN

F. PENGKAJIAN M1 – M5

A. Sumber Daya Manusia (M1-Man)


1) Struktur Organisasi
Ruangan interna wanita dipimpin oleh kepala ruangan dan dibantu
oleh wakil kepala ruangan dan 4 ketua tim, dan 10 perawat pelaksana,
bersama 1 POS atau yang difungsikan sebagai pembantu perawat. Adapun
struktur organisasinya adalah :
Struktur Karyawan Perawatan Di Ruang Irna 1 dan 2
2) Jumlah Tenaga Di Ruang Interna Wanita Rumah Sakit Unisma
a. Keperawatan

3) Tingkat Ketergantungan Pasien dan Kebutuhan Tenaga Perawat

4) BOR Pasien
Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan gambaran kapasitas tempat tidur
ruang Interna 1 dan 2, yaitu 21 tempat tidur dengan rincian sebagai berikut:

Pengumpulan data dalam hal ketenagaan di ruang interna I dan II


dilakukan melalui observasi dan wawancara secara langsung dengan perawat
ruangan maupun melalui kuesioner. Berdasarkan hasil angket maupun kuesioner
di ruangan dengan responden adalah perawat di ruangan, didapatkan data bahwa:
71,42% perawat puas dengan struktur organisasi yang telah ada di ruangan,
85,71% perawat menyatakan bahwa pembagian tugas di ruangan secara structural
sudah baik. Setelah diberikan kuesioner didapatkan data bahwa ternyata 57,14%
perawat merasa membutuhkan kesempatan dan beasiswa untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan mengikuti seminar tentang pelatihan
keperawatan.
Berdasarkan hasil observasi, didapatkan data bahwa Ruangan interna 1
dan 2 dipimpin oleh kepala ruangan dan 4 ketua tim, dan 3-5 perawat pelaksana,
bersama 1 POS atau yang difungsikan sebagai pembantu perawat. 42% pasien di
ruangan interna 1 dan 2 dengan tingkat ketergantungan minimal, 28,57% dengan
tingkat ketergantungan parsial.Jumlah tenaga lepas dinas per hari di ruangan
adalah 1 dan total jumlah perawat adalah 16 orang dengan 1 orang berpendidikan
S1, 14 orang DIII dan 1 orang SMK yang dibagi menjadi 3 shift kerja yakni, shift
pagi (07.00-14.00), shift sore (14.00-21.00) dan shift malam (21.00-07.00).
perawat mendapatkan kesempatan untuk mengambil cuti 1x dalam seminggu.
Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan, BOR pasien di ruangan adalah 55%.
B. Sarana dan Prasarana (M2-Material)
1. Lokasi dan Denah
Lokasi penerapan proses manajerial keperawatan ini dilakukan pada ruang
Interna 1 dan 2 Rumah Sakit UNISMA Malang dengan uraian denah sebagai
berikut (gambar denah ada pada lamiran):
- Sebelah Utara berbatasan dengan Taman.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan gedung lain.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Lab RSI.Unisma Malang.
- Sebelah Timur berbatasan dengan masjid.
2. Peralatan dan Fasilitas
a. Fasilitas untuk pasien
No. Nama Barang Kondisi
1 Tempat Tidur Baik
2 Meja Pasien Baik
3 Kipas Angin Baik
4 Kursi Roda Baik
5 Branchart Baik
6 Kamar Mandi Cukup Baik
7 WC Cukup Baik
8 Wastafel Cukup Baik
9 AC Baik

3. Administrsi Penunjang
a. Buku Injeksi
b. Buku Observasi
c. .Lembar Dokumentasi
d. Buku Observasi Suhu dan Nadi
e. Buku Timbang Tarima.
f. Buku diet.
g. Buku linen.
Sarana dan prasarana di ruang rawat inap Interna 1 dan 2 RSI Unisma
Malang sudah cukup baik. Fasilitas penunjang seperti kamar mandi, tempat
parkir, dan kantin kondisinya cukup baik. Ventilasi udara terdapat beberapa
jendela kondisinya cukup baik. Setiap pagi dan sore ruangan dibersihkan oleh
petugas cleaning service dan kondisi ruangan cukup tenang. Kondisi administrasi
penunjang cukup baik, yang terdiri dari: 1 buah buku injeksi, 1 buah buku
observasi, lembar dokumentasi, 1 buah buku observasi suhu dan nadi, dan 1
buah buku timbang terima dan buku diet,buku linen. Nurse Station ada 1
diruangan biasanya digunakan sebagai ruang pertemuan perawat, kadang-kadang
perawat juga beristirahat di ruang istirahat perawat. Tempat ruang Karu disebelah
pintu masuk ruangan Ruang Karu jadi satu dengan Nurse Station.

C. Metode Asuhan Keperawatan (M3- Method)


a. Penerapan MAKP
Dari hasil wawancara dan angket tentang model asuhan keperawatan
yang digunakan saat ini didapatkan bahwa model asuhan keperawatan yang
digunakan modifikasi. 5 dari 7 perawat (71,42%) menyatakan mengerti/memahami
model yang digunakan. 71,42% menyatakan cocok dengan model yang ada.
Model yang digunakan sesuai dengan visi dan misi ruangan.
Dari hasil wawancara dan angket dan observasi serta dari data sekunder
tentang efektifitas dan efisiensi model asuhan keperawatan saat ini
didapatkan bahwa dengan menggunakan model yang sekarang ini digunakan
rata-rata pasien rawat inap 4–5 hari. Perawat mengatakan bahwa
kepercayaan pasien tidak ada penurunan ini dilihat dari banyaknya jumlah
pasien rujukan dari puskesmas maupun klinik-klinik lain. 5 dari 7 perawat
(71,42%) menyatakan bahwa model yang digunakan saat ini tidak terlalu
membebani kerja. Masalah pembiayaan terpusat langsung, jadi bisa
dikatakan tergantung dari alokasi anggaran yang disediakan rumah sakit
untuk tiap-tiap ruangan. Kritikan yang diterima oleh ruangan terkait dengan
masalah kurangnya sumber daya tenaga yang ada jadi pelayanan kurang
optimal.
Data yang diperoleh dari pengkajian tentang mekanisme pelaksanaan
model askep didapatkan bahwa 4 dari 7 perawat (57,14%) mengatakan
bahwa komunikasi antar profesi terlaksana cukup baik. Sedangkan rencana
askep antar shift berkelanjutan. Hal ini didukung dengan adanya data
dokumentasi. Semua perawat mengatakan bahwa pernah mendapat teguran
dari ketua Tim tentang kinerja yang telah dilakukan. Hanya saja teguran
tersebut berupa masukan-masukan. 2 dari 7 perawat (28,57%) mengatakan
bahwa merasa telah melakukan tugasnya sesuai standart yang telah
ditetapkan.
Adapun data yang diperoleh dari pengakajian tentang tanggung jawab
dan pembagian tugas didapatkan bahwa 5 dari 7 perawat (71,42%)
mengatakan bahwa 5 dari 7 perawat (71,42%) mengatakan bahwa
mendapatkan job yang kadang-kadang tidak berbeda dengan lulusan
akademik yag berbeda tingkatannya. 4 dari 7 perawat (57,14%)
memberikan jawaban yang kurang sesuai dengan metode TIM yang telah
digunakan. 2 dari 7 perawat (28,57%) mengatakan bahwa kurang
mengertahui kebutuhan perawatan keseluruhan pasien yang sedang dialami.
b. Timbang Terima
Timbang terima dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pergantian
shift malam ke pagi (07.00) dan pagi ke sore (14.00). Selalu diikuti oleh
semua perawat yang telah dan akan dinas, tetapi dari kuesioner yang telah
dibagikan, diperoleh data, 2 dari 7 (28,57%) perawat menyatakan,
pelaksanaan timbang terima kadang-kadang tepat waktu dengan alasan 2
perawat (28,57%) mengatakan anggota tim belum lengkap. Kegiatan ini
dipimpin langsung oleh Kepala ruangan. Untuk hal-hal yang perlu
dipersiapkan dalam timbang terima, semua perawat dapat menyebutkan
dengan benar & menyiapkan hal-hal yang akan dibutuhkan dalam timbang
terima, meliputi catatan perkembangan kondisi pasien, buku timbang terima,
dll. Sedangkan untuk hal-hal yang perlu disampaikan selama timbang
terima, dari 7 perawat, 6 perawat (85,71%) yang mencantumkan masalah
keperawatan 1 perawat lainnya (14,28%) menyatakan agar lebih efisien
mereka langsung menggunakan diagnosa dokter.Dalam setiap timbang
terima selalu ada klarifikasi langsung, tanya jawab dan validasi terhadap
semua hal yang ditimbang terimakan.
100% perawat mengetahui hal-hal prinsip tentang teknik penyampaian
timbang terima ketika di depan pasien yang meliputi: penggunaan volum
suara yang cukup sehingga tidak mengganggu pasien di sebelahnya, sesuatu
yang dianggap rahasia disampaikan dengan bahasa medis, dll. Selalu ada
interaksi dengan pasien saat timbang terima berlangsung, minimal
menanyakan apa yang dirasakan pasien saat ini, semalam bisa tidur atau
tidak, dll. Lama timbang terima bervariasi tergantung kondisi pasien,
semakin banyak yang akan dilaporkan, semakin lama waktunya, menurut
hasil kuesioner, biasanya tidak lebih dari lima menit untuk tiap pasien.
Pelaporan timbang terima dicatat dalam buku khusus yang akan
ditandatangani oleh perawat yang melaporkan, perawat yang menerima
laporan dan kepala ruangan. Setelah pelaksanaan timbang terima, kepala
ruangan mengadakan diskusi singkat untuk mengetahui sekaligus
mengevaluasi kesiapan shift selanjutnya. Kemudian timbang terima akan
ditutup oleh kepala ruangan. Adapun hambatan yang dikeluhkan perawat adalah 1
perawat (14,28%) mengaku kesulitan dalam mendokumentasikan
laporan timbang terima.
c. Ronde Keperawatan
Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan, pelaksanaan ronde
keperawatan di ruang interna wanita belum optimal 2 dari 7 (28,57%), hal
ini dikarenakan jumlah pasien yang lebih banyak dari jumlah perawat. Dan
hanya 14,28% perawat yang tahu tentang ronde keperawatan. Tim yang
dibentuk dalam pelaksanaan ronde keperawatan cukup mampu dalam
melaksanakan tugasnya. Hal ini dikarenakan 100% perawat ruangan mau
dan ingin berubah dalam pelaksanaan ronde yang lebih optimal. Tim yang
dibentuk berkisar 3-5 orang atau perawat yang dipimpin oleh karu. Topic
dan kasus yang dibahs dalam ronde keperawatan sesuai dengan masalah
yang ada di ruangan dan yang lebih memerlukan perhatian khusus, misalnya
gangrene. Pelatihan dan diskusi yang berkaitan dengan masalah yang terjadi
di ruangan telah dilaksanakan tetapi hanya dilaksanakan oleh sebagian
perawat sekitar 57,14%. Hal ini dikarenakan kegiatan ruangan yang cukup
padat sehingga kesempatan yang ada hanya terbatas.
Dari hasil observasi, ronde keperawatan dilaksanakan dan diikuti
hampir 71,42% perawat ruangan dan 57,14% dari keluarga pasien yang
terlibat. Ronde dilaksanakan sekitar 15-30 menit sekitar pukul 09.00 dan
dibuka oleh karu.
d. Pengelolaan Logistik dan Obat
Data yang diperoleh tentang pengadaaan sentralisasi obat adalah
semua perawat mengemukakan jawaban mengerti tentang sentralisasi obat.
Di ruangan tersebut sudah ada sentralisasi obat. ini bisa dilihat adanya
ruangan khusus obat. Sedangkan pelaksanaan sentralisasi obat belum
optimal. Penugasan SO didapatkan data 4 dari 7 perawat (57,14%) memberi
jawaban pernah mengurusi sentralisasi obat. Dan selama ini format yang
ada masih obat oral dan injeksi. dan yang lain tercampur pada salah satu dari
keduanya.
Adapun data tentang alur penerimaan obat yang didapat obat yang
diperoleh dari keluarga langsung dibawa ke ruang SO dan selama ini belum
ada format persetujuan sentralisai obat untuk pasien.
Data tentang cara penyimpanan obat meliputi adanya ruangan khusus
obat sedangkan alat-alat kesehatan hanya sebagian ada dengan jumlah
terbatas. Selama ini obat-obatan bagi pasien sendiri dengan etiket
kepemilkikan. akan tetapi proses keluar masuknya tidak didokumentasikan.
Dan semua perawat mengatakan bahwa selalu memberi etiket kepemilikan
pada obat-obat yang ada.
Adapun data yang diperoleh tentang cara penyiapan obat menunjukkan
bahwa 1 dari 7 perawat (14,28%) memberi jawaban bahwa tidak
menginformasikan jumlah kepemilikian sisa obat yang belum diberikan.
Dan format yang ada hanya obat oral dan injeksi selain itu tidak ada.
e. Discharge Planning
Dari hasil observasi yang dilakukan, discharge planning sudah
dilakssanakan, akan tetapi hanya dilaksanakan oleh sebagian perawat dan
hanya dilaksanakan saat pasien akan pulang dan isinya hanye bpenjelasan
tentang penyakit yang diderita pasien dan cara mengatasi penyakitnya jika
kambuh. Dalam melakukan discharge planning perawat ridak pernah
memberikan brosur maupun leaflet pada pasien, sehingga pasien kadang
lupa tentang penjelasan yang sudah diberikan oleh para perawat.
Dari hasil angket yang sudah disebarkan dan wawancara yang sudah
dilakukan pada perawat diruangan, didapatkan hasil bahwa 7 perawat
(100%) mengatakan sudah memahami discharge planning, kemudian 100%
bersedia melakukan discharge planning dan 6 perawat (85,71%) mengatakan
bahwa discharge planning hanya dilakukan saat pasien akan pulang.
Kemudian 2 perawat (28,57%) mengatakan bahwa mereka pernah diberi
tugas untuk melakukan discharge planning, akan tetapi perintah untuk
melakukan discharge planning hanya dilakukan berupa perintah lisan oleh
kepala ruangan. Dari 5 perawat (71,42%) mengatakan mereka melakukan
discharge planning dengan hanya menggunakan media lisan, yaitu hanya
berbicara dengan pasien dan keluarga pasien. Sedangkan bahasa yang
digunakan oleh perawat tersebut kebanyakan adalah bahasa Indonesia dalam
memberikan discharge planning dan sisanya menggunakan bahasa jawa
dalam memberikan discharge planning. Kemudian perawat 100%
mengatakan bahwa mereka pernah melakukan pendokumentasian setelah
melakukan discharge planning. Sedangkan dari hasil wawancara dengan
kepala ruangan, didapatkan bahwa memang selama ini tidak pernah
diberikan brosur maupun leaflet saat melakukan discharge planning dan juga
tidak disediakan anggaran khusus dalam pelaksanaan discharge planning.
f. Supervisi
Dari observasi yang dilakukan mahasiswa PSIK saat melakukan
praktek manajemen keperawatan, didapatkan data bahwa kelengkapan
supervisi di ruangan belum memenuhi standar yang telah ditetapkan. Saat
supervisi injeksi IV dengan Kepala Ruangan tidak tersedia alas untuk injeksi
IV dan sebagian besar perawat mengabaikan persiapan yang harus dilakukan
kepada pasien. Sedangkan format untuk supervisi ruanganmasih belum baku
serta di ruangan hanya terdapat format supervisi untuk injeksi IV. Di
Ruangan Interna Wanita, supervisi dilakukan setiap bulan oleh kepala
ruangan. Kepala ruangan secara langsung melakukan supervisi kepada ketua
tim dan ketua tim secara langsung melakukan supervisi kepada perawat
pelaksana. Kemudian ketua tim melaporkan hasil supervisi perawat
pelaksana kepada kepala ruangan (supervisi tidak langsung) dan hasil ini
dijadikan dokumentasi untuk ruangan. Dari wawancara dan angket dengan Kepala
beserta Perawat Ruangan, di dapatkan data bahwa 100% perawat telah memahami
tentang supervisi dan 1 orang (14,28%) perawat telah mendapat pelatihan dan
sosialisasi tentang supervisi.
Mengingat perlunya perhatian ekstra untuk ruangan, maka kepala
ruangan menyampaikan hasil penilaian dari supervisi kepada perawat secara
fair sesuai dengan hasil yang di dapat. Sedangkan untuk feed back, sebagian
perawat mengeluhkan kurang puas. Dan untuk pemecahan masalah dari hasil
supervisi belum dilaksanakan secara optimal. Dari angket yang diberikan
mahasiswa didapatkan 1 orang (14,28%) perawat menyatakan kurang
mempunyai motivasi untuk berubah.
g. Dokumentasi
Dari Observasi yang dilakukan, model dokumentasi keperawatan yang
digunakan di ruang interna wanita adalah model dokumentasi POR.
Dokumentasi Keperawatan yang dilakukan meliputi pengkajian
menggunakan system Head to Toe dan ROS, serta diagnosa keperawatan
sampai dengan evaluasi menggunakan SOAP. Format pengkajian sudah ada dan
dapat memudahkan perawat dalam pengkajian dan pengisiannya. Sistem
pendokumentasian masih dilakukan secara manual (belum ada komputerisasi).
Catatan keperawatan berisikan jawaban terhadap nasihat dokter dan tindakan
mandiri perawat, tetapi belum semua tindakan didokumentasikan. Dari hasil angket
yang sudah disebarkan, didapatkan 100% mengatakan mengerti cara pengisian
format dokumentasi yang digunakan ruangan dengan benar dan tepat. Namun
pelatihan-pelatihan tentang cara pendokumentasian keperawatan yang benar masih
terus diadakan.
Dokumentasi asuhan keperawatan tidak dilaksanakan segera setelah
pasien masuk atau terjadi masalah keperawatan, tetapi kadang-kadang
dilengkapi saat pasien mau pulang atau apabila keadaan ruang
memungkinkan. Dan dari hasil angket didapatkan 6 perawat (85,71%)
mengatakan melakukan dokumentasi segera setelah melakukan tindakan.
Catatan perkembangan pasien kurang berkesinambungan dan kurang
lengkap, serta respon dari pasien kurang terpantau dalam lembar evaluasi.
Sedangkan untuk efisiensi dan efektifitas model pendokumentasian
dapat dilihat dari hasil angket yang menyebutkan bahwa 1 perawat (14,28%)
mengatakan model dokumentasi yang digunakan menambah beban kerja
perawat dan 1 perawat (14,28%) mengatakan model dokumentasi yang
digunakan menyita banyak waktu, tetapi ada 6 perawat (85,71%)
mengatakan format yang digunakan sangat membantu (memudahkan) dalam
melakukan pengkajian pada pasien.
D. Metode Asuhan Keperawatan (M4 – Money)
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan, didapatkan
informasi bahwa sistem keuangan ruangan telah dibedakan dengan keuangan
pelayanan bagi pasien. Untuk uang pelayanan bagi pasien diatur keseluruhan oleh
rumah sakit. Sedangkan untuk ruangan, ada kesepekatan untuk iuran sebesar Rp
10.000,00 tiap anggota perbulannya. Jadi kurang lebih pemasukan untuk ruangan
adalah 10.000 x 16 (jumlah perawat) = 160.000 rupiah setiap bulannya.
Pengeluaran dilakukan berdasarkan kebutuhan ruangan atau anggota misalnya
mengunjungi anggota yang sedang sakit, melahirkan atau menikah. Karu
mengatakan dengan pemasukan seperti diatas, ruangan berusaha mencukupkan
kebutuhan dengan pemasukan yang ada.
E. Metode Asuhan Keperawatan (M5 – Marketing)
Berdasarkan hasil wawancara dengan KARU ruangan interna 1 dan 2
mengenai sistem marketing didapatkan hasil bahwa dalam upaya meningkatkan
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan ruangan interna 1 dan 2 adalah pihak
perawat diruangan selalu memberikan pelayanan semaksimal mungkin. Bersikap
ramah dan memberikan informasi sesuai apa yang pasien butuhkan.
Sedangkan sistem marketing yang lebih luas telah diatur oleh bagian
HUMAS rumah sakit sendiri. Ada banyak hal yang dilakukan seperti mengadakan
jalan sehat bersama masyarakat, pengobatan massal dan kegiatan lainnya yang
menyertakan masyarakat sekitar rumah sakit UNISMA dan masyarakat dikota
Malang.
G. ANALISA SWOT MAKP TIM

NO ANALISA SWOT BOBOT RATING BOBOT X RATING


1. M1 (Ketenagaan)
a. Internal Faktor (IFAS)
STRENGTH
1. 69,2% perawat menyatakan bahwa 0,2 2 0,4 S-W=
struktur organisasi yang ada sesuai 2,57-2,2
dengan kemampuan perawat. = 0,37
2. 61,5% perawat menyatakan 0,1 2 0,2
pembagian tugas sesuai dengan
struktur organisasi yang ada.
3. 76,9% perawat menyatakan kepala 0,1 2 0,2
ruangan sudah optimal dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
4. Jenis ketenangan di ruangan : 0,3 3 0,9
S1 Kep = 2 orang
D-III = 4 orang
SPK = 7 orang
5. Adanya perawat yang mengikuti 0,13 3 0,36
seminar dan workshop.
6. Beban kerja perawat di ruangan tidak 0,17 3 0,51
terlalu tinggi.
TOTAL 1 2,57

WEAKNESS
1. Jumlah perawat masih belum 0,25 2 0,5
sebanding dengan jumlah pasien.
2. Sebagian perawat belum memahami 0,19 2 0,38
peran dan fungsinnya.
3. Kurang disiplinnya pegawai. 0,2 3 0,6
4. Pembagian tugas masih belum jelas. 0,2 2 0,4
5. 54% perawat masih berlatar 0,16 2 0,32
pendidikan SPK.
TOTAL 1 2,2

OPPORTUNITY
1. 60% perawat mempunyai kemauan 0,28 3 0,84 O-T=
untuk melanjutkan pendidikan ke 2,58-2,46
jenjang yang lebih tinggi. = 0.12
2. Rumah sakit memberikan kebijakan 0,2 3 0,6
untuk memberi beasiswa di pelatihan
bagi perawat ruangan.
3. Jumlah pasien di ruang internal wanita 0,2 2 0,4
60% dengan tingkat ketergantungan
minimal.
4. Adanya POS membantu pekerjaan 0,19 2 0,38
perawat ruangan.
5. Adanya kebijakan pemerintah tentang 0,13 3 0,36
profesionalisme perawat.
TOTAL 1 2,58

THREATENED
1. Ada tuntutan tinggi dari masyarakat 0,17 2 0,34
untuk pelayanan yang lebih
profesional.
2. Makin tingginya kesehatan 0,12 2 0,24
masyarakat akan pentingnya
kesehatan.
3. Persaingan dengan masuknya perawat 0,1 2 0,2
asing.
4. Kebijakan pemerintah tentang 0,15 2 0,3
askeskin.
5. Rendahnya kesejahteraan perawat. 0,3 3 0,9
6. Adanya pertanggungjawaban legalitas 0,16 3 0,48
bagi perawat.
TOTAL 1 2,46

2. M2 (Sarana dan Prasarana)


a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1. Mempunyai sarana dan prasarana 0,5 3 0,15 S-W=
untuk pasien dan tenaga kesehatan. 1,15-2 =
2. Mempunyai peralatan oksigenasi dan 0,3 2 0,6 -0,85
semua perawat ruangan mampu
menggunakannya.
3. Terdapat administrasi penunjang. 0,1 2 0,2
4. Tersedianya Nurse Station. 0,1 2 0,2
TOTAL 1 1,15

WEAKNESS
1. Belum terpakainya sarana dan 0,4 2 0,8
prasarana secara optimal.
2. Nurse Station belum termanfaatkan 0,3 2 0,6
secara optimal.
3. Kurangnya kamar mandi, ember 0,3 2 0,6
sampah pasien, spuit gliserin, standard
infus, standard O2, dan termometer.
TOTAL 1 2

3. M3-METHOD (MAKP)
1. Penerapan Model
a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1. Sudah ada model asuhan 0,3 4 1,2 S-W=
keperawatan yang digunakan yaitu 2,96-3,1
TIM. = -0,14
2. Model yang digunakan sesuai visi 0,2 3 0,6
dan misi ruangan.
3. Kebanyakan / hampir semua perawat 0,14 2 0,48
mengerti / memahami model yang
digunakan dan menyatakan cocok
dengan model yang sudah ada.
4. Model yang digunakan cukup 0,10 2 0,20
efisien.
5. Memiliki standard asuhan 0,14 2 0,24
keperawatan.
6. Terlaksananya komunikasi yang 0,12 2 0,24
cukup baik antar profesi.
TOTAL 1 2,96

WEAKNESS
1. Kurangnya kemampuan perawat
dalam pelaksanaan model yang telah 0,4 4 1,6 O-T =
ada. 2-1,5=0,5
2. Hanya sedikit perawat yang 0,3 3 0,9
mengetahui kebutuhan perawatan
pasien secara komperehensif.
3. Job yang kadang-kadang tidak sesuai 0,15 2 0,3
dengan lulusan akademik yang
berbeda tingkatannya (kurang jelas). 0,15 3 0,3
4. Kurangnya jumlah tenaga yang
membantu optimalkan penerapan
model yang digunakan.
TOTAL 1 3,1

b. External Factor (EFAS)


OPPORTUNITY
1. Kepercayaan diri pasien dan 0,5 3 1,5
masyarakat cukup baik.
2. Adanya kerjasama dengan institusi 0,25 1 0.25
klinik-klinik independen.
3. Ada kebijakan pemerintah tentang 0,25 1 0,25
profesionalisme.
TOTAL 1 2

THREATENED
1. Persaingan dengan RS lain. 0,2 1 0,2
2. Tuntutan masyarakat tentang 0,5 2 1,0
pelayanan yang maksimal.
3. Kebebasan pres menyebabkan 0,3 1 0,3
mudahnya penyebaran informasi di
dalam ruangan ke masyarakat.
TOTAL 1 1,5

2. Dokumentasi Keperawatan
a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1. Tersedianya sarana dan prasarana 0,2 2 0,4
(administrasi penunjang). S-W=
2. Sudah ada sistem pendokumentasian 0,13 2 0,26 2,15-2,35
POR. = -,2
3. Dokumentasi keperawatan yang 0,25 3 0,75
dilakukan meliputi pengkajian
menggunakan sistem Head To Two
dan ROS, serta diagnosis keperawatan
sampai dengan evaluasi dengan
menggunakan SOAP.
4. Format pengkajian sudah ada dan 0,15 2 0,3
dapat memudahkan perawat dalam
pengkajian dan pengisiannya.
5. 8 perawat (72,7%) mengatakan 0,17 2 0,24
mengerti cara pengisian format
dokumentasi yang digunakan dengan
benar dan tepat.
6. 6 perawat (54,5%) mengatakan 0,05 2 0,1
melakukan dokumentasi segera
setelah melakukan tindakan.
7. 8 perawat (72,7%) mengatakan format 0,05 2 0,1
yang digunakan sangat membantu
dalam melakukan pengkajian pada
pasien.
TOTAL 1 2,15

WEAKNESS
1. Sistem pendokumentasian masih 0,15 3 0,45
dilakukan secara manual (belum ada
komputerisasi)
2. Belum semua tindakan perawat di 0,15 2 0,3
dokumentasikan.
3. Dokumentasi tidak segera dilakukan 0,15 1 0,15
setelah melakukan tindakan tetapi
kadang-kadang dilengkapi saat pasien
mau pulang atau apabila keadaan
ruang memungkinkan.
4. Catatan perkembangan pasien kurang 0,2 2 0,4
berkesinambungan dan kurang
lengkap.
5. Respon pasien kurang terpadu dalam 0,1 3 0,3
lembar evaluasi.
6. Dari 20 rekam medis pasien yang ada 0,1 3 0,3
hanya 12 rekam medis yang ditulis
dengan lengkap dan tepat waktu.
7. 6 perawat (54,5%) mengatakan model 0,1 3 0,3
dokumentasi yang digunakan
menambah beban kerja perawat.
8. 5 perawat (45,4%) mengatakan model 0,05 3 0,15
dokumentasi yang digunakan menyita
banyak waktu perawat.
TOTAL 1 2,35

b. Eksternal Factor (EFAS)


OPPORTUNITY
1. Adanya program pelatihan tentang 0,3 3 0,9 O-T=
pendokumentasian keperawatan. 2,7-2=0,7
2. Peluang perawat untuk meningkatkan 0,3 2 0,6
pendidikan (pengembangan SDM).
3. Adanya mahasiswa PSIK praktik 0,2 3 0,6
managemen keperawatan.
4. Adanya kerjasama yang baik antara 0,2 3 0,6
mahasiswa dan perawat ruangan
TOTAL 1 2,7

TREATHENED
1. Adanya kesadaran pasien dan 0,6 2 1,2
keluarga akan tanggung jawab dan
tanggung gugat.
2. Akreditasi rumah sakit tentang sistem 0,4 2 0,8
dokumentasi.
TOTAL 1 2

3. Ronde Keperawatan
a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1. Ruangan mendukung adannya 0,18 2 0,36 S-W=
kegiatan ronde keperawatan. 2,16-2,45
2. Adanya kemauan perawat untuk 0,18 2 0,36 = -0,29
berubah.
3. Adanya kasus yang memerlukan 0,4 3 1,2
perhatian khusus oleh perawat
ruangan dan kepala ruangan misalnya
gangren.
4. Adanya pembentukan tim dalam 0,24 1 0,24
pelaksanaan ronde keperawatan.
TOTAL 1 2,16

WEAKNESS
1. Ronde keperawatan adalah kegiatan 0,45 3 1,35
yang belum dapat dilaksanakan secara
optimal di ruang interna wanita.
2. Tim yang dibentuk cukup mampu 0,26 2 0,52
dalam pelaksanaan ronde dan
penyelesaian tugas.
3. Jumlah perawat yang tidak seimbang 0,29 2 0,58
dengan jumlah pasien.
TOTAL 1 2,45
b. Esternal Factor (EFAS)
OPPORTUNITY
1. Adanya pelatihan dan diskusi tentang 0,62 3 1,86 O-T=
masalah yang terjadi di ruang interna 2,62-2,82
wanita. = -0,2
2. Adanya kesempatan dari kepala ruang 0,38 2 0,76
dan perawat ruangan untuk
mengadakan ronde keperawatan.
TOTAL 1 2,62

TREATENED
1. Adanya tuntutan yang lebih 0,82 3 2,46
tinggi dari pasien dan keluarga
pasien untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih profesional.
2. Persaingan antar ruang interna 0,18 2 0,36
yang semakin kuat dalam
pemberian pelayanan.
TOTAL 1 2,82

4. Sentralisasi Obat
a. Internak Factor (IFAS)
STRENGTH
1. Semua perawat mengemukakan 0,3 3 0,9 S-W=
jawaban mengerti tentang sentralisasi 3,33-2,9
obat. = 0,4
2. Di ruangan tersebut ada sentralisasi 0,5 4 2,0
obat. Ini bisa dilihat adanya ruangan
khusus obat.
3. Sebagian besar perawat pernah 0,2 2 0,4
berwenang mengurusi sentralisasi
obat.
TOTAL 1 3,3

WEAKNESS
1. Pelaksanaan sentralisasi obat belum 0,3 3 0,9
optimal.
2. Selama ini format yang masih ada 0,1 2 0,2
obat oral dan injeksi. Dan yang lain
tercampur pada salah satu dari
keduannya.
3. Selama ini belum ada format 0,2 3 0,6
persetujuan sentralisasi obat untuk
pasien.
4. Alat-alat kesehatan hanya sebagian 0,2 3 0,6
ada dengan jumlah terbatas.
5. Teknik sentralisasi obat belum jelas. 0,2 3 0,6
TOTAL 1 2,9
b. External Factor (EFAS)
OPPORTUNITY
1. Kerjasama yang baik antara perawat 0,4 2 0,8 O-T=
dan mahasiswa. 3,6-3,0 =
2. Adanya mahasiswa PSIK yang 0,6 3 1,8 0,6
praktek manajemen keperawatan.
TOTAL 1 3,6

THREATENED
1. Adanya tuntutan akan pelayanan yang 0,5 4 2,0
profesional.
2. Kurangnya kepercayaan pasien 0,5 2 1,0
terhadap sentralisasi obat.
TOTAL 1 3,0

5. Supervisi
a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1. RSUD Y merupakan RS pendidikan 0,15 3 0,45 S-W=
tipe B yang menjadi RS rujukan bagi 2,3-2,7 =
wilayah setempat. -0,4
2. Ruang Interna Wanita merupakan 0,15 3 0,45
ruangan yang memerlukan perhatian
ekstra dari petugas kesehatan.
3. Adanya kemauan perawat untuk 0,4 2 0,8
berubah.
4. Kepala ruang Interna Wanita dan 0,3 2 0,6
kepala ruangan mendukung kegiatan
supervisi demi peningkatan mutu
pelayanan keperawatan.
TOTAL 1 2,3

WEAKNESS
1. Belum ada uraian yang jelas tentang 0,3 3 0,9
supervisi.
2. Belum mempunyai format yang baku 0,4 3 1,2
dalam pelaksanaan supervisi.
3. Kurangnya program pelatihan dan 0,3 2 0,6
sosialisasi tentang supervisi.
TOTAL 1 2,7

b. External Factor
OPPORTUNITY
1. Adanya mahasiswa PSIK yang 0,5 4 2 O-T=
praktek manajemen keperawatan. 3,1-3=0,1
2. Adanya jadwal supervisi keperawatan 0,3 3 0,9
oleh pengawas setiap bulan.
3. Terbuka kesempatan untuk 0,2 1 0,2
melanjutkan pendidikan atau magang.
TOTAL 1 3,1
TREATHENED
1. Tuntutan pasien sebagai konsumen 1 3 3
untuk mendapatkan pelayanan yang
profesional dan bermutu sesuai
dengan peningkatan biaya perawatan.
TOTAL 1 3

6. Timbang Terima
Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1. Timbang terima merupakan kegiatan 0,05 3 0,15 S-W=
rutin, yaitu dilaksanakan dua kali 3-2,3=0,7
dalam sehari.
2. Diikuti oleh semua perawat yang 0,2 4 0,8
telah dan akan dinas.
3. Timbang terima dipimpin oleh 0,05 3 0,15
kepala ruangan.
4. Ada klarifikasi, tanya jawab, dan 0,15 4 0,6
validasi terhadap semua yang
ditimbang terimakan.
5. Semua perawat tau hal-hal yang 0,1 2 0,2
perlu dipersiapkan dalam timbang
terima.
6. Selalu ada interaksi dengan pasien 0,1 2 0,2
selama timbang terima.
7. Semua perawat mengetahui prinsip- 0,1 2 0,2
prinsip tentang teknik penyampaian
timbang terima di depan pasien.
8. Ada buku khusus untuk pelaporan 0,05 3 0,15
timbang terima.
9. Setelah dilaporkan, laporan 0,1 3 0,3
ditandatangani oleh yang
bersangkutan.
10. Kepala ruangan mengevaluasi 0,1 3 0,3
kesiapan perawat yang akan dinas.
TOTAL 1 3

WEAKNESS
1. Perawat kurang disiplin waktu 0,3 3 0,9
timbang terima.
2. Masalah keperawatan lebih fokus ke 0,15 3 0,15
diagnosa medis.
3. Perawat kesulitan 0,2 2 0,4
mendokumentasikan timbang terima
karena formnya kurang sistematis.
4. Data hanya ditulis di secarik kertas 0,15 1 0,15
sehingga kadang hilang saat akan
dilaporkan.
5. Dokumetasi masih terbatas sehingga 0,2 2 0,4
rencana tindakan belum spesifik.
TOTAL 1 2,30

b. External Factor (EFAS)


OPPORTUNITY
1. Adanya mahasiswa PSIK yang 0,3 3 0,9 O-T=
praktek profesi di ruangan. 3-2,5=0,5
2. Adanya kerjasama yang baik antara 0,3 3 0,9
mahasiswa PSIK dengan perawat
ruangan.
3. Sarana dan prasarana penunjang 0,4 3 1,2
cukup tersedia.
TOTAL 1 3

THREATENED
1. Adanya tuntutan yang lebih tinggi dari 0,5 3 0,15
masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan keperawatan yang
profesional.
2. Meningkatnya kesadaran masyarakat 0,5 2 1
tentang tanggung jawab dan tanggung
gugat perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan.
TOTAL 1 2,5

7, Discharge Planning (ditambahkan


MRS dan selama perawatan)
a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH S-W=
1. Adanya kemauan untuk memberikan 0,3 3 0,9 2,5-2,6 =
pendidikan kesehatan kepada pasien -0,1
dan keluarga pasien.
2. Memberikan pendidikan kesehatan 0,2 3 0,6
pada pasien dan keluarga saat akan
pulang.
3. Perawat menggunakan bahasa 0,15 2 0,3
Indonesia saat melakukan Discharge
Planning.
4. Adanya pembagian tugas secara lisan 0,15 2 0,3
tentng pelaksanaan Discharge
Planning.
5. Adanya pemahaman tentang 0,2 2 0,4
Discharge Planning oleh perawat.
TOTAL 1 2,5

WEAKNESS
1. Pelaksanaan Dscharge Planning 0,2 2 0,4
belum optimal.
2. Tidak tersediannya brosur/leaflet 0,2 3 0,6
untuk pasien yang melakukan
Discharge Planing
3. Tidak tersediannya anggaran untuk 0,3 4 1,2
Discharge Planing.
4. Pemberian pendidikan kesehatan 0,1 2 0,2
dilakukan dengan lisan pada setiap
pasien/keluarga
5. Belum optimalnya pendokumentasian 0,2 1 0,2
Discharge Planning.
TOTAL 1 2,6
b. External Fractor (EFAS)
OPPORTUNITY O-T=
1. Adanya mahasiswa PSIK yang 0,3 3 0,9 3-3,4=
melakukan praktek. -0,4
2. Adanya kerjasama yang baik antara 0,3 3 0,9
mahasiswa dengan perawat klinik. 0,4 1,2 0,3
3. Kemauan pasien/keluarga terhadap
anjuran perawat.
TOTAL 1 3

TREATHENED
1. Adanya tuntutan masyarakat untuk 0,3 1 0,3
mendapatkan pelayanan keperawatan
yang profesional.
2. Makin tingginya kesadaran 0,4 4 1,6
masyarakat akan pentingnya
kesehatan.
3. Persaingan antar ruang semakin ketat. 0,3 3 0,9
TOTAL 1 3,4
DIAGRAM LAYANG
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses
dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart &
Woods, 1996).
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif ( Douglas,
1984).
Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya yaitu (Nursalam, 2007):
Kelebihan :
1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
2. Mendukung pelaksanakaan proses keperawatan.
3. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi
kepuasan kepada anggota tim.

Kelemahan :
1. Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim,
yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-
waktu sibuk.
2. Akuntabilitas dalam tim kabur
3. Perawat tidak trampil berlindung pada perawat trampil
Pada Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim, ketua tim membuat rencana
asuhan keperawatan kemudian mengkomunikasikan kepda anggota tim untuk
melaksanakan intervensi keperawatan. Anggota Tim bertanggung jawab kepada ketua tim
terhadap pemberian asuhan keperawatan pada pasien selanjutnya ketua tim mengevaluasi
serta mendokumentasikan.

B. Saran

Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca khususnya mahasiswa


keperawatan dan perawat dapat memahami Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim
serta dapat menerapkannya pada praktik manajemen keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi Dan Prakitk Keperawatan Professional . Jakarta : EGC
Kedokteran
Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional,
ed.2. Jakarta: Salemba Medika.
Rusdi, I. 2008. Model Pemberian Asuhan Keperawatan (nursing care delivery models),
diakses 6 Februari 2012,
Somantri, I. Konsep Model Asuhan Keperawatan Profesional, FIK-UNPAD, diakses pada 25
Maret 2011,

Anda mungkin juga menyukai