Anda di halaman 1dari 5

INFORMED CONSENT

Paper
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif
Dosen Pengampu : Dewi Prasetyani, M.,Kep

Disusun Oleh:
Dhefi Hutami (108116006)
Dudi Tri Wibowo (108116010)
Fiorentina Angie A.F (108106011)
Novia Pratiwi (108116014)
Sonia Okta Indriati (108116018)
Yuliatin Soliah (108116021)

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN 2019/2020
Informed Consent pada Keperawatan Paliatif

A. Pengertian
Informed consent atau persetujuan Medik/Informed consent adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien sesuai dengan pasal 1 (a) Permenkes
RI Nomor 585/MEN.KES/PER/X/1989 2. Di mana pasal 1 (a) menyatakan
bahwa persetujuan tindakan medik (informed consent) adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Informed
consent mencakup peraturan yang mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi
dengan pasien. Interaksi tersebut melahirkan suatu hubungan yang disebut
hubungan dokter-pasien.
Informed consent secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu informed dan
consent. Informed berarti telah mendapat penjelasan atau informasi; sedangkan
consent berarti memberi persetujuan atau mengizinkan. Dengan demikian
informed consent berarti suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat
informasi. Atau dapat juga dikatakan informed consent adalah pernyataan
setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah
mendapatkan informasi dari dokter dan sudah dimengerti olehnya.
Setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan
adanya persetujuan tertulis yang ditanda-tangani oleh pasien, setelah
sebelumnya pasien itu memperoleh informasi tentang perlunya tindaka medias
yang bersangkutan serta resiko yang berkaitan dengannya ( “informed
consent”). Isi informasi mencakup keuntungan da kerugian tindakan medis
yang direncanakan, baik diagnostik, terapeutik, maupun paliatif. Informasi
biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan
dengan informasi “informed consent”).
Informed consent baru diakui bila pasien telah mendapatkan informasi yang
jelas tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya. Dalam
pemberian informasi ini, dokter berkewajiban untuk mengungkapkan dan
menjelaskan kepada pasien dalam bahasa sesederhana mungkin sifat
penyakitnya, sifat pengobatan yang disarankan, alternatif pengobatan,
kemungkinan berhasil dan resiko yang dapat timbul serta komplikasi-
komplikasi yang tak dapat diubah.
Pasien dapat saja menolak memberikan persetujuan setelah diberikan
informasi melalui informed consent, penolakan tersebut dikenal dengan istilah
informed refusal. Hal ini dapat dibenarkan berdasarkan hak asasi seseorang
untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya. Untuk
informed refusal maka pasien harus memahami segala konsekuensi yang akan
terjadi pada dirinya yang mungkin timbul akibat penolakan tersebut dan
tentunya dokternya tidak dapat dipersalahkan akibat karena penolakan tersebut.

B. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.


Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
812/Menkes/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif.
1. Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan
paliatif melalui komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara tim
perawatan paliatif dengan pasien dan keluarganya.
2. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada
dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
3. Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya
setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent.
4. Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien
sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga
terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk
berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak
kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
5. Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan
atau pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang
harus atau boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila
kompetensinya kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat
memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan
mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten.
Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi
tim perawatan paliatif.
6. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan
paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan
informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.
7. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi,
sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat
keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam
bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed consent menjelang
ia kehilangan kompetensinya. Keluarga terdekat pada dasarnya tidak boleh
membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam
advanced directive tertulis. Namun dalam keadaan tertentu dan atas
pertimbangan tertentu, permintaan tertulis oleh seluruh keluarga dapat
dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya. Tim perawatan
paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi sesuai
pedoman klinis, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan
tindakan resusitasidiketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki
kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/28112376/INFORMED_CONSENT_DALAM
_PELAYANAN_KESEHATAN Diunduh pada tanggal 19 Maret 2019

http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBn
dz09/2017/08/PEDOMAN_NASIONAL_PROGRAM_PALIATIF_KANKER.pdf
Diunduh pada tanggal 19 Maret 2019

http://pdk3mi.org/file/download/KMKNo.812Th2007ttgKebijakanpaliatif.
pdf Diunduh pada tanggal 19 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai