Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang professional seyogyanya


dapat berpartisipasi dalam mendukung program pembangunan bangsa, khususnya
dalam bidang kesehatan untuk membantu masyarakat Indonesia memperoleh
derajat kesehatan yang optimal. Perawat mempunyai posisi yang baik dengan
anggota tim kesehatan lain untuk mengidentifikasi masalah klinis dan
menggunakan bukti yang ada untuk meningkatkan praktik. Perawat mempunyai
banyak kesempatan untuk mempertanyakan praktik keperawatan saat itu dan
penggunaan bukti untuk melakukan perawatan lebih efektif.

Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti


terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik
dalam merawat individu pasien. EBP ini penting untuk prakti keperawatan karena
dapat memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
melalui lahirnya penelitian baru mengenai kebijakan dan prosedur keperawatan
terbarukan dan sudah teruji lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan
kebijakan dan prosedur sebelumnya. Penelitian keperawatan dan aplikasi menjadi
rangkaian proses yang saling berkesinambungan. Sebelum melakukan penelitian
keperawatan khususnya di area klinik, dibutuhkan data-data atau bukti-bukti dari
hasil penelitian terdahulu yang mendukung masalah yang akan diteliti. Hasil
penelitian yang telah dilakukan, akan menjadi evindence dalam pengambilan
keputusan klinis, sehingga tindakan yang dilakukan sudah berdasar hasil
penelitian yang teruji. Adapun langkah- langkahnya meliputi mengidentifikasi
masalah praktik klinis, pengumpulan dan penilaian bukti evidence, membaca dan
menganalisa penelitian empiris, meringkas bukti evidance, mengintegrasikan
evidance dan referensi klinis.

Dewasa ini salah satu program pemerintah adalah meningkatkan angka


harapan hidup, masyarakat diharapkan mampu mempertahankan kesehatannya
secara optimal dan mampu terhindar dari penyakit-penyakit menular ataupun
penyakit kronis. Salah satu penyakit kronis yang menjadi tren di Indonesia adalah
diabetus mellitus. Diabetus Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya.

Prevalensi penyakit diabetes melitus selalu meningkat di setiap tahunnya


dan menjadi masalah yang cukup serius di negara maju dan juga negara
berkembang. Pada tahun 2000 World Health Organization memperkirakan
prevalensi diabetes di seluruh dunia adalah 171 juta orang dan pada tahun 2030
meningkat menjadi lebih dari 360 juta. Menurut International Diabetes
Federation (IDF) terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia
pada tahun 2013 dan pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan
meningkat menjadi 592 juta orang. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
menunjukan prevalensi diabetes melitus di Indonesia mengalami peningkatan
yang signifikan dari 0,7% tahun 2007 menjadi 1,5% tahun 2013. Berdasarkan data
tersebut,diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia tahun 2013
yang terdiagnosis berjumlah 2,6 juta jiwa. Salah satu komplikasi yang
ditimbulkan jika diabetes mellitus tidak mendapatkan perawatan yang efektif
adalah adanya neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang meningkat kejadian
ulkus kaki, infeksi bahkan keharusan untuk amputasi kaki. Kaki diabetes muncul
akibat gangguan sirkulasi darah dan neuropati dimulai dari glukosa yang tinggi
yang akan merusak pembuluh darah perifer kaki yang awal mulanya terjadinya
iskemia yang dapat juga menyebabkan Peripheral Artery Disease (PAD).
Melihat tingginya angka penderita diabetes mellitus membuat perawat
peneliti memikirkan ide baru melalui penelitian – penelitian mengenai terapi baru
dalam pengobatan DM, dimana terdapat terapi komplementer yang dijadikan
salah satu alternatif dalam penyembuhan DM. Perawat peneliti tidak dapat
langsung mengaplikasikan terapi ini dalam praktik keperawatan tanpa adanya
bukti hasil penelitian yang jelas dan menunjukkan bahwa pemberian terapi
komplementer benar memberikan efek yang baik terhadap proses penyembuhan
pasien diabetes.
Oleh karena demikian, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam lagi
mengenai evidence base akupresur pada penderita Diabetus Mellitus dalam
makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini antara
lain :
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan akupresur dan Diabetes Mellitus ?
1.2.2 Bagaimana evidence based akupresur pada penderita Diabetes Mellitus
?
1.3 Tujuan Penulisan
Terdapat beberapa tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.3.1 Untuk mengetahui mengenai akupresur dan Diabetes Mellitus.
1.3.2 Untuk mengetahui evidence based akupresur pada penderita Diabetes
Mellitus.

1.4 Manfaat Penulisan


Berikut beberapa manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa
memperoleh pengetahuan tambahan dan dapat mengembangkan wawasan
mengenai evidence based akupresur pada penderita Diabetes Mellitus.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penyusunan makalah ini agar para pembaca
mengetahui dan dapat menerapkannya teori mengenai evidence based
akupresur pada penderita Diabetes Mellitus dalam melakukan tindakan
keperawatan saat praktik klinik.
BAB II

PEMBAHASAN

3.1 Akupresur dan Diabetes Mellitus (DM)


2.1.1. Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang
ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan
metabolism karbohidrat, lemak dan protein, mengarah ke
hipoglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes melitus adalah
penyakit yang memiliki tanda-tanda yaitu peningkatan kadar gula
di dalam darah dengan karakteristik terdapat resistensi insulin dan
kurangnya insulin yang relatif dan bisa terjadi komplikasi akut
maupun kronis. Diabetes melitus adalah merupakan suatu penyakit
metabolic dengan karakteristik peningkatan kadar gula darah
(hiperglikemia) yang terjadi karena adanya gangguan pada sekresi
insulin, kerja insulin maupun kedua duanya (American Diabetes
Association, 2013).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik
akibat pancreas tidak menghasilkan cukup insulin atau tubuh tidak
dapat memanfaatkan insulin yang diprodukasi secara efektif, dan
menimbulkan konsentrasi glukosa dalam meningkat (American
Diabetes Association, 2009).
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan komplikasi.
Salah satu komplikasi dari DM adalah penyakit vaskuler perifer.
Penyakit vaskuler perifer merupakan salah satu komplikasi DM
menyebabkan perubahan pada dinding pembuluh darah. Penyakit
vaskuler perifer terjadi akibat proses aterosklerotik. Proses
aterosklerotik pada penyakit vaskuler perifer menyebabkan
penurunan aliran darah (perfusi) ke ekstremitas bawah yang
ditandai dengan penurunan ankle brachial index (ABI) (Baynest,
2015).
Ankle brachial index (ABI) merupakan nilai perbandingan
tekanan darah ankle dan brachial yang menggambarkan perfusi di
ekstremitas bawah (Aboyans et al., 2012). Ankle brachial index
(ABI) merupakan pemeriksaan non invasif pembuluh darah yang
berfungsi untuk mendeteksi tanda dan gejala klinis dari iskemia,
mpenurunan perfusi perifer yang dapat mengakibatkan angiopati
dan neuropati diabetik. Penurunan ABI menyebabkan peningkatan
resiko komplikasi kaki diabetik (Baynest, 2015). Sirkulasi darah
pada bagian kaki dapat diukur melalui pemeriksaan non invasif
salah satunya adalah dengan pemeriksaan ABI (ankle brachial
index). Upaya preventif yang telah dilakukan perawat komunitas
untuk mencegah komplikasi lanjut masalah kaki diabetik adalah
edukasi pengontrolan diet dan gula darah, edukasi tentang
perawatan kaki dan mengajarkan senam kaki diabetic untuk
meningkatan sirkulasi perifer atau ABI. Upaya preventif ditambah
dengan pemberian terapi komplementer akan lebih efektif
mencegah terjadinya komplikasi kaki diabetik.
Salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan
untuk memperbaiki sirkulasi perifer dan meningkatkan nilai ABI
pada Diabetisi adalah akupresur. Akupresur adalah salah satu
tindakan yang diakui sebagai tindakan keperawatan dalam Nursing
Intervention Classifications. Perawatan kaki dengan menggunakan
teknik akupresur belum pernah dilakukan perawat komunitas untuk
meningkatkan perfusi perifer kaki atau ABI pada penderita DM.
Berdasarkan hal tersebut, maka akan dilihat lebih lanjut bagaimana
pengaruh akupresur terhadap ABI pada penderita Diabetes Mellitus
(DM).
Teknik akupresur menggunakan teknik penekanan,
pemijatan, dan pengurutan sepanjang meridian tubuh atau garis
aliran energi. Tekanan atau pijatan sepanjang garis meridian dapat
menghilangkan penyumbatan yang ada dan memperbaiki
keseimbangan alami tubuh. Akupresur lebih menitik beratkan pada
keseimbangan semua unsur kehidupan dengan memberikan
perangsangan pada titik-titik tertentu dengan menggunakan jari
tangan, telapak tangan, siku, lutut, dan kaki. Akupresur berguna
untuk bermacammacam sakit dan nyeri serta mengurangi
ketegangan, kelelahan, dan penyakit. Akupresur sangat praktis
karena tidak memerlukan banyak alat dan cukup dengan jari
tangan, ibu jari, telunjuk, telapak tangan serta murah dan aman.
2. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan
menimbulkan komplikasi akut dan kronis
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
Adalah kadar glukosa darah seseorang di
bawah nilai normal (< 50 mg/dl).
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada
penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2
kali per minggu. Kadar gula darah yang terlalu
rendah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapat pasokan energi sehingga tidak
berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
2) Hiperglikemia
Adalah apabila kadar gula darah meningkat
secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi
keadaan metabolisme yang berbahaya, antara
lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler
Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.
b. Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler, komplikasi
makrovaskuler yang umum berkembang pada
penderita DM adalah trombosit otak
(pembekuan darah pada sebagian otak),
mengalami penyakit jantung koroner (PJK),
gagal jantung kongetif, dan stroke.
2) Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi
mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita
DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati
(kebutaan), neuropati, dan amputasi
3.1.2 Terapi Akupresur
1. Definisi Akupresur
Terapi acupressure merupakan salah satu terapi yang dapat
dilakukan untuk mengembalikan fungsi sensitivitas kaki.
Acupressure merupakan metode non invasive yang prinsip
kerjanya didasarkan pada prinsip akupuntur (Black & Hawk,
2009).
Pada dasarnya Akurpresur berarti teknik pijat yang
dilakukan pada titik-titik tertentu ditubuh, untuk menstimulasi titik-
titik energi. Titik-titik tersebut adalah titik-titik akupuntur.
Tujuannya adalah agar seluruh organ tubuh memperoleh ‘chi’ yang
cukup sehingga terjadi keseimbangan chi tubuh. ‘chi’ adalah enegri
yang mengalir melalui jaringan di berbagai meridian tubuh dan
cabang-cabangnya. Cara meningkatkan atau ‘membangunkan’
energi tubuh tersebut pada Akupuntur dilakukan dengan
menusukkan jarum-jarum Akupuntur pada titik-titik tertentu yang
berkaitan dengan keluhan pasien, sedangkan akurpresur melakukan
hal yang sama dengan tekanan jari-jari tangan dan pemijatan
(Hadibroto,2006).
Akupresur merupakan perkembangan terapi pijat yang
berlangsung seiring dengan perkembangan ilmu akupuntur karena
tekhnik pijat akupresur adalah turunan dari ilmu akupuntur.
Tekhnik dalam terapi ini menggunakan jari tangan sebagai
pengganti jarum tetapi dilakukan pada titik-titik yang sama seperti
yang digunakan pada terapi akupuntur.
Acupressure telah hadir sekitar 5000 tahun yang lalu dan
berasal dari Tiongkok. Hingga kini acupressure masih digunakan
sebagai salah satu cara penyembuhan yang popular dibeberapa
negara Asia seperti RRC, Cina, India, Jepang dan Korea, dan kini
makin dikembangkan oleh berbagai institusiinstitusi penyembuhan
di negara Barat. Bahkan WHO mengakui acupressure sebagai suatu
terapi yang dapat mengaktifkan neuron pada sistem saraf, dimana
hal ini merangsang kelenjar-kelenjar endokrin dan hasilnya dapat
mengaktifkan organ-organ yang bermasalah (Dupler & Douglas,
2005)
2. Tujuan Akupresur
Teknik pengobatan akupresur bertujuan untuk membangun
kembali sel- sel dalam tubuh yang melemah serta mampu membuat
sistem pertahanan dan meregenerasi sel tubuh (Fengge, 2012).
Umumnya penyakit berasal dari tubuh yang teracuni, sehingga
pengobatan akupresur memberikan jalan keluar meregenerasikan
sel–sel agar daya tahan tubuh kuat untuk mengurangi sel–sel
abnormal. Dalam pengobatan akupresur tidak perlu makan obat–
obatan, jamu dan ramuan sebab dengan terapi akupresur tubuh kita
sudah lengkap kandungan obat dalam tubuh jadi tinggal diaktifkan
oleh sel–sel syaraf dalam tubuh. Tubuh manusia memiliki
kemampuan memproduksi zat–zat tertentu yang berguna untuk
ketahanan tubuh. Jika ditambah obat–obatan, yang terjadi adalah
kelebihan dosis yang justru akan mengakibatkan kerusakan organ
tubuh terutama ginjal (Fengge, 2012).
3. Manfaat Akupresur
Akupresur terbukti bermanfaat untuk pencegahan penyakit,
penyembuhan penyakit, rehabilitasi (pemulihan) dan meningkatkan
daya tahan tubuh. Untuk pencegahan penyakit, akupresur
dipraktikan pada saat–saat tertentu secara teratur sebelum sakit,
tujuannya untuk mencegah masuknya penyebab penyakit dan
mempertahankan kondisi tubuh. Melalui terapi akupresur penyakit
pasien dapat disembuhkan karena akupresur dapat digunakan untuk
menyembuhkan keluhan sakit dan dipraktikan ketika dalam
keadaan sakit. Akupresur juga dapat bermanfaat sebagai
rehabilitasi (pemulihan) dengan cara meningkatkan kondisi
kesehatan sesudah sakit. Selain itu, akupresur juga bermanfaat
untuk meningkatkan daya tahan tubuh (promotif) walaupun tidak
sedang dalam keadaan sakit (Fengge, 2012).
4. Jenis – jenis Akupresur
Akurpresur berkembang dari naluri manusia untuk
memegang, menekan, atau memijat-mijat bagian tubuh ketika
terluka atau cedera. Para pendeta Tao dari zaman China Kuno
memformulasikan pengematan mereka akan naluri pengobatan
sendiri (self jealing) ini menjadi suatu sistem yang dinamakan
“Tao Yin” (‘Tao’ berarti ‘jalan’, sedang ‘Yin’ berarti keluhan-
keluhan yang spesifik sekaligus suatu sistem untuk memelihara
kesehatan secara umum. Tao-Yin berkembang menjadi “Do-in”,
seni mempertahankan keremajaan melalui pemijatan diri sendiri.
Selanjutnya, tabib-tabib China menambahkan serangkaian sistem
diagnosis dan penanganan penyakit untuk merangkai suatu
pendekatan medis yang lebih lengkap.
Akurperesur kini mewakili serangkaian teknik pijat, yang
menggunakan tekanan secara manual untuk menstimulasi titik-titik
energi ditubuh. Sang terapis melakukan tekanan dalam bobot
ringan sampai sedang dengan jari-jari tangannya, dan kadang-
kadang juga dengan siku, lutut, atau kaki ke titik-titik yang sama
yang digunakan dalam Akupuntur. Banyak ragam Akurpresur telah
berkembang seiring dengan waktu.
a. Shiatsu
Secara harfiah kata shiat-su berarti jari (shi) dan tekanan
(atsu), serangkaian penekanan menggunakan jari secara
berirama, keseluruh bagian tubuh sepanjang meridian
energi. Terapi ini juga termasuk peregangan dan tepukan.
Titik-titik tekan hanya disentuh antara 3-5 detik.
Penanganan ini bisa merangsang sekaligus menenangkan.
Shiatsu adalah versi Jepang dari Akurpresur, dan kini
menjadi semakin populer di dunia barat.

b. Jin Shin
Suatu pola penekanan yang lembut dan berkepanjangan
pada titik-titik Akupuntur yang penting pada meridian dan
jalur-jalur yang terpilih, setiap titik ditekan selama 1-5
menit. Terapi ini dilakukan dalam keadaan meditatif untuk
menyeimbangkan chi, sang energi vital.

c. Do-in
Suatu bentuk pemijatan terhadap diri sendiri pada otot dan
titik-titik meridian. Do-in juga mencakup gerakan,
peregangan, dan latihan pernafasan.

d. Tui-Na
Ini adalah versi China untuk pijat yang merangsang titik-
titik akurpresur dengan menggunakan berbagai ragam
gerakan tangan.
5. Titik Akupresur
Titik akupresur ialah bagian atau lokasi di tubuh sebagai
tempat berakumulasinya energi vital. Pada titik akupresur
inilah akan dilakukan pemijatan terapi akupresur. Di dalam
tubuh kita terdapat banyak titik akupresur, kurang lebih
berjumlah 360 titik akupresur yang terletak di permukaan
tubuh dibawah kulit. Pertama kali yang harus diperhatikan
sebelum melakukan pijat akupresur adalah kondisi umum si
penderita. Pijat akupresur tidak boleh dilakukan terhadap
orang yang sedang dalam keadaan yang terlalu lapar atau pun
terlalu kenyang; dalam keadaan terlalu emosional dan pada
perempuan yang sedang dalam kondisi hamil (Fengge, 2011).
Pijatan bisa dilakukan setelah menemukan titik meridian
yang tepat yaitu timbulnya reaksi pada titik pijat berupa rasa
nyeri, linu atau pegal. Dalam terapi akupresur pijatan bisa
dilakukan dengan menggunakan jari tangan (jempol dan jari
telunjuk). Semua titik pijat berpasangan kecuali untuk jalur
meridian Ren dan Tu. Lama dan banyaknya tekanan
(pemijatan) tergantung pada jenis pijatan. Pijatan untuk
menguatkan (Yang) dapat dilakukan dengan maksimal 30 kali
tekanan, untuk masing masing titik- titik dan pemutaran
pemijatannya secara jarum jam sedangkan pemijatan yang
berfungsi melemahkan (Yin) dapat dilakukan dengan minimal
50 kali tekanan dan cara pemijatannya berlawanan jarum jam
(Fengge, 2011).
Menurut Fengge (2012), terdapat tiga macam titik akupresur
yaitu :
a. Titik akupresur umum
Titik akupresur umum ini terdapat di sepanjang saluran
meridian. Setiap titik umum diberi nama oleh penemunya
dalam bahasa Tionghoa yang memiliki arti tersendiri dan
diberi nomor yang bersifat universal. Misalnya, titik Hegu
yang memiliki arti kumpulan jurang. Hegu sama dengan
titik usus besar dengan nomor 4 (UB.4) dan dalam bahasa
Inggris disebut Large Intestine no.4 (LI.4).
b. Titik akupresur istimewaTitik akupresur istimewa adalah
titik yang berserakan (tidak menentu), ada yang dijalur
meridian dan ada pula yang di luar jalur meridian. Tiap–
tiap titik umum mempunyai nama dan fungsi masing–
masing. Misalnya, Lamwei, berfungsi sebagai titik untuk
mengobati penyakit usus buntu.
c. Titik nyeri (Yes Point)
Titik nyeri berada di daerah keluhan (daerah yang
mengalami masalah) misalnya sakit perut, sakit kepala, dan
lain–lain. Untuk menemukan titik nyeri ini adalah dengan
meraba keluhan kemudian cari titik yang paling sensitif
atau nyeri. Titik ini hanya berfungsi sebagai penghilang
rasa sakit setempat saja, tetapi sering juga berpengaruh
pada jaringan tubuh lainnya.

2.2. Evidence Base Akupresur pada Penderita Diabetes Mellitus


2.2.1. Efektivitas Terapi Akupresur Terhadap Peningkatan Ankle
Brakhial Indeks (ABI) Pada Pasien Diabetes Militus Tipe 2
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar jenis
kelamin responden yang menyandang DM tipe II yaitu
responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 11
(68,8 %). DM tipe II lebih banyak ditemukan pada perempuan
dibanding laki-laki. Pernyataan tersebut didukung oleh
diabetes gestasional yang terjadi pada wanita hamil yang
sebelumnya tidak menyandang diabetes. Meskipun diabetes
tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50%
wanita yang mengalami diabetes tipe ini akan kembali ke
status nondiabetes setelah persalinan berakhir, namun risiko
untuk mengalami diabetes tipe II lebih besar daripada wanita
hamil yang tidak mengalami diabetes.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Dalam penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar usia
responden yang menyandang DM tipe II yaitu responden
yang berumur 50-59 tahun dengan jumlah 11 (68,8%). Usia
adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kadar gula
darah pada pasien DM. Pada penelitian ini responden
didominasi oleh usia lanjut. Hasil penelitian ini sejalan
dengan pernyataan Golberg dan Coon (2006) bahwa umur
sangat erat hubungannya dengan kenaikan kadar gula darah
sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes
dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi.
Damayanti (2015) memaparkan bahwa faktor risiko
menyandang DM tipe II adalah usia diatas 30 tahun, hal ini
karena adanya penurunan anatomis, fisiologis, dan biokimia.
Peningkatan resiko diabetes sesuai dengan usia khususnya
pada usia lebih dari 40 tahun karena pada usia tersebut mulai
terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses
penuaan menyebabkan kemampuan sel β pankreas dalam
memproduksi insulin berkurang. Hal ini sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Arisfa (2016)
mengenai senam kaki diabetik efektif meningkatkan Ankle
Brachial Index (ABI) pasien Diabetes Melitus Tipe 2
menunjukkan bahwa umur yang didapatkan pada penelitian
ini ratarata 50.30 tahun. Sehingga peneliti berasumsi bahwa
penyandang diabetes melitus lebih banyak ditemukan pada
usia dewasa yang berumur 51-60 tahun disebabkan karena
seiring dengan proses penuaan terjadi pula penurunan fungsi
sel atau organ tubuh seperti sel β pankreas yang berfungsi
memproduksi insulin sehingga dapat menyebabkan gangguan
pada kinerja atau produksi insulin yang berdampak pada
intolerasi glukosa.
3. Karakteristik Ankle Brachial Index Responden Sebelum
Terapi Akupresur
Dalam penelitian ini diperoleh bahwa didapatkan hasil ankle
brachial index pretest dengan hasil ukur ABI obstruksi sedang
13 klien (81,2%) dan obstruksi berat 3 responden (18,8%).
Menurut peneliti, pasien diabetes mellitus berpotensi
menderita berbagai komplikasi dan komplikasi kaki adalah
komplikasi yang sering terjadi yang meliputi gangguan aliran
darah kaki. Gangguan aliran darah kaki dapat dideteksi
dengan mengukur Ankle Brachial Index (ABI) yang
didapatkan dengan membandingkan tekanan darah sistolik
kaki dan tekanan darah sistolik lengan. Gangguan aliran darah
yang ditandai dengan penurunan nilai ABI dapat disebabkan
karena aterosklerosis dan juga karena latihan fisik yang
kurang, sehingga aliran darah terutama aliran darah pada kaki
kurang lancar. Menurut PAPDI (2007), salah satu penyebab
gangguan aliran darah pada usia di atas 40 tahun adalah
aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri bisa disebabkan karena
hiperglikemi yang menahun, hipertensi, hiperkolesterolemia,
dan pada perokok.
4. Karakteristik Ankle Brachial Index Responden Sesudah
Terapi Akupresur
Dalam penelitian ini diperoleh bahwa didapatkan hasil ankle
brachial index postest dengan hasil ukur ABI obstruksi ringan
9 responden (56,2%) dan obstruksi sedang 3 responden
(43,8%). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Corwin
(2009), yang menyatakan bahwa kaki yang memiliki resiko
luka kaki dengan ditandai penurunan nilai ABI dapat
dilakukan terapi mulai dari terapi suportif, farmakolgis,
intervensi non operasi, dan operasi. Terapi suportif sebagai
tindakan primer meliputi perawatan kaki dengan menjaga
tetap bersih dan lembab dengan memberikan krim pelembab,
memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dari bahan
yang halus serta melakukan terapi akupresur.
5. Efektivitas Terapi Akupresur Sebelum dan Sesudah
Terapi Akupresur
Dalam penelitian ini ditemukan adanya pengaruh terapi
akupresur terhadap nilai Ankle Brachial Index, hal tersebut
dapat dilihat melalui uji Wilcoxon Sign Rank test pada hasil
observasi nilai Ankle Brachial Index sebelum diberikan
intervensi terapi akupresur dan hasil observasi nilai Ankle
Brachial Index setelah diberikan intervensi berupa terapi
akupresur pada 16 orang responden. Dalam penelitian ini
didapatkan p value = 0,000 (p value <0,05) yang berarti
bahwa penelitian ini menunjukan adanya pengaruh yang
signifikan Efektivitas Terapi Akupresur terhadap Peningkatan
Ankle Brakhial Indeks (ABI) pada Pasien Diabetes Militus
Tipe 2 Di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie dengan
melakukan terapi akupresur selama waktu yang telah
ditentukan oleh peneliti yaitu sebanyak 7 kali. Dengan terapi
akupresur maka sirkulasi peredaran darah akan lancer seperti
dikemukkan oleh Arisfa (2016) yang mengatakan bahwa
keuntungan terapi akupresur anatara lain memperlancar
sirkulasi peredaran darah tubuh, penyempitan impuls syarat
terkurangi, pertahanan tubuh menjadi kuat dan membuat
kesejahteraan serta kesehatan tubuh. Hasil penelitian
Agustianingsih (2013) memaparkan bahwa sirkulasi darah
kaki adalah aliran darah yang dipompakan jantung keseluruh
tubuh salah satunya kaki yang dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu viskositas (kekentalan darah), panjang pembuluh darah,
dan diameter pembuluh darah. DM merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi tekanan aliran darah karena factor
viskositas akibat penumpukan gula darah. Kekentalan darah
mengakibatkan aliran darah terganggu ke seluruh tubuh dan
menyebabkan penurunan perfusi ke jaringan tubuh.
Menurut Choudhary (2007) bahwa terapi akupresur mampu
menstimulus pankreas dan hati untuk bisa membantu dalam
menjaga gula darah dalam batas normal, serta mengurangi
naik turunnya gula darah terbukti dalam penelitian ini.
Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa terapi akupresur
yang telah dilakukan terhadap responden sangat berdampak
bagi nilai ankle brachial indeks yang terjadi pada setiap
individu karna dengan melakukan penekanan atau pemijatan
dalam terapi akupresur berguna untuk melancarkan sirkulasi
darah dikaki dan mencegah komplikasi.

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian adalah


Ankle Brachial Index (ABI) sebelum terapi akupresur, jumlah
responden dengan ABI obstruksi sedang 13 klien (81,2%) dan
obstruksi berat 3 responden (18,8%). Sedangkan sesudah dilakukan
terapi akupresur, jumlah responden dengan ABI obstruksi ringan 9
responden (56,2%) dan obstruksi sedang 3 responden (43,8%).
Hasil analisis statistic menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai
p value = 0,001, (p value < 0,05) sehingga Ha diterima yang berarti
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Ankle Brachial Index
(ABI) sebelum dan sesudah terapi akupresur.

2.2.2. Akupresur Efektif Meningkatkan Nilai Ankle Brachial Index


Pada Diabetesi (Penderita Diabetes)
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan terdapat perbedaan
bermakna ABI sebelum dan sesudah diberikan terapi akupresur
pada kelompok intervensi (p=0,001). Dari nilai mean didapatkan
nilai mean ABI sebelum perlakuan pada kelompok intervensi
adalah 0,843, sedangkan nilai mean sesudah intervensi adalah
0,897. Dari nilai mean tersebut tergambar bahwa terdapat
peningkatan nilai ABI pada kelompok intervensi setelah diberikan
akupresur. Dapat disimpulkan bahwa Diabetisi yang mendapatkan
terapi akupresur mengalami peningkatan ABI. Jika dilihat dari
kenaikan nilai ABI, tidak terjadi kenaikan yang berarti antara
sebelum dan sesudah dilakukan akupresur pada kelompok
intervensi. Peningkatan nilai ABI berkaitan dengan perbaikanb
sirkulasi darah ke kaki. Pada Diabetisi proses sklerosis dari
pembuluh darah telah berlangsung dalam waktu lama (Tong, Guo,
& Han, 2010). Pemberian pijatan dengan akupresur tidak akan
mengubah bentuk dan struktur dari pembuluh darah yang
mengalami sklerosis tersebut. Pemberian terapi akupresur hanya
memperbaiki aliran darah, sedangkan struktur pembuluh darah
tidak diperbaiki (Bansal et al., 2014). Hal ini menyebabkan terjadi
sedikit peningkatan aliran darah ke kaki sehingga peningkatan ABI
pada Diabetisi yang diberikan akupresur tidak terlalu tinggi.
Dilihat dari peningkatan nilai ABI yang didapatkan setelah
dilakukan terapi akupresur, nilai tersebut belum menunjukkan nilai
normal. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian terapi akupresur
hanya menstimulasi peningkatan aliran darah ke kaki, sedangkan
perubahan struktur dan bentuk pembuluh darah yang mengalami
sklerosis pada diabetisi tidak mampu diperbaiki dengan akupresur
sehingga hanya terjadi sedikit peningkatan nilai ABI. Mekanisme
dasar terapi akupresur untuk meningkatkan ABI pada Diabetisi
adalah dengan memperbaiki sirkulasi darah ke kaki. Titik utama
akupresur yang bermanfaat untuk menstimulasi peningkatan aliran
darah ke kaki adalah titik LR3, KI3, SP6, ST36 dan SP10. Sebaran
titik ini terletak pada daerah tungkai bawah dan kaki. Titik
akupresur merupakan simpul meridian yang memiliki ujung saraf
dan pembuluh darah sehingga dapat memberikan stimulasi dan
respon terhadap aliran darah ke kaki (Dergisi,2006).
Stimulasi yang dilakukan pada titik akupresur dapat
menstimulator reseptor sensori dan fungsi saraf otonom sehingga
menimbulkan vasoaktif neuropeptide seperti calcitonin gene-
related peptide (CGRP) dan substansi p (SP) dan akhirnya
melancarkan aliran darah (Suzuki et al.,2009). Akupresur juga
mempercepat sirkulasi darah pada tempat yang dilakukan
penekanan (Dergisi, 2006). Pemberian terapi akupresur dengan
melakukan pemijatan di titik akupresur yang terdapat di kaki dapat
melancarkan aliran darah di kaki. Adanya ujung saraf dan
pembuluh darah yang banyak terdapat di sekitar titik akupunktur
akan memperbesar respon sel mast. Sel mast melepaskan histamin,
heparin dan kinin protese yang menyebabkan vasodilatasi.
Histamin menyebabkan pelepasan nitric oxide dari endotel
vaskuler yang merupakan mediator berbagai reaksi-reaksi
kardiovaskuler, neurologis, imun, digestif dan reproduksi. Sel mast
juga akan melepaskan platelet activating factor (PAF) yang
kemudian diikuti pelepasan serotonin dari platelet (Dergisi, 2006)
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Bansal et al.
(2014) yang menyatakan bahwa terapi akupresur memperbaiki
aliran darah di kaki dengan adanya perangsangan pada serotonin
dan bradikinin. Serotonin merangsang nosiseptor sendiri dan
meningkatkan respon nosiseptor terhadap bradikinin. Bradikinin
merupakan vasodilator kuat yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskuler (Colberg et al., 2016). Peningkatan
permiabelitas vaskuler kaki dapat melancarkan aliran darah ke kaki
sehingga dapat meningkatkan ABI (Bansal et al., 2014).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wolf (2008)
yang melakukan pemijatan pada kaki untuk meningkatan aliran
darah kaki pada Diabetisi. Penelitian Wolf (2008) membuktikan
bahwa massase kaki dengan kompresi dapat menjadi salah satu
penatalaksanaan neuropati yang dapat membantu meningkatkan
aliran darah ke kaki, mencegah terjadinya ulkus dan mengurangi
edema. Penelitian Wolf (2008) berbeda dengan penelitian ini. Pada
penelitian Wolf (2008) pemijatan dilakukan pada seluruh kaki.
Sedangkan pada penelitian ini, pemijatan dilakukan pada titik
akupunktur di kaki Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terapi
akupresur hanya mempengaruhi peningkatan ABI sebesar 39%.
Hal ini menunjukkan bahwa terapi akupresur bukan merupakan
terapi utama untuk memperbaiki ABI. Berdasarkan pilar
penatalaksanaan DM, terapi farmakologi juga merupakan terapi
yang diberikan pada diabetisi untuk mengontrol glukosa darah dan
mengontrol terjadinya komplikasi dari DM. Pemberian terapi
farmakologis seperti insulin oral/injeksi, pemberian obat neuropati
diberikan secara bersama dengan pengaturan diet dan latihan
jasmani pada diabetisi (American Diabetes Association, 2010). Hal
ini menunjukkan bahwa penatalaksanaan DM tidak semata-mata
hanya pada pemberian terapi farmakologis tetapi dibarengi dengan
pemberian terapi non farmakologis seperti pengelolaan perilaku,
pengontrolan diet dan latihan jasmani serta pemberian terapi
komplementer
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa 49,8% dari
peningkatan ABI dipengaruhi oleh faktor lain. Secara teori
beberapa faktor lain yang berpengaruh terhadap perbaikan
komplikasi DM adalah perilaku diabetisi dalam melakukan
pengelolaan penyakit, pengaturan makan atau diet dan latihan
jasmani (American Diabetes Association, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan pemberian terapi akupresur
dapat meningkatkan ABI pada Diabetisi. Penelitian ini
memberikan implikasi yang positif dalam melakukan pencegahan
komplikasi lanjut akibat penurunan ABI pada Diabetisi. Intervensi
akupresur dapat menjadi salah satu tindakan alternatif yang dapat
diterapkan perawat komunitas untuk mencegah terjadinya
komplikasi lanjut dari penurunan ABI pada Diabetisi sebagai
kelompok vulnerable.
DAFTAR PUSTAKA

Fengge, A. (2012). Terapi akupresur: Manfaat & teknik pengobatan. Yogyakarta :


Crop Circle Corp.

Surya, Rekawati, Widyastuti. 2018. Akupresur Efektif Meningkatkan Nilai Ankle


Brachial Index Pada Diabetesi.

http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance/article/download/270
5/1067. Diakses pada 23 November 2018

Ginting, Nurfianti, Sukarni. 2017. Efektivitas Terapi Akupresur Terhadap


Peningkatan Ankle Brakhial Indeks (Abi) Pada Pasien Diabetes Militus
Tipe2.

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/viewFile/288
37/75676578617. Diakses pada 23 November 2018

Anda mungkin juga menyukai