Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Terapi komplementer


2.1.1 Pengertian komplementer

Terapi Komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan


sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai
pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang konvensional. Terapi
Komplementer adalah semua terapi yang digunakan sebagai tambahan untuk
terapi konvesional yang direkomendasikan oleh penyelenggara pelayanan
kesehatan individu. Pengobatan Komplementer adalah pengobatan non
konvensional yang bukan berasal dari Negara yang bersangkutan (WHO).

2.1.2 Jenis-jenis terapi komplementer

Berikut adalah jenis-jenis dari terapi komplementer :


a. Akupuntur
Di Cina, praktek akupunktur telah dimulai dari zaman batu dengan
menggunakan batu tajam atau Bian Shi. Jarum batu Akupunktur yang
diperkirakan sudah ada sejak 3000 SM ditemukan oleh ahli arkeolog di
pedalaman Mongolia.Pengobatannya sangat individudan dilakukan
berdasarkan intuisi, subjektif dan pengalaman pribadi, bukan atas dasar
penelitian medis. Akupuntur melibatkan penusukan jarum dalam berbagai
ukuran ke dalam “titik meridian” dalam tubuh manusia dengan tujuan
untuk mengalihkan Chi (energi vital tubuh) untuk meningkatkan
keseimbangan tubuh atau mengembalikan kesehatan tubuh (Hadibroto dkk,
2006).

Titik Meridian adalah jalur yang sangat penting dalam tubuh manusia
sebagai tempat mengalir Chi. Chi mengalir dalam tubuh manusia
memberikan energi vital untuk organtubuh agar organ-organ tubuh dapat
berfungsi dengan baik.Maka sangat penting untuk memastikan bahwa Chi
dapat mengalir dengan bebas untuk memastikan bahwa struktur dan fungsi
organ tubuh bagian dalam bekerja dengan efektif (Hadibroto dkk, 2006).
Jarum ditusukkan ke titik meridian untuk mempengaruhi Chi yang
mengalir ke organ tubuh bagian dalam, untuk meningkatkan struktur dan
fungsi mereka. Jarum juga dapat digunakan untuk daerah tertentu yang
terasa sakit yang mungkin berhubungan dengan masalah dalam tubuh,
seperti cedera akibat olahraga. Sebagai contoh, sebuah jarum ditusukkan ke
daerah tendon yang tertarik atau otot yang kelelahan akan meningkatkan
aliran Chi ke area tersebut. Yang akan menghilangkan rasa sakit dan
mempercepat proses penyembuhan (Hadibroto dkk, 2006).

Akupuntur dapat menyebabkan beberapa reaksi fisik, baik di sekitar


daerah dimana akupuntur dilakukan atau di daerah lain karena sel syaraf
yang menghubungkan organ keotak. Ini dapat mengaktifkan berbagai
sistem dalam otak dan tubuh. Rasa sakit di salurkan melalui hormon urat
syaraf, terutama yang berhubungan dengan penerima rasa sakit. Pereda rasa
sakit yang diberikan oleh morfin bekerja pada penerima yang sama dengan
hormon urat syaraf ini. Endorphin yang diproduksi oleh otak adalah
pengganti alami dari morfin dan bekerja dengan cara yang sama. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa aksi pereda rasa sakit dari akupuntur
dilakukan dengan menstimulasi pembentukan endorphin dalam otak, yang
dirangsang dengan menstimulasi syaraf yang terhubung di kulit. Kondisi –
kondisi yang sering dirawat dengan akupuntur, antara lain rehabilitasi
stroke, kesehatan wanita dan penurunan berat badan, cedera olahraga, sakit
pinggang, radang sendi, tekanan darah tinggi, dan kanker (Hadibroto dkk,
2006).

b. Ayuverda
AYURVEDA atau AYURVEDIC adalah suatu pengobatan kuno yang
berasal dari India yang meliputi seluruh aspek gaya hidup. Kata Ayurveda
berasal dari bahasaSansekerta yang berarti ayur – hidup , dan veda -
pengetahuan , atau secara harafiah berarti pengetahuan tentang kehidupan.
Merupakan salah satu metode pengobatan tertuayang pernah dicatat dan
masih digunakan hingga saat ini. AYURVEDA atau pengobatan
penyembuhan kuno India merupakan systempengobatan holistic tertua di
dunia. Pengobatan Ayurveda pertama kali dipeloporiDhanvantari sekitar
1.500 Sebelum Masehi. Namun, baru sekitar tahun 200 SebelumMasehi,
pengobatan Ayurveda ditampilkan dalam bentuk tertulis dan menyeluruh
(Hadibroto dkk, 2006).

Ayurveda mengajarkan teknik operasi, tanaman obat, terapi aroma,


warna dan gayahidup sehat. Para pakar memperkirakan Ayurveda memiliki
sejarah lebih panjang yaknidirintis sekitar tahun 3.000 Sebelum Masehi
yang mencakup ajaran spiritual dan perilaku.Kitab Atreya Samhita salah
satu bagian Ayurveda merupakan buku medis tertua di dunia!Pada zaman
itu, luka pendarahan pada hidung lazim terjadi pada satu millennium
SebelumMasehi yang umum dilakukan dengan memotong hidung tawan an
perang dan padapertempuran. Sekitar tahun 500 Sebelum Masehi, Sushruta
dari India berhasil mengadakanrhinoplasty atau operasi mengembalikan
bentuk hidung. Sushruta menjelaskan potongankulit dari kepala dapat
tumbuh di bekas luka hidung yang terpotong (Hadibroto dkk, 2006).

Menurut Ayurveda, setiap orang memiliki energi kehidupan (Doshas),


yang terdiridari Vata atau udara, Pitta atau panas, dan Kapha atau air.
Penyakit terjadi jika ke-3 elemenini tidak seimbang. Lingkungan, polusi
udara, makanan, minuman, dan faktor genetik dapatmenyebabkan ketidak-
seimbangan doshas. Menjaga keseimbangan doshas ini adalah kuncidari
pengobatan Ayurveda.Ayurveda bekerja secara menyeluruh, tidak hanya
menghilangkan gejala yangtimbul, tetapi juga bekerja mencegah penyakit
dan menghilangkan akar penyakit. Ayurvedamenggunakan seluruh sumber
kekayaan alam untuk membantu meningkatkan kualitaskesehatan manusia
(Hadibroto dkk, 2006).

c. Hipnoterapi
Hipnosis didefinisikan sebagai suatu kondisi pikiran dimana
fungsi analitis logis pikiran direduksi sehingga memungkinkan individu
masuk ke dalam kondisi bawah sadar (sub-conscious/unconcious), di mana
tersimpan beragam potensi internal yang dapat dimanfaatkan untuk lebih
meningkatkan kualitas hidup. Individu yang berada pada kondisi
“hypnotic trance” lebih terbuka terhadap sugesti dan dapat dinetralkan dari
berbagai rasa takut berlebih (phobia), trauma ataupun rasa sakit. Individu
yang mengalami hipnosis masih dapat menyadari apa yang terjadi di
sekitarnya berikut dengan berbagai stimulus yang diberikan oleh terapis
(Az- Zahrani, 2005).
Terapi hypnosis (hypnotherapy) kini merupakan fenomena ilmiah,
namun hingga kini masih belum terdapat definisi yang jelas, bagaimana
sebenarnya mekanisme kerja hypnotherapy. Beberapa ilmuwan
berspekulasi bahwa hipnotherapi menstimulir otak untuk
melepaskan neurotransmiter, zat kimia yang terdapat di
otak,encephalin dan endhorphin yang berfungsi untuk
meningkatkan mood sehingga dapat mengubah penerimaan individu
terhadap sakit atau gejala fisik lainnya (Az- Zahrani, 2005).
Hypnosis secara perlahan telah menunjukkan keberadaannya seiring
dengan semakin meningkatnya penerimaan pada dunia medis. Hypnosis
banyak digunakan dibidang seperti pengobatan dan olahraga untuk
mengubah mekanisme otak manusia dalam menginterprestasikan
pengalaman dan menghasilkan perubahan pada persepsi dan tingkah laku.
Aplikasi hypnosis untuk tujuan perbaikan (therapeutic) dikenal sebagai
hypnotherapy (Az- Zahrani, 2005).
Hipnotherapi telah terbukti memiliki beragam kegunaan untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang berkenaan dengan emosi dan
perilaku. Bahkan beberapa kasus medis serius seperti kanker dan serangan
jantung, hipnotherapi mempercepat pemulihan kondisi seorang penderita.
Hal ini sangat dimungkinkan karena hipnotherapi diarahkan untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memprogram ulang penyikapan
individu terhadap penyakit yang dideritanya (Az- Zahrani, 2005).
Hypnosis sangat berguna dalam mengatasi beragam kasus berkenaan
dengan kecemasan, ketegangan, depresi, phobia dan dapat membantu untuk
menghilangkan kebiasaan buruk seperti ketergantungan pada rokok,
alkohol dan obat-obatan. Dengan memberi sugesti, seseorang terapis dapat
membangun berbagai kondisi emosional positif berkenaan dengan menjadi
seorang bukan perokok dan penolakan terhadap rasa ataupun aroma rokok
(Az- Zahrani, 2005).
Khusus untuk phobia, hypnotherapy digunakan untuk mereduksi
kecemasan yang mengambil alih kontrol individu atas dirinya. Hal ini
dapat diwujudkan dengan menciptakan suatu gambaran nyata tentang
kondisi yang menyebabkan phobia namun individu tetap dalam kondisi
relax, sehingga membantu mereka untuk menyesuaikan ulang reaksi
mereka pada kondisi yang menyebabkan phobia menjadi normal dan
respon yang lebih tenang (Az- Zahrani, 2005).
Hypnotherapy dapat digunakan untuk membawa orang mundur ke
masa lampau atau Regresi kehidupan masa lalu untuk mengobati trauma
dengan memberikan kesempatan untuk mengubah “fokus” perhatian.
Hypnotherapy juga dapat digunakan untuk meningkatkan optimalitas
pembelajaran. Berkaitan dengan pembelajaran, hypnotherapy dapat
aplikasikan untuk meningkatkan daya ingat, kreativitas, fokus, merubuhkan
tembok batasan mental (self limiting mental block) dan lainnya (Az-
Zahrani, 2005).

d. Herbalisme Medis
Herbalisme medis- penggunaan obat dari tumbuhan untuk pencegahan
dan pengobatan penyakit- memiliki sejarah sepanjang sejarah umat
manusia. Di inggris, metode ini memiliki dasar sejarah yang sebagian
dalam model Galenis “cairan tubuh” ( darah, empedu hitam, empedu
kuning lender),”temperamen”-nya (misalnya panas, dingin, lembab), dan
kepercayaan bahwa penyakit disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan-
cairan ini. Herba digunakan untuk memperbaiki ketidakseimbangan ini dan
serig digambarkan sebagai, misalnya,”pemanas”, atau”pendingin”, seperti
peppermint, akan digunakan untuk mengobati kondisi-kondisi “panas”
seperti demam. Di inggris, herbalisme jugadi ambil dari tradisi-tradisi lain,
misalnya penggunaan herba di Amerika utara oleh Samuel Thomson,
meskipun Thomson sendiri pada awalnya di pengaruhi oleh herbalisme di
Eropa (Heinrich et al., 2009).

Kini, herbalisme modern, yang dipraktikkan oleh herbalis


medis,diambil dari pengetahuan tradisional, tetapi metode ini semakin
banyak di tapsirkan dan diterapkan dalam konteks modern. Sebagai contoh,
herbalis menggunakan pengetahuan terkini mengenai penyebab dan akibat
penyakit serta beberapa alat diagnosisi, seperti pengukuran tekanan darah,
yang di gunakan dalam pengobatan dalam pengobatan konvensional.
Beberapa aspek herbalisme zaman modern lainnya adalah sebagai berikut
(Heinrich et al., 2009) :

1. Herbalisme menggunakan suatu pendekatan holistik dengan


mempertimbangkan perasaan sehat pasien secara pisikologis dan
emosional, juga kesehatan fisik.
2. Herbalis memilih herbal berdasarkan pada basis individual untuk
setiap pasien (sesuai dengan pendekatan holistic) sehingga
kemungkinan besar pasien-pasien dengan gejele fisik yang sama akan
menerima kombinasi herba yang berbeda.
3. Herbalis juga bertujuan untuk menggidentifikasi penyebab dasar
( misalnya stres) penyakit pasien dan mempertimbangkan hal ini
dalamrencana pengobatan.
4. Herba di gunakan untuk merangsang kemempuan penyembuhan tubuh,
untuk “memperkuat” system tubuh, dan untuk “memperbaiki” fungsi
tubuh yang terganggu, bukan untuk mengobati gejala-gejala yang
muncul secara langgsung.
5. Herba mungkin di gunakan, misalnya, dengan tujuan untuk
“mengeliminasi toksin” atau “merangsang” peredaran darah.
Tujuannya adalah untuk penyembuhan jangka panjang dari kondisi-
kondisi tertentu.

Salah satu prinsip dasar herbalisme adalah bahwa kandungan herba


yang berbeda bekerja bersama dalam beberapa cara (yang tidak dapat di
jelaskan) sehingga menghasilkan efek-efek bermanfaat. Herbalis medis
mengobati berbagai macam kondisi akut (misalnya infeksi), dan yang lebih
lazim, kondisi kronis. Beberapa contoh gangguan yang biasanya
dikonsultasikan orang kepada herbalis yaitu (Heinrich et al., 2009) :
1) Sindrom iritasi usus
2) Sindrom pramenstruasi
3) Gejala- gejala menopause
4) Eksim
5) Jenis-jenis arthritis
6) Depresi
7) Jerawat dan kondisi lainnya
8) Sistitis
9) Migrain
10) Sindrom lelah kronis

Herbalis biasanya merespon obat-obat herbal, seperti tingtur, meskipun


terkadang menggunakan formulasi yang lebih pekat (ekstrak cair). Jika
suatu resep memerlukan beberpa herba, tingtur dan ekstrak cair di campur
menjadi suatu campuran. Beberapa herbalis akan menyiapkan bahan-bahan
persediaannya sendri, sementara bahan yang lain dibeli dari pemasok
khusus dan sebagian besar memberikan resep herbalnya sendiri. Formulasi
oral lainnya (tablet, kapsul) dan sediaan herba topikal juga dapat di
resepkan (Heinrich et al., 2009).

Terdapat sekumpulan bukti klinis yang signifikan tentang manfaat dan


resiko potensial yang berkaitan dengan penggunaan obat herbal tertentu.
Ikhtisar mengenai beberapa herba paling penting yang umum di gunakan
dapat dilihat pada bagiab B buku ini. Sebagian besar informasi ini
berkaitan dengan penggunaan obat herbal tertentu yang diformulasikan
sebagai sediaan fitofarmasi dan di gunakan dengan cara yang sama dengan
sediaan farmasi konfensional, biasanya dibawah pengawasan seorang
docter, untuk mengobati gejala-gejala penyakit. Penelitien tentang efikasi
dan keamanan obat herbal dan kombinasi obat herbal yang telah di
gunakan oleh praktisi obat herbal sangat sedikit. Selain itu, efikasi dan
keamanan herbalisme sebagai salah satu pendekatan pengobatan belum di
evaluasi secara ilmiah (Heinrich et al., 2009).

e. Hemeopati

Hemeopati ditemukan sekitar 200 tahun lalu oleh Samuel Hahnemann,


seorang docter dan apoteker jerman. Prinsip-prinsip pendekatan
pengobatan controversial yang dikembangkan nya ini harus di
pertimbangkan berdasarkan latar belakang praktik medis pada saat itu;
lintah, pengeluaran darah, pencahar dan emetik kuat, dan sediaan yang
mengandung logam berat beracun, seperti arsenik dan merkuri, banyak di
gunakan. Ada laporan bahwa Hahnemann tidak puas dengan strategis
pengobatan yang kasar ini dan hal ini menyebabkan ia menghentikan
penggunaan obat. Selama masa ini, ia terorong untuk melakukan percobaan
dengan menggunakan kulit kayu kina (yang digunakan untuk mengobati
malaria) dan menemukan bahwa, ketika menggunakan obat ini dalam dosis
tinggi, ia mengalami gejala-gejala yang mirip malaria. Kemudian
Hahnemann menggunakan metode ini ( yang ia sebut suatu `pembuktian`)
pada sukarelawan sehat yang di beri banyak zat lain untuk membentuk
suatu `gambaran gejala` (Heinrich et al., 2009).

Untuk tiap zat. Berdasarkan hasil penemuan nya pada percobaan-


percobaan ini, Hahnemann menekan kan tiga prinsip dasar homeopati,yang
membentuk dasar homeopati klasik (Heinrich et al., 2009) :

1. Suatu zat yang, di gunakan dalam dosis tinggi, menyebabkan suatu


gejala atau gejala-gejala pada orang sehat dapat di gunakan untuk
mengobati gejala-gejala tersebut pada orang sakit. Misalnya, coffea,
obat yang di buat dari biji kopi ( salah satu kandungannya, kafein,
adalah stimulan system saraf pusat) dapat digunakan untuk mengobati
insomnia. Inilah yang di sebut konsep `like cures like` (dalam bahasa
latin, similia similibus curentur).
2. Dosis minimal zat tersebut harus di gunakan untuk mencegah
toksisitas. Pada mulanya, Hahnemann menggunakan zat tersebut
dalam dosis tinggi, tetapi hal ini sering menimbulkan efek toksik.
Selanjutnnya, zat-zat tersebut di encerkan secara bertahap sambil
dikocok kuat (`pembentukan sukus`) pada tiap tahap. Proses ini disebut
potensial. Cara ini di klaim bahwa semakin encer obat, semakin poten
obat tersebut. Hal ini sepenuhnya berlawanan dengan pengetahuan
ilmiah mutakhir. Hanya obar atau zat tunggal yang harus di gunakan
seorang pasien pada suatu priode.

Prinsip-prinsip hemeopati yang di usulkan oleh Hahnemann tetap


membentuk dasar praktik hemeopati modern, kecuali aturan obat tunggal,
yang banyak di abaikan oleh banyak ahli hemeopati yang menggantikan
nya dengan resep banyak obat. Kini sekitar 1200 obat hemeopati lazim di
gunakan. Untuk berbagai obat tersebut , ahli hemeopati mengandalkan
pembuktian Hahnemann sehingga pedoman tentang obat-obat dapat di
gunakan untuk mengobati gejala-gejala tersebut. Pembuktian di zaman
modern yang melibatkan sukarelawan sehat terkadang di lakukan, dan
beberapa melibatkan rancangan penelitian yang cermat (acak, tersamar
ganda, terkendali placebo). Namun, Hahnemann tidak menggunakan
rancangan penelitian yang cermat, walaupun ia memenag menetapkan
criteria tertentu; misalnya, subjek tidak boleh minum kopi selama
rangkaian pembuktian. Selain prinsip-prinsip penting homeopati yang
dinyatakan di atas, ahli homeopati juga meyakinkan (Heinrich et al., 2009)
:

1) Bahwa penyakit disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk


mengatasi factor-faktor yang menantang seperti gizi buruk dan
keadaan lingkungan yang merugikan.
2) Bahwa tanda-tanda dan gejala-gejala penyakit menunjukan usaha
tubuh untuk memperbaiki system.
3) Bahwa obat-obat homeopati bekerja dengan cara merangsang aktifitas
penyembuhan tubuh nya sendiri (`daya hidup`) dan bukan bekerja
secara langgsung pada proses penyakit.
4) Bahwa `daya hidup` diekspresikan secara berbeda pada setiap orang
sehingga pengobatan harus di pilih secara individual (holistik).

Dalam pemilihan obat untuk pasien tertentu, seseorang ahli homeopati


akan mempertimbangkan gejala-gejala fisik,mental,dan emosi pasien serta
karakteristik personal, apa yang di sukai atau tidak di sukai. Obat
hemeopati dan obat herbal sering tertukar dan / atau di anggap sama.
Perbedaan mendasar antara kedua jenis sediaan tersebut adalah (Heinrich et
al., 2009) :

1) Obat-obat homeopati (umumnya) sangat encer, sedangkan obat-obat


yang di gunakan pada kekuatan materi.
2) Banyak obat homeopati (sekitar 65%) berasal dari tumbuhan,
sedangkan menurut definisi semua obat herbal berasal dari tumbuhan.
Pengobatan homeopati telah di selidiki pada lebih dari 100 uji klinis,
dan hasil berbagai penelitian tersebut telah menjadi subjek tinjauan
sistematik dan meta-analisis. Meta-analisis data dari 89 uji klinis homeopati
berkendali plasebo menunjukan bahwa efek homeopati tidak sepenuh nya di
sebabkan oleh plasebo. Pembatasan analisis pada uji bermutu tinggi saja
hany mengurangi, tetapi tidak menghilangkan, efek yang di temukan.
Namun, tidak cukup bukti untuk menujukan bahwa homeopati benar-benar
berkhasiat dalam setiap keadaan klinis. Obat-obat homeopati yang sangat
encer mustahil dapat menyebabkan reaksi-reaksi obat yang merugikan.
Meskipun demikian, potensi toksisitas obat-obat homeopati pada
pengenceran yang sangat rendah harus di perhatikan karena sediaan-sediaan
masih mengandung bahan awal dalam jumlah yang cukup banyak (Heinrich
et al., 2009).
f. Pengobatan antroposofis

Pengobatan antroposofis adalah suatu visi filosofis mengenai


kesehatan dan penyakit berdasarkan penelitian Rudolf Steiner (1861-1925).
Penelitian steiner menyelidiki bagai mana manusia dan dunia alam dapat
dijeleaskan, tidak hanya dalam teminologi fisik, tetapi juga dalam hal jiwa
dan ruh (Heinrich et al., 2009).

Steiner meyakini bahwa kesadaran tidak dapat dijelaskan dalam


terminology fisik, seperti hanya obat-obatan konvensional, dan menyelidiki
bagai mana sifat jiwa dan ruh manusia berhubungan dengan kesehatan dan
fungsi tubuh. Meskipun demikian, ia mengarahkan obat-obatan antroposofi
menjadi seluas, dan bukan alternatif, obat-obat konvensional. Steiner
memandang setiap orang memiliki empat `tubuh` atau `daya` (Heinrich et
al., 2009) :

1. Tubuh fisik
2. Tubuh eterik, atau daya hidup
3. Tubuh astral, atau sadar dan waspada
4. Tubuh spiritual , atau sadar-atau diri atau ego

Dan memandang manusia terbentuk atas tiga sistem fungsi (Heinrich et al.,
2009) :
1) Sistem `saraf-indera` (kepala dan tulang belakang), berfokus pada
proses-proses `pendinginan` ( misalnya perkembangan artritis).
2) Sistem `reproduktif-metabolisme`, meliputi bagian-bagian tubuh yang
bergerak konstan (misalnya anggota-anggota gerak dan sistem
pencernaan) dan yang berfokus pada proses-proses menghangatkan
dan melembutkan (misalnya demam).
3) Sistem ‘ritmik’ (jantung, paru dan peredaran darah), yang
menyeimbangkan kedua sistem lainnya.
Praktisi antroposofis bertujuan untuk memahami penyakit dalam
terminology bagaimana keempat ‘tubuh’ dalam sistem fungsional
berinteraksi satu sama lain. Pendekatan antroposofis terhadap pelanyanan
kesehatan adalah salah satu pendekatan holistic, yang bertujuan untuk
mengobati orang secara menyeluruh, bukan penyakit atau gejalanya saja.
Diagnosis melibatkan beberapa cara kovensional, seperti penelusuran
riwayat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, tetapi juga kisah
hidup dan latar belakang social pasien, dan bahkan bentuk tubuh, gerakan,
perilaku social dan acara ekspresi artistik. Praktisi antroposofis dapat
menggunakan berbagai terapi, termasuk diet, gerakan terapeutik (euritmi)
terapi artistik, dan pijat, serta obat-obat antroposofis dalam suatu program
terapi yang terpadu (Heinrich et al., 2009).
Obat-obat antroposofis digunakan sebagai salah satu pendekatan
terapeutik, di bawah pengawasan medis, untuk beberapa kondisi serius,
termasuk pengobatan penunjang kanker. Ada juga berbagai obat bebas
(baik obat yang umum dijual maupun yang hanya dijual di apotek) yang
digunakan untuk meredakan gejala pada kondisi yang dapat di obati dengan
obat-obat bebas, seperti gangguan pencernaan, konstipasi, batuk, pilek,
radang tenggorokkan, radang selaput lendir, sulit tidur, nyeri otot, dan
kondisi kulit tertentu (Heinrich et al., 2009).
Obat-obat antroposofis terutama berasal dari tumbuhan dan mineral,
seperti kalsium, besi, dan lembaga. Banyak produk merupakan kombinasi
bahan-bahan herbal, dan beberapa produk mengandung bahan herbal
maupun mineral. Bahan-bahan herbal dan mineral biasanya ditulis dengan
nama binomial latin bersama dengan bagian tumbuhan untuk herba.
Misalnya (Heinrich et al., 2009) :
1) Aconitum napellus, planta tota (= aconite, seluruh tumbuhan)
2) Natrium carbonicum (= natrium karbonat)

Golongan, produk lain yang berasal dari pendekatan antroposofis


adalah sediaan mistletoe seperti iskador. Sediaan mistletoe antroposofis
(Viscum album) berair yang difermentasi dan diproses secara khusus, yang
diperoleh dari serangkaian pohon inang (mistletoe merupakan semi-parasit,
yang mengekstraksi air dan garam mineral dari inangnya) (Heinrich et al.,
2009) :

1) Iskador M mengndung ekstrak mistletoe dari V. mali ( mistletoe dari


pohon apel)
2) Iskador P mengandung ekstrak mistletoe dari V. pini (mistletoe dari
pohon pinus).
3) Iskador Qu mengandung ekstrak mistletoe dari V. Quercus (mistletoe
dari pohon ek).
Ekstrak mistletoe yang dibakukan dengan lektin, yang berbeda dengan
sediaan mistletoe antroposofis, juga tersedia, khususnya di Jerman.Produk-
produk mistletoe yang dibuat daripohon inang yang berbeda diresepkan
untuk pasien berbagai jenis kanker. Pengobatan biasanya diberikan melalui
injeksi subkutan, meskipun rute injeksi intravena terkadang digunakan, dan
sediaan oral juga tersedia (Heinrich et al., 2009).
Pada pembuatan obat-obat antroposofis, perhatian khusus diberikan
pada sumber dan metode penanaman yang digunakan dalam menumbuhkan
bahan baku tumbuhan. Bahan tumbuhan dapat tumbuh sesuai dengan
prinsip-prinsip pertanian biodinamik, yang mirip dengan pertanian organic.
Pabrik obat yang ada ditunjukkan untuk memproduksi obat-obat
antroposofis (Heinrich et al., 2009).
g. Aromaterapi
Tumbuhan aromatis dan ekstraknya telah digunakan pada kosmetik
dan parfum serta untuk keperluan religious selama ribuan tahun, meskipun
hanya sedikit kaitannya dengan penggunaan terapeutik minyak-minyak
atsiri. Dasar-dasar aromaterapi berkaitan dengan Rene-Maurice Gattefosse,
seorang ahli kimia pembuat parfum dari Prancis, yang pertama kali
menggunakan istilah aromaterapi pada tahun 1928 (Heinrich et al., 2009).
Aromaterapi adalah penggunaan terapeutik zat-zat aromatic yang
diekstraksi dari tumbuhan. Kelompok paling penting pada zat-zat ini adalah
minyak atsiri. Minyak ini biasanya diperoleh dari bahan tumbuhan
(misalnya akar, daun, bunga, biji) dengan cara destilasi, meskipun tindakan
fisik (menggunakan pengempaan dan tekanaan) adalah metode yang
digunakan untuk memperoleh beberapa minyak atsiri, terutama yang
diperoleh dari kulit buah sitrus. Beberapa aspek penting untuk penggunaan
minyak atsiri dalam aromaterapi dijelaskan berikut ini (Heinrich et al.,
2009) :
1. Aromaterapis menyakini bahwa minyak atsiri dapat digunakan tidak
hanya untuk pengobatan dan pencegahan penyakit, tetapi juga efeknya
terhadap mood, emosi dan rasa sehat.
2. Aromaterapi diklaim sebagai suatu terapi holistik; dalam hal ini,
aromaterapis memilih suatu minyak atsiri, atau kombinasi minyak
atsiri, disesuaikan dengan gejala, kepribadian, dan keadaan emosi
masing-masing klien. Pengobatan dapat berubah pada kunjungan
pasien berikutnya.
3. Minyak atsiri dijelaskan tidak hanya dengan rujukan terhadap reputasi
sifat-sifat farmakologisnya (misalnya antibakteri, antiradang), tetapi
juga melalui hal-hal yang tidak dikenali pada obat-obat kovensional
(misalnya keseimbangan, member energi).
4. Aromaterapis menyakini bahwa kandungan minyak atsiri, atau
kombinasi minyak, bekerja secara sinergistis untuk meningkatkan
efikasi atau mengurangi terjadinya efek-efek merugikan yang terkait
dengan kandungan kimia tertentu.

Aromaterapi digunakan secara luas sebagai suatu pendekatan untuk


meredakan stres, dan banyak minyak atsiri diklaim sebagai ‘perelaksasi’.
Banyak aromaterapis juga mengklaim bahwa minyak atsiri dapat
digunakan dalam pengobatan berbagai kondisi. Banyak pengguna
menggunakan sendiri minyak atsiri untuk perawatan kecantikkan,
membantu relaksasi, atau mengobati penyakit ringan tertentu, banyak
diantaranya tidak cocok untuk pengobatan sendiri. Aromaterapi juga
digunakan dalam berbagai pelayanan kesehatan kovensional, seperti dalam
perawatan paliatif, unit perawatan intesif, unit kesehatan jiwa dan pada
unit-unit khusus yang merawat pasien HIV/AIDS, cacat fisik, dan
ketidakmampuan belajar yang parah (Heinrich et al., 2009).

Metode paling lazim yang digunakan oleh aromaterapis untuk


penggunaan minyak atsiri adalah dengan pemijatan, yaitu tetesan dua
sampai tiga minyak atsiri diencerkan dalam pembawa berupa minyak
sayur, seperti minyak biji anggur, minyak jojoba dll. Metode lain untuk
penggunaan minyak atsiri yang dilakukan oleh aromaterapis atau dalam
perawatan sendiri antara lain (Heinrich et al., 2009) :

1) Penambahan minyak atsiri ke dalam air mandi dan air untuk mencuci
kaki (air harus diaduk dengan kuat untuk membantu disperse).
2) Dihirup
3) Kompres
4) Digunakan dalam peralatan aromaterapi (misalnya alat pembakar dan
penguap).
Beberapa praktisi menganjurkn penggunaan minyak atsiri secara oral,
yang disebut ‘aromatologi’. Namun minyak atsiri tidak boleh digunakan
untuk pemakaian internal tanpa pengawasan medis. Beberapa aromatis juga
menyatakan bahwa minyak atsiri dapat diberikan malalui vagina (misalnya,
melalui tampon atau douche) atau secara rektal, tetapi pemberian melalui
rute-rute ini dapat menyebabkan iritasi membran dan tidak dianjurkan
(Heinrich et al., 2009).
Biasanya, minyak atsiri mengandung sekitar 100 atau lebih kandungan
kimia, kebanyakan terdapat pada konsentrasi dibawah 1%, meskipun
beberapa kandungan terdapat pada konsentrasi yang jauh lebih rendah.
Beberapa minyak atsiri mengandung satu atau dua kandungan utama, serta
sifat-sifat terapeutik dan toksikologis minyak tersebut sebagian besar
dimiliki oleh kandungan kimia tersebut. Namun, kandungan-kandungan lain
yang terdapat pada konsentrasi rendah mingkin penting. Komposisi suatu
minyak atsiri akan bervariasi tergantung pada lingkungan dan kondisi
pertumbuhan tumbuhan tersebut, bagian tumbuhan yang digunakan, serta
pada metode panen, ekstraksi, dan penyimpanan (Heinrich et al., 2009).

Minyak-minyak atsiri harus merujuk pada nama binomial latin spesies


tumbuhan yang menghasilkan minyak tersebut. Bagian tumbuhan yang
digunakan harus dinyatakan secara khusus, dan terkadang spesifikasi lebih
lanjut diperlukan untuk menjelaskan jenis senyawa kimia dalam suatu
tumbuhan tertentu; misalnya, Thymus vulgaris CT timol menjelaskan jenis
senyawa kimia suatu spesies timi yang memiliki timol sebagai kandungan
kimia utamanya (Heinrich et al., 2009).

Minyak atsiri diyakini bekerja dengan cara memberikan efek-efek


farmakologis setelah Absorpsi ke dalam peredaran darah dan melalui efek
aromanya terhadap sistem olfaktori. Terdapat bukti bahwa minyak atsiri
diabsorpsi ke dalam peredaran darah setelah penggunaan secara topical
(yaitu pemijatan) dan setelah dihirup, meskipun jumlah yang memasuki
peredaran darah kemungkinan sangat kecil. Terdapat bukti bahwa minyak
tea tree yang digunakan secara topical efektif dalam pengobatan infeksi-
infeksi kulit tertentu, tetapi penelitian-penelitian ini belum menguji
aromaterapi yang dipraktikkan oleh aromaterapis (Heinrich et al., 2009).

Sedikit efek merugikan yang berkaitan dengan pengobatan aromaterapi


telah dilaporkan;sebagian besar laporan berkaitan dengan kasus-
kasusdermatitis kontak pada pasien atau aromaterapis. Efek merugikan
sementara yang bersifat ringan,seperti mengantuk, sakit kepala dan mual,
dapat terjadi setelah pengobatan aromaterapi. Secara umum disarankan
untukmenghindari penggunaan minyak atsiri selam kehamilan, terutama
selama trimester pertama.Penggunaan minyak atsiri tertentu juga harus
dihindari oleh pasien epilepsy (Heinrich et al., 2009).

h. Terapi Pengobatan Bunga

Pengobatan bunga Bach dikembangkan oleh Dr Edward Bach (1886-


1936), seorang dokter dan ahli homeopati. Teorinya adalah bahwa dengan
mengobati respons emosional dan mental pasien terhadap penyakitnya,
gejala-gejala fisik akan dapat diredahkan. Ia mengidentifikasi 38 keadaan
psikologis negative (misalnya iri, putus asa, rasa bersalah, tidak dapat
memutuskan) dan mencari obta-obat alam yang dapat digunakan untuk
memperbaiki berbagai keadaan pikiran yang negatif ini (Heinrich et al.,
2009).

Berbagai jenis obat bunga banyak tersedia untuk dipilih sendiri dan
terapi mandiri.Selain itu beberapa orang menjalani pelatihan untuk menjadi
praktisi pengobatan dengan bunga; hal ini meliputu beberapa professional
pelayanan kesehatan, seperti beberapa dokter umum, yang menggunakan
obat-obatan bunga beserta praktik medis konvensional yang mereka
lakukan setiap hari (Heinrich et al., 2009).

Bach mengembangkan 38 obat bunga, di antaranya terdiri atas bunga-


bunga liar tunggal dan pohon-pohon berbunga, dan 1 yang diperoleh dari
mata air alami. Ia bertujuan bahwa masing-masing obat digunakan untuk
keadaan emosional atau mental tertentu. Misalnya (Heinrich et al., 2009) :

 Gentian (Gentiana amarella) untuk perasaan murung.


 Holly (Ilex aquifolium) untuk perasaan iri.
 Impatiens (Impatiens glandulifera) untuk ketidaksabaran.
 Pinus (Pinus sylvestris) untuk rasa bersalah.
 Rock rose (Helianthemum nummularium) untuk perasaan takut.

Bach juga mengembangkan suatu sediaan yang dinamakan obat


penyelamat (Recue Remedy), yang merupakan kombinasi lima obat
lainnya: Impatiens (Impatiens glandulifera), bintang Betlehem
(Ornithogalum umbellatum), prem ceri (Prunus cerasifera), Rock rose
(Helianthemum nummularium), dan Clematis (Clematis vitalba). Bach
menganjurkan sediaan ini untuk digunakan dalam situasi yang sulit
mendesak, seperti syok, sangat ketakutan dan kehilangan (Heinrich et al.,
2009).

Obat-obat bunga Bach disiapkan dari tingtur induk yang dibuat dari
bahan-bahan tumbuhan dan mata air alami dengan menggunakan suatu
metode infus (penjemuran) atau metode ‘pendidihan’.Obat-obat bunga
biasanya digunakan secara oral (2-4 tetes ditambahkan pada air dingin dan
diminum sedikit-sedikit), meskipun pada beberapa kasus, tetesan dapat
diteteskan langsung dibawah lidah dan bahkan pada pergelangan tangan
atau pelipis. Obat penyelamat juda tersedia dalam bentuk krim untuk
penggunaan luar (Heinrich et al., 2009).

Meskipun terdapat banyak laporan yang bersifat anekdot mengenai


keuntungan obat-obat bunga, tidak ada penelitian eksperimenta maupun
klinis tentang efek-efeknya yang terkenal. Obat-obat bunga diklaim secra
luas sama sekali tidak menimbulkan efek merugikan. Efek-efek merugikan
tidak mungkin terjadi, mengingat bahwa sediaan tersebut hanya
mengandung bahan-bahan yang sangat encer. Namun, karena obat-obat
bunga mengandung alkohol, obat-obat ini mungkin tidak sesuai untuk
beberapa orang. Penggunaan suatu obat bunga secara berlebihan dapat
mengkwatirkan jika seseorang mengandalkan terapi mandiri dengan
menggunakan obat-obat bunga untuk kondisi-kondisi seperti ansietas atau
depresi, yang mungkin membutuhkan penanganan medis dan bantuan
professional lainnya (Heinrich et al., 2009).

2.1.3 Efek samping terapi komplementer


Pada terapi akupuntur dapat terjadi komplikasi seperti infeksi karena
sterilesasi jarum yang tidak adekuat atau jarum yang ditinggalkan dalam tempat
untuk waktu yang lama, jarum yang patah, perasaan mengantuk pasca
pengobatan. Kontraindikasi pengobatan pada individu yang memiliki kelainan
perdarahan trombositopeni, infeksi kulit atau yang memiliki ketakutan terhadap
jarum.
Kontaminasi dengan herbal atau bahan kimia lain termasuk pestisida dan
logam berat juga terjadi, tidak semua perusahaan menjalankan pengawasan
kualitas yang ketat dan garis pedoman pabrik yang menentukan standar untuk
kadar pestisida yang dapat diterima, bahan pelarut sisa tingkat bacterial dan
logam berat untuk alasan ini pembelian obat herbal hanya dari pabrik yang
mempunyai reputasi. Label pada produk herbal harus mengandung nama ilmiah
tanaman nama dan alat pabrik yang sebenarnya, tanggal kemasan dan tanggal
kadaluarsa.
2.2 PUS (pasangan usia subur)
2.1.1 Pengertian PUS

Pasangan usia subur (PUS) berkisar antara usia 20-45 tahun dimana
pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal
terlebih organ reproduksinya.
Pasangan usia subur (PUS) berkisar antara usia 20-45 tahun dimana
pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal
terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik.
Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan
kesehatan reproduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan metode
keluarga berencana, sehingga jumlah dan interval kehamilan dapat
diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas generasi
yang akan datang.
Pasangan Usia Subur (PUS) yang isterinya di bawah usia 20 tahun adalah
suatu keadaan pasangan suami istri yang isterinya masih di bawah usia 20 tahun
yang dapat menyebabkan resiko tinggi bagi seorang ibu yang melahirkan dan
anak yang dilahirkan.

2.1.2 Masalah kesehatan yang ada pada PUS


a. Anemia
Anemia adalah keadaan tubuh yang kekurangan hemoglobin. Kadar
Hb normal adalah 12-16% dari sel darah merah, jumlah sel darah merah
normal adalah 5juta/mm3 (Soebroto,2009). Seseorang dikatakan menderita
anemia apabila kadar hemoglobin dalam darah kurang dari 12g/ 100ml.
(Hudono,2007).
Anemia adalah penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal (Soebroto, 2010).
Anemia Defisiensi Zat Besi adalah Anemia akibat kekurangan zat besi.
Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin. Kurangnya zat besi
dalam tubuh bisa disebabkan karena banyak hal. Kurangnya zat besi pada
orang dewasa hampir selalu disebabkan karena perdarahan menahun,
berulang-ulang yang bisa berasal dari semua bagian tubuh (Soebroto, 2010).

Etiologi
Anemi defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya
masukan besi, gangguan absorsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan
menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :

a) Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau


NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan
infeksi cacing tambang.
b) Saluran genitalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia.

c) Saluran kemih : hematuria

d) Saluran nafas : hemoptoe.

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavailabilitasa) besi yang tidak baik (makanan banyak
serat, rendah vit C, dan rendah daging).

3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, ana dalam masa


pertumbuhan dan kehamilan.

4. Gangguan absorbs basi : gastrektomi, tropical Sprue atau colitis kronik.

b. Infertilitas
“Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana pasangan
suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan
hubungan seksual sebanyak 2—3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun
dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun”
(Djuwantono,2008). Sedangkan Baradero, dkk (2006) menjelaskan bahwa
“Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun.”
Maka dapat disimpulkan bahwa Infertilitas berarti tidak terjadinya fertilisasi
(Pembuahan ) pada organ reproduksi wanita, yaitu tidak terjadinya proses
peleburan antara satu sel sperma dan satu sel ovum yang sudah matang.
Faktor resiko
1. Pada Wanita
a. Gangguan organ reproduksi
Gangguan ovulasi Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena
ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi
hormone FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap
ovulasi. Hambatan ini dapat terjadi karena adanya tumor cranial,
stress, dan pengguna obat-obatan yang menyebabkan terjadinya
disfungsi hiotalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi
kedua hormone ini, Maka folikel mengalami hambatan untuk
matang dan berakhir pada gangguan ovulasi.
b. Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami
kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi.
Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak
berlangsung baik. Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan
terjadilah abortus.
c. Endometriosis
Endometriosis adalah jaringan endometrium yang semestinya
berada di lapisan paling dalam rahim (lapisan endometrium) terletak
dan tumbuh di tempat lain. Endometriosis bisa terletak di lapisan
tengah dinding rahim (lapisan myometrium) yang disebut juga
adenomyosis, atau bisa juga terletak di indung telur, saluran telur,
atau bahkan dalam rongga perut. Gejala umum penyakit
endometriosis adalah nyeri yang sangat pada daerah panggul
terutama pada saat haid dan berhubungan intim, serta tentu saja
infertilitas.
d. Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka
tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing.
Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
e. Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat
kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian
tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi
kesuburan.
2. Pada Pria
Dari sisi pria, penyebab infertilitas yang paling umum terjadi adalah:
a. Bentuk dan gerakan sperma yang tidak sempurna Sperma harus
berbentuk sempurna serta dapat bergerak cepat dan akurat menuju
ke telur agar dapat terjadi pembuahan. Bila bentuk dan struktur
(morfologi) sperma tidak normal atau gerakannya (motilitas) tidak
sempurna sperma tidak dapat mencapai atau menembus sel telur.
b. Konsentrasi sperma rendah Konsentrasi sperma yang normal adalah
20 juta sperma/ml semen atau lebih. Bila 10 juta/ml atau kurang
maka menujukkan konsentrasi yang rendah (kurang subur).
Hitungan 40 juta sperma/ml atau lebih berarti sangat subur. Jarang
sekali ada pria yang sama sekali tidak memproduksi sperma.
Kurangnya konsentrasi sperma ini dapat disebabkan oleh testis yang
kepanasan (misalnya karena selalu memakai celana ketat), terlalu
sering berejakulasi (hiperseks), merokok, alkohol dan kelelahan.
c. Tidak ada semen
Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari penis menuju
vagina. Bila tidak ada semen maka sperma tidak terangkut (tidak ada
ejakulasi). Kondisi ini biasanya disebabkan penyakit atau
kecelakaan yang memengaruhi tulang belakang.
d. Varikosel (varicocele)
Varikosel adalah varises atau pelebaran pembuluh darah vena yang
berhubungan dengan testis. Sebagaimana diketahui, testis adalah
tempat produksi dan penyimpanan sperma. Varises yang disebabkan
kerusakan pada sistem katup pembuluh darah tersebut membuat
pembuluh darah melebar dan mengumpulkan darah. Akibatnya,
fungsi testis memproduksi dan menyalurkan sperma terganggu.
e. Testis tidak turun
Testis gagal turun adalah kelainan bawaan sejak lahir, terjadi saat
salah satu atau kedua buah pelir tetap berada di perut dan tidak turun
ke kantong skrotum. Karena suhu yang lebih tinggi dibandingkan
suhu pada skrotum, produksi sperma mungkin terganggu.
f. Kekurangan hormon testosteron
Kekurangan hormon ini dapat memengaruhi kemampuan testis
dalam memproduksi sperma.
g. Kelainan genetic
Dalam kelainan genetik yang disebut sindroma Klinefelter, seorang
pria memiliki dua.
h. Infeksi Infeksi dapat memengaruhi motilitas sperma untuk
sementara. Penyakit menular seksual seperti klamidia dan gonore
sering menyebabkan infertilitas karena menyebabkan skar yang
memblokir jalannya sperma.
i. Masalah seksual
Masalah seksual dapat menyebabkan infertilitas, misalnya disfungsi
ereksi, ejakulasi prematur, sakit saat berhubungan (disparunia).
Demikian juga dengan penggunaan minyak atau pelumas tertentu
yang bersifat toksik terhadap sperma.
j. Ejakulasi balik
Hal ini terjadi ketika semen yang dikeluarkan justru berbalik masuk
ke kantung kemih, bukannya keluar melalui penis saat terjadi
ejakulasi. Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkannya, di
antaranya adalah diabetes, pembedahan di kemih, prostat atau uretra,
dan pengaruh obatobatan tertentu.
k. Sumbatan di epididimis/saluran ejakulasi
Beberapa pria terlahir dengan sumbatan di daerah testis yang berisi
sperma (epididimis) atau saluran ejakulasi. Beberapa pria tidak
memiliki pembuluh yang membawa sperma dari testis ke lubang
penis.
l. Lubang kencing yang salah tempat (hipoepispadia)
Kelainan bawaan ini terjadi saat lubang kencing berada di bagian
bawah penis. Bila tidak dioperasi maka sperma dapat kesulitan
mencapai serviks.
m. Antibodi pembunuh sperma
Antibodi yang membunuh atau melemahkan sperma biasanya terjadi
setelah pria menjalani vasektomi. Keberadaan antibodi ini
menyulitkannya mendapatkan anak kembali saat vasektomi dicabut.
n. Pencemaran lingkungan
Paparan polusi lingkungan dapat mengurangi jumlah sperma
dengan efek langsung pada fungsi testis dan sistem hormon.
Beberapa bahan kimia yang mempengaruhi produksi sperma antara
lain: radikal bebas, pestisida (DDT, aldrin, dieldrin, PCPs, dioxin,
furan, dll), bahan kimia plastik, hidrokarbon (etilbenzena, benzena,
toluena, dan xilena), dan logam berat seperti timbal, kadmium atau
arsenik. o. Kanker Testis Kanker testis berpengaruh langsung
terhadap kemampuan testis memproduksi dan menyimpan sperma.
Penyakit ini paling sering terjadi pada pria usia 18 – 32 tahun.
Penangganan infertil dari segi Medis dan Komplementer. Medis
melalui obat-obatan sampai dengan operasi. Komplementer bisa dengan doa,
Yoga, meditasi dan Relaksasi (hipnoterapi).

c. Keputihan
Menurut Kusmiran (2011), keputihan (flur albus) adalah keluarnya
cairan selain darah dari liang vagina baik berbau ataupun tidak dan
disertai rasa gatal di daerah kewanitaan.

Penyebab keputihan
Menurut Manan (2011) penyebab keputihan patologis yaitu sering
menggunakan kloset di toilet umum yang kotor, terutama kloset duduk,
membilas vagina dari arah yang salah atau dari anus kearah depan, sering
bertukar celana dalam/ handuk dengan orang lain, kurang menjaga
kebersihan vagina, tidak segera mengganti pembalut saat menstruasi,
lingkungan sanitasi yang kotor, sering mandi berendam dengan air hangat
dan panas (jamur yang menyebabkan leukorea lebih mungkin tumbuh di
kondisi hangat) dan terdapat tiga infeksi umum yang berhubungan dengan
keputihan yaitu vaginosis bakteri (BV), trikomoniasis dan kandidiasis
(Sherrard, Donders &White, 2011).

Dampak keputihan
Keputihan akan menimbulkan kuman yang dapat menimbulkan
infeksi pada daerah yang dilalui mulai dari muara kandung kemih, bibir
kemaluan sampai uterus dan saluran indung telur sehingga menimbulkan
penyakit radang panggul dan dapat menyebabkan infertilitas (Bahari,
2012). Akibat yang sering ditimbulkan karena keputihan adalah infeksi.
Menurut Aulia (2012), macam-macam infeksi alat genital, antara lain :
1) Vulvitis sebagian besar dengan gejala keputihan dan tanda infeksi
lokal. Penyebab secara umum jamur vaginitis.
2) Vaginitis merupakan infeksi pada vagina yang disebabkan oleh
berbagai bakteri parasite atau jamur. Infeksi ini sebagian besar
terjadi karena hubungan seksual. Tipe vaginitis yang sering dijumpai
adalah vaginitis karena jamur.
3) Serviksitis merupakan infeksi dari servik uteri. Infeksi servik sering
terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan
infeksi karena hubungan seksual. Keluhan yang dirasakan terdapat
keputihan, mungkin terjadi kontak berdarah (saat berhubungan
seksual terjadi perdarahan).
4) Penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Discase)
merupakan infeksi alat genetal bagian atas wanita, terjadi akibat
hubungan seksual. Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun
atau akhirnya menimbulkan berbagai penyulit yang berakhir
dengan terjadinya perlekatan sehingga dapat menyebabkan
kemandulan.
5) Tanda-tandanya yaitu nyeri menusuk - nusuk, mengeluarkan
keputihan bercampur darah, suhu tubuh meningkat dan nadi
meningkat, pernafasan bertambah,dan tekanan darah dalam batas
normal
DAFTAR PUSTAKA
Aulia.(2012). Serangan Penyakit-penyakit Khas Wanita Paling Sering Terjadi. Yogyakarta:
Buku Biru.
Az-Zahrani, M. 2005. “Konseling Terapi”. Jakarta : Penerbit Gema Insani.
Bahari, H.(2012). Cara Mudah Atasi Keputihan. Yogyakarta: Buku Biru.
Hadibroto, Iwan, dan Syamsir Alam. 2006. “Seluk Beluk Pengobatan Alternatif dan
Komplementer”. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Hanifah, Winkjosastro. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo.
Heinrich et al. 2009. “Farmakognosi dan Fitoterapi”. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Kusmiran, Eny. 2011. Reproduksi Remaja dan Wanita.Jakarta:Salemba Medika..
Reeder, dkk. (2012). Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
M, Manan, EL. (2011). Miss V. Yogyakarta: Buku Biru

Anda mungkin juga menyukai