Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KMB

PROGRAM PROFESI NERS

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS POST OP


AMPUTASI
Dosen Pembimbing : Ns. Kusniawati,M.Kep

Disusun oleh
Muhammad fuad
NIM : P27905121025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES BANTEN
TAHUN AKADEMIK 2021 / 2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai

dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang relative kekurangan insulin.

Diabetes mellitus yang utama diklasifikasikan menjadi diabetes mellitus tipe

1 Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), dan Non Insulin Dependent

Diabetes Mellitus tipe 2 (NIDDM). Diabetes mellitus merupakan suatu

penyakit menahun yang ditandai kadar glukosa darah melebihi normal dan

gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh

kekurangan hormon secara absolute maupun relative (Hidayah, 2010).

World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030

penderita diabetes melitus di Indonesia sebanyak 21,3 juta jiwa. Kondisi ini

membuat Indonesia menduduki peringkat keempat setelah Amerika Serikat,

China, dan India. Terdapat 347 juta jiwa di dunia menderita diabetes melitus,

pada tahun 2012 diperkirakan 1,5 juta jiwa meninggal dunia disebabkan oleh

diabetes melitus dan kurang lebih 80% dari kematian tersebut terjadi pada

negara yang berpenghasilan menengah ke bawah atau negara yang

berkembang (WHO, 2014).

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi diabetes mellitus di

Indonesia sebesar 2,1%. Pada tahun 2013 di Jawa Barat terdapat 15

kabupaten kota dengan angka kejadian diabetes melitus melebihi angka

kejadian biasanya yaitu sebesar 2,0%. Prevalensi diabetes mellitus pada


perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laik-laki (Dinkes Provinsi Jawa

Barat, 2013).

Menurut American Diabetes Association (ADA) Diabetes Melitus

merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan medis

berkelanjutan pada pasien sehingga dibutuhkan pengelolaan diri, pendidikan

dan dukungan untuk mencegah komplikasi akut dan kronik untuk mengurangi

risiko komplikasi jangka panjang (ADA, 2012) . Salah satu bentuk

komplikasi kronik yang umum dijumpai pada penyandang diabetes melitus

adalah ulkus diabetikum (Prompers et al, 2008). Diperkirakan insidensi ulkus

diabetikum pada penderita diabetes dilaporkan sekitar 1-4% dan akan berisiko

dilakukan amputasi (ujung kaki, kaki, atau tungkai) pada pasien tersebut

sebesar 10-30 kali lipat (Bilous & Donelly, 2014). Penderita ulkus diabetik

yang mengalami amputasi akan mengalami depresi, hilangnya kontak sosial,

terganggunya aktivitas seksual dan terbatasnya kegiatan sehari-hari (Pinzur,

2009).

Masalah keperawatan yang biasa muncul pada klien diabetes

melitus post operasi amputasi menurut Ekaputra adalah nyeri akut, resiko

infeksi, dan kurang pengetahuan pada perawatan luka di rumah. Dari masala
yang muncul resiko infeksi merupakan masalah yang paling sering

didapatkan pada klien diabetes melitus post op amputasi. Penyakit diabetes

mengakibatkan kelambatan penyembuhan pada luka, yang disebabkan oleh

infeksi sebagai akibat dari tingginya glukosa, sehingga mendorong proliferasi

bakteri dan pada penderita diabetes melitus sering dijumpai penurunan sistem

imun (Ekaputra, 2013).

Selain itu, tidak sesuainya penanganan luka pada ulkus diabetikum

juga dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka yang terjadi (Ekaputra,

2013). Untuk penyembuhan luka sangat bergantung pada perawatan luka

yang diberikan, dimana teknik perawatan luka yang tepat dapat membantu

proses penyembuhan luka lebih cepat, dan penanganan luka secara efektif

dapat mencegah terjadinya infeksi (Ismail & Irawaty, 2009).

Resiko infeksi yang dialami pasien DM harus ditangani sebelum

menjadi infeksi. Strategi penanganan infeksi dapat dilakukan pendekatan

farmakologi maupun non-farmakologi. Penanganan resiko infeksi

farmakologi menggunakan terapi antibiotik, dan penanganan resiko infeksi

non-farmakologi untuk menghindari infeksi adalah perawatan luka yang

dapat dilakukan secara mandiri oleh perawat. Teknik moist wound healing

merupakan salah satu dari teknik penanganan luka sehingga manfaat dari

teknik ini pada umumnya lebih dapat mempercepat proses granulasi.

Teknik moist wound healing merupakan teknik penangganan luka

dengan cara menjaga keadaan luka agar tetap lembab sehingga dapat

menfasilitasi pergerakan sel pada luka, serta dapat mempercepat proses


granulasi sebesar 40% dari pada luka dengan keadaan kering (Koutoukidis &

Lawrence, 2009). Teknik moist wound healing ini menunjukkan bahwa

eksudat luka dapat memberikan bahan – bahan yang dibutuhkan dalam proses

penyembuhan, seperti enzim, growth factors, dan faktor kemotaktik dimana

dapat mengendalikan infeksi, serta dapat menyediakan lingkungan yang

terbaik dalam proses penyembuhan (Hendrickson, 2005). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa 100% responden dengan ulkus diabetikum, lukanya

mengalami regenerasi setelah dilakukan perawatan luka dengan teknik moist

wound healing selama 7 hari. Dimana saat dilakukan observasi dengan

membandingkan pengkajian penyembuhan ulkus, serta kadar gula yang

mendekati normal dapat menurunkan skor penyembuhan ulkus semakin

besar.

Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh “Lutfi Wahyuni” dengan judul

“Effect Moist Wound Healing Technique Toward Diabetes Mellitus Patients

With Ulkus Diabetikum in Dhoho Room RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojosari

tahun 2017” menyatakan bahwa perawatan luka menggunakan teknik moist

wound healing untuk penyembuhan luka klien dengan masalah keperawatan

resiko infeksi diberikan dengan cara teknik tersebut adalah efektif.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka diangkat rumusan

masalah. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien Post Op Amputasi

Ulkus Diabetikum di RSUD Ciamis.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memperoleh pengalaman dan mampu melaksanakan secara langsung dan

komperehensif, terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia, khususnya

dengan Asuhan Keperawatan pada Klien Post Op Amputasi Ulkus

Diabetikum dengan di RSUD Ciamis.

2. Tujuan Khusus

Penulis dapat melakukan asuhan keperawatan yang meliputi:

a) Melakukan pengkajian pada klien Asuhan Keperawatan pada Klien

Post Op Amputasi Ulkus Diabetikum di RSUD Ciamis.

b) Menetapkan diagnosis Asuhan Keperawatan pada Klien Post Op

Amputasi Ulkus Diabetikum di RSUD Ciamis berdasarkan perioritas

masalah.

c) Merencanakan tindakan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Post Op Amputasi Ulkus Diabetikum di RSUD.

d) Melalukan implementasi Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Post Op Amputasi Ulkus Diabetikum di RSUD.

e) Mengevaluasi hasil Asuhan Keperawatan pada Klien Post Op

Amputasi Ulkus Diabetikum di RSUD Ciamis.

f) Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Klien Post Op

Amputasi Ulkus Diabetikum di RSUD Ciamis.


D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dan informasi di bidang penyakit bedah Asuhan Keperawatan pada Klien

Post Op Amputasi Ulkus Diabetikum di RSUD Ciamis.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS


a. Pengertian

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang


ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan
Bare,2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau
gangguan metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA,2017)
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas
tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien
menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur
kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah
efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat
terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada
pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011) Diabetes
Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan glukosa
darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya oleh hormon insulin
yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2010)
b. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Prankreas

Menurut Gonzaga.B (2010), prankreas terletak melintang dibagian


atas abdomen dibelakang glaster didalam ruang retroperitonial. Disebelah
kiri ekor prankreas mencapai hiluslinpa diarah kronio dorsal dan bagian kiri
atas kaput prankreas dihubungkan dengan corpus oleh leher prankreas yaitu
bagian prankreas yang lebar biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena
mesentrika superior berada dibagian kiri prankreas ini disebut processus
unsinatis prankreas.
Menurut Gonzaga Prankreas terdiri dari 2 jaringan utama yaitu: a.
Asinus yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum. b. Pulau
langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau langerhans manusia
mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta yang satu
sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta
mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta
mengekresi somatostatin.
c. Fisiologi Prankreas

Menurut Gongzaga 2010, Prankreas disebut sebagai organ rangkap,


mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai kelenjer eksokrin dan kelenjer endokrin.
Fungsi eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat
menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat, sedangkan endokrin
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan
penting pada metabolisme karbohidrat. Kelenjer prankreas dalam mengatur
metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon hormon yang
disekresikan oleh sel-sel di pulau langerhans. Hormon ini dapat
diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah
yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu
glukagon.
Menururt Gonzaga (2010) ,Prankreas dibagi menurut bentuk nya :
a) Kepala (kaput) merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah
kanan umbilical dalam lekukan duodenum.
b) Badan (korpus) merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah
lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.
c) Ekor (kauda) adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya
menyentuh lympa
d. Hormon Insulin

Insulin terdiri dari dua rantai asam amino satu sama lain
dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah
dan asam amino yang memegang peran penting. Perangsang adalah glukosa
darah. Kadar glukosa darah 80-90 mg/ml. (Gongzaga 2010) Efek utama
insulin terhadap metabolisme karbohidrat :
a) Manambah kecepatan metabolisme glukosa
b) Mengurangi kosentrasi gula darah
c) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan
e. Glukagon

Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel sel alfa
pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi berlawanan dengan insulin
fungsi terpenting adalah meningkatkan kosentrasi glukosa dalam darah.
(Biologi Gongzaga 2010) Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa
darah:
a) Pemecahan glikagon (glikogenolisis)
b) Peningkatan glikogen (glikogenesis)

Menurut Smelzer 2015, Diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya


sebagian kecil dari sel sel beta dari pulau pulau 25 langerhans pada
prankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya kekurangan
insulin.

f. Etiologi

Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan


kedalam 2 kategori klinis yaitu:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
1. Genetik Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1
namun mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan
genetik kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini
ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses imunnya.
(Smeltzer 2015 dan bare,2015)
2. Imunologi Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon
autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer 2015 dan
bare,2015)
3. Lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun
yang menimbulkan destruksi selbeta. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)

b. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)


Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II
masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga

g. Manifestasi Klinis Menurut PERKENI (2015)

Penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan


dan tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa
seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari
efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam
darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing
manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung
atau dikerubuti semut. 27 Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM
dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
1) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang
ditunjukan meliputi:
a) Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam
sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun
sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha
meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga
timbulah perasaan selalu ingin makan.
b) Sering merasa haus(polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau
dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga orang
ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis akan sangat
merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
c) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan keluar
bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung
gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam
urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun sering.Jika
tidak diobati maka 28 akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing,
nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-
10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas diobati,
akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015) .
2) Gejala kronik penyekit DM Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita
DM (PERKENI, 2015) adalah:
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c. Rasa tebal dikulit
d. Kram
e. Mudah mengantuk
f. Mata kabur
g. Biasanya sering ganti kaca mata
h. Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j. Kemampuan seksual menurun
k. Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg
h. Patofisiologi & WOC

Menurut Smeltzer, Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat


ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun.Hiperglikemi puasa 29 terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap
berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika kosentrasi
glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urine(glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan
kedalam urine,ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dal
berkemih(poliurea),dan rasa haus (polidipsi). (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori.
Gejala lainya kelelahan dan kelemahan . dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis(pemecahan glikosa yang tersimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan
subtansi lain). Namun pada penderita difisiensi insulin,proses ini akan
terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
smping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis
yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri
abdomen mual, muntah, hiperventilasi 30 ,mafas berbaun aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran,koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
(Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
i. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
adalah :
1) Pemeriksaan darah Tabel
Kadar Glukosa Darah No Pemeriksaan Normal 1 2 3 Glukosa darah
sewaktu Glukosa darah puasa Glukosa darah 2 jam setelah makan
>200 mg/dl >140 mg/dl >200 mg/dl (Menurut WHO (World Health
Organization) ,2015)
2) Pemeriksaan fungsi tiroid peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
3) Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4) Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
j. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan Menurut PERKENI 2015 komponen
dalam penatalaksan DM yaitu:
 Diet Syarat diet hendaknya dapat:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati
diabetic
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita
 Prinsip diet DM,adalah:
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat

 Jenis: boleh dimakan/ tidak Dalam melaksanakan diet


diabetes sehari hari hendaknya diikuti pedoman 3 J yaitu:
a. Jumlah kalori yang diberikan harus habis,jangan
dikurangi atau ditambah
b. Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
c. Jenis makanan yang manis harus dihindari Penentuan
jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi
penderita,penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung
percentage of relative body weight( BPR=berat badan
normal) dengan rumus: BPR= BB(kg) X 100% TB(cm)
-100 Keterangan: Kurus (underweight) :BPR110% 35 4)
Obesitas apabila :BPR> 120% a) Obesitas ringan :BPR
120% -130% Obesitas sedang :BPR 130% - 140% c)
Obesitas berat :BPR 140 – 200% d) Morbid :BPR >
200% b. Olahraga Beberapa kegunaan olahraga teratur
setiap hari bagi penderita DM adalah:
2. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap
11/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah
jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin
dengan reseptornya.
3. Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
4. Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
5. Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
6. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka
olahraga akan dirangsang pembentukan glikogen baru
7. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
1. Edukasi/penyuluhan Harus rajin mencari banyak informasi mengenai
diabetes dan pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya
pada dokter, mencari artikel mengenai diabetes
2. Pemberian obat-obatan Pemberian obat obatan dilakukan apabila
pengcegahan dengan cara (edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum
berhasil, bearti harus diberikan obat obatan.
3. Pemantauan gula darah Pemantauan gula darah harus dilakukan secara
rutin ,bertujuan untuk mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika
dengan melakukan lima pilar diatas mencapai target,tidak akan terjadi
komplikasi.
a) Melakukan perawatan luka

Pengertian Melakukan tindakan perawatan menganti balutan,


membersihkan luka pada luka kotor
k. Penatalaksanaan Medis
 Terapi dengan Insulin

Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda


dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk
terapi kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik.
Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan
diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan 39 pengobatan insulin
pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi
dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi
masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk
menentukan dosis insulin yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum suntik
insulin premixed atau predrawn yang dapat digunakan dalam terapi insulin. 16
Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga diperlukan penyesuaian dosis
pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi penyuntikannya
ditentukan secara individual. Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan
insulin kerja sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja singkat
untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi
pasien untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis
insulin regular (R) dan insulin kerja sedang ,Idealnya insulin digunakan sesuai
dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan
basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun
demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan
kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis.
 Obat Antidiabetik Oral

1. Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua yaitu
glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non ionic-binding
dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko
hiponatremi dan hipoglikemia 40 lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis
rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18
metabolit gliburid bersifat aktif. Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja
metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih sesuai
digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera ini selain
merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga memiliki
tambahan efek ekstrapankreatik.
2. Golongan Biguanid Metformi
Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika digunakan tanpa
obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien lanjut usia karena
dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus
memeriksakan kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan
karena massa otot yang rendah pada orangtua.
3. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu enzim
pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat
kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan
peningkatan glukosa postprandial.Walaupun kurang efektif dibandingkan
golongan obat yang lain, obat tersebut dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut
usia yang mengalami diabetes 19 ringan. Efek samping gastrointestinal dapat
membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit.
Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi
masalah klinis.

4. Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat
meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor.
Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak
menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien dengan gagal
jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .
l. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi menjadi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Smeltzel dan Bare, 2015; PERKENI , 2015)
• Komplikasi Akut
• Nadi perifer menurun atau tidak teraba
• Akral teraba dingin
• Warna kulit pucat

B. KONSEP DASAR AMPUTASI
1. PENGERTIAN

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih


diartikan “pancung”. Bararah dan Jauhar (2012) menyatakan bahwa “amputasi
adapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam
kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas
sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau
manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara
utuh atau merusak organtubuh yang lain seperti timbulnya komplikasi infeks”.

Adapun pengertian amputasi menurut LeMone (2011) Amputasi adalah


pemotongan sebagian atau seluruh dari anggota ekstremitas. Amputasi merupakan
tidakan dari proses yang akut, seperti kejadian kecelakaan atau kondisi yang
kronik, misalnya penyakit pembuluh perifer, diabetes mellitus

Hal yang sama diungkapkan juga oleh Lukman dan Ningsih(2009), amputasi
adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh/gerak
yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran  darah, osteomeilitis,
dan kanker tulang melalui proses pembedahan.

2. KLASIFIKASI

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi:

a. Amputasi selektif/terencana

Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan


mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.

Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir

b. Amputasi akibat trauma

Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak


direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti
pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit
yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
a. Amputasi terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.
b. Amputasi tertutup 
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan
dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga
kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan
persiapan untuk penggunaan protese. Berdasarkan pada gambaran
prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat
memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai
dengan kompetensinya.

3. ETIOLOGI
Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi dapat dilakukan pada
kondisi :

a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.


b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkindiperbaiki.
c. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya.
e.  Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi
secara konservatif.
f. Deformitas organ.

4. PATOFISIOLOGI
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari
amputasi anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit
pembuluh darah perifer adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita
neuropati perifer terutama klien dengan diabetes melitus mempunyai resiko untuk
amputasi. Pada neuropati perifer biasanya kehilangan sensor untuk merasakan
adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat infeksi dapat menyebabkan
terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.
Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya
amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau
kecelakaan penggunaan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada
orang dewasa namun presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan
muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut
maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya terputus
sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi
jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses
penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein
pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya
cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena
terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri
mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan sirkulasi
selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi
(LeMone, 2011).
Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya
amputasi diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt
tidak mungkin dapat diperbaiki, kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin
diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang
berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya, ada tumor pada
organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas organ (Bararah
dan Jauhar, 2013).
Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi
selektif/terencana diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapat penangan yang terus menerus, biasanya dilakukan
sebagai salah satu tindakan terakhir, sedangkan amputasi akibat trauma tidak
direncanakan. Amputasi darurat merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang
cepat, seperti pada trauma multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan
protesis).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor
dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi
disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif
dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan
beban berat badan penuh. Amputasi dibawah lutut lebih disukai dibanding
amputasi diatas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan energi untutk
berjalan. Dengan mempertahankan lutut bagi lansia antara ia bisa berjalan dengan
alat bantu dan atau bisa duduk di kursi roda. Diartikulasi sendi lutut paling
berhasil pada klien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang
tepat sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan
disupervisi pinggul dapat dicegah untuk potensi supervise maksimal. Bila
dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul kebanyakan orang akan
tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang
fungsional maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal
(Bararah dan Jauhar, 2013).
Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi
amputasi. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan
dapat menjadi massif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan
perdaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi
serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi penggunaan prosthesis .
 
Pathway Nersing

Trauma/injuri (infeksi,DM,hipertensi) Prolifera sel abnormal

Kerusakan pembulu
(fraktur multiple,
kapiler Tumor maligna
combustion,dsb

Penurunan suplai O2 dan


Kerusakan jaringan/ nutrisi ke jaringan
Tumor ganas di
ekstermitas yang tidak
ekstermitas
mungkin
(atas/bawah)
diperbaiki/disembuhkan iskemik

nefrosis

Terbentuknya
gangran

Amputasi bedah

Post operasi Tindakan Luka operasi Kehilangan Kehilangan salah


operasi/bedah anggota tubuh satu anggota
tubuh/ekstermitas
Proses Terputusnya
Resiko tinggi
penyembuhan kontinuitas kecacata
infeksi
jaringan n
Kesulitan utk
melakukan aktivitas
Timbulnya sehari hari/mobilisasi
Keb.imobilitas
Nyeri akut rasa malu,
fisik
depresi,stres
Gangguan
Tirah baring mobilitas fisik
yg lama Gangguan
body image

Kerusakan
integritas kulit
5. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada pasien dengan post operasi
amputasi antara lain :
a. Nyeri akut
b. Keterbatasan fisik
c. Pantom syndrome
d. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidaknyaman
e. Adanya gangguan citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien
cenderung berdiamdiri
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto Rontgen
Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
b. CT Scan
Mengidentifikasilesineopalstik,osteomfelitis,pembentukan hematoma
c.  Angiografi dan pemeriksaan aliran darah
Mengevaluasi perubahan sirkulasi / perfusi jaringan dan membantu
memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah amputasi
d. Kultur luka
Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
e. Biopsy
Mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
f.  Led
Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
g. Hitung darah lengkap / deferensial
Peninggian dan perpindahan ke kiri di duga proses infeksi

7. KOMPLIKASI

Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Karena


ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi
merupakan infeksi pada semuapembedahan;

dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi


traumatika, resiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi
akibat prostesis dapat menyebabkan kerusakan kulit.

8. PENATALAKSANAAN

a. Terapi

- Antibiotik

- Analgetik

- Antipiretik (bila diperlukan)

b.  Medis

- Balutan rigid tertutup

- Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga


jaringan lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur.

-  Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila perlu


diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung)sesuai kebutuhan.

c. Amputasi bertahap

Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi.

d.  Protesi

Protesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah,


sehingga latihan segera dapat dimulai, keuntungan menggunakan
prosthesis sementara yaitu membiasakan klien menggunakan protesis
sedini mungkin
 
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

Menurut Bararah Da Jauhar (2013), hal-hal yang perlu dikaji pada klien
dengan post amputasi yaitu :
Pada masa post  operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-
tanda vital, karena pada amputasi khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas
lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. yang perlu diperhatikan selain
tanda-tanda vital klien adalah, daerah luka, adanya nyeri, dan kondisi yang
menimbulkan depresi. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama
klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas,
mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang
hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara
khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan
balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. selang drainase benar-benar
tertutup. kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah. awal masa
postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum
yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya
yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. berikutnya
fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk
membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.
tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul
pada klien seperti nyeri panthom limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri
terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat
menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah
merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang.
dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan
menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benaradanya.
 
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post operasi amputasi

1. Nyeri akut

2. Resiko Infeksi

3. Gangguan mobiltas fisik


 
3. RENCANA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut
Karakteristik penentu:
- Menyatakannyeri,ekspresiwajah menunjukkan kesakitan, merintih/meringis
Tujuan : 
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri menurun
Kriteria hasil :
Kontrol nyeri (L.08063)
- Keluhan nyeri menurun (5)
- Kemampuan menggunakan teknik non farmakologis meningkat (5)

Intervensi :
Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi:
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Terapeutik:
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab dan periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian analgetik
Edukasi teknik nafas dalam (I.12452)
Observasi:
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik:
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan manfaat teknik nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam
2) Resiko infeksi
Karakteristik penentu :
- Terdapat banyak esksuda dan serosa
- Leukosit 27.33 (10^3/uL)
- Tampak edema, terdapat (luka terbuka), ukuran 10x3 cm
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat
infeksi menurun
Kriteria Hasil:
Tingkat Nyeri (L.14137)
- Tingkat nyeri menurun (5)
- Cairan berbau busuk menurun (5)
- Kadar leukosit sel darah putih membaik (5)
Intervensi :
1. Validasi masalah yang dialami klien.
Rasional : Meninjau perkembangan klien.

2.  Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung.


Rasional :
Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh.
3.  Berikan dukungan moral.
Rasional : Meningkatkan status mental.
4. Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.
Rasional : Meningkatkan status mental.
3) Gangguan Mobilitas Fisik
Karakteristik penentu :

- Klien mengatakan nyeri pada kakinya yang luka


- Klien mengatakan sulit melakukan mobilitas fisik

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


mobilitas fisik meningkat

Kriteria Hasil:
Mobilitas fisik (L.05042)
- Pergerakan ekstremitas (5)
- Kekuatan otot (5)
- Rentang gerak (ROM) (5)

Intervensi : TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF (I.05187)


Observasi:
- Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman

Terapeutik:

- Berikan posisi bersandar pada kursi atau posiis lainnya yang nyaman
- Atur lingkungan agar tidak ada gangguan saat terapi

Edukasi:
- Anjurkan menegakkan otot kaki selama tidak lebih dari 5 detik unutuk
menghindari kram
- Anjurkan bernafas dalam dan perlahan
LAPORAN PRAKTIK KLINIK KMB
PROGRAM PROFESI NERS

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS POST OP


AMPUTASI
Dosen Pembimbing : Ns. Kusniawati,M.Kep

Disusun oleh
Muhammad fuad
NIM : P27905121025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES BANTEN
TAHUN AKADEMIK 2021 / 2022
PART 1
SKENARIO KASUS

Seorang laki-laki berusia 60 tahun masuk IGD dengan keluhan nyeri Luka pada bagian
pedis sinistra. Pasien mengalami ulkus pada daerah pedis sinistra sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus 20 tahun yang lalu dan biasa mendapatkan insulin.
Setelah mendapat penanganan awal di IGD, pasien selanjutnya dirawat di Ruang Penyakit
Dalam. Saat dilakukan pengkajian diperoleh pasien telah melakukan prosedur operasi pada
bagian pedis sinistra dengan GDS 150 gr/dl. TTV TD 110/70, HR 80x/menit, RR 20x/menit,
Suhu 36,50 C. pada luka amputasi ukuran luka 10x3 cm, tidak terdapat eksudat dan serosa,
jaringan nekrotik sedikit, jaringan granulasi tidak ada, tepian luka epithelium melekat,
kolonisasi ringan, dan luka tidak berbau.
PART II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas pasien
Nama :Tn.Z
No. Mr :522291
Umur :60 Th
Ruangan Rawat :Ambunsur Lantai 3
Agama :Islam
Tanggal Masuk :31- 08-2021
Jenis Kelamin :Laki laki
Tanggal Pengkajian : 31-08-2021
Status :Kawin
Pekerjaan :swasta
Pendidikan :SMA
Alamat :Jl. Hamka no.4 Tarok Dipo Guguak Panjang
Bukitinggi
Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Umur : 52 Th
Hub. Keluarga : Istri
Pekerjaan : IRT
2. Alasan Masuk
Klien diantar keluarga ke Rumah Sakit pada tanggal 31 Agustus 2021 dengan
keluhan nyeri pada luka pada pedis sinistra
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Saat dilakukan pengkajian diperoleh pasien telah melakukan prosedur operasi


pada bagian pedis sinistra dengan GDS 150 gr/dl. TTV TD 110/70, HR
80x/menit, RR 20x/menit, Suhu 36,50 C. pada luka amputasi ukuran luka 10x3
cm, tidak terdapat eksudat dan serosa, jaringan nekrotik sedikit, jaringan
granulasi tidak ada, tepian luka epithelium melekat, kolonisasi ringan, dan
luka tidak berbau.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien menderita penyakit Diabetes selama 20 tahun yang lalu ,pasien pernah
dirawat dirumah sakit.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dan keluarganya mengatakan ada anggota keluarganya yang
menderita penyakit Diabetes, yaitu ibu klien

d. Genogram

Genogram

Keterangan:

laki laki

Perempuan
Klien

Meninggal

: serumah

4. Pemeriksaan Fisik
 Tingkat Kesadaran : Compos mentis
 GCS : 15 (E=4 ,V=5, M=6)
 BB/TB : 57 Kg/ 160 Cm
 Keadaan Umum : Baik
 Tanda tanda Vital : TD = 110/70 mmHg
Nadi = 80 x/m
P = 20 x/m
Suhu= 36,6 C
Mata
Simetris kiri dan kanan, congjungtiva
Kepala
Bentuk kepala bulat, rambut tidak anemis,sklera tidak ikterik, tidak
hitam , tidak terdapat benjolan,
ada menggunakan alat bantu
rambut bersih, tidak ada
ketombe. penglihatan ( Kaca mata), reflek pupil
isokor, reflek cahaya (+/+), Ukuran
pupil 2 ml.

Telinga
Simetris kiri dan kanan,
tidak ada pendarahan,
tidak ada serumen,
telinga bersih, cairan
Hidung pada telinga tidak
Simetris kiri dan kanan, ada benjolan di ada,pendengaran klien
hidung, pasien tidak terpasang O2, masih baik
penciman normal

Genetalia
Genetalia tidak dikaji, pasien tidak
terpasang kateter

Leher r
Simetris kiri dan kanan, Vena jugularis
tidak teraba, dan tidak ada pembengkan
kelenjar tiroid, dan tidak ada terdapat lesi
Abdomen
I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada
bekas operasi, warna kulit sama,
tidak ada terdapat lesi
Mulut dan gigi A: bising usus 12x/m di kuadran ke 3
Keadaane mulut bersih, mukosa bibir kanan bawah abdomen
lembab, gigi klien kelihatan bersih , tidak
ada kelainan pada bibir seperti bibir P: tidak ada nyeri tekan pada
sumbing, tidak ada sianosis abdomen

Thorax
Punggung 1) Paru- paru
Tidak teraba bengkak, simetris kiri I : simetris kiri dan kanan pergerakan dinding
dan kanan, dan tidak ada lesi pada dada
punggung, dan juga tidak ada P : tidak teraba nyeri tekan , tidak ada
dukubitus pada punggung. pembengkakan
P : Terdengar bunyi sonor disemua lapang paru
Ekstremitas
A : Tidak ada suara nafas tambahan/ vesikuler
Bagian Atas : Tangan sebelah kiri
2) Jantung
terpasang infus Nacl 20 tts, tidak ada
I : dada simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas
edema, keadaan selang infus bersih.
luka, tidak ada pembesaran pada jantung.
Bagian Bawah : simetris kanan dan,
P: tidak ada pembengkakan/benjolan tidak ada
Kaki kiri terdapat luka post op amputasi
nyeri tekan.
pada pergelangan kaki.
P: Bunyi suara jantung redup
kekuatan otot A: bunyi jantung I (lup) dan bunyi jantung II
5555 5555
5555 1111 (dup), tidak ada bunyi tambahan, Teratur dan
tidak ada bunyi tambahan seperti mur-mur dan
gallop.
Integumen
Kulit tampak kotor, kulit pasien sawo matang,
turgor kulit kering,
5. Data Biologis

No Aktifitas Sehat Sakit


1 Makan dan minumanNutrisi
a. Makanan
1. Menu Nasi dan sayur Diet :ML
2. Porsi Habis 1 piring Habis ¼
3. Pantangan Tidak ada porsi
Tidak ada
b. Minuman
1. Jumlah 7-8 gelas
2. Pantangan Tidak ada 9-10 gelas
Tidak ada
2 Eliminasi
a. BAB
1. Frekuensi 1x dalam sehari 3x seminggu
2. Warna Kuning Kuning
3. Bau Khas Khas Lembab
4. Konsistensi Lembab ada
5. Kesulitan Tidak ada
b. BAK
1. Frekuensi 5-6 x sehari 7-8x sehari kuning
2. Warna Kuning Pesing
3. Bau Pesing Cair
4. Konsistensi Cair Tidak ada
5. Kesulitan Tidak ada
3. Istirahat dan tidur
a. waktu tidur malam siang malam 6
b. lama tidur 8 jam jam,
c. hal yang Tidak ada Tidak ada
mempermudah Tidak ada Ada, karna
tidur nyeri
d. kesulitan tidur

4 Personal hygine
a. mandi 2x sehari 1 x 2 sehari
b. cuci rambut 1 x sehari Tidak ada
c. gosok gigi 2 kali sehari 1 x 2 sehari
d. potong kuku 1 x seminggu 1x seminggu
6. Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak ada alergi obat, dan makanan
7. Data Psikologis
a. Cara menjawab
Klien menjawab pertanyaan dari orang lain selalu jelas
b. Cara memberi informasi
Klien selalu memberi informasi dengan jelas dan mudah dipahami orang lain
c. Emosi
Klien mudah emosi saat ada masalah baik kekeluarga maupun orang lain
d. Persepsi penyakit
Klien pasrah dengan penyakitnya dan mencoba tetap semangat,
kadang timbul perasaan sedih karena tidak bisa melakukan apa apa lagi
,terutama berkumpul dengan keluarga karena sedang menjalin perawatan dirs
e. Adaptasi
Sejak sakit klien kurang bergaul dengan orang sekitarnya.
f. Mekanisme pertahanan diri
Klien tampak semangat walaupun dalam keadaan sakit
8. Data Spiritual
Klien yakin terhadap tuhan dan percaya penyakit ini adalah ujian dari yang maha
kuasa, klien yakin dengan agamanya, klien sebelum sakit sholat 5 waktu sehari
semalam, selama klien dirawat klien tidak pernah melakukan sholat 5x sehari dan
tidak pernah berdzikir, tetapi selama dirawat di Rs klien tidak mampu untuk sholat
dan berdzikir
9. Data Penunjang

Laboratorium

PARAMETER NILAI RUJUKAN KETERANGAN


HGB 10.0 [g/dL] P 13.0- 16.0 Turun
W 12.0-14.0
RBC 3,67 [10^6/ul] P 4.5- 5.5 W 4.0- Turun
5.0
HCT 30,1 [%] P 40.0- Turun
48.0 W
37.0- 43.0
MCV 82.0 [fl]
MCH 27.2 [pg]
MCHC 33,2 [g/dl]
RDW-SD 39.8 [fl]
RDW-CV 13.7 [%]

WBC 27.33 [10^3/ul] 5.0-10.0 Naik


EO% 0.2 [%] 1-3 Turun
BASO% 0.2 [%] 0-1 Baik
NEUT% 87.5 [%] 50-70 Naik
LYMPH% 38.7 [%] 20-40 Baik
MONO% 7.4 [%] 2-8 Baik
EO% 0.06 [10^3ul]
BASO% 0.06 [10^3ul]
NEUT% 23,89 [10^3ul]
LYMPH% 1.27 [10^3ul]
MONO% 2.30 [10^3ul]
Guldarah/Gd 150 [mg/dl] 74-106 Baik
s puasa
Albumin 3.41 [g/dl] 3.8-5.4 Baik

Urine 42,2 [mg/dl] 15-43 Baik


B. Pathway Nersing

Trauma/injuri (infeksi,DM,hipertensi) Prolifera sel abnormal

Kerusakan pembulu
(fraktur multiple,
kapiler Tumor maligna
combustion,dsb

Penurunan suplai O2 dan


Kerusakan jaringan/ nutrisi ke jaringan
Tumor ganas di
ekstermitas yang tidak
ekstermitas
mungkin
(atas/bawah)
diperbaiki/disembuhkan iskemik

nefrosis

Terbentuknya
gangran

Amputasi bedah

Post operasi Tindakan Luka operasi Kehilangan Kehilangan salah


C. Diagnosa Keperawatan
operasi/bedah anggota tubuh satu anggota
1. Nyeri Akut tubuh/ekstermitas
Proses Terputusnya
2. Resiko InfeksiResiko tinggi
penyembuhan kontinuitas
infeksi kecacata
3. Gangguan mobiltas fisik jaringan n
Kesulitan utk
melakukan aktivitas
Timbulnya sehari hari/mobilisasi
Keb.imobilitas
Nyeri akut rasa malu,
fisik
depresi,stres
Gangguan
Tirah baring mobilitas fisik
yg lama Gangguan
body image

Kerusakan
integritas kulit
D. Intervensi

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


O
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
DS keperawatan 3x24 jam Observasi:
- Klien mengatakan nyeri diharapkan nyeri menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pada kakinya yang luka dengan Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, intesitas nyeri
- Keluarga mengatakan - Identifikasi skala nyeri
pasien tidak nyaman Kontrol nyeri (L.08063) Terapeutik:
dengan lukanya - Berikan teknik non farmakologis untuk
DO - Keluhan nyeri menurun mengurangi rasa nyeri
- Klien meringis kesakitan (5) Edukasi:
- Klien meringis kesakitan - Kemampuan - Jelaskan penyebab dan periode dan pemicu
skala nyeri 7 menggunakan teknik non nyeri
- Klien tampak gelisah farmakologis meningkat Kolaborasi:
(5) - Kolaborasi pemberian analgetik
Edukasi teknik nafas dalam (I.12452)
Observasi:
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik:
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan manfaat teknik nafas
dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (I.14539)
DS keperawatan selama 3x24 jam Observasi:
- Klien mengatakan luka diharapkan tingkat infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
masih basah dan berbau menurun sistematik
- Klien mengatakan ada Kriteria Hasil: Terapeutik:
luka dikaki sebelah kiri Tingkat Nyeri (L.14137) - Berikan perawatan kulit pada area edema
- Klien mengatakan luka - Tingkat nyeri menurun - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
sejak 2 minggu yang lalu (5) dengan pasien dan lingkungan pasien
DO - Cairan berbau busuk Edukasi:
- Terdapat banyak esksuda menurun (5) - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
dan serosa - Kadar leukosit sel darah - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
- Leukosit 27.33 (10^3/uL) putih membaik (5) Kolaborasi:
- Tampak edema, terdapat - Kolaborasi pemberian analgetik
(luka terbuka), ukuran Perawatan luka (I.14564)
10x3 cm Observasi:
- Monitor karakteristik luka (drainase, warna,
ukuran, bau)
- Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
- Lepaskan balutan dan plester
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan berikan salep yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement
3 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF
DS keperawatan selama 3x24 jam (I.05187)
- Klien mengatakan nyeri diharapkan mobilitas fisik Observasi:
pada kakinya yang luka meningkat - Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman
- Klien mengatakan sulit Kriteria Hasil: Terapeutik:
melakukan mobilitas fisik Mobilitas fisik (L.05042) - Berikan posisi bersandar pada kursi atau
DO - Pergerakan ekstremitas posiis lainnya yang nyaman
- Klien meringis kesakitan (5) - Atur lingkungan agar tidak ada gangguan saat
- Klien meringis kesakitan - Kekuatan otot (5) terapi
skala nyeri 7 - Rentang gerak (ROM) Edukasi:
- Klien tampak gelisah (5) - Anjurkan menegakkan otot kaki selama tidak
lebih dari 5 detik unutuk menghindari kram
- Anjurkan bernafas dalam dan perlahan
PART III
DISKUSI KASUS
N Temuan klinis Telaah Kasus
o
1 Pengkajian Luka pada pasien diabetes dapat terinfeksi menjadi ulkus yang ditandai dengan
Pasien merasa nyeri adanya eksudat atau cairan pada luka sebagai tempat berkembangnya bakteri.
pada daerah kaki Hasil penelitian ini menunjukkan adanya eksudat yang minimal, dengan
Luka di daerah demikian bakteri yang berkembang dalam ulkus juga minimal. Kulit di sekitar
pedis sinistra ulkus diabetikum sebagian besar edema kurang dari 2 cm, berwarna merah
dengan ukuran 10x3 muda, dan inflamasi minimal. Pasien DM dengan kriteria infeksi ringan
cm, ditandai dengan demam, kemerahan, dan edema pada kaki harus dirawat di
Jaringan nekrotik rumah sakit. Kepekaan atau nyeri sebagian besar tidak lagi terasa atau kadang-
sedikit kadang dan tanpa maserasi atau kurang dari 25%. Bukti terjadinya infeksi
Jaringan granulasi adalah timbulnya gejala klasik inflamasi (kemerahan, panas di lokasi luka,
tidak ada dengan bengkak, nyeri) atau sekresi purulen atau gejala tambahan (sekresi non
epitalium melekat purulen, perubahan jaringan granulasi, kerusakan tepi luka atau maserasi dan
Kolonisasi ringan bau yang menyengat). Infeksi sering disebabkan oleh luka yang kronik
dan luka tidak sehingga sangat penting untuk mengetahui penyebab, mengidentifikasi dan
berbau mengelola infeksi pada luka. Yang penting harus dipahami dalam
penyembuhan luka kaki diabetik antar lain, perfusi yang adekuat, debridement,
pengendalian infeksi, dan mengurangi risiko tekanan pada kaki (Eka Fitria,
Abidah Nur, Nelly Marissa, Nur Ramadhan 2017
http://repository.litbang.kemkes.go.id/3214/1/ULKUS
%20DIABETIKUM.pdf )

2 Diagnosis Keperawatan
utama 1. Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
1. Nyeri Akut jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berlangsung kurang dari 3 bulan.
2. Resiko Infeksi 2. Berisiko mengalami penigkatan terserang organisme patogenik.
3. Gangguan 3. Keterbtasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri
mobiltas fisik (Tim POKJA DPP PPNI, SDKI, 2017)

3 Tujuan dan Kriteria


hasil 1. Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
1. Keluhan nyeri jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berkurang dan berintensitas ringan hingga berlangsung kurang dari 3 bulan.
frekuensi nadi 2. Derajat infeksi berdasarkan observasi atau informasi
membaik 3. Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitasnsecara
2. Tidak ada mandiri
demam dan (Tim POKJA DPP PPNI, SLKI, 2017)
kadar sel darah
putih dalam
kedaan normal
3. Pergerakan
ekstremitas
membaik,
kekuatan otot
meningkat
4 Intervensi Utama 1. Wijaya (2017), menyatakan bahwa tujuan dari pemilihan modern
1. Lakukan dressing adalah mendukung proses penyembuhan luka.
perawatan luka Penyembuhan dengan konsep lembab menjadi standar perawatan
pada klien dengan suplai sirkulasi yang adekuat agar menghasilakan
jaringan granulasi, epitelisasi dan penyembuhan yang matang.
( Wijaya, I. M. S. (2018). Perawatan Luka dengan Pendekatan
Multidisiplin. Yogyakarta: ANDI)

PART 4
EVIDANCE BASED NURSING

1. Latar Belakang
DM suatu penyakit metabolik yang bersifat kronis dan membutuhkan perawatan
medis secara berkelanjutan dengan berbagai cara yang dapat mengurangi resiko
multifaktor di luar kontrol glikemik (American Diabetes Association [ADA], 2019) DM
sebagai penyakit “silent killer”, karena penderita DM seringkali tidak menyadari bahwa
dirinya mempunyai penyakti tersebut dan diketahui ketika sudah berkembang menjadi
komplikasi (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Ulkus diabetikum merupakan suatu jenis komplikasi DM yang bersifat kronis
yang diakibatkan oleh adanya insufisiensi vaskuler dan neuropati (Supriyadi, 2017).
Prognosis buruk dari kondisi tersebut adalah infeksi yang menjadi penyebab utama
amputasi kaki. Maka, promosi untuk pencegahan ulkus diabetikum dan pencegahan
amputasi telah di sampaikan jelas oleh IDF sejak Tahun 2005. Tercapainya penyembuhan
luka yang lebih baik merupakan tujuan utama penatalaksanaan ulkus diabetikum (Basri,
2019).
Peningkatan jumlah DM mengakibatkan meningkatnya komplikasi diabetes, yaitu
ulkus diabetikum. Laporan dari IDF (2017) bahwa insiden yang menimpa ulkus kaki
diabetes naik sampai 25% sepanjang hidup pasien, dimana ulkus kaki terjadi pada 15-
25% orang yang menderita DM. Di Amerika Serikat ulkus diabetik dilaporkan sebesar 7-
8% pada tahun 2017, prevalensi ini merupakan alasan yang paling umum untuk masuk ke
rumah sakit. Sebanyak 32,5% pasien DM di Indonesia mengalami amputasi dan 23,5%
diantaranya merupakan pasien ulkus diabetikum yang kronis yang dirawat di RS (Kurnia
et al., 2017)
Berdasarkan data kasus diatas maka penulis tertarik untuk membahas kasus
asuhan keperawatan pada pasien post op amputasi Diabetes melitus.
2. Analisa jurnal
Nama Tahun Judul jurnal Tujuan Desain penelitian Metode Analisa Kesimpulan
Nur Annisa Submit Pemberian Pemberian desain studi kasus Metode yang digunakan DESKRIPT Hasil studi kasus ini menunjukan
15 deskriptif dengan yaitu desain studi kasus
Hayati1, Tri Aromaterapi Aromaterapi IF bahwa ada perubahan skala nyeri pada
Septem pendekatan studi deskriptif dengan
Hartiti ber Lavender Lavender kasus berdasarkan pendekatan studi kasus (EVIDENS pasien post op debridement dengan
2020 penerapan evidence berdasarkan penerapan
Menurunkan Menurunkan BEST ulkus granulosumyang mengalami
Diterim based practice evidence based practice
a2 Intensitas Intensitas Nyeri pemberian pemberian aromaterapi PRAKTIF) nyeri setelah di berikan terapi
April
Nyeri Post Op Post Op aromaterapi lavender untuk aromaterapi lavender. Hasil studi
2021
lavender untuk menggurangi nyeri pada
Diterbit Debridement Debridement kasus ini sesuai dengan hasil
menggurangi nyeri pasien post op
kan 30
Pada Pasien Pada Pasien pada pasien post op debridement dengan penelitian selama 3 hari dengan waktu
April
2021 Ulkus Ulkus debridement dengan ulkus granulosum . pemberian selama ± 15 menit pada
ulkus granulosum . Sampel berjumlah 2
Granulosum Granulosum orang dalam studi ini jam 09.30 wib sebelum pemberian
adalah semua pasien obat ketorolac, dan pasien
post op debridement
mendapatkan terapi obat injeksi
yang mengalami ulkus
granulosum. ketorolac 1 amp pada jam 12.00 wib.
Subjek studi kasus dalam kesadaran
composmentis, keadaan umum cukup
baik, TD 120/80 mmHg, N 88 x/
menit, RR 24 x/menit. Tabel 1 di
dapatkan data hasil studi menunjukan
sebelum intervensi pasien post op
debridement di ruang rajawali 1B
RSUP Dr. Kariadi Semarang
berjumlah 1 responden yang
mengalami nyeri.
Skala nyeri hari pertama pada
responden 1 sebesar 4, dan responden
ke 2 sebesar 6. Hasil studi kasus hari
pertama di dapatkan skala nyeri
sesudah intervensi pada responden 1
sebesar 4. Hasil studi kasus hari ke
dua di dapatkan skala nyeri sesudah
intervensi pada responden 1 sebesar 3.
Skala nyeri pada hari ketiga pada
responden sebesar 3. Berdasarkan
hasil evaluasi dalam studi kasus ini
dapat dianalisis bahwa masalah
keperawatan teratasi sebagian sebagai
bukti bahwa rata-rata skala nyeri
subjek studi kasus mengalami
penurunan setelah diberikan terapi
aromaterapi lavender. Subjek studi
kasus 1 mengalami penurunan
sebesar 1 skala nyeri.
Argi Volume Pengaruh Tujuan Penelitian ini Penelitian dilaksanakan uji paired Dari hasil analisa tabel 1 terlihat
Virgona 8, No.2, Aromaterapi penelitian untuk menggunakan desain di ruang perawatan t-test. bahwa intensitas nyeri sebelum
Bangun1, Juli Lavender mengetahui Quasi-experimental bedah wanita RS Dustira diberikan aromaterapi lavender 4,80,
Susi 2013 Terhadap pengaruh dengan one grou Cimahi pada April dengan intensitas nyeri terendah 2 dan
Nur’aeni2 Intensitas aromaterapi pretest posttest. sampai dengan Mei tertinggi 10. Dari tingkat kepercayaan
Nyeri Pada lavender 2013. Penelitian ini pasien disimpulkan bahwa 95%
Pasien terhadap menggunakan desain diyakini bahwa rata-rata intensitas
Pasca Operasi intensitas nyeri Quasi-experimental nyeri antara 2,99 sampai 6,61. Hasil
Di Rumah pada pasien dengan one grou pretest penelitian ini sejalan dengan
Sakit Dustira pasca posttest. penelitian yang telah dilakukan
Cimahi operasi. oleh Marzouk, et al (2012) yang
menunjukkan bahwa kombinasi dari
efek lavender dengan analgesik,
sedatif, dan antikonvulsan dapat
mengurangi nyeri efek anestesi lokal
serta penelitian Maryati
(2010) menunjukan bahwa
aromaterapi lavender berpengaruh
terhadap nyeri haid primer dengan
nilai p=0,000, p value < α
(α=0,05). McCaffery (2009)
mendefinisikan nyeri sebagai “orang
yang mengalami nyeri dalam segala
hal dan terjadi kapan saja orang
tersebut mengatakan bahwa ia
merasakan nyeri” (Kozier, et al. 2009)
Berdasarkan International Association
For Study of Pain (IASP), nyeri
adalah sensori subjektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan (Lyndon, 2013).
Nyeri setelah pembedahan merupakan
hal yang fisiologis, tetapi hal
inimerupakan salah satu keluhan yang
paling ditakuti oleh klien setelah
pembedahan. Sensasi nyeri mulai
terasa sebelum kesadaran klien
kembali penuh, dan semakin
meningkat seiring dengan
berkurangnya pengaruh anestesi.
Adapun bentuk nyeri yang dialami
oleh klien pasca pembedahan adalah
nyeri akut yang terjadi karena adanya
luka insisi bekas pembedahan (Perry
dan Potter, 2006).
Via Vol.IIPengaruh Tujuan penelitian iniDesign, dilakukan pada Desain yang di gunakan Sampel Berdasarkan hasil
Kombinasi adalah untuk 23 responden dengan penelitian ini adalah pre- penelitian yang
Untari ,Sri No.1, t-test.
Imajinasi mengetahui teknik Accidental experimet menggunakan dilakukan di RS
Puguh desemb Terbimbing pengaruh sampling. one grroup Pretest- Telogorejo
Dan Aroma kombinasi Posttest Design, Semarang
Kristiyawati, er 2014
Terapi imajinasi dilakukan pada 23 didapatkan 23
Syamsul :15-23 Lavender terbimbing dan responden dengan teknik responden
aroma terapi Accidental sampling (100%). Data
Terhadap
lavender karakteristik
Penurunan
terhadap responden yang
Nyeri Pasien penurunan nyeri mengalami nyeri
Pasca Bedah pasien pasca terbanyak
Dengan bedah dengan berdasarkan usia
General general anestesi responden
Anestesi Dl Rs di Rumah Sakit berkisar antara
Telogorejo Telogorejo usia 41-63 tahun
Semarang Semarang. sebesar 15
responden
(65,2%), jenis
kelamin
terbanyak adalah
perempuan
sebesar 17
responden
(73,9%),
pendidikan
terbanyak adalah
SMA sebesar 15
responden
(65,2%), dan
tingkat pekerjaan
terbanyak adalah
bekerja sebesar
16 responden
(69,6%).
Skala nyeri sebelum
diberikan
intervensi
terbanyak
adalah skala
nyeri 5 sebesar 7
responden
(30,4%),
sedangkan
terendah adalah
Skala nyeri 8
dan 9 masing-
masing sebesar I
responden
(4,3%). Rata-
rata mean nyeri
sebelum
diberikan
intervensi
sebesar 5,35.
Skala nyeri sesudah diberikan
intervensi terbanyak adalah Skala
nyeri 2 dan 3 masing-masing sebesar 6
responden (26, 1%), sedangkan
terendah adalah skala nyeri 6 sebesar I
3. Pelaksanaan dan Evaluasi
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus 20 tahun yang lalu dan biasa mendapatkan
insulin. Setelah mendapat penanganan awal di IGD, pasien selanjutnya dirawat di Ruang
Penyakit Dalam. Saat dilakukan pengkajian diperoleh pasien telah melakukan prosedur
operasi pada bagian pedis sinistra dengan GDS 150 gr/dl. TTV TD 110/70, HR 80x/menit,
RR 20x/menit, Suhu 36,50 C. pada luka amputasi ukuran luka 10x3 cm, tidak terdapat
eksudat dan serosa, jaringan nekrotik sedikit, jaringan granulasi tidak ada, tepian luka
epithelium melekat, kolonisasi ringan, dan luka tidak berbau.
- Nur Annisa Hayati, Tri Hartiti, (2021) dengan Pemberian Aromaterapi Lavender
Menurunkan Intensitas Nyeri Post Op Debridement Pada Pasien Ulkus Granulosum
Debridement adalah tindakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat jaringan yang
mati atau luka. Pasien yang dilakukan tindakan debridement mengakibatkan pasien
mengalami nyeri. Sehingga salah satu tindakan yang dapat dilakukan selain menggunakan
tehnik farmakologi menggunakan tehnik relaksasi aromaterapi. Relaksasi merupakan tehnik
yang dilakukan untuk mengatasi stres ataupun perasaan nyeri pada seseorang yang bertujuan
untuk terjadinya peningkatan aliran darah sehingga perasaan cemas dan suplai oksigenasi ke
area nyeri dapat berkurang. Studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui pemberian
aromaterapi lavender terhadap penurunan intensitas nyeri post op debridement. Metode yang
digunakan yaitu desain studi kasus deskriptif dengan pendekatan studi kasus berdasarkan
penerapan evidence based practice pemberian aromaterapi lavender untuk menggurangi nyeri
pada pasien post op debridement dengan ulkus granulosum . Sampel berjumlah 2 orang
dalam studi ini adalah semua pasien post op debridement yang mengalami ulkus granulosum.
Studi kasus ini dilaksanakan pada bulan januari 2020.
Alat ukur menggunakan numerical scale. Hasil perbandingan skala nyeri antara ke dua
responden sebelum dan sesudah di lakukan terapi menunjukan penurunan skala nyeri. Setelah
di lakukan terapi pemberian aromaterapi lavender skala nyeri responden pertama menjadi 4
dan responden kedua menjadi 2. Ada penurunan intensitas nyeri pada pasien post op
debridement dengan ulkus granulosum yang mengalami nyeri setelah di berikan terapi
aromaterapi lavender.
-Argi Virgona Bangun1, Susi Nur’aeni (2013) pengaruh aromaterapi lavender terhadap intensitas
nyeri pada pasien pasca operasi di rumah sakit dustira cimahi
Lavender sebagai aromaterapi memberikan efek relaksasi dan sedasi. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaruh aromaterapi lavender terhadap intensitas nyeri pada pasien pasca
operasi. Penelitian ini menggunakan desain pre-eksperimental dengan bentuk rancangan one
group pretest-posttest design selama Januari - April 2013 dengan sampel yang dipilih secara
purposive sampling. Analisa data dengan uji paired t-test. Hasil uji statistik didapatkan nilai p
value 0,001 berarti ada perbedaan intensitas nyeri antara sebelum dan sesudah diberikan
aromaterapi lavender. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Rumah Sakit untuk
menerapkan pemberian aromaterapi lavender pada pasien pasca operasi.
Dari tindakan diatas dapat disimpulkan bahwa aroma terapi lavender baik dilakukan pada
pasien nyeri post op amputasi dan mampu menurunkan skala tingkat nyeri. Sama halnya yang
dilakukan oleh ke 2 peneliti sebelumnya yang menggunakan tekhnik yang sama yaitu
Pemberian Aromaterapi Lavender yang menunjukan hasil yang sama menurunkan tingkat
skala nyeri.
-Via Untari ,Sri Puguh Kristiyawati, Syamsul (2014) Pengaruh Kombinasi Imajinasi Terbimbing
Dan Aroma Terapi Lavender Terhadap Penurunan Nyeri Pasien Pasca Bedah Dengan General
Anestesi Dl Rs Telogorejo Semarang Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
kombinasi imajinasi terbimbing dan aroma terapi lavender terhadap penurunan nyeri pasien
pasca bedah dengan general anestesi di Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Hasil uji
menunjukkan ada pengaruh kombinasi imajinasi terbimbing dan aroma terapi lavender
terhadap penurunan nyeri pasien pasca bedah dengan general anestesi di Rumah Sakit
Telogorejo Semarang dengan p-value 0,000<0,05. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
menggunakan terapi non-farmakologi lainnya dan menggunakan sampel penelitian yang lebih
besar Iagi sehingga didapatkan hasil Iebih baik.
-

-
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), (2013). Diabetes bacic.


Argi Virgona Bangun, Susi Nur’aeni (2013) pengaruh aromaterapi lavender terhadap intensitas
nyeri pada pasien pasca operasi di rumah sakit dustira cimahi jurnal keperawatan
sedirma (The Soedirman Journal of Nursing),Volume 8, No.2, Juli 2013

Bararah dan Jauhar. 2014. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional.
Jilid 2. Jakarta : Pustakarya.
Dewi, 2010, Aromaterapi Lavender Sebagai Media Relaksasi. http://www.jurnal.unud.ac.id//
Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9 jakarta :
EGCLemone dan Burke. 2016. Nursing Care Plan on Clients. Jakarta : EGC.
(IDF). (2015) . Idf diabetes altas sixth edition. Diakses pada tanggal 15 april 2016 dari
http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf
Lukman dan Ningsih Nurna. 2015. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Nur Annisa Hayati1, Tri Hartiti Submit 15 September 2020 Diterima 2 April 2021 Diterbitkan 30
April 2021. Ners Muda, Vol 2 No 1, April 2021 e-ISSN: 2723-8067
DOI:https://doi.org/10.26714/nm.v2i1.6233

PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta :PERKERNI

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta:
DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta:
DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP
PPNI

Anda mungkin juga menyukai