Disusun oleh
Muhammad fuad
NIM : P27905121025
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penyakit menahun yang ditandai kadar glukosa darah melebihi normal dan
penderita diabetes melitus di Indonesia sebanyak 21,3 juta jiwa. Kondisi ini
China, dan India. Terdapat 347 juta jiwa di dunia menderita diabetes melitus,
pada tahun 2012 diperkirakan 1,5 juta jiwa meninggal dunia disebabkan oleh
diabetes melitus dan kurang lebih 80% dari kematian tersebut terjadi pada
Barat, 2013).
dan dukungan untuk mencegah komplikasi akut dan kronik untuk mengurangi
diabetikum pada penderita diabetes dilaporkan sekitar 1-4% dan akan berisiko
dilakukan amputasi (ujung kaki, kaki, atau tungkai) pada pasien tersebut
sebesar 10-30 kali lipat (Bilous & Donelly, 2014). Penderita ulkus diabetik
2009).
melitus post operasi amputasi menurut Ekaputra adalah nyeri akut, resiko
infeksi, dan kurang pengetahuan pada perawatan luka di rumah. Dari masala
yang muncul resiko infeksi merupakan masalah yang paling sering
bakteri dan pada penderita diabetes melitus sering dijumpai penurunan sistem
yang diberikan, dimana teknik perawatan luka yang tepat dapat membantu
proses penyembuhan luka lebih cepat, dan penanganan luka secara efektif
dapat dilakukan secara mandiri oleh perawat. Teknik moist wound healing
merupakan salah satu dari teknik penanganan luka sehingga manfaat dari
dengan cara menjaga keadaan luka agar tetap lembab sehingga dapat
eksudat luka dapat memberikan bahan – bahan yang dibutuhkan dalam proses
besar.
With Ulkus Diabetikum in Dhoho Room RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojosari
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
masalah.
1. Manfaat Teoritis
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino satu sama lain
dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah
dan asam amino yang memegang peran penting. Perangsang adalah glukosa
darah. Kadar glukosa darah 80-90 mg/ml. (Gongzaga 2010) Efek utama
insulin terhadap metabolisme karbohidrat :
a) Manambah kecepatan metabolisme glukosa
b) Mengurangi kosentrasi gula darah
c) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan
e. Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel sel alfa
pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi berlawanan dengan insulin
fungsi terpenting adalah meningkatkan kosentrasi glukosa dalam darah.
(Biologi Gongzaga 2010) Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa
darah:
a) Pemecahan glikagon (glikogenolisis)
b) Peningkatan glikogen (glikogenesis)
f. Etiologi
1. Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua yaitu
glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non ionic-binding
dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko
hiponatremi dan hipoglikemia 40 lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis
rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18
metabolit gliburid bersifat aktif. Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja
metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih sesuai
digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera ini selain
merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga memiliki
tambahan efek ekstrapankreatik.
2. Golongan Biguanid Metformi
Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika digunakan tanpa
obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien lanjut usia karena
dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus
memeriksakan kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan
karena massa otot yang rendah pada orangtua.
3. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu enzim
pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat
kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan
peningkatan glukosa postprandial.Walaupun kurang efektif dibandingkan
golongan obat yang lain, obat tersebut dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut
usia yang mengalami diabetes 19 ringan. Efek samping gastrointestinal dapat
membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit.
Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi
masalah klinis.
4. Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat
meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor.
Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak
menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien dengan gagal
jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .
l. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi menjadi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Smeltzel dan Bare, 2015; PERKENI , 2015)
• Komplikasi Akut
• Nadi perifer menurun atau tidak teraba
• Akral teraba dingin
• Warna kulit pucat
B. KONSEP DASAR AMPUTASI
1. PENGERTIAN
Hal yang sama diungkapkan juga oleh Lukman dan Ningsih(2009), amputasi
adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh/gerak
yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomeilitis,
dan kanker tulang melalui proses pembedahan.
2. KLASIFIKASI
a. Amputasi selektif/terencana
b. Amputasi akibat trauma
3. ETIOLOGI
Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi dapat dilakukan pada
kondisi :
4. PATOFISIOLOGI
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari
amputasi anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit
pembuluh darah perifer adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita
neuropati perifer terutama klien dengan diabetes melitus mempunyai resiko untuk
amputasi. Pada neuropati perifer biasanya kehilangan sensor untuk merasakan
adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat infeksi dapat menyebabkan
terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.
Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya
amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau
kecelakaan penggunaan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada
orang dewasa namun presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan
muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut
maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya terputus
sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi
jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses
penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein
pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya
cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena
terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri
mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan sirkulasi
selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi
(LeMone, 2011).
Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya
amputasi diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt
tidak mungkin dapat diperbaiki, kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin
diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang
berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya, ada tumor pada
organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas organ (Bararah
dan Jauhar, 2013).
Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi
selektif/terencana diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapat penangan yang terus menerus, biasanya dilakukan
sebagai salah satu tindakan terakhir, sedangkan amputasi akibat trauma tidak
direncanakan. Amputasi darurat merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang
cepat, seperti pada trauma multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan
protesis).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor
dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi
disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif
dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan
beban berat badan penuh. Amputasi dibawah lutut lebih disukai dibanding
amputasi diatas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan energi untutk
berjalan. Dengan mempertahankan lutut bagi lansia antara ia bisa berjalan dengan
alat bantu dan atau bisa duduk di kursi roda. Diartikulasi sendi lutut paling
berhasil pada klien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang
tepat sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan
disupervisi pinggul dapat dicegah untuk potensi supervise maksimal. Bila
dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul kebanyakan orang akan
tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang
fungsional maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal
(Bararah dan Jauhar, 2013).
Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi
amputasi. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan
dapat menjadi massif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan
perdaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi
serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi penggunaan prosthesis .
Pathway Nersing
Kerusakan pembulu
(fraktur multiple,
kapiler Tumor maligna
combustion,dsb
nefrosis
Terbentuknya
gangran
Amputasi bedah
Kerusakan
integritas kulit
5. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada pasien dengan post operasi
amputasi antara lain :
a. Nyeri akut
b. Keterbatasan fisik
c. Pantom syndrome
d. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidaknyaman
e. Adanya gangguan citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien
cenderung berdiamdiri
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto Rontgen
Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
b. CT Scan
Mengidentifikasilesineopalstik,osteomfelitis,pembentukan hematoma
c. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah
Mengevaluasi perubahan sirkulasi / perfusi jaringan dan membantu
memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah amputasi
d. Kultur luka
Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
e. Biopsy
Mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
f. Led
Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
g. Hitung darah lengkap / deferensial
Peninggian dan perpindahan ke kiri di duga proses infeksi
7. KOMPLIKASI
8. PENATALAKSANAAN
a. Terapi
- Antibiotik
- Analgetik
- Antipiretik (bila diperlukan)
b. Medis
- Balutan rigid tertutup
c. Amputasi bertahap
d. Protesi
Menurut Bararah Da Jauhar (2013), hal-hal yang perlu dikaji pada klien
dengan post amputasi yaitu :
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-
tanda vital, karena pada amputasi khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas
lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. yang perlu diperhatikan selain
tanda-tanda vital klien adalah, daerah luka, adanya nyeri, dan kondisi yang
menimbulkan depresi. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama
klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas,
mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang
hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara
khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan
balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. selang drainase benar-benar
tertutup. kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah. awal masa
postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum
yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya
yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. berikutnya
fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk
membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.
tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul
pada klien seperti nyeri panthom limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri
terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat
menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah
merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang.
dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan
menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benaradanya.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post operasi amputasi
1. Nyeri akut
2. Resiko Infeksi
Intervensi :
Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi:
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Terapeutik:
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab dan periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian analgetik
Edukasi teknik nafas dalam (I.12452)
Observasi:
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik:
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan manfaat teknik nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam
2) Resiko infeksi
Karakteristik penentu :
- Terdapat banyak esksuda dan serosa
- Leukosit 27.33 (10^3/uL)
- Tampak edema, terdapat (luka terbuka), ukuran 10x3 cm
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat
infeksi menurun
Kriteria Hasil:
Tingkat Nyeri (L.14137)
- Tingkat nyeri menurun (5)
- Cairan berbau busuk menurun (5)
- Kadar leukosit sel darah putih membaik (5)
Intervensi :
1. Validasi masalah yang dialami klien.
Rasional : Meninjau perkembangan klien.
Kriteria Hasil:
Mobilitas fisik (L.05042)
- Pergerakan ekstremitas (5)
- Kekuatan otot (5)
- Rentang gerak (ROM) (5)
Terapeutik:
- Berikan posisi bersandar pada kursi atau posiis lainnya yang nyaman
- Atur lingkungan agar tidak ada gangguan saat terapi
Edukasi:
- Anjurkan menegakkan otot kaki selama tidak lebih dari 5 detik unutuk
menghindari kram
- Anjurkan bernafas dalam dan perlahan
LAPORAN PRAKTIK KLINIK KMB
PROGRAM PROFESI NERS
Disusun oleh
Muhammad fuad
NIM : P27905121025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES BANTEN
TAHUN AKADEMIK 2021 / 2022
PART 1
SKENARIO KASUS
Seorang laki-laki berusia 60 tahun masuk IGD dengan keluhan nyeri Luka pada bagian
pedis sinistra. Pasien mengalami ulkus pada daerah pedis sinistra sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus 20 tahun yang lalu dan biasa mendapatkan insulin.
Setelah mendapat penanganan awal di IGD, pasien selanjutnya dirawat di Ruang Penyakit
Dalam. Saat dilakukan pengkajian diperoleh pasien telah melakukan prosedur operasi pada
bagian pedis sinistra dengan GDS 150 gr/dl. TTV TD 110/70, HR 80x/menit, RR 20x/menit,
Suhu 36,50 C. pada luka amputasi ukuran luka 10x3 cm, tidak terdapat eksudat dan serosa,
jaringan nekrotik sedikit, jaringan granulasi tidak ada, tepian luka epithelium melekat,
kolonisasi ringan, dan luka tidak berbau.
PART II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas pasien
Nama :Tn.Z
No. Mr :522291
Umur :60 Th
Ruangan Rawat :Ambunsur Lantai 3
Agama :Islam
Tanggal Masuk :31- 08-2021
Jenis Kelamin :Laki laki
Tanggal Pengkajian : 31-08-2021
Status :Kawin
Pekerjaan :swasta
Pendidikan :SMA
Alamat :Jl. Hamka no.4 Tarok Dipo Guguak Panjang
Bukitinggi
Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Umur : 52 Th
Hub. Keluarga : Istri
Pekerjaan : IRT
2. Alasan Masuk
Klien diantar keluarga ke Rumah Sakit pada tanggal 31 Agustus 2021 dengan
keluhan nyeri pada luka pada pedis sinistra
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
d. Genogram
Genogram
Keterangan:
laki laki
Perempuan
Klien
Meninggal
: serumah
4. Pemeriksaan Fisik
Tingkat Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E=4 ,V=5, M=6)
BB/TB : 57 Kg/ 160 Cm
Keadaan Umum : Baik
Tanda tanda Vital : TD = 110/70 mmHg
Nadi = 80 x/m
P = 20 x/m
Suhu= 36,6 C
Mata
Simetris kiri dan kanan, congjungtiva
Kepala
Bentuk kepala bulat, rambut tidak anemis,sklera tidak ikterik, tidak
hitam , tidak terdapat benjolan,
ada menggunakan alat bantu
rambut bersih, tidak ada
ketombe. penglihatan ( Kaca mata), reflek pupil
isokor, reflek cahaya (+/+), Ukuran
pupil 2 ml.
Telinga
Simetris kiri dan kanan,
tidak ada pendarahan,
tidak ada serumen,
telinga bersih, cairan
Hidung pada telinga tidak
Simetris kiri dan kanan, ada benjolan di ada,pendengaran klien
hidung, pasien tidak terpasang O2, masih baik
penciman normal
Genetalia
Genetalia tidak dikaji, pasien tidak
terpasang kateter
Leher r
Simetris kiri dan kanan, Vena jugularis
tidak teraba, dan tidak ada pembengkan
kelenjar tiroid, dan tidak ada terdapat lesi
Abdomen
I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada
bekas operasi, warna kulit sama,
tidak ada terdapat lesi
Mulut dan gigi A: bising usus 12x/m di kuadran ke 3
Keadaane mulut bersih, mukosa bibir kanan bawah abdomen
lembab, gigi klien kelihatan bersih , tidak
ada kelainan pada bibir seperti bibir P: tidak ada nyeri tekan pada
sumbing, tidak ada sianosis abdomen
Thorax
Punggung 1) Paru- paru
Tidak teraba bengkak, simetris kiri I : simetris kiri dan kanan pergerakan dinding
dan kanan, dan tidak ada lesi pada dada
punggung, dan juga tidak ada P : tidak teraba nyeri tekan , tidak ada
dukubitus pada punggung. pembengkakan
P : Terdengar bunyi sonor disemua lapang paru
Ekstremitas
A : Tidak ada suara nafas tambahan/ vesikuler
Bagian Atas : Tangan sebelah kiri
2) Jantung
terpasang infus Nacl 20 tts, tidak ada
I : dada simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas
edema, keadaan selang infus bersih.
luka, tidak ada pembesaran pada jantung.
Bagian Bawah : simetris kanan dan,
P: tidak ada pembengkakan/benjolan tidak ada
Kaki kiri terdapat luka post op amputasi
nyeri tekan.
pada pergelangan kaki.
P: Bunyi suara jantung redup
kekuatan otot A: bunyi jantung I (lup) dan bunyi jantung II
5555 5555
5555 1111 (dup), tidak ada bunyi tambahan, Teratur dan
tidak ada bunyi tambahan seperti mur-mur dan
gallop.
Integumen
Kulit tampak kotor, kulit pasien sawo matang,
turgor kulit kering,
5. Data Biologis
4 Personal hygine
a. mandi 2x sehari 1 x 2 sehari
b. cuci rambut 1 x sehari Tidak ada
c. gosok gigi 2 kali sehari 1 x 2 sehari
d. potong kuku 1 x seminggu 1x seminggu
6. Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak ada alergi obat, dan makanan
7. Data Psikologis
a. Cara menjawab
Klien menjawab pertanyaan dari orang lain selalu jelas
b. Cara memberi informasi
Klien selalu memberi informasi dengan jelas dan mudah dipahami orang lain
c. Emosi
Klien mudah emosi saat ada masalah baik kekeluarga maupun orang lain
d. Persepsi penyakit
Klien pasrah dengan penyakitnya dan mencoba tetap semangat,
kadang timbul perasaan sedih karena tidak bisa melakukan apa apa lagi
,terutama berkumpul dengan keluarga karena sedang menjalin perawatan dirs
e. Adaptasi
Sejak sakit klien kurang bergaul dengan orang sekitarnya.
f. Mekanisme pertahanan diri
Klien tampak semangat walaupun dalam keadaan sakit
8. Data Spiritual
Klien yakin terhadap tuhan dan percaya penyakit ini adalah ujian dari yang maha
kuasa, klien yakin dengan agamanya, klien sebelum sakit sholat 5 waktu sehari
semalam, selama klien dirawat klien tidak pernah melakukan sholat 5x sehari dan
tidak pernah berdzikir, tetapi selama dirawat di Rs klien tidak mampu untuk sholat
dan berdzikir
9. Data Penunjang
Laboratorium
Kerusakan pembulu
(fraktur multiple,
kapiler Tumor maligna
combustion,dsb
nefrosis
Terbentuknya
gangran
Amputasi bedah
Kerusakan
integritas kulit
D. Intervensi
2 Diagnosis Keperawatan
utama 1. Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
1. Nyeri Akut jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berlangsung kurang dari 3 bulan.
2. Resiko Infeksi 2. Berisiko mengalami penigkatan terserang organisme patogenik.
3. Gangguan 3. Keterbtasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri
mobiltas fisik (Tim POKJA DPP PPNI, SDKI, 2017)
PART 4
EVIDANCE BASED NURSING
1. Latar Belakang
DM suatu penyakit metabolik yang bersifat kronis dan membutuhkan perawatan
medis secara berkelanjutan dengan berbagai cara yang dapat mengurangi resiko
multifaktor di luar kontrol glikemik (American Diabetes Association [ADA], 2019) DM
sebagai penyakit “silent killer”, karena penderita DM seringkali tidak menyadari bahwa
dirinya mempunyai penyakti tersebut dan diketahui ketika sudah berkembang menjadi
komplikasi (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Ulkus diabetikum merupakan suatu jenis komplikasi DM yang bersifat kronis
yang diakibatkan oleh adanya insufisiensi vaskuler dan neuropati (Supriyadi, 2017).
Prognosis buruk dari kondisi tersebut adalah infeksi yang menjadi penyebab utama
amputasi kaki. Maka, promosi untuk pencegahan ulkus diabetikum dan pencegahan
amputasi telah di sampaikan jelas oleh IDF sejak Tahun 2005. Tercapainya penyembuhan
luka yang lebih baik merupakan tujuan utama penatalaksanaan ulkus diabetikum (Basri,
2019).
Peningkatan jumlah DM mengakibatkan meningkatnya komplikasi diabetes, yaitu
ulkus diabetikum. Laporan dari IDF (2017) bahwa insiden yang menimpa ulkus kaki
diabetes naik sampai 25% sepanjang hidup pasien, dimana ulkus kaki terjadi pada 15-
25% orang yang menderita DM. Di Amerika Serikat ulkus diabetik dilaporkan sebesar 7-
8% pada tahun 2017, prevalensi ini merupakan alasan yang paling umum untuk masuk ke
rumah sakit. Sebanyak 32,5% pasien DM di Indonesia mengalami amputasi dan 23,5%
diantaranya merupakan pasien ulkus diabetikum yang kronis yang dirawat di RS (Kurnia
et al., 2017)
Berdasarkan data kasus diatas maka penulis tertarik untuk membahas kasus
asuhan keperawatan pada pasien post op amputasi Diabetes melitus.
2. Analisa jurnal
Nama Tahun Judul jurnal Tujuan Desain penelitian Metode Analisa Kesimpulan
Nur Annisa Submit Pemberian Pemberian desain studi kasus Metode yang digunakan DESKRIPT Hasil studi kasus ini menunjukan
15 deskriptif dengan yaitu desain studi kasus
Hayati1, Tri Aromaterapi Aromaterapi IF bahwa ada perubahan skala nyeri pada
Septem pendekatan studi deskriptif dengan
Hartiti ber Lavender Lavender kasus berdasarkan pendekatan studi kasus (EVIDENS pasien post op debridement dengan
2020 penerapan evidence berdasarkan penerapan
Menurunkan Menurunkan BEST ulkus granulosumyang mengalami
Diterim based practice evidence based practice
a2 Intensitas Intensitas Nyeri pemberian pemberian aromaterapi PRAKTIF) nyeri setelah di berikan terapi
April
Nyeri Post Op Post Op aromaterapi lavender untuk aromaterapi lavender. Hasil studi
2021
lavender untuk menggurangi nyeri pada
Diterbit Debridement Debridement kasus ini sesuai dengan hasil
menggurangi nyeri pasien post op
kan 30
Pada Pasien Pada Pasien pada pasien post op debridement dengan penelitian selama 3 hari dengan waktu
April
2021 Ulkus Ulkus debridement dengan ulkus granulosum . pemberian selama ± 15 menit pada
ulkus granulosum . Sampel berjumlah 2
Granulosum Granulosum orang dalam studi ini jam 09.30 wib sebelum pemberian
adalah semua pasien obat ketorolac, dan pasien
post op debridement
mendapatkan terapi obat injeksi
yang mengalami ulkus
granulosum. ketorolac 1 amp pada jam 12.00 wib.
Subjek studi kasus dalam kesadaran
composmentis, keadaan umum cukup
baik, TD 120/80 mmHg, N 88 x/
menit, RR 24 x/menit. Tabel 1 di
dapatkan data hasil studi menunjukan
sebelum intervensi pasien post op
debridement di ruang rajawali 1B
RSUP Dr. Kariadi Semarang
berjumlah 1 responden yang
mengalami nyeri.
Skala nyeri hari pertama pada
responden 1 sebesar 4, dan responden
ke 2 sebesar 6. Hasil studi kasus hari
pertama di dapatkan skala nyeri
sesudah intervensi pada responden 1
sebesar 4. Hasil studi kasus hari ke
dua di dapatkan skala nyeri sesudah
intervensi pada responden 1 sebesar 3.
Skala nyeri pada hari ketiga pada
responden sebesar 3. Berdasarkan
hasil evaluasi dalam studi kasus ini
dapat dianalisis bahwa masalah
keperawatan teratasi sebagian sebagai
bukti bahwa rata-rata skala nyeri
subjek studi kasus mengalami
penurunan setelah diberikan terapi
aromaterapi lavender. Subjek studi
kasus 1 mengalami penurunan
sebesar 1 skala nyeri.
Argi Volume Pengaruh Tujuan Penelitian ini Penelitian dilaksanakan uji paired Dari hasil analisa tabel 1 terlihat
Virgona 8, No.2, Aromaterapi penelitian untuk menggunakan desain di ruang perawatan t-test. bahwa intensitas nyeri sebelum
Bangun1, Juli Lavender mengetahui Quasi-experimental bedah wanita RS Dustira diberikan aromaterapi lavender 4,80,
Susi 2013 Terhadap pengaruh dengan one grou Cimahi pada April dengan intensitas nyeri terendah 2 dan
Nur’aeni2 Intensitas aromaterapi pretest posttest. sampai dengan Mei tertinggi 10. Dari tingkat kepercayaan
Nyeri Pada lavender 2013. Penelitian ini pasien disimpulkan bahwa 95%
Pasien terhadap menggunakan desain diyakini bahwa rata-rata intensitas
Pasca Operasi intensitas nyeri Quasi-experimental nyeri antara 2,99 sampai 6,61. Hasil
Di Rumah pada pasien dengan one grou pretest penelitian ini sejalan dengan
Sakit Dustira pasca posttest. penelitian yang telah dilakukan
Cimahi operasi. oleh Marzouk, et al (2012) yang
menunjukkan bahwa kombinasi dari
efek lavender dengan analgesik,
sedatif, dan antikonvulsan dapat
mengurangi nyeri efek anestesi lokal
serta penelitian Maryati
(2010) menunjukan bahwa
aromaterapi lavender berpengaruh
terhadap nyeri haid primer dengan
nilai p=0,000, p value < α
(α=0,05). McCaffery (2009)
mendefinisikan nyeri sebagai “orang
yang mengalami nyeri dalam segala
hal dan terjadi kapan saja orang
tersebut mengatakan bahwa ia
merasakan nyeri” (Kozier, et al. 2009)
Berdasarkan International Association
For Study of Pain (IASP), nyeri
adalah sensori subjektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan (Lyndon, 2013).
Nyeri setelah pembedahan merupakan
hal yang fisiologis, tetapi hal
inimerupakan salah satu keluhan yang
paling ditakuti oleh klien setelah
pembedahan. Sensasi nyeri mulai
terasa sebelum kesadaran klien
kembali penuh, dan semakin
meningkat seiring dengan
berkurangnya pengaruh anestesi.
Adapun bentuk nyeri yang dialami
oleh klien pasca pembedahan adalah
nyeri akut yang terjadi karena adanya
luka insisi bekas pembedahan (Perry
dan Potter, 2006).
Via Vol.IIPengaruh Tujuan penelitian iniDesign, dilakukan pada Desain yang di gunakan Sampel Berdasarkan hasil
Kombinasi adalah untuk 23 responden dengan penelitian ini adalah pre- penelitian yang
Untari ,Sri No.1, t-test.
Imajinasi mengetahui teknik Accidental experimet menggunakan dilakukan di RS
Puguh desemb Terbimbing pengaruh sampling. one grroup Pretest- Telogorejo
Dan Aroma kombinasi Posttest Design, Semarang
Kristiyawati, er 2014
Terapi imajinasi dilakukan pada 23 didapatkan 23
Syamsul :15-23 Lavender terbimbing dan responden dengan teknik responden
aroma terapi Accidental sampling (100%). Data
Terhadap
lavender karakteristik
Penurunan
terhadap responden yang
Nyeri Pasien penurunan nyeri mengalami nyeri
Pasca Bedah pasien pasca terbanyak
Dengan bedah dengan berdasarkan usia
General general anestesi responden
Anestesi Dl Rs di Rumah Sakit berkisar antara
Telogorejo Telogorejo usia 41-63 tahun
Semarang Semarang. sebesar 15
responden
(65,2%), jenis
kelamin
terbanyak adalah
perempuan
sebesar 17
responden
(73,9%),
pendidikan
terbanyak adalah
SMA sebesar 15
responden
(65,2%), dan
tingkat pekerjaan
terbanyak adalah
bekerja sebesar
16 responden
(69,6%).
Skala nyeri sebelum
diberikan
intervensi
terbanyak
adalah skala
nyeri 5 sebesar 7
responden
(30,4%),
sedangkan
terendah adalah
Skala nyeri 8
dan 9 masing-
masing sebesar I
responden
(4,3%). Rata-
rata mean nyeri
sebelum
diberikan
intervensi
sebesar 5,35.
Skala nyeri sesudah diberikan
intervensi terbanyak adalah Skala
nyeri 2 dan 3 masing-masing sebesar 6
responden (26, 1%), sedangkan
terendah adalah skala nyeri 6 sebesar I
3. Pelaksanaan dan Evaluasi
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus 20 tahun yang lalu dan biasa mendapatkan
insulin. Setelah mendapat penanganan awal di IGD, pasien selanjutnya dirawat di Ruang
Penyakit Dalam. Saat dilakukan pengkajian diperoleh pasien telah melakukan prosedur
operasi pada bagian pedis sinistra dengan GDS 150 gr/dl. TTV TD 110/70, HR 80x/menit,
RR 20x/menit, Suhu 36,50 C. pada luka amputasi ukuran luka 10x3 cm, tidak terdapat
eksudat dan serosa, jaringan nekrotik sedikit, jaringan granulasi tidak ada, tepian luka
epithelium melekat, kolonisasi ringan, dan luka tidak berbau.
- Nur Annisa Hayati, Tri Hartiti, (2021) dengan Pemberian Aromaterapi Lavender
Menurunkan Intensitas Nyeri Post Op Debridement Pada Pasien Ulkus Granulosum
Debridement adalah tindakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat jaringan yang
mati atau luka. Pasien yang dilakukan tindakan debridement mengakibatkan pasien
mengalami nyeri. Sehingga salah satu tindakan yang dapat dilakukan selain menggunakan
tehnik farmakologi menggunakan tehnik relaksasi aromaterapi. Relaksasi merupakan tehnik
yang dilakukan untuk mengatasi stres ataupun perasaan nyeri pada seseorang yang bertujuan
untuk terjadinya peningkatan aliran darah sehingga perasaan cemas dan suplai oksigenasi ke
area nyeri dapat berkurang. Studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui pemberian
aromaterapi lavender terhadap penurunan intensitas nyeri post op debridement. Metode yang
digunakan yaitu desain studi kasus deskriptif dengan pendekatan studi kasus berdasarkan
penerapan evidence based practice pemberian aromaterapi lavender untuk menggurangi nyeri
pada pasien post op debridement dengan ulkus granulosum . Sampel berjumlah 2 orang
dalam studi ini adalah semua pasien post op debridement yang mengalami ulkus granulosum.
Studi kasus ini dilaksanakan pada bulan januari 2020.
Alat ukur menggunakan numerical scale. Hasil perbandingan skala nyeri antara ke dua
responden sebelum dan sesudah di lakukan terapi menunjukan penurunan skala nyeri. Setelah
di lakukan terapi pemberian aromaterapi lavender skala nyeri responden pertama menjadi 4
dan responden kedua menjadi 2. Ada penurunan intensitas nyeri pada pasien post op
debridement dengan ulkus granulosum yang mengalami nyeri setelah di berikan terapi
aromaterapi lavender.
-Argi Virgona Bangun1, Susi Nur’aeni (2013) pengaruh aromaterapi lavender terhadap intensitas
nyeri pada pasien pasca operasi di rumah sakit dustira cimahi
Lavender sebagai aromaterapi memberikan efek relaksasi dan sedasi. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaruh aromaterapi lavender terhadap intensitas nyeri pada pasien pasca
operasi. Penelitian ini menggunakan desain pre-eksperimental dengan bentuk rancangan one
group pretest-posttest design selama Januari - April 2013 dengan sampel yang dipilih secara
purposive sampling. Analisa data dengan uji paired t-test. Hasil uji statistik didapatkan nilai p
value 0,001 berarti ada perbedaan intensitas nyeri antara sebelum dan sesudah diberikan
aromaterapi lavender. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Rumah Sakit untuk
menerapkan pemberian aromaterapi lavender pada pasien pasca operasi.
Dari tindakan diatas dapat disimpulkan bahwa aroma terapi lavender baik dilakukan pada
pasien nyeri post op amputasi dan mampu menurunkan skala tingkat nyeri. Sama halnya yang
dilakukan oleh ke 2 peneliti sebelumnya yang menggunakan tekhnik yang sama yaitu
Pemberian Aromaterapi Lavender yang menunjukan hasil yang sama menurunkan tingkat
skala nyeri.
-Via Untari ,Sri Puguh Kristiyawati, Syamsul (2014) Pengaruh Kombinasi Imajinasi Terbimbing
Dan Aroma Terapi Lavender Terhadap Penurunan Nyeri Pasien Pasca Bedah Dengan General
Anestesi Dl Rs Telogorejo Semarang Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
kombinasi imajinasi terbimbing dan aroma terapi lavender terhadap penurunan nyeri pasien
pasca bedah dengan general anestesi di Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Hasil uji
menunjukkan ada pengaruh kombinasi imajinasi terbimbing dan aroma terapi lavender
terhadap penurunan nyeri pasien pasca bedah dengan general anestesi di Rumah Sakit
Telogorejo Semarang dengan p-value 0,000<0,05. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
menggunakan terapi non-farmakologi lainnya dan menggunakan sampel penelitian yang lebih
besar Iagi sehingga didapatkan hasil Iebih baik.
-
-
DAFTAR PUSTAKA
Bararah dan Jauhar. 2014. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional.
Jilid 2. Jakarta : Pustakarya.
Dewi, 2010, Aromaterapi Lavender Sebagai Media Relaksasi. http://www.jurnal.unud.ac.id//
Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9 jakarta :
EGCLemone dan Burke. 2016. Nursing Care Plan on Clients. Jakarta : EGC.
(IDF). (2015) . Idf diabetes altas sixth edition. Diakses pada tanggal 15 april 2016 dari
http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf
Lukman dan Ningsih Nurna. 2015. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Nur Annisa Hayati1, Tri Hartiti Submit 15 September 2020 Diterima 2 April 2021 Diterbitkan 30
April 2021. Ners Muda, Vol 2 No 1, April 2021 e-ISSN: 2723-8067
DOI:https://doi.org/10.26714/nm.v2i1.6233
PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta:
DPP PPNI
PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta:
DPP PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP
PPNI