Anda di halaman 1dari 105

MAKALAH

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN BEDAH PADA KLIEN Ny. R DENGAN


KOMPLIKASI ULKUS DIABETIKUM (THORAK ANTERIOR)
DI RUANG MELATI RSU KMC LURAGUNG
TAHUN 2021

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok


Stase Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II)
Program Profesi Ners STIKes Kuningan

Dosen Pengampu:
Ns. Lia Mulyati, S.Kep., M.Kep
Ns. Rastipiati Salahudin, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
RSU KMC LURAGUNG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan kasih-Nya, Penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Asuhan Keperawatan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun berdasarkan hasil
pengamatan dan pengkajian langsung mengenai kasus ulkus diabetikum.
Tujuan dari praktik ini adalah diharapkan agar mahasiswa dapat
mengaplikasikan konsep dan teori yang telah didapatkannya di akademik untuk
mencapai kompetensi pada aspek keterampilan dan psikomotor stase Keperawatan
Medikal Bedah II (KMB II)..
Penyusun menyadari bahwa laporan ini dapat disusun dan diselesaikan
berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penyusun
ingin menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Yoga Karsenda, M.H., Kes selaku Direktur RSU KMC Luragung.
2. Santy W, S.Kep.Ners selaku Komite Keperawatan RSU KMC Luragung.
3. Nuryati, Amd.Kep selaku Kepala Bidang Keperawatan RSU KMC Luragung.
4. Iis Sulastri, Amd. Kep selaku Kepala Ruangan Ruang Melati RSU KMC
Luragung.
5. Seluruh Pembimbing Klinik di RSU KMC Luragung.
6. Prof. Dr. Hj. Dewi Lailatul Badriah, M.Kes., AIFO selaku Ketua Yayasan
Pendidikan Bhakti Husada Kuningan
7. H. Abdal Rohim., S. KP., MH selaku Ketua STIKes Kuningan
8. Ns. Lia Mulyati, S. Kep., M. Kep selaku Dosen Pembimbing Stase
Keperawatan Medikal Bedah II STIKes Kuningan
9. Ns. Rastipiati Salahuddin, S. Kep., M. Kep selaku Dosen Pembimbing Stase
Keperawatan Medikal Bedah II STIKes Kuningan
10. Seluruh Pembimbing Akademik STIKes Kuningan
11. Rekan-rekan yang telah berjuang bersama selama melaksanakan Praktek
Stase Keperawatan Medikal Bedah II di RSU KMC Luragung.
Semoga kegiatan Praktek ini dapat menjadi pengalaman yang paling
berharga bagi mahasiswa dan dapat dijadikan bahan evaluasi apabila terdapat
kekurangan dalam pelaksanaannya.

Kuningan, 30 April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia. Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi oleh

pankreas, bertugas mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan

mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada penderita DM, kemampuan

tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat

menghentikan sama sekali produksi insulin. Terdapat empat klasifikasi DM

menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2014, yaitu DM tipe 1,

DM tipe 2, DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya,

serta diabetes mellitus gestasional.

Kurang lebih 90% hingga 95% penderita diabetes mellitus mengalami

DM tipe 2 yang terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin

(resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin yang

disebabkan adanya kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Mayoritas

penderita DM tipe 2 memiliki riwayat keluarga dengan penyakit diabetes

mellitus atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes

misalnya dislipidemia, hipertensi, maupun obesitas. Faktor lingkungan yang

mempengaruhi risiko terjadinya DM tipe 2 adalah konsumsi makanan yang

tinggi lemak, tinggi kalori serta minimnya aktivitas fisik (Smeltzer & Bare,

2008).
Diabetes melitus (DM) dan komplikasinya masih menjadi

permasalahan serius yang dihadapi negara-negara maju maupun bekembang

di seluruh dunia karena menyebabkan sekitar 5% kematian dari seluruh total

kematian di dunia (Mu’in, 2011). Pada tahun 2000, diseluruh dunia terdapat

171 juta penyandang diabetes, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 300

juta jiwa pada tahun 2025, serta menjadi 366 juta pada tahun 2030

(PERKENI, 2011). Fenomena ini terjadi di hampir semua Negara baik maju

maupun berkembang. Hal ini menyebabkan DM disebut sebagai burden baru

yang menjadi ancaman epidemi gobal sehingga memerlukan penanganan

segera dari seluruh penduduk dunia untuk mengatasinya (Mu’in, 2011).

Indonesia merupakan ranking keempat dalam prevalensi DM

terbanyak di seluruh dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat (Mu’in,

2011). Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah

penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi

sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030, yang menunjukkan adanya

peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030

(PERKENI, 2011). Prevalensi diabetes melitus tipe 2 penduduk lima belas

tahun keatas di daerah urban Indonesia adalah 5,98% dari total penduduk

(Riskesdas, 2007 dalam Irawan, 2010).

Kondisi hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus dapat

mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetikum

dan sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis (HHNK).

Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi secara


mikrovaskuler yang kronis (nefropati dan retinopati), makrovaskuler

(infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer), serta komplikasi

neuropati. Salah satu komplikasi dari hiperglikemia jangka panjang adalah

terjadinya ulkus diabetik khususnya di bagian ekstremitas bawah. Tidak

seperti luka kronis lainnya, upaya penyembuhan ulkus pada penderita

diabetes cenderung lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama.

Berdasarkan hasil penelitian di Eropa, 58% pasien dengan ulkus

diabetik mendatangi klinik perawatan luka ataupun rumah sakit untuk

mendapatkan perawatan akibat adanya luka yang terinfeksi (Prompers,

Schaper, Apelqvist, et al., 2008 dalam Wounds International, 2013).

Sementara di US terdapat 56% kasus ulkus diabetik disertai dengan

infeksi. Dari hasil penelitian tersebut, juga didapatkan data bahwa risiko

hospitalisasi dan amputasi eksremitas bawah adalah 56-155 kali lebih besar

pada pasien diabetes dengan ulkus diabetik yang terinfeksi dibandingkan

dengan yang tanpa infeksi (Lavery, Armstrong, Wunderlich, et al., 2006

dalam Wounds International, 2013). Lipsky (2004) menyatakan bahwa

sekitar 10%-30% pasien diabetes dengan ulkus berisiko untuk mengalami

amputasi baik dalam skala minor maupun mayor, sedangkan adanya infeksi

pada ulkus diabetik diperkirakan menjadi penyebab 60% kasus amputasi.

Identifikasi masalah infeksi pada ulkus diabetik tidaklah selalu

mudah. Pada kasus diabetes, terjadi penurunan perfusi jaringan, dan

kegagalan sintesis protein akibat kondisi hiperglikemia jangka panjang

(Wounds International, 2013). Selain itu, kemampuan respon inflamasi

tubuh terhadap adanya luka atau infeksi mungkin mengalami penurunan


karena adanya pelemahan fungsi leukosit, penyakit vaskuler, dan neuropati.

Demikian juga tanda-tanda inflamasi seperti dolor, rubor, kalor, dan tumor

sebagai respon terhadap adanya infeksi mungkin saja tidak muncul (Pozzili &

Leslie, 1994 dalam Williams, Hilton, & Harding, 2004).

Penderita DM berisiko untuk mengalami infeksi dan sepsis.

Jumlah kasusnya diperkirakan mencapai 20.1% – 22.7% dari seluruh kasus

sepsis di dunia (Finfer et al, 2009; Stegenga et al, 2010 dalam Koh, Peacock,

Poll, & Wandersenga, 2012). Hal yang patut diwaspadai dengan adanya

infeksi adalah kemungkinan terjadinya sepsis. Sepsis merupakan respon

tubuh secara berlebihan dan bersifat sistemik terhadap infeksi, baik yang

bersumber dari bakteri, virus, jamur, maupun parasit. Masalah tersebut jika

tidak diatasi dengan baik dapat menimbulkan perburukan kondisi, antara

lain terjadinya sepsis berat, syok sepsis, Multiple Organ Dysfunction

Syndrome (MODS), dan kematian. Sepsis dan syok sepsis merupakan bagian

dari kondisi kegawatdaruratan, namun hingga saat ini masih banyak

petugas kesehatan yang tidak mampu mengenali tanda dan gejalanya. Hal

tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah laporan pasien yang

mengalami sepsis serta kematian akibat syok sepsis (Nursing Times, 2014).

Selama perawatan, pasien Ulkus Diabetikum mengalami berbagai

masalah keperawatan, sehingga membutuhkan proses keperawatan, proses

keperawatan dilakukan untuk mengidentifikasi masalah, mencegah dan

mengatasi masalah keperawatan yang dialami pasien baik masalah

keperawatan aktual maupun potensial untuk meningkatkan kesehatan.

Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat sangat mempengaruhi


kualitas asuhan keperawatan yang diterima oleh pasien. Upaya yang

dilakukan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan

menerapkan berbagai peran perawat. Selama berpraktek penulis menjalankan

peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan,advokat (pembela),

edukator, Kolaborator dan konsultan. Sehingga dapat membantu pasien yang

mengalami masalah fisik maupun psikologis yang membutuhkan perawatan

lebih lanjut.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

membuat karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny. R

dengan Komplikasi Ulkus Diabetikum (Thorak Anterior) Diruang Rawat Inap

Melati RSU KMC Luragung Tahun 2021”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu memahami, menerapkan, mendokumentasikan dan

mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Komplikasi

Ulkus Diabetikum diruang rawat inap Melati RSU KMC Luragung tahun

2021.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada klien

dengan penyakit Ulkus Diabetikum diruang rawat inap Melati RSU

KMC Luragung tahun 2021.


b. Mampu melaksanakan pengkajian dan mengidentifikasikan data dalam

penunjang asuhan keperawatan pada klien dengan Ulkus Diabetikum

diruang rawat inap Melati RSU KMC Luragung tahun 2021.

c. Mampu menentukan diagnosa keperawatan atau masalah keperawatan

yang berhubungan dengan Ulkus Diabetikum diruang rawat inap

Melati RSU KMC Luragung tahun 2021.

d. Mampu menentukan perencanaan asuhan keperawatan pada klien

dengan Ulkus Diabetikum diruang rawat inap Melati RSU KMC

Luragung tahun 2021.

e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada asuhan keperawatan

klien dengan Ulkus Diabetikum diruang rawat inap Melati RSU

KMC Luragung tahun 2021.

f. Mampu melaksanakan evaluasi pada asuhan keperawatan klien dengan

Ulkus Diabetikum diruang rawat inap Melati RSU KMC Luragung

tahun 2021.

g. Mampu membuat Dokumentasi keperawatan pada klien dengan Ulkus

Diabetikum diruang rawat inap Melati RSU KMC Luragung tahun

2021.

C. Manfaat

1. Bagi Penyusun

Penulisan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan

penyusun dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

Ulkus Diabetikum.
2. Bagi Institusi Pendidikan

Karya ilmiah ini diharapkan dapat manjadi acuan dalam upaya

pengembangan kurikulum pendidikan terkait identifikasi dan penanganan

segera masalah ulkus diabetikum. Hasil penulisan karya ilmiah ini juga

diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan

pengembangan ilmu keperawatan.

3. Bagi Institusi Rumah Sakit

Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

bagi institusi pelayanan kesehatan tentang pemberian asuhan keperawatan

pada pasien dengan ulkus diabetikum. Selain itu, karya ilmiah ini juga

diharapkan dapat menjadi acuan bagi institusi rumah sakit dalam upaya

peningkatan kualitas SDM yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan keperawatan
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit DM

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan

atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang

bermakna manis atau madu. Penyakit Diabetes Mellitus dapat diartikan

individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar

glukosa tinggi. Diabetes Mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang

ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative

insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

DM adalah penyakit Metabolik kronik dimana tubuh tidak dapat

memetabolisme karbohidrat, lemak dan protein karena gangguan

ketidakefektifan penggunaan insulin (Doenges, 2010).

Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik

disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan

pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan

dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2010).

Menurut American Diabetes Association (ADA) adalah kadar

glukosa darah tinggi karena terjadinya gangguan dalam menghasilkan

dan menggunakan insulin (ADA, 2014).


Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

Diabetes Mellitus adalah suatu gangguan metabolisme dan mengancam

hidup yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang

diakibatkan oleh kekurangan insulin dan kerja insulin.

2. Anatomi Fisiologi Pankreas

Anatomi Pankreas

Gambar 2. 1 Anatomi Pankreas

Pankreas terletak melintang diatas abdomen dibelakang gaster

didalam ruang retroperitonial. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai

hilus limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas

dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu

bagian pankreas yang lehernya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri

dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah

kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas.


Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

a. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.

b. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan

getahnya namun sebaliknya mensekresikan insulin dan glukagon

langsung kedalam darah.

Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap

pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun

mengelilingi pembuluh darah kapiler.

Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yaitu sel-alfa,

beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua

sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan

insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam

sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan

yang lain. Dalam sel B, molekul insulin membentuk polimer yang

juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini

mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng

dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B,

kemungkinan diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus

didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke

dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang

mengeluarkan insulin kedaerah luar dengan eksositosis. Kemudian

insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan

endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang
mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon.

Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan

somatostatin (Tambayong, 2001).

Panreas dibagi menurut bentuknya :

a. Kepala (kaput) yang paling lebar terletak dikanan rongga abdomen,

masuk lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.

b. Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung

dan di depan vertebra lumbalis pertama.

c. Ekor (kauda) adalah bagian runcing di sebelah kiri sampai menyentuh

pada limpa (lien).

Fisiologi Pankreas

Pankreas disebut sebgai organ rangkap, mempunyai dua fungsi

yaitu sebagai kelenjer eksokrin dan kelenjer endokrin. Kelenjer eksokrin

menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis

protein, lemak dan karbohidrat. Sedangkan endokrin menghasilkan

hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan penting pada

metabolisme karbohidrat.

Kelenjer pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam

tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleg sel – sel dipulau

langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai

hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan

hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukogen.


Fisiologi Insulin :

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans

menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa

jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,

somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.

Pankreas menghasilkan :

a. Garam NaHCO3 : membuat suasana basa

b. Karbohidrase : amilase ubah amilum maltosa

c. Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa 2 glukosa

d. Sukrase ubah sukrosa 1 glukosa + 1fruktosa

e. Laktase ubah laktosa 1 glukosa + 1 galaktosa

f. Lipase mengubah lipid asam lemak + gliserol

g. Enzim entrokinase mengubah tripsinogen tripsin dan ubah

pepton asam amino

Gambar 2. 2 Anatoi Pankreas

Kepulauan langerhans membentuk organ endokrin yang


menyekresikan insulin, yaitu sebuah hamron antidiabetika, yang

diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin ialah sebuah protein yang

dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencernaan protein dan karena

itu tidak diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan subkutan.

Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagai

pengobatan dalam hal kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki

kemampuan sel tubuh untuk mengasorpsi dan menggunakan glukosa dan

lemak.

Hormon Insulin

Insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam

amino yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila

kedua rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional dari

insulin akan hilang.

Translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada reticulum

endoplasma membentuk preprohormon insulin – melekat erat pada

raticulum endoplasma – membentuk proinsulin – terbungkus granula

sekretorik dan sekitar seperenam lainnya tetap menjadi proinsulin yang

tidak mempunyai aktivitas insulin.

Insulin dalam darah berdasar dalam bentuk yang tidak terikat dan

memiliki waktu paruh 6 menit. Dalam waktu 10 sampai 15 menit akan

dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang berkaitan

dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh

enzim insulinase dalam hati, ginjal, otot dan dalam jaringan yang lain.

Reseptor insulin merupakan kombinasi dari empat subunit yang


saling berkaitan bersama oleh ikatan disulfide, 2 subunit alfa ( terletak

seluruhnya diluar membran sel ) dan 2 subunit beta ( menembus

membrane, menonjol ke dalam sitoplasma ). Insulin berikatan dengan

subunit alfa – subunit beta mengalami autofosforilasi – protein kinase –

fosforilasi dari banyak enzim intraseluler lainnya.

Insulin bersifat anabolik, meningkatkan simpanan glukosa, asam-

asam lemak, dan asam-asam amino. Glikagon bersifat katabolik,

memobilisasi dalam aliran darah. Kedua hormon ini bersifat berlawanan

dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian besar keadaan

disekresikan secara timbal b alik. Insulin yang berlebihan menyebabkan

hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma.

Definisi insulin baik absolut maupun relatif, menyebabkan

diabetes mellitus, suatu penyakit kompleks yang bila tidak diobati dapat

mematikan. Definisi glukagon dapat menimbulkan nhipoglikemia, dan

kelebihan glukogen menyebabkan diabetes memburuk. Produksi

somatastin yang berlebihan oleh pankreas menyebabkan hiperglikemia

dan manifestasi diabetes lainnya.

a. Sintesis insulin

Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan

ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma (mirip sintesis

protein) dan menghasilkan praprohormon insulin dengan berat

molekul sekitar 11.500. kemudian praprohormon diarahkan oleh

rangkaian “pemandu” yang bersifat hidrofibik dan mengandung 23

asam amino ke dalam sistem retikulum endoplasma.


Struktur kovalen insulin manusia:

1) Di retikulum endoplasma, praprohormon ini dirubah menjadi

proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000 dan dikeluarkan

dari retikum endoplasma.

2) Molekul proinsulin diangkat ke aparatus golgi, di sini proteolisis

serta pengemasan kedalam granul sekretorik dimulai.

3) Di aparatus golgi, proinsulin yang semua tersusun oleh rantai

B--- peptida (C) penghubung rantai A, akan dipisahkan oleh

enzim mirip tripsin dan enzim mirip karboksipeptidase.

4) Pemisah itu akan menghasilkan insulin heterodimer (AB) dan C

peptida. Peptida-C dengan jumlah ekuimolar tetap terdapat

dalam granul, tetapi tidak mempunyai aktivitas biologik yang

diketahui.

b. Sekresi Insulin

Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi

dengan melibatkan sistem mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B

pada pulau Langerhans. Sejumlah kondisi intermediet turut

membantu pelepasan insulin :

1) Glukosa : apabila kadar glukosa darah melewati ambang batas

normal – yaitu 80-100 mg/dL maka insulin akan dikeluarkan

dan akan mencapai kerja maksimal pada kadar glukosa 300-500

mg/dL.

2) Dalam waktu 3 sampai 5 menit sesudah terjadi peningkatan

segera kadar glukosa darah, insulin meningkat sampai hampir


10 kali lipat. Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin

yang sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel beta pulau

langerhans pancreas. Akan tetapi kecepatan sekresi awal yang

tinggi ini tidak dapat dipertahankan, sebalinya dalam waktu 5

sampai 10 menit kemudian kecepatan sekresi insulin akan

berkurang sampai kira- kira setengah dari kadar normal.

3) Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk

kedua kalinya, sehingga dalam waktu 2 sampai 3 jam akan

mencapai gambaran seperti daratan yang baru, biasanya pada

saat ini kecepatan sekresinya bahkan lebih besar dari pada

kecepatan sekresi pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh

adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu

terbentuk dan oleh adanya aktivasi system enzim yang

mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel.

4) Naiknya sekresi insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan

meningkatnya kecepatan dan sekresi secara dramatis.

Selanjunta, penghentian sekresi insulin hampir sama cepatnya,

terjadi dalam wkatu 3 sampai 5 menit setelah pengurangan

konsentrasi glukosa kembali ke kadar puasa.

5) Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan

insulin selanjutnya meningkatkan transport glukosa dalam hati,

otot dan sel lain, sehingga mengurangi konsentrasi glukosa

darah kembali ke nilai normal. Insulin dilepaskan pada suatu

kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Ransangan utama


pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar

glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan

normal adalah 80-90 mg/dL. Insulin bekerja dengan cara

berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berkaitan, insulin

bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan

peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera

digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan

didalam hati (Guyton & Hall, 2005).

3. Klasifikasi

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes

Association’s Expert Commitee on the Diagnosis and Clasification of

Diabetes Mellitus, menjabarkan 4 kategori utama Diabetes, yaitu :

(Corwin, 2009)

a. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)/ Diabetes

Mellitus tergantung insulin (DMTTI).

Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah

tipe I. Sel- sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan

insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan

insulin untuk mengontrol kadar gula darah, awalnya mendadak

biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.

b. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Sembilan puluh persen sampai 95 % penderita diabetik adalah

tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap


insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan

insulin. Pengobatan pertama adalah diit dan olah raga, jika kenaikan

kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat

hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak

dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka

yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.

c. DM tipe lain

Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma

pankretik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain dan

penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.

d. Diabetes Kehamilan : Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya

tidak mengidap diabetes.

4. Etiologi

Penyebab Diabetes mellitus berdasarkan klasifikasi menurut

WHO tahun 2013 adalah :

a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)

1) Faktor genetik / herediter

Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui

kerentanan sel- sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau

mempermudah perkembangan antibodi autoimun sel-sel beta,

jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.

2) Faktor infeksi virus


Berupa infeksi virus Coxakie dan Gondogen yang

merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada

individu yang peka secara genetik.

b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)

Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi

obesitas pada individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor

insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang

efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.

c. DM Malnutrisi Fibro calculous pancreatic DM (FCPD)

Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan

rendah protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses

mekanik (fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel

beta menjadi rusak.

Protein defisiensi pancreatic Diabetes Mellitus (PDPD)

karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel

Beta pancreas.

d. DM Tipe lain

Penyakit pankreas seperti : pancreatitits, Ca pancreas dll

1) Penyakit hormonal

Seperti : acrogemali yang meningkat GH (growth

hormon) yang merangsang sel-sel beta pankreas yang

menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak.

Faktor resiko untuk penyakit Diabetes Mellitus terutama pada

Diabetes Mellitus tipe II yaitu antara lain:


a) Ras dan etnik.

b) Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang

diabetes).

c) Umur : resiko untuk menderita intoleransi glukosa

meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45

tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.

d) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram

atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).

e) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5

kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko

yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi lahir dengan BB

normal.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu :

a. Gejala awal penderita DM adalah

1) Poliuria (peningkatan volume urine)

2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang

sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi

ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel

karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti

penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik

(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH

(antideuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.

3) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang


kedalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat

badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali

merasa lapar yang luar biasa.

4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah

pada pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan

sebagian besara sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

6. Patofisiologi

Pankreas adalah sebuah kelenjar yang memiliki kumpulan sel

yang berbentuk seperti pulau yang disebut dengan Pulau-Pulau

Langerhans. Di dalam pulau- pulau tersebut berisi sel alfa (sel yang

memproduksi glukagon yang kerja zat tersebut berlawanan dengan

insulin), sel beta (sel yang memproduksi insulin yan bertugas

memasukkan glukosa ke dalam sel), dan sel delta (sel yang memproduksi

somastostatin).Pada Diabetes Melitus type I ditandai oleh penghancuran

sel-sel beta pankreas yang diakibatkan oleh faktor genetik, imunologi,

dan mungkin pula lingkungan (infeksi virus).

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta diibaratkan sebagai anak

kunci yang dapat membuka pintu masuk agar glukosa dapat masuk ke

dalam sel dan dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada,

maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap berada di

pembuluh darah. Pada Diabetes Melitus type II, mekanisme yang tepat

yang menyebabkan gangguan sekresi insulin, tetapi terdapat faktor-faktor

risiko yang mempengaruhi hal tersebut yaitu faktor usia (> 60 th),
obesitas, riwayat kelarga dan kelompok etnik tertentu.Proses terjadinya

Diabetes Melitus type II yaitu bila jumlah insulin normal tetapi reseptor

insulin yang diibaratkan sebagai lubang kunci pada permukaan sel

berkurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit sehingga

glukosa tetap berada di pembuluh darah.

Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa yang normal atau toleransi glukosa

setelah makan karbohidrat akan menimbulkan hiperglikemia

(peningkatan glukosa dalam darah). Jika hiperglikemia-nya berat dan

ginjal tidak mampu menyerap kembali semua glukosa yang tersaring

keluar, maka akan timbul glikosuria. Ketika glukosa yang berlebihan

diekskresikan ke dalam urine, maka ekskresi ini akan disertai oleh

pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan yang dinamakan

Diuresis Osmotik.

Dari hal tersebut akan meningkatkan pengeluaran urine

(poliuria), dan sebagai kompensasi tubuh akan timbul rasa haus

(polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka sel dalam tubuh

kekurangan zat nutrisi sehingga berat badan berkurang dan menimbulkan

rasa lapar (polifagia). Akibat kehilangan zat nutrisi yang akan diubah

menjadi energi akan mengakibatkan rasa lelah, lemah dan mengantuk.

Dari kekurangan zat nutrisi dalam sel dan hiperglikemia juga dapat

mengakibatkan proses penyembuhan luka berjalan lambat sehingga dapat

terjadi gangren dan penglihatan kabur.

Selain itu, di dalam tubuh terjadi pemecahan lemak yang


mengakibatkan peningkatan produksi sampingannya yaitu badan keton.

Badan keton ini merupakan asam yang mengganggu keseimbangan

asam-basa dalam tubuh jika jumlahnya berlebihan. Hal inilah dinamakan

Ketoasidosis Diabetik yang menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri

abdomen, mual mntah, nafas berbau aseton, pernapasan kussmaul,

perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui

kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati

diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan

pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan

pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.

Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar

dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya

proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang

berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler.

Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada

daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer

memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya

kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas

yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit

menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal

manghalangi resolusi.Mikroorganisme yang masuk mengadakan

kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed

space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang


abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke sekitarnya.
29

7. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis DM dapat ditegakan melalui tiga cara

a. Keluhan klasik dan kadar glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL

b. Keluhan klasik dan kadar glukosa plasma 126 mg/dL (saat 8

jam terakhir tidak ada kalori yang masuk)

c. Kadar glukosa plasma 200 mg/dL ( saat 2 jam setelah

pemberian glukosa pada OGTT / Oral Glucose Tolerance Test).ADA

pada tahun 2011 menambahkan HbA1c sebagai pemeriksaan

diagnostik untuk DM dimana HbA1c ≥ 6,5% (ADA, 2014).

Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah :

a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi

Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat

menurun,sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki / jari ( - ),

kalus , claw toe Ulkus tergantung saat ditemukan ( 0 – 5 )

2) Palpasi

a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal

b) Klusi arteri dingin, pulsasi ( – )

c) Ulkus : kalus tebal dank eras.

3) Pemeriksaan fisik

a) Penting pada neuropati untuk cegah ulkus

b) Nilon monofilament 10 G

c) Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa

d) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas


30

(97%), sensitifitas (83%)

b. Pemeriksaan vaskuler

Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen

transkutaneus, ankle brachial index (ABI), absolute toe systolic

pressure. ABI : tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik

lengan.

c. Pemeriksaan Radiologis :

Gas subkutan, benda asing, osteomielitis

d. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

1) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah

puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.

2) Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil

dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),

kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

3) Kultur pus’/;.l,kmijnuhbyvcewwwertyu

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik

yang sesuai dengan jenis kuman (Doenges, 2010).

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DM dilakukan untuk meningkatkan kualitas


31

pasien DM. Target yang dilakukan dalam penatalaksanaan DM meliputi

pengendalian gula darah,pengendalian penyakit penyerta, dan

pengelolaan komplikasi.

9. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

a. Penatalaksanaan Medis

1) Obat hipoglikemik oral dari golongan sulfonilurea, glitazone.

2) Obat golongan glukosidase (alfa glukosidase inhibitor)

3) Obat golongan insulin sensitizing (thiazolindione, biguanid)

4) Insulin, jenisnya :

a) Short acting 1/2-1 jam, puncak 2-3 jam, duarsi kerja 4-6

jam, biasanya diberi 20-30 menit sebelum makan.

b) Intermediate acting 3-4 jam, puncak 4-12 jam, durasi kerja

16- 20 jam, sesudah makan.

c) Long acting 6-8 jam, puncak 12-16 jam, durasi kerjanya 20-

30 jam, untuk mengendalikan kadar gula darah puasa.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Pemantauan glukosa darah sendiri

2) Perawatan kaki pada klien dengan DM (mencuci kaki setiap hari

dan mengeringkannya, menggunting kuku secara merata dan

melintang serta jangan terlalu dalam, mengoleskan lotion dan

menggunakan alas kaki baik di dalam maupun di luar rumah.

3) Perawatan dengan mengganti vernam 1x sehari.


10. Komplikasi

Komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu

komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskuler jangka panjang.

a. Komplikasi Metabolik Akut

1) Hyperglikemia

Menurut Sujono & Sukarmin (2008) hiperglikemi

didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada

rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah.

Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai

mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri.

Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah

yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan

terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang

cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme

mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan

mengakibatkan penderita DM mudah m’engalami infeksi oleh

bakteri dan jamur.

Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena

defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebgai

berikut :

a) Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.

b) Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa).

c) Berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam

darah.
d) Glikolisis (pemecahan glukosa) mrningkat, sehingga

cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan

ke darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.

e) Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur

karbohidrat meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati

yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan asam amino

dan lemak.

Yang tergolong komplikasi metabolisme akut

hyperglikemia yaitu :

a) Ketoasidosis Diabetik (DKA)

b) Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)

Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena

definisi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia

muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar

glukosa serum > 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan

hiperosmolaris, diuresis osmotik dan dehidrasi berat.

c) Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama

komplikasi terapi insulin.

Penderita DM mungkin suatu saat menerima insulin yang

jumlahnya lebih banyak dari pada yang dibutuhkan untuk

mempertahankan kadar glukosa normal yang

mengakibatkan terjadinya hipoglikemia.


b. Komplikasi Kronik Jangka Panjang

Tabel 2.1 : Komplikasi panjang dari diabetes

Organ atau Yang Terjadi Komplikasi


Jaringan
yang
Terkena
Pembuluh Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yang jelek
darah menyumbat arteri berkuran besar atau menyebabkan
sedang di jantung, otak, tungkai & penyumbatan luka yang
penis. Dinding pembuluh darah kecil jelek dan bisa
mengalami kerusakan sehingga menyebabkan penyakit
pembuluh tidak dapat mentransfer jantung, stroke, gangren
oksigen secara normal & mengalami kaki & tangan, impoten
kebocoran. & infeksi.

Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh Gangguan penglihatan &


darah retina pada akhirnya bisa terjadi
kebutaan
Ginjal 1. Penebalan pembuluh darah ginjal. 1. Fungsi ginjal yang
2. Protein bocor kedalam air kemih. buruk.
3. Darah tidak disaring secara normal 2. Gagal ginjal
Syaraf Kerusakan saraf karena glukosa tidak 1. Kelemahan tungkai
dimetabolisir secara normal & karena yang terjadi secara
aliran darah berkurang tiba-tiba atau secara
perlahan
2. Berkurangnya rasa,
kesemutan ditangan
dan di kaki
3. Kerusakan saraf
menahun.
Kulit Berkurangnya aliran darah kekulit & 1. Luka, infeksi dalam
hilangnya rasa yang menyebabkan (ulkus diabetikum)
cedera berulang 2. Penyembuhan luka
yang jelek

Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi,


terutama infeksi saluran
kemih dan kulit.
B. Konsep Dasar Ulkus Diabetikum

1. Pengertian

Ulkus adalah luka yang terbuka pada permukaan kulit atau

selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai

infasif kuman suprofit. Adanya kuman suprofit tersebut menyebabkan

ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik

dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni,

2010).

Ulkus diabetikum adalah luka yang disebabkan akibat kurang

kuatnya elastisitas kulit yang disebabkan oleh gangren pada kulit dari

reaksi kadar gula sehingga menimbulkan rusaknya jaringan kulit dan

terjadinya ulkus pada penderita Diabetes Mellitus (suyono S, 2006).

2. Etiologi

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya Ulkus

Diabetikum menjadi faktor endogen dan ekstrogen

a. Faktor endogen

1) Genetik, metabolik

2) Angiopati diabetik

3) Neuropati diabetik

b. Faktor ekstrogen

1) Trauma

2) Infeksi

3) Obat
Faktor utama yang berperan pada timbulnya Ulkus Diabetikum

adalah angipati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan

menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga

akan mengalami trauma tanpa terasa uang mengakibatkan terjadinya

ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan

terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga meribah titik tumpu yang

menyebabkan ulserasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi

pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit

pada tungkainya sesudah berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati

akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta

antibiotik sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh

(Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai ulkus

diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga

faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuha ulkus

diabetikum (Askandar, 2001).

3. Patofisiologi

Penyakit diabetes membuat gangguan melalui gangguan pada

pembuluh darah diseluruh tubuh, disebut anggio dibetiku. Penyakit ini

berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah

besar (makrovaskuler) disebut makroangiopati dan pada pembuluh darah

halus (mikrovaskuler) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri

dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya,

dikelilingi kaki keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus


berhubungan dengan hiperglikemi yang berefek terhadap saraf perifer,

kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan tekanan mekanik terbentuk

keratin keras pada daera kaki yang mengalami beban terberat neuropati

sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang

mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.

Selanjunya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur

sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan

penyembuhan luka abnormal menghalangi resolusi. Mikroorganisme

masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat

menimbulkan space infektion. Akhirnya sebagai konsekuensisistem imun

abnormal, bakterial dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan

sekitarnya.

4. Manifestasi Klinis

Ulkus Diabetikum akibat mikro angiopati disebut juga ulkus

panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa

hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri pada bagian

distal. Proses mikro angiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,

sedangkan secara akut emboli memberi gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri)

b. Palanes (kepucatan)

c. Paresthesia (kesemutan)

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralilysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut

pola dari fontaine :

1) Stadium I

Asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)

2) Stadium II

Terjadi klaudikasio intermiten

3) Stadium III

Timbulnya nyeri saat istirahat

4) Stadium IV

Terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

(International Working Group on the Diabetic Foot, 2011).

5. Pengelolaan Ulkus Diabetikum

a. Kontrol Nutrisi dan Metabolik

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan

dalam penyembuhan luka adanya anemia dan hipoalbuminemia akan

berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas

12 gr/dl dan pertahanan albumin diatas 3,5 gr/dl. Diet pada penderita

Diabetes Mellitus dengan selulitas atau gangren diperlukan protein

tinggi yaitu dengan koposisi protein 20%, lemak 20% dan

karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan

fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian

antibiotik pada abses atau infeksi dapat membantu kemampuan

melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus
diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

b. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada

ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bed rest, memakai crutch,

kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien

yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi

serta kedua tungkai harus diinspeksi setiap hari. Hal ini diperlukan

karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri,

sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama

menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.

c. Obat-obatan

Pencegahan infeksi sistemik kerena luka lama yang sukar

sembuh dan penanganan pengobatan Diabetes Mellitus merupakan

faktor utama keberhasilan pengobatan serta keseluruhan. Pemberian

obat untuk sirkulasi daerah perifer dengan pendekatan multi disiplin

(reologi- vasoaktif-neurotropik-antiagregasi-antioksidan-antibiotika)

/ “3 ANTI REVANE” merupakan pokok pengobatan dan menjadi

berhasil bila juga harus dilakukan terapi bedah dengan amputasi (3

ANTI REVANE-PUT).

d. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut warger maka

tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai

berikut :

1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada


2) Derajat I-IV: pengelolaan medik dan bedah minor

6. Derajat Ulkus Diabetikum

a. Derajat I (Pertama)

Terjadinya Ulkus Diabetikum dilantai dengan adanya tanda

dan gejala pada tubuh dan kulit seperti : lesi sudah tampak tapi

terlihat hanya lesi dalam dan tidak ada lesi terbuka adanya ulkus

superfisial pada kulit.

b. Derajat II (Kedua)

Terjadinya ulkus Diabetikum ditandai dengan adanya tanda

dan gejala pada tubuh dan kulit seperti : lesi sudah tampak tapi

terlihat hanya lesi dalam dan tidak ada lesi terbuka adanya ulkus

superfisial pada kulit, luka sudah tampak pada kulit terlihat ulkus

sudah dan tampak tembusan sehingga sampai ke tendon. Terlihat

adanya pus pada sekitar pinggiran luka.

c. Derajat III (Ketiga)

Terjadinya Ulkus Diabetikum ditandai dnegan adanya tanda

dan gejala pada tubuh dan kulit sperti : lesi sudah tampak tapi

terlihat lesi lebu dalam dari derajat 2 sedikit ada lesi terbuka, adanya

ulkus superfisial pada kulit, luka sudah tampak pada kulit terlihat

ulkus sudah dalam dan tampak tembus sehingga sampai ke tendon.

Pada derajat 3 ini pus sudah lebih tampak pada pinggiran luka, dan

terlihat sudah seperti ganggren mengenai sebagian tungkai.


d. Kemajuan Derajat Ulkus

Kemajuan derajat ulkus dapat dilihat dari pertumbuhan

jaringan yang ada disekitar ulkus, dimana pertumbuhan jaringan

yang terlihat dapat diamati mulai dari lapisan kulit utama (dermis)

sampai pada lapisan otot dimana ulkus terlihat.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Komplikasi

Ulkus Diabetikum

Menurut American Nurses Association. (2011), proses keperawatan

adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap

masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk

mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat

berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat.

Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam

mengurangi / mengatasi masalah- masalah kesehatan.Proses keperawatan

terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

a. Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,

tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada

umumnya keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki

/ tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak

sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa

nyeri klien digunakan:

1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang

menjadi faktor presipitasi nyeri.

2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menusuk.

3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan

seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-

gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-

sembuh,kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.

Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia,


mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri

perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-

pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah

impoten pada pria.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

a) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes

gestasional

b) Riwayat ISK berulang

c) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid),

dilantin dan penoborbital.

d) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.

d. Pemeriksaan Fisik

1) Aktifitas/istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergera/berjalan, kram otot,

tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.


Tanda : Takikardi, takipnea pada keaadaan istirahat atau

dengan aktifitas
2) Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, kebas, dan

kesemutan pada ekstremitas


Tanda : Takikardi, nadi yang menurun, perubahan

tekanan darah postural, distritmia, kulit panas,

kering, dan kemerahan bola mata cekung


3) Integritas ego

Gejala : Sress, tergantung pada orang lain, masalah

finansial yang berhubungan dengan kondisi


Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuri), nokturi Rasa

nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK

baru/berulang, nyeri tekan abdomen


Tanda : Urin encer, pucat kuning, poliuri, urin berkabut,

bau busuk (infeksi), abdomen keras adanya

ansites, bising usus lemah dan menurun.


5) Makan/cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak

mengikuti diet, peningkatan masukan

glukosa/karbohidrat, penuruna berat badan lebih

dari periode, beberapa hari/minggu, haus


Tanda : Kulit kering, turgao kulit jelek,

kekakuan/distensi abdomen, muntah,

pembesaran tyroid, bau holitosis


6) Neurosensoris

Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas

kelemahan pada otot, parestesia, gangguan

penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma

(tahap lanjut), gangguan memori, reflek tendon

dalam (RTD) menurun (koma)


7) Nyeri/kenyamanan

Gejala : Abdomen yang tegang/nyri (sedang dan berat)


Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat
berhati-hati
8) Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan dan

tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi

atau tidak)
Tanda : Batuk, dengan dan tanpa sputum purulen

(infeksi), frekuensi pernapasan


9) Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit


Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi,

menurunnya kekuatan umum/rentang gerak,

parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot

pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan

cukup tajam)
10) Seksualitas

Gejala : Rabas vagina (cendrung infeksi), masalah

impoten pada pria, kesulitan organme pada

wanita

e. Pemeriksaan diagnostic

1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl

2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok

3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt

4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis

metabolik)

5) Alkalosis respiratorik

6) Trombosit darah : mungkin meningkat

7) (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon


terhadap stress/infeksi.

8) Ureum/kreatinin mungkin meningkat/normal

lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.

9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),

normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan

insufisiensi insulin.

10) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin

meningkat.

11) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada

saluran kemih, infeksi pada luka.


2. Diagnosa Keperawatan

a. Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Masalah


1 DS: Diabetes Mellitus, gula Perfusi
o Klien darah meningkat perifer
mengatakan ↓ tidak
kesemutan Penebalan membran dasar efektif
o Klien engatakan vaskuler
nyeri ekstremitas ↓
Disfungsi endothel
DO: mikrovaskuler
o Keadaan umum ↓
lemah Mikroangiopati
o CRT >3 detik ↓
o Akral dingin Neuropati
o Tampak edema ↓
Neuropati sensori
o Nadi perifer

menurn atau tidak
Kesemutan
teraba

o Warna kulit pucat
Hilang rasa
o Turgor kulit ↓
menurun Trauma

Ulkus diabetikum

Perfusi perifer tidak efektif

2 DS: Diabetes Mellitus, gula Gangguan


o Klien darah meningkat integritas
mengatakan nyeri ↓ kulit dan
pada area ulkus Penebalan membran dasar jaringan
vaskuler
DO: ↓
o Keadaan umum Disfungsi endothel
lemah mikrovaskuler
o Tampak terdapat ↓
luka Aterosklerosis
o Kerusakan ↓
jaringan pada Oklusi
area ulkus ↓
o Nyeri Makroangiopati
o Perdarahan ↓
Penyakit pembuluh darah
o Kemerahan
kapiler
o Hematoma

Ulkus diabetikum

Gangguan integritas kulit

3 DS: Diabetes Mellitus, gula Nyeri akut


o Klien darah meningkat
mnegatakan nyeri ↓
Penebalan membran dasar
DO: vaskuler
o Keadaan umum ↓
lemah Disfungsi endothel
o Tampak meringis mikrovaskuler
o Tampak gelisah ↓
o Sulit tidur Mikroangiopati
o TTV berubah ↓
Neuropati
o Bersikap

protektif
Neuropati otonom
o Napsu makan

berubah Infeksi

Ulkus diabetikum

Nyeri yang lebih sensitif,
peningkatan jumlah sel
dasrah putih dan timbul
bauyang khas

Nyeri akut

4 DS: Diabetes Mellitus, gula Gangguan


o Klien darah meningkat, tidak mobilitas
mengatakan sulit terkendali fisik
menggerakan ↓
ekstremitas Penebalan membran dasar
o Klien vaskuler
mengatakan nyeri ↓
saat bergerak Disfungsi endothel
o Klien mikrovaskuler
mnegatakan ↓
enggan Mikroangiopati
melakukan ↓
gerakan Neuropati
o Klien ↓
mengatakan Neuropati motorik
lemas saat ↓
bergerak Kelemahan dan atropi otot

DO: Kekakuan gerak sendi
o Kekuatan otot ↓
menurun Gangguan mobilitas fisik
o ROM menurun
o Gerakan tidak
terkoordinasi
o Sendi kaku
o Gerakan terbatas
o Fisik lemah
5 DS: Diabetes Mellitus, gula Gangguan
o Klien darah meningkat pola tidur
mengatakan sulit ↓
tidur Penebalan membran dasar
o Klien vaskuler
mengatakan ↓
istirahat tidak Disfungsi endothel
cukup mikrovaskuler

DO: - Mikroangiopati

Neuropati

Neuropati otonom

Infeksi

Ulkus diabetikum

Nyeri yang lebih sensitif,
peningkatan jumlah sel
dasrah putih dan timbul
bauyang khas

Nyeri akut

Gangguan pola tidur

6 DS: Diabetes Mellitus, gula Ansietas


o Klien darah meningkat
mengatakan ↓
khawatir dengan Penebalan membran dasar
kondisinya vaskuler
o Klien merasa ↓
bingung. Sulit Disfungsi endothel
berkonsemterasi mikrovaskuler

DO: Mikroangiopati

o Klien tampak Neuropati
gelisah ↓
o Klien tampak Neuropati otonom
tegang ↓
o TTV abnormal Infeksi

Ulkus diabetikum

Nyeri yang lebih sensitif,
peningkatan jumlah sel
dasrah putih dan timbul
bauyang khas

Nyeri akut

Ansietas

b. Diagnosa Keperawatan Pre dan Post Operasi

1) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan suplay oksigen

menurun karena penyempitan pembuluh darah, dibuktikan dengan

DS : o Klien mengatakan kesemutan

o Klien engatakan nyeri ekstremitas


DO : o Keadaan umum lemah

o CRT >3 detik

o Akral dingin

o Tampak edema

o Nadi perifer menurn atau tidak teraba

o Warna kulit pucat

o Turgor kulit menurun


2) Gangguan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan

perubahan sirkulasi dibuktikan dengan:

DS : o Klien mengatakan nyeri pada area ulkus


DO : o Keadaan umum lemah
o Tampak terdapat luka

o Kerusakan jaringan pada area ulkus

o Nyeri

o Perdarahan

o Kemerahan

o Hematoma
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, dibuktikan

dengan:

DS : o Klien mnegatakan nyeri


DO : o Keadaan umum lemah

o Tampak meringis

o Tampak gelisah

o Sulit tidur

o TTV berubah

o Bersikap protektif

o Napsu makan berubah


4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri yang

dirasakan dibuktikan dengan:

DS : o Klien mengatakan sulit menggerakan ekstremitas

o Klien mengatakan nyeri saat bergerak

o Klien mnegatakan enggan melakukan gerakan

o Klien mengatakan lemas saat bergerak


DO : o Kekuatan otot menurun

o ROM menurun

o Gerakan tidak terkoordinasi


o Sendi kaku

o Gerakan terbatas

o Fisik lemah
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri yang

dirasakan dibuktikan dengan

DS : o Klien mengatakan sulit tidur

o Klien mengatakan istirahat tidak cukup


DO : -
6) Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan klien tentang

penyakitnya dibuktikan dengan

DS : o Klien mengatakan khawatir dengan kondisinya

o Klien merasa bingung. Sulit berkonsemterasi


DO : o Klien tampak gelisah

o Klien tampak tegang

o TTV abnormal
3.
4. Intervensi Keperawatan

NURSING CARE INTERVENTION


No Diagnosa (SDKI)
Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
Definisi: jam, diharapkan: 1. Periksa sirkulasi perifer (nadi perifer, CRT, warna kulit, dan
Penurunan sirkulasi darah pada 1. Perfusi perifer membaik, lain-lain)
level kapiler yang dapat dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sisrkulasi (misal: DM.
mengganggu metabolisme a. Denyut nadi perifer Hipertensi, kolesterol tinggi, perokok, dan lain lain)
tubuh. meningkat 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak di ekstremitas.
b. Kelemahan otot
Penyebab: menurun Terapeutik
1. Hiperglikemia c. Turgor kulit mrmbaik 1. Hindari pemasangan infus dan pemeriksaan tekanan darah pada
2. Penurunan konsentr=erasi 2. Status sirkulasi membaik, area keterbatasan perifer
hemoglobin dengan kriteria hasil: 2. Lakukan pencegahan infeksi
3. Peningkatan tekanan darah a. Kekuatan nadi 3. Lakukan perawatan kaki dan kuku
4. Kekurangan volume cairan meningkat 4. Lakukan hidrasi
5. Penurunan aliran ateri san b. Pucat menurun
atau vena c. CRT membaik Edukasi
6. Kurang terpapar informasi 1. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang benar dan tepat
tentang faktor pemberat
7. Kurang terpapar informasi Mnajemen Sensasi Perifer
tentang proses penyakit Observasi
8. Kurang aktivtas fisik 1. Identifikasi penyebab perubahan sensasi
2. Periksa perbedaan sensasi tajam atau tmpul dan panas atau
dingin
3. Monitor terjadinya parestesia
4. Monitor adanya tromboemboli vena

Terapeutik
1. Hindari pemakaian benda-benda yang suhunya berlebihan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
Kolaborasi pemberian kostikosteroid
2 Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Intergritas Kulit (I.11353)
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
Definisi : jam, diharapkan: 1. Identifikasi penyebab integritas kulit (mis.
Kerusakan kulit (dermis 1. Integritas kulit dan perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
dan/atau epidermis) atau jaringan membaik kelembaban, suhu lingkungan ektrem, penurunan mobilitas)
jaringan (membrane mukosa, (L.14125), dengan kriteria
kornea, fasia, otot, lendon, hasil: Terapeutik
tulang, kartilago, kapsul, sendi, a. Pemulihan pasca 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
dan/atau ligament) bedah 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu.
b. Penyembuhan luka 3. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
c. Perfusi perifer kering
d. Repon alergi local 4. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalgerik pada
Penyebab : e. Status nutrisi kulit sensitive
1. Perubahan sirkulasi membaik 5. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
2. Perubahan status nutrisi f. Status sirkulasi
(kelebihan atau meningkat Edukasi
kekkurangan) g. Termoregulasi baik
3. Kekurangan/kelebihan 1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
volume cairan 2. Anjurkan minum air yang cukup
4. Penurunan mobilitas 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
5. Bahan kimia iritatif 6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
6. Suhu/lingkungan yang berada di luar rumah
ekstrim Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
7. Faktor mekanis (mis.
penekanan pada tonjolan
tulang, gesekan) atau faktor
elektris
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi
tentang upaya
mempertahankan/melindun
gi integritas jaringan

3 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I. 08238)


keperawatan selama 3 x 24
Definisi: jam diharapkan: Observasi
Pengalaman sensorik atau 1. Tingkat nyeri menurun 1. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
emosional yang berkaitan (L.08066) dengan kriteria intensitas nyeri
dengan kerusakan jaringan hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
aktual atau fungsional, dengan a. Keluhan tidak nyaman 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
onset mendadak atau lambat menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
dan berintensitas ringan hingga 2. Status kenyamanan memperingan nyeri
berat yang berlangsung kurang meningkat (L.08064) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
dari 3 bulan. dengan kriteria hasil: nyeri
a. Keluhan nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Penyebab: menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
1. Agen pencedera fisiologis b. Mual menurun. 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
(mis. Inflamasi, iskemia, sudah diberikan
neoplasma) 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Agen pencedra kimiawi
(mis. Terbakar, bahan Terapeutik
kimia iritan) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
3. Agen pencidra fisik (mis. rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
Abses, trauma, amputasi, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbakar, terpotong, terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
mengangkatberat, prosedur 2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
operasi, trauma, latihan (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
fisik berlebihan 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4 Gangguan mobilitas fisik Seteah Dilakukan Tindakan Dukungan Ambulasi (1.06171)
Keperawatan Selama 3 X 24 Observasi
Defisnisi: jam diharapkan: 1. Identifikasi Adanya Nyeri Atau Keluhan Fisik
Keterbatasan dalam gerakan 1. Mobilitas fisik meningkat, Lainnya
fisik dari satua atau lebih dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi Toleransi Fisik Melakukan Ambulasi
ekstremitas secara mandiri a. Pergerakan 3. Monitor Frekuensi Jantung Dan Tekanan Darah
ekstremitas Sebelum Memulai Ambulasi
Penyebab: meningkat 4. Monitor Kondisi Umum Selama Melakukan
1. Kerusakan integritas b. Kekuatan otot Ambulasi
struktur tulang meningkat Terapeutik
2. Perubahan metabolisme c. RoM meningkat 1. Fasilitasi Aktivitas Ambulasi Dengan Alat Bantu
3. Ketidakbugaran fisik d. Nyeri menurun’kaku (Mis. Tongkat, Kruk)
4. Penurunan kendali otot sendir menurun 2. Fasilitasi Melakukan Mobilisasi Fisik, Jika Perlu
5. Penurunan massa otot e. Gerakan terbatas 3. Libatkan Keluarga Untuk Membantu Pasien Dalam
6. Penurunan kekuatan otot menurun Meningkatkan Ambulasi
7. Keterlambatan f. Kelemahan fisik
perkembangan menurun Edukasi
8. Kekakuan sendi 1. Jelaskan Tujuan Dan Prosedur Ambulasi
9. Kontraktur 2. Anjurkan Melakukan Ambulasi Dini
10. Malnutrisi 3. Ajarkan Ambulasi Sederhana Yang Harus Dilakukan (Mis.
11. Gangguan Berjalan Dari Tempat Tidur Ke Kursi Roda, Berjalan Dari
muskuloskeletal Tempat Tidur Ke Kamar Mandi, Berjalan Sesuai Toleransi)
12. Gangguan neurmuskular
13. Indeks massa tubuh diatas
persentil ke-75 sesuai usia
14. Efek agen farmakologis
15. Program pembatasan
gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar informasi
tentang aktivitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keengganan melakukan
pergerakan
21. Gangguan sensori persepsi
5 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur (I.09265)
keperawatan selama 3 x 24
Definisi: jam diharapkan: Observasi
Gangguan kualitas dan 1. Pola tidur membaik 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
kuantitas waktu tidur akibat (L.05045) dengan kriteria 2. Identifikasi faktor pengganggu tidr
faktor eksternal hasil: 3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
g. Keluhan tidak puas 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
Penyebab: tidur meningkat
1. Hambatan lingkungan h. Keluhan istirahat yang Terapeutik
2. Kurang kontrol tudyr cukup meingkat. 1. Modifikasi lingkungan
3. Kurang privasi 2. Batasi waktu tidur siang
4. Restraint fisik 3. Fasilitasi hilangkan stress sebelum tidur
5. Ketiadaan teman tidur 4. Tetapkan jadwal tidur
6. Ttidak familiar dengan 5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
peralatan tidur 6. Sesuaikan jadwal pemberian obat

Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/ minuma yang mengganggu
tidur
Ajarkan terapi non-farmakologi
6 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi Anxietas (I.09314)
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
Definisi: jam, diharapkan: 1. Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis.
Kondisi emosi dan pengalaman 1. Tingkat Ansietas menurun, Kondisi, waktu, stressor)
subyektif individu terhadap dengan kriteria hasil 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
objek yang tidak jelas dan a. Tingkat ansietas 3. Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
spesifik akibat antisipasi menurun
bahaya yang memungkinkan b. Harga diri terpenuhi Terapeutik
individu melakukan tindakan c. Proses informasi
untuk menghadapi ancaman. d. Tingkat pengetahuan 1. Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
Penyebab memungkinkan
1. Krisis situasional 3. Pahami situasi yang membuat anxietas
2. Kebutuhan tidak terpenuhi 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
3. Krisis maturasional 5. Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
4. Ancaman terhadap konsep 6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
diri 7. Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan
5. Ancaman terhadap datang.
kematian
6. Kekhawatiran mengalami
Edukasi
kegagalan
7. Disfungsi sistem keluarga 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
8. Hubungan orang tua-anak 2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan,
tidak memuaskan dan prognosis
9. Faktor keturunan 3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
(temperamen mudah 4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
teragitasi sejak lahir) kebutuhan
10. Penyalahgunaan zat 5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
11. Terpapar bahaya 6. Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
lingkungan (mis. toksin, 7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
polutan, dan lain-lain) 8. Latih teknik relaksasi
12. Kurang terpapar
informasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu

Terapi Relaksasi
Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang menganggu kemampuan
kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik
sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan
suhu sebelum dan sesudah latihan
5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi

Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat
dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai

Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis, relaksasi yang
tersedia (mis. music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil psosisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang dipilih’
Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam,
pereganganm atau imajinasi
5. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Ada 3 tahap implementasi:

a. Fase Orientasi

Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama

kalinya bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.

b. Fase Kerja

Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik,

dimana perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan

keperawatan, maka dari itu perawat diharapakan mempunyai

pengetahuan yang lebih mendalam tentang klien dan masalah

kesehatanya.

c. Fase Terminasi

Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat

meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan,

ketika dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran

perawat yang diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik

komunikasi terapeutik perawat-klien apabila ada umpan balik dari

seorang klien yang telah diberikan tindakan atau asuhan keperawatan

yang sudah direncanakan.

6. Evaluasi/ Catatan Perkembangan

Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan

yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan
yang telah diberikan dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif,

analisa, dan perencanaan). Evaluasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

a. Evaluasi berjalan (sumatif)

Evaluaasi jelas ini dikerjakan dalam bentuk pengsisihan format

catatan perkembngan dengan berorientasi kepada masalah yang

dialami oleh keluarga. Format yng dipakai adalah format SOAP.

b. Evaluasi akhir (formatif)

Evaluasi akhir dikerjakan dengan cara membandingkan antar

tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan antara keduanya,

mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau

kembali, agar didapat data-data, masalah, atau rencana yang perlu

dimodifikasi.
BAB III

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R

DENGAN DIAGNOSA ULKUS DIABETIKUM

DI RUANG RPU 2 ( BEDAH ) RSU KMC LURAGUNG

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama : Ny. R

Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SD

Status Marital : Menikah

Tgl Masuk : 10 April 2021 Jam 12.30

Tgl Pengkajian : 10 April 2021 Jam 12.30

Diagnosa Medis : Ulkus Diabetikum R Thorax Anterior Sinistra

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. I

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Hub Dengan Klien : Anak

Alamat : Desa Karang Baru


B. Keluhan Utama

Klien mengeluh nyeri pada bennjolan diatas payudara sebelah kiri ( sinistra )

C. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien diantar keluarganya ke IGD RSU KMC Luragung pada Sabtu, tanggal

10 April 2021 pada pukul 11.30 WIB. Klien masuk ke ruang bedah RSU

KMC Luragung pada Sabtu, 10 April 2021 pukul 12.30 WIB. Saat dilakukan

pengkajian, klien mengatakan nyeri pada benjolan di area atas payudara

sebelah kiri, klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti nyut-nyutan dan

dirasakan terus menerus. Nyeri dirasakan menyebar pada area benjolan (area

benjolan berdiameter ±10 cm), nyeri yang dirasakan menyebar hingga ke

badan dan ekstremitas, hingga menyebabkan kaku, sulit bergerak dan

kehilangan tenaga. Klien mengatakan skala nyeri 6 (1-10). Nyeri bertambah

ketika ditekan dan luka tidak ada perbaikan, klien mengatakan luka semakin

melebar dan basah meskipun diberi salep. Klien mengatakan nyeri disertai

dengan pusing, muntah setelah makan (+), batuk berdahak (+), dahak keluar,

nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Keluarga mengatakan 5 hari SMRS

klien sakit tenggorokan, klien sering tiduran dan menghadap ke beselah kiri

dan akhirnya membengkak.

Keluarga mengatakan klien mengalami gatal-gatal seperti penyakit herpes.

Klien menggaruk gatal tersebut sehingga menjadi lecet. Keluarga membawa

klien ke dr. umum dan diberikan terapi berupa salep dan obat yang diminum

dirumah (+). Klien dilakukan “ro” thorax dan tidak menunjukkan adanya

perbaikan.
Keluarga mengatakan setelah pemberian salep, luka semakin melebar, luka

tidak menunjukkan adanya kesembuhan, sehingga keluarga membawa klien

ke RSU KMC Luragung.

Saat dilakukan pengkajian, klien tampak meringis menahan nyeri, tampak

gelisah, pucat, akral pucat, akral teraba hangat, CRT >3 detik, konjungtiva

anemis, tampak lemah, tidak banyak bergerak, pergerakan terbatas dan

dibantu. Luka terlihat kemerahan, berisi nanah, tidak keluar darah, nyeri

tekan (+). Klien mengalami kelemahan otot ekstremitas atas sinistra, BAB

dan BAK (+).

TTV : RD : 140/90 mmHg, nadi : 116xpm, RR : 23xpm, suhu : 37,4°c,

SpO2 : 97%, GDS : 291 gr/dl. Klien telah diberikan terapi : IVFD RL 20 tpm,

cefotaxime 1gr IV, glimepende 2mg oral. Klien dianjurkan untuk puasa dari

pukul 12.00 siang klien direncanakan operawi pukul 18.00 WIB.

D. Riwayat Kesehatan Terdahulu

Klien mengatakan sudah menderita DM sejak 3 tahun yang lalu. Keluarga

mengatakan klien pernah dorawat di RSU KMC Luragung dengan penyakit

yab sama, GDS sampai ±500 gr/dl.

E. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga mengatakan bahwa lalal perempuan klien juga memiliki penyakit

DM. di keluarganya, tidak ada anggota keluarga dengan penyakit menular,

tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama.


Karena tidak ada riwayat penyakit yang sama sehingga tidak dibuat

genogram.

F. Kebutuhan Dasar

1. Oksigenasi

Usaha nafas klien spontan, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak

sesak, tidak kesulitan bernafas, tidak ada retraksi dinding dada dan tidak

terpasang oksigen. RR : 23xpm, spO2 : 97%, suara nafas ronkhi dan

batuk berdahak.

2. Cairan dan Elektrolit

Klien terpasang infus IVFD RL 20tpm pada ekstremitas atas dekstra.

Klien sedikit minum, sulit menelan, segera batuk setelah minum.

3. Nutrisi

Keluarga mengatakan sejak mengalami sakit tenggorokan klien sulit

menelan, klien sedikit makan, makan tidak habis. Klien muntah setelah

makan. Saat dirawat klien sulit makan, gangguan menelan masih ada.

Klien hanya makan yang lunak-lunak. Klien dianjurkan puasa sejak

pukul 12.00 siang sampai dilakukan operasu pukul 18.00 WIB pada hari

sabtu 10 April 2021.

4. Eliminasi

KEluarga mengatakan BAB dan BAK klien tidak ada keluhan. BAB (+)

tercium bau metana, konsistensi lembek keluaran “poop” sedikit.

Keluarga mengatakan klien sudah BAK (+) berwarna kuning, klien


dipasang diapers oleh keluarga karena tidak mampu BAB dan BAK di

kamar mandi.

5. Rasa Nyaman dan Kebersihan Diri

Klien mengatakan tidak nyaman dengan benjolan yang ada di area atas

payudara sinistra. Klien menatakan semenjak bedrest jarang mandi dan

keramas, klien merasa tidak nyaman dengan udara yang panas.

6. Aktivitas dan Istirahat

Keluraga mengatakan bahwa selama sakit klien tidak banyak beraktivitas

karena lemas dan lebih banyak berbaring, kurang pergerakan dan kurang

mobilisasi karena nyeri yang dirasakan, klien juga megatakan sulit tidur.

Kekyuatan otot ekstremitas atas sinsitra tampak lemah. Aktivitas klien

dibantu.

5 3
5 5

7. Keselamatan dan Keamanan

Keluarga mengatakan selama sakit klien selalu diajaga oleh keluarga.

Keluarga mengatakan sebelumnya klien tidak pernah jatuh. Klien tampak

dijaga oleh anaknya selama hospitalisasi.

8. Peran Seksual

Klien mengatakan sudah menopause.

9. Psikososial

Keluarga menatakan klien akrab dengan tetangga dan kerabatnya.


G. Pemeriksaan Fisik

1. Penampilan Umum

Keadaan umum klien sakit sedang, tampak lemah, lemas, kekuatan otot

menurun, konjungtiva anemis, pucat, sulit bergerak.

Kesadaran compos mentis, GCS : 13

2. Tanda – Tanda Vital

TD : 140/90mmHg RR : 23xpm SpO2 : 96%

Nadi : 111xpm Suhu : 37,4°c

3. Pemerikasan Head to Toe

No Jenis Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi


1 Mata dan Tampak Tidak ada Tidak dikaji Tidak dikai
wajah simetris, rambut benjolan di
beruban, ramput kepala
kusam dan
lepek, tidak ada
benjolan, tidak
ada edema,
tampak pucat
2 Mata Simteris, sclera Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji
ikterik, mata
sayu, tampak
cekung, tmapak
kotor,
konjungtiva
anemis, reflek
pupil (+)
3 Telinga Simetris, fungsi Tidak ada Tidak dikaji Tidak dikaji
pendengaran benjolan di
baik, tidak belakang
dianosis telinga/telinga
4 Hidung Simetris, tidak Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji
ada pernafasan
cuping hidung,
sedikit kotor,
tidak ada
kelainan, tidak
ada bengkak,
lesi dan sinus
5 Mulut dan Bau mulut (+), Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji
kerongkong tidak ada
an kandidiasis,
tidak ada
stomatitis, tidak
amandel,
tampak pucat,
mukosa pucat,
tidak ada
sariawan,
tampak sedikit
kotor, nyeri
menelan, sulit
menelan
6 Leher Tampak normal, Tidak ada Tidak dikaji Tidak dikaji
tidak ada pembesaran
benjolan, tidak kelenjar tiroid
ada kemerahan, dan KGB
tidak ada lesi
7 Dada Adanya Nyeri tekan Tidak dikaji Tidak dikaji
benjolan dada pada benjolan
sebelah kiri atas
payudara, ulkus
diabetikum
diameter 10cm,
tercium bau,
kemerahan, pus
sedikit
8 Jantung Jantung : tidak Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji
dan paru- ada kelainan.
paru TD :
140/90mmHg,
tidak ada
retraksi dinding
dada,
pergerakan
normal
Paru-paru :
tidak ada sesak,
RR : 23xpm,
SpO2 : 96%
9 Abdomen Simetris, tidak Tidak ada Tidak dikaji Tidak dikaji
distensi, nyeri tekan
oedema, lebam
dan tidak ada
kelainan
10 Ekstremitas Terpasang infus Tidak ada Tidak dikaji Tidak dikaji
atas RL 20 tpm di nyeri tekan
tangan kanan,
tidak felbitis,
kuku menebal,
kesulitan
bergerak, CRT
>3 detik, pucat,
tidak oedema,
tidak
kemerahan,
kekuatan otot
menurun.

5 3
5 5
Ekstremitas Tidak ada lesi, Tidak ada Tidak dikaji Tidak dikaji
bawah bengkak, nyeri tekan
oedema, kuku
menebal, tidak
kemerahan
11 Punggung Tampak normal, Tidak ada Tidak dikaji Tidak dikaji
tidak ada lesi, nyeri tekan
lebam,
kemerahan,
oedem
12 Ginjal Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji
13 Rektum Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji
14 Genitalia Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji

H. Masalah Gangguan Sistem

No Sistem Masalah Gangguan Sistem


Klien mengeluh batuk, sesak (-), batuk disertasi dahdk (+).
1 Sistem Pernafasan Hasil pemeriksaan : TTV : 140/90mmHg, N : 116xpm, RR:
23xpm, suhu : 37,4°C, SpO2 : 96%
TTV : 140/90mmHg, N : 116xpm, RR: 23xpm, suhu : 37,4°C,
Sistem SpO2 : 96%. Tidak ada kardiomegali, tidak ada riwayat
2
Kardiovaskuler serangan jantung, klien berdebar kencang, CRRRT pucat >
3detik.
Klien mengalami gangguan pencernaan, sulit menelan karena
Sistem
3 batuk dan nyeri menelan. Klien tidak makan, setiap makan
Pencernaan
selalu muntah, tampak lemas dan tidak terpasang NGT.
Klien mengalami gangguan di sitem mikro dan
Sistem maksroangiopati akibat DM yang dideritanya, mengalami kaku
4
Persyarafan sendi, sering kesemutan, kebas, sensasi menurun, tangan kiri
sulit digerakkan, klien mudah terkena injeksi.
Berdasarkan manifestasi klinis DM klien mengalami polyuria,
Sistem
5 klien tidak sadar berapa kali klien BAK karena memakai
Perkemihan
diapers, BAK tampak ada.
Klien tampak lemah dan kehilangan tenaga. Tampak sulit
bergerak kehilangan kekuatan otot, lemas, aktivitas 75%
dibantu keluarga, kaku sendi, ekstremitas atas kiri tidak dapat
Sistem digerakkan. Klien tampak tirah baring, tidak ada oedem pada
6
Muskuloskeletal ekstremitas atas dan bawah, otot tampak kendur. Kekuatan
otot :
5 3
5 5
Klien mengalami masalah pada pankreasnya. Klien mengalami
DM tipe II yang di derita sejak 3 tahun yang lalu, sudah
menimbulkan komplikasi pada organ yang lain, gula darah
7 Sistem Endokrin
mencapai ±500gr/dl, klien mengalami neuropati dan retinopati.
Saat ini klien mengalami ulkus diabetikum pada thorax anterior
sinistra. GDS : 291 gr/dl
Terlihat adanya benjolan dan luka di bagian atas payudara
sebelah kiri berdiameter ±10 cm yang terdapat nanah dan tidak
mengeluarkan darah, luka tidak mengalami perbaikan, semakin
8 Sistem Integumen
meluas dan tidak mongering, kulit pucat, hangat, luka
membengkak, area benjolan kemerahan, kulit kering, turgor
kulit menurun.
Klien mengatakan mata sudah buram ( pengelihatan buram.
Sistem
9 Klien direncanakan op mata namun tidak jadi karena gula darah
Penginderaan
tinggi, pendengaran berkurang, sentuhan menurun.

I. Pemeriksaan Penunjang

HEMATOLOGI
Parameter Hasil Satuan Normal
Hb 9,3 G% 12-16
Leukosit 17.900 /mm3 4.000-10.000
Hitung Jenis :
 Basophil 0 % 0-1
 Eosinophil 1 % 1-4
 N. Staf 1 % 3-5
 N. Segmen 94 % 35-70
 Lymphosit 3 % 20-40
 Monosit 1 % 2-10
Hematokrit 26,0 % 37-48
Trombosit 363.000 /mm3 150.000-300.000
Ms. Pembekuan 3’30” Menit 3-6
Ms. Perdarahan 3’30” Menit 1-3
MIKROBIOLOGI
NLR 31,33
ALC 537
Rapid Antigen Negatif
GDS :
Tanggal 10 April 2021 : 291 gr/dl
Tanggal 11 April 2021 : 189 gr/dl
Tanggal 12 April 2021 : 258 gr/dl ( jam 10.00 )
Tanggal 12 April 2021 : 217 gr/dl ( jam 16.00 )

J. Terapi dan Penatalaksanaan Medis

1. Terapi Pre dan Post Op

a. IVFD RL 20 tpm

b. Ceftriaxone 2 x 1gr

c. Glimepende 1 x 2mg

d. Ondansentron 2 x 1

e. Ketorolac 2 x 1

f. Mevorapid 8-8-8 (jika <250, stop)

g. Novomix 8-0-16

h. Paracetamol tablet 4 x 500mg

i. Erdostein caps 3 x 1

j. Metronidazole infus 3 x 900

k. Ats 1 @ektra

2. Penatalaksanaan Medis

a. Prosedur operasi debridement ulkus diabetikum thorax anterior

sinistra

b. Perawatan luka nekrotikum sehari 1 x setiap pagi

K. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
.
PRE OPERASI
1. DS : Diabetes Mellitus, gula darah Nyeri akut
- Klien mengatakan nyeri meningkat
pada benjolan di area atas ↓
payudara sebelah kiri Penebalan membran dasar
- Klien mengatakan nyeri vaskuler
yang dirasakan seperti ↓
nyut-nyutan. Disfungsi endothel
- Nyeri dirasakan menyebar mikrovaskuler
pada area benjolan, ke ↓
badan dan ekstremitas. Mikroangiopati
- Klien mengatakan skala ↓
nyeri 6 (1-10). Neuropati
- Nyeri bertambah ketika ↓
ditekan. Neuropati otonom
- Nyeri dirasakan terus ↓
menerus. Infeksi

DO : Ulkus diabetikum
- Klien tampak meringis ↓
menahan nyeri, tampak Nyeri yang lebih sensitif,
gelisah peningkatan jumlah sel dasrah
- Tampak pucat putih dan timbul bauyang khas
- Luka terlihat kemerahan, ↓
berisi nanah, tidak keluar Nyeri akut
darah, nyeri tekan (+).
- TTV : RD : 140/90
mmHg, nadi : 116xpm,
RR : 23xpm, suhu :
37,4°c, SpO2 : 97%.
- GDS : 291 gr/dl.
- Adanya benjolan dada
sebelah kiri atas payudara,
ulkus diabetikum diameter
10cm, tercium bau,
kemerahan, pus sedikit
- Leukosit : 17.900/mm3
2 DS : Diabetes Mellitus, gula darah Perfusi
- Klien mengatakan luka meningkat Perifer
semakin melebar dan ↓ Tidak
basah meskipun diberi Penebalan membran dasar Efektif
salep vaskuler
- Sering kesemutan, kebas, ↓
sensasi menurun, tangan Disfungsi endothel
kiri sulit digerakkan, mikrovaskuler

DO : Mikroangiopati
- Akral pucat, akral teraba ↓
hangat Neuropati
- CRT >3 detik ↓
- Konjungtiva anemis Neuropati sensori
- TTV : RD : 140/90 ↓
mmHg, nadi : 116xpm, Kesemutan
RR : 23xpm, suhu : ↓
37,4°c, SpO2 : 97%. Hilang rasa
- GDS : 291 gr/dl. ↓
- Keadaan umum klien sakit Trauma
sedang. ↓
- GCS : 13; E : 4; M : 4; V : Ulkus diabetikum
5 ↓
- Kuku menebal Perfusi perifer tidak efektif
3 DS : Diabetes Mellitus, gula darah Gangguan
- Klien mengatakan nyeri meningkat Integritas
pada benjolan di area atas ↓ Kulit
payudara sebelah kiri Penebalan membran dasar
vaskuler
DO : ↓
- Luka terlihat kemerahan, Disfungsi endothel
berisi nanah, tidak keluar mikrovaskuler
darah, nyeri tekan (+). ↓
- GDS : 291 gr/dl. Aterosklerosis
- Adanya benjolan dada ↓
sebelah kiri atas payudara, Oklusi
ulkus diabetikum diameter ↓
10cm, tercium bau, Makroangiopati
kemerahan, pus sedikit. ↓
Penyakit pembuluh darah
kapiler

Ulkus diabetikum

Gangguan integritas kulit

4 DS : Diabetes Mellitus, gula darah Gangguan


- Nyeri bertambah ketika meningkat, tidak terkendali Mobilitas
ditekan. ↓ Fisik
- Nyeri yang dirasakan Penebalan membran dasar
menyebar hingga ke badan vaskuler
dan ekstremitas, hingga ↓
menyebabkan kaku, sulit Disfungsi endothel
bergerak dan kehilangan mikrovaskuler
tenaga. ↓
Mikroangiopati
DO : ↓
- Keadaan umum klien sakit Neuropati
sedang ↓
- Tampak lemah, lemas Neuropati motorik
- Kekuatan otot menurun, ↓
- Sulit bergerak. Kelemahan dan atropi otot
- Kesadaran compos mentis, ↓
GCS : 13 Kekakuan gerak sendi
- Aktivitas diabantu 75% ↓
- Pergerakan sendi terbatas Gangguan mobilitas fisik
- Tampak meringis
- Kekuatan otot kiri
melemah
- TTV : TD : 140/90
mmHg, nadi : 116xpm,
RR : 23xpm, suhu :
37,4°c, SpO2 : 97%.
- GDS : 291 gr/dl.
POST OPERASI
1 DS : Diabetes Mellitus, gula darah Nyeri Akut
- Klien mengatakan nyeri di meningkat
are luka post operasi di ↓
bagian atas payudara Penebalan membran dasar
sebelah kiri vaskuler

DO : Disfungsi endothel
- Tampak luka di area post mikrovaskuler
operasi ditutup kain kassa ↓
- Luka ±10 cm Mikroangiopati
- Ku : tampak lemah ↓
- Tampak meringis Neuropati
- Tampak gelisah ↓
- Tidak banyak bergerak Neuropati otonom
- Skala nyeri sedang 6 (0- ↓
10) Infeksi
- Kondisi luka : tampak ↓
menghitam, terdapat pus, Ulkus diabetikum
darah sedikit, bau pada ↓
luka Nyeri yang lebih sensitif,
- TTV : TD : 130/70 peningkatan jumlah sel dasrah
mmHg, nadi : 116xpm, putih dan timbul bauyang khas
RR : 20xpm, suhu : ↓
36,3°c, SpO2 : 96%. Nyeri akut
- GDS jam 08.00 : 258
gr/dl.
GDS jam 16.00 : 217 gr/dl
2 DS : Diabetes Mellitus, gula darah Gangguan
- Klien mengeluh nyeri di meningkat Integritas
area luka post operasi ↓ Kulit
Penebalan membran dasar
DO : vaskuler
- KU : sakit sedang ↓
- Tampak luka di area post Disfungsi endothel
operasi ditutup kain kassa mikrovaskuler
- Luka ±10 cm ↓
- Ku : tampak lemah Aterosklerosis
- Tampak meringis ↓
- Tampak gelisah Oklusi
- Tidak banyak bergerak ↓
- Skala nyeri sedang 6 (0- Makroangiopati
10) ↓
- Kondisi luka : tampak Penyakit pembuluh darah
menghitam, terdapat pus, kapiler
darah sedikit, bau pada ↓
luka Ulkus diabetikum tindakan
- TTV : TD : 130/70 bedah
mmHg, nadi : 116xpm, ↓
RR : 20xpm, suhu : Gangguan integritas kulit
36,3°c, SpO2 : 96%.
- GDS jam 08.00 : 258
gr/dl.
- GDS jam 16.00 : 217 gr/dl
- GCS 14
- Warna kulit area luka
tampak kemerahan.
3 DS : Diabetes Mellitus, gula darah Gangguan
- Klien mengeluh nyeri di meningkat, tidak terkendali Mobilitas
area luka post operasi ↓ Fisik
- Klien mengatakan Penebalan membran dasar
ekstremitas atas sebelah vaskuler
kiri sulit digerakkan ↓
Disfungsi endothel
DO : mikrovaskuler
- KU : sakit sedang ↓
- Tampak lemah Mikroangiopati
- Tampak meringis ↓
- Tampak gelisah Neuropati
- Tidak banyak bergerak ↓
- TTV : TD : 130/70 Neuropati motorik
mmHg, nadi : 116xpm, ↓
RR : 20xpm, suhu : Kelemahan dan atropi otot
36,3°c, SpO2 : 96%. ↓
- GDS jam 08.00 : 258 Kekakuan gerak sendi
gr/dl. ↓
- GDS jam 16.00 : 217 gr/dl Gangguan mobilitas fisik
- GCS 14
- Pergerakan sendi terbatas
- Kekuatan otot tangan kiri
lemah
- Terpasang IVFD RL
20tpm
- Terdapat luka post operasi
yang dibalut kassa

L. Prioritas Diagnosis Keperawatan

a. Diagnosa Pre Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan luka dan benjolan yang diakibatkan

oleh gula darah meningkat mengganggu sistem neuropati, ditandai

dengan:

DS :

- Klien mengatakan nyeri pada benjolan di area atas payudara

sebelah kiri.

- Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti nyut-nyutan.

- Nyeri dirasakan menyebar pada area benjolan, ke badan dan

ekstremitas.

- Klien mengatakan skala nyeri 6 (1-10).

- Nyeri bertambah ketika ditekan.

- Nyeri dirasakan terus menerus.

DO :

- Klien tampak meringis menahan nyeri, tampak gelisah

- Tampak pucat

- Luka terlihat kemerahan, berisi nanah, tidak keluar darah, nyeri

tekan (+).
- TTV : RD : 140/90 mmHg, nadi : 116xpm, RR : 23xpm, suhu :

37,4°c, SpO2 : 97%.

- GDS : 291 gr/dl.

- Adanya benjolan dada sebelah kiri atas payudara, ulkus

diabetikum diameter 10cm, tercium bau, kemerahan, pus sedikit.

- Leukosit : 17.900/mm3

2. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi

pembuluh darah kapiler akibat adanya ulkus diabetikum, ditandai

dengan:

DS :

- Klien mengatakan nyeri pada benjolan di area atas payudara

sebelah kiri

DO :

- Luka terlihat kemerahan, berisi nanah, tidak keluar darah, nyeri

tekan (+).

- GDS : 291 gr/dl.

- Adanya benjolan dada sebelah kiri atas payudara, ulkus

diabetikum diameter 10cm, tercium bau, kemerahan, pus sedikit.

3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan ulkus diabetikum

akibat suplai oksigen menurun pada jaringan, ditandai dengan:

DS :

- Klien mengatakan luka semakin melebar dan basah meskipun

diberi salep
- Sering kesemutan, kebas, sensasi menurun, tangan kiri sulit

digerakkan,

DO :

- Akral pucat, akral teraba hangat

- CRT >3 detik

- Konjungtiva anemis

- TTV : RD : 140/90 mmHg, nadi : 116xpm, RR : 23xpm, suhu :

37,4°c, SpO2 : 97%.

- GDS : 291 gr/dl.

- Keadaan umum klien sakit sedang.

- GCS : 13; E : 4; M : 4; V : 5

- Kuku menebal

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan atrofi

khusus akibat neuropati motoric, ditandai dengan:

DS :

- Nyeri bertambah ketika ditekan.

- Nyeri yang dirasakan menyebar hingga ke badan dan

ekstremitas, hingga menyebabkan kaku, sulit bergerak dan

kehilangan tenaga.

DO :

- Keadaan umum klien sakit sedang

- Tampak lemah, lemas

- Kekuatan otot menurun,

- Sulit bergerak.
- Kesadaran compos mentis, GCS : 13

- Aktivitas diabantu 75%

- Pergerakan sendi terbatas

- Tampak meringis

- Kekuatan otot kiri melemah

- TTV : TD : 140/90 mmHg, nadi : 116xpm, RR : 23xpm, suhu :

37,4°c, SpO2 : 97%.

- GDS : 291 gr/dl.

b. Diagnosa Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi akibat tindakan

pembedahan area benjolan dan luka, ditandai dengan:

DS :

- Klien mengatakan nyeri di are luka post operasi di bagian atas

payudara sebelah kiri

DO :

- Tampak luka di area post operasi ditutup kain kassa

- Luka ±10 cm

- Ku : tampak lemah

- Tampak meringis

- Tampak gelisah

- Tidak banyak bergerak

- Skala nyeri sedang 6 (0-10)

- Kondisi luka : tampak menghitam, terdapat pus, darah sedikit,

bau pada luka


- TTV : TD : 130/70 mmHg, nadi : 116xpm, RR : 20xpm, suhu :

36,3°c, SpO2 : 96%.

- GDS jam 08.00 : 258 gr/dl.

- GDS jam 16.00 : 217 gr/dl

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi akibat

ulkus, tindakan pembedahan, perubahan sirkulasi, ditandai dengan:

DS :

- Klien mengeluh nyeri di area luka post operasi

DO :

- KU : sakit sedang

- Tampak luka di area post operasi ditutup kain kassa

- Luka ±10 cm

- Ku : tampak lemah

- Tampak meringis

- Tampak gelisah

- Tidak banyak bergerak

- Skala nyeri sedang 6 (0-10)

- Kondisi luka : tampak menghitam, terdapat pus, darah sedikit,

bau pada luka

- TTV : TD : 130/70 mmHg, nadi : 116xpm, RR : 20xpm, suhu :

36,3°c, SpO2 : 96%.

- GDS jam 08.00 : 258 gr/dl.

- GDS jam 16.00 : 217 gr/dl

- GCS 14
- Warna kulit area luka tampak kemerahan.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan nyeri

luka post operasi ditandai dengan:

DS :

- Klien mengeluh nyeri di area luka post operasi

- Klien mengatakan ekstremitas atas sebelah kiri sulit digerakkan

DO :

- KU : sakit sedang

- Tampak lemah

- Tampak meringis

- Tampak gelisah

- Tidak banyak bergerak

- TTV : TD : 130/70 mmHg, nadi : 116xpm, RR : 20xpm, suhu :

36,3°c, SpO2 : 96%.

- GDS jam 08.00 : 258 gr/dl.

- GDS jam 16.00 : 217 gr/dl

- GCS 14

- Pergerakan sendi terbatas

- Kekuatan otot tangan kiri lemah

- Terpasang IVFD RL 20tpm

- Terdapat luka post operasi yang dibalut kassa


M. Nursing Care Planning (NCP)

Nursing Care Planning


No No Dx
SLKI SIKI
1 1 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I. 08238)
keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan: Observasi
3. Tingkat nyeri menurun 10. Kaji KU
(L.08066) dengan kriteria 11. Kaji kesadaran
hasil: 12. Monitor TTV
a. Keluhan tidak nyaman 13. Identifikasi lokasi,
menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
4. Status kenyamanan kualitas, intensitas nyeri
meningkat (L.08064) 14. Identifikasi skala
dengan kriteria hasil: nyeri
a. Keluhan nyeri menurun 15. Identifikasi respon
Mual menurun. nyeri non verbal
16. Identifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
17. Identifikasi
pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
18. Monitor efek
samping penggunaan analgetik

Terapeutik
5. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
6. Control lingkungan
yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
7. Fasilitasi istirahat
dan tidur
8. Pertimbangkan
jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi
6. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
7. Anjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
8. Anjurkan
menggunakan analgetik secara
tepat
9. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2 2 Setelah dilakukan tindakan Perawatan Intergritas Kulit
keperawatan selama 3 x 24 jam, (I.11353)
diharapkan: Observasi
2. Integritas kulit dan jaringan 2. Identifikasi
membaik (L.14125), dengan penyebab integritas kulit (mis.
kriteria hasil: perubahan sirkulasi, perubahan
h. Pemulihan pasca bedah status nutrisi, penurunan
i. Penyembuhan luka kelembaban, suhu lingkungan
j. Perfusi perifer ektrem, penurunan mobilitas)
k. Repon alergi local
l. Status nutrisi membaik Terapeutik
m. Status sirkulasi 6. Ubah posisi tiap 2 jam jika
meningkat tirah baring.
n. Termoregulasi baik 7. Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak pada
kulit kering
8. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalgerik
pada kulit sensitive
9. Hindari produk berbahan
dasar alcohol pada kulit
kering

Edukasi
7. Anjurkan minum air yang
cukup
8. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
9. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur.

Perawatan Luka
Observasi
1. Kaji KU
2. Kaji kesadaran
3. Monitor TTV
4. Monitor karakteristik luka
5. Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik
1. Lakukan perawatan luka
sesuai sop

Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
3. Anjurkan prosedur perawatan
luka secara mandiri

Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement
2. Kolaborasi pemberian
antibiotic
3 3 Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
diharapkan: 4. Periksa sirkulasi perifer (nadi
3. Perfusi perifer membaik, perifer, CRT, warna kulit, dan
dengan kriteria hasil: lain-lain)
d. Denyut nadi perifer5. Identifikasi faktor risiko
meningkat gangguan sisrkulasi (misal:
e. Kelemahan otot menurun DM. Hipertensi, kolesterol
f. Turgor kulit mrmbaik tinggi, perokok, dan lain lain)
4. Status sirkulasi membaik, 6. Monitor panas, kemerahan,
dengan kriteria hasil: nyeri atau bengkak di
d. Kekuatan nadi meningkat ekstremitas.
e. Pucat menurun
f. CRT membaik Terapeutik
5. Hindari pemasangan infus dan
pemeriksaan tekanan darah
pada area keterbatasan perifer
6. Lakukan pencegahan infeksi
7. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
8. Lakukan hidrasi

Edukasi
2. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang benar dan
tepat

Mnajemen Sensasi Perifer


Observasi
5. Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
6. Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tmpul dan panas
atau dingin
7. Monitor terjadinya parestesia
8. Monitor adanya tromboemboli
vena

Terapeutik
2. Hindari pemakaian benda-
benda yang suhunya
berlebihan

Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian
analgetik
4 4 Seteah Dilakukan Tindakan Dukungan Ambulasi (1.06171)
Keperawatan Selama 3 X 24 jam Observasi
diharapkan: 5. Kaji keadaan
2. Mobilitas fisik meningkat, umum
dengan kriteria hasil: 6. Kaji kesadaran\
a. Pergerakan ekstremitas 7. Monitor TTV
meningkat 8. Identifikasi adanya
b. Kekuatan otot meningkat nyeri atau keluhan fisik
c. RoM meningkat lainnya
d. Nyeri menurun’kaku 9. Identifikasi
sendir menurun toleransi fisik melakukan
e. Gerakan terbatas ambulasi
menurun 10. Monitor frekuensi
f. Kelemahan fisik jantung dan tekanan darah
menurun sebelum memulai ambulasi
11. Monitor kondisi
umum selama melakukan
ambulasi
Terapeutik
4. Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu
(mis. Tongkat, kruk)
5. Fasilitasi
melakukan mobilisasi fisik,
jika perlu
6. Libatkan keluarga
untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi

Edukasi
4. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
5. Anjurkan melakukan ambulasi
dini
6. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
Berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)

N. Implementasi dan Catatan Perkembangan

Nama Klien : Ny. R

Diagnose Medis : DM II + Ulkus Diabetikum Thorax Anterior Sinistra

No Medrek : 042659

Ruangan : Ruang Bedah Kelas III Perempuan ( R. Melati )

Tanggal
No
No dan Implementasi dan Respon Catatan Perkembangan Paraf
DX
waktu
PRE OPERASI
1 1 Sabtu, Manajemen Nyeri (I. 08238) S : Enok
10 April - Klien mengeluh nyeri Cucu
2021 Observasi pada area benjolan
1. Mengkaji KU
R : klien sakit sedang, O :
klien tampak lemah - KU : sakit sedang
2. Mengkaji - TTV :
kesadaran TD : 140/90mmHg, N :
R : kesadaran CM 116xpm, R : 23xpm,
3. Memonitor Spo2 : 96%
TTV - Skala nyeri 6
R: - Nyeri berada di thorax
TTV : TD : 140/90mmHg, anterior sinistra, nyeri
N : 116xpm, R : 23xpm, dirasakan nyut-nyutan
Spo2 : 96% dan setiap saat, intensitas
4. Mengidentifik nyeri sedang
asi lokasi, karakteristik, - Tampak meringis
durasi, frekuensi, kualitas, - Tampak gelisah
intensitas nyeri
R : nyeri berada di thorax A:
anterior sinistra, nyeri Nyeri Akut
dirasakan nyut-nyutan dan
setiap saat, intensitas nyeri P:
sedang Berikan Intervensi
5. Mengidentifik
asi skala nyeri I:
R : Skala nyeri 6 (0-10) - Mengkaji KU
6. Mengidentifik - Mengkaji kesadaran
asi respon nyeri non verbal - Memonitor TTV
R : klien tampak gelisah, - Mengidentifikasi lokasi,
meringis ketika menahan karakteristik, durasi,
nyeri frekuensi, kualitas,
7. Mengidentifik intensitas nyeri
asi faktor yang - Mengidentifikasi skala
memperberat dan nyeri
memperingan nyeri - Mengidentifikasi respon
R : nyeri semakin berat nyeri non verbal
bila di tekan, nyeri ditekan - Mengidentifikasi faktor
secara terus menerus yang memperberat dan
8. Memonitor memperingan nyeri
efek samping penggunaan - Memonitor efek samping
analgetik penggunaan analgetik
R : tidak ada efek samping - Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
Terapeutik mengurangi rasa nyeri,
1. Memberikan tekik relaksasi nafas
teknik nonfarmakologis dalam
untuk mengurangi rasa
nyeri, tekik relaksasi nafas E:
dalam Masalah teratasi sebagian
R : nyeri belum
berkurang, klien dapat R:
melakukan teknik nafas Lanjutkan intervensi
dalam
2 2 Sabtu, Perawatan Intergritas Kulit S:
10 April (I.11353) - Klien mengeluh nyeri
2021 Observasi pada area benjolan
1. Mengidentifikasi
penyebab integritas kulit O:
R : adanya ulkus - KU : sakit sedang
diabetikum, pasien - TTV :
rencana operasi jam TD : 140/90mmHg, N :
18.30 WIB. Saat 116xpm, R : 23xpm,
dirumah, klien selalu Spo2 : 96%
tidur miring kiri - Terdapat benjolan di
sehingga timbul ulkus area thorax sinistra.

Edukasi A:
1. Menganjurkan minum Gangguan Integritas Kulit
air yang cukup
R : klien dapat P:
memahami, keluarga Berikan Intervensi
mengatakan klien sulit
menelan I:
- Mengidentifikasi
penyebab integritas kulit
- Menganjurkan minum
air yang cukup
E:
Masalah teratasi sebagian

R:
Lanjutkan intervensi
3 3 Sabtu, Perawatan Sirkulasi S: Enok
10 April Observasi - Klien mengatakan klien Cucu
2021 1. Memeriksa nadi perifer, sering kesemutan
CRT, warna kulit
R : Nadi : 111xpm, CRT O :
>3 detik, warna kulit - KU : sakit sedang
normal tampak kemerahan - TTV :
di area luka TD : 140/90mmHg, N :
2. Mengidentifikasi faktor 116xpm, R : 23xpm,
risiko gangguan sisrkulasi Spo2 : 96%
R : penyebabnya DM - Tampak kemerahan di
3. Memonitor kemerahan, area luka
nyeri atau bengkak di - Penurunan kekuatan otot
ekstremitas. - CRT > 3detik
R : terdapat kemerahan
pada are luka, tidak edema A :
pada ekstremitas dan tidak Perfusi Perifer Tidak Efektif
bengkak
P:
Manajemen Sensasi Perifer Berikan Intervensi
Observasi
1. Memonitor terjadinya I :
parestesia - Memonitor nadi perifer,
R : Klien mengatakan CRT, warna
kesemutan pada bagian - Mengidentifikasi faktor
ektremitas risiko gangguan sirkulasi
- Memonitor kemerahan
pada area luka
ekstremitas
- Memonitor terjadinya
parestesia

E:
Masalah teratasi sebagian

R:
Lanjutkan intervensi
4 4 Sabtu, Dukungan Ambulasi S: Enok
10 April (1.06171) - Klien mengatakan klien Cucu
2021 Observasi sering kesemutan
1. Mengidentifik - Klien mengatakan nyeri
asi adanya nyeri atau bertambah ketika banyak
keluhan fisik lainnya bergerak
R : klien mengatakan sulit - Klien mengatakan sulit
menggerakan tangan kiri, menggerakkan tangan
terdapat nyeri pada kirinya
benjolan di atas payudara
2. Identifikasi O:
toleransi fisik melakukan - KU : sakit sedang
ambulasi - TTV :
R : klien hanya mampu TD : 140/90mmHg, N :
melakukan mika miki 116xpm, R : 23xpm,
Spo2 : 96%
Terapeutik - Klien hanya mampu
1. Melibatkan keluarga untuk mika miki
membantu pasien dalam - Aktivitas dibantu
meningkatkan ambulasi keluarga
R : keluarga membantu - Kekuatan otot menurun
klien dalam melakukan
aktivitas A:
Gangguan Mobilitas Fisik

P:
Berikan Intervensi

I:
- Mengidentifikasi adanya
nyeri / keluhan fisik lain
- Mengidentifikasi
toleransi fisik melakukan
pergerakan
- Melibatkan keluarga
untuk membantu
meningkatkan ambulasi
pada pasien

E:
Masalah teratasi sebagian
R:
Lanjutkan intervensi
Pada tanggal 10 April 2021 sekitar pukul 19.00 WIB klien telah dilakukan tindakan
operasi debridement ulkus diabetikum thorax anterior sinistra
POST OPERASI
1 1 Senin, Laporan Dinas Pagi S: Enok
12 April Manajemen Nyeri - Klien mengeluh nyeri Cucu
2021 pada luka operasi diatas
Dinas 1. Mengkaji KU payudara sebelah kiri
Pagi R : klien sakit sedang,
klien tampak lemah O:
2. Mengkaji - KU : sakit sedang
kesadaran - TTV :
R : kesadaran CM TD : 110/70mmHg, N :
3. Merapikan 98xpm, R : 20xpm,
tempat tidur suhu : 37,8°c, Spo2 :
R : tempat tidur rapi 86%
4. Mengajarkan - Skala nyeri 5
teknik relaksasi - Terpasang infus RL
R : klien danjurkan untuk 20tpm
tarik nafas dalam untuk - Tampak ada luka post
mengurangi nyeri, nyeri operasi pada area atas
tidak berkurang payudara sebelah kiri
5. Memonitor tertutup perban
tetesan infus
R : tetesan infus lancar, A :
terpasang IVFD RL 20tpm Nyeri Akut
di lengan kanan
6. Memberikan P:
terapi injeksi Berikan Intervensi
R : Ceftriaxone 1 mg
Ketorolac 1@ I:
Ondansentron 1@ - Merapikan tempat tidur
7. Mengganti - Mengkaji KU
balutan (GP) - Mengajarkan teknik
R : Luka masih basah, relaksasi
push (-), darah (-) - Memonitor tetesan infus
8. Memonitor - Memberikan terapi
TTV injeksi
R: - Mengganti balutan
TTV : TD : 110/70mmHg, - Memonitor TTV
N : 98xpm, R : 20xpm, - Mendampingi visit dr.
Spo2 : 86% Sahal
9. Mendampingi - Memberika terapi oral
visit dr. Sahal - Mendampingi visit dr.
R : terapi lanjut Irman Sp.B
10. Memberikan
terapi oral E:
R : Paracetamol infus Masalah teratasi sebagian
11. Mendampingi
visit dr. Irman Sp.B R:
Lanjutkan intervensi
Senin, Dinas Siang S:
12 April Manajemen Nyeri - Klien mengeluh nyeri
2021 pada luka operasi diatas
Dinas 1. Mengkaji KU payudara sebelah kiri
Pagi R : KU sakit sedang
2. Mengkaji O:
kesadaran - KU : sakit sedang
R : compos mentis - Kesadaran : Cm
3. Mengkaji - TTV :
skala nyeri TD : 130/70mmHg, N :
R : skala nyeri 3 98xpm, R : 20xpm,
4. Menganjurkan suhu : 36,3°c, Spo2 : 6%
teknik relaksasi nafas - Skala nyeri 3
dalam - Terpasang infus RL
R : klien tampak paham 20tpm
5. Mendampingi - Tampak ada luka post
visit dr. Rika operasi pada area atas
R : terapi lanjut payudara sebelah kiri
6. Memonitor tertutup perban
TTV
R: A:
TTV : TD : 130/70mmHg, Nyeri Akut
N : 96xpm, suhu : 36,3, R :
20xpm, Spo2 : 96%, P:
GDS : 217 gr/dl Berikan Intervensi
7. Memberikan
terapi injeksi I:
R : Ceftriaxone 1 mg - Mengkaji KU
Ketorolac 1@ - Mengkaji kesadaran
Ondansentron 1@ - Menganjurkan klien
melakukan teknik
relaksasi nafas dalam
- Mendampingi visit dr.
Rika
- Memonitor TTV
- Memberikan terapi
injeksi

E:
Masalah teratasi sebagian

R:
Lanjutkan intervensi
2 2 Senin, Laporan Dinas Pagi S: Enok
12 April Perawatan Intergritas Kulit - Klien mengeluh nyeri Cucu
2021 (I.11353) pada luka operasi diatas
Dinas Observasi payudara sebelah kiri
Pagi 1. Memonitor
karakteristik luka post op O:
R : luka tampak basah, - KU : sakit sedang
darah, pus (+) sedikit, - Kesadaran : Cm
darah (-) - Tampak ada luka post
2. Melakakukan operasi pada area atas
perawatan luka post op payudara sebelah kiri
R : tanda infeksi : nyeri, tertutup perban
kemerahan, panas, - Luka basah, pus (+),
bengkak, luka basah darah (-).
menghitam, pus (+),
darah (-) A:
Gangguan Integritas Kulit
Edukasi
1. Menganjurkan makan P:
tinggi protein Berikan Intervensi
R : klien dan keluarg
tampak paham I:
2. Menganjurkan minum - Memonitor karakteristik
air yang cukup luka
R : klien dapat - Melakukan perawatan
memahami, keluarga luka op
mengatakan klien sulit - Menganjurkan makan
menelan tiggi protein
- Menganjurkan banyak
minum

E:
Masalah teratasi sebagian

R:
Lanjutkan intervensi
3 3 Senin, Dinas Siang S: Enok
12 April - Klien mengeluh nyeri Cucu
2021 Dukungan Mobilisasi pada luka operasi diatas
Dinas Observasi payudara sebelah kiri
Siang 1. Mengidentifik - Klien mengatakan sulit
asi adanya nyeri atau menggerakan ektremitas
keluhan fisik lain atas kiri
R : klien mengatakan
nyeri pada area luka post O :
operasi, klien me - KU : sakit sedang
2. Mengidentifik - Kesadaran : Cm
asi toleransi fisik - Klien tampak mika miki
melakukan pergerakan - Aktivitas dibantu
R : klien hanya dapat keluarga
mika miki, klien
cenderung tirah baring A:
3. Melibatkan Gangguan Mobilitas Fisik
keluarga untuk
meningkatkan ambulasi P:
pada pasien Berikan Intervensi
R : keluarga membantu
pasien melakukan I:
ambulasi - Mengidentifikasi adanya
nyeri atau keluhan fisik
lain
- Mengidentifikasi
toleransi melakukan
pergerakan
- Melibatkan keluarga
untuk membantu
meningkatkan ambulasi

E:
Masalah teratasi sebagian

R:
Lanjutkan intervensi
4 1 Selasa, Laporan Dinas Pagi S: Enok
13 April Manajemen Nyeri - Klien mengeluh nyeri Cucu
2021 pada luka operasi diatas
Dinas 1. Mengkaji KU payudara sebelah kiri
Pagi R : klien sakit sedang,
klien tampak lemah O:
2. Mengkaji - KU : sakit sedang
kesadaran - Kesadaran : CM
R : kesadaran CM - Klien tampak lebih
3. Mengajarkan tenang
teknik relaksasi - Skala nyeri 3
R : klien danjurkan untuk - TTV :
tarik nafas dalam untuk TD : 130/80mmHg, N :
mengurangi nyeri, nyeri 100xpm, R : 20xpm,
tidak berkurang suhu : 36,2°c, Spo2 :
4. Memonitor 97%, GDS : 233 gr/dl
tetesan infus - Terpasang infus RL
R : tetesan infus lancar, 20tpm
terpasang IVFD RL 20tpm - Tampak ada luka post
di lengan kanan operasi pada area atas
5. Memberikan payudara sebelah kiri
terapi injeksi tertutup perban
R : Ceftriaxone 1 mg
MP infus 500ml A:
Ketorolac 1@ Nyeri Akut
Ondansentron 1@
6. Mengganti P:
balutan (GP) Berikan Intervensi
R : Luka masih basah, bau
(+), push (-), darah (-) I:
7. Memonitor - Mengkaji KU
TTV - Mengajarkan teknik
R: relaksasi
TTV : TD : 130/80mmHg, - Memonitor tetesan infus
N : 100xpm, R : 20xpm, - Memberikan terapi
Spo2 : 97%, GDS : 233 injeksi
gr/gl - Mengganti balutan
8. Mendampingi - Memonitor TTV
visit dr. Syafei - Mendampingi visit dr.
R : terapi lanjut Syafei

E:
Masalah teratasi sebagian

R:
Lanjutkan intervensi
Selasa, Dinas Siang S: Enok
13 April Manajemen Nyeri - Klien mengatakan nyeri Cucu
2021 berkurang
Dinas 1. Mengkaji KU
Siang R : KU sakit sedang O:
2. Mengkaji - KU : sakit sedang, lemas
kesadaran - Kesadaran : CM
R : compos mentis - Klien tampak lebih
3. Mengkaji tenang
skala nyeri - Skala nyeri 2
R : skala nyeri 3 - TTV :
4. Mendampingi TD : 130/80mmHg, N :
visit dr. Dyah 100xpm, R : 20xpm,
R : Acc pulang suhu : 36,2°c, Spo2 :
97%, GDS : 233 gr/dl

A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan
5 2 Selasa, Laporan Dinas Pagi S: Enok
13 April - Klien mengatakan nyeri Cucu
2021 Perawatan Luka berkurang
Dinas 1. Melakukan perawatan
Pagi luka post op O:
R : luka tampak masih - KU : sakit sedang, lemas
basah, luka menghitam, - Kesadaran : CM
keluaran pus (-), - Klien tampak lebih
keluaran darah (-), tenang
tampak kemerahan pada - Skala nyeri 2
area sekitar luka - TTV :
Selasa, Dinas Siang TD : 130/80mmHg, N :
13 April 100xpm, R : 20xpm,
2021 Perawatan Luka suhu : 36,2°c, Spo2 :
Dinas Observasi 97%, GDS : 233 gr/dl
Pagi 1. Mengkaji KU
R : KU sakit sedang, A:
kesadaran CM Masalah teratasi
2. Mengidentifik
asi adanya nyeri atau P:
keluhan fisik lain Intervensi dihentikan
R : klien mengatakan
nyeri pada area luka post
operasi
3. Mengidentifik
asi toleransi fisik
melakukan pergerakan
R : klien hanya dapat
mika miki, klien
cenderung tirah baring
4. Melibatkan
keluarga untuk
meningkatkan ambulasi
pada pasien
R : keluarga membantu
pasien melakukan
ambulasi
5. Mengikuti
visit dr. Dyah
R : Klien acc pulang
6 3 Selasa, Dinas Siang S: Enok
13 April - Klien mengatakan nyeri Cucu
2021 Dukungan Mobilisasi berkurang
Dinas Observasi
Siang 1. Mengkaji KU O:
R : KU sakit sedang, - KU : sakit sedang, lemas
kesadaran CM - Kesadaran : CM
2. Mengidentifik - Klien tampak lebih
asi adanya nyeri atau tenang
keluhan fisik lain - Skala nyeri 2
R : klien mengatakan - TTV :
nyeri pada area luka post TD : 130/80mmHg, N :
operasi 100xpm, R : 20xpm,
3. Mengidentifik suhu : 36,2°c, Spo2 :
asi toleransi fisik 97%, GDS : 233 gr/dl
melakukan pergerakan
R : klien hanya dapat A:
mika miki, klien Masalah teratasi
cenderung tirah baring
4. Melibatkan P:
keluarga untuk Intervensi dihentikan
meningkatkan ambulasi
pada pasien
R : keluarga membantu
pasien melakukan
ambulasi
5. Mengikiti visit
dr. Dyah
R : Klien acc pulang

ANALISIS JURNAL

PENGGUNAAN MADU TOPIKAL EFEKTIF TERHADAP

PENYEMBUHAN LUKA KRONIS

1. Judul Jurnal

PENGGUNAAN MADU TOPIKAL EFEKTIF TERHADAP

PENYEMBUHAN LUKA KRONIS

2. Kata Kunci

Luka Kronis, Madu, Penyembuhan Luka, Ulkus

3. Penulis Jurnal

Etty , Yuliana Syam , Saldy Yusuf

4. Latar Belakang Masalah

Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan

karakteristik meningkatnya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya


(Farrell,2017). Kejadian diabetes terjadi pada usia diatas 18 tahun

meningkat dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5% pada tahun 2014 dan

tahun 2016 diperkirakan 1,6 juta kematian akibat (utama) diabetes dan

pada tahun 2012, 2,2 juta kematian disumbang oleh gula darah tinggi

(WHO,2018). International Diabetes Federation (IDF) atlas 2017

melaporkan bahwa epidemic diabetes di Indonesia masih menunjukan

kecenderungan meningkat. Indonesia adalah peringkat ke enam di dunia

dengan jumlah penyandang diabetes usia 20-79 tahun sekitar 10,3 juta

orang. Sehingga diperkirakan jumlah penderita ulkus diabetikum sebesar

2,6 juta orang. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) memperlihatkan angka

prevalensi diabetes yang cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013

menjadi 8,5% di tahun 2018. Sehingga estimasi jumlah penderita di

Indonesia mencapai 16 juta orang, dan 4 juta orang diperkirakan menderita

ulkus diabetikum (Depkes,2018).

5. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas madu topikal

terhadap penyembuhan luka kronis.

6. Metodologi Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metodetinjauan literatur dengan

menggunakan lima database dalam pencarian artikel yaitu pubmed,

proquest, science direct, wiley online library dan google scholar.

7. Hasil Penelitian
Hasil tinjauan literatur adalah dari enam artikel penelitian yang dianalisis,

lima artikel penelitian menunjukkan bahwa madu efektif terhadap

penyembuhan luka kronis dibandingkan dengan normal saline, povidone

iodine dan terapi lainnya (nilai p < 0.05), namun ada satu artikel tidak

signifikan secara statistik. Simpulan, penggunaan madu sebagai salah satu

terapi topikal yang efektif dalam perawatan luka kronis dikarenakan

kandungan nutrisi atau khasiat dari madu.

8. Kelemahan Penelitian Yang Didapat Pada Jurnal Ini

a. Penelitian hanya tidak menjelaskan lama waktu penelitian yang

dilakukan

b. Desain penelitian hanya menggunakan literature review yaitu data

hanya diambil dari berbagai jurnal jurnal

c. Jurnal-jurnal yang digunakan hanya 6 jurnal

9. Kelebihan Penelitian Yang Didapat Pada Jurnal Ini

a. Dapat menggambarkan secara jelas bagaimana cara menangani

perawatan luka dengan teknik herbal/nonfarmakologis

b. Menggunakan teknik penelitian yang tidak menghabiskan banyak

biaya

10. Manfaat Penelitian Yang Didapat Pada Jurnal Ini Bagi Kesehatan

a. Dapat menjadi sumber rujukan sebagai upaya promotif dan preventif

terhadap terjadinya ulkus diabetikum

b. Bagi rumah sakit dapat menjadi rujukan untuk pengelolaan perawatan

luka ulkus diabetikum

c. Dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya


d. Bagi perawat memberikan literature dalam pemberian asuhan

keperawatan pada pasien ulkus diabetikum


DAFTAR PUSTAKA

Andyagreeni. 2010. Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta : CV.


Trans Info Media American Diabetes Association. 2014. Standar Of
Medical In Diabetes – 2014. Diabetes Care, 37, 14-8

Askandar. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes mellitus. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama.

Corwin. 2009. American Association’s Expert Committe on the Diagnosis and


Classification of Diabetes mellitus.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C.2010. Nursing care plan:
Guidelines for individualizing elient care across the life span.
(8thedition). Philadelphia: F. A Davis Company.

Guyton, A.C and Hall, J.E. 2005. Text Book of Medical Physiology tenth
Edition. Singapore : W.B. sauders Company. Hal : 894-897.

Irawan, D. 2010. Prevalensi dan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe
2 di daerah urban Indonesia. FKMUI.

Johnson, M.Dochterman. 2013. Nursing Intervemtions Classification


(NIC) edisi kenam. Jakarta : ECG

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES). (2014). Profil


kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Lewis.2011. Patofisiologi: konsep klinis proses-prose penyakit . (edisi 4).


Jakarta: EGC.

Lipsky, B.A. 2004. Medical Tretment of Diabetic Foot Infections Clinical


Infectious Diseases (CID). 39, 104-114.
Mansjoer, dkk. 2010 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Medica.
FKUI Meion Johnson. 2013. Nursing Outcomes Classification
(NOC) edisi kelima. Jakarta : ECG

Mu’in. T. 2011. Perjalanan diabetisi dalam melaksanankan perawatan di


rumah. Di kota Depok. FKUI.

Nursing Times. 2014. Early Identification and treatment of sepsis. Nursing


time. 110. 14-17 P E R K E N I . 2011. Konsesus Pengendalian dan
Pencegahan Diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia 2011.
Http//www.perkeninet/index oho? Page=hone.

Smeltzer, SC. Bare BG. 2008. Medical Surgical Nursing Brunner & Suddarth.
Philadelphia : Lippincott

Suyono S. 2006. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit


Dalam. IV ed. Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu Penyakit dalam FK UI

Tambayong, Jan. 2001. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Williams, D.T. Hilton, J.R and Harding, K.G. 20014. Diagnosing Foot
Infection in diabetes. Clinical Infection Disease (CID). 39, 83-86.

Wounnds International. 2013. International Best Practice buideline : Wound


Management M Diabetic Foot Ulcers. London : Wound International
Adivision Of Schofield Heatthh Care Limited Enterprise House.

Anda mungkin juga menyukai